Pub Date : 2023-04-30DOI: 10.22146/kawistara.84368
Septian Widyanto, L. Subanu
Rice is very important as Indonesia’s main staple. It contributes a lot to the national expenditure where more than 80% of households of every social class consumed rice. There is a high demand level for rice but there is a limited number of farmers. Of 70% of households in rural that work in the agricultural sector, only 50% grow rice, and most of them are poor farmers. Almost 52% of Indonesia’s rice is produced at Java Isle. However, production growth is only 0,7% given the rapidly increasing number of people and land conversion over the past 7 years. Most Indonesian farmers are classified as small farmers has average land ownership of only less than 0.5 hectares, making them can’t innovate and only can fulfil their basic needs without saving for investment. This is made worse by around 35% of farmers don’t own their land. Technology usage also become an issue where 85% of farmers don’t use internet and 45% are not used in using mechanical technology. The purpose of this research is to find the effect of paddy land conversion, land ownership area, and agriculture technology on farmer’s poverty in Indonesia. By using multiple regression method on 6 independent variables data from all Indonesia provinces, we found that the most significant variable to reduce farmer’s poverty is land ownership area. The statistical result is supported and cross-checked by data and related policies from literature review, and interview with some stakeholders from Ministry of Agriculture, local government, paddy farmer representative, and agriculture instructor.
{"title":"The Factors of Rice Farmers’ Poverty in Indonesia: The Perspective of Land Conversion, Land Ownership Area, and Agriculture Technologi","authors":"Septian Widyanto, L. Subanu","doi":"10.22146/kawistara.84368","DOIUrl":"https://doi.org/10.22146/kawistara.84368","url":null,"abstract":"Rice is very important as Indonesia’s main staple. It contributes a lot to the national expenditure where more than 80% of households of every social class consumed rice. There is a high demand level for rice but there is a limited number of farmers. Of 70% of households in rural that work in the agricultural sector, only 50% grow rice, and most of them are poor farmers. Almost 52% of Indonesia’s rice is produced at Java Isle. However, production growth is only 0,7% given the rapidly increasing number of people and land conversion over the past 7 years. Most Indonesian farmers are classified as small farmers has average land ownership of only less than 0.5 hectares, making them can’t innovate and only can fulfil their basic needs without saving for investment. This is made worse by around 35% of farmers don’t own their land. Technology usage also become an issue where 85% of farmers don’t use internet and 45% are not used in using mechanical technology. The purpose of this research is to find the effect of paddy land conversion, land ownership area, and agriculture technology on farmer’s poverty in Indonesia. By using multiple regression method on 6 independent variables data from all Indonesia provinces, we found that the most significant variable to reduce farmer’s poverty is land ownership area. The statistical result is supported and cross-checked by data and related policies from literature review, and interview with some stakeholders from Ministry of Agriculture, local government, paddy farmer representative, and agriculture instructor.","PeriodicalId":31122,"journal":{"name":"Jurnal Kawistara","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-04-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"49551693","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2023-04-30DOI: 10.22146/kawistara.84337
Dina Sulistyo Wibowo, H. Wahyuni, Ratih Ineke Wati
Latar belakang penelitian adalah terdapat pengadaan alat dan mesin pertanian (alsintan) olehpemerintah, tetapi pemanfaatannya tidak efektif. Pemerintah juga menggelar sosialisasi UPJA, tetapi belum tumbuh di setiap kelompok tani (poktan). Masalah penelitian adalah tentang sintalitas Poktan Sedyo Luhur dalam optimalisasi pemanfaatan mesin tanam bibit padi.Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis sintalitas Poktan Sedyo Luhur dalam optimalisasi pemanfaatan mesin tanam bibit padi. Metode yang digunakan adalah deskriptif secara kualitatif. Lokasi penelitian di Poktan Sedyo Luhur yang berlokasi di Desa Dibal Kecamatan Ngemplak Kabupaten Boyolali. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Poktan Sedyo Luhur memiliki sintalitas dalam optimalisasi pemanfaatan mesin tanam bibit padi yang ditunjukkan melalui sifat sintalitas, sifat struktur, dan sifat populasinya. Sifat sintalitas ditunjukkan oleh Poktan Sedyo Luhur yang memiliki pengaruh baik bagi individu anggota maupun anggota bagian dari poktan dan poktan menjalin kerja sama dengan berbagai mitra dalam pengoptimalan pemanfaatan mesin tanam bibit padinya, tetapi jalinannya kurang baik dengan dinas pertanian. Sifat struktur poktan ditunjukkan oleh keberadaan seksi alsintan yang mengelola alsintan bertaraf UPJA dengan 75 persen anggota berperan dalam memanfaatkan alsintan tersebut. Poktan Sedyo Luhur juga mengelola mesin tanam bibit padinya yang disertai dengan batasan norma-norma. Sifat populasi poktan ditunjukkan oleh mayoritas anggota memiliki umur di atas 40 tahun dengan pekerjaan lain di luar pertanian. Poktan Sedyo Luhur harus meningkatkan hubungannya dengan dinas pertanian dan juga meregenerasi anggotanya.
{"title":"Peran “Sintalitas” dalam Optimalisasi Pemanfaatan Teknologi Pertanian Padi pada Kelompok Tani Sedyo Luhur di Boyolali","authors":"Dina Sulistyo Wibowo, H. Wahyuni, Ratih Ineke Wati","doi":"10.22146/kawistara.84337","DOIUrl":"https://doi.org/10.22146/kawistara.84337","url":null,"abstract":"Latar belakang penelitian adalah terdapat pengadaan alat dan mesin pertanian (alsintan) olehpemerintah, tetapi pemanfaatannya tidak efektif. Pemerintah juga menggelar sosialisasi UPJA, tetapi belum tumbuh di setiap kelompok tani (poktan). Masalah penelitian adalah tentang sintalitas Poktan Sedyo Luhur dalam optimalisasi pemanfaatan mesin tanam bibit padi.Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis sintalitas Poktan Sedyo Luhur dalam optimalisasi pemanfaatan mesin tanam bibit padi. Metode yang digunakan adalah deskriptif secara kualitatif. Lokasi penelitian di Poktan Sedyo Luhur yang berlokasi di Desa Dibal Kecamatan Ngemplak Kabupaten Boyolali. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Poktan Sedyo Luhur memiliki sintalitas dalam optimalisasi pemanfaatan mesin tanam bibit padi yang ditunjukkan melalui sifat sintalitas, sifat struktur, dan sifat populasinya. Sifat sintalitas ditunjukkan oleh Poktan Sedyo Luhur yang memiliki pengaruh baik bagi individu anggota maupun anggota bagian dari poktan dan poktan menjalin kerja sama dengan berbagai mitra dalam pengoptimalan pemanfaatan mesin tanam bibit padinya, tetapi jalinannya kurang baik dengan dinas pertanian. Sifat struktur poktan ditunjukkan oleh keberadaan seksi alsintan yang mengelola alsintan bertaraf UPJA dengan 75 persen anggota berperan dalam memanfaatkan alsintan tersebut. Poktan Sedyo Luhur juga mengelola mesin tanam bibit padinya yang disertai dengan batasan norma-norma. Sifat populasi poktan ditunjukkan oleh mayoritas anggota memiliki umur di atas 40 tahun dengan pekerjaan lain di luar pertanian. Poktan Sedyo Luhur harus meningkatkan hubungannya dengan dinas pertanian dan juga meregenerasi anggotanya.","PeriodicalId":31122,"journal":{"name":"Jurnal Kawistara","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-04-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"42379597","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2023-04-30DOI: 10.22146/kawistara.84329
Anif Fatma Chawa, Moch Hisyam Putra Putra, Andika Riyan Saputra
Artikel ini menjelaskan penerapan pendekatan berbasis komunitas (community-based) approach yaitu Kampung Tangguh Semeru sebagai sebuah strategi untuk mengatasi krisis yang terjadi akibat pandemic covid-19. Pendekatan ini mensyaratkan partisipasi aktif dari anggota komunitas dalam mencegah penyebaran virus dan penanganan dampaknya. Pertanyaan yang sering muncul terkait dengan proses partisipasi ini adalah sejauh mana anggota komunitas tersebut dilibatkan dalam penerapannya. Penelitian dilakukan di Desa Boroagum, Magetan, dengan menggunakan metode kualitatif-deskriptif. Hasil studi menunjukkan bahwa penerapan program Kampung Tangguh Semeru sudah mengadopsi tiga prinsip utama dalam pemberdayaan masyarakat yaitu berorientasi pada manusia, partisipasi dan kemandirian, misalnya dalam pelaksanaan program jimpitan, warung gotong-royong dan bank sampah.Lebih lanjut, hasil penelitian juga menunjukkan bahwa partisipasi warga dalam program Kampung Tangguh Semeru termasuk dalam tiga tingkatan tertinggi dari teori tangga partisipasi Arnstein yaitu kemitraan, kuasa yang didelegasikan dan kendali warga. Level kemitraan bisa dijumpai pada program jimpitan dan bank sampah yang proses penetapannya dilakukan secara bersama sama oleh warga dan pemerintah desa. Level delegasi kekuasaan dilakukan pada saat penentuan ide atau inovasi untuk perencanaan program budidaya lele, sayur hidroponik dan patroli protokol kesehatan diserahkan sepenuhnya pada warga desa. Penerapan level partisipasi kuasa atau kendali warga bisa dilihat pada program warung gotong royong dimana warga secara mandiri mampu mengelola sendiri warung tersebut, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, dan menikmati hasil dari beroperasinya warung.
{"title":"Partisipasi Warga pada Penanganan Krisis Akibat Pandemi Covid-19 dalam Tangga Partisipasi Arnstein di Bogoarum, Magetan","authors":"Anif Fatma Chawa, Moch Hisyam Putra Putra, Andika Riyan Saputra","doi":"10.22146/kawistara.84329","DOIUrl":"https://doi.org/10.22146/kawistara.84329","url":null,"abstract":"Artikel ini menjelaskan penerapan pendekatan berbasis komunitas (community-based) approach yaitu Kampung Tangguh Semeru sebagai sebuah strategi untuk mengatasi krisis yang terjadi akibat pandemic covid-19. Pendekatan ini mensyaratkan partisipasi aktif dari anggota komunitas dalam mencegah penyebaran virus dan penanganan dampaknya. Pertanyaan yang sering muncul terkait dengan proses partisipasi ini adalah sejauh mana anggota komunitas tersebut dilibatkan dalam penerapannya. Penelitian dilakukan di Desa Boroagum, Magetan, dengan menggunakan metode kualitatif-deskriptif. Hasil studi menunjukkan bahwa penerapan program Kampung Tangguh Semeru sudah mengadopsi tiga prinsip utama dalam pemberdayaan masyarakat yaitu berorientasi pada manusia, partisipasi dan kemandirian, misalnya dalam pelaksanaan program jimpitan, warung gotong-royong dan bank sampah.Lebih lanjut, hasil penelitian juga menunjukkan bahwa partisipasi warga dalam program Kampung Tangguh Semeru termasuk dalam tiga tingkatan tertinggi dari teori tangga partisipasi Arnstein yaitu kemitraan, kuasa yang didelegasikan dan kendali warga. Level kemitraan bisa dijumpai pada program jimpitan dan bank sampah yang proses penetapannya dilakukan secara bersama sama oleh warga dan pemerintah desa. Level delegasi kekuasaan dilakukan pada saat penentuan ide atau inovasi untuk perencanaan program budidaya lele, sayur hidroponik dan patroli protokol kesehatan diserahkan sepenuhnya pada warga desa. Penerapan level partisipasi kuasa atau kendali warga bisa dilihat pada program warung gotong royong dimana warga secara mandiri mampu mengelola sendiri warung tersebut, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, dan menikmati hasil dari beroperasinya warung.","PeriodicalId":31122,"journal":{"name":"Jurnal Kawistara","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-04-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"44247436","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Many scholars now see border areas to have a srategic value. They are no longer seen as the backyard of a country but the front yard that must be seen well developed. Therefore border communities must be empowered to be independent from neighboring countries. These include efforts to increase these independence through community empowerment. Community empowerment can increase the independence and welfare of the community through increasing knowledge, attitudes/behaviors, skills, abilities, awareness, and utilization of resources. Throughthe process, it is expected that human resources capacity will increase in food security. How the efforts to empower border communities adopt local resources, instead of a top down approach, however needs forther exploration. This research aims to asses the effects of human and natural capitals in formulating local resources-based Community empowerment model in the sector of food security. This research was conducted in the North Sebatik district, Nunukan regency with 65 sample of farmers selected through simple random sampling techniques. Primary and secondary data were collected through field observations, direct interviews, questionnaire distribution, and information obtained from official government agencies. This research uses human capital, nature capital, and social capital as dependent variables, and community empowerment and food security as independent variables. The analysis method applied Partial Least Square (PLS) by using software WarpPLS 5.0. The results of the research showed that human capital must go through an empowerment process to increase human quality. Natural capital must also go through an empowerment process, as human quality without supported nature resources cannot improve capacity to achieve food security. Social capital must also go through an empowerment process. Community empowerment has an impact on food security, as it can manage existing resources to create and improve household income through locally-based agricultural activities to achieve food security
{"title":"Local Resources-Based Community Empowerment Model to Achieve Food Security at the Indonesian Border Community of North Sebatik","authors":"Nia Kurniasih Suryana, Sekar Inten Mulyani, Hendris Hendris","doi":"10.22146/kawistara.84335","DOIUrl":"https://doi.org/10.22146/kawistara.84335","url":null,"abstract":"Many scholars now see border areas to have a srategic value. They are no longer seen as the backyard of a country but the front yard that must be seen well developed. Therefore border communities must be empowered to be independent from neighboring countries. These include efforts to increase these independence through community empowerment. Community empowerment can increase the independence and welfare of the community through increasing knowledge, attitudes/behaviors, skills, abilities, awareness, and utilization of resources. Throughthe process, it is expected that human resources capacity will increase in food security. How the efforts to empower border communities adopt local resources, instead of a top down approach, however needs forther exploration. This research aims to asses the effects of human and natural capitals in formulating local resources-based Community empowerment model in the sector of food security. This research was conducted in the North Sebatik district, Nunukan regency with 65 sample of farmers selected through simple random sampling techniques. Primary and secondary data were collected through field observations, direct interviews, questionnaire distribution, and information obtained from official government agencies. This research uses human capital, nature capital, and social capital as dependent variables, and community empowerment and food security as independent variables. The analysis method applied Partial Least Square (PLS) by using software WarpPLS 5.0. The results of the research showed that human capital must go through an empowerment process to increase human quality. Natural capital must also go through an empowerment process, as human quality without supported nature resources cannot improve capacity to achieve food security. Social capital must also go through an empowerment process. Community empowerment has an impact on food security, as it can manage existing resources to create and improve household income through locally-based agricultural activities to achieve food security","PeriodicalId":31122,"journal":{"name":"Jurnal Kawistara","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-04-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"48202372","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2023-04-30DOI: 10.22146/kawistara.84369
Nanang Krisdinanto
Naskah ini merupakan literature review yangmengelaborasi pikiran Pierre Bourdieu tentang jurnalismeyang dapat digunakan sebagai perspektif alternatif dalammemahami dinamika praktik jurnalistik. Ada dua hal yangmembuat pikiran Bourdieu menarik dan penting untuk dikajidalam konteks jurnalistik. Pertama, perspektif Bourdieumasih jarang digunakan untuk memahami, mengutai,atau menginvestigasi dinamika yang terjadi dalam praktikjurnalistik. Padahal, konsep-konsep kunci seperti arena,habitus, dan modal dapat digunakan untuk menyingkapberbagai dinamika yang terjadi di dalam praktik jurnalistik.Kedua, orientasi teoritik Bourdieu mampu membukaruang untuk memahami praktik jurnalistik tanpa harusterjebak ke dalam dikotomi perspektif yang kaku di antaraperspektif ekonomi politik/organisasional/budaya danperspektif cultural studies. Konsep kunci Bourdieu dapatdigunakan untuk mengungkap kompleksitas praktikjurnalistik yang diabaikan masing-masing perspektif. Konsep kunci Bourdieu juga dapat membuat penelititerhindar dari bahaya mereduksi praktik jurnalistik menjadihanya sekadar proses makro (seperti politik, ekonomi,atau budaya yang berbasis struktur sosial objektif), atausebaliknya hanya sebatas proses mikro (yang berbasiskebebasan atau kreativitas subjek). Dengan kata lain,konsep kunci Bourdieu digunakan sebagai alat analisisyang mampu mengkoneksikan dinamika praktik jurnalistikdengan struktur politik, ekonomi, sosial, atau budaya yangmelingkupinya.
{"title":"Bourdieu dan Perspektif Alternatif Kajian Jurnalistik","authors":"Nanang Krisdinanto","doi":"10.22146/kawistara.84369","DOIUrl":"https://doi.org/10.22146/kawistara.84369","url":null,"abstract":"Naskah ini merupakan literature review yangmengelaborasi pikiran Pierre Bourdieu tentang jurnalismeyang dapat digunakan sebagai perspektif alternatif dalammemahami dinamika praktik jurnalistik. Ada dua hal yangmembuat pikiran Bourdieu menarik dan penting untuk dikajidalam konteks jurnalistik. Pertama, perspektif Bourdieumasih jarang digunakan untuk memahami, mengutai,atau menginvestigasi dinamika yang terjadi dalam praktikjurnalistik. Padahal, konsep-konsep kunci seperti arena,habitus, dan modal dapat digunakan untuk menyingkapberbagai dinamika yang terjadi di dalam praktik jurnalistik.Kedua, orientasi teoritik Bourdieu mampu membukaruang untuk memahami praktik jurnalistik tanpa harusterjebak ke dalam dikotomi perspektif yang kaku di antaraperspektif ekonomi politik/organisasional/budaya danperspektif cultural studies. Konsep kunci Bourdieu dapatdigunakan untuk mengungkap kompleksitas praktikjurnalistik yang diabaikan masing-masing perspektif. Konsep kunci Bourdieu juga dapat membuat penelititerhindar dari bahaya mereduksi praktik jurnalistik menjadihanya sekadar proses makro (seperti politik, ekonomi,atau budaya yang berbasis struktur sosial objektif), atausebaliknya hanya sebatas proses mikro (yang berbasiskebebasan atau kreativitas subjek). Dengan kata lain,konsep kunci Bourdieu digunakan sebagai alat analisisyang mampu mengkoneksikan dinamika praktik jurnalistikdengan struktur politik, ekonomi, sosial, atau budaya yangmelingkupinya.","PeriodicalId":31122,"journal":{"name":"Jurnal Kawistara","volume":"1 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-04-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"68045001","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2022-12-30DOI: 10.22146/kawistara.65838
Sukma Gita Lasdianti Salahudin Saiman
Problem pariwisata, lingkungan, konteks urbanisasi menjadi isu penting dalam sistem dan infrastruktur tata kelola pariwisata. Salah satu isu pembangunan pariwisata yang muncul berkaitan dengan tata kelola dan perubahan iklim yang dapat berpengaruh pada sektor ekonomi di daerah. Akan tetapi, eksploitasi pariwisata sendiri tidak masuk akal jika dengan konsumsi energi yang besar akan membawa tantangan yang berat di lingkungan perkotaan. Metode yang digunakan adalah menggunakan pendekatan kualitatif melalui studi literatur. Data diperoleh melalui menganalisis dari data artikel yang telah diterbitkan di scopus dengan aplikasi VOSviewer. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara pariwisata, lingkungan dan konteks urbanisasi dan mengusulkan strategi untuk meningkatkan tata kelola yang sudah sesuai dengan lingkungan pesisir dan perubahan iklim. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pembangunan ekonomi di Indonesia telah diatur oleh konstitusi dan segala potensi yang dimiliki oleh masyarakat, dapat mengakses sumber dana pembangunan untuk kesejahteraan mereka. Tentunya dalam pengembangan pariwisata dibutuhkan pembangunan infrastruktur yang lebih banyak wisatawan untuk datang ke daerah tujuan wisata. Dari pembahasan ini juga mengkaji arah tantangan yang dihadapi oleh masyarakat pesisir.
{"title":"Studi Pembangunan Infrastruktur Pariwisata","authors":"Sukma Gita Lasdianti Salahudin Saiman","doi":"10.22146/kawistara.65838","DOIUrl":"https://doi.org/10.22146/kawistara.65838","url":null,"abstract":"Problem pariwisata, lingkungan, konteks urbanisasi menjadi isu penting dalam sistem dan infrastruktur tata kelola pariwisata. Salah satu isu pembangunan pariwisata yang muncul berkaitan dengan tata kelola dan perubahan iklim yang dapat berpengaruh pada sektor ekonomi di daerah. Akan tetapi, eksploitasi pariwisata sendiri tidak masuk akal jika dengan konsumsi energi yang besar akan membawa tantangan yang berat di lingkungan perkotaan. Metode yang digunakan adalah menggunakan pendekatan kualitatif melalui studi literatur. Data diperoleh melalui menganalisis dari data artikel yang telah diterbitkan di scopus dengan aplikasi VOSviewer. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara pariwisata, lingkungan dan konteks urbanisasi dan mengusulkan strategi untuk meningkatkan tata kelola yang sudah sesuai dengan lingkungan pesisir dan perubahan iklim. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pembangunan ekonomi di Indonesia telah diatur oleh konstitusi dan segala potensi yang dimiliki oleh masyarakat, dapat mengakses sumber dana pembangunan untuk kesejahteraan mereka. Tentunya dalam pengembangan pariwisata dibutuhkan pembangunan infrastruktur yang lebih banyak wisatawan untuk datang ke daerah tujuan wisata. Dari pembahasan ini juga mengkaji arah tantangan yang dihadapi oleh masyarakat pesisir.","PeriodicalId":31122,"journal":{"name":"Jurnal Kawistara","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-12-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"45875701","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2022-12-30DOI: 10.22146/kawistara.72883
Rahmi Febriani, Sony Sukmawan
Artikel ini secara khusus menyoroti keterlibatan perempuan dalam Seni Laga Ketangkasan Domba Garut dan bagaimana dirinya direpresentasikan dalam sosial media. Fenomena ini ditelisik dengan tujuan untuk memperoleh pemahaman komprehensif tentang kehadiran perempuan di tengah-tengah dominasi budaya maskulin terutama dalam kesenian. Secara metodologis, penelitian etnografi dilakukan dengan pendekatan interdisipliner. Prosedur pengumpulan data dilakukan dengan teknik wawancara tidak terstruktur dan observasi partisipatoris. Informan ditetapkan sejumlah lima orang perempuan pecinta Domba Garut dan dua orang laki-laki peternak Domba Garut. Informan ini dipilih melalui teknik snowball sampling. Adapun proses analisis data dilakukan melalui tahap pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, penarikan kesimpulan dan verifikasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa meskipun Seni Laga Ketangkasan Domba Garut ini didominasi oleh laki-laki, dewasa ini perempuan telah lebih berperan. Hal tersebut tertuang dalam sikap dan dedikasi para perempuan terhadap kesenian ini yang diwujudkan melalui partisipasi aktif perempuan, baik dalam hal perawatan maupun saat pamidangan. Selain itu, media sosial juga dimanfaatkan dengan baik untuk merepresentasikan identitas perempuan yang mendedikasikan diri untuk Seni Laga Ketangkasan Domba Garut. Semangat ini terus diperkuat untuk menunjukkan bahwa perempuan berhak dan layak terlibat secara setara dalam ruang berkesenian.
{"title":"Eksistensi Perempuan dalam Seni Laga Ketangkasan Domba Garut","authors":"Rahmi Febriani, Sony Sukmawan","doi":"10.22146/kawistara.72883","DOIUrl":"https://doi.org/10.22146/kawistara.72883","url":null,"abstract":"Artikel ini secara khusus menyoroti keterlibatan perempuan dalam Seni Laga Ketangkasan Domba Garut dan bagaimana dirinya direpresentasikan dalam sosial media. Fenomena ini ditelisik dengan tujuan untuk memperoleh pemahaman komprehensif tentang kehadiran perempuan di tengah-tengah dominasi budaya maskulin terutama dalam kesenian. Secara metodologis, penelitian etnografi dilakukan dengan pendekatan interdisipliner. Prosedur pengumpulan data dilakukan dengan teknik wawancara tidak terstruktur dan observasi partisipatoris. Informan ditetapkan sejumlah lima orang perempuan pecinta Domba Garut dan dua orang laki-laki peternak Domba Garut. Informan ini dipilih melalui teknik snowball sampling. Adapun proses analisis data dilakukan melalui tahap pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, penarikan kesimpulan dan verifikasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa meskipun Seni Laga Ketangkasan Domba Garut ini didominasi oleh laki-laki, dewasa ini perempuan telah lebih berperan. Hal tersebut tertuang dalam sikap dan dedikasi para perempuan terhadap kesenian ini yang diwujudkan melalui partisipasi aktif perempuan, baik dalam hal perawatan maupun saat pamidangan. Selain itu, media sosial juga dimanfaatkan dengan baik untuk merepresentasikan identitas perempuan yang mendedikasikan diri untuk Seni Laga Ketangkasan Domba Garut. Semangat ini terus diperkuat untuk menunjukkan bahwa perempuan berhak dan layak terlibat secara setara dalam ruang berkesenian.","PeriodicalId":31122,"journal":{"name":"Jurnal Kawistara","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-12-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"48407595","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2022-12-30DOI: 10.22146/kawistara.73729
Peranciscus Aryanto, Hendarmawan Hendarmawan, M. Hadian, Evie Novianti, Syintia Faramitha
Pariwisata merupakan salah satu sektor yang memberikan nilai dan manfaat bagi peningkatan perekonomian masyarakat dan mempengaruhi sektor lainnya. Oleh karena itu, perlu dilakukan identifikasi potensi wisata dan sumber daya yang ada untuk memudahkan penyusunan konsep perencanaan dan pengembangan pariwisata yang juga harus mempertimbangkan dampak positif dan dampak negatif yang dihasilkan. Dampak positif akan berpengaruh pada perekonomian masyarakat sedangkan dampak negatifnya adalah kerusakan alam dan perubahan budaya pada masyarakat. Pengembangan pariwisata perlu melibatkan masyarakat dalam mengelola keunikan dan kondisi daerah yang ada. Open Pit Nam Salu merupakan salah satu objek wisata eks tambang yang memiliki potensi menarik. Sebagai tambang timah terbesar di Asia Tenggara, kawasan objek wisata ini memiliki terowongan bawah tanah yang menjadi salah satu kegiatan yang menarik wisatawan yang berkunjung. Setiap pengunjung wajib mengikuti protokol keselamatan dan kesehatan yang ada. Obyek wisata Open Pit Nam Salu saat ini dikelola oleh Bapopnas (Badan Pengelola Open Pit Nam Salu). Dalam pengembangan kawasan ini ada beberapa kendala yang dihadapi diantaranya sarana dan prasarana serta keterbatasan sumber daya manusia pariwisata dalam mengelola kawasan ini. Penulis melakukan penelitian pengembangan kawasan ini menggunakan metode kualitatif deskriptif dengan pengumpulan data melalui wawancara dan observasi lapangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberdayaan masyarakat yang dilakukan melalui Bapopnas, pengembangan pariwisata kawasan ini sudah menunjukkan perubahan yang terlihat dengan adanya pembangunan sarana dan prasarana, promosi dan pemasaran melalui media sosial dan keikutsertaan dalam kegiatan pelatihan.
{"title":"Geowisata dan Potensi Penguatan Komunitas pada Wisata Pasca-Tambang Open Pit Nam Salu di Belitung Timur","authors":"Peranciscus Aryanto, Hendarmawan Hendarmawan, M. Hadian, Evie Novianti, Syintia Faramitha","doi":"10.22146/kawistara.73729","DOIUrl":"https://doi.org/10.22146/kawistara.73729","url":null,"abstract":"Pariwisata merupakan salah satu sektor yang memberikan nilai dan manfaat bagi peningkatan perekonomian masyarakat dan mempengaruhi sektor lainnya. Oleh karena itu, perlu dilakukan identifikasi potensi wisata dan sumber daya yang ada untuk memudahkan penyusunan konsep perencanaan dan pengembangan pariwisata yang juga harus mempertimbangkan dampak positif dan dampak negatif yang dihasilkan. Dampak positif akan berpengaruh pada perekonomian masyarakat sedangkan dampak negatifnya adalah kerusakan alam dan perubahan budaya pada masyarakat. Pengembangan pariwisata perlu melibatkan masyarakat dalam mengelola keunikan dan kondisi daerah yang ada. Open Pit Nam Salu merupakan salah satu objek wisata eks tambang yang memiliki potensi menarik. Sebagai tambang timah terbesar di Asia Tenggara, kawasan objek wisata ini memiliki terowongan bawah tanah yang menjadi salah satu kegiatan yang menarik wisatawan yang berkunjung. Setiap pengunjung wajib mengikuti protokol keselamatan dan kesehatan yang ada. Obyek wisata Open Pit Nam Salu saat ini dikelola oleh Bapopnas (Badan Pengelola Open Pit Nam Salu). Dalam pengembangan kawasan ini ada beberapa kendala yang dihadapi diantaranya sarana dan prasarana serta keterbatasan sumber daya manusia pariwisata dalam mengelola kawasan ini. Penulis melakukan penelitian pengembangan kawasan ini menggunakan metode kualitatif deskriptif dengan pengumpulan data melalui wawancara dan observasi lapangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberdayaan masyarakat yang dilakukan melalui Bapopnas, pengembangan pariwisata kawasan ini sudah menunjukkan perubahan yang terlihat dengan adanya pembangunan sarana dan prasarana, promosi dan pemasaran melalui media sosial dan keikutsertaan dalam kegiatan pelatihan.","PeriodicalId":31122,"journal":{"name":"Jurnal Kawistara","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-12-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"46926821","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2022-12-30DOI: 10.22146/kawistara.78677
Anik Endah Puspitasari, R. Pramono
Differences in perception or interest in land use can potentially lead to conflict. One of the efforts to minimize the possibility of conflicts in land use is to build consensus among stakeholders. This process is not only able to minimize conflict but is expected to be the most appropriate solution to facilitate the implementation of the plan. This paper will present an example of the dynamics of consensus building in the process of land conversion in Bangka Tengah Regency which had previously been designated as a mining zone and then planned to be converted into a Tourism Special Economic Zone (Tourism SEZ). In this proposal, an agreement has been successfully built between the first permit holder and the SEZ proposer, however, the plan to establish SEZ has not materialized. What exactly is a factor in this so that the agreement that has taken place has not become the capital for the successful implementation of the plan? This research aims to explain the constraints on not implementing the plan after an agreement has been reach. The research was conducted with a stakeholder mapping analysis framework. Data were obtained by conducting interviews, observations, and collecting documents related to the SEZ proposal. The selection of informants was carried out purposively to obtain detailed information so that it could be used to answer research questions. The results showed that there were factors that become obstacles in planning implementation, related to the consensus that was successfully built. The imperfect consensus that has been successfully built can be seen in the incomplete pouring of commitments in contracts between stakeholder, thus making the consensus reached a pseudo-consensus.
对土地使用的看法或兴趣的差异可能导致冲突。最大限度地减少土地利用冲突可能性的努力之一是在利益攸关方之间建立共识。这一过程不仅能够最大限度地减少冲突,而且有望成为促进计划实施的最适当解决方案。本文将举一个例子,说明Bangka Tengah Regency在土地转换过程中建立共识的动态,该地区以前被指定为矿区,然后计划转换为旅游经济特区(旅游特区)。在该提案中,第一个许可证持有人和经济特区提案人之间已成功达成协议,但建立经济特区的计划尚未实现。究竟是什么因素导致已经达成的协议没有成为成功实施该计划的资本?本研究旨在解释在达成协议后不执行该计划的限制因素。该研究采用利益相关者映射分析框架进行。数据是通过采访、观察和收集与经济特区提案有关的文件获得的。选择线人的目的是为了获得详细信息,以便用来回答研究问题。结果表明,有一些因素成为规划实施的障碍,与成功达成的共识有关。已经成功建立的不完美共识可以从利益相关者之间合同中承诺的不完整倾注中看出,从而使达成的共识成为伪共识。
{"title":"Consensus on Land Use Change in Bangka Tengah Regency","authors":"Anik Endah Puspitasari, R. Pramono","doi":"10.22146/kawistara.78677","DOIUrl":"https://doi.org/10.22146/kawistara.78677","url":null,"abstract":"Differences in perception or interest in land use can potentially lead to conflict. One of the efforts to minimize the possibility of conflicts in land use is to build consensus among stakeholders. This process is not only able to minimize conflict but is expected to be the most appropriate solution to facilitate the implementation of the plan. This paper will present an example of the dynamics of consensus building in the process of land conversion in Bangka Tengah Regency which had previously been designated as a mining zone and then planned to be converted into a Tourism Special Economic Zone (Tourism SEZ). In this proposal, an agreement has been successfully built between the first permit holder and the SEZ proposer, however, the plan to establish SEZ has not materialized. What exactly is a factor in this so that the agreement that has taken place has not become the capital for the successful implementation of the plan? This research aims to explain the constraints on not implementing the plan after an agreement has been reach. The research was conducted with a stakeholder mapping analysis framework. Data were obtained by conducting interviews, observations, and collecting documents related to the SEZ proposal. The selection of informants was carried out purposively to obtain detailed information so that it could be used to answer research questions. The results showed that there were factors that become obstacles in planning implementation, related to the consensus that was successfully built. The imperfect consensus that has been successfully built can be seen in the incomplete pouring of commitments in contracts between stakeholder, thus making the consensus reached a pseudo-consensus.","PeriodicalId":31122,"journal":{"name":"Jurnal Kawistara","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-12-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"44636512","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2022-12-30DOI: 10.22146/kawistara.73714
Raras Silaningrum
Permasalahan sampah di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) tak kunjung usai, salah satunya dikarenakan masyarakat tidak menyadari masalah yang timbul dari sampah-sampah yang mereka hasilkan dalam jangka waktu panjang, terlihat dari ketidakpedulian mereka terhadap pengelolaan sampah masih tinggi. Media memegang peranan penting menginformasikan kepada publik mengenai hal tersebut, selain media, potensi lain pengentasan masalah sampah di DIY adalah pemuda sebagai aktor pembangunan. Kabupaten Sleman merupakan salah satu daerah yang menghasilkan sampah terbesar di DIY, namun demikian mereka juga memiliki pemuda dengan jumlah terbanyak yang dapat dilibatkan untuk mengentaskan masalah sampah. Fokus kajian ini yaitu menganalisis pengaruh peranan media sosial terhadap kompetensi literasi sampah generasi muda di Kabupaten Sleman. Jenis penelitian ini adalah deskriptif analisis dengan pendekatan kuantitatif survei. Lokasi penelitian berada di Kabupaten Sleman, populasinya adalah pemuda anggota karang taruna di Kabupaten Sleman. Hasil penelitian menunjukkan terdapat tiga jalur pengaruh positif peranan media sosial terhadap kompetensi literasi sampah yaitu jalur langsung tanpa perantara, jalur tidak langsung melalui sikap, dan jalur melalui pengetahuan dan sikap. Sementara itu, jalur tidak langsung melalui pengetahuan tidak terbukti signifikan. Hal ini dikarenakan pengetahuan yang dimiliki generasi muda tidak cukup komprehensif untuk merespons isu sampah. Berdasarkan tiga jalur pengaruh yang signifikan, jalur pengaruh langsung memiliki nilai korelasi yang paling kuat. Namun, peranan media sosial tersebut belum dirasakan secara optimal oleh generasi muda karena berada pada kategori kadang-kadang, sehingga pemanfaatannya masih perlu dioptimalkan.
{"title":"Peran Media Sosial dalam Membangun Kompetensi Literasi Sampah Generasi Muda di Kabupaten Sleman","authors":"Raras Silaningrum","doi":"10.22146/kawistara.73714","DOIUrl":"https://doi.org/10.22146/kawistara.73714","url":null,"abstract":"Permasalahan sampah di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) tak kunjung usai, salah satunya dikarenakan masyarakat tidak menyadari masalah yang timbul dari sampah-sampah yang mereka hasilkan dalam jangka waktu panjang, terlihat dari ketidakpedulian mereka terhadap pengelolaan sampah masih tinggi. Media memegang peranan penting menginformasikan kepada publik mengenai hal tersebut, selain media, potensi lain pengentasan masalah sampah di DIY adalah pemuda sebagai aktor pembangunan. Kabupaten Sleman merupakan salah satu daerah yang menghasilkan sampah terbesar di DIY, namun demikian mereka juga memiliki pemuda dengan jumlah terbanyak yang dapat dilibatkan untuk mengentaskan masalah sampah. Fokus kajian ini yaitu menganalisis pengaruh peranan media sosial terhadap kompetensi literasi sampah generasi muda di Kabupaten Sleman. Jenis penelitian ini adalah deskriptif analisis dengan pendekatan kuantitatif survei. Lokasi penelitian berada di Kabupaten Sleman, populasinya adalah pemuda anggota karang taruna di Kabupaten Sleman. Hasil penelitian menunjukkan terdapat tiga jalur pengaruh positif peranan media sosial terhadap kompetensi literasi sampah yaitu jalur langsung tanpa perantara, jalur tidak langsung melalui sikap, dan jalur melalui pengetahuan dan sikap. Sementara itu, jalur tidak langsung melalui pengetahuan tidak terbukti signifikan. Hal ini dikarenakan pengetahuan yang dimiliki generasi muda tidak cukup komprehensif untuk merespons isu sampah. Berdasarkan tiga jalur pengaruh yang signifikan, jalur pengaruh langsung memiliki nilai korelasi yang paling kuat. Namun, peranan media sosial tersebut belum dirasakan secara optimal oleh generasi muda karena berada pada kategori kadang-kadang, sehingga pemanfaatannya masih perlu dioptimalkan.","PeriodicalId":31122,"journal":{"name":"Jurnal Kawistara","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-12-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"43356241","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}