Peneliti ini menjelaskan lebih detail tentang ide reformasi Hukum perkawinan Islam di Indonesia. Perkawinan pada umumnya didasarkan pada ikatan keluarga. Ikatan keluarga ini dapat didasarkan pada kekerabatan atau perkawinan itu sendiri. Hubungan ikatan keluarga begitu penting karena berdampak hukum ada hubungannya dengan anak atau orang tua, hak waris, hak asuh, atau wali. Tujuan reformasi hukum perkawinan Islam yang dilaksanakan di Indonesia adalah modern di bidang hukum perkawinan. Pada dasarnya sumber hukum perkawinan dapat menggunakan metode istinbath. Metode penemuan hukum dapat melalui bayani, ta’lili dan isthislahi. Namun masyarakat memahami hukum perkawinan melaui dua sumber tidak tertulis dan juga tertulis. Dalam sumber hukum perkawinan tertulis adalah sumber hukum yang bersumber dari berbagai undang-undang, dan perjanjian. Sumber hukum yang tidak tertulis adalah sumber hukum yang tumbuh dan berkembang dalam kehidupan bermasyarakat.
{"title":"REFORMASI HUKUM PERKAWINAN ISLAM DI INDONESIA","authors":"Rizqi Suprayogi","doi":"10.47709/ijbl.v2i1.1962","DOIUrl":"https://doi.org/10.47709/ijbl.v2i1.1962","url":null,"abstract":"Peneliti ini menjelaskan lebih detail tentang ide reformasi Hukum perkawinan Islam di Indonesia. Perkawinan pada umumnya didasarkan pada ikatan keluarga. Ikatan keluarga ini dapat didasarkan pada kekerabatan atau perkawinan itu sendiri. Hubungan ikatan keluarga begitu penting karena berdampak hukum ada hubungannya dengan anak atau orang tua, hak waris, hak asuh, atau wali. Tujuan reformasi hukum perkawinan Islam yang dilaksanakan di Indonesia adalah modern di bidang hukum perkawinan. Pada dasarnya sumber hukum perkawinan dapat menggunakan metode istinbath. Metode penemuan hukum dapat melalui bayani, ta’lili dan isthislahi. Namun masyarakat memahami hukum perkawinan melaui dua sumber tidak tertulis dan juga tertulis. Dalam sumber hukum perkawinan tertulis adalah sumber hukum yang bersumber dari berbagai undang-undang, dan perjanjian. Sumber hukum yang tidak tertulis adalah sumber hukum yang tumbuh dan berkembang dalam kehidupan bermasyarakat.","PeriodicalId":352168,"journal":{"name":"Indonesia Journal of Business Law","volume":"15 4 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-01-25","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"132988690","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Latar belakang: Kehadiran mata uang kripto dan aset kripto merupakan salah satu terobosan komoditas aset investasi terbaru akhir ini semakin gencar diminati oleh khalayak di Indonesia. Namun konsekuensi nyata terhadap kehadiran mata uang dan aset kripto ini juga sangat nyata sebab masih banyak sisi gelap yang mungkin belum terungkap dari kehadiran mata uang dan aset kripto ini. Sehingga pemerintah mengambil langkah untuk menetapkan pajak terkait aset kripto untuk membantu memantau pola investasi mata uang dan aset kripto di Indonesia. Adapun rumusan masalah dalam tesis ini yaitu: 1.) Apa landasan hukum yang mengatur mengenai perpajakan aset kripto? 2.) Bagaimana cara mengatasi problematika ketidakpatuhan pelaku ekonomi terkait kripto di Indonesia terkait perpajakan atas transaksi aset kripto tersebut? 3.) Apa sanksi atau konsekuensi terhadap pihak manapun yang tidak mematuhi peraturan perundang- undangan terkait perpajakan, terlebih lagi pajak kripto? Metode penelitian: Penelitian ini berfokus pada studi kepustakaan. Dalam mencari dan mengumpulkan data yang diperlukan dalam proses penulisan ini menggunakan data-data berupa buku, hasil- hasil penelitian, tulisan dan pendapat pakar hukum serta jurnal, surat kabar, internet, dan makalah yang relevan. Hasil penelitian: Pajak atas transaksi aset kripto di Indonesia dipungut melalui PPN dan PPh. Ketidaktahuan hukum maupun kekhilafan yang menyebabkan kewajiban pajak tidak terlaksana maka akan mendapatkan konsekuensi yaitu sanksi administratif maupun sanksi pidana. Kesimpulan: Pemungutan pajak ini efektif diberlakukan berkat seperangkat peraturan perundang-undangan yang mengaturnya. Pemungutan pajak terhadap tiga pelaku utama kegiatan yang bersangkutan dengan transaksi Aset Kripto, yaitu penjual aset kripto, pedagang dan penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik, juga penambang aset kripto mencapai hingga Rp 126,75 miliar.
{"title":"Penanggulanan Ketidakpatuhan Perpajakan Terkait Transaksi Aset Kripto di Indonesia","authors":"Shelley Budiman","doi":"10.47709/ijbl.v2i1.2032","DOIUrl":"https://doi.org/10.47709/ijbl.v2i1.2032","url":null,"abstract":"Latar belakang: Kehadiran mata uang kripto dan aset kripto merupakan salah satu terobosan komoditas aset investasi terbaru akhir ini semakin gencar diminati oleh khalayak di Indonesia. Namun konsekuensi nyata terhadap kehadiran mata uang dan aset kripto ini juga sangat nyata sebab masih banyak sisi gelap yang mungkin belum terungkap dari kehadiran mata uang dan aset kripto ini. Sehingga pemerintah mengambil langkah untuk menetapkan pajak terkait aset kripto untuk membantu memantau pola investasi mata uang dan aset kripto di Indonesia. Adapun rumusan masalah dalam tesis ini yaitu: 1.) Apa landasan hukum yang mengatur mengenai perpajakan aset kripto? 2.) Bagaimana cara mengatasi problematika ketidakpatuhan pelaku ekonomi terkait kripto di Indonesia terkait perpajakan atas transaksi aset kripto tersebut? 3.) Apa sanksi atau konsekuensi terhadap pihak manapun yang tidak mematuhi peraturan perundang- undangan terkait perpajakan, terlebih lagi pajak kripto? Metode penelitian: Penelitian ini berfokus pada studi kepustakaan. Dalam mencari dan mengumpulkan data yang diperlukan dalam proses penulisan ini menggunakan data-data berupa buku, hasil- hasil penelitian, tulisan dan pendapat pakar hukum serta jurnal, surat kabar, internet, dan makalah yang relevan. Hasil penelitian: Pajak atas transaksi aset kripto di Indonesia dipungut melalui PPN dan PPh. Ketidaktahuan hukum maupun kekhilafan yang menyebabkan kewajiban pajak tidak terlaksana maka akan mendapatkan konsekuensi yaitu sanksi administratif maupun sanksi pidana. Kesimpulan: Pemungutan pajak ini efektif diberlakukan berkat seperangkat peraturan perundang-undangan yang mengaturnya. Pemungutan pajak terhadap tiga pelaku utama kegiatan yang bersangkutan dengan transaksi Aset Kripto, yaitu penjual aset kripto, pedagang dan penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik, juga penambang aset kripto mencapai hingga Rp 126,75 miliar.","PeriodicalId":352168,"journal":{"name":"Indonesia Journal of Business Law","volume":"88 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-01-24","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"126370354","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Latar belakang: Indonesia merupakan negara kesatuan dengan praktik desentralisasi yang dicirikan oleh mekanisme otonomi daerah. Mekanisme tersebut termaktub dalam Pasal 18 ayat (2) UUD 1945, yang dilanjutkan pada Pasal 1 angka 2 UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Mekanisme tersebut mengalihkan tanggung jawab dan wewenang kepada setiap daerah otonom untuk mengurus pemerintahan daerahnya sendiri, termasuk pula anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD). Maka dari itu, guna mencapai efisiensi anggaran daerah, pemerintah menerapkan salah satu kebijakan yang dikenal dengan istilah earmarking tax. Oleh karena itu, topik yang akan ditelaah pada artikel ini adalah bagaimana efektivitas implementasi earmarking tax di Indonesia. Metode penelitian: Dalam rangka menyelesaikan rumusan masalah yang telah dibatasi, maka metode penelitian yang digunakan adalah studi kepustakaan (library research). Sumber bahan hukum yang dipergunakan berupa bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan hukum primer terdiri dari UUD 1945 dan UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Sedangkan, bahan hukum sekunder diperoleh melalui karya-karya ilmiah, internet, dan jurnal yang dapat mendukung penelitian ini. Hasil penelitian: Kebijakan earmarking tax pada dasarnya sudah diterapkan di Indonesia. Namun, efektivitas penerapan earmarking tax tampaknya masih dipertanyakan sebab hingga saat ini pelaksanaan alokasi pendapatan daerah belum diawasi atau dievaluasi. Hal ini mengakibatkan terjadinya peruntukkan dana yang tidak tampak jelas dan tidak tepat sasaran, serta menimbulkan potensi terjadinya penyalahgunaan dana atau praktik korupsi oleh pemerintah daerah.
{"title":"Efektivitas Implementasi Kebijakan Earmarking Tax di Indonesia","authors":"Raymond Fransiscus, Albert Siahaan","doi":"10.47709/ijbl.v2i1.2028","DOIUrl":"https://doi.org/10.47709/ijbl.v2i1.2028","url":null,"abstract":"Latar belakang: Indonesia merupakan negara kesatuan dengan praktik desentralisasi yang dicirikan oleh mekanisme otonomi daerah. Mekanisme tersebut termaktub dalam Pasal 18 ayat (2) UUD 1945, yang dilanjutkan pada Pasal 1 angka 2 UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Mekanisme tersebut mengalihkan tanggung jawab dan wewenang kepada setiap daerah otonom untuk mengurus pemerintahan daerahnya sendiri, termasuk pula anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD). Maka dari itu, guna mencapai efisiensi anggaran daerah, pemerintah menerapkan salah satu kebijakan yang dikenal dengan istilah earmarking tax. Oleh karena itu, topik yang akan ditelaah pada artikel ini adalah bagaimana efektivitas implementasi earmarking tax di Indonesia. \u0000Metode penelitian: Dalam rangka menyelesaikan rumusan masalah yang telah dibatasi, maka metode penelitian yang digunakan adalah studi kepustakaan (library research). Sumber bahan hukum yang dipergunakan berupa bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan hukum primer terdiri dari UUD 1945 dan UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Sedangkan, bahan hukum sekunder diperoleh melalui karya-karya ilmiah, internet, dan jurnal yang dapat mendukung penelitian ini. \u0000Hasil penelitian: Kebijakan earmarking tax pada dasarnya sudah diterapkan di Indonesia. Namun, efektivitas penerapan earmarking tax tampaknya masih dipertanyakan sebab hingga saat ini pelaksanaan alokasi pendapatan daerah belum diawasi atau dievaluasi. Hal ini mengakibatkan terjadinya peruntukkan dana yang tidak tampak jelas dan tidak tepat sasaran, serta menimbulkan potensi terjadinya penyalahgunaan dana atau praktik korupsi oleh pemerintah daerah.","PeriodicalId":352168,"journal":{"name":"Indonesia Journal of Business Law","volume":"1 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-01-24","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"131311182","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
ABSTRAK Latar Belakang: Perjanjian kerjasama yang dibuat oleh para pihak sudah seharusnya ditaati klausulnya oleh kedua belah pihak yang sepakat mengikatkan dirinya, namun bagaimana jika para pihak yang berjanji tersebut meninggal dunia sebelum berakhirnya perjanjian tersebut dan prestasi belum dilaksanakan sehingga menimbulkan pertanyaan pihak mana yang akan bertanggungjawab atas perjanjian tersebut sehingga hak dan kewajiban sesuai dengan klausul dalam perjanjian tersebut tetap terlaksana. Adapun rumusan masalah dalam tesis ini yaitu: 1) Apakah ahli waris yang bukan merupakan pihak dalam kontrak kerjasama pengelolaan SPBU dapat mengajukan gugatan wanprestasi terhadap pihak lain yang juga berstatus sebagai ahli waris menurut KUH Perdata; 2) Apakah ahli waris dari pewaris pemilik SPBU dapat dimintakan pertanggungjawaban atas wanprestasi perjanjian kerjasama pengelolaan SPBU menurut KUH Perdata; 3) Bagaimanakah analisa hukum terkait pertimbangan hukum hakim dalam gugatan perjanjian kerjasama pengelolaan SPBU pada putusan Pengadilan Negeri Polewali No.13/Pdt.G/2019/PN.Pol menurut KUH Perdata. Metode Penelitian: Dalam penulisan Tesis ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dan studi putusan Pengadilan Negeri Polewali dengan menggunakan data sekunder serta teknik pengumpulan data melalui penelitian kepustakaan dan case study lalu dianalisis secara kualitatif.. Hasil Penelitian: Dari hasil penelitian terkait pertanggungjawaban ahli waris atas wanprestasi berkaitan dengan perjanjian kerjasama Studi Putusan No.13/Pdt.G/2019/PN.Pol tersebut bahwa hakim memutuskan bahwa para tergugat bersalah atas perbuatan hukum yang dilakukan oleh pewaris sebelumnya di dasarkan pada Pasal 8 Perjanjian Kerjasama tersebut dan dikuatkan oleh Pasal 1338 KUH Perdata serta Pasal 1318 KUH Perdata yang mana secara langsung berdasarkan landasan hukum tersebut ahli waris mengambil tempat sebagai para pihak jika terjadi kematian dari pewaris. Serta dilandaskan pada Pasal 1100 KUH Perdata dan Pasal 123 KUH Perdata bahwa ahli waris yang menerima warisan harus menanggung semua beban yang disebabkan oleh objek warisan tersebut yaitu SPBU yang dikelola dan dinikmati oleh ahli waris tersebut. Kesimpulan: Pembebanan yang dibebankan kepada para tergugat terkait pembayaran sejumlah uang akibat wanprestasi tersebut berdasarkan analisa hukum hakim sedikit keliru karena menambahkan bunga yang harus dibayarkan oleh para tergugat yang mana bunga tersebut tidak ada tercantum dalam klausul perjanjian sehingga berdasarkan prinsip hukum unsur accidentalia sudah seharusnya hal tersebut tidak dibebankan kepada para tergugat. Kata Kunci: Perjanjian Kerjasama, Wanprestasi, Tanggung Jawab Ahli Waris.
{"title":"Pertanggungjawaban ahli waris atas perbuatan hukum pewaris dalam perjanjian kerjasama pengelolaan SPBU","authors":"T. Kesuma","doi":"10.47709/ijbl.v1i2.1875","DOIUrl":"https://doi.org/10.47709/ijbl.v1i2.1875","url":null,"abstract":"ABSTRAK \u0000Latar Belakang: Perjanjian kerjasama yang dibuat oleh para pihak sudah seharusnya ditaati klausulnya oleh kedua belah pihak yang sepakat mengikatkan dirinya, namun bagaimana jika para pihak yang berjanji tersebut meninggal dunia sebelum berakhirnya perjanjian tersebut dan prestasi belum dilaksanakan sehingga menimbulkan pertanyaan pihak mana yang akan bertanggungjawab atas perjanjian tersebut sehingga hak dan kewajiban sesuai dengan klausul dalam perjanjian tersebut tetap terlaksana. Adapun rumusan masalah dalam tesis ini yaitu: 1) Apakah ahli waris yang bukan merupakan pihak dalam kontrak kerjasama pengelolaan SPBU dapat mengajukan gugatan wanprestasi terhadap pihak lain yang juga berstatus sebagai ahli waris menurut KUH Perdata; 2) Apakah ahli waris dari pewaris pemilik SPBU dapat dimintakan pertanggungjawaban atas wanprestasi perjanjian kerjasama pengelolaan SPBU menurut KUH Perdata; 3) Bagaimanakah analisa hukum terkait pertimbangan hukum hakim dalam gugatan perjanjian kerjasama pengelolaan SPBU pada putusan Pengadilan Negeri Polewali No.13/Pdt.G/2019/PN.Pol menurut KUH Perdata. \u0000Metode Penelitian: Dalam penulisan Tesis ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dan studi putusan Pengadilan Negeri Polewali dengan menggunakan data sekunder serta teknik pengumpulan data melalui penelitian kepustakaan dan case study lalu dianalisis secara kualitatif.. \u0000Hasil Penelitian: Dari hasil penelitian terkait pertanggungjawaban ahli waris atas wanprestasi berkaitan dengan perjanjian kerjasama Studi Putusan No.13/Pdt.G/2019/PN.Pol tersebut bahwa hakim memutuskan bahwa para tergugat bersalah atas perbuatan hukum yang dilakukan oleh pewaris sebelumnya di dasarkan pada Pasal 8 Perjanjian Kerjasama tersebut dan dikuatkan oleh Pasal 1338 KUH Perdata serta Pasal 1318 KUH Perdata yang mana secara langsung berdasarkan landasan hukum tersebut ahli waris mengambil tempat sebagai para pihak jika terjadi kematian dari pewaris. Serta dilandaskan pada Pasal 1100 KUH Perdata dan Pasal 123 KUH Perdata bahwa ahli waris yang menerima warisan harus menanggung semua beban yang disebabkan oleh objek warisan tersebut yaitu SPBU yang dikelola dan dinikmati oleh ahli waris tersebut. \u0000Kesimpulan: Pembebanan yang dibebankan kepada para tergugat terkait pembayaran sejumlah uang akibat wanprestasi tersebut berdasarkan analisa hukum hakim sedikit keliru karena menambahkan bunga yang harus dibayarkan oleh para tergugat yang mana bunga tersebut tidak ada tercantum dalam klausul perjanjian sehingga berdasarkan prinsip hukum unsur accidentalia sudah seharusnya hal tersebut tidak dibebankan kepada para tergugat. \u0000Kata Kunci: Perjanjian Kerjasama, Wanprestasi, Tanggung Jawab Ahli Waris.","PeriodicalId":352168,"journal":{"name":"Indonesia Journal of Business Law","volume":"102 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-11-22","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"123170345","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
ABSTRAK Latar Belakang: Dalam Putusan PN. Medan Nomor 210/Pdt.Bth/2017/PN.Mdn, terdapat adanya pihak tereksekusi yang melakukan peralihan tanah objek eksekusi kepada pihak ketiga menjelang tanah objek eksekusi akan diletakkan sita eksekusi oleh pengadilan. Peralihan tanah objek eksekusi dilaksanakan melalui Akta PPJB. Pihak ketiga selaku pembeli tanah objek eksekusi melakukan perlawanan terhadap sita eksekusi yang diletakkan oleh pengadilan atas tanah yang dibelinya. Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah bagaimana pelaksanaan sita eksekusi dalam kaitannya dengan kepastian identitas objek yang akan dieksekusi. Bagaimana upaya hukum pihak ketiga terhadap penetapan sita eksekusi oleh pengadilan dan bagaimana pertimbangan hukum hakim terhadap keabsahan sita eksekusi oleh pengadilan atas objek eksekusi yang telah beralih kepada pihak ketiga (Studi Putusan PN Medan Nomor 210/Pdt.Bth/2017/PN Mdn) Metode Penelitian: Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan pendekatan undang-undang (statute approach) dan pendekatan kasus (case approach). Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang dikumpulkan dengan teknik studi pustaka (library research Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis normatif-kualitatif. Hasil Penelitian: Hasilnya dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan sita eksekusi dalam kaitannya terhadap kepastian identitas objek yang akan dieksekusi adalah memberikan kepastian hukum terhadap pelaksanaan eksekusi. Artinya, objek eksekusi telah dilakukan pemeriksaan dan penelitian oleh juru sita sebelum dilakukan eksekusi sehingga objek eksekusi tidak “error in objecto”. Upaya hukum pihak ketiga terhadap sita eksekusi oleh pengadilan adalah dengan mengajukan gugatan perlawanan dari pihak ketiga atau derden verzet. Majelis hakim telah tepat menyatakan sah dan mengikat sita eksekusi yang dilaksanakan Jurusita Pengadilan Negeri Medan pada hari Selasa tanggal 18 April 2017 sesuai Berita Acara Sita Eksekusi (Executorial Beslag) nomor: 46/Eks.2015/221/Pdt.G/2011/PN.Mdn tanggal 18 April 2017. Kesimpulan: sebaiknya penyitaan yang dilakukan oleh juru sita atau juru sita pengganti selain didampingi oleh dua orang saksi juga selalu didampingi oleh aparatur pemerintahan setemapat (lurah/kepala desa). Sebaiknya pihak ketiga yang mengajukan gugatan adalah pihak ketiga yang secara nyata dirugikan dan berdasarkan hak milik yang diperolehnya dengan benar sesuai ketentuan undang undang. Sebaiknya putusan ini dapat menjadi rujukan bagi hakim dalam menghadapi upaya menghalang-halangi eksekusi melalui gugatan pihak ketiga. Kata Kunci : Sita, Sita Eksekusi, Perlawanan Pihak Ketiga
摘要背景:裁决PN。字段号码210/Pdt.Bth/2017/PN。Mdn,有一个执行人员把一个执行对象的土地转让给第三方,而一个执行对象的土地将被法院没收。执行目标土地的转让是通过PPJB契约进行的。作为一名土地采购者,在他购买的土地上,第三方对扣押进行了抗辩。本研究提出的问题是,在确定要执行的对象的身份方面,执行链是如何执行的。法院对执行死刑的第三方法律工作是如何进行的,以及法官对已提交给第三方执行对象的法院执行死刑的有效性的判断是如何进行的(PN Medan 210/Pdt的判决研究)。研究方法:该研究采用法例、法例、法例和法例。本研究使用的数据来源是通过库研究技术收集的次要数据,该研究使用的数据分析是正规性分析。研究结果:结果可能会得出这样的结论:执行死刑的执行与确定要执行的对象的身份有关,是对执行死刑的法律保证。这意味着执行对象在执行前已由法警对执行对象进行了审查和研究,因此执行对象不会“在对象中出现错误”。法院对扣押死刑的第三方法律努力是提出第三方或德登·维泽特的抗辩。截至2017年4月18日(周二),地方检察官办公室已正式宣布有效并承诺执行死刑。Mdn 2017年4月18日。结论:除非有两名证人,否则由法警或代理没收,而且总是由萨帕特政府机构(lurah/村长)没收。如果第三方提起诉讼,最好是那些明显受到损害的第三方,以及根据《宪法》条款获得的正当财产。这项裁决最好能让法官在面临通过第三方诉讼阻挠执行死刑的企图时作出参考。关键词:Sita, Sita执行,第三方抵抗
{"title":"ANALISIS HUKUM KEABSAHAN SITA EKSEKUSI OLEH PENGADILAN TERHADAP OBJEK EKSEKUSI YANG TELAH BERALIH KEPADA PIHAK KETIGA (STUDI PUTUSAN PENGADILAN NEGERI MEDAN NOMOR: 210/PDT.BTH/2017/PN MDN)","authors":"Emnovita Sari br Sembiring","doi":"10.47709/ijbl.v1i2.1876","DOIUrl":"https://doi.org/10.47709/ijbl.v1i2.1876","url":null,"abstract":"ABSTRAK \u0000Latar Belakang: Dalam Putusan PN. Medan Nomor 210/Pdt.Bth/2017/PN.Mdn, terdapat adanya pihak tereksekusi yang melakukan peralihan tanah objek eksekusi kepada pihak ketiga menjelang tanah objek eksekusi akan diletakkan sita eksekusi oleh pengadilan. Peralihan tanah objek eksekusi dilaksanakan melalui Akta PPJB. Pihak ketiga selaku pembeli tanah objek eksekusi melakukan perlawanan terhadap sita eksekusi yang diletakkan oleh pengadilan atas tanah yang dibelinya. Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah bagaimana pelaksanaan sita eksekusi dalam kaitannya dengan kepastian identitas objek yang akan dieksekusi. Bagaimana upaya hukum pihak ketiga terhadap penetapan sita eksekusi oleh pengadilan dan bagaimana pertimbangan hukum hakim terhadap keabsahan sita eksekusi oleh pengadilan atas objek eksekusi yang telah beralih kepada pihak ketiga (Studi Putusan PN Medan Nomor 210/Pdt.Bth/2017/PN Mdn) \u0000Metode Penelitian: Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan pendekatan undang-undang (statute approach) dan pendekatan kasus (case approach). Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang dikumpulkan dengan teknik studi pustaka (library research Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis normatif-kualitatif. \u0000Hasil Penelitian: Hasilnya dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan sita eksekusi dalam kaitannya terhadap kepastian identitas objek yang akan dieksekusi adalah memberikan kepastian hukum terhadap pelaksanaan eksekusi. Artinya, objek eksekusi telah dilakukan pemeriksaan dan penelitian oleh juru sita sebelum dilakukan eksekusi sehingga objek eksekusi tidak “error in objecto”. Upaya hukum pihak ketiga terhadap sita eksekusi oleh pengadilan adalah dengan mengajukan gugatan perlawanan dari pihak ketiga atau derden verzet. Majelis hakim telah tepat menyatakan sah dan mengikat sita eksekusi yang dilaksanakan Jurusita Pengadilan Negeri Medan pada hari Selasa tanggal 18 April 2017 sesuai Berita Acara Sita Eksekusi (Executorial Beslag) nomor: 46/Eks.2015/221/Pdt.G/2011/PN.Mdn tanggal 18 April 2017. \u0000Kesimpulan: sebaiknya penyitaan yang dilakukan oleh juru sita atau juru sita pengganti selain didampingi oleh dua orang saksi juga selalu didampingi oleh aparatur pemerintahan setemapat (lurah/kepala desa). Sebaiknya pihak ketiga yang mengajukan gugatan adalah pihak ketiga yang secara nyata dirugikan dan berdasarkan hak milik yang diperolehnya dengan benar sesuai ketentuan undang undang. Sebaiknya putusan ini dapat menjadi rujukan bagi hakim dalam menghadapi upaya menghalang-halangi eksekusi melalui gugatan pihak ketiga. \u0000 \u0000Kata Kunci : Sita, Sita Eksekusi, Perlawanan Pihak Ketiga","PeriodicalId":352168,"journal":{"name":"Indonesia Journal of Business Law","volume":"30 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-11-21","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"125680655","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Latar Belakang: Perkawinan dalam kehidupan nyata tidak selamanya harmonis seperti yang diharapkan. Padasaatterjadi keretakan suami istri tidak mampu mengendalikan dan tidak ada niat untuk mencari solusi, maka penyelesaian lewat perceraian tidak bisa dielakkan. Dalam hal perceraian harus memiliki alasan yang kuat sebagai dasar keinginan untuk bercerai. Fenomena yang terjadi dimana suami istri melakukan perkawinan secara resmi dan dicatatkan. Namun ketika suami ingin bercerai, hanya dengan mengucapkan kata cerai secara lisan saja. Padahal perceraianharus dilakukan di depan sidang pengadilan dan menggunakan penetapan dari hakim. Dari penjelasan tersebut di atas perlu dilakukan penelitian lebih lanjut. Permasalahan yang dibahas adalah Bagaimana prosedur perceraian menurut KHI dan Undang-Undang Perkawinan, Bagaimana akibat hukum bagi istri yang diceraikan secara sepihak di luar pengadilan menurut KHI dan Undang-Undang Perkawinan, dan Bagaimana perlindungan hukum bagi istri yang diceraikan secara sepihak di luar pengadilan menurut KHI dan Undang-Undang Perkawinan. Metode dalam penelitian: ini adalah bersifat deskriptif analitis,. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif, yaitu penelitian hukum kepustakaan. Hasil Penelitian: ini menunjukkan bahwa prosedur perceraian menurut Kompilasi Hukum Islam dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan adalah sama sama mengatur bahwa perceraian harus dilakukan di depan sidang pengadilan dengan acara peradilan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor: 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Akibat hukum bagi istri yang diceraikan secara sepihak di luar pengadilan dianggap perceraiannya tidak sah secara hukum karena tidak dilakukan di depan pengadilan sesuai dengan Pasal 39 ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, dan istri tidak dapat menuntut pembagian harta benda dalam perkawinan maupun hak-haknya, serta hak asuh anak anak tetap menjadi tanggung jawab ibunya, namun biaya hidup anaknya dari suaminya tanpa putusan pengadilan akan sulit diperoleh, kecuali dilakukannya upaya cerai gugat dari pihak istri. Kesimpulan: Tidak ada perlindungan hukum bagi istri yang diceraikan secara sepihak di luar Pengadilan karena tidak melakukan perceraian menurut prosedur yang telah ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, sehingga tidak ada perubahan status hukum terhadap perkawinan tersebut. Kata Kunci : Wasiat, Notaris, Akta Notaris, Akta Dibawah Tangan
{"title":"Analisis Yuridis Penyelesaian Harta Gono Gini melalui Proses Mediasi","authors":"Aisya Agraida","doi":"10.47709/ijbl.v1i2.1874","DOIUrl":"https://doi.org/10.47709/ijbl.v1i2.1874","url":null,"abstract":"Latar Belakang: Perkawinan dalam kehidupan nyata tidak selamanya harmonis seperti yang diharapkan. Padasaatterjadi keretakan suami istri tidak mampu mengendalikan dan tidak ada niat untuk mencari solusi, maka penyelesaian lewat perceraian tidak bisa dielakkan. Dalam hal perceraian harus memiliki alasan yang kuat sebagai dasar keinginan untuk bercerai. Fenomena yang terjadi dimana suami istri melakukan perkawinan secara resmi dan dicatatkan. Namun ketika suami ingin bercerai, hanya dengan mengucapkan kata cerai secara lisan saja. Padahal perceraianharus dilakukan di depan sidang pengadilan dan menggunakan penetapan dari hakim. Dari penjelasan tersebut di atas perlu dilakukan penelitian lebih lanjut. Permasalahan yang dibahas adalah Bagaimana prosedur perceraian menurut KHI dan Undang-Undang Perkawinan, Bagaimana akibat hukum bagi istri yang diceraikan secara sepihak di luar pengadilan menurut KHI dan Undang-Undang Perkawinan, dan Bagaimana perlindungan hukum bagi istri yang diceraikan secara sepihak di luar pengadilan menurut KHI dan Undang-Undang Perkawinan.\u0000Metode dalam penelitian: ini adalah bersifat deskriptif analitis,. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif, yaitu penelitian hukum kepustakaan.\u0000Hasil Penelitian: ini menunjukkan bahwa prosedur perceraian menurut Kompilasi Hukum Islam dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan adalah sama sama mengatur bahwa perceraian harus dilakukan di depan sidang pengadilan dengan acara peradilan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor: 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Akibat hukum bagi istri yang diceraikan secara sepihak di luar pengadilan dianggap perceraiannya tidak sah secara hukum karena tidak dilakukan di depan pengadilan sesuai dengan Pasal 39 ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, dan istri tidak dapat menuntut pembagian harta benda dalam perkawinan maupun hak-haknya, serta hak asuh anak anak tetap menjadi tanggung jawab ibunya, namun biaya hidup anaknya dari suaminya tanpa putusan pengadilan akan sulit diperoleh, kecuali dilakukannya upaya cerai gugat dari pihak istri.\u0000Kesimpulan: Tidak ada perlindungan hukum bagi istri yang diceraikan secara sepihak di luar Pengadilan karena tidak melakukan perceraian menurut prosedur yang telah ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, sehingga tidak ada perubahan status hukum terhadap perkawinan tersebut. \u0000 \u0000 \u0000Kata Kunci : Wasiat, Notaris, Akta Notaris, Akta Dibawah Tangan","PeriodicalId":352168,"journal":{"name":"Indonesia Journal of Business Law","volume":"116 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-11-18","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"129221988","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
ABSTRAK Latar Belakang: Konstitusi Negara Republik Indonesia mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya. Pengakuan negara tersebut diatur di dalam peraturan perundang-undangan. Banyaknya peraturan mempersulit masyarakat adat untuk mendapatkan pengakuan tersebut. Tesis ini bertujuan mencari instrument hukum yang ideal bagi masyarakat adat Rakyat Penunggu Kampong Secanggang dalam memperjuangkan hak-hak tradisionalnya. Metode dalam penelitian: penelitian empiris yang menggunakan pendekatan kualitatif, bersifat deskriptif analistis. Data yang digunakan untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder yang berasal dari wawancara dan studi kepustakaan. Hasil Penelitian: Penelitian ini menemukan adanya konflik agraria antara PTPN II dengan masyarakat adat Rakyat Penunggu Kampong Secanggang dalam mempertahankan ruang hidup dan wilayah adatnya. Konflik ini terjadi karena Negara Republik Indonesia belum hadir untuk memberikan kepastian hukum yang dapat melindungi segenap hak-hak masyarakat adat Rakyat Penunggu Kampong Secanggang. Kesimpulan: Pengakuan dan penghormatan negara terhadap masyarakat hukum adat masih bersifat konstitutif, yakni masih mengakui dan menyatakan keberadaan masyarakat adat berdasarkan pembatasan bersyarat dan berlapis menurut perundang-undangan. Mekanisme pendaftaran tanah ulayat pada masyarakat hukum adat di Indonesia telah diatur di dalam Permen ATR Nomor 18 Tahun 2019 tentang tata cara penatausahaan tanah ulayat kesatuan masyarakat hukum adat. Namun, tidak semua entitas dapat memenuhi persyaratan untuk diakui sebagai subjek hak ulayat. Belum adanya penetapan pengakuan masyarakat adat Rakyat Penunggu Kampong Secanggang oleh Bupati/ pemerintah daerah menyebabkan subjek hukum tidak berhak atas objek hak ulayat/ wilayah adat nya. Program PTSL Kluster 3 menjadi instrument hukum baru bagi masyarakat adat Rakyat Penunggu Kampong Secanggang dalam mendaftarkan tanah adatnya. Kata Kunci : Pengakuan, Hak Ulayat, Masyarakat Adat Rakyat Penunggu Kampong Secanggang.
{"title":"PENGAKUAN HUKUM TERHADAP HAK ULAYAT MASYARAKAT ADAT RAKYAT PENUNGGU KAMPONG SECANGGANG KABUPATEN LANGKAT","authors":"Abdillah Jaya","doi":"10.47709/ijbl.v1i2.1864","DOIUrl":"https://doi.org/10.47709/ijbl.v1i2.1864","url":null,"abstract":"ABSTRAK \u0000Latar Belakang: Konstitusi Negara Republik Indonesia mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya. Pengakuan negara tersebut diatur di dalam peraturan perundang-undangan. Banyaknya peraturan mempersulit masyarakat adat untuk mendapatkan pengakuan tersebut. Tesis ini bertujuan mencari instrument hukum yang ideal bagi masyarakat adat Rakyat Penunggu Kampong Secanggang dalam memperjuangkan hak-hak tradisionalnya. \u0000Metode dalam penelitian: penelitian empiris yang menggunakan pendekatan kualitatif, bersifat deskriptif analistis. Data yang digunakan untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder yang berasal dari wawancara dan studi kepustakaan. \u0000Hasil Penelitian: Penelitian ini menemukan adanya konflik agraria antara PTPN II dengan masyarakat adat Rakyat Penunggu Kampong Secanggang dalam mempertahankan ruang hidup dan wilayah adatnya. Konflik ini terjadi karena Negara Republik Indonesia belum hadir untuk memberikan kepastian hukum yang dapat melindungi segenap hak-hak masyarakat adat Rakyat Penunggu Kampong Secanggang. \u0000Kesimpulan: Pengakuan dan penghormatan negara terhadap masyarakat hukum adat masih bersifat konstitutif, yakni masih mengakui dan menyatakan keberadaan masyarakat adat berdasarkan pembatasan bersyarat dan berlapis menurut perundang-undangan. Mekanisme pendaftaran tanah ulayat pada masyarakat hukum adat di Indonesia telah diatur di dalam Permen ATR Nomor 18 Tahun 2019 tentang tata cara penatausahaan tanah ulayat kesatuan masyarakat hukum adat. Namun, tidak semua entitas dapat memenuhi persyaratan untuk diakui sebagai subjek hak ulayat. Belum adanya penetapan pengakuan masyarakat adat Rakyat Penunggu Kampong Secanggang oleh Bupati/ pemerintah daerah menyebabkan subjek hukum tidak berhak atas objek hak ulayat/ wilayah adat nya. Program PTSL Kluster 3 menjadi instrument hukum baru bagi masyarakat adat Rakyat Penunggu Kampong Secanggang dalam mendaftarkan tanah adatnya. \u0000Kata Kunci : Pengakuan, Hak Ulayat, Masyarakat Adat Rakyat Penunggu Kampong Secanggang.","PeriodicalId":352168,"journal":{"name":"Indonesia Journal of Business Law","volume":"133 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-11-17","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"123453547","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
ABSTRAK Latar Belakang: PTSL adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali yang dilakukan secara serentak yang meliputi semua objek pendaftaran tanah yang belum didaftar dalam suatu wilayah desa/kelurahan atau nama lainnya yang setingkat dengan itu. Dalam pelaksanaan Pendaftaran Tanah pemerintah mengalamin hambatan dimana engganya masyarakat melakukan pendaftaran tanah karena beratnya membayar biaya PPh Final PHTB dan BPHPTB, melalui PTSL masyarakat diberikan kemudahan dimana penerima sertifikat hak atas tanah tidak atau belum mampu membayar BPHTB dan/atau masih adanya tunggakan pembayaran PPh tetap dapat diterbitkan sertifikat hak atas tanah. Metode Penelitian: Penelitian ini mengunakan metode yuridis-normatif. Yaitu penelitian yang dilakukan berdasarkan pada bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yaitu inventaris perturan-peraturan yang berkaitan dengan Pendaftaran Tanah, PTSL, PPh Final PHTB, BPHTB, dan peraturan Menteri terkait untuk hasil penelitian yang lebih mendalam. Hasil Penelitian: ESENSI keadilan dalam hal pemungutan PPH Final PHTB dan BPHTB dalam rangka PTSL berdasarkan asas Equity, asas Certainly, maupun asas Daya Pikul tidaklah terpenuhi. Dimana pemohon melalui program PTSL dimungkinkan untuk menerima sertipikat atas lahan yang diajukannya tanpa melaksanakan kewajibanya untuk membayar PPH Final PHTB dan BPHTB terlebih dahulu, sedangkan pemohon yang melakukan pendaftaran tanah yang tidak bisa melalui program PTSL tetap harus memenuhi kewajibanya dalam membayar PPH Final PHTB dan BPHTB sebagaiamana ketentuanya, dan wajib pajak yang sama-sama melakukan pendaftaran tanah melalui PTSL walau kemampuan membayarnya berbeda memperoleh perlakuan pemungutan pajak yang sama. Kesimpulan: yang dicapai dalam penulisan skripsi ini adalah bahwa yang menjadi dasar hukum PTSL adalah Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 6 Tahun 2018 tentang Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap. Kewenagan PPH Final PHTB merupakan kewenangan Kementerian Keuangan, dan kewenangan BPHTB merupakan kewenagan pemerintah kabupaten/kota. Esensi keadilan dalam hal pemungutan PPH Final PHTB dan BPHTB dalam rangka PTSL berdasarkan asas Daya Pikul tidaklah terpenuhi dimana wajib pajak yang sama-sama melakukan pendaftaran tanah melalui PTSL walau kemampuan membayarnya berbeda memperoleh perlakuan pemungutan pajak yang sama. Kata Kunci: Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap, PPh Final PHTB, BPHTB
{"title":"ANALISIS YURIDIS PEMUNGUTAN BPHTB DAN PPH FINAL PHTB DALAM RANGKA PENDAFTARAN TANAH SISTEMATIS LENGKAP (PTSL)","authors":"Hariansyah Wijaya","doi":"10.47709/ijbl.v1i2.1865","DOIUrl":"https://doi.org/10.47709/ijbl.v1i2.1865","url":null,"abstract":"ABSTRAK \u0000Latar Belakang: PTSL adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali yang dilakukan secara serentak yang meliputi semua objek pendaftaran tanah yang belum didaftar dalam suatu wilayah desa/kelurahan atau nama lainnya yang setingkat dengan itu. Dalam pelaksanaan Pendaftaran Tanah pemerintah mengalamin hambatan dimana engganya masyarakat melakukan pendaftaran tanah karena beratnya membayar biaya PPh Final PHTB dan BPHPTB, melalui PTSL masyarakat diberikan kemudahan dimana penerima sertifikat hak atas tanah tidak atau belum mampu membayar BPHTB dan/atau masih adanya tunggakan pembayaran PPh tetap dapat diterbitkan sertifikat hak atas tanah. \u0000Metode Penelitian: Penelitian ini mengunakan metode yuridis-normatif. Yaitu penelitian yang dilakukan berdasarkan pada bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yaitu inventaris perturan-peraturan yang berkaitan dengan Pendaftaran Tanah, PTSL, PPh Final PHTB, BPHTB, dan peraturan Menteri terkait untuk hasil penelitian yang lebih mendalam. \u0000Hasil Penelitian: ESENSI keadilan dalam hal pemungutan PPH Final PHTB dan BPHTB dalam rangka PTSL berdasarkan asas Equity, asas Certainly, maupun asas Daya Pikul tidaklah terpenuhi. Dimana pemohon melalui program PTSL dimungkinkan untuk menerima sertipikat atas lahan yang diajukannya tanpa melaksanakan kewajibanya untuk membayar PPH Final PHTB dan BPHTB terlebih dahulu, sedangkan pemohon yang melakukan pendaftaran tanah yang tidak bisa melalui program PTSL tetap harus memenuhi kewajibanya dalam membayar PPH Final PHTB dan BPHTB sebagaiamana ketentuanya, dan wajib pajak yang sama-sama melakukan pendaftaran tanah melalui PTSL walau kemampuan membayarnya berbeda memperoleh perlakuan pemungutan pajak yang sama. \u0000Kesimpulan: yang dicapai dalam penulisan skripsi ini adalah bahwa yang menjadi dasar hukum PTSL adalah Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 6 Tahun 2018 tentang Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap. Kewenagan PPH Final PHTB merupakan kewenangan Kementerian Keuangan, dan kewenangan BPHTB merupakan kewenagan pemerintah kabupaten/kota. Esensi keadilan dalam hal pemungutan PPH Final PHTB dan BPHTB dalam rangka PTSL berdasarkan asas Daya Pikul tidaklah terpenuhi dimana wajib pajak yang sama-sama melakukan pendaftaran tanah melalui PTSL walau kemampuan membayarnya berbeda memperoleh perlakuan pemungutan pajak yang sama. \u0000Kata Kunci: Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap, PPh Final PHTB, BPHTB","PeriodicalId":352168,"journal":{"name":"Indonesia Journal of Business Law","volume":"48 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-11-17","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"132479734","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pajak Penerangan Jalan merupakan salah satu dari sekian pajak yang ada di Kabupaten Sidoarjo, yang dimana keberadaanya sebagai sumber utama dalam penerimaan daerah atau Pendapatan Asli Daerah (PAD). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui besar potensi dan kontribusi Pajak Penerangan Jalan yang sebenarnya dimiliki oleh Kabupaten Sidoarjo. Untuk mengitung potensi pajak penerangan jalan digunakan beberapa variabel terkait yaitu biaya beban dan biaya minimum dari tiap golongan tarif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa potensi Pajak Penerangan Jalan sangat kecil, jauh di atas nilai realisasi penerimaan Pajak Penerangan Jalan. Kata kunci: basis pajak penerangan jalan, potensi penerimaan
{"title":"Pajak penerangan jalan","authors":"Patricia Meilita Aritonang","doi":"10.47709/ijbl.v1i1.1296","DOIUrl":"https://doi.org/10.47709/ijbl.v1i1.1296","url":null,"abstract":"\u0000 \u0000Pajak Penerangan Jalan merupakan salah satu dari sekian pajak yang ada di Kabupaten Sidoarjo, yang dimana keberadaanya sebagai sumber utama dalam penerimaan daerah atau Pendapatan Asli Daerah (PAD). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui besar potensi dan kontribusi Pajak Penerangan Jalan yang sebenarnya dimiliki oleh Kabupaten Sidoarjo. Untuk mengitung potensi pajak penerangan jalan digunakan beberapa variabel terkait yaitu biaya beban dan biaya minimum dari tiap golongan tarif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa potensi Pajak Penerangan Jalan sangat kecil, jauh di atas nilai realisasi penerimaan Pajak Penerangan Jalan. \u0000Kata kunci: basis pajak penerangan jalan, potensi penerimaan \u0000 \u0000 \u0000 ","PeriodicalId":352168,"journal":{"name":"Indonesia Journal of Business Law","volume":"19 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-12-22","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"120821768","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
ABSTRAK Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Terdapat beberapa permasalahan terkait dengan pajak yaitu kelemahan peraturan terkait perpajakan itu sendiri, lalu sosialisasi terkait peraturan pajak yang masih kurang, tingkat kesadaran wajib pajak yang kurang, pengetahuan dan tingkat ekonomi yang rendah, data yang tidak lengkap, lemahnya penegakan hukum berupa pengawasan dan sanksi yang belum konsisten dan tegas. Pada makalah ini yang menjadi permasalahan terkait pajak adalah tidak adanya pengaturan terkait suatu permasalahan khusus yang terjadi di negara Indonesia. Solusi penyelesaian permasalahan tersebut adalah menyempurnaan peraturan atau regulasi, melakukan sosialisasi untuk menambah pengetahuan untuk menumbuhkan kesadaran wajib pajak taat pajak, meningkatkan penegakan hukum dalam pengawasan dan pemberian sanksi secara konsisten dan tegas, dan melakukan pemungutan pajak yang Adil, berdasarkan undang-undang, tidak mengganggu perekonomian, efisien dan sistemnya harus sederhana. ABSTRACT Tax is a mandatory contribution to the state that is owed by an individual or entity that is coercive in nature based on the law, with no direct compensation and is used for the needs of the state for the greatest prosperity of the people. There are several problems related to taxes, namely the weakness of regulations related to taxation itself, then socialization related to tax regulations that are still lacking, the level of awareness of taxpayers is lacking, knowledge and low economic levels, databases that are not complete and accurate, weak law enforcement in the form of supervision and imposing sanctions that have not been consistent and firm. In this paper, the problem related to taxes is the absence of regulations related to a special problem that occurs in Indonesia. The solution to solving these problems is perfecting regulations or regulations, conducting socialization to increase knowledge to raise awareness of tax-abiding taxpayers, increasing law enforcement in monitoring and imposing sanctions consistently and firmly, and conducting fair tax collection, based on the law, not disturbing economy, efficient and the system must be simple.
抽象税收是个人或受法律约束的机构对国家的强制性贡献,没有直接的奖励,也没有用来满足国家对繁荣程度的需求。税收方面存在一些问题,比如税收制度本身的弱点,税收制度的社会化程度较低,纳税人的意识较低,知识和经济低劣,缺乏完整的数据,缺乏始终如一的监管和制裁的执法松懈。在这篇论文中,与税收相关的问题在于,缺乏对印尼发生的一项特殊问题的规定。这些问题的解决方案是完善规则或规则,通过社会化来增加知识,提高纳税人的认识,通过持续和坚定的监管和制裁加强执法,通过法律,以不破坏经济、效率和制度的简单性来进行公平的税收投票。不正规性的税收是对个人或机构在自然基础上所起作用的一种权效的诉讼,没有直接的补偿,也没有用于人民最大的繁荣。有好几个problems相关的税,namely regulations相关之弱项去taxation不由自主,然后给予税收socialization相关的regulations那仍然是由于没有taxpayers之意识的水平,是由于没有知识和经济水平低,databases,那是不完整和准确,软弱法律执法in the form of supervision and imposing联盟那有音符被consistent和公司。在这篇论文中,有关税收的问题是对一个特殊问题的忽视。solution to解决这些problems》是perfecting regulations或regulations, conducting socialization为了增加知识为了提高意识的tax-abiding taxpayers increasing法律执法在监测和imposing联盟consistently firmly,和给予税收conducting博览会收藏馆,改编自《法律,不是第四economy, efficient与系统必须简单。
{"title":"ISSUE OF HOTEL TAX IN DKI JAKARTA PROVINCE","authors":"Oliver Gultom","doi":"10.47709/ijbl.v1i1.1292","DOIUrl":"https://doi.org/10.47709/ijbl.v1i1.1292","url":null,"abstract":"ABSTRAK \u0000Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. \u0000Terdapat beberapa permasalahan terkait dengan pajak yaitu kelemahan peraturan terkait perpajakan itu sendiri, lalu sosialisasi terkait peraturan pajak yang masih kurang, tingkat kesadaran wajib pajak yang kurang, pengetahuan dan tingkat ekonomi yang rendah, data yang tidak lengkap, lemahnya penegakan hukum berupa pengawasan dan sanksi yang belum konsisten dan tegas. Pada makalah ini yang menjadi permasalahan terkait pajak adalah tidak adanya pengaturan terkait suatu permasalahan khusus yang terjadi di negara Indonesia. \u0000Solusi penyelesaian permasalahan tersebut adalah menyempurnaan peraturan atau regulasi, melakukan sosialisasi untuk menambah pengetahuan untuk menumbuhkan kesadaran wajib pajak taat pajak, meningkatkan penegakan hukum dalam pengawasan dan pemberian sanksi secara konsisten dan tegas, dan melakukan pemungutan pajak yang Adil, berdasarkan undang-undang, tidak mengganggu perekonomian, efisien dan sistemnya harus sederhana. \u0000ABSTRACT \u0000Tax is a mandatory contribution to the state that is owed by an individual or entity that is coercive in nature based on the law, with no direct compensation and is used for the needs of the state for the greatest prosperity of the people. \u0000There are several problems related to taxes, namely the weakness of regulations related to taxation itself, then socialization related to tax regulations that are still lacking, the level of awareness of taxpayers is lacking, knowledge and low economic levels, databases that are not complete and accurate, weak law enforcement in the form of supervision and imposing sanctions that have not been consistent and firm. In this paper, the problem related to taxes is the absence of regulations related to a special problem that occurs in Indonesia. \u0000The solution to solving these problems is perfecting regulations or regulations, conducting socialization to increase knowledge to raise awareness of tax-abiding taxpayers, increasing law enforcement in monitoring and imposing sanctions consistently and firmly, and conducting fair tax collection, based on the law, not disturbing economy, efficient and the system must be simple.","PeriodicalId":352168,"journal":{"name":"Indonesia Journal of Business Law","volume":"7 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-12-22","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"133346802","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}