The current criminal code has been in force in Indonesia since 1918. Indonesia formulated criminal law reform in 1963 and in 2023, a law on the national criminal code was issued. The spirit of the Indonesian criminal code is reformative, progressive, and responsive to changes to the law. One of the strengths of criminal law is regulating criminal law from the perspective and achievement of justice to repair and restore the situation after the event and judicial process known as restorative justice. The desire to strengthen restorative justice programs takes a long time and is complicated. This research aims to analyze the development of the concept of social reintegration through the application of restorative justice in the criminal justice process. This research was conducted qualitatively using secondary data and doctrinal legal study methods. The results showed that changes in criminal law arrangements caused opinion differences since restorative programs are widely used as a substitute for traditional and retributive approaches. The application of restorative justice in national criminal law must be implemented. Social reintegration in the implementation of restorative justice as regulated in the Criminal Code can be successful through commitment and collaboration between the community, government and law enforcement officials
{"title":"Social Reintegration after the Implementation of Restorative Justice in the Indonesian Criminal Code","authors":"Indriati Amarini, Gamalel Rifqi Samhudi, Safitri Mukarromah, Noorfajri Ismail, Yusuf Saefudin","doi":"10.18196/jmh.v31i1.20655","DOIUrl":"https://doi.org/10.18196/jmh.v31i1.20655","url":null,"abstract":"The current criminal code has been in force in Indonesia since 1918. Indonesia formulated criminal law reform in 1963 and in 2023, a law on the national criminal code was issued. The spirit of the Indonesian criminal code is reformative, progressive, and responsive to changes to the law. One of the strengths of criminal law is regulating criminal law from the perspective and achievement of justice to repair and restore the situation after the event and judicial process known as restorative justice. The desire to strengthen restorative justice programs takes a long time and is complicated. This research aims to analyze the development of the concept of social reintegration through the application of restorative justice in the criminal justice process. This research was conducted qualitatively using secondary data and doctrinal legal study methods. The results showed that changes in criminal law arrangements caused opinion differences since restorative programs are widely used as a substitute for traditional and retributive approaches. The application of restorative justice in national criminal law must be implemented. Social reintegration in the implementation of restorative justice as regulated in the Criminal Code can be successful through commitment and collaboration between the community, government and law enforcement officials","PeriodicalId":53118,"journal":{"name":"Jurnal Media Hukum","volume":"12 24","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2024-05-13","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"140982173","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kedudukan Wakil Kepala Daerah di tinjau dari peraturan perundang-undangan nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Penelitian tergolong dalam penelitian kualitatif dengan pendekatan normative yuridis. Kedudukan Wakil Kepala Daerah dilihat dari Asas Otonomyaitu: Kedudukan wakil kepala daerah dalam makna desentralisasi lebih tepat diperuntukan untuk penyebutan Wakil Bupati dan/atau Wakil Walikota karena dalam makna asas desentralisasi titik berat otonomi berada dan diserahkan diKabupaten/Kota, Kedudukan Wakil Kepala Daerah dalam makna asas Dekonsentrasi lebih tepat dipergunakan untuk menunjuk jabatan Wakil Gubernur, dimana Pemerintah Daerah Provinsi memiliki kedudukan sebagai wakil Pemerintah Pusat, kedudukan ini menempatkan Provinsi sebagai unit antara Pemerintah Daerah Kabupaten/kota dengan Pemerintah Pusat, Wakil Kepala Daerah Dalam makna tugas pembantuan, Kedudukan Wakil Kepala daerah tidak terlalu berperan mengingat penugasan langsung diberikan kepada Pemerintah Daerah.
{"title":"Kedudukan Wakil Kepala Daerah Menurut Undang-Undang No.23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah","authors":"","doi":"10.59414/jmh.v11i2.591","DOIUrl":"https://doi.org/10.59414/jmh.v11i2.591","url":null,"abstract":"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kedudukan Wakil Kepala Daerah di tinjau dari peraturan perundang-undangan nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Penelitian tergolong dalam penelitian kualitatif dengan pendekatan normative yuridis. Kedudukan Wakil Kepala Daerah dilihat dari Asas Otonomyaitu: Kedudukan wakil kepala daerah dalam makna desentralisasi lebih tepat diperuntukan untuk penyebutan Wakil Bupati dan/atau Wakil Walikota karena dalam makna asas desentralisasi titik berat otonomi berada dan diserahkan diKabupaten/Kota, Kedudukan Wakil Kepala Daerah dalam makna asas Dekonsentrasi lebih tepat dipergunakan untuk menunjuk jabatan Wakil Gubernur, dimana Pemerintah Daerah Provinsi memiliki kedudukan sebagai wakil Pemerintah Pusat, kedudukan ini menempatkan Provinsi sebagai unit antara Pemerintah Daerah Kabupaten/kota dengan Pemerintah Pusat, Wakil Kepala Daerah Dalam makna tugas pembantuan, Kedudukan Wakil Kepala daerah tidak terlalu berperan mengingat penugasan langsung diberikan kepada Pemerintah Daerah.","PeriodicalId":53118,"journal":{"name":"Jurnal Media Hukum","volume":"16 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-09-20","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"139338282","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif terkait problematika peraturan daerah yang kehilangan dasar keberlakuannya terhadap peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Melalui penelitian hukum ini diharapkan dapat mendeteksi permasalahan peraturan perundang-undangan terkait keberlakuan peraturan daerah yang secara Teknik dan subtansi telah sesuai dengan pedoman pembentukan peraturan perundang-undangan namun kehilangan dasar keberlakuannya karena bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi. Serta menemukan apakah benar peraturan daerah yang bermasalah ataukah sebenarnya peraturan diatas lebih tinggi dari peraturan daerah yang sebenarnya yang tidak sesuai dan tidak selaras dengan konsep otonomi daerah sehingga peraturan daerah tidak dapat menyesuaikan dengan kondisi yang ada didaerah karena harus menyesuaikan dengan kebijakan pemerintah pusat. Namun apabila merujuk pada Pasal 18 UUD NRI 1945 peraturan daerah masih memiliki dasar keberlakuan dengan syarat hal yang diatur merupakan kewenangan pemerintah daerah dan bukan merupakan urusan pemerintah pusat yang telah ditentukan oleh undang-undang. Karena pada dasarnya suatu peraturan perundang-undangan harus dilandaskan pada kepastian, keadilan, dan kemanfaatan.
{"title":"Kerangka Penyusunan Produk Hukum Daerah Berbasis Pada Kekhususan Dan Keberagaman Daerah","authors":"Arliyanda Arliyanda","doi":"10.59414/jmh.v11i2.567","DOIUrl":"https://doi.org/10.59414/jmh.v11i2.567","url":null,"abstract":"Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif terkait problematika peraturan daerah yang kehilangan dasar keberlakuannya terhadap peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Melalui penelitian hukum ini diharapkan dapat mendeteksi permasalahan peraturan perundang-undangan terkait keberlakuan peraturan daerah yang secara Teknik dan subtansi telah sesuai dengan pedoman pembentukan peraturan perundang-undangan namun kehilangan dasar keberlakuannya karena bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi. Serta menemukan apakah benar peraturan daerah yang bermasalah ataukah sebenarnya peraturan diatas lebih tinggi dari peraturan daerah yang sebenarnya yang tidak sesuai dan tidak selaras dengan konsep otonomi daerah sehingga peraturan daerah tidak dapat menyesuaikan dengan kondisi yang ada didaerah karena harus menyesuaikan dengan kebijakan pemerintah pusat. Namun apabila merujuk pada Pasal 18 UUD NRI 1945 peraturan daerah masih memiliki dasar keberlakuan dengan syarat hal yang diatur merupakan kewenangan pemerintah daerah dan bukan merupakan urusan pemerintah pusat yang telah ditentukan oleh undang-undang. Karena pada dasarnya suatu peraturan perundang-undangan harus dilandaskan pada kepastian, keadilan, dan kemanfaatan.","PeriodicalId":53118,"journal":{"name":"Jurnal Media Hukum","volume":"9 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-09-20","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"139338218","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui peran mahasiswa dalam mencegah politik uangdan menjaga keadilan pemilu, Metode penelitian yang digunakan yaitu tipe penelitianyuridisnormatif,artinya permasalahan yang diangkat, dibahas dan diuraikan dalam penelitian inidifokuskan dengan menerapkan kaidah-kaidah atau norma-norma dalam hukumpositif.Pendekatanmasalahmenggunakanpendekatanundang-undang,pendekatankonseptual,denganbahanhukumyangterdiridaribahanhukumprimer, sekunder dan bahan non-hukum.Dalam mencegah politik uang dan kecurangan pemilu, peranmahasiswa memiliki dampak yang signifikan. Dalam studi hukum untuk menjaga keadilan pemilu, mahasiswa dapat berperan sebagai pengawas independen dan menjaga integritas pemilihan umum. Dengan pendidikan hukum yang diperoleh, mahasiswa dapat membantu memahami dan menerapkan prinsip-prinsip demokrasi dan keadilan dalam proses politik pemilihan umum. Memiliki pemahaman yang baik mengenai aturan dan prosedur pemilu, mahasiswa dapat memantau dan melaporkan kecurangan dan pelanggaran hukum yang mungkin terjadi selama pemilu, serta mendorong penegakan hukum yang adil dan transparan.
{"title":"Peran Mahasiswa Dalam Mencegah Politik Uang Dan Kecurangan Pemilu","authors":"","doi":"10.59414/jmh.v11i2.577","DOIUrl":"https://doi.org/10.59414/jmh.v11i2.577","url":null,"abstract":"Tujuan penelitian ini untuk mengetahui peran mahasiswa dalam mencegah politik uangdan menjaga keadilan pemilu, Metode penelitian yang digunakan yaitu tipe penelitianyuridisnormatif,artinya permasalahan yang diangkat, dibahas dan diuraikan dalam penelitian inidifokuskan dengan menerapkan kaidah-kaidah atau norma-norma dalam hukumpositif.Pendekatanmasalahmenggunakanpendekatanundang-undang,pendekatankonseptual,denganbahanhukumyangterdiridaribahanhukumprimer, sekunder dan bahan non-hukum.Dalam mencegah politik uang dan kecurangan pemilu, peranmahasiswa memiliki dampak yang signifikan. Dalam studi hukum untuk menjaga keadilan pemilu, mahasiswa dapat berperan sebagai pengawas independen dan menjaga integritas pemilihan umum. Dengan pendidikan hukum yang diperoleh, mahasiswa dapat membantu memahami dan menerapkan prinsip-prinsip demokrasi dan keadilan dalam proses politik pemilihan umum. Memiliki pemahaman yang baik mengenai aturan dan prosedur pemilu, mahasiswa dapat memantau dan melaporkan kecurangan dan pelanggaran hukum yang mungkin terjadi selama pemilu, serta mendorong penegakan hukum yang adil dan transparan.","PeriodicalId":53118,"journal":{"name":"Jurnal Media Hukum","volume":"156 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-09-20","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"139338606","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Tulisan ini bermaksud untuk mengetahui bagaimanakah merevitalisasi hukum Islam dalam pembangunan hukum nasional yang lebih mengedepankan kemaslahatan masyarakat di Indonesia. revitalisasi asas-asas hukum islam dalam pembangunan hukum nasional menempati posisi yang strategis dibandingkan dengan hukum islam yang formalistik. Untuk menjadikan Islam sebagai pedoman dalam kehidupan, perlu dikembangkan dalam bentuk perundang-undangan agar mempunyai kekuatan hukum yang jelas dalam pelaksanaannya baik secara pribadi maupun berbangsa dan bernegara. Dalam pembentukan perundang-undang di Indonesia, perlu adanya metode yang tepat agar bisa diamalkan dan membawa kedamaian, ketenangan dan rahmat bagi semua warga Negara. Penafsiran terhadap asas-asas hukum harus dilakukan secara holistik dengan lebih mengedepankan pada aspek kemaslahatan. Penafsiran terhadap asas-asas hukum secara sempit akan mengakibatkan pergeseran penafsiran yang justru melanggar hak asasi manusia.
{"title":"Revitalisasi Hukum Islam Sebagai Sumber Hukum Dalam Pembangunan Sistem Hukum Di Indonesia","authors":"","doi":"10.59414/jmh.v11i2.563","DOIUrl":"https://doi.org/10.59414/jmh.v11i2.563","url":null,"abstract":"Tulisan ini bermaksud untuk mengetahui bagaimanakah merevitalisasi hukum Islam dalam pembangunan hukum nasional yang lebih mengedepankan kemaslahatan masyarakat di Indonesia. revitalisasi asas-asas hukum islam dalam pembangunan hukum nasional menempati posisi yang strategis dibandingkan dengan hukum islam yang formalistik. Untuk menjadikan Islam sebagai pedoman dalam kehidupan, perlu dikembangkan dalam bentuk perundang-undangan agar mempunyai kekuatan hukum yang jelas dalam pelaksanaannya baik secara pribadi maupun berbangsa dan bernegara. Dalam pembentukan perundang-undang di Indonesia, perlu adanya metode yang tepat agar bisa diamalkan dan membawa kedamaian, ketenangan dan rahmat bagi semua warga Negara. Penafsiran terhadap asas-asas hukum harus dilakukan secara holistik dengan lebih mengedepankan pada aspek kemaslahatan. Penafsiran terhadap asas-asas hukum secara sempit akan mengakibatkan pergeseran penafsiran yang justru melanggar hak asasi manusia.","PeriodicalId":53118,"journal":{"name":"Jurnal Media Hukum","volume":"43 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-09-20","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"139338361","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Penelitian ini menganalisis tanggungjawab Kepala Unit Penyelenggara Pelabuhan (KUPP) dalam pengaturan dan pengawasan usaha bongkar muat barang di wilayah terminal khusus, serta pertanggungjawaban pidana Pelaku Usaha Bongkar Muat Barang dalam melakukan kegiatan usaha di terminal khusus yang tidak memiliki perizinan. Adapun hasil penelitian ditemukan bahwa KUPP mempunyai tugas melaksanakan pengaturan, pengendalian, dan pengawasan kegiatan kepelabuhanan, keselamatan dan keamanan pelayaran pada pelabuhan, serta penyediaan dan/atau pelayanan jasa kepelabuhanan yang belum diusahakan secara kemersial. Unit Penyelenggara Pelabuhan adalah lembaga Pemerintah di pelabuhan sebagai otoritas yang melaksanakan fungsi pengaturan, pengendalian, pengawasan kegiatan kepelabuhanan, dan pemberian pelayanan jasa kepelabuhanan untuk pelabuhan yang belum diusahakan secara komersial. Kegiatan dalam hal keselamatan dan keamanan dilaksanakan oleh Syahbandar sebagai pejabat pemerintah di pelabuhan yang diangkat oleh Menteri Perhubungan dan memiliki kewenangan menjalankan dan melakukan pengawasan terhadap dipenuhinya ketentuan peraturan perundang-undangan untuk menjamin keselamatan dan keamanan pelayaran. Pelanggaran terhadap perizinan jasa usaha bongkar muat barang berdasarkan Undang-Undnag Pelayaran dapat diancam pidana. Keberadaan terminal khusus wajib memiliki perizinan, jika terminal khusus tidak memiliki perizinan maka dapat dipidana. Ancaman pidana dapat juga dikenakan kepada orang yang karena jabatannya bertanggungjawab untuk mengatur dan mengawas kegiatan usaha terkait termasuk bongkar muat di wilayah terminal khusus, orang yang karena jabatannya berwenang dan bertanggungjawab melakukan pengawasan terhadap kegiatan usaha di terminal khusus dan menyalahgunakan kewenangan dapat diancam pidana berdasarkan Undang-Undang Pelayaran.
{"title":"Pertanggungjawaban Pidana Pelaku Usaha Jasa Terkait, Khususnya Bongkar Muat Barang Yang Tidak Memiliki Perizinan di Wilayah Terminal Khusus Berdasarkan Undang Undang 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran","authors":"","doi":"10.59414/jmh.v11i2.585","DOIUrl":"https://doi.org/10.59414/jmh.v11i2.585","url":null,"abstract":"Penelitian ini menganalisis tanggungjawab Kepala Unit Penyelenggara Pelabuhan (KUPP) dalam pengaturan dan pengawasan usaha bongkar muat barang di wilayah terminal khusus, serta pertanggungjawaban pidana Pelaku Usaha Bongkar Muat Barang dalam melakukan kegiatan usaha di terminal khusus yang tidak memiliki perizinan. Adapun hasil penelitian ditemukan bahwa KUPP mempunyai tugas melaksanakan pengaturan, pengendalian, dan pengawasan kegiatan kepelabuhanan, keselamatan dan keamanan pelayaran pada pelabuhan, serta penyediaan dan/atau pelayanan jasa kepelabuhanan yang belum diusahakan secara kemersial. Unit Penyelenggara Pelabuhan adalah lembaga Pemerintah di pelabuhan sebagai otoritas yang melaksanakan fungsi pengaturan, pengendalian, pengawasan kegiatan kepelabuhanan, dan pemberian pelayanan jasa kepelabuhanan untuk pelabuhan yang belum diusahakan secara komersial. Kegiatan dalam hal keselamatan dan keamanan dilaksanakan oleh Syahbandar sebagai pejabat pemerintah di pelabuhan yang diangkat oleh Menteri Perhubungan dan memiliki kewenangan menjalankan dan melakukan pengawasan terhadap dipenuhinya ketentuan peraturan perundang-undangan untuk menjamin keselamatan dan keamanan pelayaran. Pelanggaran terhadap perizinan jasa usaha bongkar muat barang berdasarkan Undang-Undnag Pelayaran dapat diancam pidana. Keberadaan terminal khusus wajib memiliki perizinan, jika terminal khusus tidak memiliki perizinan maka dapat dipidana. Ancaman pidana dapat juga dikenakan kepada orang yang karena jabatannya bertanggungjawab untuk mengatur dan mengawas kegiatan usaha terkait termasuk bongkar muat di wilayah terminal khusus, orang yang karena jabatannya berwenang dan bertanggungjawab melakukan pengawasan terhadap kegiatan usaha di terminal khusus dan menyalahgunakan kewenangan dapat diancam pidana berdasarkan Undang-Undang Pelayaran.","PeriodicalId":53118,"journal":{"name":"Jurnal Media Hukum","volume":"48 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-09-20","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"139338639","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2023-07-27DOI: 10.18196/jmh.v30i1.19322
Mohammad Hazyar Arumbinang, Yordan Gunawan, A. Salim
Children are frequently turned into child soldiers or used as human shields in armed conflicts. The use of child soldiers is condemned by all nations and is regarded as a grave breach of both children's rights and international humanitarian law. The paper aims to discuss pertinent provisions of international legal norms, particularly those that relate to child soldiers in the sequence of their adoption. Additionally, it presents the issue of the implementation of several international conventions on the issue of using child soldiers and its atrocities in the international community. As the result, when it comes to addressing the issue of child soldiers, the international legal sources do not present a consistent picture. There has been a various provision in the determination of minimum age of a child that led to major debates among international communities. The situation is further exacerbated by the fact that, while some countries have accepted the convention as binding on themselves, their implementation faces significant challenges, such as the fact that the majority of international treaties lack sanctioning power, limiting their ability to properly accomplish the preventive purpose.
{"title":"Prohibition of Child Recruitment as Soldiers: An International Regulatory Discourse","authors":"Mohammad Hazyar Arumbinang, Yordan Gunawan, A. Salim","doi":"10.18196/jmh.v30i1.19322","DOIUrl":"https://doi.org/10.18196/jmh.v30i1.19322","url":null,"abstract":"Children are frequently turned into child soldiers or used as human shields in armed conflicts. The use of child soldiers is condemned by all nations and is regarded as a grave breach of both children's rights and international humanitarian law. The paper aims to discuss pertinent provisions of international legal norms, particularly those that relate to child soldiers in the sequence of their adoption. Additionally, it presents the issue of the implementation of several international conventions on the issue of using child soldiers and its atrocities in the international community. As the result, when it comes to addressing the issue of child soldiers, the international legal sources do not present a consistent picture. There has been a various provision in the determination of minimum age of a child that led to major debates among international communities. The situation is further exacerbated by the fact that, while some countries have accepted the convention as binding on themselves, their implementation faces significant challenges, such as the fact that the majority of international treaties lack sanctioning power, limiting their ability to properly accomplish the preventive purpose.","PeriodicalId":53118,"journal":{"name":"Jurnal Media Hukum","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-07-27","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"45031530","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui tinjauan yuridis terhadap larangan bagi pemerintah desa untuk mengikuti politik praktis.Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan jenis dan pendekatan penelitian yuridis normatif, yaitu penelitian hukum doktrinal, dimana hukum di konsekan sebagai apa saja yang tertuliskan peraturan perundang-undangan,dan penelitian terhadap sistematik hukum dapat dilakukan pada peraturanperundang-undangan tertentu. Larangan pemerintah desa untuk mengikuti politik praktis daitur dalam Undang-undang No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa yang terdapat dalam pasal 29 huruf b,g dan j dan pasal 52 ayat (1) dan ayat (2). Sementara Pada Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum, larangan pemerintah desa untuk mengikuti politik praktis yaitu terdapat dalam Pasal 280 Ayat (2) huruf h, I dan j. Juga diatur dalam Pasal 71 ayat (1) UU No.10 tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota.
{"title":"Tinjauan Yuridis Terhadap Larangan Berpolitik Praktis Bagi Pemerintah Desa Pada Pemilihan Umum","authors":"A. Barri","doi":"10.59414/jmh.v11i1.446","DOIUrl":"https://doi.org/10.59414/jmh.v11i1.446","url":null,"abstract":"Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui tinjauan yuridis terhadap larangan bagi pemerintah desa untuk mengikuti politik praktis.Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan jenis dan pendekatan penelitian yuridis normatif, yaitu penelitian hukum doktrinal, dimana hukum di konsekan sebagai apa saja yang tertuliskan peraturan perundang-undangan,dan penelitian terhadap sistematik hukum dapat dilakukan pada peraturanperundang-undangan tertentu. Larangan pemerintah desa untuk mengikuti politik praktis daitur dalam Undang-undang No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa yang terdapat dalam pasal 29 huruf b,g dan j dan pasal 52 ayat (1) dan ayat (2). Sementara Pada Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum, larangan pemerintah desa untuk mengikuti politik praktis yaitu terdapat dalam Pasal 280 Ayat (2) huruf h, I dan j. Juga diatur dalam Pasal 71 ayat (1) UU No.10 tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota.","PeriodicalId":53118,"journal":{"name":"Jurnal Media Hukum","volume":"1 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-05-05","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"42346513","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana tinjauan hukum perlindungan dan kepastian hukum untuk menjamin adanya proses peradilan pidana yang baik dan menciptakan peradilan yang bersih serta dapat menimbulkan rasa keadilan di masyarakat dan diharapkan dengan keterangan saksi dan korban yang diberikan secara bebas dari rasa takut dan ancaman dapat mengungkap suatu tindak pidana. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif, Teknik pengumpulan bahan hukum penelitian ini yaitu meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Deskriptif Kualitatif. Perlindungan terhadap saksi dan korban diberikan berdasarkan beberapa asas seperti yang tercantum dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang perlindungan saksi dan korban yaitu: penghargaan atas harkat dan martabat, rasa aman, keadilan, tidak diskriminatif, dan kepastian hukum. Sebelum saksi dan korban bisa mendapatkan perlindungan hukum dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban harus melewati beberapa prosedur yang telah ditetapkan oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban agar memenuhi persyaratan untuk mendapat perlindungan.
{"title":"Perlindungan Hukum Terhadap Saksi dan Korban Dalam Sistem Peradilan Pidana Indonesia","authors":"Kadimuddin Baehaki, Trisno R. Hadis","doi":"10.59414/jmh.v11i1.451","DOIUrl":"https://doi.org/10.59414/jmh.v11i1.451","url":null,"abstract":"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana tinjauan hukum perlindungan dan kepastian hukum untuk menjamin adanya proses peradilan pidana yang baik dan menciptakan peradilan yang bersih serta dapat menimbulkan rasa keadilan di masyarakat dan diharapkan dengan keterangan saksi dan korban yang diberikan secara bebas dari rasa takut dan ancaman dapat mengungkap suatu tindak pidana. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif, Teknik pengumpulan bahan hukum penelitian ini yaitu meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Deskriptif Kualitatif. Perlindungan terhadap saksi dan korban diberikan berdasarkan beberapa asas seperti yang tercantum dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang perlindungan saksi dan korban yaitu: penghargaan atas harkat dan martabat, rasa aman, keadilan, tidak diskriminatif, dan kepastian hukum. Sebelum saksi dan korban bisa mendapatkan perlindungan hukum dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban harus melewati beberapa prosedur yang telah ditetapkan oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban agar memenuhi persyaratan untuk mendapat perlindungan.","PeriodicalId":53118,"journal":{"name":"Jurnal Media Hukum","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-05-05","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"43940449","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui jaminan fidusia dalam perjanjian kredit. Metode penelitian yang digunakan yaitu yuridis normatif, artinya permasalahan yang diangkat, dibahas dan diuraikan dalam penelitian ini difokuskan dengan menerapkan kaidah-kaidah dalam hukum positif. Jaminan fidusia itu sendiri adalah hak-hak jaminan atas benda bergerak, baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud, dan benda tidak bergerak, khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan pemberi fidusia, sebagai jaminan bagi pelunasan utang tertentu yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada penerima fidusia terhadap kreditor lainnya. Jaminan fidusia merupakan perjanjian ikutan dari suatu perjanjian pokok yang menimbulkan kewajiban bagi para pihak untuk memenuhi suatu prestasi.
{"title":"Tinjauan yuridis Wanprestasi dalam perjanjian kredit dengan Jaminan Fidusia","authors":"Zulharbi Amatahir","doi":"10.59414/jmh.v11i1.447","DOIUrl":"https://doi.org/10.59414/jmh.v11i1.447","url":null,"abstract":"Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui jaminan fidusia dalam perjanjian kredit. Metode penelitian yang digunakan yaitu yuridis normatif, artinya permasalahan yang diangkat, dibahas dan diuraikan dalam penelitian ini difokuskan dengan menerapkan kaidah-kaidah dalam hukum positif. Jaminan fidusia itu sendiri adalah hak-hak jaminan atas benda bergerak, baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud, dan benda tidak bergerak, khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan pemberi fidusia, sebagai jaminan bagi pelunasan utang tertentu yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada penerima fidusia terhadap kreditor lainnya. Jaminan fidusia merupakan perjanjian ikutan dari suatu perjanjian pokok yang menimbulkan kewajiban bagi para pihak untuk memenuhi suatu prestasi.","PeriodicalId":53118,"journal":{"name":"Jurnal Media Hukum","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-05-05","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"43420474","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}