Tulisan ini bertujuan menganalisis tentang ruang lingkup hak ingkar dan penerapan kode etik hak ingkar notaris sebagai saksi dalam perkara perdata dan pidana. Hak ingkar merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kode etik. Kewajiban ingkar ini mutlak harus dilakukan dan dijalankan oleh notar- is, kecuali ada undang-undang yang memerintahkan untuk menggugurkan kewajiban ingkar tersebut Hak ingkar ini dalam praktek masih membingung- kan para notaris untuk menggunakannya. Hal ini disebabkan karena hak ingkar masih berimplikasi dalam pelaksanaannya khususnya dalam perkara pidana. Dalam perkara pidana yang dicari adalah kebenaran materil sehingga kehadiran Notaris sebagai saksi sangat diperlukan, berlainan dengan perkara perdata yang mencari kebenaran formil. Kehadiran notaris sudah dapat diang- gap ada dengan dihadirkan akta notaris yang dibuat oleh notaris terse- but.Menurut Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.03.HT.03.10 Tahun 2007, pada dasarnya Majelis Penga- was Daerah Notaris mempunyai kewenangan untuk memberikan Izin Kehad- iran Notaris Dalam Sidang Pengadilan sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan dan undang-undang. Kata kunci: hak ingkar, notaris, saksi
{"title":"Penerapan Kode Etik Hak Ingkar Notaris Sebagai Saksi Dalam Perkara Perdata dan Pidana","authors":"Dahlil Marjon","doi":"10.21107/ri.v10i2.1238","DOIUrl":"https://doi.org/10.21107/ri.v10i2.1238","url":null,"abstract":"Tulisan ini bertujuan menganalisis tentang ruang lingkup hak ingkar dan penerapan kode etik hak ingkar notaris sebagai saksi dalam perkara perdata dan pidana. Hak ingkar merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kode etik. Kewajiban ingkar ini mutlak harus dilakukan dan dijalankan oleh notar- is, kecuali ada undang-undang yang memerintahkan untuk menggugurkan kewajiban ingkar tersebut Hak ingkar ini dalam praktek masih membingung- kan para notaris untuk menggunakannya. Hal ini disebabkan karena hak ingkar masih berimplikasi dalam pelaksanaannya khususnya dalam perkara pidana. Dalam perkara pidana yang dicari adalah kebenaran materil sehingga kehadiran Notaris sebagai saksi sangat diperlukan, berlainan dengan perkara perdata yang mencari kebenaran formil. Kehadiran notaris sudah dapat diang- gap ada dengan dihadirkan akta notaris yang dibuat oleh notaris terse- but.Menurut Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.03.HT.03.10 Tahun 2007, pada dasarnya Majelis Penga- was Daerah Notaris mempunyai kewenangan untuk memberikan Izin Kehad- iran Notaris Dalam Sidang Pengadilan sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan dan undang-undang. Kata kunci: hak ingkar, notaris, saksi","PeriodicalId":31500,"journal":{"name":"RechtIdee","volume":"1 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2016-03-14","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"67769028","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2016-03-14DOI: 10.21107/ri.v10i2.1234.g1049
Devi Rahayu
Karakter masyarakat Madura yang dikenal sebagai pekerja keras dan tanpa menyerah dalam kondisi apapun dan di manapun bukan rahasia lagi. Namun kekhasan budaya tersebut terkadang menampakkan kenyataan hidup yang berbeda. Hal ini terjadi di tiga desa di Kabupaten Pamekasan dan satu desa di Kabupaten Sumenep. Secara realitas beberapa warga di desa-desa tersebut menjadi pengemis. Menjadi pengemis bagi mereka bukanlah hanya karena alasan ekonomi, melainkan sudah dilakukan secara turun temurun. Saat orang tuanya telah berhasil, pekerjaan menjadi pengemis akan diterus- kan oleh anaknya. Menjadi pengemis bagi anak merupakan salah satu bentuk pekerjaan terburuk bagi anak, karena akan mempengaruhi psikologis anak dan akan mendidik anak menjadi malas bekerja. Pada hakekatnya anak tidak boleh bekerja, karena waktu mereka selayaknya dimanfaatkan untuk belajar, bermain, bergembira, berada dalam suasana damai, mendapatkan kesempatan dan fasilitas untuk mencapai cita-citanya sesuai dengan perkembangan fisik, psikologik, intelektual dan sosialnya. Karenanya diperlukan upaya penanga- nan baik melalui penguatan hukum maupun konteks pemberdayaan keluarga untuk memutus mata rantai agar anak tidak dipekerjakan sebagai pengemis. Kata Kunci : penanganan, pemberdayaan, ekploitasi, pekerja anak
{"title":"Penguatan Hukum Berbasis Community Based Organization Sebagai Upaya Pencegahan Eksploitasi Pekerja Anak","authors":"Devi Rahayu","doi":"10.21107/ri.v10i2.1234.g1049","DOIUrl":"https://doi.org/10.21107/ri.v10i2.1234.g1049","url":null,"abstract":"Karakter masyarakat Madura yang dikenal sebagai pekerja keras dan tanpa menyerah dalam kondisi apapun dan di manapun bukan rahasia lagi. Namun kekhasan budaya tersebut terkadang menampakkan kenyataan hidup yang berbeda. Hal ini terjadi di tiga desa di Kabupaten Pamekasan dan satu desa di Kabupaten Sumenep. Secara realitas beberapa warga di desa-desa tersebut menjadi pengemis. Menjadi pengemis bagi mereka bukanlah hanya karena alasan ekonomi, melainkan sudah dilakukan secara turun temurun. Saat orang tuanya telah berhasil, pekerjaan menjadi pengemis akan diterus- kan oleh anaknya. Menjadi pengemis bagi anak merupakan salah satu bentuk pekerjaan terburuk bagi anak, karena akan mempengaruhi psikologis anak dan akan mendidik anak menjadi malas bekerja. Pada hakekatnya anak tidak boleh bekerja, karena waktu mereka selayaknya dimanfaatkan untuk belajar, bermain, bergembira, berada dalam suasana damai, mendapatkan kesempatan dan fasilitas untuk mencapai cita-citanya sesuai dengan perkembangan fisik, psikologik, intelektual dan sosialnya. Karenanya diperlukan upaya penanga- nan baik melalui penguatan hukum maupun konteks pemberdayaan keluarga untuk memutus mata rantai agar anak tidak dipekerjakan sebagai pengemis. Kata Kunci : penanganan, pemberdayaan, ekploitasi, pekerja anak","PeriodicalId":31500,"journal":{"name":"RechtIdee","volume":"1 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2016-03-14","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"67768870","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2016-03-14DOI: 10.21107/ri.v10i2.1237.g1052
Nurus Zaman
Politik hukum dimaknai apa yang seharusnyadinormakan dalam peraturan perundang-undangan. Norma tersebut tidak boleh bertentangan dengan tujuan Negara. Tujuan Negara menjadi ukuran utama dalam setiap pembentukan peraturan perundang-undangan. Tujuan Negara selain bersumber dari hukum tertulis, juga bersumber dari nilai-nilai yang hidup dan berkembang di dalam masyarakat. Pancasila sebagai kristalisasi nilai-nilai yang hidup dan berkem- bang dalam masyarakat sejatinya menjadi sumber utama dalam pembentukan hukum.Secara umum, hukum bertujuan untuk menciptakan keadilan, kepas- tian hukum dan kemanfaatan. Tujuan tersebut harus tercermin dalam setiap pembangunan hukum. Bentuk penyimpangan hukum yang dikeluarkan oleh badan dan/atau pejabat pemerintahan semula tidak mendapat pengaturan dalam perundang-undangan. Undang-undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan mengelaborasi antara legalitas dan bentuk pe- nyimpangan hukum yang lazim disebut diskresi. Pelaksanaan Undang-un- dang tersebut mengacu pada legalitas, perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia dan Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB).Pembangu- nan hukum administrasi menyembatani dua kepentingan yaitu kepentingan badan dan/atau pejabat pemerintahan dan warga masyarakat. Kata kunci: Politik Hukum,Administrasi Pemerintahan,Pancasila
{"title":"Membangun Politik Hukum Administrasi Pemerintahan yang Bersumber dari Nilai-nilai Pancasila","authors":"Nurus Zaman","doi":"10.21107/ri.v10i2.1237.g1052","DOIUrl":"https://doi.org/10.21107/ri.v10i2.1237.g1052","url":null,"abstract":"Politik hukum dimaknai apa yang seharusnyadinormakan dalam peraturan perundang-undangan. Norma tersebut tidak boleh bertentangan dengan tujuan Negara. Tujuan Negara menjadi ukuran utama dalam setiap pembentukan peraturan perundang-undangan. Tujuan Negara selain bersumber dari hukum tertulis, juga bersumber dari nilai-nilai yang hidup dan berkembang di dalam masyarakat. Pancasila sebagai kristalisasi nilai-nilai yang hidup dan berkem- bang dalam masyarakat sejatinya menjadi sumber utama dalam pembentukan hukum.Secara umum, hukum bertujuan untuk menciptakan keadilan, kepas- tian hukum dan kemanfaatan. Tujuan tersebut harus tercermin dalam setiap pembangunan hukum. Bentuk penyimpangan hukum yang dikeluarkan oleh badan dan/atau pejabat pemerintahan semula tidak mendapat pengaturan dalam perundang-undangan. Undang-undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan mengelaborasi antara legalitas dan bentuk pe- nyimpangan hukum yang lazim disebut diskresi. Pelaksanaan Undang-un- dang tersebut mengacu pada legalitas, perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia dan Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB).Pembangu- nan hukum administrasi menyembatani dua kepentingan yaitu kepentingan badan dan/atau pejabat pemerintahan dan warga masyarakat. Kata kunci: Politik Hukum,Administrasi Pemerintahan,Pancasila","PeriodicalId":31500,"journal":{"name":"RechtIdee","volume":"1 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2016-03-14","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"67768957","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Kota Tanjung Pinang merupakan salah satu daerah transit bagi Tenaga Kerja Indonesia Bermasalah/TKIB yang dideportasi dari Malaysia dan Singapura. Berbagai permasalahan dan tantangan dihadapi oleh TKIB, pemerintah Kota Tanjung Pinang dan pihak pihak terkait lainnya. Penelitian ini bertujuan untuk menginvestigasi berbagai permasalahan yang dihadapi oleh TKIB dan pemangku kepentingan di Kota Tanjung Pinang. Penelitian ini mengunakan metode penelitian empiris dimana seluruh datanya dianalisa mengunakan pendekatan analisa kualitatif. Hasil menelitian menunjukan bahwa permasalahan utama dalam menangani permasalahan TKIB terkait dengan masalah pendanaan untuk melaksanakan tugas dan fungsi tim pelaksana. Penelitian ini juga menunjukan bahwa DPRD belum memiliki dasar hukum untuk menolak anngaran yang diajukan dalam anggaran kota Tanjung Pinang sehingga dapat disimpulkan bahwa anggota DPRD Kota Tanjung Pinang belum memahami Peraturan Presiden Nomor 45 tahun 2013 ayat 16 (6) Terkait dengan Koordinasi Pemulangan TKIB yang dapat menggunakan dana dari anggaran pemerintah kota untuk membiayai keseluruhan pembiayaan yang diperlukan oleh tim pelaksana. Kata Kunci: Perpres No.45 Tahun 2013; Tenaga Kerja Indonesia Bermasalah/TKIB; Tanjung Pinang. Tanjung Pinang City is one of the transit areas for the Troubled Indonesian Overseas Workers (Tenaga Kerja Indonesia Bermasalah/TKIB) who are deported from Malaysia and Singapore. As a transit area, a number of problems and challenges faced by TKIB and relevant stakeholders in Tanjung Pinang City. This research aims to investigate the problems of TKIB and relevant stakeholders in Tanjung Pinang City. This research adopts a socio-legal/empirical research method and all data was analyzed based on its content (a content analysis) by using the qualitative approach. The research found that the main hardship in tackling TKIB was related to the lack of funds to carry out the tasks and functions of the Task Force. This research argued that the House of Representative of Tanjung Pinang City (DPRD) did not have legal grounds to reject the allocation funds from the City Budget for the Task Force. This research concluded that the House of Representative of Tanjung Pinang city was not familiar Article 16 (6) of Presidential Regulation No.45 of 2013 regarding Coordination of Returning Indonesian Workers which permits the allocation of funds from the City Budget to fund all expenses carry out tasks of the Task Force. Keywords: Presidential Regulation No.45 of 2013; Troubled Indonesian Overseas Workers; Tanjung Pinang.
丹戎港是印度尼西亚问题/TKIB从马来西亚和新加坡被驱逐出境的中转站之一。丹戎普亭市和其他有关当局TKIB面临着挑战和挑战。这项研究的目的是调查TKIB和cape Pinang的利益相关者所面临的问题。本研究采用了采用定性分析方法分析所有数据的经验研究方法。ian的研究表明,处理TKIB问题的主要问题与执行团队职责的资金问题有关。这项研究还显示,没有法律依据议会拒绝anngaran丹戎槟榔城市预算中提出的,因此能够推断丹戎槟榔市议会成员不明白规则自2013年45号总统16节(6)协调有关遣返的TKIB可以利用市政府的预算资金来资助他的整个执行团队所需要的资金。关键词:2013年第45期;印尼劳动力有问题/TKIB;丹戎槟榔。丹戎槟榔市是印度尼西亚问题工人的中转站。在这个地区,TKIB面对的问题和挑战的数字,以及好望角槟榔市的利益相关者。这项研究涉及到好望角平市的TKIB问题及其相关性。这一研究是基于社会法律/经验研究方法和所有数据的基于可行性分析的研究。研究发现,TKIB上的主要强硬手段与执行任务和履行职责的资金有关。这项研究认为,好隆角市代表的众议院(DPRD)没有合法的资金从城市预算中收回资金。这个研究结论的丹戎槟榔城那不朽之家的代表是不熟悉的文章16(6)45号总统Regulation) of 2013年关于Coordination of返回印尼工人哪种allocation》允许基金从《城市预算到基金所有expenses嘉莉出去tasks of the特遣队。2013年总统套房印尼问题解决者;丹戎槟榔。
{"title":"Socio-Legal Approaches To The Problems of Troubled Indonesian Overseas Workers In Tanjung Pinang City","authors":"R. Shahrullah, J. Girsang, Suharyanto","doi":"10.21107/RI.V10I2.1233","DOIUrl":"https://doi.org/10.21107/RI.V10I2.1233","url":null,"abstract":"Kota Tanjung Pinang merupakan salah satu daerah transit bagi Tenaga Kerja Indonesia Bermasalah/TKIB yang dideportasi dari Malaysia dan Singapura. Berbagai permasalahan dan tantangan dihadapi oleh TKIB, pemerintah Kota Tanjung Pinang dan pihak pihak terkait lainnya. Penelitian ini bertujuan untuk menginvestigasi berbagai permasalahan yang dihadapi oleh TKIB dan pemangku kepentingan di Kota Tanjung Pinang. Penelitian ini mengunakan metode penelitian empiris dimana seluruh datanya dianalisa mengunakan pendekatan analisa kualitatif. Hasil menelitian menunjukan bahwa permasalahan utama dalam menangani permasalahan TKIB terkait dengan masalah pendanaan untuk melaksanakan tugas dan fungsi tim pelaksana. Penelitian ini juga menunjukan bahwa DPRD belum memiliki dasar hukum untuk menolak anngaran yang diajukan dalam anggaran kota Tanjung Pinang sehingga dapat disimpulkan bahwa anggota DPRD Kota Tanjung Pinang belum memahami Peraturan Presiden Nomor 45 tahun 2013 ayat 16 (6) Terkait dengan Koordinasi Pemulangan TKIB yang dapat menggunakan dana dari anggaran pemerintah kota untuk membiayai keseluruhan pembiayaan yang diperlukan oleh tim pelaksana. Kata Kunci: Perpres No.45 Tahun 2013; Tenaga Kerja Indonesia Bermasalah/TKIB; Tanjung Pinang. Tanjung Pinang City is one of the transit areas for the Troubled Indonesian Overseas Workers (Tenaga Kerja Indonesia Bermasalah/TKIB) who are deported from Malaysia and Singapore. As a transit area, a number of problems and challenges faced by TKIB and relevant stakeholders in Tanjung Pinang City. This research aims to investigate the problems of TKIB and relevant stakeholders in Tanjung Pinang City. This research adopts a socio-legal/empirical research method and all data was analyzed based on its content (a content analysis) by using the qualitative approach. The research found that the main hardship in tackling TKIB was related to the lack of funds to carry out the tasks and functions of the Task Force. This research argued that the House of Representative of Tanjung Pinang City (DPRD) did not have legal grounds to reject the allocation funds from the City Budget for the Task Force. This research concluded that the House of Representative of Tanjung Pinang city was not familiar Article 16 (6) of Presidential Regulation No.45 of 2013 regarding Coordination of Returning Indonesian Workers which permits the allocation of funds from the City Budget to fund all expenses carry out tasks of the Task Force. Keywords: Presidential Regulation No.45 of 2013; Troubled Indonesian Overseas Workers; Tanjung Pinang.","PeriodicalId":31500,"journal":{"name":"RechtIdee","volume":"1 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2016-03-14","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"67768649","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2016-03-14DOI: 10.21107/RI.V10I2.1239.G1054
A. Efendi
Beberapa pertanyaan yang memerlukan jawaban adalah apakah jika tidak ada undang-undang yang dibuat untuk melindungi hewan maka manusia boleh sesukanya membunuh hewan itu. Dari sudut pandang lain mungkin orang akan bertanya apakah seseorang dapat dihukum penjara “hanya” karena membunuh seekor kucing. Bukankah sudah lazim orang membunuh sapi, kambing atau ayam untuk dimakan dagingnya. Jika pun ada hewan yang dibunuh sementara kita bukan pemiliknya apakah kita dirugikan. Bagaimana kalau yang dibunuh hewan liar tanpa pemilik. Sebaliknya,apakah manusia bebas untuk berbuat apa saja terhadap hewan untuk diambil manfaatnya seperti dagingnya untuk dimakan atau kulitnya untuk pakaian atau untuk percobaan di laboratorium termasuk membunuhnya sekedar untuk kesenangan berburu. Apakah hewan memiliki hak sehingga ia harus dibiarkan bebas dan manusia tidak boleh mengganggunya. Seandainya hewan memiliki hak lalu siapa yang akan mempertahankan haknya bila dilanggar oleh manusia. Bukankah hewan tidak mampu berbicara apalagi menjadi penggugat di pengadilan untuk mempertahankan haknya. Sampai dengan sekarang hak hewan masih terus menjadi perdebatan dan perdebatan itu akan terus berlangsung karena antara pendukung dan penolak hak hewan memiliki argumentasi sendiri yang rasional dan kuat. Terlepas pendapat mana yang benar tetapi semua orang akan setuju bahwa hewan tidak boleh diperlakukan dengan kejam dan semena-mena tanpa tujuan yang jelas. Kata kunci: hak hewan, kebebasan, keamanan
{"title":"Hak Hewan: Pemikiran, Perbedaan dan Praktik di Pengadilan","authors":"A. Efendi","doi":"10.21107/RI.V10I2.1239.G1054","DOIUrl":"https://doi.org/10.21107/RI.V10I2.1239.G1054","url":null,"abstract":"Beberapa pertanyaan yang memerlukan jawaban adalah apakah jika tidak ada undang-undang yang dibuat untuk melindungi hewan maka manusia boleh sesukanya membunuh hewan itu. Dari sudut pandang lain mungkin orang akan bertanya apakah seseorang dapat dihukum penjara “hanya” karena membunuh seekor kucing. Bukankah sudah lazim orang membunuh sapi, kambing atau ayam untuk dimakan dagingnya. Jika pun ada hewan yang dibunuh sementara kita bukan pemiliknya apakah kita dirugikan. Bagaimana kalau yang dibunuh hewan liar tanpa pemilik. Sebaliknya,apakah manusia bebas untuk berbuat apa saja terhadap hewan untuk diambil manfaatnya seperti dagingnya untuk dimakan atau kulitnya untuk pakaian atau untuk percobaan di laboratorium termasuk membunuhnya sekedar untuk kesenangan berburu. Apakah hewan memiliki hak sehingga ia harus dibiarkan bebas dan manusia tidak boleh mengganggunya. Seandainya hewan memiliki hak lalu siapa yang akan mempertahankan haknya bila dilanggar oleh manusia. Bukankah hewan tidak mampu berbicara apalagi menjadi penggugat di pengadilan untuk mempertahankan haknya. Sampai dengan sekarang hak hewan masih terus menjadi perdebatan dan perdebatan itu akan terus berlangsung karena antara pendukung dan penolak hak hewan memiliki argumentasi sendiri yang rasional dan kuat. Terlepas pendapat mana yang benar tetapi semua orang akan setuju bahwa hewan tidak boleh diperlakukan dengan kejam dan semena-mena tanpa tujuan yang jelas. Kata kunci: hak hewan, kebebasan, keamanan","PeriodicalId":31500,"journal":{"name":"RechtIdee","volume":"1 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2016-03-14","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"67768617","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Fenomena korupsi merupakan fenomena lama yang ada di dalam setiap masyarakat dan sistem politik sepanjang sejarah yang mengatur kehidupan yang bukan hanya menyangkut satu orang maupun satu negara saja, melain- kan telah menjadi penyakit serius bagi seluruh Negara, baik negara-negara berkembang maupun negara-negara maju. Cara yang paling efektif untuk memerangi korupsi di tingkat nasional dilakukan melalui upaya penguatan peranan legislatif dalam mengawasi eksekutif dan meningkatkan hukuman bagi kejahatan dan praktik korupsi; melakukan ratifikasi konvensi internasi- onal dan aksesi badan-badan internasional yang konsen pada gerakan anti-korupsi; upaya harmonisasi peraturan perundang-undangan dalam negeri. Sementara itu di tingkat internasional, cara untuk melakukan perang terhadap korupsi dilakukan melalui upaya pengembangan penerapan serangkaian langkah-langkah peningkatan transparansi dalam setiap tran- saksi; menyediakan bantuan bagi negara-negara berkembang yang konsen pada gerakan anti korupsi baik secara individu maupun kelompok; memberi- kan bantuan dan dukungan bagi setiap upaya internasional untuk memerangi korupsi; mengembangkan indeks untuk mengukur tingkat rata-rata korupsi di berbagai negara di dunia. Kata kunci : mekanisme, perang, korupsi
{"title":"Anti-Corruption Mechanisms","authors":"Bakhouya Driss","doi":"10.21107/RI.V10I2.1236","DOIUrl":"https://doi.org/10.21107/RI.V10I2.1236","url":null,"abstract":"Fenomena korupsi merupakan fenomena lama yang ada di dalam setiap masyarakat dan sistem politik sepanjang sejarah yang mengatur kehidupan yang bukan hanya menyangkut satu orang maupun satu negara saja, melain- kan telah menjadi penyakit serius bagi seluruh Negara, baik negara-negara berkembang maupun negara-negara maju. Cara yang paling efektif untuk memerangi korupsi di tingkat nasional dilakukan melalui upaya penguatan peranan legislatif dalam mengawasi eksekutif dan meningkatkan hukuman bagi kejahatan dan praktik korupsi; melakukan ratifikasi konvensi internasi- onal dan aksesi badan-badan internasional yang konsen pada gerakan anti-korupsi; upaya harmonisasi peraturan perundang-undangan dalam negeri. Sementara itu di tingkat internasional, cara untuk melakukan perang terhadap korupsi dilakukan melalui upaya pengembangan penerapan serangkaian langkah-langkah peningkatan transparansi dalam setiap tran- saksi; menyediakan bantuan bagi negara-negara berkembang yang konsen pada gerakan anti korupsi baik secara individu maupun kelompok; memberi- kan bantuan dan dukungan bagi setiap upaya internasional untuk memerangi korupsi; mengembangkan indeks untuk mengukur tingkat rata-rata korupsi di berbagai negara di dunia. Kata kunci : mekanisme, perang, korupsi","PeriodicalId":31500,"journal":{"name":"RechtIdee","volume":"1 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2016-03-14","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"67768896","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Abstrak Penerapan ketentuan Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 pada kasus persaingan usaha tidak saja menggunakan analisis hukum secara normatif, tetapi juga menggunakan analisis ekonomi, yaitu apakah dugaan pelanggaran Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 oleh pelaku usaha mempunyai akibat ekonomi baik bagi pelaku usaha lain dan/atau kepada konsumen. Relasi antara hukum dan ekonomi sedemikian eratnya, sehingga yang satu dengan yang lainnya saling mempengaruhi. Oleh karena itu, sangat relevan apabila dalam pembentukan peraturan perundang-undangan dalampersaingan usaha didasarkan atas kajian ilmu ekonomi, sehingga hukum persaingan usaha ikut dapat menciptakan efisiensi ekonomi. Kata Kunci : Analisis ekonomi, persaingan usaha, efisiensi
{"title":"Analisis Pendekatan Ekonomi Dalam Hukum Persaingan Usaha","authors":"I. Sarjana","doi":"10.21107/RI.V8I2.694","DOIUrl":"https://doi.org/10.21107/RI.V8I2.694","url":null,"abstract":"Abstrak Penerapan ketentuan Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 pada kasus persaingan usaha tidak saja menggunakan analisis hukum secara normatif, tetapi juga menggunakan analisis ekonomi, yaitu apakah dugaan pelanggaran Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 oleh pelaku usaha mempunyai akibat ekonomi baik bagi pelaku usaha lain dan/atau kepada konsumen. Relasi antara hukum dan ekonomi sedemikian eratnya, sehingga yang satu dengan yang lainnya saling mempengaruhi. Oleh karena itu, sangat relevan apabila dalam pembentukan peraturan perundang-undangan dalampersaingan usaha didasarkan atas kajian ilmu ekonomi, sehingga hukum persaingan usaha ikut dapat menciptakan efisiensi ekonomi. Kata Kunci : Analisis ekonomi, persaingan usaha, efisiensi","PeriodicalId":31500,"journal":{"name":"RechtIdee","volume":"1 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2015-08-05","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"67769814","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Tindak pidana perbankan merupakan salah satu predicate crime dari pencucian uang. Mengoptimalkan perampasan asset hasil tindak pidana merupakan salah satu upaya pemberantasan TPPU.Kebijakan perampasan aset hasil tindak pidana menurut Pasal 67 UU PPTPPU, kewenangan diberikan kepada penyidik untuk mengajukan kepada pengadilan negeri untuk memutuskan harta kekayaan (aset) yang diketahui atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana dijadikan aset milik negara atau dikembalikan kepada yang berhak.Perkembangan terkini terkait upaya mengoptimalkanperampasan aset hasil kejahatan. MA mengeluarkan Peraturan MA (Perma) No.1 Tahun 2013 tentang Tata Cara Penyelesaian Permohonan Perampasan Harta Kekayaan dalam Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dan Tindak Pidana Lain. Langkah hukum penyelesaian pengembalian aset tindak pidana pencucian uang, berikutnya adalah melalui peradilan in absentia. Kerjasama pengembalian aset sebagaimana diatur dalam UU No.1 Tahun 2006 tentang Perjanjian Timbal Balik Masalah Pidana akan melengkapi ketentuan UU PPTPPU tersebut. Kata kunci : kebijakan perampasan hasil tindak pidana perbankan, pemberantasan pencucian uang
{"title":"Perampasan Aset Hasil Tindak Pidana Perbankan Dalam Rangka Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang","authors":"Toetik Rahayuningsih","doi":"10.21107/RI.V8I2.693","DOIUrl":"https://doi.org/10.21107/RI.V8I2.693","url":null,"abstract":"Tindak pidana perbankan merupakan salah satu predicate crime dari pencucian uang. Mengoptimalkan perampasan asset hasil tindak pidana merupakan salah satu upaya pemberantasan TPPU.Kebijakan perampasan aset hasil tindak pidana menurut Pasal 67 UU PPTPPU, kewenangan diberikan kepada penyidik untuk mengajukan kepada pengadilan negeri untuk memutuskan harta kekayaan (aset) yang diketahui atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana dijadikan aset milik negara atau dikembalikan kepada yang berhak.Perkembangan terkini terkait upaya mengoptimalkanperampasan aset hasil kejahatan. MA mengeluarkan Peraturan MA (Perma) No.1 Tahun 2013 tentang Tata Cara Penyelesaian Permohonan Perampasan Harta Kekayaan dalam Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dan Tindak Pidana Lain. Langkah hukum penyelesaian pengembalian aset tindak pidana pencucian uang, berikutnya adalah melalui peradilan in absentia. Kerjasama pengembalian aset sebagaimana diatur dalam UU No.1 Tahun 2006 tentang Perjanjian Timbal Balik Masalah Pidana akan melengkapi ketentuan UU PPTPPU tersebut. Kata kunci : kebijakan perampasan hasil tindak pidana perbankan, pemberantasan pencucian uang","PeriodicalId":31500,"journal":{"name":"RechtIdee","volume":"1 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2015-08-05","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"67769763","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pembagian keuntungan adalah sebuah konsep yang saat ini mulai berlaku pada Perlindungan Kekayaan Intelektual dan Pemanfaatan Pengeta- huan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional Act (draft). Upaya menuju pengakuan serta perlindungan pengetahuan tradisional belum pernah dilaku- kan oleh Pemerintah, baik lembaga maupun Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, riset dan teknologi Indonesia, dan Kementerian Luar Negeri meskipun hanya terbatas dalam dokumentasi. Gagasan pembagian keuntu- ngan dianggap sebagai sarana yang memadai untuk melindungi potensi pe- ngetahuan tradisional di Indonesia. Artikel ini membahas peran pemerintah, pemerintah daerah dan pemangku kepentingan khususnya di daerah sebagai wakil dari masyarakat setempat untuk memahami konsep pembagian keun- tungan dalam perspektif HKI dan Hukum Kontrak. Kata kunci: pembagian manfaat, pengetahuan tradisional, HKI dan hukum kontrak
{"title":"Konsep Benefit Sharing Sebagai Upaya Perlindungan Dan Pemanfaatan Traditional Knowledge Di Indonesia","authors":"Djulaeka","doi":"10.21107/RI.V9I1.411","DOIUrl":"https://doi.org/10.21107/RI.V9I1.411","url":null,"abstract":"Pembagian keuntungan adalah sebuah konsep yang saat ini mulai berlaku pada Perlindungan Kekayaan Intelektual dan Pemanfaatan Pengeta- huan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional Act (draft). Upaya menuju pengakuan serta perlindungan pengetahuan tradisional belum pernah dilaku- kan oleh Pemerintah, baik lembaga maupun Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, riset dan teknologi Indonesia, dan Kementerian Luar Negeri meskipun hanya terbatas dalam dokumentasi. Gagasan pembagian keuntu- ngan dianggap sebagai sarana yang memadai untuk melindungi potensi pe- ngetahuan tradisional di Indonesia. Artikel ini membahas peran pemerintah, pemerintah daerah dan pemangku kepentingan khususnya di daerah sebagai wakil dari masyarakat setempat untuk memahami konsep pembagian keun- tungan dalam perspektif HKI dan Hukum Kontrak. Kata kunci: pembagian manfaat, pengetahuan tradisional, HKI dan hukum kontrak","PeriodicalId":31500,"journal":{"name":"RechtIdee","volume":"1 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2015-03-06","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"67770557","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}