H. L. Nainggolan, Fepi Efta Pioni Sidabalok, Basa Rohana Saing, Intan Mustika Bakkara, Agnes Gracia L. Tobing, Samuel Alfredo Sianturi
Pengelolaan perkebunan usahatani kelapa sawit rakyat telah menimbulkan berbagai dampak bagi lingkungan, dengan demikian dituntut kepedulian petani dengan menyisihkan pendapatannya untuk biaya lingkungan. Penelitian ini bertujuan menganalisis pendapatan usahatani dan strategi peningkatan pemahaman petani atas biaya lingkungan usahatani kelapa sawit rakyat. Penelitian dilakukan bulan April - September 2022, di Kabupaten Batu Bara yang ditentukan secara sengaja. Populasi penelitian adalah petani kelapa sawit rakyat sebanyak 16.435 kepala keluarga. Sampel penelitian ditentukan dengan menggunakan formula Slovin yaitu sebanyak 44 responden. Data yang digunakan adalah data primer dan sekunder, yang dianalisis secara deskriptif, dengan metode analisis biaya, analisis pendapatan dan analisis SWOT. Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan; a) rata-rata biaya produksi usahatani kelapa sawit sebesar Rp1.906.499/ bulan, dengan rata-rata pendapatan Rp1.554.990/bulan; b) rata-rata biaya lingkungan yang harus ditanggung petani sebesar Rp 449.430/bulan; c) 45,5% responden tidak paham tentang konsep biaya lingkungan. Responden yang tidak paham tentang; komponen biaya lingkungan, pentingnya biaya lingkungan, dan tidak paham menghitung biaya lingkungan masing-masing 54,5%; d) 52,3% responden tidak paham akan pengaruh biaya lingkungan terhadap pendapatan, serta 50,0% responden yang tidak mampu menyisihkan pendapatan untuk biaya lingkungan; e) Strategi yang dapat diterapkan meningkatkan pemahaman petani atas biaya lingkungan adalah strategi agresif. Berdasarkan kesimpulan disarankan agar petani diberikan pelatihan agar pemahaman petani terkait biaya lingkungan meningkat, dan pemerintah hendaknya melakukan penyuluhan bagi petani tentang usahatani kelapa sawit ramah lingkungan.
{"title":"Analisis Pendapatan Usahatani dan Strategi Peningkatan Pemahaman Petani Atas Biaya Lingkungan Kelapa Sawit Rakyat di Kabupaten Batu Bara, Sumatera Utara, Indonesia","authors":"H. L. Nainggolan, Fepi Efta Pioni Sidabalok, Basa Rohana Saing, Intan Mustika Bakkara, Agnes Gracia L. Tobing, Samuel Alfredo Sianturi","doi":"10.37637/ab.v6i1.1164","DOIUrl":"https://doi.org/10.37637/ab.v6i1.1164","url":null,"abstract":"Pengelolaan perkebunan usahatani kelapa sawit rakyat telah menimbulkan berbagai dampak bagi lingkungan, dengan demikian dituntut kepedulian petani dengan menyisihkan pendapatannya untuk biaya lingkungan. Penelitian ini bertujuan menganalisis pendapatan usahatani dan strategi peningkatan pemahaman petani atas biaya lingkungan usahatani kelapa sawit rakyat. Penelitian dilakukan bulan April - September 2022, di Kabupaten Batu Bara yang ditentukan secara sengaja. Populasi penelitian adalah petani kelapa sawit rakyat sebanyak 16.435 kepala keluarga. Sampel penelitian ditentukan dengan menggunakan formula Slovin yaitu sebanyak 44 responden. Data yang digunakan adalah data primer dan sekunder, yang dianalisis secara deskriptif, dengan metode analisis biaya, analisis pendapatan dan analisis SWOT. Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan; a) rata-rata biaya produksi usahatani kelapa sawit sebesar Rp1.906.499/ bulan, dengan rata-rata pendapatan Rp1.554.990/bulan; b) rata-rata biaya lingkungan yang harus ditanggung petani sebesar Rp 449.430/bulan; c) 45,5% responden tidak paham tentang konsep biaya lingkungan. Responden yang tidak paham tentang; komponen biaya lingkungan, pentingnya biaya lingkungan, dan tidak paham menghitung biaya lingkungan masing-masing 54,5%; d) 52,3% responden tidak paham akan pengaruh biaya lingkungan terhadap pendapatan, serta 50,0% responden yang tidak mampu menyisihkan pendapatan untuk biaya lingkungan; e) Strategi yang dapat diterapkan meningkatkan pemahaman petani atas biaya lingkungan adalah strategi agresif. Berdasarkan kesimpulan disarankan agar petani diberikan pelatihan agar pemahaman petani terkait biaya lingkungan meningkat, dan pemerintah hendaknya melakukan penyuluhan bagi petani tentang usahatani kelapa sawit ramah lingkungan. ","PeriodicalId":443368,"journal":{"name":"Agro Bali : Agricultural Journal","volume":"106 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-03-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"127326915","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Usahatani hortikultura khususnya buah-buahan di Indonesia selama ini hanya dipandang sebagai usaha sampingan yang ditanam di pekarangan dengan luas areal sempit dan penerapan teknik budidaya serta penanganan pasca panen yang masih sederhana. Disisi lain permintaan pasar terhadap buah baik dari pasar lokal maupun pasar ekspor menghendaki mutu tertentu, ukuran seragam dan suplai pasokan buah yang berkesinambungan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui komoditas hortikultura basis saat ini maupun secara berkelanjutan. Kajian ini menggunakan data time series tahun 2017 – 2021. Penentuan komoditas basis menggunakan metode Location Quotient (LQ) dan Dynamic Location Quotient (DLQ). Hasil penelitian menunjukkan bahwa komoditi hortikultura yang menjadi basis saat ini dan masih akan menjadi komoditas basis di masa yang akan datang adalah duku dan durian dengan nilai LQ dan DLQ lebih dari 1. Sedangkan komoditas cabai rawit, terung, tomat, kacang panjang, kangkung, jeruk siam, pisang dan mangga, meskipun belum menjadi komoditas basis, memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi komoditas basis berdasarkan nilai DLQ yang lebih dari 1.
{"title":"Identifikasi Komoditas Hortikultura Basis dalam Perspektif Pertanian Berkelanjutan di Kabupaten Kolaka, Indonesia","authors":"M. Kasmin, Helviani Helviani, Nursalam Nursalam","doi":"10.37637/ab.v6i1.1043","DOIUrl":"https://doi.org/10.37637/ab.v6i1.1043","url":null,"abstract":"Usahatani hortikultura khususnya buah-buahan di Indonesia selama ini hanya dipandang sebagai usaha sampingan yang ditanam di pekarangan dengan luas areal sempit dan penerapan teknik budidaya serta penanganan pasca panen yang masih sederhana. Disisi lain permintaan pasar terhadap buah baik dari pasar lokal maupun pasar ekspor menghendaki mutu tertentu, ukuran seragam dan suplai pasokan buah yang berkesinambungan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui komoditas hortikultura basis saat ini maupun secara berkelanjutan. Kajian ini menggunakan data time series tahun 2017 – 2021. Penentuan komoditas basis menggunakan metode Location Quotient (LQ) dan Dynamic Location Quotient (DLQ). Hasil penelitian menunjukkan bahwa komoditi hortikultura yang menjadi basis saat ini dan masih akan menjadi komoditas basis di masa yang akan datang adalah duku dan durian dengan nilai LQ dan DLQ lebih dari 1. Sedangkan komoditas cabai rawit, terung, tomat, kacang panjang, kangkung, jeruk siam, pisang dan mangga, meskipun belum menjadi komoditas basis, memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi komoditas basis berdasarkan nilai DLQ yang lebih dari 1.","PeriodicalId":443368,"journal":{"name":"Agro Bali : Agricultural Journal","volume":"32 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-03-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"114320721","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Kajian baku kerusakan tanah untuk produksi biomassa merupakan metode pengukuran dan penentuan kerusakan tanah pada suatu lahan. Penelitian dilakukan pada Desa Sukodono Kecamatan Dampit Kabupaten Malang. Batasan yang ditentukan menggunakan satuan penggunaan lahan. Ditemukan 4 satuan penggunaan lahan, yakni Tegalan, Kebun Kopi, Kebun Salak, dan Semak Belukar. Adanya berbagai penggunaan lahan tersebut, memungkinkan para pelaku usaha tani untuk tidak menggunakan alat-alat berat untuk meringankan tugasnya. Penggunaan alat berat pertanian dalam jangka waktu lama, juga dapat menyebabkan kerusakan tanah. Hasil menunjukkan bahwa seluruh penggunaan lahan di Desa Sukodono mengalami kerusakan ringan, dengan batasan nilai Redoks yang melebihi ambang batas. Hal tersebut menunjukkan bahwa kerusakan di Desa Sukodono masih bisa dilakukan perbaikan.
{"title":"Kajian Baku Kerusakan Tanah pada Berbagai Penggunaan Lahan di Desa Sukodono Kecamatan Dampit Kabupaten Malang, Indonesia","authors":"Ken Bening Jiwa Jeni, Maroeto Maroeto, P. Purwadi","doi":"10.37637/ab.v6i1.1112","DOIUrl":"https://doi.org/10.37637/ab.v6i1.1112","url":null,"abstract":"Kajian baku kerusakan tanah untuk produksi biomassa merupakan metode pengukuran dan penentuan kerusakan tanah pada suatu lahan. Penelitian dilakukan pada Desa Sukodono Kecamatan Dampit Kabupaten Malang. Batasan yang ditentukan menggunakan satuan penggunaan lahan. Ditemukan 4 satuan penggunaan lahan, yakni Tegalan, Kebun Kopi, Kebun Salak, dan Semak Belukar. Adanya berbagai penggunaan lahan tersebut, memungkinkan para pelaku usaha tani untuk tidak menggunakan alat-alat berat untuk meringankan tugasnya. Penggunaan alat berat pertanian dalam jangka waktu lama, juga dapat menyebabkan kerusakan tanah. Hasil menunjukkan bahwa seluruh penggunaan lahan di Desa Sukodono mengalami kerusakan ringan, dengan batasan nilai Redoks yang melebihi ambang batas. Hal tersebut menunjukkan bahwa kerusakan di Desa Sukodono masih bisa dilakukan perbaikan. ","PeriodicalId":443368,"journal":{"name":"Agro Bali : Agricultural Journal","volume":"30 1 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-03-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"122597360","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Increased agricultural output is necessary to feed a growing world population, yet crop yield growth rates are currently slowing down. Therefore, qualities related to yield, stability, and sustainability should take center stage in plant breeding initiatives. Durable disease resistance, abiotic stress tolerance, and effective nutrition and water usage are a few of these characteristics. On several rice chromosomes, various resistance genes have been discovered, mapped, and tightly connected DNA markers have been created. The following qualities were chosen as potential molecular marker candidates: fragrance, disease resistance to bacterial, blast, and sheath blights, grain extension while cooking, chalkiness propensity, gelatinization temperature, minor aroma components, and seedling vigor/early establishment. With the help of developments in genetics and genomics, it is now feasible to go into the history of rice domestication and identify the precise genetic processes that were influenced by human selection. Agronomic main effect quantitative trait loci (QTLs) may contribute cumulatively to genetic variation, with hybrids showing stronger effects and comparatively fewer contributions from epistatic effects.
{"title":"Genomic Mapping, Molecular Marker and Marker Assisted Selection in Rice: A Review","authors":"Takele Mitiku Abdeta, W. Biratu, L. Yadesa","doi":"10.37637/ab.v5i3.979","DOIUrl":"https://doi.org/10.37637/ab.v5i3.979","url":null,"abstract":"Increased agricultural output is necessary to feed a growing world population, yet crop yield growth rates are currently slowing down. Therefore, qualities related to yield, stability, and sustainability should take center stage in plant breeding initiatives. Durable disease resistance, abiotic stress tolerance, and effective nutrition and water usage are a few of these characteristics. On several rice chromosomes, various resistance genes have been discovered, mapped, and tightly connected DNA markers have been created. The following qualities were chosen as potential molecular marker candidates: fragrance, disease resistance to bacterial, blast, and sheath blights, grain extension while cooking, chalkiness propensity, gelatinization temperature, minor aroma components, and seedling vigor/early establishment. With the help of developments in genetics and genomics, it is now feasible to go into the history of rice domestication and identify the precise genetic processes that were influenced by human selection. Agronomic main effect quantitative trait loci (QTLs) may contribute cumulatively to genetic variation, with hybrids showing stronger effects and comparatively fewer contributions from epistatic effects.","PeriodicalId":443368,"journal":{"name":"Agro Bali : Agricultural Journal","volume":"5 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-11-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"115302352","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Luas perkebunan kopi di Kabupaten Simalungun yang masih minim dari luas optimalnya menjadi kendala petani untuk menghasilkan produksi kopi yang saat ini rendah dibandingkan dengan produksi optimum kopi arabika Simalungun. Salah satu alternatif untuk meningkatkan produksi kopi yaitu melakukan integrasi tanaman kopi dengan lebah. Tujuan penelitian ini menganalisis perbedaan produksi dan pendapatan sebelum dan sesudah integrasi, serta komponen integrasi dan dampaknya terhadap pendapatan usahatani kopi dan budidaya lebah. Metode analisis yaitu analisis deskriptif dan uji paired sample t test menggunakan SPSS. Penelitian dilakukan Desember 2020 - Desember 2021. Hasil penelitian menunjukkan produksi dan pendapatan kopi berbeda signifikan sebelum dengan sesudah integrasi. Komponen integrasi budidaya lebah yaitu sengat lebah sebagai predator pengendalian hama kopi, bulu kaki lebah sebagai polinator penyerbukan bunga kopi. Komponen integrasi lebah mampu meningkatkan produksi kopi dari berkurangnya hama, sementara biaya berkurang dari menurunnya input pestisida dan tenaga kerja sehingga berdampak terhadap meningkatnya pendapatan kopi. Komponen integrasi usahatani kopi yaitu nektar bunga kopi dan bunga tanaman pelindung sebagai pakan lebah telah menghasilkan madu multiflora, madu kaliandra dan madu kopi. Budidaya lebah di kebun kopi dapat mengurangi biaya input pakan luar dan biaya sewa lahan budidaya lebah. Berkurangnya biaya serta adanya sumbangan penerimaan madu berdampak terhadap meningkatnya total pendapatan petani integrasi. Penghambat integrasi yaitu keterbatasan modal membeli kotak lebah, kurangnya respon petani, ketersediaan pakan lebah tidak kontinu, gangguan hama serta pencurian kotak lebah, sedangkan pendukung integrasi yaitu pasar kopi dan madu luas, adanya bantuan kotak lebah dan harga madu mahal.
{"title":"Dampak Integrasi Tanaman Kopi dengan Budidaya Lebah terhadap Peningkatan Pendapatan dan Produksi Biji Kopi di Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara, Indonesia","authors":"Saprina Saprina, Diana Chalil, Satia Negara","doi":"10.37637/ab.v5i3.994","DOIUrl":"https://doi.org/10.37637/ab.v5i3.994","url":null,"abstract":"Luas perkebunan kopi di Kabupaten Simalungun yang masih minim dari luas optimalnya menjadi kendala petani untuk menghasilkan produksi kopi yang saat ini rendah dibandingkan dengan produksi optimum kopi arabika Simalungun. Salah satu alternatif untuk meningkatkan produksi kopi yaitu melakukan integrasi tanaman kopi dengan lebah. Tujuan penelitian ini menganalisis perbedaan produksi dan pendapatan sebelum dan sesudah integrasi, serta komponen integrasi dan dampaknya terhadap pendapatan usahatani kopi dan budidaya lebah. Metode analisis yaitu analisis deskriptif dan uji paired sample t test menggunakan SPSS. Penelitian dilakukan Desember 2020 - Desember 2021. Hasil penelitian menunjukkan produksi dan pendapatan kopi berbeda signifikan sebelum dengan sesudah integrasi. Komponen integrasi budidaya lebah yaitu sengat lebah sebagai predator pengendalian hama kopi, bulu kaki lebah sebagai polinator penyerbukan bunga kopi. Komponen integrasi lebah mampu meningkatkan produksi kopi dari berkurangnya hama, sementara biaya berkurang dari menurunnya input pestisida dan tenaga kerja sehingga berdampak terhadap meningkatnya pendapatan kopi. Komponen integrasi usahatani kopi yaitu nektar bunga kopi dan bunga tanaman pelindung sebagai pakan lebah telah menghasilkan madu multiflora, madu kaliandra dan madu kopi. Budidaya lebah di kebun kopi dapat mengurangi biaya input pakan luar dan biaya sewa lahan budidaya lebah. Berkurangnya biaya serta adanya sumbangan penerimaan madu berdampak terhadap meningkatnya total pendapatan petani integrasi. Penghambat integrasi yaitu keterbatasan modal membeli kotak lebah, kurangnya respon petani, ketersediaan pakan lebah tidak kontinu, gangguan hama serta pencurian kotak lebah, sedangkan pendukung integrasi yaitu pasar kopi dan madu luas, adanya bantuan kotak lebah dan harga madu mahal.","PeriodicalId":443368,"journal":{"name":"Agro Bali : Agricultural Journal","volume":"1 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-11-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"129962411","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Salah satu sentra produksi biji kakao Indonesia adalah Provinsi Sulawesi Tenggara dengan nilai produksi sebesar 115.023 ton, dengan total nilai ekspor 1,5 miliar US$ pada tahun 2019. Nilai ekspor komoditas kakao ini pun masih tergolong cukup tinggi di masa pandemi Covid-19. Menurut data Trademap, nilai ekspor kakao Indonesia pada 2021 mencapai US$1,2 miliar, hanya turun 2,9% dari tahun sebelumnya. Permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan kakao adalah mutu produk mаsih rendаh, pengembаngаn produk hulu dan hilir kаkаo belum optimal, serta kontinuitas pasokan kakao belum terpenuhi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perkembangan ekspor komoditi kakao dan mengukur tingkat daya saing kakao Sulawesi Tenggara di pasar Internasional. Metode analisis yang digunakan untuk melihat perkembangan ekspor komoditi kakao adalah kuantitatif deskriptif dengan menggunakan metode studi pustaka (library research) dan menganalisis daya saing kakao Sulawesi Tenggara digunakan rumus Revealed Comparative Advantage (RCA). Data yang digunakan dalam penelitian adalah data deret waktu (time series) dari tahun 2011-2021. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, menunjukkan bahwa bahwa perkembangan ekspor komoditi kakao Indonesia pada tahun 2011-2021 mengalami fluktuasi dimana penurunan dan kenaikan terjadi selama 10 tahun terakhir sedangkan perkembangan kakao ekspor Sulawesi Tenggara dapat terlihat pada tahun 2015-2021 dengan mengalami peningkatan dan penurunan berfluktuatif. Sedangkan hasil analisis daya saing dengan menggunakan metode RCA yang dilakukan pada komoditas kakao di Sulawesi Tenggara selama periode 2011-2021 menunjukkan nilai RCA yang fluktuatif dengan rata-rata sebesar 4,8. Dengan nilai lebih dari 1 yang berarti bahwa komoditas kakao Sulawesi Tenggara memiliki daya saing yang kuat atau dapat dikatakan pula memiliki keunggulan yang komparatif.
{"title":"Daya Saing Komoditas Ekspor Unggulan Kakao Sulawesi Tenggara, Indonesia di Pasar Internasional","authors":"Masitah Masitah, Hasbiadi Hasbiadi","doi":"10.37637/ab.v5i3.1025","DOIUrl":"https://doi.org/10.37637/ab.v5i3.1025","url":null,"abstract":"Salah satu sentra produksi biji kakao Indonesia adalah Provinsi Sulawesi Tenggara dengan nilai produksi sebesar 115.023 ton, dengan total nilai ekspor 1,5 miliar US$ pada tahun 2019. Nilai ekspor komoditas kakao ini pun masih tergolong cukup tinggi di masa pandemi Covid-19. Menurut data Trademap, nilai ekspor kakao Indonesia pada 2021 mencapai US$1,2 miliar, hanya turun 2,9% dari tahun sebelumnya. Permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan kakao adalah mutu produk mаsih rendаh, pengembаngаn produk hulu dan hilir kаkаo belum optimal, serta kontinuitas pasokan kakao belum terpenuhi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perkembangan ekspor komoditi kakao dan mengukur tingkat daya saing kakao Sulawesi Tenggara di pasar Internasional. Metode analisis yang digunakan untuk melihat perkembangan ekspor komoditi kakao adalah kuantitatif deskriptif dengan menggunakan metode studi pustaka (library research) dan menganalisis daya saing kakao Sulawesi Tenggara digunakan rumus Revealed Comparative Advantage (RCA). Data yang digunakan dalam penelitian adalah data deret waktu (time series) dari tahun 2011-2021. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, menunjukkan bahwa bahwa perkembangan ekspor komoditi kakao Indonesia pada tahun 2011-2021 mengalami fluktuasi dimana penurunan dan kenaikan terjadi selama 10 tahun terakhir sedangkan perkembangan kakao ekspor Sulawesi Tenggara dapat terlihat pada tahun 2015-2021 dengan mengalami peningkatan dan penurunan berfluktuatif. Sedangkan hasil analisis daya saing dengan menggunakan metode RCA yang dilakukan pada komoditas kakao di Sulawesi Tenggara selama periode 2011-2021 menunjukkan nilai RCA yang fluktuatif dengan rata-rata sebesar 4,8. Dengan nilai lebih dari 1 yang berarti bahwa komoditas kakao Sulawesi Tenggara memiliki daya saing yang kuat atau dapat dikatakan pula memiliki keunggulan yang komparatif. ","PeriodicalId":443368,"journal":{"name":"Agro Bali : Agricultural Journal","volume":"47 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-11-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"114804219","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Helviani Helviani, Campina Illa Prihantini, Masitah Masitah, Yuli Purbaningsih, Aan Wilhan Juliatmaja, H. Syahrir, M. Amin
Cabai (Capsicum annum L.) menjadi komoditi strategis yang secara berkelanjutan mempengaruhi inflasi karena merupakan bahan pangan yang dibutuhkan masyarakat Indonesia disamping komoditas pangan utama. Permasalah utama yang ada, yaitu karakteristik buah cabai yang mudah rusak dan petani belum mampu menerapkan sistem pascapanen yang baik sehingga susut hasil masih sangat tinggi diakibatkan pengetahuan yang terbatas. Wanita tani diharapkan memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam penanganan pascapanen cabai, pengolahan cabai menjadi cabai kering diharapkan akan meningkatkan nilai tambah demi meningkatkan harga jual produk agar dapat menjadi sumber penghasilan tambahan dan meningkatkan pendapatan rumah tangga. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui berapa besar nilai tambah cabai dan untuk mengetahui peran wanita tani dalam kegiatan usahatani dan pengolahan cabai. Metode penelitian ini yaitu untuk menganalisis nilai tambah cabai digunakan perhitungan nilai tambah metode Hayami sedangkan untuk mengetahui bagaimana peran wanita tani dalam melakukan proses pengolahan cabai di analisis secara deskriptif kualitatif. Penentuan sampel dalam penelitian ini dilakukan secara stratified random sampling dan snowball random sampling. Metode ini diterapkan dalam pengambilan data sekunder dan wawancara dengan narasumber yang kompeten sesuai dengan informasi yang dibutuhkan oleh peneliti. Jumlah sampel penelitian ini yaitu sebanyak 40 responden wanita tani di Desa Puudongi Kecamatan Polinggona Kabupaten Kolaka. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, menunjukkan bahwa nilai tambah cabai yaitu sebesar Rp 4.000/kg, yang artinya pendapatan petani meningkat dengan tambahan sebesar Rp 4.000/kg. Dan wanita tani mempunyai peran penting dalam kegiatan usahatani dan pengolahan cabai. Wanita tani ikut serta dalam kegiatan usahatani dan pengolahan cabai pada kegiatan yang ringan dan membutuhkan ketelatenan.
{"title":"Nilai Tambah Cabai dan Peran Wanita Tani di Kecamatan Polinggona Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara, Indonesia","authors":"Helviani Helviani, Campina Illa Prihantini, Masitah Masitah, Yuli Purbaningsih, Aan Wilhan Juliatmaja, H. Syahrir, M. Amin","doi":"10.37637/ab.v5i3.997","DOIUrl":"https://doi.org/10.37637/ab.v5i3.997","url":null,"abstract":"Cabai (Capsicum annum L.) menjadi komoditi strategis yang secara berkelanjutan mempengaruhi inflasi karena merupakan bahan pangan yang dibutuhkan masyarakat Indonesia disamping komoditas pangan utama. Permasalah utama yang ada, yaitu karakteristik buah cabai yang mudah rusak dan petani belum mampu menerapkan sistem pascapanen yang baik sehingga susut hasil masih sangat tinggi diakibatkan pengetahuan yang terbatas. Wanita tani diharapkan memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam penanganan pascapanen cabai, pengolahan cabai menjadi cabai kering diharapkan akan meningkatkan nilai tambah demi meningkatkan harga jual produk agar dapat menjadi sumber penghasilan tambahan dan meningkatkan pendapatan rumah tangga. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui berapa besar nilai tambah cabai dan untuk mengetahui peran wanita tani dalam kegiatan usahatani dan pengolahan cabai. Metode penelitian ini yaitu untuk menganalisis nilai tambah cabai digunakan perhitungan nilai tambah metode Hayami sedangkan untuk mengetahui bagaimana peran wanita tani dalam melakukan proses pengolahan cabai di analisis secara deskriptif kualitatif. Penentuan sampel dalam penelitian ini dilakukan secara stratified random sampling dan snowball random sampling. Metode ini diterapkan dalam pengambilan data sekunder dan wawancara dengan narasumber yang kompeten sesuai dengan informasi yang dibutuhkan oleh peneliti. Jumlah sampel penelitian ini yaitu sebanyak 40 responden wanita tani di Desa Puudongi Kecamatan Polinggona Kabupaten Kolaka. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, menunjukkan bahwa nilai tambah cabai yaitu sebesar Rp 4.000/kg, yang artinya pendapatan petani meningkat dengan tambahan sebesar Rp 4.000/kg. Dan wanita tani mempunyai peran penting dalam kegiatan usahatani dan pengolahan cabai. Wanita tani ikut serta dalam kegiatan usahatani dan pengolahan cabai pada kegiatan yang ringan dan membutuhkan ketelatenan.","PeriodicalId":443368,"journal":{"name":"Agro Bali : Agricultural Journal","volume":"C-20 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-11-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"126772261","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Suara sebagai faktor lingkungan dapat mempengaruhi kehidupan di alam, baik makro maupun mikro, berbagai suara juga dapat mempengaruhi bentuk kristal air, seperti penelitian seorang ilmuwan dari Jepang Prof. Dr. Masaru Emoto terhadap air. Diketahui bahwa komponen ideal tanah mineral diantaranya terdiri dari 25% air dan 5% kandungan bahan organik, yang kehidupan tanah ada di dalamnya. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan populasi total mikroba dan P tersedia dalam tanah yang diperdengarkan suara dan diberi air yang diperlakukan suara. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium ilmu tanah Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara pada bulan Agustus sampai Oktober 2018. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Petak Terpisah dengan 3 ulangan. Petak utama adalah suara murotal (S) dengan 2 taraf, yaitu S0 = tanpa suara murotal dan S1 = dengan suara murotal. Anak petak adalah air yang diperlakukan, terdiri dari A0 = Air tanpa diperdengarkan suara, A1 = Air yang diperdengarkan suara murotal, A2 = Air yang diperdengarkan suara kasar. Parameter yang diukur adalah populasi total mikroba tanah dan kandungan P tersedia tanah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa paparan suara secara utuh dapat meningkatkan P tersedia tanah secara signifikan dari 77,1 ppm menjadi 86,7 ppm (11,07%).
{"title":"Paparan Suara yang Diperlakukan pada Tanah dan Air terhadap Populasi Mikroba dan P Tersedia Tanah","authors":"Asritanarni Munar, Imam Hartono Bangun, Hazen Arrazie Kurniawan, E. Lubis, Wilda Rina Hasibuan","doi":"10.37637/ab.v5i3.1007","DOIUrl":"https://doi.org/10.37637/ab.v5i3.1007","url":null,"abstract":"Suara sebagai faktor lingkungan dapat mempengaruhi kehidupan di alam, baik makro maupun mikro, berbagai suara juga dapat mempengaruhi bentuk kristal air, seperti penelitian seorang ilmuwan dari Jepang Prof. Dr. Masaru Emoto terhadap air. Diketahui bahwa komponen ideal tanah mineral diantaranya terdiri dari 25% air dan 5% kandungan bahan organik, yang kehidupan tanah ada di dalamnya. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan populasi total mikroba dan P tersedia dalam tanah yang diperdengarkan suara dan diberi air yang diperlakukan suara. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium ilmu tanah Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara pada bulan Agustus sampai Oktober 2018. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Petak Terpisah dengan 3 ulangan. Petak utama adalah suara murotal (S) dengan 2 taraf, yaitu S0 = tanpa suara murotal dan S1 = dengan suara murotal. Anak petak adalah air yang diperlakukan, terdiri dari A0 = Air tanpa diperdengarkan suara, A1 = Air yang diperdengarkan suara murotal, A2 = Air yang diperdengarkan suara kasar. Parameter yang diukur adalah populasi total mikroba tanah dan kandungan P tersedia tanah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa paparan suara secara utuh dapat meningkatkan P tersedia tanah secara signifikan dari 77,1 ppm menjadi 86,7 ppm (11,07%).","PeriodicalId":443368,"journal":{"name":"Agro Bali : Agricultural Journal","volume":"36 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-11-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"125866054","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Common bean regional variety trial was carried out at Sirinka, Jari, Cheffa and West belesa (Gondar) from 2017 to 2019 cropping season. The objectives of the trial were to evaluate the performance of genotypes for grain yield and yield related traits and to select and promote the promising ones for verification. Fourteen genotypes including Awash-2 (standard check) were tested using RCBD. Analysis of variance and GGE biplot analysis was employed on multi-environment grain yield data. The combined analysis of variance showed significant differences for both main and interaction effects of genotypes, locations which led to exploit the significant effect of genotype-by-environment interaction. Based on the analysis of variance and GGE biplot analysis, two varieties namely DAB-413 and ZABR 16575-51 F-22 with average grain yield of 2729 kg/ha and 2501 kg/ha, respectively were selected, verified and DAB-413 and have been released for Sirinka, Jari, Cheffa and similar areas in Ethiopia. Therefore, DAB-413 has been recommended for the tested and other similar common bean growing areas to increase production and productivity of this crop.
{"title":"Performance Evaluation of Small white Common Bean Genotypes in Eastern Amhara, Ethiopia","authors":"Genet Kebede Yemer, Eyeberu Abere Bisewur, Mengistu Tefera Yirga, Eshete Mekonnen, Abayneh Goshu, N. Seid, Ambachew Tefera Sisay, Abebe Misiganaw Gedamu, Fentanesh Sendekie Demelash","doi":"10.37637/ab.v5i3.948","DOIUrl":"https://doi.org/10.37637/ab.v5i3.948","url":null,"abstract":"Common bean regional variety trial was carried out at Sirinka, Jari, Cheffa and West belesa (Gondar) from 2017 to 2019 cropping season. The objectives of the trial were to evaluate the performance of genotypes for grain yield and yield related traits and to select and promote the promising ones for verification. Fourteen genotypes including Awash-2 (standard check) were tested using RCBD. Analysis of variance and GGE biplot analysis was employed on multi-environment grain yield data. The combined analysis of variance showed significant differences for both main and interaction effects of genotypes, locations which led to exploit the significant effect of genotype-by-environment interaction. Based on the analysis of variance and GGE biplot analysis, two varieties namely DAB-413 and ZABR 16575-51 F-22 with average grain yield of 2729 kg/ha and 2501 kg/ha, respectively were selected, verified and DAB-413 and have been released for Sirinka, Jari, Cheffa and similar areas in Ethiopia. Therefore, DAB-413 has been recommended for the tested and other similar common bean growing areas to increase production and productivity of this crop. ","PeriodicalId":443368,"journal":{"name":"Agro Bali : Agricultural Journal","volume":"8 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-11-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"133183699","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
M. Aliyu, M. Abdulkadir, I. M. Azare, N. Abdu, I. Nuhu, A. Saminu
The modelling of sulphate desorption data is critical for a proper S diagnosis and fertilizer formulation to ensure profitable crop production. Five (5) models such as first-order, second-order, Elovich, fractional power, and parabolic diffusion were used to test the best model describing sulphate desorption kinetics in some soils from Bauchi-north, Sudan Savanna, Nigeria. To achieve this, soil samples were collected from three different parent materials namely Basement complex rock and two sedimentary rocks (Kerri-Kerri Formation and Chad Formation). The study showed that the parabolic diffusion and first-order models were found to describe S desorption data satisfactorily, characterized by relatively high R2 values and lowest S.E values by soil parent materials, respectively. While, the second-order, Elovich and Fractional power equations failed to describe the kinetics desorption of sulphate in all the studied soils, as judged by their high SE values. Therefore, the better fit of S desorption data to the first-order equation is an indication of probable ligand exchange of sulphate ion during the desorption process, and to parabolic diffusion equation suggests that diffusion-controlled phenomena are rate-limiting steps. Based on the findings, we concluded that the rate of sulphate desorption kinetics in these soils is mainly controlled by diffusion-controlled phenomena, which is critical for sulphate-based fertilizer formulations and applications.
{"title":"Suitable Models for Describing Sulphate Desorption Kinetics in Selected Bauchi North Soils of Varying Parent Materials in the Nigerian Sudan Savanna","authors":"M. Aliyu, M. Abdulkadir, I. M. Azare, N. Abdu, I. Nuhu, A. Saminu","doi":"10.37637/ab.v5i3.968","DOIUrl":"https://doi.org/10.37637/ab.v5i3.968","url":null,"abstract":"The modelling of sulphate desorption data is critical for a proper S diagnosis and fertilizer formulation to ensure profitable crop production. Five (5) models such as first-order, second-order, Elovich, fractional power, and parabolic diffusion were used to test the best model describing sulphate desorption kinetics in some soils from Bauchi-north, Sudan Savanna, Nigeria. To achieve this, soil samples were collected from three different parent materials namely Basement complex rock and two sedimentary rocks (Kerri-Kerri Formation and Chad Formation). The study showed that the parabolic diffusion and first-order models were found to describe S desorption data satisfactorily, characterized by relatively high R2 values and lowest S.E values by soil parent materials, respectively. While, the second-order, Elovich and Fractional power equations failed to describe the kinetics desorption of sulphate in all the studied soils, as judged by their high SE values. Therefore, the better fit of S desorption data to the first-order equation is an indication of probable ligand exchange of sulphate ion during the desorption process, and to parabolic diffusion equation suggests that diffusion-controlled phenomena are rate-limiting steps. Based on the findings, we concluded that the rate of sulphate desorption kinetics in these soils is mainly controlled by diffusion-controlled phenomena, which is critical for sulphate-based fertilizer formulations and applications.","PeriodicalId":443368,"journal":{"name":"Agro Bali : Agricultural Journal","volume":"200 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-11-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"133845583","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}