Stephanus Kristianto Witono, G. Nugraha, Hikmat Permana, Sudigdo Adi
Kelebihan berat badan dan kegemukan mulai menjadi masalah terhadap kesehatan pada beberapa dekade terakhir. Hal ini menjadi masalah serius terhadap kesehatan karena dapat menyebabkan sindrom metabolik yang berujung kepada kematian sehingga kegemukan perlu kita cegah sedini-dininya. Deteksi dini khususnya massa lemak dan lingkar pinggang yang menjadikan faktor prediktor sindrom metabolik perlu dilakukan untuk mencegah perjalanan penyakit obesitas. Penelitian deskriptif ini dilakukan terhadap 116 pasien (47 pasien obes dan 69 nonobes) di Klinik Pasar Balong Cirebon, 14–21 April 2016 dengan rentang usia 35–60 tahun. Pengukuran berat badan, massa lemak, dan massa bebas lemak menggunakan professional octapolar body impedance analyzer Beurer BF100 , pengukuran tinggi badan menggunakan Stadiometer Seca 213 dan lingkar pinggang menggunakan body tape measure caliper Onemed . Tujuan penelitian ini adalah mengetahui persentase massa lemak dan lingkar pinggang dewasa obes dengan nonobes di Kota Cirebon sehingga dapat dijadikan acuan dalam mengatasi obesitas. Hasil massa lemak rata-rata pria dan wanita obes 30,98±4,24% dan 39,29±3,56%, serta lingkar pinggang 108,20±7,59 cm dan 93,46±8,91 cm yang berarti rata-rata dewasa obes di Cirebon mempunyai massa lemak jauh di atas klasisfikasi buruk dari American College of Sport Medicine dan lingkar pinggang jauh di atas batasan World Health Organization dan International Diabetes Federation untuk orang Asia. Hasil massa lemak rata-rata pria nonobes dalam klasifikasi rata-rata 17,81±5,21% dan wanita nonobes di bawah rata-rata 25,87±2,48%. Lingkar pinggang pria dan wanita nonobes 79,00±6,93 cm dan 74,72±5,44 cm, masih dalam klasifikasi normal. Simpulan, orang dewasa di Kota Cirebon baik obes maupun nonobes khususnya wanita mempunyai massa lemak masuk ke dalam klasifikasi buruk. Lingkar pinggang dewasa obes baik pria maupun wanita melebihi batasan World Health Organization dan International Diabetes Federation . FAT MASS AND WAIST CIRCUMFERENCE PROFILE OF ADULT OBESE AND NON-OBESE IN CIREBON Overweight and obesity are starting to become a serious health problems in the last few decades because it can cause metabolic syndrome that leads to death, so we need to prevent obesity as early as possible. We need to do early detection especially fat mass percentage and waist circumference that makes predictor factor of the occurrence of metabolic syndrome is needed to prevent or even to cut the course of obesity disease. This descriptive study was conducted on 116 patients (47 obese and 69 non-obese patients) at the Klinik Pasar Balong Cirebon, April 14–21, 2016 with age range of 35–60 years. Measurement of body weight, fat mass, fat free mass using professional octapolar body impedance analyzer Beurer BF100, while height measurement using Seca 213 Stadiometer and waist circumference using body tape measure caliper Onemed. The purpose of this research was to know fat mass and waist circumference of obese and non-obese in Cirebon,
在过去的几十年里,超重和肥胖开始成为健康问题。这对健康构成了一个严重的问题,因为它会导致代谢综合症,导致死亡,我们需要完全预防肥胖。要预防肥胖症,就必须及早发现脂肪和腰围,这样才能预防代谢综合征的预测因素。2016年4月14 - 21日,巴隆希里本市场诊所的116名患者(47名obes患者和69名非obes)被进行了描画研究,享年35 - 60岁。体重测量,脂肪质量,和无脂肪暴民使用专业的降水降水分析仪beudance bef100,使用高度计Seca 213和腰围使用身体调谐测量。这项研究的目的是确定在西利本市的成人obes和非obes的成人腰围,以便为应对肥胖提供参考。男女平均肥胖脂肪质量结果30,98±4,24%和39,29±3,56%、腰围108.20±75.9厘米,93.46±8.91厘米平均成年人肥胖的本人有脂肪的质量远远高于klasisfikasi糟糕的美国运动医学学院和腰围远远超出了限制(World Health Organization)和国际糖尿病联合会的亚洲人。结果质量分类中平均男人nonobes脂肪平均17.81±5,21%和女人nonobes低于平均水平25.87±2,48%。男人和女人的腰围nonobes 79.00±。93厘米,74.72±5,44厘米,还在正常进行分类。假设,Cirebon市的成年人,尤其是女性,都有大量的脂肪进入不好的分类。成人腰围超过世界卫生组织和国际糖尿病联合会的限制。肥胖和肥胖的循环资料显示,在最近几次严重的肥胖和肥胖中,肥胖正开始成为严重的健康问题,因为这可能导致代谢综合症,导致死亡,所以我们需要预防可能的肥胖。我们需要更早的发现,特别是脂肪质量的先验和潜在的循环性,其本质是抑制或甚至抑制肥胖疾病的必要因素。2016年4月14 - 21日,巴隆-西雷邦市场诊所,经过35 - 60年的年龄限制,这篇关于116个病人的描述研究被批准。身体重量的概念,脂肪质量,肥大众使用专业的八度光极分析仪BF100,而温和的测量方法使用Seca 213个度量计和滚动显示显示使用的体位测量。这项研究的目的是了解到Cirebon中肥胖的质量和不服从的循环,所以它可以被用作进一步肥胖的参考。胖团之价值均值±30分钟和肥胖的妇女是98号4 . 24%和39 29±3 - 56%,腰circumference 108 59厘米和93 20±7。46±8 . 91厘米,这意味着价值肥胖的adults均值》本人有胖团遥远的坏的头顶classification of American College of integrative Medicine跑车和腰头顶circumference遥远的边界》(World Health Organization)和国际糖尿病联合会为希腊人。non-obese肥之价值均值弥撒》平均增益percentage classification是17 . 81±5 . 21%和面的non-obese women in The classification 87±2 . 48%的平均25。79 Non-obese男性和女性腰circumference 93厘米和74点±6。72±5 . 44厘米,还是正常的classification。在结算中,通常妇女都有肥胖和不服从的倾向,尤其是她们都有参加不良古典主义的肥胖弥撒。尽管肥胖是世界卫生组织和国际糖尿病联合会的限制。
{"title":"Profil Massa Lemak dan Lingkar Pinggang Dewasa Obes dan Nonobes di Cirebon","authors":"Stephanus Kristianto Witono, G. Nugraha, Hikmat Permana, Sudigdo Adi","doi":"10.29313/GMHC.V6I1.2192","DOIUrl":"https://doi.org/10.29313/GMHC.V6I1.2192","url":null,"abstract":"Kelebihan berat badan dan kegemukan mulai menjadi masalah terhadap kesehatan pada beberapa dekade terakhir. Hal ini menjadi masalah serius terhadap kesehatan karena dapat menyebabkan sindrom metabolik yang berujung kepada kematian sehingga kegemukan perlu kita cegah sedini-dininya. Deteksi dini khususnya massa lemak dan lingkar pinggang yang menjadikan faktor prediktor sindrom metabolik perlu dilakukan untuk mencegah perjalanan penyakit obesitas. Penelitian deskriptif ini dilakukan terhadap 116 pasien (47 pasien obes dan 69 nonobes) di Klinik Pasar Balong Cirebon, 14–21 April 2016 dengan rentang usia 35–60 tahun. Pengukuran berat badan, massa lemak, dan massa bebas lemak menggunakan professional octapolar body impedance analyzer Beurer BF100 , pengukuran tinggi badan menggunakan Stadiometer Seca 213 dan lingkar pinggang menggunakan body tape measure caliper Onemed . Tujuan penelitian ini adalah mengetahui persentase massa lemak dan lingkar pinggang dewasa obes dengan nonobes di Kota Cirebon sehingga dapat dijadikan acuan dalam mengatasi obesitas. Hasil massa lemak rata-rata pria dan wanita obes 30,98±4,24% dan 39,29±3,56%, serta lingkar pinggang 108,20±7,59 cm dan 93,46±8,91 cm yang berarti rata-rata dewasa obes di Cirebon mempunyai massa lemak jauh di atas klasisfikasi buruk dari American College of Sport Medicine dan lingkar pinggang jauh di atas batasan World Health Organization dan International Diabetes Federation untuk orang Asia. Hasil massa lemak rata-rata pria nonobes dalam klasifikasi rata-rata 17,81±5,21% dan wanita nonobes di bawah rata-rata 25,87±2,48%. Lingkar pinggang pria dan wanita nonobes 79,00±6,93 cm dan 74,72±5,44 cm, masih dalam klasifikasi normal. Simpulan, orang dewasa di Kota Cirebon baik obes maupun nonobes khususnya wanita mempunyai massa lemak masuk ke dalam klasifikasi buruk. Lingkar pinggang dewasa obes baik pria maupun wanita melebihi batasan World Health Organization dan International Diabetes Federation . FAT MASS AND WAIST CIRCUMFERENCE PROFILE OF ADULT OBESE AND NON-OBESE IN CIREBON Overweight and obesity are starting to become a serious health problems in the last few decades because it can cause metabolic syndrome that leads to death, so we need to prevent obesity as early as possible. We need to do early detection especially fat mass percentage and waist circumference that makes predictor factor of the occurrence of metabolic syndrome is needed to prevent or even to cut the course of obesity disease. This descriptive study was conducted on 116 patients (47 obese and 69 non-obese patients) at the Klinik Pasar Balong Cirebon, April 14–21, 2016 with age range of 35–60 years. Measurement of body weight, fat mass, fat free mass using professional octapolar body impedance analyzer Beurer BF100, while height measurement using Seca 213 Stadiometer and waist circumference using body tape measure caliper Onemed. The purpose of this research was to know fat mass and waist circumference of obese and non-obese in Cirebon,","PeriodicalId":31502,"journal":{"name":"Global Medical Health Communication","volume":"6 1","pages":"7-11"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-04-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"45222181","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Rizma Adlia Syakurah, Y. Prabandari, D. Widyandana, A. Kumara
Choosing a career is an essential stage in medical students’ life. Previous researchers all across the world have been conducted studies to examine determinants of career choices in general and medical careers in sociodemographic and behavioral perspectives. While most of the studies centered on general career choices determinants and located mostly in western countries with general career choices as their topics, few studies explore about medical students’ career choices determinants in a collectivist culture like Indonesia. Hence, this study aimed to explore and describe determinants of medical students’ career choices in collectivist culture setting. Participants, 62 students in total, were recruited from all stages of undergraduate medical students in Sriwijaya University in November 2015 until January 2016. Each of focus groups was led by a facilitator to explore medical students’ career choices’ determinants. Transcripts encoded according to recurring topics and themes that came up during their discussions. Eight themes identified from the discussions were: four major, two intermediate and two minor issues. Major themes were financial gain, prestige, personal interest and family influence. In conclusion, some points can be used to increase medical students’ interest in various medical career fields. Exposure to medical career information should not target merely on medical students but also to their family and the community as well. Government roles in providing financial incentives as well as career opportunities to medical fields to increase the interest of medical students in the certain medical field. DETERMINAN KARIeER MAHASISWA KEDOKTERAN: SEBUAH STUDI KUALITATIF Pemilihan karier merupakan salah satu fase yang penting dalam kehidupan seorang mahasiswa kedokteran. Berbagai penelitian di seluruh dunia telah dilakukan dalam menemukan dan menganalisis determinan pemilihan karier seseorang, baik secara umum, maupun dalam dunia kedokteran secara khusus yang dilakukan pada perspektif sosiodemografi dan perilaku. Saat ini masih sedikit sekali penelitian yang dilakukan pada mahasiswa kedokteran yang bertujuan mengeksplorasi determinan pemilihan kariernya, terutama dalam lingkungan dengan kultur kolektivisme seperti di Indonesia. Penelitian ini ditujukan mengeksplorasi dan menjelaskan alasan pemilihan karier mahasiswa kedokteran pada lingkungan dengan kultur kolektivisme. Partisipan adalah semua mahasiswa kedokteran preklinik di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya yang berjumlah 62 orang. Penelitian dilakukan pada bulan November 2015–January 2016. Tiap kelompok diskusi terarah dipimpin oleh seorang fasilitator yang melakukan eksplorasi terkait alasan pemilihan karier mereka. Hasil diskusi dicatat dan transkrip dikelompokkan sesuai dengan tema yang sering muncul selama kegiatan diskusi berlangsung. Delapan tema teridentifikasi dalam diskusi, yaitu empat tema mayor, dua tema menengah, dan dua tema minor bergantung pada seringnya tema terseb
职业选择是医学生人生的重要阶段。以前,世界各地的研究人员从社会人口学和行为学的角度,对一般职业选择和医学职业选择的决定因素进行了研究。虽然大多数研究集中在一般职业选择决定因素上,并且大多位于西方国家,以一般职业选择为主题,但很少有研究探讨印度尼西亚等集体主义文化中医学生的职业选择决定因素。因此,本研究旨在探讨和描述集体主义文化背景下医学生职业选择的决定因素。参与者共62名学生,于2015年11月至2016年1月从斯里维贾亚大学医学院本科各阶段的学生中招募。每个焦点小组由一名主持人领导,探讨医学生职业选择的决定因素。根据他们讨论中出现的反复出现的话题和主题进行编码。从讨论中确定的八个主题是:四个主要问题、两个中间问题和两个次要问题。主要的主题是经济利益、声望、个人兴趣和家庭影响。总之,有几点可以用来提高医学生对各种医学职业领域的兴趣。接触医学职业信息不应该仅仅针对医学生,也应该针对他们的家庭和社区。政府在为医学领域提供财政激励和职业机会方面的作用,以增加医科学生对某些医学领域的兴趣。决定性的,决定性的,决定性的,决定性的,决定性的,决定性的,决定性的,决定性的,决定性的,决定性的,决定性的,决定性的,决定性的,决定性的Berbagai penelitian di selururuh dunih dalah dilakukan dalam menemukan danmenganalis determinan pemilihan karier seseorang, baik secara umum, maupun dalam dunia kedokteran secara khusus yang dilakukan pperpersu,社会人口统计学分析danperakaku。我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说。Penelitian ini ditujukan mengeksplorasi danmenjelaskan alasan pemilihan karier mahasiswa kedokteran padlingkungan dengan文化kolektivisme。政党adalah semua mahasiswa kedokteran preklinik di Fakultas kedokteran Universitas Sriwijaya yang berjumlah 62 orang。Penelitian dilakukan pada bulan 2015年11月- 2016年1月。Tiap kelompok讨论了Tiap kelompok的terarah dippimpimpin olorang的fasitator yang melakukan eksplorasi terkait alasan pemilihan karier mereka。Hasil diskusi dickat transktrip dikelompokkan sesuai dengan tema yang服务于语言selama kegiatan diskusi berlangsung。Delapan tema teridentifikasi dalam diskusi, yitu empat tema mayor, dua tema menengah, dan dua tema minor bergantung padingnya tema tersebut muncul dalam semua diskusi。特马市长杨曼库尔·阿达拉·潘达帕坦,prespreste, minat pribadi, dan pengaruh keluarga。狗仔队的信息是:“我的朋友,我的朋友,我的朋友,我的朋友,我的朋友。”我的女儿是我的女儿,我的女儿是我的女儿,我的女儿是我的女儿,我的女儿是我的女儿,我的女儿是我的女儿。
{"title":"Medical Student Career Choice’s Determinants: A Qualitative Study","authors":"Rizma Adlia Syakurah, Y. Prabandari, D. Widyandana, A. Kumara","doi":"10.29313/GMHC.V5I3.2799","DOIUrl":"https://doi.org/10.29313/GMHC.V5I3.2799","url":null,"abstract":"Choosing a career is an essential stage in medical students’ life. Previous researchers all across the world have been conducted studies to examine determinants of career choices in general and medical careers in sociodemographic and behavioral perspectives. While most of the studies centered on general career choices determinants and located mostly in western countries with general career choices as their topics, few studies explore about medical students’ career choices determinants in a collectivist culture like Indonesia. Hence, this study aimed to explore and describe determinants of medical students’ career choices in collectivist culture setting. Participants, 62 students in total, were recruited from all stages of undergraduate medical students in Sriwijaya University in November 2015 until January 2016. Each of focus groups was led by a facilitator to explore medical students’ career choices’ determinants. Transcripts encoded according to recurring topics and themes that came up during their discussions. Eight themes identified from the discussions were: four major, two intermediate and two minor issues. Major themes were financial gain, prestige, personal interest and family influence. In conclusion, some points can be used to increase medical students’ interest in various medical career fields. Exposure to medical career information should not target merely on medical students but also to their family and the community as well. Government roles in providing financial incentives as well as career opportunities to medical fields to increase the interest of medical students in the certain medical field. DETERMINAN KARIeER MAHASISWA KEDOKTERAN: SEBUAH STUDI KUALITATIF Pemilihan karier merupakan salah satu fase yang penting dalam kehidupan seorang mahasiswa kedokteran. Berbagai penelitian di seluruh dunia telah dilakukan dalam menemukan dan menganalisis determinan pemilihan karier seseorang, baik secara umum, maupun dalam dunia kedokteran secara khusus yang dilakukan pada perspektif sosiodemografi dan perilaku. Saat ini masih sedikit sekali penelitian yang dilakukan pada mahasiswa kedokteran yang bertujuan mengeksplorasi determinan pemilihan kariernya, terutama dalam lingkungan dengan kultur kolektivisme seperti di Indonesia. Penelitian ini ditujukan mengeksplorasi dan menjelaskan alasan pemilihan karier mahasiswa kedokteran pada lingkungan dengan kultur kolektivisme. Partisipan adalah semua mahasiswa kedokteran preklinik di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya yang berjumlah 62 orang. Penelitian dilakukan pada bulan November 2015–January 2016. Tiap kelompok diskusi terarah dipimpin oleh seorang fasilitator yang melakukan eksplorasi terkait alasan pemilihan karier mereka. Hasil diskusi dicatat dan transkrip dikelompokkan sesuai dengan tema yang sering muncul selama kegiatan diskusi berlangsung. Delapan tema teridentifikasi dalam diskusi, yaitu empat tema mayor, dua tema menengah, dan dua tema minor bergantung pada seringnya tema terseb","PeriodicalId":31502,"journal":{"name":"Global Medical Health Communication","volume":"5 1","pages":"236-240"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2017-12-27","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"42488495","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Penyakit kuning akut dapat disebabkan oleh infeksi virus hepatitis A, B, C, dan E dengan Hepatitis A dan E sebagai penyebab utama wabah. Gejala kuning pada kasus infeksi virus hepatitis A (HAV) muncul pada 2−6 minggu setelah pasien terinfeksi. Umumnya infeksi HAV tidak akan berkembang menjadi kronis, namun HAV dapat menyebabkan wabah. Pada tahun 2013 terjadi peningkatan penyakit kuning akut pada empat provinsi, yaitu Banten, Kepulauan Riau, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Selatan. Penelitian ini bertujuan mengetahui penyebab penyakit kuning akut yang terjadi pada kejadian luar biasa di empat provinsi tersebut. Pengumpulan data dilakukan dari merebaknya kasus penyakit kuning akut selama tahun 2013 di empat provinsi di Indonesia. Spesimen dikumpulkan dan dikirim ke laboratorium Virologi di Pusat Penelitian dan Pengembangan Biomedis dan Teknologi Dasar Kesehatan (Puslitbang BTDK), Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI. Spesimen diuji antibodi IgM HAV menggunakan metode enzyme immunoassay . Puslitbang BTDK menerima 102 spesimen dari tujuh kali laporan peningkatan kasus di empat provinsi, yaitu Banten, Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, dan Kepulauan Riau. Dari keseluruhan 102 spesimen, 38 spesimen (37%) positif IgM HAV, meliputi Banten 3 (2,9%), Kalimantan Selatan 7 (6,9%), Kepulauan Riau 4 (3,9%), dan Kalimantan Barat 24 (23,5%). Lebih banyak kasus perempuan dibanding dengan laki-laki dan dominan pada usia dewasa. Infeksi HAV adalah penyebab sindrom penyakit kuning akut di empat provinsi di Indonesia. HEPATITIS A VIRUS IDENTIFICATION ON ACUTE JAUNDICE SYNDROME IN SOME PROVINCES IN INDONESIA IN 2013 Acute jaundice can be caused by hepatitis A, B, C and E virus. Hepatitis A and E are often as the main cause of the jaundice outbreak. The symptoms of Hepatitis A virus infection (HAV) appear 2−6 weeks after the patient infected. Generally HAV infection will not develop into chronic stages, but HAV can cause an outbreak. In 2013 there was an increase of acute jaudice syndrome in four provinces that are Banten, Riau Islands, West Kalimantan and South Kalimantan. The study aims to determine the cause of acute jaundice syndrome that occurs in extraordinary events in the four provinces. Data collection was conducted from outbreaks of acute cases of jaundice during 2013 in four provinces in Indonesia. Specimens were collected and sent to the Virology Laboratory at the Center for Research and Development of Biomedical and Basic Health Technology (Puslitbang BTDK), National Institute of Health Research and Development, Ministry of Health. The specimens tested using IgM HAV antibody enzyme immunoassay method. Puslitbang BTDK received 102 specimens from seven extraordinary reports in four provinces namely Banten, South Kalimantan, West Kalimantan and Riau Islands. From all 102 specimens, 38 specimens (37%) were positive IgM HAV, including Banten 3 (2.9%), South Kalimantan 7 (6.9%), Riau Islands 4 (3.9%) and West Kalimantan 24 (
{"title":"Identifikasi Virus Hepatitis A pada Sindrom Penyakit Kuning Akut di Beberapa Provinsi di Indonesia Tahun 2013","authors":"Eka Pratiwi, Triyani Soekarso, Kindi Adam, Vivi Setiawaty","doi":"10.29313/gmhc.v5i3.2386","DOIUrl":"https://doi.org/10.29313/gmhc.v5i3.2386","url":null,"abstract":"Penyakit kuning akut dapat disebabkan oleh infeksi virus hepatitis A, B, C, dan E dengan Hepatitis A dan E sebagai penyebab utama wabah. Gejala kuning pada kasus infeksi virus hepatitis A (HAV) muncul pada 2−6 minggu setelah pasien terinfeksi. Umumnya infeksi HAV tidak akan berkembang menjadi kronis, namun HAV dapat menyebabkan wabah. Pada tahun 2013 terjadi peningkatan penyakit kuning akut pada empat provinsi, yaitu Banten, Kepulauan Riau, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Selatan. Penelitian ini bertujuan mengetahui penyebab penyakit kuning akut yang terjadi pada kejadian luar biasa di empat provinsi tersebut. Pengumpulan data dilakukan dari merebaknya kasus penyakit kuning akut selama tahun 2013 di empat provinsi di Indonesia. Spesimen dikumpulkan dan dikirim ke laboratorium Virologi di Pusat Penelitian dan Pengembangan Biomedis dan Teknologi Dasar Kesehatan (Puslitbang BTDK), Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI. Spesimen diuji antibodi IgM HAV menggunakan metode enzyme immunoassay . Puslitbang BTDK menerima 102 spesimen dari tujuh kali laporan peningkatan kasus di empat provinsi, yaitu Banten, Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, dan Kepulauan Riau. Dari keseluruhan 102 spesimen, 38 spesimen (37%) positif IgM HAV, meliputi Banten 3 (2,9%), Kalimantan Selatan 7 (6,9%), Kepulauan Riau 4 (3,9%), dan Kalimantan Barat 24 (23,5%). Lebih banyak kasus perempuan dibanding dengan laki-laki dan dominan pada usia dewasa. Infeksi HAV adalah penyebab sindrom penyakit kuning akut di empat provinsi di Indonesia. HEPATITIS A VIRUS IDENTIFICATION ON ACUTE JAUNDICE SYNDROME IN SOME PROVINCES IN INDONESIA IN 2013 Acute jaundice can be caused by hepatitis A, B, C and E virus. Hepatitis A and E are often as the main cause of the jaundice outbreak. The symptoms of Hepatitis A virus infection (HAV) appear 2−6 weeks after the patient infected. Generally HAV infection will not develop into chronic stages, but HAV can cause an outbreak. In 2013 there was an increase of acute jaudice syndrome in four provinces that are Banten, Riau Islands, West Kalimantan and South Kalimantan. The study aims to determine the cause of acute jaundice syndrome that occurs in extraordinary events in the four provinces. Data collection was conducted from outbreaks of acute cases of jaundice during 2013 in four provinces in Indonesia. Specimens were collected and sent to the Virology Laboratory at the Center for Research and Development of Biomedical and Basic Health Technology (Puslitbang BTDK), National Institute of Health Research and Development, Ministry of Health. The specimens tested using IgM HAV antibody enzyme immunoassay method. Puslitbang BTDK received 102 specimens from seven extraordinary reports in four provinces namely Banten, South Kalimantan, West Kalimantan and Riau Islands. From all 102 specimens, 38 specimens (37%) were positive IgM HAV, including Banten 3 (2.9%), South Kalimantan 7 (6.9%), Riau Islands 4 (3.9%) and West Kalimantan 24 (","PeriodicalId":31502,"journal":{"name":"Global Medical Health Communication","volume":"5 1","pages":"199-204"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2017-12-27","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"47878643","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Salah satu perilaku berisiko yang memiliki prevalensi tinggi di usia remaja adalah merokok, sedangkan seseorang yang merokok pada usia lebih muda akan lebih sulit berhenti dibanding dengan yang mulai merokok pada usia lebih tua. Tujuan penelitian ini mengidentifikasi faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku merokok pada remaja. Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian deskriptif dengan desain cross-sectional. Penelitian dilakukan di Kampung Bojong Rawalele, Pondok Gede, Bekasi, Jawa Barat periode Januari–Februari 2017. Populasi penelitian adalah remaja di kampung tersebut. Subjek penelitian adalah individu usia 10–19 tahun. Sampel yang diambil sebanyak 94 responden dengan teknik snowball sampling . Remaja yang terlibat berpendidikan belum tamat SD sampai sudah tamat SMA. Di antara 19 remaja perokok (20%), merokok rata-rata sebanyak 5–6 batang per hari dan sudah merokok rata-rata selama 2–3 tahun. Sebagian besar (95%) perokok tersebut ingin berhenti merokok. Analisis bivariat menunjukkan bahwa jenis kelamin, usia, pengalaman, pengetahuan, dan sikap berhubungan signifikan dengan perilaku merokok (p<0,05). Pendidikan tidak berhubungan dengan perilaku merokok (p≥0,05). Simpulan, prediktor perilaku merokok pada remaja di Kampung Bojong Rawalele adalah jenis kelamin, usia, pengalaman, pengetahuan, dan sikap. Disarankan kepada orangtua maupun sekolah untuk memperhatikan kelompok berisiko merokok pada remaja. FACTORS ASSOCIATED WITH TEENAGER’S SMOKING BEHAVIOR AT BOJONG RAWALELE, JATIMAKMUR, BEKASI One among risky behaviors of teenager was smoking. Someone who smoked at younger age would be more difficult to stop than who started smoking at an older age. The purpose of this study was to identify factors associated with smoking behavior in teenagers. This is a cross-sectional study on 94 teenagers 10 to 19 years old using snowball sampling technique. The study conducted from January to February 2017 at Bojong Rawalele, Pondok Gede, Bekasi, West Java. Results showed respondents have primary school to senior high school education. Among 19 smokers, ciggaretes were consumed 5–6 stems per day and they had smoked for 2–3 years on average. Most of the smokers wanted to stop smoking (95%). The bivariate analysis showed that gender, age, experience, knowledge, and attitude significantly associated with smoking behavior (p<0.05). However, education was not associated with smoking behavior (p≥0.05). In conclusion, the predictors of smoking behavior were gender, age, experience, knowledge, and attitude. It was suggested to parents and schools to pay attention to risky groups on smoking behavior.
{"title":"Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Merokok pada Remaja Kampung Bojong Rawalele, Jatimakmur, Bekasi","authors":"Erlina Wijayanti, Citra Dewi, Rifqatussa’adah Rifqatussa’adah","doi":"10.29313/gmhc.v5i3.2298","DOIUrl":"https://doi.org/10.29313/gmhc.v5i3.2298","url":null,"abstract":"Salah satu perilaku berisiko yang memiliki prevalensi tinggi di usia remaja adalah merokok, sedangkan seseorang yang merokok pada usia lebih muda akan lebih sulit berhenti dibanding dengan yang mulai merokok pada usia lebih tua. Tujuan penelitian ini mengidentifikasi faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku merokok pada remaja. Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian deskriptif dengan desain cross-sectional. Penelitian dilakukan di Kampung Bojong Rawalele, Pondok Gede, Bekasi, Jawa Barat periode Januari–Februari 2017. Populasi penelitian adalah remaja di kampung tersebut. Subjek penelitian adalah individu usia 10–19 tahun. Sampel yang diambil sebanyak 94 responden dengan teknik snowball sampling . Remaja yang terlibat berpendidikan belum tamat SD sampai sudah tamat SMA. Di antara 19 remaja perokok (20%), merokok rata-rata sebanyak 5–6 batang per hari dan sudah merokok rata-rata selama 2–3 tahun. Sebagian besar (95%) perokok tersebut ingin berhenti merokok. Analisis bivariat menunjukkan bahwa jenis kelamin, usia, pengalaman, pengetahuan, dan sikap berhubungan signifikan dengan perilaku merokok (p<0,05). Pendidikan tidak berhubungan dengan perilaku merokok (p≥0,05). Simpulan, prediktor perilaku merokok pada remaja di Kampung Bojong Rawalele adalah jenis kelamin, usia, pengalaman, pengetahuan, dan sikap. Disarankan kepada orangtua maupun sekolah untuk memperhatikan kelompok berisiko merokok pada remaja. FACTORS ASSOCIATED WITH TEENAGER’S SMOKING BEHAVIOR AT BOJONG RAWALELE, JATIMAKMUR, BEKASI One among risky behaviors of teenager was smoking. Someone who smoked at younger age would be more difficult to stop than who started smoking at an older age. The purpose of this study was to identify factors associated with smoking behavior in teenagers. This is a cross-sectional study on 94 teenagers 10 to 19 years old using snowball sampling technique. The study conducted from January to February 2017 at Bojong Rawalele, Pondok Gede, Bekasi, West Java. Results showed respondents have primary school to senior high school education. Among 19 smokers, ciggaretes were consumed 5–6 stems per day and they had smoked for 2–3 years on average. Most of the smokers wanted to stop smoking (95%). The bivariate analysis showed that gender, age, experience, knowledge, and attitude significantly associated with smoking behavior (p<0.05). However, education was not associated with smoking behavior (p≥0.05). In conclusion, the predictors of smoking behavior were gender, age, experience, knowledge, and attitude. It was suggested to parents and schools to pay attention to risky groups on smoking behavior.","PeriodicalId":31502,"journal":{"name":"Global Medical Health Communication","volume":"5 1","pages":"194-198"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2017-12-27","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"45947506","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Giyawati Yulilania Okinarum, I. Afriandi, Dida A. Gurnida, Herry Herman, Herry Garna, Tono Djuwantono
Kesehatan dan gizi yang buruk pada anak usia sekolah dapat menghambat pertumbuhan fisik, perkembangan, dan kecerdasan. Konsumsi pangan masyarakat Indonesia belum sesuai dengan pesan gizi seimbang. Aplikasi Sayang ke Buah Hati (SEHATI) diharapkan dapat menjadi alat strategi promosi kesehatan untuk meningkatkan asupan zat gizi anak dan pengetahuan ibu menerapkan konsumsi aneka ragam makanan gizi seimbang. Tujuan penelitian ini menganalisis perbedaan asupan zat gizi anak dan pengetahuan ibu menerapkan konsumsi aneka ragam makanan gizi seimbang pada anak sekolah dasar sebelum dengan sesudah diterapkan aplikasi SEHATI. Periode penelitian 2–18 Maret 2017 di SDIT Jabal Nur Yogyakarta. Subjek adalah ibu yang memiliki anak usia sekolah dasar (8–12 tahun) dan anaknya yang memenuhi kriteria penelitian. Penelitian ini merupakan randomized controlled trial (RCT). Pengambilan sampel dilakukan secara acak. Kelompok intervensi mendapatkan pemasangan aplikasi SEHATI dan kontrol diberikan pendidikan kesehatan, tiap-tiap kelompok terdiri atas 30 responden. Data diolah dengan uji nonparametrik, yaitu uji t berpasangan pada data yang berdistribusi normal dan uji Mann-Whitney pada data yang tidak berdistribusi normal. Terdapat perbedaan bermakna penggunaan aplikasi SEHATI terhadap peningkatan pengetahuan ibu pada kelompok intervensi (25,9%; p≤0,001), terjadi peningkatan skor asupan zat gizi anak pada kelompok intervensi yang bermakna, yaitu karbohidrat (13,8%; p=0,038) dan vitamin A (51,5%; p=0,005). Simpulan, terdapat perbedaan peningkatan asupan zat gizi dan pengetahuan ibu menerapkan konsumsi aneka ragam makanan gizi seimbang pada anak sekolah dasar sebelum dengan sesudah penggunaan aplikasi SEHATI. SAYANG KE BUAH HATI (SEHATI) APPLICATION USAGE ON CHILDREN NUTRIENT INTAKE AND MOTHERS’ KNOWLEDGE IN IMPLEMENTING NUTRITIONALLY BALANCED FOOD VARIETY AMONG PRIMARY SCHOOL CHILDREN Nutrient imbalance affects children growth and development. Sayang ke Buah Hati (SEHATI) was an application developed for health promotion strategies to increase children nutrient intake and mothers’ knowledge in implementing consumption on nutritionally balanced food variety. The purpose of this study was to analyze the differences of children nutrient intake and mothers’ knowledge in implementing consumption of a variety of nutritionally balanced food on primary school children before and after applying the SEHATI application. Subjects were 30 randomly selected mothers who have primary school age children (8−12 years) and their children. This study is a randomized controlled trial (RCT) conducted on 2–18 of March 2017 in SDIT Jabal Nur Yogyakarta. The intervention group got the SEHATI application installed and health education. The data collected is processed by the paired t test on normally distributed data and Mann Whitney tests on data that are not normally distributed. Results showed significant increased knowledge of mothers in the intervention group significantly (25.9%, p≤0.001). Inc
不良的健康状况和对学龄儿童的建议会减缓身体的生长、发育和智力。印尼的食品消费不符合平衡的吉兹信息。亲爱的心应用程序(ALL)有望成为一种健康促进策略的工具,以增加儿童营养素的摄入,而母亲的知识则应用于均衡消费各种奇怪的食物营养素。本研究的目的是分析儿童营养素的假设与母亲在应用前后小学儿童营养素消耗是奇数且儿童营养素消费是平衡的知识之间的差异。研究期间:2017年3月2日至18日,在日惹Jabal Nur SDIT。受试者是一位基本学龄(8-12岁)的母亲和符合研究标准的孩子。本研究为随机对照试验(RCT)。随机取样。干预组安装了SEHATI应用程序,并为对照组提供了健康教育,每组由30多名受访者组成。数据是非参数检验,即耦合到正态分布数据的t检验和耦合到非正态分布的Mann-Whitney检验。在干预组(25.9%;p≤0.001)中,使用SEHATI应用程序与增加母亲知识相比,有意义的干预组中儿童消化物质的吸收得分有所增加,即碳水化合物(13.8%;p=0.038)和维生素a(51.5%;p=0.005)。总之,在使用SEHATI应用前后,与小学生相比,在吉兹的摄入量增加和母亲应用吉兹食品品种的异常消费知识方面存在差异。SAYANG KE BUAH HATI(SEHATI)在儿童营养摄入中的应用——母亲在实施小学儿童营养均衡食品品种中的知识营养失衡影响儿童的生长发育。Sayang-ke-Buah-Hati(SEHATI)是一个为健康促进策略开发的应用程序,旨在增加儿童营养摄入和母亲在实施营养均衡食品品种消费方面的知识。本研究的目的是分析在应用SEHATI应用前后,儿童营养摄入和母亲在实施各种营养均衡食品消费方面的知识差异。受试者是30名随机选择的母亲,她们有小学年龄的孩子(8-12岁)及其子女。本研究是一项随机对照试验(RCT),于2017年3月2日至18日在日惹Jabal Nur SDIT进行。干预组安装了SEHATI应用程序并进行了健康教育。所收集的数据通过对正态分布数据的配对t检验和对非正态分布的数据的Mann-Whitney检验进行处理。结果显示,干预组母亲的知识显著增加(25.9%,p≤0.001)。干预组儿童营养素得分增加的是碳水化合物(13.8%,p=0.038)和维生素A(51.5%,p=0.005)。在小学儿童使用SEHATI前后,儿童营养摄入和母亲在实施各种营养均衡食品消费方面的知识存在差异。
{"title":"Penggunaan Aplikasi Sayang ke Buah Hati (SEHATI) terhadap Asupan Zat Gizi Anak dan Pengetahuan Ibu Menerapkan Konsumsi Aneka Ragam Makanan Gizi Seimbang pada Anak Sekolah Dasar","authors":"Giyawati Yulilania Okinarum, I. Afriandi, Dida A. Gurnida, Herry Herman, Herry Garna, Tono Djuwantono","doi":"10.29313/GMHC.V5I3.2576","DOIUrl":"https://doi.org/10.29313/GMHC.V5I3.2576","url":null,"abstract":"Kesehatan dan gizi yang buruk pada anak usia sekolah dapat menghambat pertumbuhan fisik, perkembangan, dan kecerdasan. Konsumsi pangan masyarakat Indonesia belum sesuai dengan pesan gizi seimbang. Aplikasi Sayang ke Buah Hati (SEHATI) diharapkan dapat menjadi alat strategi promosi kesehatan untuk meningkatkan asupan zat gizi anak dan pengetahuan ibu menerapkan konsumsi aneka ragam makanan gizi seimbang. Tujuan penelitian ini menganalisis perbedaan asupan zat gizi anak dan pengetahuan ibu menerapkan konsumsi aneka ragam makanan gizi seimbang pada anak sekolah dasar sebelum dengan sesudah diterapkan aplikasi SEHATI. Periode penelitian 2–18 Maret 2017 di SDIT Jabal Nur Yogyakarta. Subjek adalah ibu yang memiliki anak usia sekolah dasar (8–12 tahun) dan anaknya yang memenuhi kriteria penelitian. Penelitian ini merupakan randomized controlled trial (RCT). Pengambilan sampel dilakukan secara acak. Kelompok intervensi mendapatkan pemasangan aplikasi SEHATI dan kontrol diberikan pendidikan kesehatan, tiap-tiap kelompok terdiri atas 30 responden. Data diolah dengan uji nonparametrik, yaitu uji t berpasangan pada data yang berdistribusi normal dan uji Mann-Whitney pada data yang tidak berdistribusi normal. Terdapat perbedaan bermakna penggunaan aplikasi SEHATI terhadap peningkatan pengetahuan ibu pada kelompok intervensi (25,9%; p≤0,001), terjadi peningkatan skor asupan zat gizi anak pada kelompok intervensi yang bermakna, yaitu karbohidrat (13,8%; p=0,038) dan vitamin A (51,5%; p=0,005). Simpulan, terdapat perbedaan peningkatan asupan zat gizi dan pengetahuan ibu menerapkan konsumsi aneka ragam makanan gizi seimbang pada anak sekolah dasar sebelum dengan sesudah penggunaan aplikasi SEHATI. SAYANG KE BUAH HATI (SEHATI) APPLICATION USAGE ON CHILDREN NUTRIENT INTAKE AND MOTHERS’ KNOWLEDGE IN IMPLEMENTING NUTRITIONALLY BALANCED FOOD VARIETY AMONG PRIMARY SCHOOL CHILDREN Nutrient imbalance affects children growth and development. Sayang ke Buah Hati (SEHATI) was an application developed for health promotion strategies to increase children nutrient intake and mothers’ knowledge in implementing consumption on nutritionally balanced food variety. The purpose of this study was to analyze the differences of children nutrient intake and mothers’ knowledge in implementing consumption of a variety of nutritionally balanced food on primary school children before and after applying the SEHATI application. Subjects were 30 randomly selected mothers who have primary school age children (8−12 years) and their children. This study is a randomized controlled trial (RCT) conducted on 2–18 of March 2017 in SDIT Jabal Nur Yogyakarta. The intervention group got the SEHATI application installed and health education. The data collected is processed by the paired t test on normally distributed data and Mann Whitney tests on data that are not normally distributed. Results showed significant increased knowledge of mothers in the intervention group significantly (25.9%, p≤0.001). Inc","PeriodicalId":31502,"journal":{"name":"Global Medical Health Communication","volume":"5 1","pages":"219-227"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2017-12-27","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"43876928","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
F. Tih, Cherry Azaria, Julia Windi Gunadi, R. T. Rumanti, Alfred Tri Susanto, Alissa Amelia Santoso, Firsty Tasya Evitasari
Dismenore merupakan gangguan menstruasi dengan prevalensi terbesar diikuti gejala sindrom premenstruasi yang mencakup gejala fisik dan psikologis. Asupan mikronutrien kalsium dan magnesium dapat membantu mengatasi keluhan ini. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh konsumsi suplemen kalsium dan magnesium terhadap dismenore dan gejala sindrom premenstrual pada perempuan berusia 19–23 tahun. Penelitian ini merupakan eksperimental kuasi dengan rancangan pretes dan postes. Penelitian dilakukan di Universitas Kristen Maranatha Bandung pada bulan Juli–Desember 2016. Subjek penelitian adalah 60 orang perempuan berusia 19–23 tahun, dibagi menjadi dua kelompok secara acak untuk pemberian bahan uji kalsium (1.000 mg/hari) atau magnesium (250 mg/hari) yang diberikan mulai hari kedua menstruasi sampai siklus menstruasi yang berikutnya. Kadar kalsium atau magnesium serum diukur dengan metode spektrofotometri. Dismenore diukur dengan skala nyeri visual analog scale (VAS), sedangkan skor sindrom premenstrual diukur dengan shortened premenstrual assessment form sebelum dan sesudah pemberian bahan uji. Konsumsi kalsium menurunkan skor skala VAS rata-rata pada dismenore dari 6,97 menjadi 3,80 (p=0,000) dan skor total gejala sindrom premenstrual rata-rata dari 15,07 menjadi 10,80 (p=0,000). Konsumsi magnesium mengurangi skor skala VAS rata-rata pada dismenore dari 7 menjadi 4 (p=0,000) dan skor total gejala sindrom premenstrual rata-rata dari 12,27 menjadi 9,87 (p=0,001). Simpulan penelitian ini adalah konsumsi suplemen kalsium atau magnesium mengurangi keluhan dismenore dan gejala sindrom premenstrual pada perempuan usia 19–23 tahun. EFFECT OF CALCIUM AND MAGNESIUM SUPPLEMENTS ON PRIMARY DYSMENORRHEA AND PREMENSTRUAL SYNDROME IN 19–23 YEARS OLD WOMEN Dysmenorrhea is a menstrual disorder with the greatest prevalence followed by premenstrual syndrome that includes physical and psychological symptoms. Micronutrients intake of calcium and magnesium can help overcome these complaints. This research was conducted to find out the effect of calcium and magnesium supplements consumption on dysmenorrhea and premenstrual syndrome symptoms in 19–23 years old women. This was quasi experimental research with pre- and post-test design. The research was conducted in Maranatha Christian University Bandung from July to December 2016. The subjects of research were 60 women aged 19–23 years old, divided into two groups randomly. One group given calcium (1,000 mg/day) or magnesium (250 mg/day), which was given at the second day of menstruation until the next menstrual cycle. Serum levels of calcium or magnesium were measured with spectrophotometry method. Dysmenorrhea was measured with visual analog scale (VAS), whereas score of premenstrual syndrome was measured with shortened premenstrual assessment form, before and after treatment. The consumption of calcium lowers the VAS score average on dysmenorrhea from 6.97 to 3.80 (p=0.000) and the mean score of premenstrual syndr
{"title":"Efek Konsumsi Suplemen Kalsium dan Magnesium terhadap Dismenore Primer dan Sindrom Premenstruasi pada Perempuan Usia 19–23 Tahun","authors":"F. Tih, Cherry Azaria, Julia Windi Gunadi, R. T. Rumanti, Alfred Tri Susanto, Alissa Amelia Santoso, Firsty Tasya Evitasari","doi":"10.29313/gmhc.v5i3.2161","DOIUrl":"https://doi.org/10.29313/gmhc.v5i3.2161","url":null,"abstract":"Dismenore merupakan gangguan menstruasi dengan prevalensi terbesar diikuti gejala sindrom premenstruasi yang mencakup gejala fisik dan psikologis. Asupan mikronutrien kalsium dan magnesium dapat membantu mengatasi keluhan ini. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh konsumsi suplemen kalsium dan magnesium terhadap dismenore dan gejala sindrom premenstrual pada perempuan berusia 19–23 tahun. Penelitian ini merupakan eksperimental kuasi dengan rancangan pretes dan postes. Penelitian dilakukan di Universitas Kristen Maranatha Bandung pada bulan Juli–Desember 2016. Subjek penelitian adalah 60 orang perempuan berusia 19–23 tahun, dibagi menjadi dua kelompok secara acak untuk pemberian bahan uji kalsium (1.000 mg/hari) atau magnesium (250 mg/hari) yang diberikan mulai hari kedua menstruasi sampai siklus menstruasi yang berikutnya. Kadar kalsium atau magnesium serum diukur dengan metode spektrofotometri. Dismenore diukur dengan skala nyeri visual analog scale (VAS), sedangkan skor sindrom premenstrual diukur dengan shortened premenstrual assessment form sebelum dan sesudah pemberian bahan uji. Konsumsi kalsium menurunkan skor skala VAS rata-rata pada dismenore dari 6,97 menjadi 3,80 (p=0,000) dan skor total gejala sindrom premenstrual rata-rata dari 15,07 menjadi 10,80 (p=0,000). Konsumsi magnesium mengurangi skor skala VAS rata-rata pada dismenore dari 7 menjadi 4 (p=0,000) dan skor total gejala sindrom premenstrual rata-rata dari 12,27 menjadi 9,87 (p=0,001). Simpulan penelitian ini adalah konsumsi suplemen kalsium atau magnesium mengurangi keluhan dismenore dan gejala sindrom premenstrual pada perempuan usia 19–23 tahun. EFFECT OF CALCIUM AND MAGNESIUM SUPPLEMENTS ON PRIMARY DYSMENORRHEA AND PREMENSTRUAL SYNDROME IN 19–23 YEARS OLD WOMEN Dysmenorrhea is a menstrual disorder with the greatest prevalence followed by premenstrual syndrome that includes physical and psychological symptoms. Micronutrients intake of calcium and magnesium can help overcome these complaints. This research was conducted to find out the effect of calcium and magnesium supplements consumption on dysmenorrhea and premenstrual syndrome symptoms in 19–23 years old women. This was quasi experimental research with pre- and post-test design. The research was conducted in Maranatha Christian University Bandung from July to December 2016. The subjects of research were 60 women aged 19–23 years old, divided into two groups randomly. One group given calcium (1,000 mg/day) or magnesium (250 mg/day), which was given at the second day of menstruation until the next menstrual cycle. Serum levels of calcium or magnesium were measured with spectrophotometry method. Dysmenorrhea was measured with visual analog scale (VAS), whereas score of premenstrual syndrome was measured with shortened premenstrual assessment form, before and after treatment. The consumption of calcium lowers the VAS score average on dysmenorrhea from 6.97 to 3.80 (p=0.000) and the mean score of premenstrual syndr","PeriodicalId":31502,"journal":{"name":"Global Medical Health Communication","volume":"5 1","pages":"159-166"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2017-12-27","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"46452467","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Diabetes melitus (DM) adalah sekelompok gangguan metabolisme bersifat kronik yang ditandai peningkatan kadar glukosa darah serta gangguan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein. Setiap tahun lebih dari empat juta orang meninggal akibat DM, dan jutaan orang mengalami efek buruk atau kondisi yang mengancam jiwa seperti serangan jantung, strok, gagal ginjal, kebutaan, dan amputasi. Kemampuan individu mengelola kehidupan sehari-hari serta mengendalikan dan mengurangi dampak penyakit yang dideritanya dikenal dengan self-management , yaitu mengikuti pola makan sehat, meningkatkan kegiatan jasmani, menggunakan obat DM dan obat pada keadaan khusus secara aman dan teratur, melakukan pemantauan kadar gula darah, serta perawatan kaki secara berkala. Beberapa penelitian melaporkan bahwa masih sedikit penderita DM melakukan pemantauan gula darah dengan baik. Penelitian ini bertujuan memperoleh pemahaman mendalam tentang pengalaman penderita DM dalam pemeriksaan kadar glukosa darah dengan menggunakan metode penelitian kualitatif pendekatan fenomenologi. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli–September 2016 di wilayah kerja Puskesmas Jatiwarna, Bekasi. Hasil analisis data teridentifikasi faktor pendukung pemeriksaan glukosa darah adalah faktor psikologis, sosial, edukasi, ekonomi, dan akses. Faktor penghambatnya adalah faktor psikologis, sosial, edukasi, penggunaan obat, sikap terhadap penyakit, dan persepsi terhadap jaminan kesehatan. Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi masukan dalam meningkatkan kualitas edukasi dan pendampingan tenaga kesehatan kepada pasien sehingga pasien terbantu meningkatkan adaptasi dan kemampuannya memantau glukosa darah secara mandiri. SUPPORTING AND INHIBITING FACTORS OF DIABETES MELLITUS PATIENTS IN PERFORMING BLOOD GLUCOSE EXAMINATION Diabetes mellitus (DM) is a chronic metabolic disorder marked by an increase in blood glucose levels and impaired metabolism of carbohydrates, fats, and proteins. Every year more than four million people die because diabetes and millions of people experience the ill effects of diabetes or life-threatening conditions such as heart attack, stroke, kidney failure, blindness, and amputation. The individual's ability to manage life, control and reduce the impact of the disease known as self-management is to follow a healthy diet, increasing physical activity, using the drug safely and regularly, monitoring blood sugar levels as well as maintenance feet regularly. Several studies reported only small number of DM patients examined blood glucose levels routinely. This study aim to gain a thorough understanding of individual experience with DM in examining blood glucose levels. This study used qualitative research with a phenomenological approach from July to September 2016 at Jatiwarna, Bekasi. The results identified factors supporting blood glucose examination were: psychological factors, social, educational, economic, and access to health care. The inhibiting factors were psychological factors,
{"title":"Faktor Pendukung dan Penghambat Penderita Diabetes Melitus dalam Melakukan Pemeriksaan Glukosa Darah","authors":"Rizana Fajrunni’mah, Diah Lestari, Angki Purwanti","doi":"10.29313/GMHC.V5I3.2181","DOIUrl":"https://doi.org/10.29313/GMHC.V5I3.2181","url":null,"abstract":"Diabetes melitus (DM) adalah sekelompok gangguan metabolisme bersifat kronik yang ditandai peningkatan kadar glukosa darah serta gangguan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein. Setiap tahun lebih dari empat juta orang meninggal akibat DM, dan jutaan orang mengalami efek buruk atau kondisi yang mengancam jiwa seperti serangan jantung, strok, gagal ginjal, kebutaan, dan amputasi. Kemampuan individu mengelola kehidupan sehari-hari serta mengendalikan dan mengurangi dampak penyakit yang dideritanya dikenal dengan self-management , yaitu mengikuti pola makan sehat, meningkatkan kegiatan jasmani, menggunakan obat DM dan obat pada keadaan khusus secara aman dan teratur, melakukan pemantauan kadar gula darah, serta perawatan kaki secara berkala. Beberapa penelitian melaporkan bahwa masih sedikit penderita DM melakukan pemantauan gula darah dengan baik. Penelitian ini bertujuan memperoleh pemahaman mendalam tentang pengalaman penderita DM dalam pemeriksaan kadar glukosa darah dengan menggunakan metode penelitian kualitatif pendekatan fenomenologi. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli–September 2016 di wilayah kerja Puskesmas Jatiwarna, Bekasi. Hasil analisis data teridentifikasi faktor pendukung pemeriksaan glukosa darah adalah faktor psikologis, sosial, edukasi, ekonomi, dan akses. Faktor penghambatnya adalah faktor psikologis, sosial, edukasi, penggunaan obat, sikap terhadap penyakit, dan persepsi terhadap jaminan kesehatan. Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi masukan dalam meningkatkan kualitas edukasi dan pendampingan tenaga kesehatan kepada pasien sehingga pasien terbantu meningkatkan adaptasi dan kemampuannya memantau glukosa darah secara mandiri. SUPPORTING AND INHIBITING FACTORS OF DIABETES MELLITUS PATIENTS IN PERFORMING BLOOD GLUCOSE EXAMINATION Diabetes mellitus (DM) is a chronic metabolic disorder marked by an increase in blood glucose levels and impaired metabolism of carbohydrates, fats, and proteins. Every year more than four million people die because diabetes and millions of people experience the ill effects of diabetes or life-threatening conditions such as heart attack, stroke, kidney failure, blindness, and amputation. The individual's ability to manage life, control and reduce the impact of the disease known as self-management is to follow a healthy diet, increasing physical activity, using the drug safely and regularly, monitoring blood sugar levels as well as maintenance feet regularly. Several studies reported only small number of DM patients examined blood glucose levels routinely. This study aim to gain a thorough understanding of individual experience with DM in examining blood glucose levels. This study used qualitative research with a phenomenological approach from July to September 2016 at Jatiwarna, Bekasi. The results identified factors supporting blood glucose examination were: psychological factors, social, educational, economic, and access to health care. The inhibiting factors were psychological factors, ","PeriodicalId":31502,"journal":{"name":"Global Medical Health Communication","volume":"5 1","pages":"174-181"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2017-12-27","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"48735749","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Brusein-A diduga menyebabkan apoptosis. Salah satu protein yang berperan dalam proses apoptosis adalah caspase-3 . Penelitian ini bertujuan mengetahui aktivitas antikanker brusein-A terhadap ekspresi caspase-3 pada kanker payudara. Penelitian menggunakan rancang acak lengkap. Sebanyak 27 ekor tikus betina berumur 12 minggu diberi dimethylbenzanthracene (DMBA) 20 mg/kgBB per oral selama 3 minggu sampai terbentuk kanker payudara. Selanjutnya, dibagi dalam 9 kelompok perlakuan brusein-A, yaitu 0; 2,5; 5; 7,5; 10; 12,5; 15; 17,5; dan 20 mg/L selama 28 hari. Parameter yang diukur adalah ekspresi caspase-3 yang dinilai berdasar atas persentase sitoplasma yang berwarna coklat. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Patologi-Anatomi dan Laboratorium Biokimia, Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Puspiptek) Serpong tahun 2015–2016. Hasil penelitian menunjukkan ekspresi caspase-3 rata-rata pada dosis 0 mg/L sebesar 4%, 2,5 mg/L sebesar 15,3%, 5 mg/L sebesar 21%, 7,5 mg/L sebesar 25%, 10 mg/L sebesar 41%, 12,5 mg/L sebesar 65%, 15 mg/L sebesar 75,3%, 17,5 mg/L sebesar 84%, dan 20 mg/L sebesar 94,7%. Hasil uji one way ANOVA menunjukkan perbedaan ekspresi caspase-3 rata-rata yang signifikan antarkelompok perlakuan (p=0,0001). Uji korelasi Spearman menunjukkan hubungan yang sangat erat dan positif antara dosis brusein-A dan ekspresi caspase-3 (r=0,994). Simpulan, brusein-A meningkatkan ekpresi caspase-3 pada kanker payudara tikus yang diinduksi DMBA. CASPASE-3 EXPRESSION ON BREAST CANCER RATS AFTER BRUSEIN-A ADMINISTRATION Brusein-A is thought to cause apoptosis. Caspase-3 is a protein that plays a role in the process of apoptosis. This study aims to determine anticancer activity of brusein-A on the expression of caspase-3 in breast cancer. This study uses a completely randomized control design. A total of 27 female rats, 12 week aged, were given 20 mg dimethylbenzanthracene (DMBA)/kgBW peroral for 3 weeks until they had breast cancer. They divided into 9 treatment group of brusein A, that were 0, 2.5, 5, 7.5, 10, 12.5, 15, 17.5, and 20 mg/L for 28 days. Parameter measured were caspase-3 expression, assessed on the percentage of brown cytoplasm. This research was conducted in Pathology-Anatomy Laboratory and Biochemistry Laboratory, Research Center for Science and Technology (Puspiptek) Serpong in 2015–2016. The results showed caspase expression rate of 4%, 15.3%, 21%, 25%, 41%, 65%, 75.3%, 84%, and 94.7% on the dosage of , 2.5, 5, 7.5, 10, 12.5, 15, 17.5, and 20 mg/L respectively. The one way ANOVA test results showed significant difference of caspase-3 expression between treatment group (p=0.0001). Spearman's rank correlation test showed that a very close and positive relationship between brusein-A dose and caspase-3 expression (r=0.994). In conclusion, brusein-A increased caspase-3 expression in DMBA induced breast cancer rats.
{"title":"Ekspresi Caspase-3 pada Kanker Payudara Tikus Setelah Pemberian Antikanker Brusein-A","authors":"Muhartono Muhartono, Subeki Subeki","doi":"10.29313/gmhc.v5i3.2263","DOIUrl":"https://doi.org/10.29313/gmhc.v5i3.2263","url":null,"abstract":"Brusein-A diduga menyebabkan apoptosis. Salah satu protein yang berperan dalam proses apoptosis adalah caspase-3 . Penelitian ini bertujuan mengetahui aktivitas antikanker brusein-A terhadap ekspresi caspase-3 pada kanker payudara. Penelitian menggunakan rancang acak lengkap. Sebanyak 27 ekor tikus betina berumur 12 minggu diberi dimethylbenzanthracene (DMBA) 20 mg/kgBB per oral selama 3 minggu sampai terbentuk kanker payudara. Selanjutnya, dibagi dalam 9 kelompok perlakuan brusein-A, yaitu 0; 2,5; 5; 7,5; 10; 12,5; 15; 17,5; dan 20 mg/L selama 28 hari. Parameter yang diukur adalah ekspresi caspase-3 yang dinilai berdasar atas persentase sitoplasma yang berwarna coklat. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Patologi-Anatomi dan Laboratorium Biokimia, Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Puspiptek) Serpong tahun 2015–2016. Hasil penelitian menunjukkan ekspresi caspase-3 rata-rata pada dosis 0 mg/L sebesar 4%, 2,5 mg/L sebesar 15,3%, 5 mg/L sebesar 21%, 7,5 mg/L sebesar 25%, 10 mg/L sebesar 41%, 12,5 mg/L sebesar 65%, 15 mg/L sebesar 75,3%, 17,5 mg/L sebesar 84%, dan 20 mg/L sebesar 94,7%. Hasil uji one way ANOVA menunjukkan perbedaan ekspresi caspase-3 rata-rata yang signifikan antarkelompok perlakuan (p=0,0001). Uji korelasi Spearman menunjukkan hubungan yang sangat erat dan positif antara dosis brusein-A dan ekspresi caspase-3 (r=0,994). Simpulan, brusein-A meningkatkan ekpresi caspase-3 pada kanker payudara tikus yang diinduksi DMBA. CASPASE-3 EXPRESSION ON BREAST CANCER RATS AFTER BRUSEIN-A ADMINISTRATION Brusein-A is thought to cause apoptosis. Caspase-3 is a protein that plays a role in the process of apoptosis. This study aims to determine anticancer activity of brusein-A on the expression of caspase-3 in breast cancer. This study uses a completely randomized control design. A total of 27 female rats, 12 week aged, were given 20 mg dimethylbenzanthracene (DMBA)/kgBW peroral for 3 weeks until they had breast cancer. They divided into 9 treatment group of brusein A, that were 0, 2.5, 5, 7.5, 10, 12.5, 15, 17.5, and 20 mg/L for 28 days. Parameter measured were caspase-3 expression, assessed on the percentage of brown cytoplasm. This research was conducted in Pathology-Anatomy Laboratory and Biochemistry Laboratory, Research Center for Science and Technology (Puspiptek) Serpong in 2015–2016. The results showed caspase expression rate of 4%, 15.3%, 21%, 25%, 41%, 65%, 75.3%, 84%, and 94.7% on the dosage of , 2.5, 5, 7.5, 10, 12.5, 15, 17.5, and 20 mg/L respectively. The one way ANOVA test results showed significant difference of caspase-3 expression between treatment group (p=0.0001). Spearman's rank correlation test showed that a very close and positive relationship between brusein-A dose and caspase-3 expression (r=0.994). In conclusion, brusein-A increased caspase-3 expression in DMBA induced breast cancer rats.","PeriodicalId":31502,"journal":{"name":"Global Medical Health Communication","volume":"5 1","pages":"189-193"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2017-12-27","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"42518199","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
D. Marina, Harry Galuh Nugraha, Leni Santiana, Lanny Noor Diyanti
Hipertensi merupakan prekursor perkembangan perlemakan hati nonalkoholik. Modalitas pencitraan USG paling banyak digunakan untuk menegakkan diagnosis perlemakan hati nonalkoholik. Saat ini dikembangkan teknik USG menggunakan parameter indeks hepatorenal sonografi yang dihitung dengan program software ImageJ dan digunakan untuk memprediksi derajat perlemakan hati. Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan antara stadium hipertensi dan derajat perlemakan hati nonalkoholik menggunakan indeks hepatorenal sonografi. Penelitian menggunakan studi observasional analitik dengan rancangan cross sectional, pengambilan sampel dilakukan secara consecutive admission . Penelitian dilaksanakan di Bagian Radiologi RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung periode Juni–Agustus 2016. Subjek penelitian 50 orang, laki-laki 22 orang, perempuan 28 orang, usia termuda 25 tahun, dan tertua 77 tahun. Hasil penelitian melalui uji statistik chi-square menunjukkan derajat perlemakan hati nonalkoholik ringan lebih banyak pada prehipertensi (9 dari 16), derajat sedang pada hipertensi stadium I (10 dari 19), dan derajat berat pada hipertensi stadium II (8 dari 15) dengan p<0,001. Perlemakan hati nonalkoholik derajat sedang dan berat lebih sering ditemukan pada perempuan dengan hipertensi (p=0,005) Simpulan, terdapat hubungan antara stadium hipertensi dan derajat perlemakan hati nonalkoholik menggunakan indeks hepatorenal sonografi. THE ASSOCIATION OF HYPERTENSION STAGE AND NON-ALCOHOLIC FATTY LIVER DEGREE USING HEPATORENAL SONOGRAPHY INDEX Hypertension is considered as a precursor to the development of non-alcoholic fatty liver disease (NAFLD). Ultrasonography techniques have been developed using sonography hepatorenal index parameter calculated by ImageJ, that can predict the degree of NAFLD. This study aim to determine the relationship between hypertension stage and the degree of NAFLD using sonography hepatorenal index. The research is an observational using cross sectional methods, with consecutive admission sampling method. The study was performed at Dr. Hasan Sadikin Hospital Bandung from June to August 2016. A total of 50 subjects, 22 men and 28 women, with the youngest 25 and the oldest 77 years old participated. Results indicated that the mild degree of NAFLD were higher on prehypertension (9 of 16), the moderate degree on stage I hypertension (10 of 19), while the severe degree found on stage II hypertension (8 of 15), with p<0.001. Moderate and severe degree of NAFLD in hypertensive patient is more common in women (p=0.005). In conclusion, there was a relationship between hypertension stage and the degree of NAFLD.
{"title":"Hubungan Stadium Hipertensi dengan Derajat Perlemakan Menggunakan Indeks Hepatorenal Sonografi","authors":"D. Marina, Harry Galuh Nugraha, Leni Santiana, Lanny Noor Diyanti","doi":"10.29313/GMHC.V5I3.2175","DOIUrl":"https://doi.org/10.29313/GMHC.V5I3.2175","url":null,"abstract":"Hipertensi merupakan prekursor perkembangan perlemakan hati nonalkoholik. Modalitas pencitraan USG paling banyak digunakan untuk menegakkan diagnosis perlemakan hati nonalkoholik. Saat ini dikembangkan teknik USG menggunakan parameter indeks hepatorenal sonografi yang dihitung dengan program software ImageJ dan digunakan untuk memprediksi derajat perlemakan hati. Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan antara stadium hipertensi dan derajat perlemakan hati nonalkoholik menggunakan indeks hepatorenal sonografi. Penelitian menggunakan studi observasional analitik dengan rancangan cross sectional, pengambilan sampel dilakukan secara consecutive admission . Penelitian dilaksanakan di Bagian Radiologi RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung periode Juni–Agustus 2016. Subjek penelitian 50 orang, laki-laki 22 orang, perempuan 28 orang, usia termuda 25 tahun, dan tertua 77 tahun. Hasil penelitian melalui uji statistik chi-square menunjukkan derajat perlemakan hati nonalkoholik ringan lebih banyak pada prehipertensi (9 dari 16), derajat sedang pada hipertensi stadium I (10 dari 19), dan derajat berat pada hipertensi stadium II (8 dari 15) dengan p<0,001. Perlemakan hati nonalkoholik derajat sedang dan berat lebih sering ditemukan pada perempuan dengan hipertensi (p=0,005) Simpulan, terdapat hubungan antara stadium hipertensi dan derajat perlemakan hati nonalkoholik menggunakan indeks hepatorenal sonografi. THE ASSOCIATION OF HYPERTENSION STAGE AND NON-ALCOHOLIC FATTY LIVER DEGREE USING HEPATORENAL SONOGRAPHY INDEX Hypertension is considered as a precursor to the development of non-alcoholic fatty liver disease (NAFLD). Ultrasonography techniques have been developed using sonography hepatorenal index parameter calculated by ImageJ, that can predict the degree of NAFLD. This study aim to determine the relationship between hypertension stage and the degree of NAFLD using sonography hepatorenal index. The research is an observational using cross sectional methods, with consecutive admission sampling method. The study was performed at Dr. Hasan Sadikin Hospital Bandung from June to August 2016. A total of 50 subjects, 22 men and 28 women, with the youngest 25 and the oldest 77 years old participated. Results indicated that the mild degree of NAFLD were higher on prehypertension (9 of 16), the moderate degree on stage I hypertension (10 of 19), while the severe degree found on stage II hypertension (8 of 15), with p<0.001. Moderate and severe degree of NAFLD in hypertensive patient is more common in women (p=0.005). In conclusion, there was a relationship between hypertension stage and the degree of NAFLD.","PeriodicalId":31502,"journal":{"name":"Global Medical Health Communication","volume":"5 1","pages":"167-173"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2017-12-27","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"45787589","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Stroke merupakan suatu penyakit dengan gejala utama kelemahan. Kelemahan anggota gerak atas menyebabkan penurunan kemampuan fungsional anggota gerak atas. Kekuatan adalah salah satu indikator performa fungsional anggota gerak atas. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui efektivitas latihan penguatan anggota gerak atas dengan pita dan bola elastik terhadap peningkatan kekuatan dan kemampuan fungsional anggota gerak atas pada pasien stroke iskemi fase subakut. Rancangan penelitian adalah eksperimental, dilaksanakan di Rumah Sakit Hasan Sadikin periode Desember 2013-Juli 2014. Subjek terdiri atas 21 pasien stroke iskemi fase subakut berusia 40-59 tahun. Latihan penguatan dengan pita dan bola elastik dilakukan oleh semua subjek, 3 kali seminggu, selama 6 minggu, 2 set setiap latihan, 8 repetisi setiap set. Sebelum, setelah 2 minggu, 4 minggu dan 6 minggu latihan dilakukan penilaian kekuatan dan fungsi anggota gerak atas. Hasil menunjukkan bahwa latihan penguatan meningkatkan kekuatan anggota gerak atas (p<0,001) dan meningkatkan fungsi anggota gerak atas (p<0,001). Simpulan, latihan penguatan anggota gerak atas dengan pita dan bola elastik efektif meningkatkan kekuatan dan fungsi anggota gerak atas pada pasien stroke iskemi fase subakut. THE EFFECTIVENESS OF STRENGTHENING EXERCISES ON UPPER LIMBS FUNCTIONAL ABILITY OF SUBACUTE PHASE ISCHEMIC STROKE PATIENTS Stroke is a disease with the primary symptoms of weakness. The weakness of the upper limbs caused a decrease in functional ability. Strength is one indicator of upper limb functional performance. The purpose of this study was to determine the effectiveness of upper limb strengthening exercises to increase strength and functional ability of upper limbs in patients with subacute phase ischemic stroke using elastic band and balls. The study was conducted using experimental method, performed at the Medical Rehabilitation Division, Dr. Hasan Sadikin General Hospital Bandung from December 2013 to July 2014. Subjects consisted of 21 patients with ischemic stroke subacute phase aged 40–59 years. The strengthening exercises with elastic band and elastic ball were done by all subjects, 3 times a week, for 6 weeks. Each exercise consisted of 2 sets with 8 repetition of each set. Assessment of the strength and upper limbs function done before, after 2 weeks, 4 weeks and 6 weeks of strengthening exercises. Results showed that strengthening exercises increases the strength of the upper limbs (p<0.001) and increases the upper limbs function (p<0.001). Conclusions, upper limbs exercise strengthening with elastic band and elastic ball effectively increased the strength and upper limb function in ischemic stroke subacute phase patients.
{"title":"Efektivitas Latihan Penguatan terhadap Kemampuan Fungsional Anggota Gerak Atas pada Pasien Strok Iskemi Fase Subakut","authors":"Cice Tresnasari, Andi Basuki, Irma Ruslina Defi","doi":"10.29313/GMHC.V5I3.2231","DOIUrl":"https://doi.org/10.29313/GMHC.V5I3.2231","url":null,"abstract":"Stroke merupakan suatu penyakit dengan gejala utama kelemahan. Kelemahan anggota gerak atas menyebabkan penurunan kemampuan fungsional anggota gerak atas. Kekuatan adalah salah satu indikator performa fungsional anggota gerak atas. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui efektivitas latihan penguatan anggota gerak atas dengan pita dan bola elastik terhadap peningkatan kekuatan dan kemampuan fungsional anggota gerak atas pada pasien stroke iskemi fase subakut. Rancangan penelitian adalah eksperimental, dilaksanakan di Rumah Sakit Hasan Sadikin periode Desember 2013-Juli 2014. Subjek terdiri atas 21 pasien stroke iskemi fase subakut berusia 40-59 tahun. Latihan penguatan dengan pita dan bola elastik dilakukan oleh semua subjek, 3 kali seminggu, selama 6 minggu, 2 set setiap latihan, 8 repetisi setiap set. Sebelum, setelah 2 minggu, 4 minggu dan 6 minggu latihan dilakukan penilaian kekuatan dan fungsi anggota gerak atas. Hasil menunjukkan bahwa latihan penguatan meningkatkan kekuatan anggota gerak atas (p<0,001) dan meningkatkan fungsi anggota gerak atas (p<0,001). Simpulan, latihan penguatan anggota gerak atas dengan pita dan bola elastik efektif meningkatkan kekuatan dan fungsi anggota gerak atas pada pasien stroke iskemi fase subakut. THE EFFECTIVENESS OF STRENGTHENING EXERCISES ON UPPER LIMBS FUNCTIONAL ABILITY OF SUBACUTE PHASE ISCHEMIC STROKE PATIENTS Stroke is a disease with the primary symptoms of weakness. The weakness of the upper limbs caused a decrease in functional ability. Strength is one indicator of upper limb functional performance. The purpose of this study was to determine the effectiveness of upper limb strengthening exercises to increase strength and functional ability of upper limbs in patients with subacute phase ischemic stroke using elastic band and balls. The study was conducted using experimental method, performed at the Medical Rehabilitation Division, Dr. Hasan Sadikin General Hospital Bandung from December 2013 to July 2014. Subjects consisted of 21 patients with ischemic stroke subacute phase aged 40–59 years. The strengthening exercises with elastic band and elastic ball were done by all subjects, 3 times a week, for 6 weeks. Each exercise consisted of 2 sets with 8 repetition of each set. Assessment of the strength and upper limbs function done before, after 2 weeks, 4 weeks and 6 weeks of strengthening exercises. Results showed that strengthening exercises increases the strength of the upper limbs (p<0.001) and increases the upper limbs function (p<0.001). Conclusions, upper limbs exercise strengthening with elastic band and elastic ball effectively increased the strength and upper limb function in ischemic stroke subacute phase patients.","PeriodicalId":31502,"journal":{"name":"Global Medical Health Communication","volume":"5 1","pages":"182-188"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2017-12-27","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"43625990","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}