Abstrak Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku tidak pidana berhak mendapatkan bantuan hukum. Anak.Untuk mewujudkan perlindungan hukum terhadap anak dalam sistem peradilan pidana anak, telah dibentuk UU 11/2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak sebagai pengganti dari UU 3/1997 tentang Pengadilan Anak. Dalam UU tersebut, pemberian bantuan hukum didasarkan pada UU 16/2011 tentang Bantuan Hukum. Namun demikian hak atas bantuan hukum tersebut diperuntukkan bagi orang miskin dan bukan hanya untuk Anak (Pasal 1 angka 2 UU Bantuan Hukum). Penga- turan ini perlu dicermati dan ditata ulang demi terwujudnya perlindungan hukum yang mencerminkan prinsip the best interest of the child dan prinsip non diskriminasi sesuai amanah pembentukan UU Perlindungan Anak. Kata kunci : anak, bantuan hukum, perlindungan anak.
抽象每个受害者或罪犯的儿童都有权得到法律援助。孩子。为了实现对儿童刑事司法系统的保护,2012年11月11日通过了《儿童刑事司法制度法》,取代了《1997年3月3日法》。这项法律是基于2011年16/ 15的法律援助。然而,这种法律援助的权利是给穷人的,而不仅仅是给儿童的(《法律援助法案》第1条第2条)。根据《儿童保护法》(protection of the child’s best interest)和《儿童保护法》(non -歧视性),这种诉讼必须加以审查和重组。关键词:儿童,法律援助,儿童保护。
{"title":"Pengaturan Bantuan Hukum Bagi Anak dalam Sistem Peradilan Pidana Anak di Indonesia Dalam Kerangka Perlindungan Anak","authors":"Nurini Aprilianda, Erny Herlin Setyorini","doi":"10.21107/RI.V10I1.1142","DOIUrl":"https://doi.org/10.21107/RI.V10I1.1142","url":null,"abstract":"Abstrak Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku tidak pidana berhak mendapatkan bantuan hukum. Anak.Untuk mewujudkan perlindungan hukum terhadap anak dalam sistem peradilan pidana anak, telah dibentuk UU 11/2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak sebagai pengganti dari UU 3/1997 tentang Pengadilan Anak. Dalam UU tersebut, pemberian bantuan hukum didasarkan pada UU 16/2011 tentang Bantuan Hukum. Namun demikian hak atas bantuan hukum tersebut diperuntukkan bagi orang miskin dan bukan hanya untuk Anak (Pasal 1 angka 2 UU Bantuan Hukum). Penga- turan ini perlu dicermati dan ditata ulang demi terwujudnya perlindungan hukum yang mencerminkan prinsip the best interest of the child dan prinsip non diskriminasi sesuai amanah pembentukan UU Perlindungan Anak. Kata kunci : anak, bantuan hukum, perlindungan anak.","PeriodicalId":31500,"journal":{"name":"RechtIdee","volume":"1 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2015-02-25","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"67768589","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Abstrak Mekanisme yang diberlakukan oleh Yayasan Karya Cipta Indonesia sudah baku dimana Yayasan Karya Cipta Indonesia atau lembaga manajemen kolek- tif (LMK) sebagai collecting societis yang memfasilitasi pemungutan royalti dari user untuk diserahkan kepada para pemegang hak cipta. Mekanisme pemungutan royalti di Kota Malang dibedakan menjadi 2(dua) yaitu terhadap tempat karaoke waralaba dan tempat karaoke non waralaba. Untuk tempat karaoke waralaba, pembayaran royalti dilakukan langsung oleh pemilik waralaba, sedangkan tempat karaoke non waralaba pembayaran royalti dilakukan oleh pemilik karaoke langsung yang bersangkutan Kata Kunci : lembaga manajemen kolektif, lagu, karaoke
{"title":"Royalti Lagu/Musik Untuk Kepentingan Komersial Dalam Upaya Perlindungan Hak Cipta Lagu/Musik","authors":"Sulthon Miladiyanto","doi":"10.21107/ri.v10i1.1136","DOIUrl":"https://doi.org/10.21107/ri.v10i1.1136","url":null,"abstract":"Abstrak Mekanisme yang diberlakukan oleh Yayasan Karya Cipta Indonesia sudah baku dimana Yayasan Karya Cipta Indonesia atau lembaga manajemen kolek- tif (LMK) sebagai collecting societis yang memfasilitasi pemungutan royalti dari user untuk diserahkan kepada para pemegang hak cipta. Mekanisme pemungutan royalti di Kota Malang dibedakan menjadi 2(dua) yaitu terhadap tempat karaoke waralaba dan tempat karaoke non waralaba. Untuk tempat karaoke waralaba, pembayaran royalti dilakukan langsung oleh pemilik waralaba, sedangkan tempat karaoke non waralaba pembayaran royalti dilakukan oleh pemilik karaoke langsung yang bersangkutan Kata Kunci : lembaga manajemen kolektif, lagu, karaoke","PeriodicalId":31500,"journal":{"name":"RechtIdee","volume":"1 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2015-02-25","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"67767192","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Abstrak Kedaulatan Pangan adalah hak negara dan bangsa yang secara mandiri menentukan kebijakan Pangan yang menjamin hak atas Pangan bagi rakyat dan yang memberikan hak bagi masyarakat untuk menentukan sistem Pangan yang sesuai dengan potensi sumber daya lokal.Kedaulatan pangan merupa- kan konsep pemenuhan hak atas pangan yang berkualitas gizi baik dan sesuai secara budaya, diproduksi dengan sistem pertanian yang berkelanjutan dan ramah lingkungan.Kedaulatan pangan juga merupakan pemenuhan hak manusia untuk menentukan sistem pertanian dan pangannya sendiri yang lebih menekankan pada pertanian berbasiskan keluarga yang berdasarkan pada prinsip solidaritas.MenurutBadan PertanahanNasionalRepublikIndone- sia(BPN RI), salah satu daritujuanpelaksanaanreformasiagrariaadalah untuk meningkatkanketahanan pangandanenergimasyarakat. Reforma agrariayang berhasil ditandai oleh kepastian penguasaan tanah yang menjamin peng- hidupan dan kesempatan kerja bagi petani, tata-guna tanah yang mampu memperbaiki pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian mutu lingkun- gan hidup, kedaulatan pangan, kemampuan produktivitas yang mampu mem- buat keluarga petani mampu melakukan re-investasi dan memiliki daya beli yang tinggi. Kata Kunci: Reforma Agraria, Hak Atas Pangan, Ketahanan Pangan.
{"title":"Reforma Agraria Untuk Mewujudkan Kedaulatan Pangan","authors":"M. Arisaputra","doi":"10.21107/ri.v10i1.1138","DOIUrl":"https://doi.org/10.21107/ri.v10i1.1138","url":null,"abstract":"Abstrak Kedaulatan Pangan adalah hak negara dan bangsa yang secara mandiri menentukan kebijakan Pangan yang menjamin hak atas Pangan bagi rakyat dan yang memberikan hak bagi masyarakat untuk menentukan sistem Pangan yang sesuai dengan potensi sumber daya lokal.Kedaulatan pangan merupa- kan konsep pemenuhan hak atas pangan yang berkualitas gizi baik dan sesuai secara budaya, diproduksi dengan sistem pertanian yang berkelanjutan dan ramah lingkungan.Kedaulatan pangan juga merupakan pemenuhan hak manusia untuk menentukan sistem pertanian dan pangannya sendiri yang lebih menekankan pada pertanian berbasiskan keluarga yang berdasarkan pada prinsip solidaritas.MenurutBadan PertanahanNasionalRepublikIndone- sia(BPN RI), salah satu daritujuanpelaksanaanreformasiagrariaadalah untuk meningkatkanketahanan pangandanenergimasyarakat. Reforma agrariayang berhasil ditandai oleh kepastian penguasaan tanah yang menjamin peng- hidupan dan kesempatan kerja bagi petani, tata-guna tanah yang mampu memperbaiki pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian mutu lingkun- gan hidup, kedaulatan pangan, kemampuan produktivitas yang mampu mem- buat keluarga petani mampu melakukan re-investasi dan memiliki daya beli yang tinggi. Kata Kunci: Reforma Agraria, Hak Atas Pangan, Ketahanan Pangan.","PeriodicalId":31500,"journal":{"name":"RechtIdee","volume":"1 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2015-02-25","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"67767440","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Abstrak Salah satu larangan yang dapat dikualifikasikan sebagai pelanggaran UUPU adalah melakukan tindakan praktik monopoli. Ketentuan Pasal 17 UUPU menjadi parameter yuridis untuk mengkualifikasikan suatu tindakan termasuk praktik monopoli atau bukan. Pertimbangan hakim (ratio deciden- di) komisioner untuk menetapkan pelanggaran terhadap prinsip larangan praktik monopoli jika terdapat unsur-unsur pasal 17 ayat (2) UUPU yang meliputi: a) non substitution; b) barrier to entry; c) dan market share. Imple- metasi prinsip larangan praktik monopoli dalam putusan KPPU harus didasarkan pada ada tidaknya kepentingan umum (public interest) yang diru- gikan oleh pelaku usaha. Kata Kunci : Putusan KPPU, Larangan Praktik Monopoli, Persaingan Usaha.
{"title":"Implementasi Prinsip Larangan Praktik Monopoli Dalam Putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)","authors":"M. .","doi":"10.21107/ri.v10i1.1137","DOIUrl":"https://doi.org/10.21107/ri.v10i1.1137","url":null,"abstract":"Abstrak Salah satu larangan yang dapat dikualifikasikan sebagai pelanggaran UUPU adalah melakukan tindakan praktik monopoli. Ketentuan Pasal 17 UUPU menjadi parameter yuridis untuk mengkualifikasikan suatu tindakan termasuk praktik monopoli atau bukan. Pertimbangan hakim (ratio deciden- di) komisioner untuk menetapkan pelanggaran terhadap prinsip larangan praktik monopoli jika terdapat unsur-unsur pasal 17 ayat (2) UUPU yang meliputi: a) non substitution; b) barrier to entry; c) dan market share. Imple- metasi prinsip larangan praktik monopoli dalam putusan KPPU harus didasarkan pada ada tidaknya kepentingan umum (public interest) yang diru- gikan oleh pelaku usaha. Kata Kunci : Putusan KPPU, Larangan Praktik Monopoli, Persaingan Usaha.","PeriodicalId":31500,"journal":{"name":"RechtIdee","volume":"1 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2015-02-25","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"67767549","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Abstrak: Penetapan Upah Minimum Kabupaten (UMK) didasarkan pada Kebutu- han Hidup Layak (KHL), produktivitas dan pertumbuhan ekonomi yang diar- ahkan pada pencapaian KHL. Permasalahan yang muncul adalah adanya “tolak tarik” antara pekerja dan pengusaha dalam penghitungan UMK dan tuntutan kenaikan Upah Minimum setiap tahun dari pekerja diikuti ancaman dan tindakan anarkis. Tulisan ini hendak mengkaji dari kriminologis dampak terkait penetapan UMK bagi pekerja maupun pengusaha. Sebagai pisau anali- sis akan digunakan teori anomie, Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan serta Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmi- grasi Nomor 7 Tahun 2013 tentang Upah Minimum. Kata kunci: politik hukum, upah minimum dan tenaga kerja
{"title":"Politik Hukum Pengupahan : Suatu Kajian Terhadap Penetapan Upah Minimum Kabupaten (UMK)","authors":"A. Milano","doi":"10.21107/ri.v10i1.1139","DOIUrl":"https://doi.org/10.21107/ri.v10i1.1139","url":null,"abstract":"Abstrak: Penetapan Upah Minimum Kabupaten (UMK) didasarkan pada Kebutu- han Hidup Layak (KHL), produktivitas dan pertumbuhan ekonomi yang diar- ahkan pada pencapaian KHL. Permasalahan yang muncul adalah adanya “tolak tarik” antara pekerja dan pengusaha dalam penghitungan UMK dan tuntutan kenaikan Upah Minimum setiap tahun dari pekerja diikuti ancaman dan tindakan anarkis. Tulisan ini hendak mengkaji dari kriminologis dampak terkait penetapan UMK bagi pekerja maupun pengusaha. Sebagai pisau anali- sis akan digunakan teori anomie, Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan serta Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmi- grasi Nomor 7 Tahun 2013 tentang Upah Minimum. Kata kunci: politik hukum, upah minimum dan tenaga kerja","PeriodicalId":31500,"journal":{"name":"RechtIdee","volume":"26 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2015-02-25","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"67768019","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Abstrak Prinsip hukum acara sederhana, cepat, dan biaya ringan merupakan prinsip hukum yang mendasar dalam sistem peradilan perdata, karena sangat menentukan harkat dan martabat lembaga peradilan. Prinsip hukum ini, secara konseptual belum jelas sehingga menimbulkan persoalan penerapannya pada praktek peradilan. Praktek peradilan perdata pada peradilan tingkat banding mengindikasikan terjadinya penyimpangan prinsip hukum ini sehingga menyebabkan mekanisme pemeriksaan perkara perdata menjadi tidak transparan dan akuntabel. Oleh karena itu, diperlukan adanya tolok ukur prinsip hukum ini, agar praktek peradilan dapat dilaksanakan dalam suatu prosedur yang baku dan transparan sehingga hukum dan keadilan dapat ditegakkan. Prosedur pemeriksaan perkara perdata yang baku dan transparan akan memberikan rasa keadilan dan kepastian hukum yang merupakan jami- nan pencari keadilan untuk tidak melakukan upaya hukum kasasi pada Mahkamah Agung, sehingga terjadi pembatasan perkara kasasi dalam perkara perdata. Kata kunci : tolok ukur, prosedur persidangan, pembatasan perkara
{"title":"Tolok Ukur Prinsip Hukum Sederhana, Cepat dan Biaya Ringan pada Peradilan Perdata","authors":"Moh. Amir Hamzah","doi":"10.21107/RI.V10I1.1140","DOIUrl":"https://doi.org/10.21107/RI.V10I1.1140","url":null,"abstract":"Abstrak Prinsip hukum acara sederhana, cepat, dan biaya ringan merupakan prinsip hukum yang mendasar dalam sistem peradilan perdata, karena sangat menentukan harkat dan martabat lembaga peradilan. Prinsip hukum ini, secara konseptual belum jelas sehingga menimbulkan persoalan penerapannya pada praktek peradilan. Praktek peradilan perdata pada peradilan tingkat banding mengindikasikan terjadinya penyimpangan prinsip hukum ini sehingga menyebabkan mekanisme pemeriksaan perkara perdata menjadi tidak transparan dan akuntabel. Oleh karena itu, diperlukan adanya tolok ukur prinsip hukum ini, agar praktek peradilan dapat dilaksanakan dalam suatu prosedur yang baku dan transparan sehingga hukum dan keadilan dapat ditegakkan. Prosedur pemeriksaan perkara perdata yang baku dan transparan akan memberikan rasa keadilan dan kepastian hukum yang merupakan jami- nan pencari keadilan untuk tidak melakukan upaya hukum kasasi pada Mahkamah Agung, sehingga terjadi pembatasan perkara kasasi dalam perkara perdata. Kata kunci : tolok ukur, prosedur persidangan, pembatasan perkara","PeriodicalId":31500,"journal":{"name":"RechtIdee","volume":"1 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2015-02-25","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"67768786","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pemilu Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) 2014 berlangsung relatif aman, walaupun menyisakan beberapa persoalan yang bisa (jadi) menjadi persoalan besar bagi salah satu pasangan calon. Salah satu persoalan tersebut ialah penyebaran tabloid yang isinya mendeskreditkan salah satu pasangan. Tulisan ini hendak mengkaji apakah penyebaran tabloid “Obor Rakyat” dapat dikualifikasi sebagai delik pers atau kampanye “hitam” atau delik Pemilu. Sebagai pisau analisis akan digunakan asas Systematische Specialiteit dan Undang Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dan Undang Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden
{"title":"Kampanye “Hitam” dalam Pemilu Melalui Media Massa","authors":"Aulia","doi":"10.21107/RI.V9I2.404","DOIUrl":"https://doi.org/10.21107/RI.V9I2.404","url":null,"abstract":"Pemilu Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) 2014 berlangsung relatif aman, walaupun menyisakan beberapa persoalan yang bisa (jadi) menjadi persoalan besar bagi salah satu pasangan calon. Salah satu persoalan tersebut ialah penyebaran tabloid yang isinya mendeskreditkan salah satu pasangan. Tulisan ini hendak mengkaji apakah penyebaran tabloid “Obor Rakyat” dapat dikualifikasi sebagai delik pers atau kampanye “hitam” atau delik Pemilu. Sebagai pisau analisis akan digunakan asas Systematische Specialiteit dan Undang Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dan Undang Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden","PeriodicalId":31500,"journal":{"name":"RechtIdee","volume":"1 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2014-12-01","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"67771044","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Dalam Pasal 74 UU PT jo. PP 47 Tahun 2012 diatur mengenai kewajiban menjalankan tanggung jawab sosial CSR bagi perusahaan yang berkaitan dengan sumber daya alam. Kewajiban sosial perusahaan diatur dengan UU ini agar kewajiban perusahaan atas lingkungan sekitarnya tidak hanya sebatas dalam tataran moralitas, tetapi perlu diatur dalam suatu norma hukum agar tercapai suatu kepastian hukumnya. Adanya UU Perseroan Terbatas dan PP yang mengatur tentang tanggung- jawab sosial ini tidak akan berhasil apabila tidak adanya sanksi hukum. Mengingat dalam kedua aturan tersebut tidak diatur mengenai sanksi atas tidak dilaksanakannya CSR tersebut yang akan berimbas pada banyaknya perusahaan yang akan mengabaikan ketentuan CSR ini apabila tidak ada aturan yang memaksanya. Oleh karena itu, ketentuan Pasal 74 ayat (3) UU PT tidak akan mempunyai arti apabila belum adanya peraturan yang mengatur secara tegas ketentuan tersebut, begitu pula ketentuan PP 47 Tahun 2012 yang tidak mengatur secara jelas ketentuan tentang sanksi atas tidak dilaksanakan- nya CSR ini akan menjadi masalah dalam mengimplementasikan ketentuan CSR ini dalam praktek. Kata Kunci; CSR, Pasal 74 UU No 40 Tahun 2007, sanksi
{"title":"BEBERAPA KENDALA DALAM PENERAPAN CSR (ANALISIS PASAL 74 UUPT)","authors":"Eny Suastuti","doi":"10.21107/ri.v9i2.409","DOIUrl":"https://doi.org/10.21107/ri.v9i2.409","url":null,"abstract":"Dalam Pasal 74 UU PT jo. PP 47 Tahun 2012 diatur mengenai kewajiban menjalankan tanggung jawab sosial CSR bagi perusahaan yang berkaitan dengan sumber daya alam. Kewajiban sosial perusahaan diatur dengan UU ini agar kewajiban perusahaan atas lingkungan sekitarnya tidak hanya sebatas dalam tataran moralitas, tetapi perlu diatur dalam suatu norma hukum agar tercapai suatu kepastian hukumnya. Adanya UU Perseroan Terbatas dan PP yang mengatur tentang tanggung- jawab sosial ini tidak akan berhasil apabila tidak adanya sanksi hukum. Mengingat dalam kedua aturan tersebut tidak diatur mengenai sanksi atas tidak dilaksanakannya CSR tersebut yang akan berimbas pada banyaknya perusahaan yang akan mengabaikan ketentuan CSR ini apabila tidak ada aturan yang memaksanya. Oleh karena itu, ketentuan Pasal 74 ayat (3) UU PT tidak akan mempunyai arti apabila belum adanya peraturan yang mengatur secara tegas ketentuan tersebut, begitu pula ketentuan PP 47 Tahun 2012 yang tidak mengatur secara jelas ketentuan tentang sanksi atas tidak dilaksanakan- nya CSR ini akan menjadi masalah dalam mengimplementasikan ketentuan CSR ini dalam praktek. Kata Kunci; CSR, Pasal 74 UU No 40 Tahun 2007, sanksi","PeriodicalId":31500,"journal":{"name":"RechtIdee","volume":"1 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2014-12-01","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"67771025","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Diperlukan pemahaman bagaimana seharusnya hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang sesuai dengan nilai-nilai demokrasi serta mencerminkan keadilan dan keserasian antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Desentralisasi yang dianut dalam konsep negara kesatuan pada akhirnya juga akan mempengaruhi hubungan antara pemerintah pusat dan daerah, khususnya yang berkaitan dengan distribusi kewenangan pengaturan atas urusan-urusan pemerintahan. Kata Kunci : Hubungan Wewenang, Pemerintah Daerah, NKRI.
{"title":"Hubungan Wewenang Antara Pemerintah Pusat dan Daerah dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia","authors":"Indah","doi":"10.21107/RI.V9I2.405","DOIUrl":"https://doi.org/10.21107/RI.V9I2.405","url":null,"abstract":"Diperlukan pemahaman bagaimana seharusnya hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang sesuai dengan nilai-nilai demokrasi serta mencerminkan keadilan dan keserasian antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Desentralisasi yang dianut dalam konsep negara kesatuan pada akhirnya juga akan mempengaruhi hubungan antara pemerintah pusat dan daerah, khususnya yang berkaitan dengan distribusi kewenangan pengaturan atas urusan-urusan pemerintahan. Kata Kunci : Hubungan Wewenang, Pemerintah Daerah, NKRI.","PeriodicalId":31500,"journal":{"name":"RechtIdee","volume":"1 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2014-12-01","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"67771068","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Artikel ini bertujuan menawarkan ide/gagasan baru tentang formulasi perlindungan melalui penerapan hambatan teknis perdagangan (technical barrier to trade/TBT) berupa pelabelan identitas budaya (hang tag) dalam mekanisme perdagangan internasional pada produk batik. Sebagaimana diketahui, perlindungan dalam bentuk hambatan non tariff (non tariff barrier) khususnya TBT yang menyangkut pelabelan produk yangberlaku selama ini sepanjang pengetahuan peneliti baru sebatas alasan keamanan pangan, kesehatan, dan lingkungan. Negara-negara yang menerap- kan hambatan dalam pelabelan di luar kategori tersebut pun masih sangat terbatas. Untuk menjawab permasalahan tersebut, penelitian ini dirancang dengan menggunakan pendekatan Hukum Normatif dengan desain penelitian kualita- tif. Penelitian menggunakan teknik participatory observation dan focus group discussion sebagai metode pengumpulan data primer. Pengumpulan data sekunder dilakukan melalui telaah kepustakaan dan inventarisasi peraturan perundang-undangan untuk data yang berupa bahan hukum. Agar data (teru- tama data primer) yang diperoleh teruji keabsahannya, penelitian ini meman- faatkan metode trianggulasi yang menyatu dan tidak terpisahkan dari kegia- tan pengumpulan data primer tersebut. Analisis data menggunakan model Miles dan Huberman yang pada prinsipnya meliputi 3 (tiga) tahapan yakni reduksi data, display data, dan verifikasi atau penarikan kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pemerintah Indonesia sebenarnya telah menerapkan hambatan non tarif dalam bentuk TBT pada produk batik melalui Peraturan Menteri Perindustrian tentang batikmark “batik INDONE- SIA”. Meski demikian, pelabelan tersebut masih membutuhkan rincian lagi dalam bentuk pelabelan identitas budaya sehingga maksud pelestarian batik sebagaimana diamanatkan Unesco pada Pemerintah Indonesia diharapkan menjadi terwujud. Keywords : Non Tariff Barrier, Technical Barrier to Trade, Hang Tag, Pelabelan Identitas Budaya
{"title":"Penerapan Technical Barrier to Trade melalui Pelabelan (Hang Tag) Identitas Budaya pada Produk Batik","authors":"Siti Zulaekah","doi":"10.21107/ri.v9i2.408","DOIUrl":"https://doi.org/10.21107/ri.v9i2.408","url":null,"abstract":"Artikel ini bertujuan menawarkan ide/gagasan baru tentang formulasi perlindungan melalui penerapan hambatan teknis perdagangan (technical barrier to trade/TBT) berupa pelabelan identitas budaya (hang tag) dalam mekanisme perdagangan internasional pada produk batik. Sebagaimana diketahui, perlindungan dalam bentuk hambatan non tariff (non tariff barrier) khususnya TBT yang menyangkut pelabelan produk yangberlaku selama ini sepanjang pengetahuan peneliti baru sebatas alasan keamanan pangan, kesehatan, dan lingkungan. Negara-negara yang menerap- kan hambatan dalam pelabelan di luar kategori tersebut pun masih sangat terbatas. Untuk menjawab permasalahan tersebut, penelitian ini dirancang dengan menggunakan pendekatan Hukum Normatif dengan desain penelitian kualita- tif. Penelitian menggunakan teknik participatory observation dan focus group discussion sebagai metode pengumpulan data primer. Pengumpulan data sekunder dilakukan melalui telaah kepustakaan dan inventarisasi peraturan perundang-undangan untuk data yang berupa bahan hukum. Agar data (teru- tama data primer) yang diperoleh teruji keabsahannya, penelitian ini meman- faatkan metode trianggulasi yang menyatu dan tidak terpisahkan dari kegia- tan pengumpulan data primer tersebut. Analisis data menggunakan model Miles dan Huberman yang pada prinsipnya meliputi 3 (tiga) tahapan yakni reduksi data, display data, dan verifikasi atau penarikan kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pemerintah Indonesia sebenarnya telah menerapkan hambatan non tarif dalam bentuk TBT pada produk batik melalui Peraturan Menteri Perindustrian tentang batikmark “batik INDONE- SIA”. Meski demikian, pelabelan tersebut masih membutuhkan rincian lagi dalam bentuk pelabelan identitas budaya sehingga maksud pelestarian batik sebagaimana diamanatkan Unesco pada Pemerintah Indonesia diharapkan menjadi terwujud. Keywords : Non Tariff Barrier, Technical Barrier to Trade, Hang Tag, Pelabelan Identitas Budaya","PeriodicalId":31500,"journal":{"name":"RechtIdee","volume":"1 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2014-12-01","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"67771091","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}