Penelitian ini bermaksud untuk mengeksplorasi sejarah perkembangan tugas maupun wewenang penghulu di Indonesia dalam tiga masa, yakni masa kerajaan Islam di Nusantara, pemerintahan kolonial Belanda, dan pasca kemerdekaan. Peneltian ini merupakan penelitian kualitatif yang berupa kajian pustaka. Jenis penelitian hukum dalam penelitian ini masuk dalam kategori penelitian hukum normatif empiris dengan pendekatan sejarah. Hasil penelitian menunjukan bahwa tugas dan wewenang penghulu di Indonesia dari masa ke masa semakin mengalami penyempitan. Hal tersebut disebabkan oleh faktor dinamika sosial politik pemerintahan yang ada. Pada masa kerajaan Islam Nusantara, tugas dan wewenang penghulu sangat kompleks dan multi fungsi, yakni persoalaan agama secara umum, penasehat spritual pengusa, bahkan politik. Kemudian, pada masa pemerintahan kolonial Belanda, peran dan tugas penghulu dibatasi pada persoalan perdata Islam. Selanjutnya, pada masa pasca kemerdekaan, tugas dan wewenang penghulu semakin mengalami penyempitan, yakni dibatasi pada persoalan pernikahan dan perceraian.
{"title":"Dinamika Historis Otoritas Hak Kepenghuluan Nikah di Indonesia","authors":"Athoillah Islamy","doi":"10.32923/ifj.v1i01.1472","DOIUrl":"https://doi.org/10.32923/ifj.v1i01.1472","url":null,"abstract":"Penelitian ini bermaksud untuk mengeksplorasi sejarah perkembangan tugas maupun wewenang penghulu di Indonesia dalam tiga masa, yakni masa kerajaan Islam di Nusantara, pemerintahan kolonial Belanda, dan pasca kemerdekaan. Peneltian ini merupakan penelitian kualitatif yang berupa kajian pustaka. Jenis penelitian hukum dalam penelitian ini masuk dalam kategori penelitian hukum normatif empiris dengan pendekatan sejarah. Hasil penelitian menunjukan bahwa tugas dan wewenang penghulu di Indonesia dari masa ke masa semakin mengalami penyempitan. Hal tersebut disebabkan oleh faktor dinamika sosial politik pemerintahan yang ada. Pada masa kerajaan Islam Nusantara, tugas dan wewenang penghulu sangat kompleks dan multi fungsi, yakni persoalaan agama secara umum, penasehat spritual pengusa, bahkan politik. Kemudian, pada masa pemerintahan kolonial Belanda, peran dan tugas penghulu dibatasi pada persoalan perdata Islam. Selanjutnya, pada masa pasca kemerdekaan, tugas dan wewenang penghulu semakin mengalami penyempitan, yakni dibatasi pada persoalan pernikahan dan perceraian.","PeriodicalId":315035,"journal":{"name":"ISLAMITSCH FAMILIERECHT JOURNAL","volume":"43 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-12-13","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"124433992","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Setiap perintah dan larangan dalam syariat Islam mempunyai tujuan dan hikmah yang dinginkan oleh Pembuat Syariat. Ada syariat yang bersifat ma’qul makna, yaitu syariat yang hikmahnya dapat dirasio oleh pemikiran manusia. Ada juga bersifat sebaliknya ghairu ma’qul makna, seperti jumlah rakaat shalat, melempar jamarat, thawaf dan lain-lain. Pernikahan adalah syariat yang ditetapkan oleh Pembuat syariat yang bersifat ma’qul makna. Tujuan (maqasid), makna, hikmah dari pernikahan dapat dirasio oleh akal bahkan disebutkan secara eksplisit dalam ayat-ayat Al-Quran dan juga hadis Nabi Saw. Dalam kitab Ihya Ulumuddin, Imam Ghazali menerangkan tujuan-tujuan dari syariat pernikahan. Makalah ini membahas pandangan-pandangan Imam Al-Gazali terkait maqasid pernikahan, berdasarkan karyanya yaitu Kitab Ihya Ulum Al-Din. Menurut Imam Gazali maqasid pernikahan ada yaitu: mendapatkan anak, menyalurkan syahwat, mendapat ketenangan dan kegembiraan, berbagi tugas rumah tangga dan mujahadah memenuhi keperluan istri.
{"title":"Maqasid Pernikahan Perspektif Imam al-Gazali Berdasarkan Kitab Ihya 'Ulum al-Din","authors":"Reno Ismanto","doi":"10.32923/ifj.v1i01.1569","DOIUrl":"https://doi.org/10.32923/ifj.v1i01.1569","url":null,"abstract":"Setiap perintah dan larangan dalam syariat Islam mempunyai tujuan dan hikmah yang dinginkan oleh Pembuat Syariat. Ada syariat yang bersifat ma’qul makna, yaitu syariat yang hikmahnya dapat dirasio oleh pemikiran manusia. Ada juga bersifat sebaliknya ghairu ma’qul makna, seperti jumlah rakaat shalat, melempar jamarat, thawaf dan lain-lain. Pernikahan adalah syariat yang ditetapkan oleh Pembuat syariat yang bersifat ma’qul makna. Tujuan (maqasid), makna, hikmah dari pernikahan dapat dirasio oleh akal bahkan disebutkan secara eksplisit dalam ayat-ayat Al-Quran dan juga hadis Nabi Saw. Dalam kitab Ihya Ulumuddin, Imam Ghazali menerangkan tujuan-tujuan dari syariat pernikahan. Makalah ini membahas pandangan-pandangan Imam Al-Gazali terkait maqasid pernikahan, berdasarkan karyanya yaitu Kitab Ihya Ulum Al-Din. Menurut Imam Gazali maqasid pernikahan ada yaitu: mendapatkan anak, menyalurkan syahwat, mendapat ketenangan dan kegembiraan, berbagi tugas rumah tangga dan mujahadah memenuhi keperluan istri.","PeriodicalId":315035,"journal":{"name":"ISLAMITSCH FAMILIERECHT JOURNAL","volume":"133 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-12-13","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"131587457","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Kesejahteraan merupakan permasalahan yang terus menjadi perhatian utama bagi seluruh negara di dunia. Di Indonesia kesejahteraan warga negara dijamin oleh Undang-undang Dasar Indonesia, dan hal tersebut dimulai dari unsur yang paling kecil, yakni keluarga. Wacana keilmuan Islam tentunya juga menjamin hal tersebut, oleh sebab itu penulis mengambil pisau bedah maqasid syariah perspektif Jamaluddin Athiyyah untuk menelusurinya lebih jauh. Penelitian ini adalah penelitian pustaka, yang menjadikan buku-buku terkait sebagai referensi primer untuk membedah Perda DIY no. 7 Tahun 2018 tentang Ketahanan Keluarga. Sehingga dapat mengambil sebuah kesimpulan bahwa kajian maqasid merupakan pisau bedah yang tepat untuk membedah Perda tersebut. Serta Perda tersebut telah mengandung tujuan-tujuan syariah di dalam setiap pasal-pasalnya.
{"title":"Formulasi Maqasid Syariah Perspektif Jamaluddin Athiyyah","authors":"Muhammad Nanda Fanindy","doi":"10.32923/ifj.v1i01.1489","DOIUrl":"https://doi.org/10.32923/ifj.v1i01.1489","url":null,"abstract":"Kesejahteraan merupakan permasalahan yang terus menjadi perhatian utama bagi seluruh negara di dunia. Di Indonesia kesejahteraan warga negara dijamin oleh Undang-undang Dasar Indonesia, dan hal tersebut dimulai dari unsur yang paling kecil, yakni keluarga. Wacana keilmuan Islam tentunya juga menjamin hal tersebut, oleh sebab itu penulis mengambil pisau bedah maqasid syariah perspektif Jamaluddin Athiyyah untuk menelusurinya lebih jauh. Penelitian ini adalah penelitian pustaka, yang menjadikan buku-buku terkait sebagai referensi primer untuk membedah Perda DIY no. 7 Tahun 2018 tentang Ketahanan Keluarga. Sehingga dapat mengambil sebuah kesimpulan bahwa kajian maqasid merupakan pisau bedah yang tepat untuk membedah Perda tersebut. Serta Perda tersebut telah mengandung tujuan-tujuan syariah di dalam setiap pasal-pasalnya.","PeriodicalId":315035,"journal":{"name":"ISLAMITSCH FAMILIERECHT JOURNAL","volume":"11 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-12-13","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"115896307","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
This paper attempt to explain how Quraish Shihab’s argument on veil. In his books entitled Jilbab, the controversy emerges among Muslim in Indonesia. I argue that Quraish Shihab’s argument of veiling is based on Muslim scholars along classical period until now. There is no prohibition or suggestion specifically about the rule of veil. Quraish Shihab position himself as Muslim scholar who expose the whole argument that he believes its true.
{"title":"Problematika Jilbab dalam Perspektif Quraish Shihab","authors":"W. Muhammad","doi":"10.32923/ifj.v1i01.1535","DOIUrl":"https://doi.org/10.32923/ifj.v1i01.1535","url":null,"abstract":"This paper attempt to explain how Quraish Shihab’s argument on veil. In his books entitled Jilbab, the controversy emerges among Muslim in Indonesia. I argue that Quraish Shihab’s argument of veiling is based on Muslim scholars along classical period until now. There is no prohibition or suggestion specifically about the rule of veil. Quraish Shihab position himself as Muslim scholar who expose the whole argument that he believes its true. ","PeriodicalId":315035,"journal":{"name":"ISLAMITSCH FAMILIERECHT JOURNAL","volume":"29 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-12-13","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"122922011","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
This paper explains the interpretation of Surah al-Mā’idah verses 3-5 regarding unlawful food and its effect on life. Humans being are living creatures who need to food and drink, so Allah commands them to fulfill their daily lives in a good way. Teh Qur’an has explained several criteria for halal (lawfull) dan haram (ulawfull) foods. As a source of Islamic teachings, the Qur’an must be interpreted appropriately, so that it can be applied in the real life. Al-Qur’an continues to be studied with various methods and approaches untill gives the rises and develop the various the literatures of exegesis. One of the Styles of interpretation that has developed in the history of Islamic thought is the legal interpretation, or what is known with tafsīr aḥkām (legal exegesis/interpretation). Surah al-Mā’idah verses 3-5 is one form of the application of the tafsīr aḥkām (legal exegesis), because it describes some foods that are forbidden. Among the things that are forbidden was carcasses, blood, pork, animal that died from being beaten, died from being strangled, fall from high places, are gored by other animals, and animal that are slaughted in names othe than Allah. Understanding the verses 3-5 of surat Al-Mā’idah has a correlation with modern scientific discoveries so that the Al-Qur’an can be understandood contextually.
本文解释了关于非法食物及其对生活的影响的苏拉3-5节的解释。人类是有生命的生物,需要吃和喝,所以安拉命令他们以良好的方式完成他们的日常生活。《古兰经》解释了清真(合法)和非法(非法)食物的几个标准。作为伊斯兰教义的来源,古兰经必须得到适当的解释,以便它可以应用于现实生活中。古兰经的研究方法和途径层出不穷,从而产生和发展了各种各样的解经文献。在伊斯兰思想史上发展起来的一种解释风格是法律解释,或称为tafs ā r aḥkām(法律训诂/解释)。苏拉3-5节是tafs ā r aḥkām(法律训诂)的一种应用形式,因为它描述了一些被禁止的食物。被禁止的东西包括尸体、血、猪肉、被殴打致死的动物、被勒死的动物、从高处摔下来的动物、被其他动物戳过的动物,以及以真主以外的名义被屠杀的动物。理解《古兰经》第3-5节与现代科学发现有关联,因此《古兰经》可以在上下文中得到很好的理解。
{"title":"Makanan Haram dan Pengaruhnya dalam Kehidupan","authors":"Muhammad Anshori","doi":"10.32923/ifj.v1i01.1492","DOIUrl":"https://doi.org/10.32923/ifj.v1i01.1492","url":null,"abstract":"This paper explains the interpretation of Surah al-Mā’idah verses 3-5 regarding unlawful food and its effect on life. Humans being are living creatures who need to food and drink, so Allah commands them to fulfill their daily lives in a good way. Teh Qur’an has explained several criteria for halal (lawfull) dan haram (ulawfull) foods. As a source of Islamic teachings, the Qur’an must be interpreted appropriately, so that it can be applied in the real life. Al-Qur’an continues to be studied with various methods and approaches untill gives the rises and develop the various the literatures of exegesis. One of the Styles of interpretation that has developed in the history of Islamic thought is the legal interpretation, or what is known with tafsīr aḥkām (legal exegesis/interpretation). Surah al-Mā’idah verses 3-5 is one form of the application of the tafsīr aḥkām (legal exegesis), because it describes some foods that are forbidden. Among the things that are forbidden was carcasses, blood, pork, animal that died from being beaten, died from being strangled, fall from high places, are gored by other animals, and animal that are slaughted in names othe than Allah. Understanding the verses 3-5 of surat Al-Mā’idah has a correlation with modern scientific discoveries so that the Al-Qur’an can be understandood contextually.","PeriodicalId":315035,"journal":{"name":"ISLAMITSCH FAMILIERECHT JOURNAL","volume":"20 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-12-13","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"125960781","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}