Limbah kain denim yang dihasilkan dari beberapa industri tekstil berjumlah sekitar 40 ton per tahun belum termanfaatkan secara optimal. Bahan dasar dari kain denim tersebut adalah kapas. Kapas dikenal bersifat higroskopis dan memiliki moisture regain yang tinggi sehingga dapat mempertahankan kelembaban. Limbah kain denim dipilih sebagai bahan dasar geotekstil karena serat kapas yang terkandung dalam limbah kain denim ini dapat mempertahankan kelembaban geotekstil sehingga karakteristik struktur yang dilindungi oleh geotekstil ini akan terjaga bahkan lebih baik. Untuk memanfaatkan dan meningkatkan nilai tambah limbah kain denim, maka dilakukan penelitian pembuatan geotekstil nir tenun ( non woven ) campuran dari limbah kain denim dengan PET recycle dan low melt fiber, dengan memvariasikan gramasi dan komposisi untuk mendapatkan nilai optimum. Hasil uji menunjukkan bahwa geotekstil dengan dengan kode sampel C1, C2, dan C3 memiliki kualitas kekuatan tarik dan kekuatan sobek lebih tinggi dibanding sampel lainnya. Sampel C1, C2, dan C3 memiliki komposisi geotekstil terdiri dari 85% limbah kain denim dan 15% low melt fiber .
{"title":"KAJIAN KARAKTERISTIK GEOTEKSTIL DARI LIMBAH KAIN DENIM","authors":"Rizal Fahruroji, Rini Marlina, I. Widiana","doi":"10.31266/AT.V35I2.6434","DOIUrl":"https://doi.org/10.31266/AT.V35I2.6434","url":null,"abstract":"Limbah kain denim yang dihasilkan dari beberapa industri tekstil berjumlah sekitar 40 ton per tahun belum termanfaatkan secara optimal. Bahan dasar dari kain denim tersebut adalah kapas. Kapas dikenal bersifat higroskopis dan memiliki moisture regain yang tinggi sehingga dapat mempertahankan kelembaban. Limbah kain denim dipilih sebagai bahan dasar geotekstil karena serat kapas yang terkandung dalam limbah kain denim ini dapat mempertahankan kelembaban geotekstil sehingga karakteristik struktur yang dilindungi oleh geotekstil ini akan terjaga bahkan lebih baik. Untuk memanfaatkan dan meningkatkan nilai tambah limbah kain denim, maka dilakukan penelitian pembuatan geotekstil nir tenun ( non woven ) campuran dari limbah kain denim dengan PET recycle dan low melt fiber, dengan memvariasikan gramasi dan komposisi untuk mendapatkan nilai optimum. Hasil uji menunjukkan bahwa geotekstil dengan dengan kode sampel C1, C2, dan C3 memiliki kualitas kekuatan tarik dan kekuatan sobek lebih tinggi dibanding sampel lainnya. Sampel C1, C2, dan C3 memiliki komposisi geotekstil terdiri dari 85% limbah kain denim dan 15% low melt fiber .","PeriodicalId":305610,"journal":{"name":"Arena Tekstil","volume":"3 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-12-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"123782085","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Dana Kurnia Syabana, Novita Ekarini, Y. Satria, Pandji Hardjanto
Hasil akhir suatu produk batik dapat dipengaruhi oleh jenis kain dan kontruksinya. Salah satu jenis kain yang umum digunakan untuk produk batik adalah sutra. Sutra Samia dihasilkan dari ulat Samia cynthia ricini sutra yang memakan daun jarak atau daun singkong karet. Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh ketebalan kain sutra Samia terhadap motif batik yang dihasilkan. Metode kualitatif digunakan dengan mengukur interpretasi responden dengan skala Likert terhadap motif dan parameter malam batik. Kain sutra Samia diperlakukan dalam kondisi kering dan lembab dengan 1 kali dan 2 kali pencapan, pencelupan sebanyak 5 kali dengan pewarna alam tingi ( Ceriops tagal ) dan fiksasi kapur dan tunjung. Hasil yang didapatkan kain A dengan kondisi lembab 2 kali pencapan dan fiksasi tunjung (Ab2t) memiliki nilai kesempurnaan motif “sangat baik”. Kain B kondisi lembab dengan 2 kali pencapan dan fiksasi tunjung (Bb2t) memiliki nilai ketegasan tapak klowong dan tapak isen “baik”. Kain C kondisi kering dengan 2 kali pencapan dan fiksasi tunjung (Ca2t) memiliki nilai daya tembus “cukup baik”, sedangkan kain A kondisi lembab dengan 2 kali pencapan dan fiksasi tunjung (Ab2t) memiliki nilai kerataan pelekatan malam batik “baik”. Ketebalan kain, kondisi perlakuan awal, proses pencapan, serta fiksasi yang berbeda akan berpengaruh terhadap kesempurnaan motif, ketegasan tapak klowong, tapak isen, daya tembus, serta kerataan malam batik yang dihasilkan pada kain tenun sutra Samia.
{"title":"PENGARUH KETEBALAN KAIN TERHADAP MOTIF BATIK PADA KAIN TENUN SUTRA SAMIA","authors":"Dana Kurnia Syabana, Novita Ekarini, Y. Satria, Pandji Hardjanto","doi":"10.31266/AT.V35I2.6375","DOIUrl":"https://doi.org/10.31266/AT.V35I2.6375","url":null,"abstract":"Hasil akhir suatu produk batik dapat dipengaruhi oleh jenis kain dan kontruksinya. Salah satu jenis kain yang umum digunakan untuk produk batik adalah sutra. Sutra Samia dihasilkan dari ulat Samia cynthia ricini sutra yang memakan daun jarak atau daun singkong karet. Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh ketebalan kain sutra Samia terhadap motif batik yang dihasilkan. Metode kualitatif digunakan dengan mengukur interpretasi responden dengan skala Likert terhadap motif dan parameter malam batik. Kain sutra Samia diperlakukan dalam kondisi kering dan lembab dengan 1 kali dan 2 kali pencapan, pencelupan sebanyak 5 kali dengan pewarna alam tingi ( Ceriops tagal ) dan fiksasi kapur dan tunjung. Hasil yang didapatkan kain A dengan kondisi lembab 2 kali pencapan dan fiksasi tunjung (Ab2t) memiliki nilai kesempurnaan motif “sangat baik”. Kain B kondisi lembab dengan 2 kali pencapan dan fiksasi tunjung (Bb2t) memiliki nilai ketegasan tapak klowong dan tapak isen “baik”. Kain C kondisi kering dengan 2 kali pencapan dan fiksasi tunjung (Ca2t) memiliki nilai daya tembus “cukup baik”, sedangkan kain A kondisi lembab dengan 2 kali pencapan dan fiksasi tunjung (Ab2t) memiliki nilai kerataan pelekatan malam batik “baik”. Ketebalan kain, kondisi perlakuan awal, proses pencapan, serta fiksasi yang berbeda akan berpengaruh terhadap kesempurnaan motif, ketegasan tapak klowong, tapak isen, daya tembus, serta kerataan malam batik yang dihasilkan pada kain tenun sutra Samia.","PeriodicalId":305610,"journal":{"name":"Arena Tekstil","volume":"1 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-12-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"129323352","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pada saat ini pengembangan produk tekstil fungsional cukup pesat, salah satunya adalah produk tekstil fungsional yang memiliki sifat thermo-regulating . Untuk maksud tersebut, pada penelitian ini telah dilakukan penerapan phase change material (PCM) yang berbasis polietilena glikol (PEG) pada kain campuran poliester/ cationic dyeable polyester (CDP) dan campuran poliester/rayon (T/R) dengan cara pad-dry-cure . Formula PCM yang digunakan merupakan campuran PEG (berat molekul 1000) 5%/ N-metiloldihidroksietilenurea (N-MDHEU) 3%/ katalis MgCl 2 0,3 % dalam suasana asam. Karakterisasi dan pengujan kain hasil percobaan dilakukan dengan menggunakan fourier transform infrared (FTIR), scanning electron microscope (SEM) dan differential scanning calorimeter (DSC). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kain poliester/CDP yang diberi perlakuan memiliki aktivitas termal dengan nilai T(m)= 36,95°C, ΔHf = 4,98 J/g dan T(c)= 20,06°C, ΔHc = 5,30 J/g, sedangkan kain T/R yang juga diberi perlakuan mempunyai aktivitas termal dengan nilai T(m)= 34,56°C, ΔHf = 0,079 J/g, dan T(c)= 19,49°C, ΔHc = 0,024 J/g. Hasil uji pencucian terhadap kain hasil percobaan menunjukkan hasil yang belum optimal, dimana pada uji pencucian yang setara dengan 1 kali pencucian rumah tangga menunjukkan PCM masih terdegradasi dari permukaan kain.
{"title":"APLIKASI POLIETILENA GLIKOL SEBAGAI PHASE CHANGE MATERIAL (PCM) PADA KAIN CAMPURAN POLIESTER/CATIONIC DYEABLE POLYESTER DAN POLIESTER/RAYON","authors":"Jaka Nugraha, Doni Sugiyana, M. Wahyudi","doi":"10.31266/AT.V35I2.5824","DOIUrl":"https://doi.org/10.31266/AT.V35I2.5824","url":null,"abstract":"Pada saat ini pengembangan produk tekstil fungsional cukup pesat, salah satunya adalah produk tekstil fungsional yang memiliki sifat thermo-regulating . Untuk maksud tersebut, pada penelitian ini telah dilakukan penerapan phase change material (PCM) yang berbasis polietilena glikol (PEG) pada kain campuran poliester/ cationic dyeable polyester (CDP) dan campuran poliester/rayon (T/R) dengan cara pad-dry-cure . Formula PCM yang digunakan merupakan campuran PEG (berat molekul 1000) 5%/ N-metiloldihidroksietilenurea (N-MDHEU) 3%/ katalis MgCl 2 0,3 % dalam suasana asam. Karakterisasi dan pengujan kain hasil percobaan dilakukan dengan menggunakan fourier transform infrared (FTIR), scanning electron microscope (SEM) dan differential scanning calorimeter (DSC). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kain poliester/CDP yang diberi perlakuan memiliki aktivitas termal dengan nilai T(m)= 36,95°C, ΔHf = 4,98 J/g dan T(c)= 20,06°C, ΔHc = 5,30 J/g, sedangkan kain T/R yang juga diberi perlakuan mempunyai aktivitas termal dengan nilai T(m)= 34,56°C, ΔHf = 0,079 J/g, dan T(c)= 19,49°C, ΔHc = 0,024 J/g. Hasil uji pencucian terhadap kain hasil percobaan menunjukkan hasil yang belum optimal, dimana pada uji pencucian yang setara dengan 1 kali pencucian rumah tangga menunjukkan PCM masih terdegradasi dari permukaan kain.","PeriodicalId":305610,"journal":{"name":"Arena Tekstil","volume":"35 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-12-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"133973008","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Ekstrak daun rami dapat dimanfaatkan sebagai bahan zat warna alam pada proses pencelupan tekstil karena mengandung senyawa flavonoid. Dalam penelitian ini telah dilakukan studi tentang pencelupan kain kapas dan sutera dengan zat warna alam dari hasil ekstraksi daun rami. Studi ini bertujuan untuk mempelajari kemungkinan pemanfaatan daun rami sebagai zat warna alam dan sebagai zat anti oksidan pada tekstil. Metode penelitian meliputi ekstraksi daun rami, pencelupan metode perendaman dan post-mordanting . Evaluasi kualitas hasil pencelupan meliputi ketuaan warna (K/S), kecerahan warna (L*), arah warna (a*, b*), ketahanan luntur warna terhadap pencucian, gosokan, dan cahaya, serta pengujian proteksi kain terhadap sinar UV atau Ultraviolet Protection Factor (UPF). Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak daun rami dapat mencelup bahan tekstil dengan ketuaan warna pada sutera lebih baik daripada kain kapas. Kecerahan warna berbanding terbalik dengan ketuaan warna, dan arah warna yang dihasilkan adalah merah dan kuning. Kualitas pencelupan memiliki ketahanan luntur terhadap pencucian dengan nilai perubahan warna untuk kapas 3-4 dan sutera 4, sedangkan penodaan warna untuk kedua kain tersebut 4-5. Nilai penodaan warna karena gosokan bervariasi dari 3-4, 4, dan 4-5 pada masing-masing kain sampel dengan gosokan kering lebih baik daripada gosokan basah. Nilai ketahanan luntur warna terhadap sinar matahari relatif buruk yaitu 2 untuk kain kapas dan 2-3 untuk kain sutera, namun pada kain yang di post-mordanting menggunakan FeSO 4 mempunyai nilai tiga tingkat lebih tinggi daripada variasi lainnya. Pencelupan dengan zat warna hasil ekstraksi daun rami menggunakan bahan post-mordanting FeSO 4 efektif meningkatkan nilai UPF hingga UPF 10,6 pada kain kapas dan UPF 25 untuk kain sutera.
{"title":"PEMANFAATAN DAUN RAMI SEBAGAI BAHAN ZAT WARNA ALAM DAN FUNGSIONALISASINYA PADA PENCELUPAN KAIN KAPAS DAN SUTERA","authors":"Jaka Nugraha, Emma Yuniar Rakhmatiara","doi":"10.31266/at.v35i1.6053","DOIUrl":"https://doi.org/10.31266/at.v35i1.6053","url":null,"abstract":"Ekstrak daun rami dapat dimanfaatkan sebagai bahan zat warna alam pada proses pencelupan tekstil karena mengandung senyawa flavonoid. Dalam penelitian ini telah dilakukan studi tentang pencelupan kain kapas dan sutera dengan zat warna alam dari hasil ekstraksi daun rami. Studi ini bertujuan untuk mempelajari kemungkinan pemanfaatan daun rami sebagai zat warna alam dan sebagai zat anti oksidan pada tekstil. Metode penelitian meliputi ekstraksi daun rami, pencelupan metode perendaman dan post-mordanting . Evaluasi kualitas hasil pencelupan meliputi ketuaan warna (K/S), kecerahan warna (L*), arah warna (a*, b*), ketahanan luntur warna terhadap pencucian, gosokan, dan cahaya, serta pengujian proteksi kain terhadap sinar UV atau Ultraviolet Protection Factor (UPF). Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak daun rami dapat mencelup bahan tekstil dengan ketuaan warna pada sutera lebih baik daripada kain kapas. Kecerahan warna berbanding terbalik dengan ketuaan warna, dan arah warna yang dihasilkan adalah merah dan kuning. Kualitas pencelupan memiliki ketahanan luntur terhadap pencucian dengan nilai perubahan warna untuk kapas 3-4 dan sutera 4, sedangkan penodaan warna untuk kedua kain tersebut 4-5. Nilai penodaan warna karena gosokan bervariasi dari 3-4, 4, dan 4-5 pada masing-masing kain sampel dengan gosokan kering lebih baik daripada gosokan basah. Nilai ketahanan luntur warna terhadap sinar matahari relatif buruk yaitu 2 untuk kain kapas dan 2-3 untuk kain sutera, namun pada kain yang di post-mordanting menggunakan FeSO 4 mempunyai nilai tiga tingkat lebih tinggi daripada variasi lainnya. Pencelupan dengan zat warna hasil ekstraksi daun rami menggunakan bahan post-mordanting FeSO 4 efektif meningkatkan nilai UPF hingga UPF 10,6 pada kain kapas dan UPF 25 untuk kain sutera.","PeriodicalId":305610,"journal":{"name":"Arena Tekstil","volume":"5 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-06-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"126239969","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Poliester memiliki keunggulan dibandingkan dengan serat sintetis lainnya diantaranya memiliki kekuatan yang tinggi, tidak mudah mulur, tidak mudah kusut apabila dicuci, dan memiliki ketahanan abrasi, namun juga memiliki kekurangan dalam sifat hidrofobiknya, hal ini disebabkan oleh moisture regain yang rendah yaitu 0,4%. Salah satu teknik yang dapat diaplikasikan untuk meningkatkan sifat hidrofilik dari kain poliester dengan tanpa mengakibatkan kerusakan pada bahan adalah dengan menggunakan enzim lipase. Penelitian ini membahas mengenai pengaruh variasi konsentrasi enzim lipase (berupa crude enzim lipase) dalam upaya peningkatan daya serap kain poliester. Variasi konsentrasi enzim yang digunakan yaitu 40%, 60%, 80%, dan 100% off weight fabric ( owf ). Setelah proses enzimatik kain poliester dilakukan evaluasi, terhadap pengurangan berat bahan, waktu serap (dengan menggunakan standar AATCC 79 yang diamati melalui digital microscope ), serta analisa gugus fungsi poliester melalui FTIR. Hasil penelitian menunjukkan bahwa enzim lipase berpengaruh pada peningkatan daya serap. Kain poliester tanpa perlakuan enzim memiliki daya serap 19 detik dan daya serap meningkat secara signifikan menjadi 4 detik pada konsentrasi enzim lipase 60%. Peningkatan daya serap ini lebih baik dibandingkan pada konsentrasi enzim lipase lainnya, yaitu pada konsentrasi enzim lipase 40% (5,3 detik), 80% (4,7 detik), dan 100% (4,7 detik).
{"title":"STUDI PENINGKATAN DAYA SERAP KAIN POLIESTER DENGAN MENGGUNAKAN ENZIM LIPASE","authors":"A. Haryanto, Noerati Noerati","doi":"10.31266/at.v35i1.6047","DOIUrl":"https://doi.org/10.31266/at.v35i1.6047","url":null,"abstract":"Poliester memiliki keunggulan dibandingkan dengan serat sintetis lainnya diantaranya memiliki kekuatan yang tinggi, tidak mudah mulur, tidak mudah kusut apabila dicuci, dan memiliki ketahanan abrasi, namun juga memiliki kekurangan dalam sifat hidrofobiknya, hal ini disebabkan oleh moisture regain yang rendah yaitu 0,4%. Salah satu teknik yang dapat diaplikasikan untuk meningkatkan sifat hidrofilik dari kain poliester dengan tanpa mengakibatkan kerusakan pada bahan adalah dengan menggunakan enzim lipase. Penelitian ini membahas mengenai pengaruh variasi konsentrasi enzim lipase (berupa crude enzim lipase) dalam upaya peningkatan daya serap kain poliester. Variasi konsentrasi enzim yang digunakan yaitu 40%, 60%, 80%, dan 100% off weight fabric ( owf ). Setelah proses enzimatik kain poliester dilakukan evaluasi, terhadap pengurangan berat bahan, waktu serap (dengan menggunakan standar AATCC 79 yang diamati melalui digital microscope ), serta analisa gugus fungsi poliester melalui FTIR. Hasil penelitian menunjukkan bahwa enzim lipase berpengaruh pada peningkatan daya serap. Kain poliester tanpa perlakuan enzim memiliki daya serap 19 detik dan daya serap meningkat secara signifikan menjadi 4 detik pada konsentrasi enzim lipase 60%. Peningkatan daya serap ini lebih baik dibandingkan pada konsentrasi enzim lipase lainnya, yaitu pada konsentrasi enzim lipase 40% (5,3 detik), 80% (4,7 detik), dan 100% (4,7 detik).","PeriodicalId":305610,"journal":{"name":"Arena Tekstil","volume":"15 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-06-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"126337335","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Arif Wibi Sana, Noerati Noerati, D. Sugiyana, M. D. Sukardan
Bahan pengisi insulatif komersial untuk jaket musim dingin umumnya menggunakan d own (bulu angsa) dan batting poliester, tetapi penggunaannya relatif tidak ekonomis dan kurang ramah lingkungan. Serat biduri (Calotropis gigantea) merupakan serat alam dengan morfologi berongga dan ringan sehingga berpotensi menjadi bahan alternatif. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari sifat insulasi termal dan daya tembus udara pada kain multilapis berinsulasi biduri dan membandingkannya terhadap down dan batting poliester . Metode penelitiannya adalah dengan membentuk serat biduri menjadi web dan nonwoven yang difungsikan sebagai lapisan insulatif kemudian disisipkan di antara lapisan dalam (kain poliester) dan lapisan luar (kain nilon water repellent) . Serat biduri diuraikan pada mesin bale opener kemudian dibentuk menjadi lapisan web pada mesin cotton selector . Pengikatan web menjadi nonwoven dilakukan dengan metode thermal bonding menggunakan mesin hotpress pada suhu 130 °C selama 1 menit tanpa perlakuan tekanan. Evaluasi dilakukan melalui pengujian menggunakan alat hotplate dan air permeability tester . Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai resistansi termal (R ct ) tertinggi diperoleh pada kain multilapis berinsulasi web biduri 30 g dan nonwoven biduri tiga lapis pada komposisi (95:5)% dengan nilai masing-masing sebesar 0,168 m 2 .°C/W dan 0,188 m 2 .°C/W. Nilai tersebut masih lebih baik dibanding kain multilapis berinsulasi down dan batting poliester yang bernilai masing-masing 0,163 m 2 .°C/W dan 0,160 m 2 .°C/W. Daya tembus udara (DTU) paling tinggi diperoleh pada kain multilapis berinsulasi batting poliester dengan nilai 6,34 cm 3 /cm 2 /s sedangkan paling rendah diperoleh pada nonwoven biduri 3 lapis-komposisi (80:20)% dengan nilai 1,94 cm 3 /cm 2 /s. Nilai R ct kain multilapis berinsulasi biduri meningkat seiring dengan peningkatan ketebalan sedangkan pada nilai DTU berlaku sebaliknya.
{"title":"APLIKASI SERAT ALAM BIDURI (Calotropis gigantea) SEBAGAI BAHAN PENGISI INSULATIF PADA JAKET MUSIM DINGIN","authors":"Arif Wibi Sana, Noerati Noerati, D. Sugiyana, M. D. Sukardan","doi":"10.31266/at.v35i1.6050","DOIUrl":"https://doi.org/10.31266/at.v35i1.6050","url":null,"abstract":"Bahan pengisi insulatif komersial untuk jaket musim dingin umumnya menggunakan d own (bulu angsa) dan batting poliester, tetapi penggunaannya relatif tidak ekonomis dan kurang ramah lingkungan. Serat biduri (Calotropis gigantea) merupakan serat alam dengan morfologi berongga dan ringan sehingga berpotensi menjadi bahan alternatif. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari sifat insulasi termal dan daya tembus udara pada kain multilapis berinsulasi biduri dan membandingkannya terhadap down dan batting poliester . Metode penelitiannya adalah dengan membentuk serat biduri menjadi web dan nonwoven yang difungsikan sebagai lapisan insulatif kemudian disisipkan di antara lapisan dalam (kain poliester) dan lapisan luar (kain nilon water repellent) . Serat biduri diuraikan pada mesin bale opener kemudian dibentuk menjadi lapisan web pada mesin cotton selector . Pengikatan web menjadi nonwoven dilakukan dengan metode thermal bonding menggunakan mesin hotpress pada suhu 130 °C selama 1 menit tanpa perlakuan tekanan. Evaluasi dilakukan melalui pengujian menggunakan alat hotplate dan air permeability tester . Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai resistansi termal (R ct ) tertinggi diperoleh pada kain multilapis berinsulasi web biduri 30 g dan nonwoven biduri tiga lapis pada komposisi (95:5)% dengan nilai masing-masing sebesar 0,168 m 2 .°C/W dan 0,188 m 2 .°C/W. Nilai tersebut masih lebih baik dibanding kain multilapis berinsulasi down dan batting poliester yang bernilai masing-masing 0,163 m 2 .°C/W dan 0,160 m 2 .°C/W. Daya tembus udara (DTU) paling tinggi diperoleh pada kain multilapis berinsulasi batting poliester dengan nilai 6,34 cm 3 /cm 2 /s sedangkan paling rendah diperoleh pada nonwoven biduri 3 lapis-komposisi (80:20)% dengan nilai 1,94 cm 3 /cm 2 /s. Nilai R ct kain multilapis berinsulasi biduri meningkat seiring dengan peningkatan ketebalan sedangkan pada nilai DTU berlaku sebaliknya.","PeriodicalId":305610,"journal":{"name":"Arena Tekstil","volume":"111 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-06-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"122396954","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Antimicrobial agents have been the subject of scientific interest for the last few decades. However, the emergence of a novel coronavirus and pandemic that ensued has brought a new sense of urgency to the field of antibacterial research. The most urgent needs to mitigate the pandemic are self-disinfecting health equipment and antimicrobial protective equipment such as gowns for healthcare workers and face masks for the general public. At a time of high demand for antimicrobial products, understanding the mechanisms involved in antimicrobial polymers will be a benefit. In this review, the definition of antimicrobials and their classification according to the mode of action, as well as their chemical structure, were explained and used to build the fundamental understanding about antimicrobials and the working principles behind their action. The discussion continued with factors that affect the antimicrobial activity, which is the focus of the review. The first part of the review deals with free antimicrobial polymers in solution. The effect of molecular weight, counterions, spacer length and alkyl chain to the efficacy of antimicrobial polymers are highlighted and discussed at length. Focus in the second part shifts towards surface-immobilized antimicrobial polymers and their methods of immobilization.
{"title":"STRUCTURE-ACTIVITY RELATIONSHIPS AND SURFACE IMMOBILIZATION OF POLYCATIONIC ANTIMICROBIALS","authors":"M. Widodo, Sophie Anggitta Raharjani Raharjani","doi":"10.31266/at.v35i1.5722","DOIUrl":"https://doi.org/10.31266/at.v35i1.5722","url":null,"abstract":"Antimicrobial agents have been the subject of scientific interest for the last few decades. However, the emergence of a novel coronavirus and pandemic that ensued has brought a new sense of urgency to the field of antibacterial research. The most urgent needs to mitigate the pandemic are self-disinfecting health equipment and antimicrobial protective equipment such as gowns for healthcare workers and face masks for the general public. At a time of high demand for antimicrobial products, understanding the mechanisms involved in antimicrobial polymers will be a benefit. In this review, the definition of antimicrobials and their classification according to the mode of action, as well as their chemical structure, were explained and used to build the fundamental understanding about antimicrobials and the working principles behind their action. The discussion continued with factors that affect the antimicrobial activity, which is the focus of the review. The first part of the review deals with free antimicrobial polymers in solution. The effect of molecular weight, counterions, spacer length and alkyl chain to the efficacy of antimicrobial polymers are highlighted and discussed at length. Focus in the second part shifts towards surface-immobilized antimicrobial polymers and their methods of immobilization.","PeriodicalId":305610,"journal":{"name":"Arena Tekstil","volume":"49 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-06-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"127672533","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}