Ketersediaan obat di puskesmas sangat terkait dengan sistem pengelolaan obat yang harus didukung oleh sumber daya yang cukup dan berkesinambungan. Apalagi dengan pelaksanaan program JKN yang berpotensi meningkatkan kebutuhan obat di fasilitas kesehatan. Tujuan penelitian ini, 1). mengetahui gambaran ketersediaan obat pada puskesmas di Kabupaten Keerom sebelum dan sesudah JKN, 2). mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi ketersediaan obat pada puskesmas, 3). merumuskan solusi untuk meningkatkan ketersediaan obat pada puskesmas di Kabupaten Keerom. Metode penelitian adalah deskriptif. Data diperoleh melalui observasi dokumen obat puskesmas tahun 2012-2015, terhadap 35 jenis obat indikator, serta wawancara dengan pengelola obat dan kepala puskesmas, pengelola obat IFK dan kepala dinas kesehatan Kabupaten Keerom. Analisis data dilengkapi dengan gambar dan tabel. serta uraian secara naratif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa, 1). Ketersediaan obat pada puskesmas di Kabupaten Keerom sebelum dan sesudah JKN, adalah sama yaitu dalam kategori aman, tetapi belum mencukupi kebutuhan puskesmas. Ketersediaan obat dengan DOEN/Fornas dan pola penyakit belum sesuai standar, masih ditemukan obat rusak dan kadaluarsa di puskesmas, serta adanya peningkatan waktu kekosongan obat sesudah JKN, 2). faktor-faktor yang mempengaruhi ketersediaan obat selama periode tersebut, antara lain, permintaan belum optimal, distribusi yang tidak cukup dan merata dari IFK, kurangnya SDM kefarmasian dan dukungan biaya distribusi obat, 3). solusi yang diusulkan adalah peningkatan pengetahuan dan ketrampilan bagi pengelola obat puskesmas, perencanaan kebutuhan SDM kefarmasian, pengadaan SIM persediaan obat, perencanaan obat terpadu dan penyediaan biaya distribusi yang cukup.
儿童健康中心的药物可用性与药物管理系统密切相关,该系统必须得到适当和可持续的资源支持。特别是JKN的实施计划有可能增加医疗保健对药物的需求。本研究的目的是,1)……确定影响药物供应的因素,并确定影响药物供应的因素,并在基罗摄政(JKN, 2)。研究方法是描述性的。根据2011 -2015年临床药物管理局(puskesmas)对35种指标药物的观察记录,以及对药品经理和保障局局长(IFK)和Keerom县卫生保健负责人(Keerom department of health service)的访谈,获得了数据。数据分析带有图片和表格。以及叙事性描述。这项研究的结果表明,1)- Fornas啊,用药物和疾病模式标准,还发现坏了,过期药在诊所,以及增加时间JKN药之后,2)真空。那个时期的药物影响可用性的因素,除其他外,还要求最佳IFK不够而均匀的分布,缺乏人力资源部kefarmasian和药物配送成本的支持,建议的解决方案是改善临床药物管理人员的知识和技能,规划药方的需求,获得药物储备,综合药物计划和提供足够的分销成本。
{"title":"EVALUASI KETERSEDIAAN OBAT SEBELUM DAN SESUDAH IMPLEMENTASI JKN PADA PUSKESMAS DI KABUPATEN KEEROM, PROVINSI PAPUA","authors":"Ivonie Carolien, Achmad Fudholi, Dwi Endarti","doi":"10.22146/JMPF.367","DOIUrl":"https://doi.org/10.22146/JMPF.367","url":null,"abstract":"Ketersediaan obat di puskesmas sangat terkait dengan sistem pengelolaan obat yang harus didukung oleh sumber daya yang cukup dan berkesinambungan. Apalagi dengan pelaksanaan program JKN yang berpotensi meningkatkan kebutuhan obat di fasilitas kesehatan. Tujuan penelitian ini, 1). mengetahui gambaran ketersediaan obat pada puskesmas di Kabupaten Keerom sebelum dan sesudah JKN, 2). mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi ketersediaan obat pada puskesmas, 3). merumuskan solusi untuk meningkatkan ketersediaan obat pada puskesmas di Kabupaten Keerom. Metode penelitian adalah deskriptif. Data diperoleh melalui observasi dokumen obat puskesmas tahun 2012-2015, terhadap 35 jenis obat indikator, serta wawancara dengan pengelola obat dan kepala puskesmas, pengelola obat IFK dan kepala dinas kesehatan Kabupaten Keerom. Analisis data dilengkapi dengan gambar dan tabel. serta uraian secara naratif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa, 1). Ketersediaan obat pada puskesmas di Kabupaten Keerom sebelum dan sesudah JKN, adalah sama yaitu dalam kategori aman, tetapi belum mencukupi kebutuhan puskesmas. Ketersediaan obat dengan DOEN/Fornas dan pola penyakit belum sesuai standar, masih ditemukan obat rusak dan kadaluarsa di puskesmas, serta adanya peningkatan waktu kekosongan obat sesudah JKN, 2). faktor-faktor yang mempengaruhi ketersediaan obat selama periode tersebut, antara lain, permintaan belum optimal, distribusi yang tidak cukup dan merata dari IFK, kurangnya SDM kefarmasian dan dukungan biaya distribusi obat, 3). solusi yang diusulkan adalah peningkatan pengetahuan dan ketrampilan bagi pengelola obat puskesmas, perencanaan kebutuhan SDM kefarmasian, pengadaan SIM persediaan obat, perencanaan obat terpadu dan penyediaan biaya distribusi yang cukup.","PeriodicalId":125871,"journal":{"name":"Journal of Management and Pharmacy Practice","volume":"500 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2017-03-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"134041841","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Abdul Aziz Setiawan, Masruchin Masruchin, T. Djoharsyah
Penyakit hepatitis telah menjadi masalah kesehatan di dunia, diperkirakan 1 juta orang meninggal setiap tahunnya akibat sirosis dan kanker hati. Di Indonesia diperkirakan 13 juta orang menderita hepatitis B, sekitar 50% berpotensi menjadi penyakit hepatitis kronis, bila tidak diobati secara baik maka 10% diantaranya dapat menjadi liver fibrosis sebagai cikal bakal kanker hati. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh bauran pemasaran terhadap tahap keputusan dokter melakukan vaksinasi hepatitis B untuk orang dewasa di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah survey-cross sectional dari bulan Agustus 2012 sampai dengan bulan Desember 2012 di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Pengambilan sampel dilakukan secara non-probabilitas sampling – purposive sampling sebanyak 61 dokter internist, 21 dokter internist diambil untuk uji pendahuluan dan 40 dokter internist diambil setelah uji validitas dan realibilitas. Pengujian hipotesa menggunakan analisa regresi berganda, uji t dan uji F pada tingkat kepercayaan 95% (a = 5%). Hasil analisa menunjukkan uji koefisien determinasi variabel produk, harga, tempat dan promosi memberikan kontribusi pengaruh sebesar 24,8% terhadap tahap keputusan dokter. Variabel harga dan promosi secara parsial berpengaruh signifikan terhadap tahap keputusan dokter. Sedangkan secara simultan terdapat pengaruh secara signifikan antara variabel produk, harga, tempat dan promosi terhadap tahap keputusan dokter di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta.
{"title":"PENGARUH BAURAN PEMASARAN TERHADAP TAHAP KEPUTUSAN DOKTER MEMILIH VAKSIN HEPATITIS B UNTUK ORANG DEWASA DI RUMAH SAKIT","authors":"Abdul Aziz Setiawan, Masruchin Masruchin, T. Djoharsyah","doi":"10.22146/JMPF.345","DOIUrl":"https://doi.org/10.22146/JMPF.345","url":null,"abstract":"Penyakit hepatitis telah menjadi masalah kesehatan di dunia, diperkirakan 1 juta orang meninggal setiap tahunnya akibat sirosis dan kanker hati. Di Indonesia diperkirakan 13 juta orang menderita hepatitis B, sekitar 50% berpotensi menjadi penyakit hepatitis kronis, bila tidak diobati secara baik maka 10% diantaranya dapat menjadi liver fibrosis sebagai cikal bakal kanker hati. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh bauran pemasaran terhadap tahap keputusan dokter melakukan vaksinasi hepatitis B untuk orang dewasa di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah survey-cross sectional dari bulan Agustus 2012 sampai dengan bulan Desember 2012 di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Pengambilan sampel dilakukan secara non-probabilitas sampling – purposive sampling sebanyak 61 dokter internist, 21 dokter internist diambil untuk uji pendahuluan dan 40 dokter internist diambil setelah uji validitas dan realibilitas. Pengujian hipotesa menggunakan analisa regresi berganda, uji t dan uji F pada tingkat kepercayaan 95% (a = 5%). Hasil analisa menunjukkan uji koefisien determinasi variabel produk, harga, tempat dan promosi memberikan kontribusi pengaruh sebesar 24,8% terhadap tahap keputusan dokter. Variabel harga dan promosi secara parsial berpengaruh signifikan terhadap tahap keputusan dokter. Sedangkan secara simultan terdapat pengaruh secara signifikan antara variabel produk, harga, tempat dan promosi terhadap tahap keputusan dokter di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta.","PeriodicalId":125871,"journal":{"name":"Journal of Management and Pharmacy Practice","volume":"12 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2016-09-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"126620396","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
S. Satibi, Dewa Ayu Putu Satrya Dewi, Atika Dalili Akhmad, Novita Kaswindiarti, Dyah Ayu Puspandari
Pelayanan kesehatan pada era JKN diselenggarakan oleh semua Fasilitas Kesehatan (faskes) yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan. Pelayanan kesehatan dapat dilakukan berdasarkan perjanjian kerjasama antara BPJS dan faskes, bagi faskes yang tidak mempunyai sarana kefarmasian dapat menjalin kerja sama dengan apotek dalam hal pelayanan kefarmasian. Metode pembayaran untuk jasa pelayanan kesehatan pada era JKN menggunakan sistem kapitasi dan pembayaran langsung oleh BPJS kepada faskes. Namun masalah yang sering timbul dan menjadi pertanyaan dalam program JKN adalah mutu pelayanan, masyarakat masih ragu dengan mutu pelayanan yang diberikan oleh faskes. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui bagaimana sistem kapitasi JKN dilihat dari sudut pandang Apoteker untuk mengetahui persepsi apoteker dan pasien terkait dengan sistem kapitasi JKN di Apotek PRB, Apotek Jejaring, dan Apotek Klinik Pratama. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analitik menggunakan kuesioner yang berisi pernyataan tentang persepsi apoteker terhadap profit, klaim biaya, perjanjian kerjasama, dan pelayanan, sedangkan pada pasien tentang kualitas, jumlah, dan ketersediaan obat dan pembayaran obat. Data statistik dianalisis menggunakan analisis dengan Kruskal Wallis test dan uji post hoc Mann Whitney dengan melihat nilai signifikansi (p). Hasil penelitian di Apotek PRB, Apotek Jejaring dan Apotek Klinik Pratama, yaitu terdapat perbedaan persepsi apoteker pada indikator profit (p = 0,003) dan indikator pelayanan (p = 0,001), namun tidak terdapat perbedaan persepsi apoteker pada indikator klaim biaya (p = 0,0546) dan indikator perjanjian kerjasama (p = 0,606). Selanjutnya, untuk persepsi pasien rawat jalan yaitu terdapat perbedaan persepsi pasien pada indikator kualitas dan ketersediaan obat (p = 0,000), tetapi tidak terdapat perbedaan persepsi pasien rawat jalan pada indikator jumlah (p= 0,667) dan indikator pembayaran (p = 0,057). Berdasarkan biaya obat, yaitu terdapat perbedaan biaya obat (p = 0,000) pada apotek PRB, Apotek Jejaring, dan Apotek Klinik Pratama.
{"title":"PERSEPSI APOTEKER DAN PASIEN TERHADAP PENERAPAN SISTEM PEMBAYARAN JKN PADA APOTEK","authors":"S. Satibi, Dewa Ayu Putu Satrya Dewi, Atika Dalili Akhmad, Novita Kaswindiarti, Dyah Ayu Puspandari","doi":"10.22146/JMPF.349","DOIUrl":"https://doi.org/10.22146/JMPF.349","url":null,"abstract":"Pelayanan kesehatan pada era JKN diselenggarakan oleh semua Fasilitas Kesehatan (faskes) yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan. Pelayanan kesehatan dapat dilakukan berdasarkan perjanjian kerjasama antara BPJS dan faskes, bagi faskes yang tidak mempunyai sarana kefarmasian dapat menjalin kerja sama dengan apotek dalam hal pelayanan kefarmasian. Metode pembayaran untuk jasa pelayanan kesehatan pada era JKN menggunakan sistem kapitasi dan pembayaran langsung oleh BPJS kepada faskes. Namun masalah yang sering timbul dan menjadi pertanyaan dalam program JKN adalah mutu pelayanan, masyarakat masih ragu dengan mutu pelayanan yang diberikan oleh faskes. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui bagaimana sistem kapitasi JKN dilihat dari sudut pandang Apoteker untuk mengetahui persepsi apoteker dan pasien terkait dengan sistem kapitasi JKN di Apotek PRB, Apotek Jejaring, dan Apotek Klinik Pratama. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analitik menggunakan kuesioner yang berisi pernyataan tentang persepsi apoteker terhadap profit, klaim biaya, perjanjian kerjasama, dan pelayanan, sedangkan pada pasien tentang kualitas, jumlah, dan ketersediaan obat dan pembayaran obat. Data statistik dianalisis menggunakan analisis dengan Kruskal Wallis test dan uji post hoc Mann Whitney dengan melihat nilai signifikansi (p). Hasil penelitian di Apotek PRB, Apotek Jejaring dan Apotek Klinik Pratama, yaitu terdapat perbedaan persepsi apoteker pada indikator profit (p = 0,003) dan indikator pelayanan (p = 0,001), namun tidak terdapat perbedaan persepsi apoteker pada indikator klaim biaya (p = 0,0546) dan indikator perjanjian kerjasama (p = 0,606). Selanjutnya, untuk persepsi pasien rawat jalan yaitu terdapat perbedaan persepsi pasien pada indikator kualitas dan ketersediaan obat (p = 0,000), tetapi tidak terdapat perbedaan persepsi pasien rawat jalan pada indikator jumlah (p= 0,667) dan indikator pembayaran (p = 0,057). Berdasarkan biaya obat, yaitu terdapat perbedaan biaya obat (p = 0,000) pada apotek PRB, Apotek Jejaring, dan Apotek Klinik Pratama.","PeriodicalId":125871,"journal":{"name":"Journal of Management and Pharmacy Practice","volume":"6 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2016-09-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"130698359","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Meningitis bacterial merupakan infeksi sistem saraf pusat (SSP), terutama menyerang anak pada usia <2 tahun, dengan puncak angka kejadian pada usia 6-18 bulan. Penyakit ini diperkirakan mencapai 1,2 juta kasus tiap tahunnya dengan mortalitas pasien berkisar antara 2%-30% diseluruh dunia. Kasus meningitis bakteri di Indonesia mencapai 158/100,000 kasus pertahun, dengan etiologi Haemophilus influenza tipe b (H. influenza) 16/100.000 dan bakteri lain 67/100.000. Pasien dengan meningitis bakteri yang bertahan hidup beresiko mengalami komplikasi. Komplikasi utama meningitis bakterial terjadi karena adanya kerusakan pada otak. Pasien yang bertahan hidup dari meningitis dapat mengalami gangguan saraf. Oleh karena itu, pasien meningitis bakterial khususnya pada anak perlu mendapatkan terapi yang optimal. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kesesuaian penggunaan antibiotik definitif terhadap cinical outcome pasien anak dengan meningitis bakterial di bangsal rawat inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta serta gambaran antibiogramnya. Penelitian ini dilakukan dengan rancangan deskriptif observasional dengan pengumpulan data secara retrospektif terhadap rekam medis pasien yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Penyusunan antibiogram dilakukan berdasarkan perhitungan persentase sensitivitas antibiotik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan antibiotik definitif 63,33% sesuai dengan hasil uji kultur dan sensitivitas antibiotik. Clinical outcomepenggunaan antibiotik definitif sesuai dengan hasil uji kultur dan sensitivitas 100% (19 pasien) membaik. Antibiogram pada pasien anak dengan meningitis bakterial di RSUP Dr. Sardjito adalah: pola bakteri Gram positif sebesar 63,33% dan bakteri Gram negatif 36,67%, dimana antibiotik yang memliki sensitivitas tinggi terhadap bakteri Gram positif adalah vankomisin 89% dan siprofloksasin 83% sedangkan untuk bakteri Gram negatif adalah meropenem 100% dan amikasin 83%.
{"title":"EVALUASI KESESUAIAN ANTIBIOTIK DEFINITIF TERHADAP CLINICAL OUTCOME PADA PASIEN ANAK DENGAN MENINGITIS BAKTERIAL DI BANGSAL RAWAT INAP RUMAS SAKIT UMUM PUSAT","authors":"W. Yanuar, Ika Puspitasari, Titik Nuryastuti","doi":"10.22146/JMPF.346","DOIUrl":"https://doi.org/10.22146/JMPF.346","url":null,"abstract":"Meningitis bacterial merupakan infeksi sistem saraf pusat (SSP), terutama menyerang anak pada usia <2 tahun, dengan puncak angka kejadian pada usia 6-18 bulan. Penyakit ini diperkirakan mencapai 1,2 juta kasus tiap tahunnya dengan mortalitas pasien berkisar antara 2%-30% diseluruh dunia. Kasus meningitis bakteri di Indonesia mencapai 158/100,000 kasus pertahun, dengan etiologi Haemophilus influenza tipe b (H. influenza) 16/100.000 dan bakteri lain 67/100.000. Pasien dengan meningitis bakteri yang bertahan hidup beresiko mengalami komplikasi. Komplikasi utama meningitis bakterial terjadi karena adanya kerusakan pada otak. Pasien yang bertahan hidup dari meningitis dapat mengalami gangguan saraf. Oleh karena itu, pasien meningitis bakterial khususnya pada anak perlu mendapatkan terapi yang optimal. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kesesuaian penggunaan antibiotik definitif terhadap cinical outcome pasien anak dengan meningitis bakterial di bangsal rawat inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta serta gambaran antibiogramnya. Penelitian ini dilakukan dengan rancangan deskriptif observasional dengan pengumpulan data secara retrospektif terhadap rekam medis pasien yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Penyusunan antibiogram dilakukan berdasarkan perhitungan persentase sensitivitas antibiotik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan antibiotik definitif 63,33% sesuai dengan hasil uji kultur dan sensitivitas antibiotik. Clinical outcomepenggunaan antibiotik definitif sesuai dengan hasil uji kultur dan sensitivitas 100% (19 pasien) membaik. Antibiogram pada pasien anak dengan meningitis bakterial di RSUP Dr. Sardjito adalah: pola bakteri Gram positif sebesar 63,33% dan bakteri Gram negatif 36,67%, dimana antibiotik yang memliki sensitivitas tinggi terhadap bakteri Gram positif adalah vankomisin 89% dan siprofloksasin 83% sedangkan untuk bakteri Gram negatif adalah meropenem 100% dan amikasin 83%.","PeriodicalId":125871,"journal":{"name":"Journal of Management and Pharmacy Practice","volume":"6 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2016-09-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"130919273","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Ketersediaan obat sangat penting berhubungan erat dengan mutu pelayanan. Ketrersediaan obat merupakan pilar utama dalam menciptakan kepuasan pasien, dokter, tenaga kefarmasian. Ketersediaan obat yang baik membuat anggaran belanja semakin efisien dan efektif. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah peran dokter, tenaga kefarmasian dan pasien berpengaruh terhadap ketersediaan obat di RSUD dr.Soedono Madiun. Penelitian ini dilakukan di RSUD dr.Soedono Madiun. Metode pengambilan sampel dokter dan tenaga kefarmasian yang digunakan dalam penelitian ini adalah total sampling. Sedangkan, sampel pasien diambil menggunakan tabel rumus issac dan michael. Variabel bebas penelitian yaitu dokter, tenaga kefarmasian dan pasien. Variabel tergantungnya adalah ketersediaan obat. Data diperoleh dengan menyebarkan secara langsung kuesioner, kemudian data dianalisis menggunakan regresi linear dengan program komputer spss versi 22. Hasil uji R2 dan F secara berurutan diperoleh faktor dokter sebesar 0,706 dan 69,562, faktor tenaga kefarmasian sebesar 0710 dan 114,962, faktor pasien sebesar 0,945 dan 5660,020. Hasil uji bersama-sama faktor dokter, tenaga kefarmasian dan pasien sebesar 0,971 dan 293,447. Penelitian dapat disimpulkan bahwa faktor dokter, faktor tenaga kefarmasian dan faktor pasien berpengaruh secara signifikan terhadap ketersediaan obat. Faktor dokter, tenaga kefarmasian dan pasien berpengaruh secara bersama-sama terhadap ketersediaan obat di era JKN pada RSUD dr.Soedono Madiun
{"title":"ANALISIS FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETERSEDIAAN OBAT DI ERA JKN PADA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH","authors":"Pulung Prabowo, S. Satibi, Gunawan Pamudji","doi":"10.22146/JMPF.348","DOIUrl":"https://doi.org/10.22146/JMPF.348","url":null,"abstract":"Ketersediaan obat sangat penting berhubungan erat dengan mutu pelayanan. Ketrersediaan obat merupakan pilar utama dalam menciptakan kepuasan pasien, dokter, tenaga kefarmasian. Ketersediaan obat yang baik membuat anggaran belanja semakin efisien dan efektif. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah peran dokter, tenaga kefarmasian dan pasien berpengaruh terhadap ketersediaan obat di RSUD dr.Soedono Madiun. Penelitian ini dilakukan di RSUD dr.Soedono Madiun. Metode pengambilan sampel dokter dan tenaga kefarmasian yang digunakan dalam penelitian ini adalah total sampling. Sedangkan, sampel pasien diambil menggunakan tabel rumus issac dan michael. Variabel bebas penelitian yaitu dokter, tenaga kefarmasian dan pasien. Variabel tergantungnya adalah ketersediaan obat. Data diperoleh dengan menyebarkan secara langsung kuesioner, kemudian data dianalisis menggunakan regresi linear dengan program komputer spss versi 22. Hasil uji R2 dan F secara berurutan diperoleh faktor dokter sebesar 0,706 dan 69,562, faktor tenaga kefarmasian sebesar 0710 dan 114,962, faktor pasien sebesar 0,945 dan 5660,020. Hasil uji bersama-sama faktor dokter, tenaga kefarmasian dan pasien sebesar 0,971 dan 293,447. Penelitian dapat disimpulkan bahwa faktor dokter, faktor tenaga kefarmasian dan faktor pasien berpengaruh secara signifikan terhadap ketersediaan obat. Faktor dokter, tenaga kefarmasian dan pasien berpengaruh secara bersama-sama terhadap ketersediaan obat di era JKN pada RSUD dr.Soedono Madiun","PeriodicalId":125871,"journal":{"name":"Journal of Management and Pharmacy Practice","volume":"46 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2016-09-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"122627380","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Yanita Harliana Atharini, Probosuseno Probosuseno, A. Nugroho
Prevalensi Helicobacter pylori (H. pylori) bervariasi di seluruh dunia dan tergantung pada standar kehidupan di wilayah masing-masing. Dalam penanganannya, terdapat beberapa regimen terapi eradikasi yang akan mempengaruhi luaran klinis pasien. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola pengobatan dan luaran klinis pasien. Penelitian ini merupakan penelitian multicenter di tiga rumah sakit dengan rancangan observasional analitik retrospektif dengan metode potong lintang, menggunakan data sekunder dari tanggal 1 Januari 2009 hingga 31 Mei 2014. Jumlah pasien yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi sebanyak 47 pasien. Cara penilaian luaran klinis dengan melihat keluhan yang dirasakan pasien sebelum di terapi dibanding dengan keluhan yang dirasakan pasien setelah di terapi. Karakteristik umum pasien adalah laki-laki (53,2%), usia kurang dari sama dengan 59 tahun (68,1%), peserta askes (57,4%), pendidikan terakhir SLTA (29,8%), dan pekerjaan PNS (23,4%). Sebanyak 37 pasien (78,7%) mendapatkan terapi antibiotik, dan 10 pasien (21,3%) tanpa antibiotik. Kombinasi amoksisilin-klaritromisin merupakan kombinasi paling banyak digunakan (72,3%). Keluhan dirasakan pasien adalah mual (48,93%), nyeri perut (48,93 %), melena (40,42%), muntah (31,91%), nyeri ulu hati (31,91%), buang air besar cair (19,14%), hematemesis (17,02%) dan nafsu makan menurun (17,02%). Terdapat perbedaan signifikan dalam perbaikan luaran klinis antara pasien yang mendapatkan antibiotik dengan yang tanpa antibiotik (p = 0,046; OR=5,438). Lansoprazol-Amoksisilin-Klaritromisin merupakan regimen terapi eradikasi paling banyak digunakan, Perbaikan luaran klinis dipengaruhi oleh penggunaan antibiotik. Jenis kelamin, faktor usia, dan jenis antibiotik tidak memberikan perbedaan signifikan pada luaran klinis, dikarenakan perbaikan luaran klinis dan keberhasilan terapi lebih dipengaruhi oleh tingkat resistensi antibiotik, kepatuhan dalam mengkonsumsi obat, dan reinfeksi. Kata Kunci: Helicobacter pylori, terapi eradikasi, luaran klinis, gejala dispepsia, perbaikan klinis
{"title":"POLA PENGOBATAN DAN LUARAN KLINIS PADA PASIEN TERINFEKSI HELICOBACTER PYLORI","authors":"Yanita Harliana Atharini, Probosuseno Probosuseno, A. Nugroho","doi":"10.22146/JMPF.267","DOIUrl":"https://doi.org/10.22146/JMPF.267","url":null,"abstract":"Prevalensi Helicobacter pylori (H. pylori) bervariasi di seluruh dunia dan tergantung pada standar kehidupan di wilayah masing-masing. Dalam penanganannya, terdapat beberapa regimen terapi eradikasi yang akan mempengaruhi luaran klinis pasien. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola pengobatan dan luaran klinis pasien. Penelitian ini merupakan penelitian multicenter di tiga rumah sakit dengan rancangan observasional analitik retrospektif dengan metode potong lintang, menggunakan data sekunder dari tanggal 1 Januari 2009 hingga 31 Mei 2014. Jumlah pasien yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi sebanyak 47 pasien. Cara penilaian luaran klinis dengan melihat keluhan yang dirasakan pasien sebelum di terapi dibanding dengan keluhan yang dirasakan pasien setelah di terapi. Karakteristik umum pasien adalah laki-laki (53,2%), usia kurang dari sama dengan 59 tahun (68,1%), peserta askes (57,4%), pendidikan terakhir SLTA (29,8%), dan pekerjaan PNS (23,4%). Sebanyak 37 pasien (78,7%) mendapatkan terapi antibiotik, dan 10 pasien (21,3%) tanpa antibiotik. Kombinasi amoksisilin-klaritromisin merupakan kombinasi paling banyak digunakan (72,3%). Keluhan dirasakan pasien adalah mual (48,93%), nyeri perut (48,93 %), melena (40,42%), muntah (31,91%), nyeri ulu hati (31,91%), buang air besar cair (19,14%), hematemesis (17,02%) dan nafsu makan menurun (17,02%). Terdapat perbedaan signifikan dalam perbaikan luaran klinis antara pasien yang mendapatkan antibiotik dengan yang tanpa antibiotik (p = 0,046; OR=5,438). Lansoprazol-Amoksisilin-Klaritromisin merupakan regimen terapi eradikasi paling banyak digunakan, Perbaikan luaran klinis dipengaruhi oleh penggunaan antibiotik. Jenis kelamin, faktor usia, dan jenis antibiotik tidak memberikan perbedaan signifikan pada luaran klinis, dikarenakan perbaikan luaran klinis dan keberhasilan terapi lebih dipengaruhi oleh tingkat resistensi antibiotik, kepatuhan dalam mengkonsumsi obat, dan reinfeksi. Kata Kunci: Helicobacter pylori, terapi eradikasi, luaran klinis, gejala dispepsia, perbaikan klinis","PeriodicalId":125871,"journal":{"name":"Journal of Management and Pharmacy Practice","volume":"26 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2016-06-07","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"123622838","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui efektivitas jamu tetes Soman 1® terhadap HbA1C dan mengetahui adverse events pada pasien diabetes mellitus tipe 2 di rumah Sakit UGM. Rancangan penelitian adalah experimental double blind, dengan teknik consecutive sampling pada pasien rawat jalan, dengan diagnosa diabetes mellitus tipe 2 di Rumah Sakit UGM. Sejumlah 30 pasien masuk dalam kriteria inklusi, kemudian dilakukan random allocation untuk menentukan pasien menerima perlakuan uji jamu tetes Soman 1® kombinasi metformin atau plasebo kombinasi metformin selama 12 minggu. Pasien yang di drop out berjumlah 3 orang. Uji independent t-test digunakan untuk membandingkan rata-rata penurunan HbA1C pada kedua kelompok, dengan nilai signifikansi p 0,05). Begitu pula secara klinis, penurunan rata-rata HbA1C pada kelompok uji cenderung lebih tinggi daripada kelompok plasebo, dengan nilai selisih perbedaan rerata penurunan HbA1C diantara kedua kelompok adalah 0,41%, walaupun secara klinis tidak berbeda signifikan (< 0,6%). Jumlah kejadian adverse events yang terjadi pada kelompok uji adalah 27 adverse events, antara lain mual (33,33%), diare (20%), nyeri perut (20%), nyeri badan, lemas dan pusing masing-masing 13,33%, alergi/gatal-gatal, nafsu makan meningkat, tenggorokan sakit, konstipasi, mulut terasa pahit, sakit pinggang, susah tidur, kaki kaku/pegal dan mengantuk masing-masing 6,67%, sedangkan pada kelompok plasebo, adverse events yang terjadi yaitu diare (13,33%) dan mual (6,67%). Kata Kunci: diabetes mellitus tipe 2, jamu tetes Soman 1®, HbA1c, adverse events
{"title":"EFEKTIVITAS JAMU TETES SOMAN 1® TERHADAP HbA1C DAN EVALUASI ADVERSE EVENTS PADA PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE 2 DI RUMAH SAKIT","authors":"Nurul Atikah, Z. Ikawati, M. E. Cahyanto","doi":"10.22146/jmpf.265","DOIUrl":"https://doi.org/10.22146/jmpf.265","url":null,"abstract":"Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui efektivitas jamu tetes Soman 1® terhadap HbA1C dan mengetahui adverse events pada pasien diabetes mellitus tipe 2 di rumah Sakit UGM. Rancangan penelitian adalah experimental double blind, dengan teknik consecutive sampling pada pasien rawat jalan, dengan diagnosa diabetes mellitus tipe 2 di Rumah Sakit UGM. Sejumlah 30 pasien masuk dalam kriteria inklusi, kemudian dilakukan random allocation untuk menentukan pasien menerima perlakuan uji jamu tetes Soman 1® kombinasi metformin atau plasebo kombinasi metformin selama 12 minggu. Pasien yang di drop out berjumlah 3 orang. Uji independent t-test digunakan untuk membandingkan rata-rata penurunan HbA1C pada kedua kelompok, dengan nilai signifikansi p 0,05). Begitu pula secara klinis, penurunan rata-rata HbA1C pada kelompok uji cenderung lebih tinggi daripada kelompok plasebo, dengan nilai selisih perbedaan rerata penurunan HbA1C diantara kedua kelompok adalah 0,41%, walaupun secara klinis tidak berbeda signifikan (< 0,6%). Jumlah kejadian adverse events yang terjadi pada kelompok uji adalah 27 adverse events, antara lain mual (33,33%), diare (20%), nyeri perut (20%), nyeri badan, lemas dan pusing masing-masing 13,33%, alergi/gatal-gatal, nafsu makan meningkat, tenggorokan sakit, konstipasi, mulut terasa pahit, sakit pinggang, susah tidur, kaki kaku/pegal dan mengantuk masing-masing 6,67%, sedangkan pada kelompok plasebo, adverse events yang terjadi yaitu diare (13,33%) dan mual (6,67%). Kata Kunci: diabetes mellitus tipe 2, jamu tetes Soman 1®, HbA1c, adverse events","PeriodicalId":125871,"journal":{"name":"Journal of Management and Pharmacy Practice","volume":"64 1-2","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2016-06-07","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"120913759","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Gangguan fungsi ginjal merupakan salah satu permasalahan utama kesehatan masyarakat Indonesia. Pada era Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) pembiayaan kesehatan pada Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL) menggunakan tarif Indonesian Case Based Group (INA-CBGs), tetapi seringkali biaya riil lebih besar dari tarif INA-CBGs. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui rata-rata biaya pengobatan pasien penyakit ginjal kronis (PGK) rawat inap dengan hemodialisis serta mengetahui komponen biaya yang paling berpengaruh terhadap tarif rumah sakit, faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya biaya pengobatan PGK dan perbedaan antara biaya riil dengan tarif INA-CBGs. Jenis penelitian adalah analitik cross-sectional dengan perspektif rumah sakit. Data diambil secara retrospektif pada bulan Januari-April 2016. Subjek penelitian adalah pasien PGK rawat inap dengan hemodialisis. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis deskriptif, uji korelasi Spearman dan uji one sample t-test. Pasien yang memenuhi kriteria inklusi sebanyak 47 episode rawat inap. Rata-rata biaya riil pengobatan pasien PGK rawat inap dengan hemodialisis dengan tindakan operatif per episode rawat inap sebesar Rp.23.732.520,02 ± Rp.19.142.379,09 dan non operatif sebesar Rp.12.800.910,61 ± Rp.6.409.290,00. Pada kelompok biaya operatif komponen terbesar adalah biaya tindakan medis operatif sebesar 29,39% dan pada kelompok non operatif biaya yang terbesar pada biaya pelayanan penunjang medis sebesar 27,12%. Faktor yang mempengaruhi biaya pengobatan pasien PGK rawat inap dengan hemodialisis adalah komorbid, frekuensi HD dan LOS. Perbedaan antara biaya riil dan tarif INA-CBGs terdapat pada kelompok N-4-10 II Kelas I; N-4-10-II Kelas II; N-4-10-III; N-4-10-I Kelas I dan selisih tarif rumah sakit dan tarif INA-CBGs sebesar Rp.225.632.939,96. Kata Kunci: penyakit ginjal kronis , analisis biaya, INA-CBGs, hemodialisis
{"title":"ANALISIS BIAYA PENGOBATAN PENYAKIT GINJAL KRONIS RAWAT INAP DENGAN HEMODIALISIS DI RUMAH SAKIT","authors":"M. Azalea, T. Andayani, S. Satibi","doi":"10.22146/JMPF.266","DOIUrl":"https://doi.org/10.22146/JMPF.266","url":null,"abstract":"Gangguan fungsi ginjal merupakan salah satu permasalahan utama kesehatan masyarakat Indonesia. Pada era Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) pembiayaan kesehatan pada Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL) menggunakan tarif Indonesian Case Based Group (INA-CBGs), tetapi seringkali biaya riil lebih besar dari tarif INA-CBGs. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui rata-rata biaya pengobatan pasien penyakit ginjal kronis (PGK) rawat inap dengan hemodialisis serta mengetahui komponen biaya yang paling berpengaruh terhadap tarif rumah sakit, faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya biaya pengobatan PGK dan perbedaan antara biaya riil dengan tarif INA-CBGs. Jenis penelitian adalah analitik cross-sectional dengan perspektif rumah sakit. Data diambil secara retrospektif pada bulan Januari-April 2016. Subjek penelitian adalah pasien PGK rawat inap dengan hemodialisis. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis deskriptif, uji korelasi Spearman dan uji one sample t-test. Pasien yang memenuhi kriteria inklusi sebanyak 47 episode rawat inap. Rata-rata biaya riil pengobatan pasien PGK rawat inap dengan hemodialisis dengan tindakan operatif per episode rawat inap sebesar Rp.23.732.520,02 ± Rp.19.142.379,09 dan non operatif sebesar Rp.12.800.910,61 ± Rp.6.409.290,00. Pada kelompok biaya operatif komponen terbesar adalah biaya tindakan medis operatif sebesar 29,39% dan pada kelompok non operatif biaya yang terbesar pada biaya pelayanan penunjang medis sebesar 27,12%. Faktor yang mempengaruhi biaya pengobatan pasien PGK rawat inap dengan hemodialisis adalah komorbid, frekuensi HD dan LOS. Perbedaan antara biaya riil dan tarif INA-CBGs terdapat pada kelompok N-4-10 II Kelas I; N-4-10-II Kelas II; N-4-10-III; N-4-10-I Kelas I dan selisih tarif rumah sakit dan tarif INA-CBGs sebesar Rp.225.632.939,96. Kata Kunci: penyakit ginjal kronis , analisis biaya, INA-CBGs, hemodialisis","PeriodicalId":125871,"journal":{"name":"Journal of Management and Pharmacy Practice","volume":"58 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2016-06-07","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"122998944","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
D. Wulandari, Djoko Wahyono, Rizka Humardewayanti Asdie
Infeksi saluran kemih akibat kateterisasi didefinisikan sebagai infeksi pada pasien yang pernah atau masih menggunakan kateter indwelling (menetap). Penggunaan antibiotik secara tidak rasional dapat menimbulkan pengobatan kurang efektif, resiko efek samping, meningkatnya resistensi antibiotik dan tingginya biaya pengobatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui rasionalitas penggunaan antibiotik dan pengaruhnya terhadap luaran klinik pasien infeksi saluran kemih akibat kateterisasi. Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan menggunakan desain cohort retrospektif dengan pengambilan data secara retrospektif berdasarkan data catatan medis pasien infeksi saluran kemih akibat kateterisasi di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta periode Januari 2013-November 2015. Pasien yang memenuhi kriteria inklusi dievaluasi rasionalitas penggunaan antibiotiknya dengan metode Gyssens serta outcome klinik setelah terapi antibiotik empiris diberikan selama tiga hari. Data dianalisis dengan uji statistik Chi-square (variabel kategorik). Jumlah pasien pada penelitian ini sebanyak 63 pasien. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan antobiotik empiris yang diberikan pada pasien CAUTI setelah dievaluasi dengan metode Gyssens, dari 63 pasien diketahui 49 (77,77 %) pasien penggunaannya rasional (kategori 0) dan 14 pasien (22,22 %) tidak rasional. Penggunaan antibiotik rasional pada pasien infeksi saluran kemih akibat kateterisasi memberikan luaran klinik lebih baik dibandingkan dengan pasien yang mendapatkan antibiotik tidak rasional. Kata kunci: Infeksi saluran kemih akibat kateterisasi, antibiotik, rasionalitas, luaran klinik, metode Gyssens
{"title":"PENGGUNAAN ANTIBIOTIK TERHADAP LUARAN KLINIK PASIEN INFEKSI SALURAN KEMIH AKIBAT KATETERISASI","authors":"D. Wulandari, Djoko Wahyono, Rizka Humardewayanti Asdie","doi":"10.22146/jmpf.259","DOIUrl":"https://doi.org/10.22146/jmpf.259","url":null,"abstract":"Infeksi saluran kemih akibat kateterisasi didefinisikan sebagai infeksi pada pasien yang pernah atau masih menggunakan kateter indwelling (menetap). Penggunaan antibiotik secara tidak rasional dapat menimbulkan pengobatan kurang efektif, resiko efek samping, meningkatnya resistensi antibiotik dan tingginya biaya pengobatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui rasionalitas penggunaan antibiotik dan pengaruhnya terhadap luaran klinik pasien infeksi saluran kemih akibat kateterisasi. Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan menggunakan desain cohort retrospektif dengan pengambilan data secara retrospektif berdasarkan data catatan medis pasien infeksi saluran kemih akibat kateterisasi di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta periode Januari 2013-November 2015. Pasien yang memenuhi kriteria inklusi dievaluasi rasionalitas penggunaan antibiotiknya dengan metode Gyssens serta outcome klinik setelah terapi antibiotik empiris diberikan selama tiga hari. Data dianalisis dengan uji statistik Chi-square (variabel kategorik). Jumlah pasien pada penelitian ini sebanyak 63 pasien. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan antobiotik empiris yang diberikan pada pasien CAUTI setelah dievaluasi dengan metode Gyssens, dari 63 pasien diketahui 49 (77,77 %) pasien penggunaannya rasional (kategori 0) dan 14 pasien (22,22 %) tidak rasional. Penggunaan antibiotik rasional pada pasien infeksi saluran kemih akibat kateterisasi memberikan luaran klinik lebih baik dibandingkan dengan pasien yang mendapatkan antibiotik tidak rasional. Kata kunci: Infeksi saluran kemih akibat kateterisasi, antibiotik, rasionalitas, luaran klinik, metode Gyssens","PeriodicalId":125871,"journal":{"name":"Journal of Management and Pharmacy Practice","volume":"1 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2016-06-07","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"124394586","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Tety Nuryanti, Dhiyan Kusumawati, T. Andayani, Fredie Irijanto
Anemia berhubungan dengan peningkatan mortalitas dan morbiditas yang signifikan pada pasien penyakit ginjal kronik yang menjalani hemodialisis (PGK-HD). Anemia defisiensi besi terjadi pada sebagian besar pasien dengan PGK-HD. Anemia defisiensi besi dapat membatasi efikasi terapi epoetin (EPO) pada pasienPGK-HD. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek terapi iron dextran pada pasien PGK-HD rutin ditinjau dari parameter perubahan nilai status besi (SI, TIBC, ST) dan kadar hemoglobin (Hb) pasien sebelum dan sesudah terapi iron dextran, dan kemungkinan muncul adverse drug event (ADE) selama terapi iron dextran. Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan menggunakan desain cross sectional retrospektif berdasarkan data rekam medis pasien PGK dengan HD rutin 2x/minggu, pasien dengan pemeliharaan EPO, nilai SI < 60 μg/dl, ST<50%, usia ≥ 18 tahun yang mendapat iron dextran selama 5 minggu dengan frekuensi pemberian 2x/minggu, pada periode Januari 2015-Desember 2015 di RS UGM Yogyakarta. Pasien yang memenuhi kriteria inklusi dilihat rata-rata perubahan nilai status besi dan kadar Hb setelah terapi iron dextran diberikan selama 5 minggu. Data dianalisis dengan uji statistik paired-t-test. Pasien juga dilihat kemungkinan muncul ADE dengan melihat perkembangan kondisi pasien yang tercatat di rekam medik pasien selama terapi iron dextran. Hasil penelitian terhadap 33 pasien menunjukkan bahwa penggunaan iron dextran untuk terapi anemia pada pasien PGKHD memiliki efek dapat meningkatkan nilai SI dari 39 μg/dl menjadi 62 μg/dl(ΔSI 23 μg/dl), TIBC dari 148 μg/dl menjadi 170 μg/dl (ΔTIBC 22 μg/dl), ST dari 26,70 % menjadi 38,64% (ΔST 11,94 %) dan kadar Hb dari 10,13 g/dl menjadi 10,72 g/dl (ΔHb 0,59 g/dl) serta tidak ditemukan ADE selama penggunaan iron dextran. Hasil analisis statistik menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan terhadap perubahan nilai status besi dan Hb (p < 0,05). Kata kunci: anemia, defisiensi besi, iron dextran
{"title":"EFEK TERAPI IRON DEXTRAN PADA PASIEN PENYAKIT GINJAL KRONIK HEMODIALISIS RUTIN DI RUMAH SAKIT","authors":"Tety Nuryanti, Dhiyan Kusumawati, T. Andayani, Fredie Irijanto","doi":"10.22146/jmpf.264","DOIUrl":"https://doi.org/10.22146/jmpf.264","url":null,"abstract":"Anemia berhubungan dengan peningkatan mortalitas dan morbiditas yang signifikan pada pasien penyakit ginjal kronik yang menjalani hemodialisis (PGK-HD). Anemia defisiensi besi terjadi pada sebagian besar pasien dengan PGK-HD. Anemia defisiensi besi dapat membatasi efikasi terapi epoetin (EPO) pada pasienPGK-HD. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek terapi iron dextran pada pasien PGK-HD rutin ditinjau dari parameter perubahan nilai status besi (SI, TIBC, ST) dan kadar hemoglobin (Hb) pasien sebelum dan sesudah terapi iron dextran, dan kemungkinan muncul adverse drug event (ADE) selama terapi iron dextran. Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan menggunakan desain cross sectional retrospektif berdasarkan data rekam medis pasien PGK dengan HD rutin 2x/minggu, pasien dengan pemeliharaan EPO, nilai SI < 60 μg/dl, ST<50%, usia ≥ 18 tahun yang mendapat iron dextran selama 5 minggu dengan frekuensi pemberian 2x/minggu, pada periode Januari 2015-Desember 2015 di RS UGM Yogyakarta. Pasien yang memenuhi kriteria inklusi dilihat rata-rata perubahan nilai status besi dan kadar Hb setelah terapi iron dextran diberikan selama 5 minggu. Data dianalisis dengan uji statistik paired-t-test. Pasien juga dilihat kemungkinan muncul ADE dengan melihat perkembangan kondisi pasien yang tercatat di rekam medik pasien selama terapi iron dextran. Hasil penelitian terhadap 33 pasien menunjukkan bahwa penggunaan iron dextran untuk terapi anemia pada pasien PGKHD memiliki efek dapat meningkatkan nilai SI dari 39 μg/dl menjadi 62 μg/dl(ΔSI 23 μg/dl), TIBC dari 148 μg/dl menjadi 170 μg/dl (ΔTIBC 22 μg/dl), ST dari 26,70 % menjadi 38,64% (ΔST 11,94 %) dan kadar Hb dari 10,13 g/dl menjadi 10,72 g/dl (ΔHb 0,59 g/dl) serta tidak ditemukan ADE selama penggunaan iron dextran. Hasil analisis statistik menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan terhadap perubahan nilai status besi dan Hb (p < 0,05). Kata kunci: anemia, defisiensi besi, iron dextran","PeriodicalId":125871,"journal":{"name":"Journal of Management and Pharmacy Practice","volume":"2005 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2016-06-07","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"128294992","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}