Penyandang disabilitas di Indonesia, sebagian besar hidup dalam kondisi rentan dan pengurangan atau penghilangan hak penyandang disabilitas.Untuk mewujudkan kesamaan hak dan kesempatan bagi penyandang disabilitas menuju kehidupan yang sejahtera, mandiri, dan tanpa diskriminasi diperlukan peraturan perundang-undangan yang dapat menjamin pelaksanaannya.Hak untuk memperoleh pendidikan merupakan hak asasi manusia yang dijamin dalam Pasal 31 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.Namun dalam prakteknya, anak penyandang disabilitas sangat rentan untuk memperoleh perlakuan diskriminatif dalam memperoleh hak-haknya,khususnya hak atas pendidikan. Hal tersebut disebabkan oleh ketidak-samaan kondisi fisik atau psikis anak penyandang disabilitas. Anak penyandang disabilitas membutuhkan perlindungan dalam memperoleh pendidikan. Pendidikan yang diikuti oleh penyandang disabilitas berguna sebagai bekal dalam kehidupan yang semakin meng-global berbasis teknologi. Berdasarkan hal tersebut, penulis memaparkan konteks permasalahan hak pendidikan bagi penyandang disabilitas. Metode penelitian yang dipergunakan adalah penelitian yuridis normative. Kesimpulan dari artikel adalah hak pendidikan penyandang disabilitas telah diatur baik dalam konvensi internasional hak asasi manusia, International Covenant on Economic, Social, and Cultural Rights dan Convention on the Rights of Person with Disabilities dengan Resolusi 61/106, Pasal 28 C ayat (1) dan Pasal 28 E ayat (1) UUD NRI Tahun 1945. Hak atas pendidikan juga telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia khususnya Pasal 12. Secara spesifik perlindungan hak penyandang disbilitas termasuk hak pendidikan terdapat dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 Tentang Penyandang Disabilitas. Selanjutnya, pengaturan di tingkat provinsi yaitu Peraturan Daerah Nomer 3 Tahun 2013 Tentang Perlindungan Dan Pelayanan Penyandang Disabilitas Di Jawa Timur. Begitu pula dengan Peraturan Gubernur Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Penyelenggaraan Pendidikan Inklusi.Kata kunci: hak pendidikan, penyandang disabilitas
印度尼西亚的残疾人生活在最脆弱的条件和剥夺或剥夺残疾人权利的条件下。要使残疾人士实现其幸福、独立和不歧视生活的平等权利和机会,需要立法法规来确保其执行。受教育的权利是1945年《印度尼西亚共和国宪法》第31条(1)所保障的人权。但在实践中,残疾儿童很容易在获得权利(尤其是教育权利)时受到歧视。这是由于残疾儿童的身体或精神状态的不一致。残疾儿童需要保护才能接受教育。在以技术为基础的日益全球化的生活中,有残疾的教育是有用的。在此基础上,作者阐述了有关残疾的教育权利问题的背景。采用的研究方法是常规研究管辖权。文章的结论是,残疾的持有者已经安排好教育的权利的国际公约》(Convention on International trade in,国际人权盟约在经济、社会和文化权利和残疾人权利》和公约人61/106分辨率,第28章C节(1)和第28章E节(1)NRI 1945年宪法。《教育权利》还在1999年《人权法》第39条第12条中规定。特别适用于2016年残疾预防条例第8条,其中包括教育特权。2013年2011年州长第6条关于包容教育的规定也是如此。关键词:教育权利,残疾
{"title":"HAK PENDIDIKAN PENYANDANG DISABILITAS DI JAWA TIMUR","authors":"Wiwik Afifah, Syofyan Hadi","doi":"10.30996/dih.v0i0.1793","DOIUrl":"https://doi.org/10.30996/dih.v0i0.1793","url":null,"abstract":"Penyandang disabilitas di Indonesia, sebagian besar hidup dalam kondisi rentan dan pengurangan atau penghilangan hak penyandang disabilitas.Untuk mewujudkan kesamaan hak dan kesempatan bagi penyandang disabilitas menuju kehidupan yang sejahtera, mandiri, dan tanpa diskriminasi diperlukan peraturan perundang-undangan yang dapat menjamin pelaksanaannya.Hak untuk memperoleh pendidikan merupakan hak asasi manusia yang dijamin dalam Pasal 31 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.Namun dalam prakteknya, anak penyandang disabilitas sangat rentan untuk memperoleh perlakuan diskriminatif dalam memperoleh hak-haknya,khususnya hak atas pendidikan. Hal tersebut disebabkan oleh ketidak-samaan kondisi fisik atau psikis anak penyandang disabilitas. Anak penyandang disabilitas membutuhkan perlindungan dalam memperoleh pendidikan. Pendidikan yang diikuti oleh penyandang disabilitas berguna sebagai bekal dalam kehidupan yang semakin meng-global berbasis teknologi. Berdasarkan hal tersebut, penulis memaparkan konteks permasalahan hak pendidikan bagi penyandang disabilitas. Metode penelitian yang dipergunakan adalah penelitian yuridis normative. Kesimpulan dari artikel adalah hak pendidikan penyandang disabilitas telah diatur baik dalam konvensi internasional hak asasi manusia, International Covenant on Economic, Social, and Cultural Rights dan Convention on the Rights of Person with Disabilities dengan Resolusi 61/106, Pasal 28 C ayat (1) dan Pasal 28 E ayat (1) UUD NRI Tahun 1945. Hak atas pendidikan juga telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia khususnya Pasal 12. Secara spesifik perlindungan hak penyandang disbilitas termasuk hak pendidikan terdapat dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 Tentang Penyandang Disabilitas. Selanjutnya, pengaturan di tingkat provinsi yaitu Peraturan Daerah Nomer 3 Tahun 2013 Tentang Perlindungan Dan Pelayanan Penyandang Disabilitas Di Jawa Timur. Begitu pula dengan Peraturan Gubernur Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Penyelenggaraan Pendidikan Inklusi.Kata kunci: hak pendidikan, penyandang disabilitas","PeriodicalId":52801,"journal":{"name":"DiH","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-08-01","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"48967806","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Article 25 A of the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia states that the Unitary State of the Republic of Indonesia is an archipelagic State characterized by the archipelago with its territories and boundaries and rights established by law. In addition to the archipelago of Indonesia is also called coastal state (coastal state) whose national territorial components consist of land, sea, and air space, where two thirds of the total territory of Indonesia is in the form of oceans. In the year 2007 Indonesia has established a legal regulation relating to spatial planning system that is Law Number 26 Year 2007 on Spatial Planning. However, Law Number 26 Year 2007 discusses a very big problem with respect to the national spatial system. In Law Number 26 of 2007 does not specifically regulate the area that characterize the archipelago. In the case of Article 3 of Law Number 26 Year 2007 regarding spatial arrangement stipulates the Implementation of spatial planning aims to create a safe, comfortable, productive and sustainable national territory based on Nusantara Insight and National Resilience. Based on the background of the problem the authors take the legal issue of "What is the Urgency Policy of Spatial Planning Provincial Islands System of National Spatial Planning System". In this writing the author uses a normative juridical approach. Island archipelagic spatial planning policy which is not the same as spatial space in Law Number 26 Year 2007 on Spatial Planning which is based or land-oriented but more in favor of middle to lower society because majority of society in The archipelagic region is the middle and lower society, especially fishermen, fish traders, farmers and others, so it needs a favorable spatial planning policy for the people who are in the archipelago, the presence of the state is necessary to protect and protect the island community of course the presence of the country is not only for a moment but that presence is something sustainable.
{"title":"URGENSI KEBIJAKAN HUKUM PENATAAN RUANG PROVINSI KEPULAUAN DALAM SISTEM PENATAAN RUANG NASIONAL","authors":"Z. Zainuri","doi":"10.30996/dih.v0i0.1790","DOIUrl":"https://doi.org/10.30996/dih.v0i0.1790","url":null,"abstract":"Article 25 A of the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia states that the Unitary State of the Republic of Indonesia is an archipelagic State characterized by the archipelago with its territories and boundaries and rights established by law. In addition to the archipelago of Indonesia is also called coastal state (coastal state) whose national territorial components consist of land, sea, and air space, where two thirds of the total territory of Indonesia is in the form of oceans. In the year 2007 Indonesia has established a legal regulation relating to spatial planning system that is Law Number 26 Year 2007 on Spatial Planning. However, Law Number 26 Year 2007 discusses a very big problem with respect to the national spatial system. In Law Number 26 of 2007 does not specifically regulate the area that characterize the archipelago. In the case of Article 3 of Law Number 26 Year 2007 regarding spatial arrangement stipulates the Implementation of spatial planning aims to create a safe, comfortable, productive and sustainable national territory based on Nusantara Insight and National Resilience. Based on the background of the problem the authors take the legal issue of \"What is the Urgency Policy of Spatial Planning Provincial Islands System of National Spatial Planning System\". In this writing the author uses a normative juridical approach. Island archipelagic spatial planning policy which is not the same as spatial space in Law Number 26 Year 2007 on Spatial Planning which is based or land-oriented but more in favor of middle to lower society because majority of society in The archipelagic region is the middle and lower society, especially fishermen, fish traders, farmers and others, so it needs a favorable spatial planning policy for the people who are in the archipelago, the presence of the state is necessary to protect and protect the island community of course the presence of the country is not only for a moment but that presence is something sustainable.","PeriodicalId":52801,"journal":{"name":"DiH","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-08-01","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"46217497","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pengadaan barang dan atau jasa di lingkungan BUMN harus menerapkan prinsip GCG. Prinsip-prinsip Good Corporate Gover-nance yang dimaksud diatur dalam Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor KEP-117/M-MBU/2002 tentang Penerapan Praktek Good Corporate Governance, dengan menerapkan prinsip GCG secara otomatis BUMN telah melakukan keterbukaan informasi yang bersifat transparan. Keterbukaan informasi sangat penting dalam pengadaan barang dan atau jasa di lingkungan BUMN. Penulis menemukan bahwa dalam proses pengadaan barang dan jasa di lingkungan BUMN telah memperhatikan prinsip-prinsip GCG khususnya transparansi, hal ini terdapat adanya E-Procurement di setiap website BUMN. Upaya hukum yang dapat dilakukan oleh para pihak yang dirugikan atas tidak terlaksanannya prinsip transparansi dalam pengadaan barang dan atau jasa di lingkungan BUMN yaitu melaporkan kepada KPPU bahwa telah terjadi pelanggaran transparansi yang berptensi terjadinya persekongkolan tender.Kata kunci: prinsip, e-procurement, barang, jasa
{"title":"PENERAPAN PRINSIP-PRINSIP GOOD CORPORATE GOVERNANCE DALAM PENGADAAN BARANG/JASA SECARA ELEKTRONIK (E-PROCUREMENT) DI LINGKUNGAN BADAN USAHA MILIK NEGARA","authors":"Annang Cahyadi","doi":"10.30996/dih.v0i0.1792","DOIUrl":"https://doi.org/10.30996/dih.v0i0.1792","url":null,"abstract":"Pengadaan barang dan atau jasa di lingkungan BUMN harus menerapkan prinsip GCG. Prinsip-prinsip Good Corporate Gover-nance yang dimaksud diatur dalam Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor KEP-117/M-MBU/2002 tentang Penerapan Praktek Good Corporate Governance, dengan menerapkan prinsip GCG secara otomatis BUMN telah melakukan keterbukaan informasi yang bersifat transparan. Keterbukaan informasi sangat penting dalam pengadaan barang dan atau jasa di lingkungan BUMN. Penulis menemukan bahwa dalam proses pengadaan barang dan jasa di lingkungan BUMN telah memperhatikan prinsip-prinsip GCG khususnya transparansi, hal ini terdapat adanya E-Procurement di setiap website BUMN. Upaya hukum yang dapat dilakukan oleh para pihak yang dirugikan atas tidak terlaksanannya prinsip transparansi dalam pengadaan barang dan atau jasa di lingkungan BUMN yaitu melaporkan kepada KPPU bahwa telah terjadi pelanggaran transparansi yang berptensi terjadinya persekongkolan tender.Kata kunci: prinsip, e-procurement, barang, jasa","PeriodicalId":52801,"journal":{"name":"DiH","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-08-01","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"45698084","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Sebagai manusia, bertahan hidup merupakan insting dasar manusia. Salah satu cara untuk mempertahankannya ialah dengan menjaga kesehatan tubuh manusia. Berolahraga merupakan salah satu dari cara yang paling efektif untuk menjaga kesehatan dan kebugaran tubuh. Dari banyaknya jenis olahraga yang dapat dilakukan, berlari merupakan olahraga yang paling banyak dilakukan oleh manusia. Beberapa faktor diantaranya yang mempengaruhi kepopuleran olahraga berlari ialah olahraga berlari merupakan olahraga yang paling ekonomis dan dapat dilakukan dimana saja. Terdapat berbagai alasan mengapa orang melakukan olahraga berlari, diantaranya sebagai sarana menjaga kesehatan tubuh, sebagai aktifitas rekreasional, hingga profesi tetap yang umumya dilakukan oleh atlit. Jenis olahraga lari yang paling populer di masyarakat ini ialah lari jarak jauh. Bahwa pihak penyelenggara Palu International Nomoni Marathon 2016, yaitu Steffy Burase selaku Event Organizer/Race Director, bertanggung gugat atas kerugian yang dialami oleh para pemenang lomba lari jarak jauh Palu Nomoni International Marathon 2016 akibat tidak memenuhi prestasi dalam hal perjanjian Penyelenggaraan lomba lari Palu Nomoni International Marathon 2016 dengan hadiah uang bagi para pemenang. Dalam hal ini EO Steffy Burase gagal menyerahkan total hadiah berupa uang dengan jumlah sebesar Rp. 463,000,000,000 (empat ratus enam puluh tiga juta rupiah) sesuai dengan aturan yang telah ditentukan sebelumnya yang termuat di dalam rules and regulation. Steffy Burase sebagai pihak penyelenggara Palu Nomoni International Marathon 2016 memenuhi unsur-unsur yang terdapat di dalam Perbuatan Melanggar Hukum, dan unsur Wanprestasi di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, serta melanggar kewajiban hukum pelaku yang tercantum pada pasal 7 huruf a, serta unsur kesalahan pada pasal 9 UUPK. Bahwa akibat kerugian yang timbul karena disebabkan oleh gagalnya Pihak Penyelenggara untuk menyerahkan hadiah kepada para pemenang lomba lari jarak jauh Palu Nomoni International Marathon 2016, pihak pemenang dapat melakukan upaya hukum baik melalui jalur diluar pengadilan (non litigasi) maupun melalui pegadilan (litigasi), jalur non litigasi terdiri dari jalur penyelesaian secara damai yang bersifat win-win solution, dan jalur penyelesaian sengketa melalui BPSK Apabila upaya penyelesaian diluar pengadilan dinyatakan gagal oleh salah satu pihak yang berpekara, barulah gugatan melalui pengadilan atau litigasi dapat dilaksanakan. Adapun bentuk gugatan yang dapat diajukan kepada pihak pengadilan adalah berupa gugatan atas tindakan Wanprestasi,Perbuatan Melanggar Hukum dan unsur-unsur yang dilanggar pihak penyelenggara didalam UUPK. Didalam UUPK juga mengatur mengenai pemberian sanksi bagi pelaku usaha yang melakukan pelanggaran yang diatur didalam undang-undang yaitu Sanksi Administratif, Sanksi Pidana Pokok, dan Sanksi Pidana Tambahan.Kata kunci: marathon, perlindungan konsumen, gugatan
{"title":"PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PESERTA LOMBA LARI JARAK JAUH PALU NOMONI INTERNATIONAL MARATHON 2016 YANG TIDAK MENDAPATKAN HADIAH","authors":"Keenan Abraham Siregar","doi":"10.30996/dih.v0i0.1801","DOIUrl":"https://doi.org/10.30996/dih.v0i0.1801","url":null,"abstract":"Sebagai manusia, bertahan hidup merupakan insting dasar manusia. Salah satu cara untuk mempertahankannya ialah dengan menjaga kesehatan tubuh manusia. Berolahraga merupakan salah satu dari cara yang paling efektif untuk menjaga kesehatan dan kebugaran tubuh. Dari banyaknya jenis olahraga yang dapat dilakukan, berlari merupakan olahraga yang paling banyak dilakukan oleh manusia. Beberapa faktor diantaranya yang mempengaruhi kepopuleran olahraga berlari ialah olahraga berlari merupakan olahraga yang paling ekonomis dan dapat dilakukan dimana saja. Terdapat berbagai alasan mengapa orang melakukan olahraga berlari, diantaranya sebagai sarana menjaga kesehatan tubuh, sebagai aktifitas rekreasional, hingga profesi tetap yang umumya dilakukan oleh atlit. Jenis olahraga lari yang paling populer di masyarakat ini ialah lari jarak jauh. Bahwa pihak penyelenggara Palu International Nomoni Marathon 2016, yaitu Steffy Burase selaku Event Organizer/Race Director, bertanggung gugat atas kerugian yang dialami oleh para pemenang lomba lari jarak jauh Palu Nomoni International Marathon 2016 akibat tidak memenuhi prestasi dalam hal perjanjian Penyelenggaraan lomba lari Palu Nomoni International Marathon 2016 dengan hadiah uang bagi para pemenang. Dalam hal ini EO Steffy Burase gagal menyerahkan total hadiah berupa uang dengan jumlah sebesar Rp. 463,000,000,000 (empat ratus enam puluh tiga juta rupiah) sesuai dengan aturan yang telah ditentukan sebelumnya yang termuat di dalam rules and regulation. Steffy Burase sebagai pihak penyelenggara Palu Nomoni International Marathon 2016 memenuhi unsur-unsur yang terdapat di dalam Perbuatan Melanggar Hukum, dan unsur Wanprestasi di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, serta melanggar kewajiban hukum pelaku yang tercantum pada pasal 7 huruf a, serta unsur kesalahan pada pasal 9 UUPK. Bahwa akibat kerugian yang timbul karena disebabkan oleh gagalnya Pihak Penyelenggara untuk menyerahkan hadiah kepada para pemenang lomba lari jarak jauh Palu Nomoni International Marathon 2016, pihak pemenang dapat melakukan upaya hukum baik melalui jalur diluar pengadilan (non litigasi) maupun melalui pegadilan (litigasi), jalur non litigasi terdiri dari jalur penyelesaian secara damai yang bersifat win-win solution, dan jalur penyelesaian sengketa melalui BPSK Apabila upaya penyelesaian diluar pengadilan dinyatakan gagal oleh salah satu pihak yang berpekara, barulah gugatan melalui pengadilan atau litigasi dapat dilaksanakan. Adapun bentuk gugatan yang dapat diajukan kepada pihak pengadilan adalah berupa gugatan atas tindakan Wanprestasi,Perbuatan Melanggar Hukum dan unsur-unsur yang dilanggar pihak penyelenggara didalam UUPK. Didalam UUPK juga mengatur mengenai pemberian sanksi bagi pelaku usaha yang melakukan pelanggaran yang diatur didalam undang-undang yaitu Sanksi Administratif, Sanksi Pidana Pokok, dan Sanksi Pidana Tambahan.Kata kunci: marathon, perlindungan konsumen, gugatan","PeriodicalId":52801,"journal":{"name":"DiH","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-08-01","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"45955785","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Anak-anak dibawah umur seringkali menjadi korban pencabulan. KUHP memberikan pengaturan tersendiri terkait tindak pidana pencabulan yang dimuat di dalam Pasal 289 - Pasal 296 UU No.1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana. Tetapi ketika pencabulan yng dilakukan berulang kali dengan jarak waktu yang tidak lama hukumannya sama dengan pencabulan yang dilakukan hanya sekali. Untuk diketahui bahwa perbuatan berlanjut diatur di dalam Pasal 64 KUHP. Berdasarkan hasil konsultasi penyidik dan jaksa bahwa tenggang waktu dari perbuatan berlanjut lebih dari 4 hari. Adapun permasalahan dalam penelitian ini diantaranya, bagaimana ketentuan jangka waktu perbuatan berlanjut dalam KUHP, dan bagaimana perlindungan hukum terhadap anak kecil korban tindak pidanna pencabulan sebagai akibat perbuatan berlanjut? Metode penelitian yang telah diambil dalam pembahasan ini adalah meetode penelitian normative. Hasil penulisan menunjukan bahwa KUHP tidak memberikan penjelasan mengenai ketentuan jangka waktu perbuatan berlanjut. Usaha pemerintah untuk melindungi anak dari tindak pidana pencabulan dituangkan didalam UU RI NO. 35/2014 atas perubahan UU RI No. 23/2002 tentang Perlindungan Anak. Peraturan ini belum dianggap memadai jika dikaitkan dengan permasalahan pencabulan anak dalam ketegori perbuatan berlanjut diantaranya batasan waktu ketentuan perbuatan berlanjut yang tidak jelas, dan penegakan hukum yang tidak konsisten. Penulis menghimbau agar ketentuan jangka waktu perbuatan berlanjut dituangkan didalam KUHP, sehingga adanya pedoman bagi pihak penyidik dan jaksa penuntut umum.Kata kunci: perlindungan hukum bagi anak, tindak pidana pencabulan, perbuatan berlanjutÂ
{"title":"PENCABULAN SEBAGAI AKIBAT PERBUATAN BERLANJUT","authors":"Novia Fetrisna Amoi, Erny Herlin Setyorini","doi":"10.30996/dih.v0i0.1786","DOIUrl":"https://doi.org/10.30996/dih.v0i0.1786","url":null,"abstract":"Anak-anak dibawah umur seringkali menjadi korban pencabulan. KUHP memberikan pengaturan tersendiri terkait tindak pidana pencabulan yang dimuat di dalam Pasal 289 - Pasal 296 UU No.1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana. Tetapi ketika pencabulan yng dilakukan berulang kali dengan jarak waktu yang tidak lama hukumannya sama dengan pencabulan yang dilakukan hanya sekali. Untuk diketahui bahwa perbuatan berlanjut diatur di dalam Pasal 64 KUHP. Berdasarkan hasil konsultasi penyidik dan jaksa bahwa tenggang waktu dari perbuatan berlanjut lebih dari 4 hari. Adapun permasalahan dalam penelitian ini diantaranya, bagaimana ketentuan jangka waktu perbuatan berlanjut dalam KUHP, dan bagaimana perlindungan hukum terhadap anak kecil korban tindak pidanna pencabulan sebagai akibat perbuatan berlanjut? Metode penelitian yang telah diambil dalam pembahasan ini adalah meetode penelitian normative. Hasil penulisan menunjukan bahwa KUHP tidak memberikan penjelasan mengenai ketentuan jangka waktu perbuatan berlanjut. Usaha pemerintah untuk melindungi anak dari tindak pidana pencabulan dituangkan didalam UU RI NO. 35/2014 atas perubahan UU RI No. 23/2002 tentang Perlindungan Anak. Peraturan ini belum dianggap memadai jika dikaitkan dengan permasalahan pencabulan anak dalam ketegori perbuatan berlanjut diantaranya batasan waktu ketentuan perbuatan berlanjut yang tidak jelas, dan penegakan hukum yang tidak konsisten. Penulis menghimbau agar ketentuan jangka waktu perbuatan berlanjut dituangkan didalam KUHP, sehingga adanya pedoman bagi pihak penyidik dan jaksa penuntut umum.Kata kunci: perlindungan hukum bagi anak, tindak pidana pencabulan, perbuatan berlanjut ","PeriodicalId":52801,"journal":{"name":"DiH","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-08-01","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"43507530","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Principle of imbalance is very necessary in bisnis contract. But not so in the consumer contract, the existence of the principle of balance is often ignored.It is caused by several factors including the position the unbalanced parties, the rapid development of the business world, unfair business competition, monopolistic practices, as well as the regulatory civil law (aanvulenrechts), so it is easy to be disregarded by the parties including the consumers. In fact, it is not uncommon to ignore this principle of equality caused by the wishes of the parties sendiri.Untuk it required government intervention as a regulatorfor imposing the use of the principle of balance in the consumer contract.Keywords: consumer contract, balance principle, waiver, debitor protection
{"title":"EKSISTENSI ASAS KESEIMBANGAN PADA KONTRAK KONSUMEN DI INDONESIA","authors":"Jonneri Bukit, Made Warka, Krisnadi Nasution","doi":"10.30996/dih.v0i0.1788","DOIUrl":"https://doi.org/10.30996/dih.v0i0.1788","url":null,"abstract":"Principle of imbalance is very necessary in bisnis contract. But not so in the consumer contract, the existence of the principle of balance is often ignored.It is caused by several factors including the position the unbalanced parties, the rapid development of the business world, unfair business competition, monopolistic practices, as well as the regulatory civil law (aanvulenrechts), so it is easy to be disregarded by the parties including the consumers. In fact, it is not uncommon to ignore this principle of equality caused by the wishes of the parties sendiri.Untuk it required government intervention as a regulatorfor imposing the use of the principle of balance in the consumer contract.Keywords: consumer contract, balance principle, waiver, debitor protection","PeriodicalId":52801,"journal":{"name":"DiH","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-08-01","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"43368178","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan pelaksanaan pemenuhan hak tersangka yang mengklaim kerugian atas penangkapan ilegal dan untuk mengetahui kendala tersangka mengklaim kerugian. Penelitian ini dilakukan di Kota Pinrang dan Pare-Pare, khususnya di Pengadilan Negeri Parepare, lembaga pemasyarakatan Pinrang Kelas II, dan Pinrang, untuk melakukan wawancara dengan pihak yang berwenang. Sebarkan kuisioner ke komunitas, dan ambil data yang relevan dan dengan melakukan literatur dan legislasi yang terkait dengan masalah yang dibahas dalam esai ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan pemenuhan hak-hak tersangka yang menuntut kompensasi untuk penahanan ilegal tidak optimal, hal ini didasarkan pada penelitian yang menunjukkan bahwa masyarakat Pinrang, sangat sedikit yang sadar akan keadaan kerusakan ketika mengalami penahanan ilegal oleh hukum. petugas penegak hukum. Masyarakat dalam hal ini juga tidak memahami hukum tentang adanya kompersasi untuk penahanan ilegal di Pinrang, sementara masih ada tersangka atau tersangka yang pernah mengalami sebelumnya atau saat mengalami tindakan penahanan ilegal oleh aparat penegak hukum di pinrang seperti untuk kendala dihadapkan dalam memenuhi hak-hak tersangka mengklaim kerugian dalam ketidaktahuan kendala penahanan yang tidak sah, kendala psikologis budaya, kendala yang mengatur hukum, sarana kendala atau fasilitas untuk mendukung penegakan hukum, hambatan dalam proses pengadilan dan kendala politik.Kata kunci: tersangka, ganti kerugian, penahananÂ
{"title":"HAK TERSANGKA MENUNTUT GANTI KERUGIAN ATAS PENAHANAN YANG TIDAK SAH","authors":"A. Setiawan","doi":"10.30996/dih.v0i0.1791","DOIUrl":"https://doi.org/10.30996/dih.v0i0.1791","url":null,"abstract":"Penelitian ini bertujuan untuk menentukan pelaksanaan pemenuhan hak tersangka yang mengklaim kerugian atas penangkapan ilegal dan untuk mengetahui kendala tersangka mengklaim kerugian. Penelitian ini dilakukan di Kota Pinrang dan Pare-Pare, khususnya di Pengadilan Negeri Parepare, lembaga pemasyarakatan Pinrang Kelas II, dan Pinrang, untuk melakukan wawancara dengan pihak yang berwenang. Sebarkan kuisioner ke komunitas, dan ambil data yang relevan dan dengan melakukan literatur dan legislasi yang terkait dengan masalah yang dibahas dalam esai ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan pemenuhan hak-hak tersangka yang menuntut kompensasi untuk penahanan ilegal tidak optimal, hal ini didasarkan pada penelitian yang menunjukkan bahwa masyarakat Pinrang, sangat sedikit yang sadar akan keadaan kerusakan ketika mengalami penahanan ilegal oleh hukum. petugas penegak hukum. Masyarakat dalam hal ini juga tidak memahami hukum tentang adanya kompersasi untuk penahanan ilegal di Pinrang, sementara masih ada tersangka atau tersangka yang pernah mengalami sebelumnya atau saat mengalami tindakan penahanan ilegal oleh aparat penegak hukum di pinrang seperti untuk kendala dihadapkan dalam memenuhi hak-hak tersangka mengklaim kerugian dalam ketidaktahuan kendala penahanan yang tidak sah, kendala psikologis budaya, kendala yang mengatur hukum, sarana kendala atau fasilitas untuk mendukung penegakan hukum, hambatan dalam proses pengadilan dan kendala politik.Kata kunci: tersangka, ganti kerugian, penahanan ","PeriodicalId":52801,"journal":{"name":"DiH","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-08-01","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"45114966","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"REDAKSI DAN DAFTAR ISI","authors":"DiH: Jurnal Ilmu Hukum","doi":"10.30996/dih.v0i0.1785","DOIUrl":"https://doi.org/10.30996/dih.v0i0.1785","url":null,"abstract":"<jats:p>-</jats:p>","PeriodicalId":52801,"journal":{"name":"DiH","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-08-01","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"48445743","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Law and economics are two independent sciences that compliment each other in analyzing forms of legal issues. The limitations of each independent sciences in fact have brought these two came even closer in resolving the issue of the legalization of homosexual marriages in Massachusetts. As a scientific method, Law and Economics, also known as the economic analysis of law, explores the law and jurisprudence in new ways through different dimensions. The use of economics broaden the field of law especially as a tool to create incentives to change human behavior in achieving its objectives based on its idealism of efficiency. The use of Law and Economics in this writing provided economic rationales that the legalization of homosexual marriages in Massachusetts are efficient therefore the law shall produce rules that lead to the most efficient change that the society desire the most.
{"title":"MENGGUGAH FONDASI KEILMUAN ILMU HUKUM DALAM PENGAKUAN PERKAWINAN HOMOSEKSUAL DI MASSACHUSETTS MELALUI EFISIENSI EKONOMI","authors":"Fajar Sugianto, Budiarsih Budiarsih","doi":"10.30996/dih.v0i0.1787","DOIUrl":"https://doi.org/10.30996/dih.v0i0.1787","url":null,"abstract":"Law and economics are two independent sciences that compliment each other in analyzing forms of legal issues. The limitations of each independent sciences in fact have brought these two came even closer in resolving the issue of the legalization of homosexual marriages in Massachusetts. As a scientific method, Law and Economics, also known as the economic analysis of law, explores the law and jurisprudence in new ways through different dimensions. The use of economics broaden the field of law especially as a tool to create incentives to change human behavior in achieving its objectives based on its idealism of efficiency. The use of Law and Economics in this writing provided economic rationales that the legalization of homosexual marriages in Massachusetts are efficient therefore the law shall produce rules that lead to the most efficient change that the society desire the most.","PeriodicalId":52801,"journal":{"name":"DiH","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-08-01","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"46150831","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Secara normatif dalam Pasal 28A UUD NRI Tahun 1945 bahwa “setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya†dan Pasal 28H ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 yang menentukan “Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilanâ€. Lebih lanjut lagi dalam Pasal 10 ayat (1) dan ayat (2) UU No. 39-1999 bahwa “Setiap orang berhak membentuk suatu keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah†dan “Perkawinan yang sah hanya dapat berlangsung atas kehendak bebas calon suami dan calon istri yang bersangkutan, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undanganâ€. Pemaknaan dua pasal tersebut apabila dikaitka dengan PPY 2007 maka akan menimbulkan pemrasalahan hukum yaitu bagaimana pemenuhan hak perkawinan LGBT di Provinsi Jawa Timur menurut PPY 2007 dan jalan keluar rasional untuk mengatasinya. Berdasarkan hasil penelitian maka pemenuhan hak perkawinan bukanlah teleologi ds karena dengan ada perlakuan tidak diskriminatif saja merupakan kemajuan dalam masyarakat. Perlakuan tidak diskriminatif dapat berupa tidak ada persekusi terhadap LGBT atau waria, penerimaan di tempat kerja hingga tersedianya sarana untuk melakukan hiburan. Saran yang diperoleh yaitu agar Kementerian Hukum Dan Hak Asasi Manusia Kantor Wilayah Jawa Timur memberikan pemahaman atas hak LGBT melalui pertemuan ilmiah atau seminar ilmiah.Kata kunci: pekawinan, hak, PPY 2007
{"title":"MENYOAL PEMAHAMAN HAK DALAM PRINSIP-PRINSIP YOGYAKARTA 2007","authors":"Tomy Michael, Kristoforus Laga Kleden","doi":"10.30996/DIH.V0I0.1794","DOIUrl":"https://doi.org/10.30996/DIH.V0I0.1794","url":null,"abstract":"Secara normatif dalam Pasal 28A UUD NRI Tahun 1945 bahwa “setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya†dan Pasal 28H ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 yang menentukan “Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilanâ€. Lebih lanjut lagi dalam Pasal 10 ayat (1) dan ayat (2) UU No. 39-1999 bahwa “Setiap orang berhak membentuk suatu keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah†dan “Perkawinan yang sah hanya dapat berlangsung atas kehendak bebas calon suami dan calon istri yang bersangkutan, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undanganâ€. Pemaknaan dua pasal tersebut apabila dikaitka dengan PPY 2007 maka akan menimbulkan pemrasalahan hukum yaitu bagaimana pemenuhan hak perkawinan LGBT di Provinsi Jawa Timur menurut PPY 2007 dan jalan keluar rasional untuk mengatasinya. Berdasarkan hasil penelitian maka pemenuhan hak perkawinan bukanlah teleologi ds karena dengan ada perlakuan tidak diskriminatif saja merupakan kemajuan dalam masyarakat. Perlakuan tidak diskriminatif dapat berupa tidak ada persekusi terhadap LGBT atau waria, penerimaan di tempat kerja hingga tersedianya sarana untuk melakukan hiburan. Saran yang diperoleh yaitu agar Kementerian Hukum Dan Hak Asasi Manusia Kantor Wilayah Jawa Timur memberikan pemahaman atas hak LGBT melalui pertemuan ilmiah atau seminar ilmiah.Kata kunci: pekawinan, hak, PPY 2007","PeriodicalId":52801,"journal":{"name":"DiH","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-08-01","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"47632711","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}