Pub Date : 2022-07-26DOI: 10.32509/jitekgi.v18i1.1311
Rm Norman Tri Kusumo Indro, Riko Simanjuntak, L. Nelwan
Latar belakang : lip reposition merupakan perawatan untuk memperbaiki berlebihnya tampilan gingiva saat tersenyum. Gummy smile merupakan diagnosis dari berlebihnya tampilan gingiva pada saat tersenyum, Akan tetapi sering dijumpai kesulitan saat melakukan lip reposition. Tujuan tindakan eksisi pada lip reposisition biasanya membuat garis panduan pada saat eksisi, Akan tetapi, eksisi pada daerah mukosa alveolar menjadi salah satu hal yang menantang karena alveolar mukosa tergolong licin, Oleh karena itu menjepit dengan klem panjang saat hendak melakukan eksisi dapat menjadi alternatif untuk memandu ketepatan eksisi pada lip reposition dan mempercepat waktu pengerjaan. Laporan Kasus: pasien datang ke praktek pribadi dengan alasan keluhan estetik. Dilakukan pengukuran panjang gigi dan tinggi gingival menggunakan sistem Chu. Hasilnya, gingiva pada gigi 13,12,11,21,22,23 menutupi sekitar 2-3 mm dari CEJ (cemento enamel junction), pada saat terseyum lebar pasien memiliki 5mm kelebihan penampilan gingiva. Pasien didiagnosis gummy smile dan memerlukan Iip reposition .Setelah daerah operasi teranestesi, operator membuat garis vertikal serta melepas pelakatan mukosa alveolar, setelah itu menggunakan klem panjang untuk menjepit dan melakukan eksisi. Kesimpulan: keuntungan dari prosedur ini yaitu mempersingkat durasi operasi, mengurangi resiko eksisi berlebihan dan memaksimalkan penyembuhan primer jaringan lunak. Eksisi yang dibantu oleh klem dapat meningkatkan presisi pada lip reposition.
{"title":"GUIDED EXCISION USING CLAMP IN LIP REPOSITION: A NEW INNOVATIVE APPROACH (LAPORAN KASUS)","authors":"Rm Norman Tri Kusumo Indro, Riko Simanjuntak, L. Nelwan","doi":"10.32509/jitekgi.v18i1.1311","DOIUrl":"https://doi.org/10.32509/jitekgi.v18i1.1311","url":null,"abstract":"Latar belakang : lip reposition merupakan perawatan untuk memperbaiki berlebihnya tampilan gingiva saat tersenyum. Gummy smile merupakan diagnosis dari berlebihnya tampilan gingiva pada saat tersenyum, Akan tetapi sering dijumpai kesulitan saat melakukan lip reposition. Tujuan tindakan eksisi pada lip reposisition biasanya membuat garis panduan pada saat eksisi, Akan tetapi, eksisi pada daerah mukosa alveolar menjadi salah satu hal yang menantang karena alveolar mukosa tergolong licin, Oleh karena itu menjepit dengan klem panjang saat hendak melakukan eksisi dapat menjadi alternatif untuk memandu ketepatan eksisi pada lip reposition dan mempercepat waktu pengerjaan. Laporan Kasus: pasien datang ke praktek pribadi dengan alasan keluhan estetik. Dilakukan pengukuran panjang gigi dan tinggi gingival menggunakan sistem Chu. Hasilnya, gingiva pada gigi 13,12,11,21,22,23 menutupi sekitar 2-3 mm dari CEJ (cemento enamel junction), pada saat terseyum lebar pasien memiliki 5mm kelebihan penampilan gingiva. Pasien didiagnosis gummy smile dan memerlukan Iip reposition .Setelah daerah operasi teranestesi, operator membuat garis vertikal serta melepas pelakatan mukosa alveolar, setelah itu menggunakan klem panjang untuk menjepit dan melakukan eksisi. Kesimpulan: keuntungan dari prosedur ini yaitu mempersingkat durasi operasi, mengurangi resiko eksisi berlebihan dan memaksimalkan penyembuhan primer jaringan lunak. Eksisi yang dibantu oleh klem dapat meningkatkan presisi pada lip reposition.","PeriodicalId":143628,"journal":{"name":"Jurnal Ilmiah dan Teknologi Kedokteran Gigi","volume":"10 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-07-26","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"115490745","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Latar belakang: Indonesia merupakan salah satu negara yang terdampak pandemi COVID-19 yang disebabkan virus SARS-CoV 2. Jakarta adalah kota dengan jumlah penderita tertinggi di Indonesia. Peta sebarannya meliputi wilayah Jakarta Barat. Penyebaran penyakit ini berhubungan dengan karakteristik individu dan tingkat pengetahuan warga tentang pencegahan COVID-19. Tujuan: penelitian ini bertujuan menganalisis tingkat pengetahuan warga masyarakat RT007/RW007, Srengseng, Kembangan, Jakarta Barat dan hubungan usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, status pekerjaan dan posisi dalam keluarga dengan tingkat pengetahuan tentang pencegahan COVID-19. Metode: jenis dan rancangan penelitian adalah observasional analitik dengan rancangan potong silang pada sampel yang berjumlah 78 orang. Sampel ditentukan dengan purposive sampling. Pengukuran tingkat pengetahuan dilakukan dengan mengisi kuesioner oleh responden. Total dari 78 responden, jumlah yang terbanyak adalah kategori berusia dewasa (20-59 tahun) sebesar 73%. Jumlah responden laki-laki dan perempuan masing-masing sebanyak 40 dan 38 orang. Sebesar 44.9% responden memiliki tingkat pendidikan terakhir adalah SMA dan 60.3% responden tidak bekerja. Sebanyak 60.3% dari total seluruh responden memiliki posisi sebagai kepala keluarga. Hasil: tingkat pengetahuan warga yang termasuk kategori baik adalah sebesar 56.4%. Analisis uji Chi-square dengan Continuity Correction dan uji Mann-Whitney menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan proporsi antara tingkat pengetahuan tentang COVID-19 berdasarkan usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, status pekerjaan dan posisi dalam keluarga (p0.05). Kesimpulan: tidak ada perbedaan tingkat pengetahuan tentang pencegahan COVID-19 pada semua kelompok usia, jenis kelamin yang berbeda, jenjang pendidikan, bekerja atau tidak bekerja, sebagai anggota atau kepala keluarga.
{"title":"HUBUNGAN KARAKTERISTIK INDIVIDU DAN POSISI DALAM KELUARGA TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN PENCEGAHAN COVID-19","authors":"Eko Fibryanto, Harryanto Wijaya, Janti Sudiono, Elline Elline","doi":"10.32509/jitekgi.v18i1.1661","DOIUrl":"https://doi.org/10.32509/jitekgi.v18i1.1661","url":null,"abstract":"Latar belakang: Indonesia merupakan salah satu negara yang terdampak pandemi COVID-19 yang disebabkan virus SARS-CoV 2. Jakarta adalah kota dengan jumlah penderita tertinggi di Indonesia. Peta sebarannya meliputi wilayah Jakarta Barat. Penyebaran penyakit ini berhubungan dengan karakteristik individu dan tingkat pengetahuan warga tentang pencegahan COVID-19. Tujuan: penelitian ini bertujuan menganalisis tingkat pengetahuan warga masyarakat RT007/RW007, Srengseng, Kembangan, Jakarta Barat dan hubungan usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, status pekerjaan dan posisi dalam keluarga dengan tingkat pengetahuan tentang pencegahan COVID-19. Metode: jenis dan rancangan penelitian adalah observasional analitik dengan rancangan potong silang pada sampel yang berjumlah 78 orang. Sampel ditentukan dengan purposive sampling. Pengukuran tingkat pengetahuan dilakukan dengan mengisi kuesioner oleh responden. Total dari 78 responden, jumlah yang terbanyak adalah kategori berusia dewasa (20-59 tahun) sebesar 73%. Jumlah responden laki-laki dan perempuan masing-masing sebanyak 40 dan 38 orang. Sebesar 44.9% responden memiliki tingkat pendidikan terakhir adalah SMA dan 60.3% responden tidak bekerja. Sebanyak 60.3% dari total seluruh responden memiliki posisi sebagai kepala keluarga. Hasil: tingkat pengetahuan warga yang termasuk kategori baik adalah sebesar 56.4%. Analisis uji Chi-square dengan Continuity Correction dan uji Mann-Whitney menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan proporsi antara tingkat pengetahuan tentang COVID-19 berdasarkan usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, status pekerjaan dan posisi dalam keluarga (p0.05). Kesimpulan: tidak ada perbedaan tingkat pengetahuan tentang pencegahan COVID-19 pada semua kelompok usia, jenis kelamin yang berbeda, jenjang pendidikan, bekerja atau tidak bekerja, sebagai anggota atau kepala keluarga.","PeriodicalId":143628,"journal":{"name":"Jurnal Ilmiah dan Teknologi Kedokteran Gigi","volume":"13 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-07-26","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"127236193","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2022-01-25DOI: 10.32509/jitekgi.v17i2.1143
Paulus Maulana
Latar belakang : Gigi 36 dan 46 berperan untuk mempertahankan oklusi. Kehilangan gigi 36 dan 46 berakibat perubahan kedudukan gigi tetangga dan antagonis, perubahan spontan tumpang gigit, jarak gigit dan inklinasi insisif. Molar kedua bergerak ke mesial, premolar kedua, premolar pertama dan kaninus bergeser ke distal. Mutilasi gigi merupakan kehilangan gigi yang terjadi lebih dari 5 tahun. Kehilangan gigi 36 dan 46 selama lebih dari 5 tahun secara hipotesis akan menyebabkan perubahan dimensi vertikal, dimensi horisontal wajah dan rahang gigi. Dampak terhadap dimensi horisontal dipilih di penelitian ini. Metode penelitian: Jenis penelitian observasional analitik. Populasi penelitian ini penderita maloklusi kelas I Angle di klinik Dent Smile tahun 2011 – 2015. Sampel adalah total sampel penderita mutilasi gigi 36 dan 46 dan didapatkan 22. Variabel dimensi horisontal diwakili sudut NAP, ANB, INB, dan IGoMe. Data diuji tes Kolmogorov Sminov untuk melihat distribusi data dan didapatkan nilai p 0,05, dilanjutkan uji beda (Independent t dan Mann Whietney) untuk melihat perbedaan antar kelompok. Hasil penelitian: Hasil uji perbedaan kelompok non mutilasi dan mutilasi didapatkan nilai p pada sudut NAP, ANB, INB, IGoMe 0,05. Sudut NAP, ANB, INA, INB, IGoMe disimpulkan ada perbedaan bermakna antara kelompok non mutilasi dan mutilasi. Kesimpulan: Terjadi perubahan anteroposterior muka disebabkan ada perbedaan bermakna sudut NAP dan ANB pada kelompok mutilasi dan non mutilasi. Inklinasi insisif rahang bawah lebih retrusif dikarenakan berkurangnya sudut I-GoMe dan I-NB pada kelompok mutilasi dan non mutilasi. Perubahan ini sebagai akibat dari mutilasi gigi 36 dan 46.
{"title":"EFEK MUTILASI GIGI 36 DAN 46 TERHADAP DIMENSI HORISONTAL BAWAH PADA MALOKLUSI KLAS I ANGLE","authors":"Paulus Maulana","doi":"10.32509/jitekgi.v17i2.1143","DOIUrl":"https://doi.org/10.32509/jitekgi.v17i2.1143","url":null,"abstract":"Latar belakang : Gigi 36 dan 46 berperan untuk mempertahankan oklusi. Kehilangan gigi 36 dan 46 berakibat perubahan kedudukan gigi tetangga dan antagonis, perubahan spontan tumpang gigit, jarak gigit dan inklinasi insisif. Molar kedua bergerak ke mesial, premolar kedua, premolar pertama dan kaninus bergeser ke distal. Mutilasi gigi merupakan kehilangan gigi yang terjadi lebih dari 5 tahun. Kehilangan gigi 36 dan 46 selama lebih dari 5 tahun secara hipotesis akan menyebabkan perubahan dimensi vertikal, dimensi horisontal wajah dan rahang gigi. Dampak terhadap dimensi horisontal dipilih di penelitian ini. Metode penelitian: Jenis penelitian observasional analitik. Populasi penelitian ini penderita maloklusi kelas I Angle di klinik Dent Smile tahun 2011 – 2015. Sampel adalah total sampel penderita mutilasi gigi 36 dan 46 dan didapatkan 22. Variabel dimensi horisontal diwakili sudut NAP, ANB, INB, dan IGoMe. Data diuji tes Kolmogorov Sminov untuk melihat distribusi data dan didapatkan nilai p 0,05, dilanjutkan uji beda (Independent t dan Mann Whietney) untuk melihat perbedaan antar kelompok. Hasil penelitian: Hasil uji perbedaan kelompok non mutilasi dan mutilasi didapatkan nilai p pada sudut NAP, ANB, INB, IGoMe 0,05. Sudut NAP, ANB, INA, INB, IGoMe disimpulkan ada perbedaan bermakna antara kelompok non mutilasi dan mutilasi. Kesimpulan: Terjadi perubahan anteroposterior muka disebabkan ada perbedaan bermakna sudut NAP dan ANB pada kelompok mutilasi dan non mutilasi. Inklinasi insisif rahang bawah lebih retrusif dikarenakan berkurangnya sudut I-GoMe dan I-NB pada kelompok mutilasi dan non mutilasi. Perubahan ini sebagai akibat dari mutilasi gigi 36 dan 46.","PeriodicalId":143628,"journal":{"name":"Jurnal Ilmiah dan Teknologi Kedokteran Gigi","volume":"44 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-01-25","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"115774694","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2022-01-25DOI: 10.32509/jitekgi.v17i2.1595
Bernadete Marcelianta Cantika Br. Tarigan, Shelly Lelyana, V. K. Sugiaman
Latar belakang: Candida albicans merupakan salah satu flora normal oral yang dapat menyebabkan infeksi pada rongga mulut manusia yang disebut sebagai kandidiasis. Manajemen primer yang sering digunakan dalam mengatasi kandidiasis pada rongga mulut salah satunya adalah nystatin, namun pemberian nystatin hanya terbatas pada pengobatan topikal infeksi kandidiasis kulit dan mukosa karena memiliki spektrum yang sempit dan penyerapan yang buruk pada saluran pencernaan serta memiliki efek samping pada dosis yang tinggi seperti mual ringan, diare, dan muntah. Masyarakat sering menggunakan daun oregano (Origanum vulgare L.) sebagai obat tradisional untuk mengobati berbagai macam penyakit seperti gangguan bronkial, gangguan pencernaan, gatal pada kulit dan flu.Sejumlah penelitian (secara in vitro dan in vivo) juga menunjukkan bahwa daun oregano (Origanum vulgare L.) mengandung beragam senyawa fitokimia seperti fenolik glikosida, flavonoid, tanin, sterol dan terpenoid dalam jumlah tinggi. Tujuan: Mengetahui kadar hambat minimum (KHM) dan kadar bunuh minimum (KBM) ekstrak etanol daun oregano (Origanum vulgare L.) terhadap pertumbuhan Candida albicans secara in vitro. Metode Penelitian: Penelitian ini bersifat eksperimental murni laboratorium secara in vitro dengan cara membandingkan kelompok sampel yang mengandung ekstrak etanol daun oregano dengan konsentrasi 50 mg/ml; 25 mg/ml; 12,5 mg/ml; 6,25 mg/ml; 3,125 mg/ml; 1,562 mg/ml; 0,781 mg/ml; serta kontrol negatif berupa DMSO (Dimethyl Sulfoxide) 10% dan kontrol positif berupa nystatin. Metode yang digunakan yaitu metode broth microdilution pada 96 well plate yang diamati dengan spektofotometri dan uji kadar bunuh minimum (KBM) dengan metode spread pada agar yang dihitung menggunakan colony counter. Hasil Penelitian: Ekstrak etanol daun oregano (Origanum vulgare L.) memiliki kadar hambat minimum (KHM) pada konsentrasi 0,781 mg/ml dan kadar bunuh minimum (KBM) pada konsentrasi 50 mg/ml. Kesimpulan: Ekstrak etanol daun oregano (Origanum vulgare L.) memiliki aktivitas antijamur terhadap pertumbuhan Candida albicans.
{"title":"KADAR HAMBAT MINIMUM DAN KADAR BUNUH MINIMUM EKSTRAK ETANOL DAUN OREGANO TERHADAP PERTUMBUHAN CANDIDA ALBICANS","authors":"Bernadete Marcelianta Cantika Br. Tarigan, Shelly Lelyana, V. K. Sugiaman","doi":"10.32509/jitekgi.v17i2.1595","DOIUrl":"https://doi.org/10.32509/jitekgi.v17i2.1595","url":null,"abstract":"Latar belakang: Candida albicans merupakan salah satu flora normal oral yang dapat menyebabkan infeksi pada rongga mulut manusia yang disebut sebagai kandidiasis. Manajemen primer yang sering digunakan dalam mengatasi kandidiasis pada rongga mulut salah satunya adalah nystatin, namun pemberian nystatin hanya terbatas pada pengobatan topikal infeksi kandidiasis kulit dan mukosa karena memiliki spektrum yang sempit dan penyerapan yang buruk pada saluran pencernaan serta memiliki efek samping pada dosis yang tinggi seperti mual ringan, diare, dan muntah. Masyarakat sering menggunakan daun oregano (Origanum vulgare L.) sebagai obat tradisional untuk mengobati berbagai macam penyakit seperti gangguan bronkial, gangguan pencernaan, gatal pada kulit dan flu.Sejumlah penelitian (secara in vitro dan in vivo) juga menunjukkan bahwa daun oregano (Origanum vulgare L.) mengandung beragam senyawa fitokimia seperti fenolik glikosida, flavonoid, tanin, sterol dan terpenoid dalam jumlah tinggi. Tujuan: Mengetahui kadar hambat minimum (KHM) dan kadar bunuh minimum (KBM) ekstrak etanol daun oregano (Origanum vulgare L.) terhadap pertumbuhan Candida albicans secara in vitro. Metode Penelitian: Penelitian ini bersifat eksperimental murni laboratorium secara in vitro dengan cara membandingkan kelompok sampel yang mengandung ekstrak etanol daun oregano dengan konsentrasi 50 mg/ml; 25 mg/ml; 12,5 mg/ml; 6,25 mg/ml; 3,125 mg/ml; 1,562 mg/ml; 0,781 mg/ml; serta kontrol negatif berupa DMSO (Dimethyl Sulfoxide) 10% dan kontrol positif berupa nystatin. Metode yang digunakan yaitu metode broth microdilution pada 96 well plate yang diamati dengan spektofotometri dan uji kadar bunuh minimum (KBM) dengan metode spread pada agar yang dihitung menggunakan colony counter. Hasil Penelitian: Ekstrak etanol daun oregano (Origanum vulgare L.) memiliki kadar hambat minimum (KHM) pada konsentrasi 0,781 mg/ml dan kadar bunuh minimum (KBM) pada konsentrasi 50 mg/ml. Kesimpulan: Ekstrak etanol daun oregano (Origanum vulgare L.) memiliki aktivitas antijamur terhadap pertumbuhan Candida albicans.","PeriodicalId":143628,"journal":{"name":"Jurnal Ilmiah dan Teknologi Kedokteran Gigi","volume":"12 6","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-01-25","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"120929893","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2022-01-25DOI: 10.32509/jitekgi.v17i2.1453
Annisa Septalita, Danish Maretha
Latar belakang: Praktik pembersihan gigi dan mulut yang baik menjadi salah satu upaya untuk meningkatkan status kesehatan gigi dan mulut seseorang. Praktik pembersihan gigi dan mulut dapat dipengaruhi oleh salah satunya yaitu faktor sosial ekonomi (pendidikan, pendapatan, dan pekerjaan). Penelitian Oberoi et al. (2016) menyatakan bahwa seluruh (100%) masyarakat di India golongan sosial ekonomi menengah ke atas membersihkan gigi mereka secara rutin jika dibandingkan dengan golongan sosial ekonomi bawah yang hanya sebanyak 62,5%. Tujuan penelitian ini yang berupa pilot studi sebagai penelitian pendahuluan yang menjelaskan gambaran deskripsi praktik pembersihan gigi dan mulut serta tingkat sosial ekonomi pada warga RT 008 RW 05, Bambu Apus, Cipayung, Jakarta Timur, DKI Jakarta. Metode penelitian: Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan cross sectional. Terdapat 50 responden yang dipilih dengan metode simple random sampling, kemudian mengisi kuesioner yang berisi pertanyaan mengenai sosial ekonomi dan praktik pembersihan gigi dan mulut. Hasil penelitian: Rata-rata usia warga adalah 39 tahun, dan didominasi oleh perempuan. Tingkat sosial ekonomi warga menunjukkan paling banyak berpendidikan SMA (50%), berpendapatan sedang (38%), dan pekerjaannya adalah pekerja terampil (36%). Untuk pola praktik kebersihan gigi dan mulut, hampir keseluruhan (80%) baik, sedangkan yang masih kurang baik yaitu pada penggunaan obat kumur dan pembersih lidah. Kesimpulan: Praktik pembersihan gigi dan mulut warga baik dengan tingkat sosial ekonomi termasuk menengah/middle.
背景:清洁牙齿和良好口服的做法是改善牙齿和口腔健康状况的一种努力。清洁牙齿和口腔的做法可能受到社会经济因素(教育、收入和就业)的影响。奥贝罗伊et al .(2016)的研究指出,整个印度社会经济阶级(100%)在社会中等收入国家相比,他们定期清洁牙齿上的社会经济阶层下只相当于62,5%总和。这项研究的目的是研究飞行员作为初步的研究描述解释画面的口腔清洁牙齿和实践以及公民社会经济水平RT年龄RW 05,竹子Apus Cipayung雅加达东部,isd雅加达。研究方法:本研究是描述性研究用横截面的方法。有50受访者用简单随机抽样方法选出来的,然后填写问卷包含关于社会经济问题和实践的清洁牙齿和口腔。研究结果:公民平均年龄为39岁,由女性主导。受过教育的公民社会经济水平显示最多收入(50%),在高中(38%),工作是熟练工人(36%)。为了清洁牙齿和口腔,几乎整个实践模式(80%),则这还不够好即使用漱口水和清洁剂的舌头。结论:实践和社会经济水平的好市民清洁牙齿和口腔包括中等收入国家-中古英语。
{"title":"GAMBARAN PRAKTIK PEMBERSIHAN GIGI DAN MULUT SERTA TINGKAT SOSIAL EKONOMI","authors":"Annisa Septalita, Danish Maretha","doi":"10.32509/jitekgi.v17i2.1453","DOIUrl":"https://doi.org/10.32509/jitekgi.v17i2.1453","url":null,"abstract":"Latar belakang: Praktik pembersihan gigi dan mulut yang baik menjadi salah satu upaya untuk meningkatkan status kesehatan gigi dan mulut seseorang. Praktik pembersihan gigi dan mulut dapat dipengaruhi oleh salah satunya yaitu faktor sosial ekonomi (pendidikan, pendapatan, dan pekerjaan). Penelitian Oberoi et al. (2016) menyatakan bahwa seluruh (100%) masyarakat di India golongan sosial ekonomi menengah ke atas membersihkan gigi mereka secara rutin jika dibandingkan dengan golongan sosial ekonomi bawah yang hanya sebanyak 62,5%. Tujuan penelitian ini yang berupa pilot studi sebagai penelitian pendahuluan yang menjelaskan gambaran deskripsi praktik pembersihan gigi dan mulut serta tingkat sosial ekonomi pada warga RT 008 RW 05, Bambu Apus, Cipayung, Jakarta Timur, DKI Jakarta. Metode penelitian: Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan cross sectional. Terdapat 50 responden yang dipilih dengan metode simple random sampling, kemudian mengisi kuesioner yang berisi pertanyaan mengenai sosial ekonomi dan praktik pembersihan gigi dan mulut. Hasil penelitian: Rata-rata usia warga adalah 39 tahun, dan didominasi oleh perempuan. Tingkat sosial ekonomi warga menunjukkan paling banyak berpendidikan SMA (50%), berpendapatan sedang (38%), dan pekerjaannya adalah pekerja terampil (36%). Untuk pola praktik kebersihan gigi dan mulut, hampir keseluruhan (80%) baik, sedangkan yang masih kurang baik yaitu pada penggunaan obat kumur dan pembersih lidah. Kesimpulan: Praktik pembersihan gigi dan mulut warga baik dengan tingkat sosial ekonomi termasuk menengah/middle.","PeriodicalId":143628,"journal":{"name":"Jurnal Ilmiah dan Teknologi Kedokteran Gigi","volume":"133 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-01-25","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"133537209","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2022-01-25DOI: 10.32509/jitekgi.v17i2.1392
Ahmad Salman Ali Ghufroni, Risti Saptarini Primarti, Eka Chemiawan, Mirna Febriani
Latar belakang: Anak Sindroma Down memiliki masalah intelektual, risiko kesehatan umum, dan karakteristik wajah yang dapat memengaruhi kondisi rongga mulutnya. Ibu adalah panutan bagi anak, berperan mengajarkan kebersihan rongga mulut sejak usia dini. Pengetahuan dan sikap ibu menjadi modal dasar dalam memelihara kesehatan rongga mulut anak Sindroma Down. Penelitian ini bertujuan mengetahui gambaran pengetahuan dan sikap ibu mengenai pemeliharaan kesehatan rongga mulut anak Sindroma Down di Kota Depok. Metode penelitian: Penelitian Ini merupakan penelitian deskriptif dengan metode survei berupa pengisian kuesioner. Pengambilan sampel menggunakan teknik simple random sampling. Responden merupakan 55 ibu dari anak Sindroma Down dari POTADS dan 5 SLB Kota Depok. Hasil penelitian: Penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden menunjukan kategori pengetahuan rendah dan sikap baik dalam memelihara kesehatan rongga mulut anak Sindroma Down. Kesimpulan: Para ibu dari anak Sindroma Down memiliki kategori pengetahuan kurang namun memiliki sikap baik dalam memelihara kesehatan rongga mulut anak. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor yang memengaruhi ibu dalam menerima informasi dan bersikap dalam memelihara kesehatan rongga mulut anak Sindroma Down.
{"title":"GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU MENGENAI PEMELIHARAAN KESEHATAN RONGGA MULUT ANAK SINDROMA DOWN DI DEPOK","authors":"Ahmad Salman Ali Ghufroni, Risti Saptarini Primarti, Eka Chemiawan, Mirna Febriani","doi":"10.32509/jitekgi.v17i2.1392","DOIUrl":"https://doi.org/10.32509/jitekgi.v17i2.1392","url":null,"abstract":"Latar belakang: Anak Sindroma Down memiliki masalah intelektual, risiko kesehatan umum, dan karakteristik wajah yang dapat memengaruhi kondisi rongga mulutnya. Ibu adalah panutan bagi anak, berperan mengajarkan kebersihan rongga mulut sejak usia dini. Pengetahuan dan sikap ibu menjadi modal dasar dalam memelihara kesehatan rongga mulut anak Sindroma Down. Penelitian ini bertujuan mengetahui gambaran pengetahuan dan sikap ibu mengenai pemeliharaan kesehatan rongga mulut anak Sindroma Down di Kota Depok. Metode penelitian: Penelitian Ini merupakan penelitian deskriptif dengan metode survei berupa pengisian kuesioner. Pengambilan sampel menggunakan teknik simple random sampling. Responden merupakan 55 ibu dari anak Sindroma Down dari POTADS dan 5 SLB Kota Depok. Hasil penelitian: Penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden menunjukan kategori pengetahuan rendah dan sikap baik dalam memelihara kesehatan rongga mulut anak Sindroma Down. Kesimpulan: Para ibu dari anak Sindroma Down memiliki kategori pengetahuan kurang namun memiliki sikap baik dalam memelihara kesehatan rongga mulut anak. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor yang memengaruhi ibu dalam menerima informasi dan bersikap dalam memelihara kesehatan rongga mulut anak Sindroma Down.","PeriodicalId":143628,"journal":{"name":"Jurnal Ilmiah dan Teknologi Kedokteran Gigi","volume":"36 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-01-25","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"130905897","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2022-01-25DOI: 10.32509/jitekgi.v17i2.1418
Sandy Pamadya, Johannes Dhartono
Latar belakang: Cone Beam Computed Tomography (CBCT) merupakan salah satu modalitas pencitraan radiologi 3 dimensi yang masih belum optimal digunakan di Indonesia, karena selain mahal harganya juga kemungkinan tingkat pengetahuan dokter gigi tentang CBCT masih kurang. Salah satu penyebab kurangnya pengetahuan bisa jadi karena CBCT tidak termasuk dalam Standar Kompetensi Dokter Gigi Indonesia (SKDGI) sehingga kemungkinan di beberapa Institusi Pendidikan Dokter Gigi (IPDG) tidak banyak diajarkan. Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk melihat tingkat pengetahuan dokter gigi di Indonesia tentang CBCT. Metode: Desain penelitian deskriptif, data diperoleh menggunakan kuesioner yang ditujukan kepada responden, yaitu dokter gigi di Indonesia yang aktif berpraktik. Data yang didapat lalu diolah menggunakan perangkat lunak Microsoft Excel untuk mendapatkan persentase jawaban dari masing-masing pertanyaan dan disimpulkan apakah mayoritas responden memilih jawaban yang benar atau tidak. Hasil: Hasil menunjukkan pada pertanyaan dengan salah satu pilihan jawaban yang benar, mayoritas responden (lebih dari 50%) menjawab benar. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan dokter gigi di Indonesia sudah cukup baik, meskipun masih ada beberapa kekeliruan responden dalam pemahaman tentang CBCT. Kesimpulan: Pengetahuan dokter gigi di Indonesia tentang CBCT berdasarkan penelitian deskriptif sederhana menggunakan kuesioner, menunjukkan bahwa tingkat pengetahuannya sudah cukup baik. Akses informasi di era digital sekarang ini membuat dokter gigi dapat dengan mudahnya memperoleh pengetahuan di luar dari apa yang sudah didapat di pendidikan formal. Perlunya materi tambahan mengenai CBCT di kurikulum pendidikan dokter gigi atau memperbanyak materi tentang CBCT di kegiatan P3KGB dapat menjadi solusi.
{"title":"PENGETAHUAN DOKTER GIGI DI INDONESIA TENTANG CONE BEAM COMPUTED TOMOGRAPHY","authors":"Sandy Pamadya, Johannes Dhartono","doi":"10.32509/jitekgi.v17i2.1418","DOIUrl":"https://doi.org/10.32509/jitekgi.v17i2.1418","url":null,"abstract":"Latar belakang: Cone Beam Computed Tomography (CBCT) merupakan salah satu modalitas pencitraan radiologi 3 dimensi yang masih belum optimal digunakan di Indonesia, karena selain mahal harganya juga kemungkinan tingkat pengetahuan dokter gigi tentang CBCT masih kurang. Salah satu penyebab kurangnya pengetahuan bisa jadi karena CBCT tidak termasuk dalam Standar Kompetensi Dokter Gigi Indonesia (SKDGI) sehingga kemungkinan di beberapa Institusi Pendidikan Dokter Gigi (IPDG) tidak banyak diajarkan. Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk melihat tingkat pengetahuan dokter gigi di Indonesia tentang CBCT. Metode: Desain penelitian deskriptif, data diperoleh menggunakan kuesioner yang ditujukan kepada responden, yaitu dokter gigi di Indonesia yang aktif berpraktik. Data yang didapat lalu diolah menggunakan perangkat lunak Microsoft Excel untuk mendapatkan persentase jawaban dari masing-masing pertanyaan dan disimpulkan apakah mayoritas responden memilih jawaban yang benar atau tidak. Hasil: Hasil menunjukkan pada pertanyaan dengan salah satu pilihan jawaban yang benar, mayoritas responden (lebih dari 50%) menjawab benar. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan dokter gigi di Indonesia sudah cukup baik, meskipun masih ada beberapa kekeliruan responden dalam pemahaman tentang CBCT. Kesimpulan: Pengetahuan dokter gigi di Indonesia tentang CBCT berdasarkan penelitian deskriptif sederhana menggunakan kuesioner, menunjukkan bahwa tingkat pengetahuannya sudah cukup baik. Akses informasi di era digital sekarang ini membuat dokter gigi dapat dengan mudahnya memperoleh pengetahuan di luar dari apa yang sudah didapat di pendidikan formal. Perlunya materi tambahan mengenai CBCT di kurikulum pendidikan dokter gigi atau memperbanyak materi tentang CBCT di kegiatan P3KGB dapat menjadi solusi.","PeriodicalId":143628,"journal":{"name":"Jurnal Ilmiah dan Teknologi Kedokteran Gigi","volume":"37 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-01-25","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"133941882","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2022-01-25DOI: 10.32509/jitekgi.v17i2.1569
Anita Anita
Latar belakang :Estetik merupakan faktor penting dalam bersosialisasi. Kehilangan gigi depan tentunya memengaruhi penampilan seseorang. Gigi tiruan immediate merupakan restorasi yang dibuat sebelum pencabutan gigi dan dipasang segera di dalam mulut. Pembuatan gigi ini bertujuan memberikan dukungan estetik, melindung luka setelah pencabutan dan memberikan bantuan pengunyahan selama periode penyembuhan. Laporan kasus :Seorang Wanita berusia 45tahun datang ke RSGM dengan keluhan gigi goyang dan malu akan penampilannya. Pasien telah kehilangan banyak gigi di rahang atas, hanya tersisa gigi 23,24,26,27,28 dan beberapa sisa akar. Kebersihan mulut pasien kurang baik dan terdapat beberapa karies di gigi yang tersisa. Setelah dilakukan pemeriksaanperiodontal, diputuskan untuk mencabut gigi 26,27,28 karena goyang derajat 2 dengan pergerakan 0,5mm disertai bifurkasi terbuka dan gigi 32,31,41,42,47 karena goyang derajat 3 dengan pergerakan 1mm. Berbagai pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan radiografi panoramik,uji vitalitas gigi, pemeriksaan periodontal, keadaan sistemik pasien dan persiapan pembuatan gigi tiruan immediate dilakukan sebelum tindakan pencabutanoleh tim bedah mulut. Pembuatandan pemasangan gigi tiruan dilakukan oleh tim prostodonsia. Kesimpulan :Gigi tiruan immediate memberikan nilai estetik bagi pasien yang tidak mau mengalami fase tidak bergigi. Dibutuhkan kerja sama antara dokter gigi dan pasien untuk mendapatkan gigi tiruan yang maksimal. Kontrol berkala danreliningbertahap diperlukan untuk memperbaiki stabilitas dan retensi gigi tiruan immediate.
{"title":"GIGI TIRUAN SEBAGIAN IMMEDIATE YANG MEMENGARUHI ESTETIK DAN OKLUSI","authors":"Anita Anita","doi":"10.32509/jitekgi.v17i2.1569","DOIUrl":"https://doi.org/10.32509/jitekgi.v17i2.1569","url":null,"abstract":"Latar belakang :Estetik merupakan faktor penting dalam bersosialisasi. Kehilangan gigi depan tentunya memengaruhi penampilan seseorang. Gigi tiruan immediate merupakan restorasi yang dibuat sebelum pencabutan gigi dan dipasang segera di dalam mulut. Pembuatan gigi ini bertujuan memberikan dukungan estetik, melindung luka setelah pencabutan dan memberikan bantuan pengunyahan selama periode penyembuhan. Laporan kasus :Seorang Wanita berusia 45tahun datang ke RSGM dengan keluhan gigi goyang dan malu akan penampilannya. Pasien telah kehilangan banyak gigi di rahang atas, hanya tersisa gigi 23,24,26,27,28 dan beberapa sisa akar. Kebersihan mulut pasien kurang baik dan terdapat beberapa karies di gigi yang tersisa. Setelah dilakukan pemeriksaanperiodontal, diputuskan untuk mencabut gigi 26,27,28 karena goyang derajat 2 dengan pergerakan 0,5mm disertai bifurkasi terbuka dan gigi 32,31,41,42,47 karena goyang derajat 3 dengan pergerakan 1mm. Berbagai pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan radiografi panoramik,uji vitalitas gigi, pemeriksaan periodontal, keadaan sistemik pasien dan persiapan pembuatan gigi tiruan immediate dilakukan sebelum tindakan pencabutanoleh tim bedah mulut. Pembuatandan pemasangan gigi tiruan dilakukan oleh tim prostodonsia. Kesimpulan :Gigi tiruan immediate memberikan nilai estetik bagi pasien yang tidak mau mengalami fase tidak bergigi. Dibutuhkan kerja sama antara dokter gigi dan pasien untuk mendapatkan gigi tiruan yang maksimal. Kontrol berkala danreliningbertahap diperlukan untuk memperbaiki stabilitas dan retensi gigi tiruan immediate.","PeriodicalId":143628,"journal":{"name":"Jurnal Ilmiah dan Teknologi Kedokteran Gigi","volume":"7 6","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-01-25","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"113976246","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2022-01-25DOI: 10.32509/jitekgi.v17i2.1435
Gregorius Punto Dewantara, Atia Nurul Sidiqa
Latar belakang: Cedera saraf tepi adalah salah satu jenis komplikasi yang paling umum ditemukan pada penatalaksanaan perawatan kedokteran gigi. Cedera saraf merupakan efek samping yang dapat diakibatkan oleh tindakan anestesi lokal. Etiologi lain yang dapat menyebabkan terjadinya cedera saraf adalah tindakan pemasangan implan, penatalaksanaan osteotomi, pencabutan gigi molar ketiga, retraksi flap, odontektomi, serta bedah ortognatik. Hal ini merupakan komplikasi yang terkait dengan tindakan anestesi lokal yang dapat terjadi secara sistemik maupun lokal. Tujuan laporan kasus ini adalah untuk mengkaji kasus cedera saraf yaitu hipoestesia yang terjadi pasca anestesi lokal behubungan dengan anatomi dan lokasi yang berhubungan dengan patobiologi kasus. Laporan kasus: Seorang pasien perempuan berusia 21 tahun datang ke klinik kedaruratan dental dengan keluhan rasa tidak nyaman pada langit-langit bagian depan sebelah kanan. Pasien mengaku 2 minggu yang lalu melakukan tindakan penambalan gigi 12. Pengaruh obat anestesi dapat dirasakan oleh pasien sesaat setelah dilakukan injeksi. Rasa kebas berlangsung hingga sekitar 3 jam. Selain rasa kebas, kondisi tidak nyaman pada mukosa palatal terutama daerah insersi jarum anestesi terasa kurang nyaman. Pasien pun merasakan adanya sensasi seperti rasa terbakar pada daerah tersebut. Vitamin B kompleks serta gel Aloe vera efektif meredakan keluhan pasien. Proses anamnesis, penegakan diagnosis dan pemberian obat yang tepat dapat meredakan keluhan pada pasien. Kesimpulan: Hipoestesia yang disebabkan oleh komplikasi injeksi anestesi lokal sangat jarang terjadi. Hipoestesia didefinisikan sebagai penurunan sensitivitas terhadap stimulasi atau defisit modalitas sensorik. Hipoestesia dapat terjadi jika segala jenis cedera menyebabkan kerusakan pada serabut saraf.
{"title":"HIPOESTESIA ORAL PASCA INJEKSI ANESTESI LOKAL","authors":"Gregorius Punto Dewantara, Atia Nurul Sidiqa","doi":"10.32509/jitekgi.v17i2.1435","DOIUrl":"https://doi.org/10.32509/jitekgi.v17i2.1435","url":null,"abstract":"Latar belakang: Cedera saraf tepi adalah salah satu jenis komplikasi yang paling umum ditemukan pada penatalaksanaan perawatan kedokteran gigi. Cedera saraf merupakan efek samping yang dapat diakibatkan oleh tindakan anestesi lokal. Etiologi lain yang dapat menyebabkan terjadinya cedera saraf adalah tindakan pemasangan implan, penatalaksanaan osteotomi, pencabutan gigi molar ketiga, retraksi flap, odontektomi, serta bedah ortognatik. Hal ini merupakan komplikasi yang terkait dengan tindakan anestesi lokal yang dapat terjadi secara sistemik maupun lokal. Tujuan laporan kasus ini adalah untuk mengkaji kasus cedera saraf yaitu hipoestesia yang terjadi pasca anestesi lokal behubungan dengan anatomi dan lokasi yang berhubungan dengan patobiologi kasus. Laporan kasus: Seorang pasien perempuan berusia 21 tahun datang ke klinik kedaruratan dental dengan keluhan rasa tidak nyaman pada langit-langit bagian depan sebelah kanan. Pasien mengaku 2 minggu yang lalu melakukan tindakan penambalan gigi 12. Pengaruh obat anestesi dapat dirasakan oleh pasien sesaat setelah dilakukan injeksi. Rasa kebas berlangsung hingga sekitar 3 jam. Selain rasa kebas, kondisi tidak nyaman pada mukosa palatal terutama daerah insersi jarum anestesi terasa kurang nyaman. Pasien pun merasakan adanya sensasi seperti rasa terbakar pada daerah tersebut. Vitamin B kompleks serta gel Aloe vera efektif meredakan keluhan pasien. Proses anamnesis, penegakan diagnosis dan pemberian obat yang tepat dapat meredakan keluhan pada pasien. Kesimpulan: Hipoestesia yang disebabkan oleh komplikasi injeksi anestesi lokal sangat jarang terjadi. Hipoestesia didefinisikan sebagai penurunan sensitivitas terhadap stimulasi atau defisit modalitas sensorik. Hipoestesia dapat terjadi jika segala jenis cedera menyebabkan kerusakan pada serabut saraf.","PeriodicalId":143628,"journal":{"name":"Jurnal Ilmiah dan Teknologi Kedokteran Gigi","volume":"1 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-01-25","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"126688694","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2021-07-30DOI: 10.32509/jitekgi.v17i1.1071
Stanny Linda Paath, M. Aryanto, Dwita Citra Kurnia Ananda Putri
Perawatan saluran akar merupakan salah satu perawatan endodontik untuk mempertahankan gigi dengan bagian jaringan pulpa yang sudah terinfeksi bakteri. Irigasi saluran akar merupakan salah satu proses yang sangat penting untuk mengeliminasi bakteri dalam saluran akar. Pada saluran akar gigi dengan perawatan endodontik yang gagal ditemukan bakteri Enterococcus faecalis, sehingga diperlukan alternatif bahan irigasi yang lebih efektif. Tujuan : Menjelaskan daya hambat perasan jeruk nipis (Citrus aurantifolia) sebagai bahan alternatif larutan irigasi dalam menghambat pertumbuhan bakteri Enterococcus faecalis pada perawatan saluran akar. Bahan dan Metode : Sampel yang diuji berjumlah 32 berupa biakan bakteri Enterococcus faecalis dalam media agar BHI pada cawan petri. Penelitian ini menggunakan metode difusi cakram kertas. Setiap 1 cawan petri dibagi menjadi 4 bagian dan diletakkan cakram kertas yang masing-masing telah diberikan perasan jeruk nipis (Citrus aurantifolia) kosentrasi 100 % dan kontrol positif (NaOCl 2,5%). Bakteri ditanam dan diinkubasi, kemudian diencerkan dengan standar konsentrasi bakteri McFarland I (1.10 6 cfu/ml). Hasil Penelitian : Besar rerata daya hambat bakteri Enterococcus faecalis dalam perasan jeruk nipis (Citrus aurantifolia) sebesar 5,8 1,8 mm, sedangkan pada larutan NaOCl 2,5% sebesar 3,9 1,1 mm. Uji hipotesis memiliki nilai p = 0,000 (p 0,05). Kesimpulan : Perasan jeruk nipis (Citrus aurantifolia) memiliki daya hambat bakteri Enterococcus faecalis yang lebih efektif.
{"title":"DAYA HAMBAT PERASAN JERUK NIPIS (Citrus aurantifolia) TERHADAP PERTUMBUHAN BAKTERI Enterococcus faecalis","authors":"Stanny Linda Paath, M. Aryanto, Dwita Citra Kurnia Ananda Putri","doi":"10.32509/jitekgi.v17i1.1071","DOIUrl":"https://doi.org/10.32509/jitekgi.v17i1.1071","url":null,"abstract":"Perawatan saluran akar merupakan salah satu perawatan endodontik untuk mempertahankan gigi dengan bagian jaringan pulpa yang sudah terinfeksi bakteri. Irigasi saluran akar merupakan salah satu proses yang sangat penting untuk mengeliminasi bakteri dalam saluran akar. Pada saluran akar gigi dengan perawatan endodontik yang gagal ditemukan bakteri Enterococcus faecalis, sehingga diperlukan alternatif bahan irigasi yang lebih efektif. Tujuan : Menjelaskan daya hambat perasan jeruk nipis (Citrus aurantifolia) sebagai bahan alternatif larutan irigasi dalam menghambat pertumbuhan bakteri Enterococcus faecalis pada perawatan saluran akar. Bahan dan Metode : Sampel yang diuji berjumlah 32 berupa biakan bakteri Enterococcus faecalis dalam media agar BHI pada cawan petri. Penelitian ini menggunakan metode difusi cakram kertas. Setiap 1 cawan petri dibagi menjadi 4 bagian dan diletakkan cakram kertas yang masing-masing telah diberikan perasan jeruk nipis (Citrus aurantifolia) kosentrasi 100 % dan kontrol positif (NaOCl 2,5%). Bakteri ditanam dan diinkubasi, kemudian diencerkan dengan standar konsentrasi bakteri McFarland I (1.10 6 cfu/ml). Hasil Penelitian : Besar rerata daya hambat bakteri Enterococcus faecalis dalam perasan jeruk nipis (Citrus aurantifolia) sebesar 5,8 1,8 mm, sedangkan pada larutan NaOCl 2,5% sebesar 3,9 1,1 mm. Uji hipotesis memiliki nilai p = 0,000 (p 0,05). Kesimpulan : Perasan jeruk nipis (Citrus aurantifolia) memiliki daya hambat bakteri Enterococcus faecalis yang lebih efektif.","PeriodicalId":143628,"journal":{"name":"Jurnal Ilmiah dan Teknologi Kedokteran Gigi","volume":"43 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-07-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"129181844","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}