S. Fatem, S. Awang, Ahmad Maryudi, S. Pudyatmoko, J. Marwa
Komitmen Politik pembentukan Tambrauw sebagai kabupaten konservasi di Papua Barat, mendorong terjadinya perubahan tatakelola pemerintahan konvensional menuju tatakelola konservasi. Dengan demikian kelembagaan sebagai unit yang bertanggungjawab terhadap penyelenggaraan kegiatan kabupaten konservasi perlu dirancang guna mengawal kebijakan kabupaten konservasi dimaksud. Penelitian ini bertujuan untuk merancang model kelembagaan lokal kabupaten Tambrauw Sebagai Kabupaten Konservasi. Proses rancang bangun model kelembagaan lokal dilaksanakan sejak Bulan Juni 2013- Desember 2017 mengikuti metode penelitian dan pengembangan (research and development). Data penelitian diperoleh dari: (1) hasil wawancara Pakar; (2) catatan lapangan, dan (3) data saran perbaikan draf model awal dan hasil observasi observer pada pelaksanaan uji coba (FGD/Konsultasi) dengan skala kecil dan besar. Untuk melihat signifikanis perbandingan model kelembagaan eksis berupa organisasi perangkat daerah (OPD)) dan kelembagaan kabupaten konservasi yang ditawarkan, maka dilakukan Uji-t. Proses rancang bangun kelembagaan lokal kabupaten konservasi dilakukan mengacu pada terhadap 8 prinsip rancangan kunci yang ditawarkan oleh Ostrom tentang kelembagaan pengelolaan yang efektif terhadap sumberdaya alam lokal milik bersama (common property). Hasil penelitian menunjukkan bahwa, kelembagaan kabupaten konservasi layak dikembangkan sebagai unit yang bertanggungjawab terhadap mekanisme kinerja kabupaten konservasi, dimana bersifat non body dan lebih ditekankan pada fungsi koordinasi oleh Bappeda Kabupaten Tambrauw sebagai coordinator perencanaan pembangunan daerah. Local Institution Model of Tambrauw Conservation in West PapuaAbstractPolitical Commitment to establishing Tambrauw as a conservation district in West Papua, has led to changes in conventional governance towards conservation management. Thus the institution as a unit responsible for organizing conservation district activities needs to be designed to oversee the policies of the conservation district concerned. This study aims to design a local institutional model of Tambrauw Regency as a Conservation District. The design process of the local institutional model was carried out from June 2013 to December 2017 following the research and development method. Research data obtained from: (1) the results of expert interviews; (2) field notes, and (3) data suggesting improvements to the initial model draft and observers' observations on the implementation of trials (FGDs / Consultations) on a small and large scale. To see the significance of the comparison of the existing institutional models in the form of regional apparatus organizations (OPD) and the conservation district institutions offered, a t-test was conducted. The design process of the conservation district's local institutional building was carried out about the 8 key design principles offered by Ostrom on effective management institutions for common property. The results showed th
政治承诺将坦布劳组建为巴布亚西部的保守派首都,推动传统政府法规向保守法规转变。因此,作为负责维护保护能力活动的单位,需要设计灵活性来控制预期的保护能力政策。本研究旨在设计一个将Tambrauw的局部容量作为保守容量的模型。当地开发模型的设计流程自2013年6月至2017年12月按照研发方法实施。研究数据来源于:(1)专家访谈结果;(2) 现场记录,以及(3)表明在小型和大型测试(FGD/咨询)中对初始模型草案和观察者观察结果进行改进的数据。为了对现有的湿度模型(如本地设备组织(OPD))和所提供的保护能力的湿度进行显著比较,进行了测试。地方保护能力的发展过程依赖于奥斯特罗姆提出的关于缓解共同财产有效管理的八项关键原则。研究表明,作为一个负责保守能力绩效机制的单位,保守能力值得发展,作为区域发展规划协调员的Bappeda Kabupaten Tambrauw对协调职能施加了非身体和更大的压力。[联合国教科文组织]西巴布亚坦布劳保护的地方机构模式摘要将坦布劳作为西巴布亚的一个保护区的政治承诺,导致了传统[联合国]治理向保护管理的转变。因此,作为负责组织保护区活动的单位,该机构需要被设计为监督相关保护区的政策。本研究旨在设计一个将坦布劳县作为保护区的地方机构模型。当地机构模型的设计过程于2013年6月[UNK]至2017年12月按照研究和开发[UNK]方法进行。从以下方面获得的研究数据:(1)UNK专家访谈的结果;以及(2) 实地说明,以及(3)建议改进[联合国教科文组织]初步示范草案的数据,以及观察员对[联合国大学]实施小规模和大规模试验(FGD/磋商)的意见。为了了解以区域机构组织[UNK](OPD)和所提供的保护区机构形式存在的[UNK]制度模式的比较意义,进行了t检验。保护区地方机构建筑的设计过程是围绕奥斯特罗姆提出的关于公共财产有效管理机构的8项关键设计原则进行的。结果表明,保护区机构应发展为负责保护区绩效机制的单位,该机制是非机构的,并由作为区域发展规划协调员的坦布劳县区域发展局强调协调职能。
{"title":"Model Kelembagaan Lokal Kabupaten Konservasi Tambrauw di Papua Barat","authors":"S. Fatem, S. Awang, Ahmad Maryudi, S. Pudyatmoko, J. Marwa","doi":"10.22146/JIK.61401","DOIUrl":"https://doi.org/10.22146/JIK.61401","url":null,"abstract":"Komitmen Politik pembentukan Tambrauw sebagai kabupaten konservasi di Papua Barat, mendorong terjadinya perubahan tatakelola pemerintahan konvensional menuju tatakelola konservasi. Dengan demikian kelembagaan sebagai unit yang bertanggungjawab terhadap penyelenggaraan kegiatan kabupaten konservasi perlu dirancang guna mengawal kebijakan kabupaten konservasi dimaksud. Penelitian ini bertujuan untuk merancang model kelembagaan lokal kabupaten Tambrauw Sebagai Kabupaten Konservasi. Proses rancang bangun model kelembagaan lokal dilaksanakan sejak Bulan Juni 2013- Desember 2017 mengikuti metode penelitian dan pengembangan (research and development). Data penelitian diperoleh dari: (1) hasil wawancara Pakar; (2) catatan lapangan, dan (3) data saran perbaikan draf model awal dan hasil observasi observer pada pelaksanaan uji coba (FGD/Konsultasi) dengan skala kecil dan besar. Untuk melihat signifikanis perbandingan model kelembagaan eksis berupa organisasi perangkat daerah (OPD)) dan kelembagaan kabupaten konservasi yang ditawarkan, maka dilakukan Uji-t. Proses rancang bangun kelembagaan lokal kabupaten konservasi dilakukan mengacu pada terhadap 8 prinsip rancangan kunci yang ditawarkan oleh Ostrom tentang kelembagaan pengelolaan yang efektif terhadap sumberdaya alam lokal milik bersama (common property). Hasil penelitian menunjukkan bahwa, kelembagaan kabupaten konservasi layak dikembangkan sebagai unit yang bertanggungjawab terhadap mekanisme kinerja kabupaten konservasi, dimana bersifat non body dan lebih ditekankan pada fungsi koordinasi oleh Bappeda Kabupaten Tambrauw sebagai coordinator perencanaan pembangunan daerah. Local Institution Model of Tambrauw Conservation in West PapuaAbstractPolitical Commitment to establishing Tambrauw as a conservation district in West Papua, has led to changes in conventional governance towards conservation management. Thus the institution as a unit responsible for organizing conservation district activities needs to be designed to oversee the policies of the conservation district concerned. This study aims to design a local institutional model of Tambrauw Regency as a Conservation District. The design process of the local institutional model was carried out from June 2013 to December 2017 following the research and development method. Research data obtained from: (1) the results of expert interviews; (2) field notes, and (3) data suggesting improvements to the initial model draft and observers' observations on the implementation of trials (FGDs / Consultations) on a small and large scale. To see the significance of the comparison of the existing institutional models in the form of regional apparatus organizations (OPD) and the conservation district institutions offered, a t-test was conducted. The design process of the conservation district's local institutional building was carried out about the 8 key design principles offered by Ostrom on effective management institutions for common property. The results showed th","PeriodicalId":31295,"journal":{"name":"Jurnal Ilmu Kehutanan","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-11-19","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"44564068","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
M. Anggoro, S. Awang, Purwo Santoso, Lies Rahayu Wijayanti Faida
Pemaksaan konservasi oleh negara kepada masyarakat melalui kekerasan disadari menimbulkan konflik yang berkepanjangan dalam pengelolaan kawasan konservasi di Indonesia. Oleh karena itu, penelitian ini memiliki tujuan untuk menyingkap dimensidimensi kekerasan negara tersebut dalam rangka untuk memahami dan mengelola konflik tersebut secara utuh. Penelitian ini akan melengkapi telaah-telaah sebelumnya yang lebih terfokus pada gejala-gejala permukaan, dan tidak menjangkau secara utuh tataran yang tidak kasat mata sebagai dimensi-dimensi kekerasan yang justru lebih menentukan.Penelitian ini menggunakan obyek analisis pemberitaan media dalam jaringan yaitu Kompas Online yang mewakili media umum dan Mongabay yang mewakili media lingkungan, yang memuat pemberitaan terkait konflik di kawasan konservasi periode 2011 - 2017.Pemberitaan media tersebut dipelajari menggunakan analisis isi untuk mengungkap dimensidimensi kekerasan negara. Analisis isi yang dilakukan dalam penelitian ini mengikuti kerangka kerja pada analisis isi yang disederhanakan dari Krippendorf (2004) dan Istania (2010) dengan tujuan melakukan analisis isi deskriptif yang dimaksudkan untuk menggambarkan suatu pesan atau teks tertentu (Rossy & Wahid2015), yang dalam hal ini difokuskan pada dimensi-dimensi kekerasan negara dalam pengelolaan kawasan konservasi.Dimensidimensi kekerasan negara dapat cukup utuh diuraikan melalui perspektif pemberitaan di media massa. Hal tersebut sangat membantu untuk lebih memahami konflik yang melibatkan hubungan antara negara dan masyarakat yang disebabkan penguasaan pengelolaan kawasan konservasi sebagai sumber daya alam.Untuk menangani konflik tersebut diperlukan dukungan untuk menemukan jati diri pengelolaan kawasan konservasi melalui pendekatan kultural sehingga membangun optimisme bahwa konflik dalam pengelolaan kawasan konservasi dapat ditangani dengan baik. State Violence in Indonesian Conservation Area Conflict Management: Perspectives from The MediaAbstractThe imposition of conservation areas by the state through violence caused prolonged conflict in the management of conservation areas in Indonesia. Therefore, the need to understand and manage conflict as a holistic process guides this research, in which the goal is to better understand the dimensions of state violence. This research complements previous studies that are more focused on superficial symptoms, which have not fully been able to uncover the invisible levelsthat make up the dimensions of violence.This study uses online media, namely Kompas Online, which represents the general media, as well as Mongabay, which represents environmental media, including news related to conflicts in conservation areas for the period of 2011 - 2017. State violence in the news is described in the dimensions of violence using content analysis. The content analysis is carried out in this study and follows a framework for simplified content analysis from Krippendorf (2004) and Istania (2010) with the aim of condu
{"title":"Kekerasan Negara dalam Konflik Pengelolaan Kawasan Konservasi di Indonesia : Perspektif Pemberitaan Media","authors":"M. Anggoro, S. Awang, Purwo Santoso, Lies Rahayu Wijayanti Faida","doi":"10.22146/JIK.61378","DOIUrl":"https://doi.org/10.22146/JIK.61378","url":null,"abstract":"Pemaksaan konservasi oleh negara kepada masyarakat melalui kekerasan disadari menimbulkan konflik yang berkepanjangan dalam pengelolaan kawasan konservasi di Indonesia. Oleh karena itu, penelitian ini memiliki tujuan untuk menyingkap dimensidimensi kekerasan negara tersebut dalam rangka untuk memahami dan mengelola konflik tersebut secara utuh. Penelitian ini akan melengkapi telaah-telaah sebelumnya yang lebih terfokus pada gejala-gejala permukaan, dan tidak menjangkau secara utuh tataran yang tidak kasat mata sebagai dimensi-dimensi kekerasan yang justru lebih menentukan.Penelitian ini menggunakan obyek analisis pemberitaan media dalam jaringan yaitu Kompas Online yang mewakili media umum dan Mongabay yang mewakili media lingkungan, yang memuat pemberitaan terkait konflik di kawasan konservasi periode 2011 - 2017.Pemberitaan media tersebut dipelajari menggunakan analisis isi untuk mengungkap dimensidimensi kekerasan negara. Analisis isi yang dilakukan dalam penelitian ini mengikuti kerangka kerja pada analisis isi yang disederhanakan dari Krippendorf (2004) dan Istania (2010) dengan tujuan melakukan analisis isi deskriptif yang dimaksudkan untuk menggambarkan suatu pesan atau teks tertentu (Rossy & Wahid2015), yang dalam hal ini difokuskan pada dimensi-dimensi kekerasan negara dalam pengelolaan kawasan konservasi.Dimensidimensi kekerasan negara dapat cukup utuh diuraikan melalui perspektif pemberitaan di media massa. Hal tersebut sangat membantu untuk lebih memahami konflik yang melibatkan hubungan antara negara dan masyarakat yang disebabkan penguasaan pengelolaan kawasan konservasi sebagai sumber daya alam.Untuk menangani konflik tersebut diperlukan dukungan untuk menemukan jati diri pengelolaan kawasan konservasi melalui pendekatan kultural sehingga membangun optimisme bahwa konflik dalam pengelolaan kawasan konservasi dapat ditangani dengan baik. State Violence in Indonesian Conservation Area Conflict Management: Perspectives from The MediaAbstractThe imposition of conservation areas by the state through violence caused prolonged conflict in the management of conservation areas in Indonesia. Therefore, the need to understand and manage conflict as a holistic process guides this research, in which the goal is to better understand the dimensions of state violence. This research complements previous studies that are more focused on superficial symptoms, which have not fully been able to uncover the invisible levelsthat make up the dimensions of violence.This study uses online media, namely Kompas Online, which represents the general media, as well as Mongabay, which represents environmental media, including news related to conflicts in conservation areas for the period of 2011 - 2017. State violence in the news is described in the dimensions of violence using content analysis. The content analysis is carried out in this study and follows a framework for simplified content analysis from Krippendorf (2004) and Istania (2010) with the aim of condu","PeriodicalId":31295,"journal":{"name":"Jurnal Ilmu Kehutanan","volume":"1 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-11-19","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"41911818","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
N. Irawan, S. Pudyatmoko, P. S. H. Yuwono, Muhammad Tafrichan, A. Giordano, M. Imron
Protected areas play important roles for protecting many endangered species in Indonesia. However, very limited information regarding roles of protected areas and non-protected areas for supporting the habitat of less-concerned carnivores in Java, leopard cat (Prionailurus bengalensis javanensis). We aim to assess the relative roles of non-protected areas for the habitat of this cat on the highly fragmented and populated island of Java. We develop species distribution modelling, using Maxent by integrating various sources of presence data of this species and environmental data. Our finding confirms that leopard cat can life in various habitat types but mainly patchy forest areas. While most of the protected areas are suitable for the habitat of this smallest cat on Java, the non-protected areas provide much larger areas for its habitat (66.8 %). Our findings highlighted the importance of maintaining connectivity among habitat patches in non-protected areas, habitat protection using current government policy on high conservation value forest and essential ecosystems areas. Pentingnya Kawasan Non Lindung sebagai Habitat Kucing Hutan (Prionailurus bengalensis javanensis Desmarest, 1816) di Jawa, IndonesiaIntisariKawasan lindung memainkan peran penting dalam melindungi banyak spesies yang terancam punah di Indonesia. Walaupun demikian, informasi mengenai peran kawasan lindung dan kawasan non lindung untuk mendukung habitat karnivora yang kurang mendapat perhatian di Jawa, kucing hutan (Prionailurus bengalensis javanensis), sangat terbatas. Penelitian ini bertujuan untuk menilai peran kawasan non lindung sebagai habitat kucing hutan di Pulau Jawa, pulau yang sangat terfragmentasi dan padat penduduk. Kami mengembangkan pemodelan distribusi spesies, menggunakan Maxent dengan mengintegrasikan berbagai sumber data kehadiran spesies kucing hutan dan data lingkungan. Temuan kami menegaskan bahwa kucing hutan dapat hidup di berbagai jenis habitat tetapi habitat utamanya adalah kawasan hutan yang agak terbuka. Meskipun sebagian besar kawasan lindung sesuai untuk habitat kucing terkecil di Jawa ini, kawasan non lindung justru menyediakan area yang jauh lebih besar untuk habitat kucing hutan (66,8 %). Temuan kami juga menyoroti pentingnya menjaga konektivitas antar habitat di kawasan non lindung dan perlindungan habitat dengan menggunakan kebijakan pemerintah saat ini tentang hutan Bernilai Konservasi Tinggi dan Kawasan Ekosistem Esensial.
{"title":"The Importance of Unprotected Areas as Habitat for The Leopard Cat (Prionailurus bengalensis javanensis Desmarest, 1816) on Java, Indonesia","authors":"N. Irawan, S. Pudyatmoko, P. S. H. Yuwono, Muhammad Tafrichan, A. Giordano, M. Imron","doi":"10.22146/JIK.61403","DOIUrl":"https://doi.org/10.22146/JIK.61403","url":null,"abstract":"Protected areas play important roles for protecting many endangered species in Indonesia. However, very limited information regarding roles of protected areas and non-protected areas for supporting the habitat of less-concerned carnivores in Java, leopard cat (Prionailurus bengalensis javanensis). We aim to assess the relative roles of non-protected areas for the habitat of this cat on the highly fragmented and populated island of Java. We develop species distribution modelling, using Maxent by integrating various sources of presence data of this species and environmental data. Our finding confirms that leopard cat can life in various habitat types but mainly patchy forest areas. While most of the protected areas are suitable for the habitat of this smallest cat on Java, the non-protected areas provide much larger areas for its habitat (66.8 %). Our findings highlighted the importance of maintaining connectivity among habitat patches in non-protected areas, habitat protection using current government policy on high conservation value forest and essential ecosystems areas. Pentingnya Kawasan Non Lindung sebagai Habitat Kucing Hutan (Prionailurus bengalensis javanensis Desmarest, 1816) di Jawa, IndonesiaIntisariKawasan lindung memainkan peran penting dalam melindungi banyak spesies yang terancam punah di Indonesia. Walaupun demikian, informasi mengenai peran kawasan lindung dan kawasan non lindung untuk mendukung habitat karnivora yang kurang mendapat perhatian di Jawa, kucing hutan (Prionailurus bengalensis javanensis), sangat terbatas. Penelitian ini bertujuan untuk menilai peran kawasan non lindung sebagai habitat kucing hutan di Pulau Jawa, pulau yang sangat terfragmentasi dan padat penduduk. Kami mengembangkan pemodelan distribusi spesies, menggunakan Maxent dengan mengintegrasikan berbagai sumber data kehadiran spesies kucing hutan dan data lingkungan. Temuan kami menegaskan bahwa kucing hutan dapat hidup di berbagai jenis habitat tetapi habitat utamanya adalah kawasan hutan yang agak terbuka. Meskipun sebagian besar kawasan lindung sesuai untuk habitat kucing terkecil di Jawa ini, kawasan non lindung justru menyediakan area yang jauh lebih besar untuk habitat kucing hutan (66,8 %). Temuan kami juga menyoroti pentingnya menjaga konektivitas antar habitat di kawasan non lindung dan perlindungan habitat dengan menggunakan kebijakan pemerintah saat ini tentang hutan Bernilai Konservasi Tinggi dan Kawasan Ekosistem Esensial.","PeriodicalId":31295,"journal":{"name":"Jurnal Ilmu Kehutanan","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-11-19","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"42021727","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
K. Kaharuddin, S. Pudyatmoko, Chafid Fandeli, Wisjnu Martani
Kelompok tani hutan kemasyarakatan (HKm) Mandiri Kalibiru mengelola hutan lindung yang salah satu kegiatannya berupa usaha pengelolaan ekowisata. Keterlibatan masyarakat lokal menjadi pelaku wisata merupakan ciri menonjol dalam usaha jasa tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk menyajikan jenis partisipasi masyarakat lokal dalam mengembangkan ekowisata, dan peran kelembangaan HKm dalam mendorong masyarakat lokal berpartisipasi dalam pengembangan ekowisata. Konsep partisipasi level perencanaan, pelaksanaan dan pemanfaatan digambarkan pada tiga periode perkembangan obyek wisata: periode ke-1 perintisan, periode ke-2 mulai berkembang dan periode ke-3 berkembang. Pengumpalan data menggunakan teknik wawancara mendalam (indept interview) dan kajian dokumen. Analisis data dilakukan secara deskriptif dan proposisi teoritis. Terdapat perbedaan partisipasi masyarakat lokal pada ke tiga periode perkembangan obyek wisata tersebut. Partisipasi level perencanaan sangat bergantung pada pendamping selama periode ke-1 dan 2, namun ketika obyek wisata sudah berkembang perencanaan mampu dilakukan secara mandiri. Partisipasi level pelaksanaan pada periode ke-1 dan 2 dilakukan secara gotong royong, namun pada periode ke-3 pelaksanaan pembangunan menggunakan tenaga profesional. Partisipasi level pemanfaaatan dimulai pada periode ke-2 yang melibatkan anggota HKm dan tokoh pemuda secara terbatas, dan pada periode ke-3 masyarakat Kalibiru yang memanfaatkan peluang kerja dan usaha mencapai 85%. Tingginya partisipasi masyarakat tersebut tidak lepas dari peran pendamping, pemerintah dan aturan lembaga HKm dalam fasilitasi dan penyediaan ruang partisipasi bagi masyarakat lokal. Local Communities Participation in Ecotourism DevelopmentAbstractThe community forest Mandiri Kalibiru manages of protected forests one of activities is ecotourism management. The involvement of local communities as ecotourism actors is a major feature in the service business. This study aims to present the type of local communities participation in developing ecotourism, and the role of HKm institution in encouraging the local communities to participate in ecotourism. The concept of participation at the planning, implementation and utilization level is illustrated in three periods of tourism development: the first period-pioneering, the second-developing and the third-developed. Data collection uses in-depth interview techniques and document review. Data analysis was performed descriptively and theoretical propositions. There are differences in local communities participation in the three periods. Participation in the planning level is very dependent on the companion during periods 1 and 2, but when the third period, the planning can be done independently. Participation in the implementation level in periods 1 and 2 was carried out cooperatively, but in the third period, the implementation of the development uses professional staff. Participation in utilization rates began in the second period invol
{"title":"Partisipasi Masyarakat Lokal dalam Pengembangan Ekowisata","authors":"K. Kaharuddin, S. Pudyatmoko, Chafid Fandeli, Wisjnu Martani","doi":"10.22146/jik.57462","DOIUrl":"https://doi.org/10.22146/jik.57462","url":null,"abstract":"Kelompok tani hutan kemasyarakatan (HKm) Mandiri Kalibiru mengelola hutan lindung yang salah satu kegiatannya berupa usaha pengelolaan ekowisata. Keterlibatan masyarakat lokal menjadi pelaku wisata merupakan ciri menonjol dalam usaha jasa tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk menyajikan jenis partisipasi masyarakat lokal dalam mengembangkan ekowisata, dan peran kelembangaan HKm dalam mendorong masyarakat lokal berpartisipasi dalam pengembangan ekowisata. Konsep partisipasi level perencanaan, pelaksanaan dan pemanfaatan digambarkan pada tiga periode perkembangan obyek wisata: periode ke-1 perintisan, periode ke-2 mulai berkembang dan periode ke-3 berkembang. Pengumpalan data menggunakan teknik wawancara mendalam (indept interview) dan kajian dokumen. Analisis data dilakukan secara deskriptif dan proposisi teoritis. Terdapat perbedaan partisipasi masyarakat lokal pada ke tiga periode perkembangan obyek wisata tersebut. Partisipasi level perencanaan sangat bergantung pada pendamping selama periode ke-1 dan 2, namun ketika obyek wisata sudah berkembang perencanaan mampu dilakukan secara mandiri. Partisipasi level pelaksanaan pada periode ke-1 dan 2 dilakukan secara gotong royong, namun pada periode ke-3 pelaksanaan pembangunan menggunakan tenaga profesional. Partisipasi level pemanfaaatan dimulai pada periode ke-2 yang melibatkan anggota HKm dan tokoh pemuda secara terbatas, dan pada periode ke-3 masyarakat Kalibiru yang memanfaatkan peluang kerja dan usaha mencapai 85%. Tingginya partisipasi masyarakat tersebut tidak lepas dari peran pendamping, pemerintah dan aturan lembaga HKm dalam fasilitasi dan penyediaan ruang partisipasi bagi masyarakat lokal. Local Communities Participation in Ecotourism DevelopmentAbstractThe community forest Mandiri Kalibiru manages of protected forests one of activities is ecotourism management. The involvement of local communities as ecotourism actors is a major feature in the service business. This study aims to present the type of local communities participation in developing ecotourism, and the role of HKm institution in encouraging the local communities to participate in ecotourism. The concept of participation at the planning, implementation and utilization level is illustrated in three periods of tourism development: the first period-pioneering, the second-developing and the third-developed. Data collection uses in-depth interview techniques and document review. Data analysis was performed descriptively and theoretical propositions. There are differences in local communities participation in the three periods. Participation in the planning level is very dependent on the companion during periods 1 and 2, but when the third period, the planning can be done independently. Participation in the implementation level in periods 1 and 2 was carried out cooperatively, but in the third period, the implementation of the development uses professional staff. Participation in utilization rates began in the second period invol","PeriodicalId":31295,"journal":{"name":"Jurnal Ilmu Kehutanan","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-07-01","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"42168341","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
F. Nurfatriani, Dodi Ridho Nurrochmat, Mimi Salminah
Upaya mitigasi perubahan iklim di sektor kehutanan memerlukan dukungan pendanaan yang kuat. Salah satu skema pendanaan perubahan iklim yang ditetapkan dalam PP 46 tahun 2017 adalah skema imbal jasa lingkungan. Meskipun demikian, skema tersebut di tingkat tapak belum banyak dikembangkan. Tulisan ini menganalisis opsi-opsi kombinasi skema pendanaan jasa lingkungan dengan optimalisasi pemanfaatan kawasan hutan dalam rangka mendukung upaya mitigasi perubahan iklim di sektor kehutanan. Kabupaten Tanjung Jabung Timur Provinsi Jambi dipilih sebagai lokasi penelitian karena merupakan salah satu provinsi yang aktif dalam upaya penurunan emisi dari sektor kehutanan. Hasil analisa menunjukkan bahwa pola pendanaan jasa lingkungan yang dapat diterapkan di Kabupaten Tanjung Jabung Timur dikelompokkan menjadi Payment of Environmental Services (PES), Liablity Rule (LR), dan Purchasing Development Right (PDR). Pola pendanaan PES efektif untuk mendukung upaya pengelolaan hutan sebagai penyimpan karbon, LR untuk kegiatan penyerapan karbon, sedangkan PDR potensial untuk mendukung kegiatan pengurangan emisi karbon. Funding Scheme Options for Climate Change Mitigation in Forestry SectorAbstractClimate change mitigation actions significantly require strong financial support. One of the climate change financing schemes stated on the government regulation no 46/2017 is transaction of environmental services. The implementation schemes in the site level however have not been clearly explored yet. This paper explores funding scheme options for various forest management purposes in order to support climate change mitigation actions in forestry sector. Tanjung Jabung Timur District that is actively reducing emission from forest is chosen as the research location. The research shows environmental service funding schemes that could be implemented in Tanjung Jabung Timur are including Payment of Environmental Services (PES), Liability Rule (LR), and Purchasing Development Right (PDR). PES is effective to encourage forest management purposed for carbon stock; LR is to support carbon sequestration activities, while PDR is potential to support forest management for reducing carbon emission.
{"title":"Opsi Skema Pendanaan Mitigasi Perubahan Iklim di Sektor Kehutanan","authors":"F. Nurfatriani, Dodi Ridho Nurrochmat, Mimi Salminah","doi":"10.22146/JIK.46210","DOIUrl":"https://doi.org/10.22146/JIK.46210","url":null,"abstract":"Upaya mitigasi perubahan iklim di sektor kehutanan memerlukan dukungan pendanaan yang kuat. Salah satu skema pendanaan perubahan iklim yang ditetapkan dalam PP 46 tahun 2017 adalah skema imbal jasa lingkungan. Meskipun demikian, skema tersebut di tingkat tapak belum banyak dikembangkan. Tulisan ini menganalisis opsi-opsi kombinasi skema pendanaan jasa lingkungan dengan optimalisasi pemanfaatan kawasan hutan dalam rangka mendukung upaya mitigasi perubahan iklim di sektor kehutanan. Kabupaten Tanjung Jabung Timur Provinsi Jambi dipilih sebagai lokasi penelitian karena merupakan salah satu provinsi yang aktif dalam upaya penurunan emisi dari sektor kehutanan. Hasil analisa menunjukkan bahwa pola pendanaan jasa lingkungan yang dapat diterapkan di Kabupaten Tanjung Jabung Timur dikelompokkan menjadi Payment of Environmental Services (PES), Liablity Rule (LR), dan Purchasing Development Right (PDR). Pola pendanaan PES efektif untuk mendukung upaya pengelolaan hutan sebagai penyimpan karbon, LR untuk kegiatan penyerapan karbon, sedangkan PDR potensial untuk mendukung kegiatan pengurangan emisi karbon. Funding Scheme Options for Climate Change Mitigation in Forestry SectorAbstractClimate change mitigation actions significantly require strong financial support. One of the climate change financing schemes stated on the government regulation no 46/2017 is transaction of environmental services. The implementation schemes in the site level however have not been clearly explored yet. This paper explores funding scheme options for various forest management purposes in order to support climate change mitigation actions in forestry sector. Tanjung Jabung Timur District that is actively reducing emission from forest is chosen as the research location. The research shows environmental service funding schemes that could be implemented in Tanjung Jabung Timur are including Payment of Environmental Services (PES), Liability Rule (LR), and Purchasing Development Right (PDR). PES is effective to encourage forest management purposed for carbon stock; LR is to support carbon sequestration activities, while PDR is potential to support forest management for reducing carbon emission.","PeriodicalId":31295,"journal":{"name":"Jurnal Ilmu Kehutanan","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-05-24","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"45688224","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui struktur, sebaran, dan tata ruang jenis-jenis anggrek epifit yang ada di hutan pantai Cagar Alam Sempu, Malang, Jawa Timur. Penelitian menggunakan plot memanjang 10 m x 1.000 m (1 ha), yang dibagi menjadi 100 anak plot. Letak plot dari Pantai Semut ke arah Pantai Sumber Air Tawar. Seluruh jenis anggrek epifit dalam plot dicatat dan dihitung jumlahnya (rumpun). Hasil menunjukkan terdapat empat jenis dari tiga marga, dengan kerapatan 77 rumpun/ha. Jenis dominan adalah Taeniophyllum cf. biocellatum, diikuti Dendrobium subulatum, Grosourdya appendiculata, dan Dendrobium crumenatum. Pola tata ruang sebaran berdasarkan tiga parameter indeks dan uji chi-square bagi setiap jenis menunjukkan adanya pola acak.Structure, Distribution, and Spatial Patterns of Epiphytic Orchids (Orchidaceae) at Coastal Forest of the Sempu Island Nature Reserve, Malang, East Java AbstractThe aim of this study is to know the structure, spatial pattern, and distribution of epiphytic orchids in coastal forest Sempu Nature Reserve, Malang, East Java. This study used an elongated plot of 10 m x 1.000 m (1 ha), and was divided into 100 subplots. The location of plot was from Semut Beach to the direction of Sumber Air Tawar Beach. All the epiphytic orchids species of inside plot were recorded and counted (clumps). The results showed that there was four species from three genera with density of 77 clumps/ha. The most dominant species was Taeniophyllum cf. biocellatum, followed by Dendrobium subulatum, Grosourdya appendiculata, and Dendrobium crumenatum. Spatial pattern of distribution based on three parameter indices, and chi-square test showed that every species showed a random pattern.
本研究的目的是了解在东爪哇省Cagar Pure、Poor荒野森林中发现的附生葡萄酒的结构、分布和空间结构。研究采用10米x 1000米(1公顷)的地块,分为100个地块的儿童。放置一块从蚂蚁海滩到水资源海滩的地块。记录并计数该地块中的所有附生葡萄酒类型。结果表明,三缘草地有四种类型,每公顷有77个草地。优势种为带叶石斛(Taeniophyllum cf.Bioccellatum),其次为钻形石斛(Dendrobium subblatum)、附生石斛(Grosourdya appendiculata)和皱叶石斛(Dentrobium crumbatum)。基于三个指标参数和每种类型的卡方检验的分布空间模式显示出随机模式。东爪哇马朗森普岛自然保护区海岸林附生兰(兰科)的结构、分布和空间格局本研究采用10 m x 1.000 m(1公顷)的细长地块,分为100个子地块。地块的位置是从塞穆特海滩到Sumber Air Tawar海滩的方向。记录和计数小区内所有附生兰花的种类(丛)。结果表明,共有3属4种,密度为77丛/公顷。最具优势的物种是带叶石斛(Taeniophyllum cf.Bioccellatum),其次是钻形石斛(Dendrobium subblatum)、附肢石斛(Grosourdya appendulata)和皱皮石斛(Dentrobium crumbatum)。基于三个参数指标的空间分布格局和卡方检验表明,每个物种都表现出随机格局。
{"title":"Struktur Sebaran dan Tata Ruang Anggrek Epifit (Orchidaceae) di Hutan Pantai Cagar Alam Pulau Sempu Malang, Jawa Timur","authors":"Asep Sadili","doi":"10.22146/JIK.46143","DOIUrl":"https://doi.org/10.22146/JIK.46143","url":null,"abstract":"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui struktur, sebaran, dan tata ruang jenis-jenis anggrek epifit yang ada di hutan pantai Cagar Alam Sempu, Malang, Jawa Timur. Penelitian menggunakan plot memanjang 10 m x 1.000 m (1 ha), yang dibagi menjadi 100 anak plot. Letak plot dari Pantai Semut ke arah Pantai Sumber Air Tawar. Seluruh jenis anggrek epifit dalam plot dicatat dan dihitung jumlahnya (rumpun). Hasil menunjukkan terdapat empat jenis dari tiga marga, dengan kerapatan 77 rumpun/ha. Jenis dominan adalah Taeniophyllum cf. biocellatum, diikuti Dendrobium subulatum, Grosourdya appendiculata, dan Dendrobium crumenatum. Pola tata ruang sebaran berdasarkan tiga parameter indeks dan uji chi-square bagi setiap jenis menunjukkan adanya pola acak.Structure, Distribution, and Spatial Patterns of Epiphytic Orchids (Orchidaceae) at Coastal Forest of the Sempu Island Nature Reserve, Malang, East Java AbstractThe aim of this study is to know the structure, spatial pattern, and distribution of epiphytic orchids in coastal forest Sempu Nature Reserve, Malang, East Java. This study used an elongated plot of 10 m x 1.000 m (1 ha), and was divided into 100 subplots. The location of plot was from Semut Beach to the direction of Sumber Air Tawar Beach. All the epiphytic orchids species of inside plot were recorded and counted (clumps). The results showed that there was four species from three genera with density of 77 clumps/ha. The most dominant species was Taeniophyllum cf. biocellatum, followed by Dendrobium subulatum, Grosourdya appendiculata, and Dendrobium crumenatum. Spatial pattern of distribution based on three parameter indices, and chi-square test showed that every species showed a random pattern.","PeriodicalId":31295,"journal":{"name":"Jurnal Ilmu Kehutanan","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-05-24","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"45847078","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Denny Irawati, P. NaresvaraNircelaPNircela, Febe Margareta Rm, J. P. G. Sutapa
Di Indonesia permintaan jamur konsumsi, baik yang untuk obat maupun bahan makanan, terus meningkat. Akselerasi produksi perlu dilakukan untuk memenuhi kebutuhan pasar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh lama waktu inkubasi dan banyaknya jumlah penyobekan baglog terhadap produktivitas 3 jenis jamur konsumsi yang banyak dibudidayakan di Indonesia. Sampel baglog pada penelitian ini diperoleh dari petani jamur Sedyo Lestari, Bantul. Selanjutnya pada baglog tersebut diinokulasikan 3 jenis jamur yaitu Auricularia sp. (jamur kuping), Pleurotus sp. (jamur tiram), dan Ganoderma sp. (jamur lingzhi). Setelah inokulasi, media diinkubasi selama 30, 40, dan 50 hari, untuk selanjutnya dibudidayakan selama 60 hari. Pada akhir masa inkubasi dilakukan pengukuran kadar glukosamin dan penyobekan baglog pada 1 atau 2 ujung untuk memicu munculnya badan buah. Selama periode pembudidayaan, dilakukan pemanenan badan buah dan diukur produktivitas badan buah serta intensitas pemanenan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan lama waktu inkubasi dan jumlah sobekan pada baglog memberikan pengaruh yang berbeda terhadap setiap jenis jamur. Lama waktu inkubasi tidak berpengaruh nyata terhadap produktivitas badan buah dan nilai konversi biologi pada jamur tiram dan kuping, namun berpengaruh nyata terhadap jamur lingzhi. Lama waktu inkubasi terbaik untuk jamur lingzhi adalah 40 hari. Jumlah sobekan pada baglog tidak memberi pengaruh terhadap produktivitas jamur tiram dan kuping, akan tetapi berpengaruh terhadap produktivitas jamur lingzhi dan intensitas pemanenan jamur kuping. Optimization of Fruiting Body Production of Three Kinds Edible Mushrooms Species by Innovate the Incubation Time and Number of Rips on Baglog AbstractIn Indonesia the demand for edible mushroom, both for medicine and food, continues to increase. Production acceleration is needed to meet the market needs. This study aims to determine the effect of the incubation time and the number of rips on baglog to the productivity of 3 species of edible mushrooms that are widely cultivated in Indonesia. The baglog as sample in this study was obtained from Sedyo Lestari mushroom farmer in Bantul. The baglog was inoculated by 3 kinds of mushroom of Auricularia sp. (ear fungus), Pleurotus sp. (oyster mushroom), and Ganoderma sp. (lingzhi mushroom). After inoculation, the medium was incubated for 30, 40, and 50 days, for subsequent cultivation for 60 days. At the end of the incubation period, the glucosamine content was analysed and the baglog was teared at 1 or 2 ends to trigger the appearance of the fruiting body. During the cultivation period, the fruiting bodies were harvested and the productivity of the fruiting body and the harvesting intensity were measured. The results showed that the incubation time and the amount of rips on the baglog gave a different effect on each mushroom species. The duration of incubation time had no significant effect on fruiting body productivity and biological convers
{"title":"Optimasi Produksi Badan Buah Tiga Jenis Jamur Kayu dengan Inovasi Perlakuan pada Waktu Inkubasi dan Jumlah Penyobekan pada Baglog","authors":"Denny Irawati, P. NaresvaraNircelaPNircela, Febe Margareta Rm, J. P. G. Sutapa","doi":"10.22146/JIK.46209","DOIUrl":"https://doi.org/10.22146/JIK.46209","url":null,"abstract":"Di Indonesia permintaan jamur konsumsi, baik yang untuk obat maupun bahan makanan, terus meningkat. Akselerasi produksi perlu dilakukan untuk memenuhi kebutuhan pasar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh lama waktu inkubasi dan banyaknya jumlah penyobekan baglog terhadap produktivitas 3 jenis jamur konsumsi yang banyak dibudidayakan di Indonesia. Sampel baglog pada penelitian ini diperoleh dari petani jamur Sedyo Lestari, Bantul. Selanjutnya pada baglog tersebut diinokulasikan 3 jenis jamur yaitu Auricularia sp. (jamur kuping), Pleurotus sp. (jamur tiram), dan Ganoderma sp. (jamur lingzhi). Setelah inokulasi, media diinkubasi selama 30, 40, dan 50 hari, untuk selanjutnya dibudidayakan selama 60 hari. Pada akhir masa inkubasi dilakukan pengukuran kadar glukosamin dan penyobekan baglog pada 1 atau 2 ujung untuk memicu munculnya badan buah. Selama periode pembudidayaan, dilakukan pemanenan badan buah dan diukur produktivitas badan buah serta intensitas pemanenan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan lama waktu inkubasi dan jumlah sobekan pada baglog memberikan pengaruh yang berbeda terhadap setiap jenis jamur. Lama waktu inkubasi tidak berpengaruh nyata terhadap produktivitas badan buah dan nilai konversi biologi pada jamur tiram dan kuping, namun berpengaruh nyata terhadap jamur lingzhi. Lama waktu inkubasi terbaik untuk jamur lingzhi adalah 40 hari. Jumlah sobekan pada baglog tidak memberi pengaruh terhadap produktivitas jamur tiram dan kuping, akan tetapi berpengaruh terhadap produktivitas jamur lingzhi dan intensitas pemanenan jamur kuping. Optimization of Fruiting Body Production of Three Kinds Edible Mushrooms Species by Innovate the Incubation Time and Number of Rips on Baglog AbstractIn Indonesia the demand for edible mushroom, both for medicine and food, continues to increase. Production acceleration is needed to meet the market needs. This study aims to determine the effect of the incubation time and the number of rips on baglog to the productivity of 3 species of edible mushrooms that are widely cultivated in Indonesia. The baglog as sample in this study was obtained from Sedyo Lestari mushroom farmer in Bantul. The baglog was inoculated by 3 kinds of mushroom of Auricularia sp. (ear fungus), Pleurotus sp. (oyster mushroom), and Ganoderma sp. (lingzhi mushroom). After inoculation, the medium was incubated for 30, 40, and 50 days, for subsequent cultivation for 60 days. At the end of the incubation period, the glucosamine content was analysed and the baglog was teared at 1 or 2 ends to trigger the appearance of the fruiting body. During the cultivation period, the fruiting bodies were harvested and the productivity of the fruiting body and the harvesting intensity were measured. The results showed that the incubation time and the amount of rips on the baglog gave a different effect on each mushroom species. The duration of incubation time had no significant effect on fruiting body productivity and biological convers","PeriodicalId":31295,"journal":{"name":"Jurnal Ilmu Kehutanan","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-05-24","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"48162349","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Anaphalis longifolia merupakan kelompok bunga edelweiss yang memiliki nilai konservasi tinggi, namun upaya konservasi melalui kegiatan penyimpanan biji dan pengembangan usaha pembudidayaannya relatif masih terbatas. Penelitian ini melaporkan hasil dua percobaan yang dilaksanakan di laboratorium Kebun Raya Cibodas. Dalam percobaan pertama, pengusangan biji dilakukan menggunakan etanol 96% dengan 11 lama waktu perendaman (0, 10, 20, 30, 40, 50, 60, 70, 80, 90 dan 100 menit), sedangkan dalam percobaan kedua dilakukan pengujian kualitas daya simpan biji terhadap beberapa tempat penyimpanan seperti desikator, lemari, kulkas 4 oC dan freezer -20 oC selama kurun waktu 12 bulan. Hasil percobaan pertama menunjukkan bahwa perendaman biji pada etanol 96% selama 10-30 menit mampu memacu perkecambahan biji A. longifolia. Penyimpanan biji A. longifolia untuk waktu yang lama direkomendasikan menggunakan freezer dengan suhu -20 oC.A Study of Accelerated Aging and Seed Storage on the Germination of Anaphalis longifolia (Blume) Blume ex.DC. AbsractAnaphalis longifolia is a group of edelweiss flowers which has a highly conservation value. However, there are only limited information on conservation activities of A. longifolia regarded to the seed storage and cultivation. The study was conducted in the laboratory of Cibodas Botanical Garden. In this study, two experiments were carried out. In the first experiment, A. longifolia seeds were treated by ethanol 96% with 11 different immersion time (0, 10, 20, 30, 40, 50, 60, 70, 80, 90 and 100 minutes). In the second experiment, seed storability and viability test were conducted after A. longifolia seeds were saved in desiccator, cabinet, refrigerator 4 oC and freezer -20 oC during 12 months. Results of the first experiment showed that soaking seeds on 96% ethanol for 10-30 minutes was able to stimulate seed germination of A. longifolia. Freezer with temperature -20 oC is recommended to storage A. longifolia for long periods.
长叶雪绒花是一类具有较高保护价值的雪绒花,但通过储粮活动和发展其育种努力相对有限。这项研究报告了在Cibodas Raya Workshop实验室进行的两项实验的结果。在第一个实验中,使用96%的乙醇进行谷物老化,密封时间为11个长时间(0、10、20、30、40、50、60、70、80、90和100分钟),而在第二个实验中对几个储存地点进行谷物储存质量测试,如干燥器、壁橱、4℃冰箱和-20℃冰箱,为期12个月。第一次试验表明,在96%的乙醇中播种10-30分钟可以促进长叶A.longifolia种子的生长。建议使用-20℃的冷冻柜长期保存A.longifolia种子。加速老化和种子储存对长叶紫草种子发芽的研究。然而,关于长叶A.longifolia在种子储存和栽培方面的保护活动的信息有限。这项研究是在Cibodas植物园的实验室里进行的。在本研究中,进行了两个实验。在第一个实验中,用96%的乙醇以11个不同的浸泡时间(0、10、20、30、40、50、60、70、80、90和100分钟)处理长叶A.longifolia种子。在第二个实验中,将长叶A.longifolia种子保存在干燥器、橱柜、4℃冰箱和-20℃冰箱中12个月后,进行种子贮藏性和活力测试。第一次试验结果表明,用96%乙醇浸种10~30min能促进长叶A.longifolia种子发芽。建议使用温度为-20℃的冰箱长期储存长叶A.longifolia。
{"title":"Kajian Pengusangan Cepat dan Penyimpanan Biji terhadap Perkecambahan Anaphalis longifolia (Blume) Blume ex.DC.","authors":"Muhammad Imam Surya, Suluh Normasiwi","doi":"10.22146/JIK.46144","DOIUrl":"https://doi.org/10.22146/JIK.46144","url":null,"abstract":"Anaphalis longifolia merupakan kelompok bunga edelweiss yang memiliki nilai konservasi tinggi, namun upaya konservasi melalui kegiatan penyimpanan biji dan pengembangan usaha pembudidayaannya relatif masih terbatas. Penelitian ini melaporkan hasil dua percobaan yang dilaksanakan di laboratorium Kebun Raya Cibodas. Dalam percobaan pertama, pengusangan biji dilakukan menggunakan etanol 96% dengan 11 lama waktu perendaman (0, 10, 20, 30, 40, 50, 60, 70, 80, 90 dan 100 menit), sedangkan dalam percobaan kedua dilakukan pengujian kualitas daya simpan biji terhadap beberapa tempat penyimpanan seperti desikator, lemari, kulkas 4 oC dan freezer -20 oC selama kurun waktu 12 bulan. Hasil percobaan pertama menunjukkan bahwa perendaman biji pada etanol 96% selama 10-30 menit mampu memacu perkecambahan biji A. longifolia. Penyimpanan biji A. longifolia untuk waktu yang lama direkomendasikan menggunakan freezer dengan suhu -20 oC.A Study of Accelerated Aging and Seed Storage on the Germination of Anaphalis longifolia (Blume) Blume ex.DC. AbsractAnaphalis longifolia is a group of edelweiss flowers which has a highly conservation value. However, there are only limited information on conservation activities of A. longifolia regarded to the seed storage and cultivation. The study was conducted in the laboratory of Cibodas Botanical Garden. In this study, two experiments were carried out. In the first experiment, A. longifolia seeds were treated by ethanol 96% with 11 different immersion time (0, 10, 20, 30, 40, 50, 60, 70, 80, 90 and 100 minutes). In the second experiment, seed storability and viability test were conducted after A. longifolia seeds were saved in desiccator, cabinet, refrigerator 4 oC and freezer -20 oC during 12 months. Results of the first experiment showed that soaking seeds on 96% ethanol for 10-30 minutes was able to stimulate seed germination of A. longifolia. Freezer with temperature -20 oC is recommended to storage A. longifolia for long periods.","PeriodicalId":31295,"journal":{"name":"Jurnal Ilmu Kehutanan","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-05-24","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"48543135","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Denni Susanto, Lies Rahayu Wijayanti Faida, S. Sunarto
Kawasan pantai selatan Jawa merupakan daerah pesisir yang rawan terjadi tsunami. Tahun 2006 tsunami dengan kekuatan gempa 6 skala Richter melanda daerah Pangandaran termasuk Cagar Alam Pananjung. Terdapatnya hutan pantai di Cagar Alam Pananjung mampu mereduksi kekuatan tsunami sehingga efek merusak tsunami dapat diminimalkan. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk memodelkan efektivitas hutan pantai Cagar Alam Pananjung Pangandaran sebagai buffer tsunami dengan berbagai faktor pereduksi tsunami. Nested sampling digunakan untuk pengambilan data karakteristik vegetasi dengan intensitas sampling 4%. Luas hutan pantai 38 ha, sehingga digunakan petak ukur sebanyak 38 petak ukur persegi dengan ukuran petak ukur untuk tumbuhan bawah 1 m x 1 m, semai 2 m x 2 m, sapihan 5 m x 5 m, tiang 10 m x 10 m, dan pohon 20 x 20 m. Petak ukur ditempatkan secara purposive dengan mempertimbangkan lokasi genangan tsunami dan kerapatan vegetasi. Kerapatan vegetasi dilakukan dengan analisis citra Sentinel 2-A tahun 2017. Efektifitas hutan pantai sebagai buffer tsunami dianalisis menggunakan persamaan matematis menggunakan konsep Harada dan Imamura (2003) dan dimodelkan dengan Spatial Multi Criteria Analysis (SMCA) dengan kriteria lebar hutan pantai, kerapatan vegetasi, diameter pohon, dan kerapatan tumbuhan bawah. Hasil penelitian menunjukkan nilai-nilai parameter hutan pantai pereduksi tsunami di Cagar Alam Pananjung berupa kerapatan vegetasi > 2000 ind/ha, rata-rata diameter pohon yaitu 15,94 cm, dan lebar hutan pantai antara 120– 325 m. Ketinggian tempat hutan pantai Cagar Alam Pananjung bergelombang antara 0–59 m dpl. Hasil pemodelan menunjukkan efektivitas hutan pantai Cagar Alam Pananjung sebagai buffer dalam meredam energi tsunami memiliki nilai reduksi sebesar 41,18%, sehingga termasuk kategori efektif. Effectiveness Model of Coastal Forest in Pananjung Nature Reserve, Pangandaran as Tsunami Buffer AbstractThe southern coast of Java is a coastal area prone to tsunami. In 2006, a tsunami with a magnitude of 6 Richter scale happened in Pangandaran area including Pananjung Nature Reserve. The presence of coastal forest in the Pananjung Nature Reserve reduced the force of the tsunami so that the destructive effect of the tsunami can be minimized. This research aimed to model and assess the effectiveness of coastal forest in Pananjung Nature Reserve as a tsunami buffer. Nested sampling was used to collect vegetation data with 4% sampling intensity. Extensive coastal forest of 38 ha was measured in 38 square forest sample plots with the size of the plot for the understorey 1 mx 1 m, seedlings 2 m x 2 m, saplings 5 mx 5 m, poles 10 m x 10 m, and trees 20 x 20 m. The plots were located purposively by considering the location of tsunami inundation and vegetation density. The vegetation density was performed by image analysis of Sentinel 2-A2017. The effectiveness of coastal forests as tsunami buffers was analyzed using mathematical concepts according to Harada and Im
爪哇岛南部沿海地区是发生海啸的沿海地区。2006年,一场里氏6级的海啸袭击了潘干达地区,包括帕南琼格自然保护区。事实证明,帕南琼湾的沿海森林能够降低海啸的威力,从而将海啸的破坏性影响降至最低。这项研究的目的是模拟沿海Cagar Panganda Nature作为海啸缓冲区的森林效率,并考虑各种海啸减少因素。植被特征数据采用嵌套采样,采样强度为4%。海滩森林的面积为38公顷,因此它使用了38平方米的尺度,尺度为1米x 1米,一块2米x 2米的田地,一头5米x 5米的奶牛,一根10米x 10米的杆子和一棵20米x 20米的树。尺度的定位有意考虑到海啸树枝的位置和植被密度。植被训练是通过分析2017年的Sentinel 2-A图像完成的。海滩森林作为海啸缓冲区的有效性使用数学方程进行分析,使用Harada和Imamura概念(2003),并使用空间多标准分析(SMCA)进行建模,以海滩森林宽度、植被密度、树木直径和较低植物密度为标准。研究表明,Pananjung Nature Cagar减少海啸的海滩森林参数值为植被密度>2000 ind/ha,平均树径15.94cm,海滩森林宽度在120-325m之间。Cagar Nature海滩森林的高度在0-59mdpi之间。建模结果表明,Pananjung Cagar海滩森林作为缓冲区在减少海啸能量方面的效率降低了41.18%,因此它包括有效类别。[UNK]潘甘达兰帕南琼自然保护区海岸森林作为海啸缓冲区的有效性模型[UNK]Abstract.爪哇南海岸是一个容易发生海啸的沿海地区。2006年,包括潘南琼自然保护区在内的潘干达兰地区发生了里氏6级海啸。Pananjung自然保护区的沿海森林减少了海啸的威力,从而可以将海啸的破坏性影响降至最低。本研究旨在对帕南琼自然保护区沿海森林作为海啸缓冲区的有效性进行建模和评估。采用嵌套采样法收集植被数据,采样强度为4%。在38个正方形的森林样地中测量了38公顷的广阔海岸森林,样地大小为下层1 m x 1 m、幼苗2 m x 2 m、树苗5 m x 5 m、电杆10 m x 10 m和树木20 x 20 m。考虑到海啸淹没的位置和植被密度,对样地进行了有针对性的定位。植被密度通过Sentinel 2-A2017的图像分析进行。根据Harada和Imamura(2003),使用数学概念分析了沿海森林作为海啸缓冲区的有效性,并使用空间多标准分析(SMCA)建模,其中包括宽度沿海植被标准、植被密度、树木直径和下层密度。结果表明,帕南琼自然保护区植被密度>2000 ind/ha,平均树径15.94cm,海岸林宽度在120m~325m之间。研究发现,沿海森林潘南琼自然保护区在减少能源海啸方面的有效性为41.18%,因此被列入有效类别。
{"title":"Pemodelan Efektivitas Hutan Pantai di Cagar Alam Pananjung Pangandaran Sebagai Buffer Tsunami","authors":"Denni Susanto, Lies Rahayu Wijayanti Faida, S. Sunarto","doi":"10.22146/JIK.46139","DOIUrl":"https://doi.org/10.22146/JIK.46139","url":null,"abstract":"Kawasan pantai selatan Jawa merupakan daerah pesisir yang rawan terjadi tsunami. Tahun 2006 tsunami dengan kekuatan gempa 6 skala Richter melanda daerah Pangandaran termasuk Cagar Alam Pananjung. Terdapatnya hutan pantai di Cagar Alam Pananjung mampu mereduksi kekuatan tsunami sehingga efek merusak tsunami dapat diminimalkan. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk memodelkan efektivitas hutan pantai Cagar Alam Pananjung Pangandaran sebagai buffer tsunami dengan berbagai faktor pereduksi tsunami. Nested sampling digunakan untuk pengambilan data karakteristik vegetasi dengan intensitas sampling 4%. Luas hutan pantai 38 ha, sehingga digunakan petak ukur sebanyak 38 petak ukur persegi dengan ukuran petak ukur untuk tumbuhan bawah 1 m x 1 m, semai 2 m x 2 m, sapihan 5 m x 5 m, tiang 10 m x 10 m, dan pohon 20 x 20 m. Petak ukur ditempatkan secara purposive dengan mempertimbangkan lokasi genangan tsunami dan kerapatan vegetasi. Kerapatan vegetasi dilakukan dengan analisis citra Sentinel 2-A tahun 2017. Efektifitas hutan pantai sebagai buffer tsunami dianalisis menggunakan persamaan matematis menggunakan konsep Harada dan Imamura (2003) dan dimodelkan dengan Spatial Multi Criteria Analysis (SMCA) dengan kriteria lebar hutan pantai, kerapatan vegetasi, diameter pohon, dan kerapatan tumbuhan bawah. Hasil penelitian menunjukkan nilai-nilai parameter hutan pantai pereduksi tsunami di Cagar Alam Pananjung berupa kerapatan vegetasi > 2000 ind/ha, rata-rata diameter pohon yaitu 15,94 cm, dan lebar hutan pantai antara 120– 325 m. Ketinggian tempat hutan pantai Cagar Alam Pananjung bergelombang antara 0–59 m dpl. Hasil pemodelan menunjukkan efektivitas hutan pantai Cagar Alam Pananjung sebagai buffer dalam meredam energi tsunami memiliki nilai reduksi sebesar 41,18%, sehingga termasuk kategori efektif. Effectiveness Model of Coastal Forest in Pananjung Nature Reserve, Pangandaran as Tsunami Buffer AbstractThe southern coast of Java is a coastal area prone to tsunami. In 2006, a tsunami with a magnitude of 6 Richter scale happened in Pangandaran area including Pananjung Nature Reserve. The presence of coastal forest in the Pananjung Nature Reserve reduced the force of the tsunami so that the destructive effect of the tsunami can be minimized. This research aimed to model and assess the effectiveness of coastal forest in Pananjung Nature Reserve as a tsunami buffer. Nested sampling was used to collect vegetation data with 4% sampling intensity. Extensive coastal forest of 38 ha was measured in 38 square forest sample plots with the size of the plot for the understorey 1 mx 1 m, seedlings 2 m x 2 m, saplings 5 mx 5 m, poles 10 m x 10 m, and trees 20 x 20 m. The plots were located purposively by considering the location of tsunami inundation and vegetation density. The vegetation density was performed by image analysis of Sentinel 2-A2017. The effectiveness of coastal forests as tsunami buffers was analyzed using mathematical concepts according to Harada and Im","PeriodicalId":31295,"journal":{"name":"Jurnal Ilmu Kehutanan","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-05-24","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"49067790","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Mahfut Sodik, S. Pudyatmoko, Pujo Semedi Hargo Yuwono
Faktor kehilangan/berkurangnya habitat, dan fragmentasi habitat dapat memberikan dampak buruk terhadap kukang Jawa (Nycticebus javanicus), satwa primata nokturnal yang tergolong dalam kategori Critically Endangered. Kukang Jawa yang hidup di hutan yang terfragmentasi merasakan dampak negatif dari faktor- faktor tersebut dan hal tersebut juga dapat memengaruhi okupansi dalam sebuah kawasan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi okupansi habitat oleh kukang Jawa di hutan dataran rendah yang terfragmentasi di Kemuning, Temanggung, Jawa Tengah, Indonesia. Untuk memperkirakan proporsi penggunaan wilayah, probabilitas deteksi (detection probability) dan faktor – faktor yang berpengaruh terhadap okupansi habitat oleh kukang Jawa, kami menggunakan occupancy model of a single-season. Sebanyak 5 kali ulangan survei malam pada tahun 2017 digunakan sebagai data pokok di dalam model okupansi. Metode pengambilan data lingkungan dan data anthropogenic menggunakan observasi lapangan dan interview dengan masyarakat lokal. Kami membagi lokasi penelitian menjadi 141 grid dengan ukuran 200 m x 200 m (4 ha) sebagai acuan dalam survei malam dengan jalur. Data kovariat lingkungan yang diukur adalah jarak dari jalan, jarak dari tepi hutan, jarak dari pemukiman, jarak dari sumber air, ketinggian tempat, dan kemiringan lahan. Hasil penelitian menunjukan bahwa kukang Jawa menghuni habitat sekitar 23,2% dari keseluruhan areal di hutan Kemuning. Jarak dari jalan dan jarak dari sumber air (sungai) berkorelasi positif terhadap tingkat hunian, sedang jarak dari pemukiman berkorelasi negatif terhadap tingkat hunian dari kukang Jawa. Data dan informasi kuantitatif yang dihasilkan dari penelitian ini penting untuk mengetahui kebutuhan sumber daya jangka panjang populasi kukang Jawa khususnya di hutan Kemuning. Selanjutnya diharapkan pemerintah Indonesia atau stakeholder terkait dapat melakukan upaya konservasi dan rencana strategi pengelolaan spesies kukang Jawa dengan baik khususnya di hutan dataran rendah yang terfragmentasi.Occupancy of Javan Slow Loris (Nyticebus javanicus E. Geoffroy 1812) in Kemuning Tropical Low Land Forest, Bejen, Temanggung, Central Java Abstract Habitat loss and landscape fragmentation have a negative impact on the Javan slow loris (Nycticebus javanicus), a Critically Endangered nocturnal primate species. Slow lorises in remaining forest fragments might be suffered and affect their occupancy behavior. We aim to investigate the determinant factors for the probability of habitat occupancy by the javan slow loris in Kemuning forest fragment of Temanggung District, Central Java. To estimate the site occupancy rate, detection probability, and the determinant factor of site use by Nycticebus javanicus, we employed the occupancy model of a single-season using night surveys. Five repeated night surveys in 2017 were used as the main basis data for the occupancy model. We used direct observation and interview with locals to col
{"title":"Okupansi Kukang Jawa (Nycticebus javanicus E. Geoffroy 1812) di Hutan Tropis Dataran Rendah di Kemuning, Bejen, Temanggung, Jawa Tengah","authors":"Mahfut Sodik, S. Pudyatmoko, Pujo Semedi Hargo Yuwono","doi":"10.22146/JIK.46141","DOIUrl":"https://doi.org/10.22146/JIK.46141","url":null,"abstract":"Faktor kehilangan/berkurangnya habitat, dan fragmentasi habitat dapat memberikan dampak buruk terhadap kukang Jawa (Nycticebus javanicus), satwa primata nokturnal yang tergolong dalam kategori Critically Endangered. Kukang Jawa yang hidup di hutan yang terfragmentasi merasakan dampak negatif dari faktor- faktor tersebut dan hal tersebut juga dapat memengaruhi okupansi dalam sebuah kawasan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi okupansi habitat oleh kukang Jawa di hutan dataran rendah yang terfragmentasi di Kemuning, Temanggung, Jawa Tengah, Indonesia. Untuk memperkirakan proporsi penggunaan wilayah, probabilitas deteksi (detection probability) dan faktor – faktor yang berpengaruh terhadap okupansi habitat oleh kukang Jawa, kami menggunakan occupancy model of a single-season. Sebanyak 5 kali ulangan survei malam pada tahun 2017 digunakan sebagai data pokok di dalam model okupansi. Metode pengambilan data lingkungan dan data anthropogenic menggunakan observasi lapangan dan interview dengan masyarakat lokal. Kami membagi lokasi penelitian menjadi 141 grid dengan ukuran 200 m x 200 m (4 ha) sebagai acuan dalam survei malam dengan jalur. Data kovariat lingkungan yang diukur adalah jarak dari jalan, jarak dari tepi hutan, jarak dari pemukiman, jarak dari sumber air, ketinggian tempat, dan kemiringan lahan. Hasil penelitian menunjukan bahwa kukang Jawa menghuni habitat sekitar 23,2% dari keseluruhan areal di hutan Kemuning. Jarak dari jalan dan jarak dari sumber air (sungai) berkorelasi positif terhadap tingkat hunian, sedang jarak dari pemukiman berkorelasi negatif terhadap tingkat hunian dari kukang Jawa. Data dan informasi kuantitatif yang dihasilkan dari penelitian ini penting untuk mengetahui kebutuhan sumber daya jangka panjang populasi kukang Jawa khususnya di hutan Kemuning. Selanjutnya diharapkan pemerintah Indonesia atau stakeholder terkait dapat melakukan upaya konservasi dan rencana strategi pengelolaan spesies kukang Jawa dengan baik khususnya di hutan dataran rendah yang terfragmentasi.Occupancy of Javan Slow Loris (Nyticebus javanicus E. Geoffroy 1812) in Kemuning Tropical Low Land Forest, Bejen, Temanggung, Central Java Abstract Habitat loss and landscape fragmentation have a negative impact on the Javan slow loris (Nycticebus javanicus), a Critically Endangered nocturnal primate species. Slow lorises in remaining forest fragments might be suffered and affect their occupancy behavior. We aim to investigate the determinant factors for the probability of habitat occupancy by the javan slow loris in Kemuning forest fragment of Temanggung District, Central Java. To estimate the site occupancy rate, detection probability, and the determinant factor of site use by Nycticebus javanicus, we employed the occupancy model of a single-season using night surveys. Five repeated night surveys in 2017 were used as the main basis data for the occupancy model. We used direct observation and interview with locals to col","PeriodicalId":31295,"journal":{"name":"Jurnal Ilmu Kehutanan","volume":"1 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-05-24","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"42277760","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}