Melihat kemajuan negara-negara secara global tidak terlepas dari dominasi negaranegara maju diantaranya yaitu Rusia yang menggunakan kemajuan negara dengan memanfaatkan sektor energi. Indonesia yang kaya akan sumber daya alam dan memiliki peluang untuk menjadi negara maju bahkan menjadi negara superpower di masa depan. Oleh karenanya maka strategi bernegara diperlukan dalam membangun negara Indonesia dalam berbagai sektor termasuk salah satunya sektor yang dapat dimanfaatkan ialah sektor energi terbarukan yang dalam beberapa tahun lagi akan digunakan secara masal menggantikan sektor energi fossil (minyak, gas bumi dan/atau tambang). Perlunya penerapan strategi yang disampaikan dapat disesuaikan dengan cita-cita bangsa Indonesia berdasarkan nilai-nilai Pancasila
{"title":"Strategi Energi Rusia Sebagai Model Dominasi Indonesia di kawasan ASEAN","authors":"Rahmat Syahid Suraya","doi":"10.54144/ijis.v2i1.46","DOIUrl":"https://doi.org/10.54144/ijis.v2i1.46","url":null,"abstract":"Melihat kemajuan negara-negara secara global tidak terlepas dari dominasi negaranegara maju diantaranya yaitu Rusia yang menggunakan kemajuan negara dengan memanfaatkan sektor energi. Indonesia yang kaya akan sumber daya alam dan memiliki peluang untuk menjadi negara maju bahkan menjadi negara superpower di masa depan. Oleh karenanya maka strategi bernegara diperlukan dalam membangun negara Indonesia dalam berbagai sektor termasuk salah satunya sektor yang dapat dimanfaatkan ialah sektor energi terbarukan yang dalam beberapa tahun lagi akan digunakan secara masal menggantikan sektor energi fossil (minyak, gas bumi dan/atau tambang). Perlunya penerapan strategi yang disampaikan dapat disesuaikan dengan cita-cita bangsa Indonesia berdasarkan nilai-nilai Pancasila","PeriodicalId":445553,"journal":{"name":"Interdependence Journal of International Studies","volume":"19 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-06-05","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"126184880","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
This research analyzes how Switzerland faces dilemmatic options in responding to the European Union Sanctions towards Russia in the crisis of Ukraine. Switzerland faces dilemmatic options, because it has good political and economic European Union. In this research, journals, books and reports are collected and used as data and theory in order to analyze the problem. Eventually, this research found that Switzerland decides to not directly relations with the European Union (EU) and Russia. In this study, the qualitative method is used to analyze the attitudes and behavior of Switzerland as a country in considering its national interests. Neoliberalism is used as a framework in analyzing the attitude and behavior of Swiss in imposing sanctions towards Russia as a response of its national interest, because this country considers non-state actors in decision making process in relations between Switzerland and European Union. Finally, this research found that Switzerland decides not to unequivocally support EU sanctions against Russia and choices for pragmatic behaviors.
{"title":"Dilema Kebijakan Sanksi Swiss dalam Merespon Krisis Ukraina (2014-2020)","authors":"Muhammad Fachrie","doi":"10.31219/osf.io/8v6nf","DOIUrl":"https://doi.org/10.31219/osf.io/8v6nf","url":null,"abstract":"This research analyzes how Switzerland faces dilemmatic options in responding to the European Union Sanctions towards Russia in the crisis of Ukraine. Switzerland faces dilemmatic options, because it has good political and economic European Union. In this research, journals, books and reports are collected and used as data and theory in order to analyze the problem. Eventually, this research found that Switzerland decides to not directly relations with the European Union (EU) and Russia. In this study, the qualitative method is used to analyze the attitudes and behavior of Switzerland as a country in considering its national interests. Neoliberalism is used as a framework in analyzing the attitude and behavior of Swiss in imposing sanctions towards Russia as a response of its national interest, because this country considers non-state actors in decision making process in relations between Switzerland and European Union. Finally, this research found that Switzerland decides not to unequivocally support EU sanctions against Russia and choices for pragmatic behaviors.","PeriodicalId":445553,"journal":{"name":"Interdependence Journal of International Studies","volume":"63 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-06-04","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"124746533","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
As the China rise rapidly and aggressively, the world continues to be vulnerable due to the uncertain geopolitical environment and detrimental great powers gesture. This happens roughly at the global stage but more ominous to the regional politics in Asia Pacific. The region needs to spend more effort to deal with the rising China and somehow also required to alter the US primacy in global politics. To assure regional stability and security, this article proposes the model of the ‘concert of power’ inspired by the Concert of Europe to be carried out in Asia, precisely in Asia Pacific. The Concert of Asia enables more powers, great or mediocre, who are keys to the regional stability to perform checks and balances to one another, not only China itself. There are at least two great powers involve, China and the US. Also, there are few key players in the region that needs to be considered, not so powerful, but still have significant role, namely ASEAN and Japan. With this model, none of great powers could dominate the region and allowing states to secure themselves. Otherwise, great power rivalry is at stake.
{"title":"Concert of Asia: How the World Should Deal with the Rise of China","authors":"R. Wirawan","doi":"10.54144/ijis.v2i1.44","DOIUrl":"https://doi.org/10.54144/ijis.v2i1.44","url":null,"abstract":"As the China rise rapidly and aggressively, the world continues to be vulnerable due to the uncertain geopolitical environment and detrimental great powers gesture. This happens roughly at the global stage but more ominous to the regional politics in Asia Pacific. The region needs to spend more effort to deal with the rising China and somehow also required to alter the US primacy in global politics. To assure regional stability and security, this article proposes the model of the ‘concert of power’ inspired by the Concert of Europe to be carried out in Asia, precisely in Asia Pacific. The Concert of Asia enables more powers, great or mediocre, who are keys to the regional stability to perform checks and balances to one another, not only China itself. There are at least two great powers involve, China and the US. Also, there are few key players in the region that needs to be considered, not so powerful, but still have significant role, namely ASEAN and Japan. With this model, none of great powers could dominate the region and allowing states to secure themselves. Otherwise, great power rivalry is at stake.","PeriodicalId":445553,"journal":{"name":"Interdependence Journal of International Studies","volume":"11 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-06-03","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"126406875","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pola pendekatan gerakan insurjens saat ini telah ber “evolusi” dari waktu ke waktu. Hal ini ditandai dengan pola serangan yang dulunya didominasi melalui gerakan konfrontasi militer bersenjata (hard-power) menjadi gerakan dengan pola pendekatan diplomasi untuk memperoleh legitimasi internasional (soft-power). Begitupun yang dilakukan oleh kelompok insurjen Pembebasan Papua Barat ULMPW (United Liberation Movement for West Papua). Mereka mengklaim kekuasaan dan kekuatan mereka saat ini membuat status insurjen yang disematkan kepada mereka ditinjau dalam status hukum internasional telah sampai pada tahap belligerent. Sesuai aturan hukum internasional dengan melekatnya status belligerent terhadap ULMWP membuat mereka berhak untuk menuntut hak dan medapat dukungan internasional untuk mendirikan negara yang bebas (merdeka) yang tidak diatur oleh negara lain. Melalui Metode penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi untuk memahami fenomena dan realitas yang tampak, penelitian ini bertujuan untuk menganalisa masalah status belligerent ULMWP sebagai subjek hukum internasional dalam upaya disintegrasi Papua Barat terhadap Indonesia. Teori yang digunakan dalam menganilisis fenomena yang diamati adalah teori tentang hukum internasional dan teori tentang insurgency dan belligerency sebagai subjek hukum internasional. Dari hasil pembahasan disimpulkan bahwa pengakuan status ULMWP sebagai kaum pemberontak belligerent yang hak dan kewajibannya diatur dan dilindungi oleh hukum internasional merupakan hal yang tidak memiliki landasan yang kuat. Berdasarkan hasil analisa yang dilakukan dengan menjadikan Pasal 1 Konvensi Den Haag IV 1907 sebagai acuan karakteristik kelompok pemberontak belligerent menunjukkan bahwa tidak ada satu pun karakteristik atau sifat kaum belligerent yang disebutkan dalam pasal tersebut melekat dalam tubuh organisasi ULMWP yang menjadi sifat, ciri atau karakter organisasi tersebut.
{"title":"Status United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) dalam Hukum Internasional terhadap Kedaulatan Indonesia","authors":"A. Rahim, Fauzia Gustarina Cempaka Timur","doi":"10.54144/ijis.v2i1.43","DOIUrl":"https://doi.org/10.54144/ijis.v2i1.43","url":null,"abstract":"Pola pendekatan gerakan insurjens saat ini telah ber “evolusi” dari waktu ke waktu. Hal ini ditandai dengan pola serangan yang dulunya didominasi melalui gerakan konfrontasi militer bersenjata (hard-power) menjadi gerakan dengan pola pendekatan diplomasi untuk memperoleh legitimasi internasional (soft-power). Begitupun yang dilakukan oleh kelompok insurjen Pembebasan Papua Barat ULMPW (United Liberation Movement for West Papua). Mereka mengklaim kekuasaan dan kekuatan mereka saat ini membuat status insurjen yang disematkan kepada mereka ditinjau dalam status hukum internasional telah sampai pada tahap belligerent. Sesuai aturan hukum internasional dengan melekatnya status belligerent terhadap ULMWP membuat mereka berhak untuk menuntut hak dan medapat dukungan internasional untuk mendirikan negara yang bebas (merdeka) yang tidak diatur oleh negara lain. Melalui Metode penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi untuk memahami fenomena dan realitas yang tampak, penelitian ini bertujuan untuk menganalisa masalah status belligerent ULMWP sebagai subjek hukum internasional dalam upaya disintegrasi Papua Barat terhadap Indonesia. Teori yang digunakan dalam menganilisis fenomena yang diamati adalah teori tentang hukum internasional dan teori tentang insurgency dan belligerency sebagai subjek hukum internasional. Dari hasil pembahasan disimpulkan bahwa pengakuan status ULMWP sebagai kaum pemberontak belligerent yang hak dan kewajibannya diatur dan dilindungi oleh hukum internasional merupakan hal yang tidak memiliki landasan yang kuat. Berdasarkan hasil analisa yang dilakukan dengan menjadikan Pasal 1 Konvensi Den Haag IV 1907 sebagai acuan karakteristik kelompok pemberontak belligerent menunjukkan bahwa tidak ada satu pun karakteristik atau sifat kaum belligerent yang disebutkan dalam pasal tersebut melekat dalam tubuh organisasi ULMWP yang menjadi sifat, ciri atau karakter organisasi tersebut.","PeriodicalId":445553,"journal":{"name":"Interdependence Journal of International Studies","volume":"92 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-06-02","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"123761656","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Covid- 19 menjadi pandemi yang memukul hampir semua kawasan di dunia ini. Negara anggota ASEAN juga tidak luput dari pandemi. Bahkan ASEAN menajdi negara pertama di luar Tiongkok yang melaporkan kasus infeksi pertama dan kematian pertama. Tulisan ini bertujuan untuk mendeskripsikan diplomasi yang dilakukan ASEAN di tengah pandemi. Metode penelitian dilakukan secara deskriptif kualitatif denagn studi dokumentasi sebagai teknik pengumpulan data utama. Tulisan menemukans sejumlah langkah diplomasi ASEAN baik melalui konferensi setingkat menteri hingga konferensi tingkat tinggi. Sejumlah kesepakatan dan langkah penting penanganan pandemi dilakukan baik terkait kerjasama pencegahan dan penanganan penyebaran virus, penyediaan vaksin, dan upaya pemulihan ekonomi.
{"title":"ASEAN dalam Tantangan: Diplomasi Dalam Mengatasi Pandemi Covid- 19","authors":"Andi Purwono","doi":"10.54144/ijis.v2i1.42","DOIUrl":"https://doi.org/10.54144/ijis.v2i1.42","url":null,"abstract":"Covid- 19 menjadi pandemi yang memukul hampir semua kawasan di dunia ini. Negara anggota ASEAN juga tidak luput dari pandemi. Bahkan ASEAN menajdi negara pertama di luar Tiongkok yang melaporkan kasus infeksi pertama dan kematian pertama. Tulisan ini bertujuan untuk mendeskripsikan diplomasi yang dilakukan ASEAN di tengah pandemi. Metode penelitian dilakukan secara deskriptif kualitatif denagn studi dokumentasi sebagai teknik pengumpulan data utama. Tulisan menemukans sejumlah langkah diplomasi ASEAN baik melalui konferensi setingkat menteri hingga konferensi tingkat tinggi. Sejumlah kesepakatan dan langkah penting penanganan pandemi dilakukan baik terkait kerjasama pencegahan dan penanganan penyebaran virus, penyediaan vaksin, dan upaya pemulihan ekonomi.","PeriodicalId":445553,"journal":{"name":"Interdependence Journal of International Studies","volume":"17 4 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-06-01","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"116063837","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}