Proses merekam obyek yang disebut 'sketsa' adalah tahapan yang mendahului runtun kerja dan berfungsi sebagai enerji awal untuk membangun kreativitas. Tulisan ini menyoroti studi sketsa di luar ruang kelas 'on the spot', dalam kesadaran mengedepankan aspek-aspek natural alam nyata sebagai obyek studi. Melalui melihat, merasakan dan mengingat, maka mahasiswa diharapkan masuk ke ranah imajinasi. Interaksi sosial dengan lingkungan budaya setempat memberi pengaruh terhadap kreativitas mahasiswa. Dalam era teknologi digital, di mana segalanya menjadi mudah, lebih cepat dan dapat diakses oleh siapa saja, maka sketsa tetap menjadi enerji awal untuk membangun kreativitas termasuk juga dalam media baru.
{"title":"Pembelajaran Menggambar Sketsa 'On The Spot' Sebagai Sarana Membangun Kreativitas","authors":"Hafid Alibasyah","doi":"10.36806/jsrw.v4i1.46","DOIUrl":"https://doi.org/10.36806/jsrw.v4i1.46","url":null,"abstract":"Proses merekam obyek yang disebut 'sketsa' adalah tahapan yang mendahului runtun kerja dan berfungsi sebagai enerji awal untuk membangun kreativitas. Tulisan ini menyoroti studi sketsa di luar ruang kelas 'on the spot', dalam kesadaran mengedepankan aspek-aspek natural alam nyata sebagai obyek studi. Melalui melihat, merasakan dan mengingat, maka mahasiswa diharapkan masuk ke ranah imajinasi. Interaksi sosial dengan lingkungan budaya setempat memberi pengaruh terhadap kreativitas mahasiswa. Dalam era teknologi digital, di mana segalanya menjadi mudah, lebih cepat dan dapat diakses oleh siapa saja, maka sketsa tetap menjadi enerji awal untuk membangun kreativitas termasuk juga dalam media baru.","PeriodicalId":17523,"journal":{"name":"JSRW (Jurnal Senirupa Warna)","volume":"11 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-08-07","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"91372040","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Orang Tionghoa peranakan di Banjar Lampu memiliki nama, berbahasa, menganut Hindu dan tradisi Bali, bersama-sama dengan kepercayaan Konghucu. Mereka bersembahyang kepada dewa Hindu di sanggah, di ruang sembahyang leluhur Tionghoa dan Dewa Kwan Kong di kompleks rumah tinggal, pelinggih Kwan Kong di Pura Penyajakan dan Ratu Subandar di Pura Batur. Di Pura Penyajakan, ruang sembahyang Kwankong diijinkan untuk diletakkan pada halaman tengah pura, berbentuk gedong pelinggih dan dikombinasikan dengan elemen desain Tionghoa. Di Pura Batur, pelinggih Subandar (KangChingWei) juga berbentuk hibrid Bali-Tionghoa, tetapi sudah diposisikan di halaman dalam pura yang bernilai lebih sakral. Ketika desain ruang sembahyang Tionghoa peranakan ditinjau dari pendekatan estetika eksistensial, nilai keindahan hibriditas ruang dipahami dari perpektif individual orang Tionghoa sendiri, memperhitungkan sejarah keberadaannya di Desa Catur. Untuk membawa esensi keindahan yang terkait dengan makna esensial keberadaan ke permukaan, lepas dari mitos budaya. Hibriditas desain orang Tionghoa di Desa Catur adalah representasi makna eksistensialnya, yaitu 'menjadi Bali'.
{"title":"Estetika Eksistensial Desain Hibrid Ruang Sembahyang Orang Tionghoa Peranakan di Banjar Lampu, Desa Catur, Kintamani","authors":"July Hidayat","doi":"10.36806/jsrw.v4i2.56","DOIUrl":"https://doi.org/10.36806/jsrw.v4i2.56","url":null,"abstract":"Orang Tionghoa peranakan di Banjar Lampu memiliki nama, berbahasa, menganut Hindu dan tradisi Bali, bersama-sama dengan kepercayaan Konghucu. Mereka bersembahyang kepada dewa Hindu di sanggah, di ruang sembahyang leluhur Tionghoa dan Dewa Kwan Kong di kompleks rumah tinggal, pelinggih Kwan Kong di Pura Penyajakan dan Ratu Subandar di Pura Batur. Di Pura Penyajakan, ruang sembahyang Kwankong diijinkan untuk diletakkan pada halaman tengah pura, berbentuk gedong pelinggih dan dikombinasikan dengan elemen desain Tionghoa. Di Pura Batur, pelinggih Subandar (KangChingWei) juga berbentuk hibrid Bali-Tionghoa, tetapi sudah diposisikan di halaman dalam pura yang bernilai lebih sakral. Ketika desain ruang sembahyang Tionghoa peranakan ditinjau dari pendekatan estetika eksistensial, nilai keindahan hibriditas ruang dipahami dari perpektif individual orang Tionghoa sendiri, memperhitungkan sejarah keberadaannya di Desa Catur. Untuk membawa esensi keindahan yang terkait dengan makna esensial keberadaan ke permukaan, lepas dari mitos budaya. Hibriditas desain orang Tionghoa di Desa Catur adalah representasi makna eksistensialnya, yaitu 'menjadi Bali'.","PeriodicalId":17523,"journal":{"name":"JSRW (Jurnal Senirupa Warna)","volume":"39 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-08-07","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"86154826","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Penelitian ini mengkaji tentang apa itu objek seni dan bagaimana sebuah objek bisa menjadi objek seni. Kajian ini menggunakan tiga kerangka yaitu (1) kajian budaya material; (2) estetika sehari-hari dari Dewey; dan (3) tradisi filsafat fenomenologi Heidegger-Husserl. Tujuannya adalah untuk merevitalisasi objek seni sebagai objek yang selalu berhubungan dengan subjek melalui tindak kesadaran dan pengalaman yang menghasilkan dimensi kesatuan kualitatif. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode refleksi kritis dan fenomenologi hermenautika terhadap konsep-konsep yang relevan dengan penelitian. Diharapkan hasil penelitian ini bisa menunjukkan bahwa objek seni dapat diperluas hingga masuk ke dalam domain kehidupan sehari-hari tanpa terjatuh pada banalitas atas apa yang disebut objek seni itu sendiri.
{"title":"Objek Seni Sebagai Kesatuan Kualitatif dan Tindak Kesadaran","authors":"Fristian Hadinata","doi":"10.36806/jsrw.v4i1.45","DOIUrl":"https://doi.org/10.36806/jsrw.v4i1.45","url":null,"abstract":"Penelitian ini mengkaji tentang apa itu objek seni dan bagaimana sebuah objek bisa menjadi objek seni. Kajian ini menggunakan tiga kerangka yaitu (1) kajian budaya material; (2) estetika sehari-hari dari Dewey; dan (3) tradisi filsafat fenomenologi Heidegger-Husserl. Tujuannya adalah untuk merevitalisasi objek seni sebagai objek yang selalu berhubungan dengan subjek melalui tindak kesadaran dan pengalaman yang menghasilkan dimensi kesatuan kualitatif. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode refleksi kritis dan fenomenologi hermenautika terhadap konsep-konsep yang relevan dengan penelitian. Diharapkan hasil penelitian ini bisa menunjukkan bahwa objek seni dapat diperluas hingga masuk ke dalam domain kehidupan sehari-hari tanpa terjatuh pada banalitas atas apa yang disebut objek seni itu sendiri.","PeriodicalId":17523,"journal":{"name":"JSRW (Jurnal Senirupa Warna)","volume":"27 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-08-07","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"73883316","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Tulisan ini memberikan gambaran tentang perencanaan RUmah Susun Sederhana Sewa (rusunawa) di bantaran sungai Kali Code di pusat kota Yogyakarta, yang tidak memasukkan unsur penataan interior. Akibat dari tidak adanya integrasi dari sejak awal antara pembangunan unit hunian dengan penataan ruang yang memadai, maka penghuni beradaptasi dengan penataan interior seadanya sehingga hunian terasa sesak dan kurang nyaman. Pertanyaan penelitian adalah bagaimana konsep desain interior rusunawa mampu mengakomodasi perilaku calon penghuni berdasarkan kebutuhan-kebutuhan dan permasalahannya? Dengan membuat studi tentang zona ruang berdasar sirkulasi aktivitas penghuni, diharapkan terbentuk peningkatan kualitas hidup yang berdampak positif bagi penghuni rusunawa.
{"title":"Upaya Peningkatan Kualitas Desain Interior Rumah Susun Sederhana Sewa: Studi Kasus Rusunawa Kali Code Yogyakarta","authors":"M. Sholahuddin","doi":"10.36806/jsrw.v4i1.50","DOIUrl":"https://doi.org/10.36806/jsrw.v4i1.50","url":null,"abstract":"Tulisan ini memberikan gambaran tentang perencanaan RUmah Susun Sederhana Sewa (rusunawa) di bantaran sungai Kali Code di pusat kota Yogyakarta, yang tidak memasukkan unsur penataan interior. Akibat dari tidak adanya integrasi dari sejak awal antara pembangunan unit hunian dengan penataan ruang yang memadai, maka penghuni beradaptasi dengan penataan interior seadanya sehingga hunian terasa sesak dan kurang nyaman. Pertanyaan penelitian adalah bagaimana konsep desain interior rusunawa mampu mengakomodasi perilaku calon penghuni berdasarkan kebutuhan-kebutuhan dan permasalahannya? Dengan membuat studi tentang zona ruang berdasar sirkulasi aktivitas penghuni, diharapkan terbentuk peningkatan kualitas hidup yang berdampak positif bagi penghuni rusunawa.","PeriodicalId":17523,"journal":{"name":"JSRW (Jurnal Senirupa Warna)","volume":"116 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-08-07","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"80915448","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"Almanak Seni Rupa Indonesia 'Secara Istimewa Yogyakarta'","authors":"Ardianti Permata Ayu","doi":"10.36806/jsrw.v4i1.54","DOIUrl":"https://doi.org/10.36806/jsrw.v4i1.54","url":null,"abstract":"","PeriodicalId":17523,"journal":{"name":"JSRW (Jurnal Senirupa Warna)","volume":"1 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-08-07","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"86710113","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Identitas merupakan sebuah proyek penting dalam politik kebangsaan, untuk menegaskan perbedaan diri dengan bangsa lain. Namun identitas tidak pernah bisa dimulai dari kondisi tanpa-identitas, karena merupakan subjek yang tersusun dari kebergandaan identitas, tidak akan pernah tetap dan menetap. Studi tentang pergulatan antarwacana dalam representasi sosok "Manusia Laba-laba" dalam komik Indonesia menunjukkan kebudayaan Indonesia tidak bebas, bahkan terbangun oleh kebergandaan identitas, baik dari reruntuhan tradisi maupun representasi modernisme, yang hanya mungkin mendapatkan kedudukan setara dalam sebuah kondisi pascamodernisme. Dalam wacana konteks global, studi ini menunjukkan bahwa hegemoni wacana dominan manapun adalah kondisi yang selalu berada dalam proses negosiasi dan artikulasi kembali tanpa henti.
{"title":"Manusia Laba-laba \"Sebuah Proyek Identitas dalam Dunia Komik\"","authors":"Seno Gumira Ajidarma","doi":"10.36806/jsrw.v4i1.51","DOIUrl":"https://doi.org/10.36806/jsrw.v4i1.51","url":null,"abstract":"Identitas merupakan sebuah proyek penting dalam politik kebangsaan, untuk menegaskan perbedaan diri dengan bangsa lain. Namun identitas tidak pernah bisa dimulai dari kondisi tanpa-identitas, karena merupakan subjek yang tersusun dari kebergandaan identitas, tidak akan pernah tetap dan menetap. Studi tentang pergulatan antarwacana dalam representasi sosok \"Manusia Laba-laba\" dalam komik Indonesia menunjukkan kebudayaan Indonesia tidak bebas, bahkan terbangun oleh kebergandaan identitas, baik dari reruntuhan tradisi maupun representasi modernisme, yang hanya mungkin mendapatkan kedudukan setara dalam sebuah kondisi pascamodernisme. Dalam wacana konteks global, studi ini menunjukkan bahwa hegemoni wacana dominan manapun adalah kondisi yang selalu berada dalam proses negosiasi dan artikulasi kembali tanpa henti.","PeriodicalId":17523,"journal":{"name":"JSRW (Jurnal Senirupa Warna)","volume":"173 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-08-07","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"72563686","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}