Pub Date : 2019-08-31DOI: 10.24843/pjiib.2019.v19.i02.p07
N. Sulatri, Silvia Damayanti
Wacana anti imperialisme menjadi salah satu tema yang diangkat dalam karya sastra oleh sastrawan yang berafiliasi dengan kesusastraan proletar di Jepang, termasuk Kobayashi Takiji. Di dalam cerpen Kyuuchou no Negai, disajikan narasi sebagai bentuk pandangan dunia pengarang dari Kobayashi Takiji terkait dengan wacana anti imperialisme. Guna mengkaji wacana anti imperialisme dalam cerpen Kyuuchou no Negai pada tahap pengumpulan data diterapkan metode kajian pustaka, pada tahap analisis data diterapkan metode analisis isi, dan pada tahap penyajian hasil analisis data diterapkan metode informal. Hasil analisis menunjukan bahwa ideologi anti imperialisme disajikan dalam wacana 1) biaya perang yang tinggi menciptakan kemelaratan bagi masyarakat Jepang; 2) masyarakat dituntut mendukung imperialisme sebagai bentuk pengabdian kepada masyarakat; 3) imperialisme bertentangan dengan nilai kemanusian; dan 4) imperialisme Jepang dapat memicu revolusi di dalam negeri.
{"title":"Wacana Anti Imperialisme dalam Cerpen Kyuuchou No Negai Karya Kobayashi Takiji","authors":"N. Sulatri, Silvia Damayanti","doi":"10.24843/pjiib.2019.v19.i02.p07","DOIUrl":"https://doi.org/10.24843/pjiib.2019.v19.i02.p07","url":null,"abstract":"Wacana anti imperialisme menjadi salah satu tema yang diangkat dalam karya sastra oleh sastrawan yang berafiliasi dengan kesusastraan proletar di Jepang, termasuk Kobayashi Takiji. Di dalam cerpen Kyuuchou no Negai, disajikan narasi sebagai bentuk pandangan dunia pengarang dari Kobayashi Takiji terkait dengan wacana anti imperialisme. Guna mengkaji wacana anti imperialisme dalam cerpen Kyuuchou no Negai pada tahap pengumpulan data diterapkan metode kajian pustaka, pada tahap analisis data diterapkan metode analisis isi, dan pada tahap penyajian hasil analisis data diterapkan metode informal. Hasil analisis menunjukan bahwa ideologi anti imperialisme disajikan dalam wacana 1) biaya perang yang tinggi menciptakan kemelaratan bagi masyarakat Jepang; 2) masyarakat dituntut mendukung imperialisme sebagai bentuk pengabdian kepada masyarakat; 3) imperialisme bertentangan dengan nilai kemanusian; dan 4) imperialisme Jepang dapat memicu revolusi di dalam negeri.","PeriodicalId":192180,"journal":{"name":"Pustaka : Jurnal Ilmu-Ilmu Budaya","volume":"33 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-08-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"122301371","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2019-08-31DOI: 10.24843/pjiib.2019.v19.i02.p04
Nina Setianingsih
Artikel ini membahas mengenai pola deskripsi yang digunakan pada penggunaan istilah budaya Bali dalam teks berbahasa Inggris. Teks bermuatan budaya menjadi salah satu tantangan dalam komunikasi. Hal itu mengingat pemahaman budaya turut berperan dalam kelancaran komunikasi. Sehingga memahami budaya menjadi keharusan untuk mempermudah komunikasi antar dua penutur berbeda. Dalam hal ini, teks – teks berbahasa Inggris yang memaparkan mengenai budaya Bali mempunyai tantangan tersendiri. Memberikan pemahaman makna terhadap suatu istilah budaya Bali terhadap pembaca dengan latar budaya yang sangat berbeda. Untuk itu, penambahan informasi dilakukan oleh penulis dan salah satunya dengan menggunakan pola deskripsi. Pola deskripsi memberikan peluang pemahaman yang lebih komprehensif terhadap istilah – istilah budaya yang tidak terdapat kesepadanannya pada budaya lainnya. Sumber data yang digunakan adalah media online dan data yang diambil merupakan teks – teks berisikan istilah budaya Bali yang berbahasa Inggris. Metode pengumpulan data menggunakan metode dokumentasi dengan menerapkan teknik membaca rinci, pencatatan, dan pemilahan data. Sedangkan metode deskriptif kualitatif diaplikasikan untuk menjelaskan pola deskripsi yang terhadap pada penjelasan istilah budaya Bali dalam teks Bahasa Inggris. Simpulan yang diperoleh adalah pola deskripsi menjadi pilihan untuk menjelaskan makna suatu istilah budaya Bali. Dalam upaya menjelaskan makna tersebut, penulis menggunakan pola deskripsi berupa deskripsi bentuk, deskripsi fungsi, maupun kombinasi keduanya. Hanya pada istilah budaya Bali di media online berbahasa Inggris, pola deskripsi bentuk lebih cenderung dominan untuk menjelaskan makna suatu istilah budaya Bali.
{"title":"Pola Deskripsi pada Istilah Budaya Bali dalam Teks Berbahasa Inggris","authors":"Nina Setianingsih","doi":"10.24843/pjiib.2019.v19.i02.p04","DOIUrl":"https://doi.org/10.24843/pjiib.2019.v19.i02.p04","url":null,"abstract":"Artikel ini membahas mengenai pola deskripsi yang digunakan pada penggunaan istilah budaya Bali dalam teks berbahasa Inggris. Teks bermuatan budaya menjadi salah satu tantangan dalam komunikasi. Hal itu mengingat pemahaman budaya turut berperan dalam kelancaran komunikasi. Sehingga memahami budaya menjadi keharusan untuk mempermudah komunikasi antar dua penutur berbeda. Dalam hal ini, teks – teks berbahasa Inggris yang memaparkan mengenai budaya Bali mempunyai tantangan tersendiri. Memberikan pemahaman makna terhadap suatu istilah budaya Bali terhadap pembaca dengan latar budaya yang sangat berbeda. Untuk itu, penambahan informasi dilakukan oleh penulis dan salah satunya dengan menggunakan pola deskripsi. Pola deskripsi memberikan peluang pemahaman yang lebih komprehensif terhadap istilah – istilah budaya yang tidak terdapat kesepadanannya pada budaya lainnya. Sumber data yang digunakan adalah media online dan data yang diambil merupakan teks – teks berisikan istilah budaya Bali yang berbahasa Inggris. Metode pengumpulan data menggunakan metode dokumentasi dengan menerapkan teknik membaca rinci, pencatatan, dan pemilahan data. Sedangkan metode deskriptif kualitatif diaplikasikan untuk menjelaskan pola deskripsi yang terhadap pada penjelasan istilah budaya Bali dalam teks Bahasa Inggris. Simpulan yang diperoleh adalah pola deskripsi menjadi pilihan untuk menjelaskan makna suatu istilah budaya Bali. Dalam upaya menjelaskan makna tersebut, penulis menggunakan pola deskripsi berupa deskripsi bentuk, deskripsi fungsi, maupun kombinasi keduanya. Hanya pada istilah budaya Bali di media online berbahasa Inggris, pola deskripsi bentuk lebih cenderung dominan untuk menjelaskan makna suatu istilah budaya Bali.","PeriodicalId":192180,"journal":{"name":"Pustaka : Jurnal Ilmu-Ilmu Budaya","volume":"34 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-08-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"132364861","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2019-08-31DOI: 10.24843/pjiib.2019.v19.i02.p03
I. K. Darma Laksana
Understanding of Soekarno / Bung Karno must be done thoroughly. This political figure and independence proclamator has established himself as a respected person in the world. That is why, as many as twenty-six titles of Doctoral Causa were awarded to Bung Karno who came from renowned universities in the world. However, behind all that, during the occupation, Bung Karno went in and out of prison. Still as a detainee at Sukamiskin Prison (1926), Sukarno underwent a trial by filing a plea titled Indonesia Menggugat in Lanraad Building, Bandung. The interesting thing in his plea was that the target was not only directed at the judges who were convening it, but also outside parties, especially the Dutch who were perpetrators of imperialism. He reminded the Netherlands that he was not a rebel, but someone who wanted to claim his right to independence. Prison, seizing independence, the PRRI-Permesta rebellion, liberation of West Irian, confrontation with Malaysia, and the rebellion of the G 30 S / PKI, are historical facts that characterize his struggle. To reveal all this, the data of this paper comes from various sources, which are generally understood by the public, especially the educated. Thus, methodologically, this paper is a historical retrospection, looking back at the traces of politics and the struggle of Bung Karno.
{"title":"Jejak Politik dan Perjuangan Bung Karno","authors":"I. K. Darma Laksana","doi":"10.24843/pjiib.2019.v19.i02.p03","DOIUrl":"https://doi.org/10.24843/pjiib.2019.v19.i02.p03","url":null,"abstract":"Understanding of Soekarno / Bung Karno must be done thoroughly. This political figure and independence proclamator has established himself as a respected person in the world. That is why, as many as twenty-six titles of Doctoral Causa were awarded to Bung Karno who came from renowned universities in the world. However, behind all that, during the occupation, Bung Karno went in and out of prison. Still as a detainee at Sukamiskin Prison (1926), Sukarno underwent a trial by filing a plea titled Indonesia Menggugat in Lanraad Building, Bandung. The interesting thing in his plea was that the target was not only directed at the judges who were convening it, but also outside parties, especially the Dutch who were perpetrators of imperialism. He reminded the Netherlands that he was not a rebel, but someone who wanted to claim his right to independence. Prison, seizing independence, the PRRI-Permesta rebellion, liberation of West Irian, confrontation with Malaysia, and the rebellion of the G 30 S / PKI, are historical facts that characterize his struggle. To reveal all this, the data of this paper comes from various sources, which are generally understood by the public, especially the educated. Thus, methodologically, this paper is a historical retrospection, looking back at the traces of politics and the struggle of Bung Karno.","PeriodicalId":192180,"journal":{"name":"Pustaka : Jurnal Ilmu-Ilmu Budaya","volume":"62 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-08-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"114130703","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2019-08-31DOI: 10.24843/pjiib.2019.v19.i02.p10
Admin Jurnal Pustaka
Artikel ini bertujuan untuk mendeskripsikan teks verbal dan visual yang digunakan oleh kandidat gubernur ketika pemilihan gubernur (pilgub) Bali lalu. Sebagian suatu bentuk komunikasi, teks verbal dan visual pada media kampanye pilgub Bali tentunya mengandung makna dan pesan tertentu. Hal tersebut tidak lepas dari perencaan dan pembuatan suatu media kampanye yang serupa dengan media iklan. Media seperti itu mempunyai pesan dan makna tertentu yang disampaikan kepada para pembaca atau yang melihatnya. Apalagi media kampanye yang bertujuan untuk menyampaikan gagasan, pandangan, serta mengajak seseorang untuk memilih, sudah tentu memiliki pesan dan makna khusus. Sumber data yang digunakan pada artikel ini adalah media kampanye luar ruang selama pelaksanaan masa sosialisasi dan masa kampanye pilgub Bali. Sumber data diambil dari media kampanye kedua kandidat gubernur Bali yang dipasang di seluruh kabupatan/kota di Bali. Data yang digunakan adalan teks verbal dan teks visual pada media – media tersebut. Hanya tiga data yang dianalisa untuk artikel ini. Metode dokumentasi diaplikasikan untuk pengumpulan data dengan teknik perekaman, pembacaan secara rinci, pemilahan, dan pengklasifikasian. Sedangkan metode deskriptif kualitatif digunakan untuk menganalisa data berdasarkan teori – teori kajian wacana. Simpulan yang diperoleh adalah teks verbal atau teks tulis media kampanye berisikan paparan informasi dan gagasan. Selain itu, pilihan kosakata mengacu pada bentuk pencitraan diri kandidat gubernur. Pada kesempatan yang sama, daya ilokusi yang dimunculkan lebih dominan pada model asertif. Sementara itu, teks visual mempunyai kecenderungan pemilihan pewarnaan, gambar kandidat, maupun logo – logo seperti partai politik tetap memberikan kontribusi pada keberlangsungan komunikasi melalui media kampanye.
{"title":"Teks Verbal dan Visual Media Kampanye Pilgub Bali","authors":"Admin Jurnal Pustaka","doi":"10.24843/pjiib.2019.v19.i02.p10","DOIUrl":"https://doi.org/10.24843/pjiib.2019.v19.i02.p10","url":null,"abstract":"Artikel ini bertujuan untuk mendeskripsikan teks verbal dan visual yang digunakan oleh kandidat gubernur ketika pemilihan gubernur (pilgub) Bali lalu. Sebagian suatu bentuk komunikasi, teks verbal dan visual pada media kampanye pilgub Bali tentunya mengandung makna dan pesan tertentu. Hal tersebut tidak lepas dari perencaan dan pembuatan suatu media kampanye yang serupa dengan media iklan. Media seperti itu mempunyai pesan dan makna tertentu yang disampaikan kepada para pembaca atau yang melihatnya. Apalagi media kampanye yang bertujuan untuk menyampaikan gagasan, pandangan, serta mengajak seseorang untuk memilih, sudah tentu memiliki pesan dan makna khusus. Sumber data yang digunakan pada artikel ini adalah media kampanye luar ruang selama pelaksanaan masa sosialisasi dan masa kampanye pilgub Bali. Sumber data diambil dari media kampanye kedua kandidat gubernur Bali yang dipasang di seluruh kabupatan/kota di Bali. Data yang digunakan adalan teks verbal dan teks visual pada media – media tersebut. Hanya tiga data yang dianalisa untuk artikel ini. Metode dokumentasi diaplikasikan untuk pengumpulan data dengan teknik perekaman, pembacaan secara rinci, pemilahan, dan pengklasifikasian. Sedangkan metode deskriptif kualitatif digunakan untuk menganalisa data berdasarkan teori – teori kajian wacana. Simpulan yang diperoleh adalah teks verbal atau teks tulis media kampanye berisikan paparan informasi dan gagasan. Selain itu, pilihan kosakata mengacu pada bentuk pencitraan diri kandidat gubernur. Pada kesempatan yang sama, daya ilokusi yang dimunculkan lebih dominan pada model asertif. Sementara itu, teks visual mempunyai kecenderungan pemilihan pewarnaan, gambar kandidat, maupun logo – logo seperti partai politik tetap memberikan kontribusi pada keberlangsungan komunikasi melalui media kampanye.","PeriodicalId":192180,"journal":{"name":"Pustaka : Jurnal Ilmu-Ilmu Budaya","volume":"1 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-08-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"129002774","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2019-08-31DOI: 10.24843/pjiib.2019.v19.i02.p06
Bambang Dharwiyanto Putro
Keluarga yang memiliki anggota keluarga orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) mengalami beban berat dan berbagai macam bentuk stres yang mengakibatkan kondisi ini sulit untuk dihadapi. Hal ini dipengaruhi oleh isolasi sosial, stigmatisasi dan beban psikologis serta beban ekonomi yang makin meningkat. Namun disisi lain keluarga tetap berharap penderita dapat sembuh total. Pribadi yang mampu bertahan dalam kondisi sulit tersebut disebut dengan pribadi yang memiliki resiliensi. Resiliensi dilihat sebagai kualitas pribadi yang melibatkan kemampuan penyesuaian diri yang tinggi dan luwes saat dihadapkan pada tekanan, baik internal maupun eksternal, tetapi juga pada akhirnya mereka dapat menjadi lebih kuat dari pada sebelumnya. Di Bali menurut kepercayaan orang Bali yang beragama Hindu terdapat suatu konsep bahwa sehat sakit terjadi bila tidak ada keseimbangan ketiga unsur yaitu Buana Alit, Buana Agung dan Sang Hyang Widhi Wasa sebagai faktor sekala atau niskala yang dapat menimbulkan gengguan pada manusia. Kepercayaan ini yang menyebabkan penderita atau keluarga akan mengunjungi dukun atau balian untuk mendapatkan petunjuk atau pengobatan. Begitu pun setelah penderita keluar dari rumah sakit, sebagian besar penderita berobat ke dokter dan balian dan ada yang lebih sering ke balian saja atau dokter saja. Jika mereka kambuh maka sebagian besar datang ke balian. Balian mampu mempengaruhi pasien dan keluarganya dan kebanyakan percaya dengan yang dinyatakan balian. Terlihat bahwa peranan budaya Bali khususnya yang ada kaitannya dengan terjadinya gangguan jiwa perlu mendapat perhatian khusus. Penulisan artikel ini ingin menunjukkan rekomendasi untuk perawatan potensial yang dapat menolong dalam tahap penyembuhan atau pemulihan paling tidak sebagai tambahan pengalaman.
{"title":"Riak Gelombang Resiliensi Keluarga Orang dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) dalam Balutan Aspek Budaya Bali","authors":"Bambang Dharwiyanto Putro","doi":"10.24843/pjiib.2019.v19.i02.p06","DOIUrl":"https://doi.org/10.24843/pjiib.2019.v19.i02.p06","url":null,"abstract":"Keluarga yang memiliki anggota keluarga orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) mengalami beban berat dan berbagai macam bentuk stres yang mengakibatkan kondisi ini sulit untuk dihadapi. Hal ini dipengaruhi oleh isolasi sosial, stigmatisasi dan beban psikologis serta beban ekonomi yang makin meningkat. Namun disisi lain keluarga tetap berharap penderita dapat sembuh total. Pribadi yang mampu bertahan dalam kondisi sulit tersebut disebut dengan pribadi yang memiliki resiliensi. Resiliensi dilihat sebagai kualitas pribadi yang melibatkan kemampuan penyesuaian diri yang tinggi dan luwes saat dihadapkan pada tekanan, baik internal maupun eksternal, tetapi juga pada akhirnya mereka dapat menjadi lebih kuat dari pada sebelumnya. Di Bali menurut kepercayaan orang Bali yang beragama Hindu terdapat suatu konsep bahwa sehat sakit terjadi bila tidak ada keseimbangan ketiga unsur yaitu Buana Alit, Buana Agung dan Sang Hyang Widhi Wasa sebagai faktor sekala atau niskala yang dapat menimbulkan gengguan pada manusia. Kepercayaan ini yang menyebabkan penderita atau keluarga akan mengunjungi dukun atau balian untuk mendapatkan petunjuk atau pengobatan. Begitu pun setelah penderita keluar dari rumah sakit, sebagian besar penderita berobat ke dokter dan balian dan ada yang lebih sering ke balian saja atau dokter saja. Jika mereka kambuh maka sebagian besar datang ke balian. Balian mampu mempengaruhi pasien dan keluarganya dan kebanyakan percaya dengan yang dinyatakan balian. Terlihat bahwa peranan budaya Bali khususnya yang ada kaitannya dengan terjadinya gangguan jiwa perlu mendapat perhatian khusus. Penulisan artikel ini ingin menunjukkan rekomendasi untuk perawatan potensial yang dapat menolong dalam tahap penyembuhan atau pemulihan paling tidak sebagai tambahan pengalaman.","PeriodicalId":192180,"journal":{"name":"Pustaka : Jurnal Ilmu-Ilmu Budaya","volume":"2014 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-08-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"114771322","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2019-08-31DOI: 10.24843/pjiib.2019.v19.i02.p05
Ni Made Andry Anita Dewi, Ni Putu Luhur Wedayanti
Kesantunan berbahasa merupakan salah satu topik kebahasaan yang cukup banyak dikaji dalam penelitian. Kesantunan berbahasa dalam beberapa tahun belakangan ini tidak hanya berfokus pada masalah linguistik, akan tetapi juga dapat dikaitkan dengan budaya masyarakat penutur bahasa yang melatarbelakanginya. Salah satunya adalah aimai hy?gen (ungkapan ambiguitas). Aimai hy?gen merupakan salah satu konsep berkomunikasi yang masih digunakan oleh penutur masyarakat Jepang. Konsep aimai hy?gen ini berfokus pada gaya bahasa yang digunakan melalui makna-makna yang tidak jelas atau tidak pasti oleh karena terlalu banyaknya makna yang dimiliki oleh ungkapan tersebut. Hal ini bertujuan untuk menghindari penggunaan ungkapan yang lugas, tegas, dan jelas. Berdasarkan fenomena tersebut, maka beberapa aimai hy?gen yang dikaitkan dengan prinsip kesantunan Leech dibahas dalam makalah ini.
语言礼貌是研究中涉及的语言主题之一。近年来,语言礼貌不仅集中在语言问题上,还可能与以语言为背景的民族文化联系在一起。其中一个是aimai ?模棱两可的表示。Aimai hy ?基因是日本人仍在使用的沟通概念之一。aimai hy的概念?由于表达的意义太大,这种基因专注于通过模糊或不确定的意义使用的语言风格。它的目的是避免使用直截了当的、明确的、生动的表达。考虑到这个现象,那么还有一些aimai ?本文讨论了与利奇礼貌原则相关的基因。
{"title":"Kesantunan Berbahasa yang Tercermin dalam Aimai Hy?gen","authors":"Ni Made Andry Anita Dewi, Ni Putu Luhur Wedayanti","doi":"10.24843/pjiib.2019.v19.i02.p05","DOIUrl":"https://doi.org/10.24843/pjiib.2019.v19.i02.p05","url":null,"abstract":"Kesantunan berbahasa merupakan salah satu topik kebahasaan yang cukup banyak dikaji dalam penelitian. Kesantunan berbahasa dalam beberapa tahun belakangan ini tidak hanya berfokus pada masalah linguistik, akan tetapi juga dapat dikaitkan dengan budaya masyarakat penutur bahasa yang melatarbelakanginya. Salah satunya adalah aimai hy?gen (ungkapan ambiguitas). Aimai hy?gen merupakan salah satu konsep berkomunikasi yang masih digunakan oleh penutur masyarakat Jepang. Konsep aimai hy?gen ini berfokus pada gaya bahasa yang digunakan melalui makna-makna yang tidak jelas atau tidak pasti oleh karena terlalu banyaknya makna yang dimiliki oleh ungkapan tersebut. Hal ini bertujuan untuk menghindari penggunaan ungkapan yang lugas, tegas, dan jelas. Berdasarkan fenomena tersebut, maka beberapa aimai hy?gen yang dikaitkan dengan prinsip kesantunan Leech dibahas dalam makalah ini.","PeriodicalId":192180,"journal":{"name":"Pustaka : Jurnal Ilmu-Ilmu Budaya","volume":"24 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-08-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"126737060","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2019-08-31DOI: 10.24843/pjiib.2019.v19.i02.p02
I. N. D. Sutika
Balinese language with its leveling still intensively used by the Balinese people. Anggah-ungguhing basa (the languages levels) mostly used in the traditional event, and in special events, such as a workshop, conference, and seminars. It also used when the Balinese communicate with elder and strangers. Generally for most Balinese language regarded as the mother language, especially those who live in rural areas.Since the lack of young generation interest, the use of Balinese language levels has decreased.Intead of complicated language levels in Balinese, the young Balinese prefer to use Indonesian, as its more practical and easier.On the other hand, the Balinese language levels, contain a value of modesty, courtesy, and manners, also be a symbol of social class in Balinese society. Communication is arranged based on a social class using fine andcoarse language.
{"title":"Penggunaan Anggah Ungguhing Basa Bali: Sebuah Kesantunan dan Penanda Kelas Sosial Masyarakat Bali","authors":"I. N. D. Sutika","doi":"10.24843/pjiib.2019.v19.i02.p02","DOIUrl":"https://doi.org/10.24843/pjiib.2019.v19.i02.p02","url":null,"abstract":"Balinese language with its leveling still intensively used by the Balinese people. Anggah-ungguhing basa (the languages levels) mostly used in the traditional event, and in special events, such as a workshop, conference, and seminars. It also used when the Balinese communicate with elder and strangers. Generally for most Balinese language regarded as the mother language, especially those who live in rural areas.Since the lack of young generation interest, the use of Balinese language levels has decreased.Intead of complicated language levels in Balinese, the young Balinese prefer to use Indonesian, as its more practical and easier.On the other hand, the Balinese language levels, contain a value of modesty, courtesy, and manners, also be a symbol of social class in Balinese society. Communication is arranged based on a social class using fine andcoarse language.","PeriodicalId":192180,"journal":{"name":"Pustaka : Jurnal Ilmu-Ilmu Budaya","volume":"6 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-08-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"125762242","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2019-02-28DOI: 10.24843/pjiib.2019.v19.i01.p08
Made Ratna Dian Aryani
Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan kata kerja yang melibatkan objek ganda, yaitu kata kerja ageru ‘memberi’, oshieru ‘mengajar/ajar’, kureru ‘memberi’,dan kau ‘membeli’, sehingga memunculkan objek tak langsung dalam struktur kalimat bahasa Jepang (BJ). Teori yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah Givon (2001), Kindaichi (1976), Tsunoda (2002), Tsujimura (1996), dan Nitta (1991). Penelitian ini menunjukkan bahasa Jepang merupakan bahasa yang bertanda atau berkasus. Kasus dalam bahasa Jepang berkaitan erat dengan sistem kebermarkahan dalam struktur kalimat bahasa Jepang. Pemarkah tersebut dilekatkan setelah nomina (kata benda). Pemarkah atau partikel yang menyatakan objek langsung adalah pemarkah akusatif o dan pemarkah datif ni sebagai pemarkah objek tak langsung. Hasil penelitian ini adalah (1) verba-verba yang memungkinkan munculnya objek ganda, khususnya objek tak langsung (OTL) dalam konstruksi bahasa Jepang merupakan verba transitif atau verba aksi berpemarkah ni , yaitu verba ageru ‘memberi’, oshieru ‘mengajar/ajar’, kureru ‘memberi’, dan kau ‘membeli’, dan (2) verba-verba tersebut secara semantis merupakan keizoku doushi ‘verba kontinuatif’.
本研究旨在描述一个涉及双重对象的动词,即ageru ' give, oshieru ' teach ', kureru ' give, and you ' buy,从而在日语句子结构中产生一个间接对象(BJ)。这项研究使用的理论有Givon(2001)、Kindaichi(1976)、Tsunoda(2002)、Tsujimura(1996)和Nitta(1991)。这项研究表明,日语是一种没有标记的或具有代表性的语言。日语案例与日语句子结构中的祝福系统密切相关。符号按名词(名词)表示。指示直接物体的物体的对照物或粒子是指示器o和指示器是指示器。这个研究结果是(1)verba-verba允许出现双重对象的建筑中,特别是间接对象(OTL)日语动词是动词及物动词或动词动作berpemarkah ni,即温柔地‘给’,oshieru -教教书,kureru‘给’,和你“买”,(2)这些verba-verba语义上是keizoku doushi kontinuatif动词”。
{"title":"Verba Berobjek Ganda Bahasa Jepang","authors":"Made Ratna Dian Aryani","doi":"10.24843/pjiib.2019.v19.i01.p08","DOIUrl":"https://doi.org/10.24843/pjiib.2019.v19.i01.p08","url":null,"abstract":"Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan kata kerja yang melibatkan objek ganda, yaitu kata kerja ageru ‘memberi’, oshieru ‘mengajar/ajar’, kureru ‘memberi’,dan kau ‘membeli’, sehingga memunculkan objek tak langsung dalam struktur kalimat bahasa Jepang (BJ). Teori yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah Givon (2001), Kindaichi (1976), Tsunoda (2002), Tsujimura (1996), dan Nitta (1991). Penelitian ini menunjukkan bahasa Jepang merupakan bahasa yang bertanda atau berkasus. Kasus dalam bahasa Jepang berkaitan erat dengan sistem kebermarkahan dalam struktur kalimat bahasa Jepang. Pemarkah tersebut dilekatkan setelah nomina (kata benda). Pemarkah atau partikel yang menyatakan objek langsung adalah pemarkah akusatif o dan pemarkah datif ni sebagai pemarkah objek tak langsung. Hasil penelitian ini adalah (1) verba-verba yang memungkinkan munculnya objek ganda, khususnya objek tak langsung (OTL) dalam konstruksi bahasa Jepang merupakan verba transitif atau verba aksi berpemarkah ni , yaitu verba ageru ‘memberi’, oshieru ‘mengajar/ajar’, kureru ‘memberi’, dan kau ‘membeli’, dan (2) verba-verba tersebut secara semantis merupakan keizoku doushi ‘verba kontinuatif’.","PeriodicalId":192180,"journal":{"name":"Pustaka : Jurnal Ilmu-Ilmu Budaya","volume":"74 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-02-28","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"123171860","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2019-02-28DOI: 10.24843/pjiib.2019.v19.i01.p03
Asri Soraya Afsari, Teddi Muhtadin
Setiap bahasa di dunia memiliki variasi. Bentuk variasi bahasa dapat dibedakan berdasarkan letak geografis, sosial, dan temporal. Bahasa Sunda sebagai salah satu bahasa daerah di Indonesia memiliki pula variasi tersebut. Secara geografis, bahasa Sunda yang berada di daerah pegunungan memiliki perbedaan dengan bahasa Sunda di daerah pesisir (pantai). Begitu pun bahasa Sunda yang berada di pesisir Jabar Utara memiliki perbedaan pula dengan bahasa Sunda di pesisir Jabar Selatan. Pangandaran merupakan salah satu wilayah yang ada di lintasan pantai Jabar Selatan. Daerah ini banyak didatangi oleh penduduk yang berasal dari Jawa, seperti Cilacap yang menyebrang ke daerah Jawa Barat. Awalnya para pendatang hanya melakukan perdagangan dan mengadu nasib. Seiring waktu para pendatang tersebut kemudian menikah dengan warga asli dan menetap di Pangandaran. Kehadiran para pendatang tentu membawa banyak pengaruh pada kehidupan masyarakat yang ada di Pangandaran, tidak terkecuali dalam hal bahasa dan budaya. Bahasa Sunda yang digunakan di daerah Pangandaran memiliki karakteristik sendiri. Penelitian ini merupakan penelitian makrolinguistik bidang dialektologi. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan bentuk-bentuk variasi bahasa Sunda yang ada di daerah Pangandaran. Untuk mencapai tujuan tersebut digunakan metode lapangan melalui teknik wawancara informan dan metode survei melalui penyebaran koesioner.
{"title":"Variasi Bahasa Sunda di Daerah Pesisir Jabar Selatan","authors":"Asri Soraya Afsari, Teddi Muhtadin","doi":"10.24843/pjiib.2019.v19.i01.p03","DOIUrl":"https://doi.org/10.24843/pjiib.2019.v19.i01.p03","url":null,"abstract":"Setiap bahasa di dunia memiliki variasi. Bentuk variasi bahasa dapat dibedakan berdasarkan letak geografis, sosial, dan temporal. Bahasa Sunda sebagai salah satu bahasa daerah di Indonesia memiliki pula variasi tersebut. Secara geografis, bahasa Sunda yang berada di daerah pegunungan memiliki perbedaan dengan bahasa Sunda di daerah pesisir (pantai). Begitu pun bahasa Sunda yang berada di pesisir Jabar Utara memiliki perbedaan pula dengan bahasa Sunda di pesisir Jabar Selatan. Pangandaran merupakan salah satu wilayah yang ada di lintasan pantai Jabar Selatan. Daerah ini banyak didatangi oleh penduduk yang berasal dari Jawa, seperti Cilacap yang menyebrang ke daerah Jawa Barat. Awalnya para pendatang hanya melakukan perdagangan dan mengadu nasib. Seiring waktu para pendatang tersebut kemudian menikah dengan warga asli dan menetap di Pangandaran. Kehadiran para pendatang tentu membawa banyak pengaruh pada kehidupan masyarakat yang ada di Pangandaran, tidak terkecuali dalam hal bahasa dan budaya. Bahasa Sunda yang digunakan di daerah Pangandaran memiliki karakteristik sendiri. Penelitian ini merupakan penelitian makrolinguistik bidang dialektologi. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan bentuk-bentuk variasi bahasa Sunda yang ada di daerah Pangandaran. Untuk mencapai tujuan tersebut digunakan metode lapangan melalui teknik wawancara informan dan metode survei melalui penyebaran koesioner.","PeriodicalId":192180,"journal":{"name":"Pustaka : Jurnal Ilmu-Ilmu Budaya","volume":"278 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-02-28","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"125853831","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2019-02-28DOI: 10.24843/pjiib.2019.v19.i01.p05
Risma Rismelati, Asri Soraya Afsari, Ayu Septiani
Setiap bangsa di berbagai belahan dunia ini pastinya memiliki tradisi leluhur yang bertahan dan berkembang dari generasi ke generasi. Tradisi tersebut kemudian menjadi sebuah identitas diri yang mencerminkan nilai-nilai budaya yang unik dan berkarakter. Menurut Clyde dan Kluckhohn dalam Pelly (1994), nilai budaya merupakan sebuah konsep beruang lingkup luas yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar warga suatu masyarakat, mengenai apa yang paling berharga dalam hidup. Nilai budaya itu akhirnya tumbuh menjadi suatu kepercayaan masyarakat yang dijadikan sebagai aturan paling mendasar dalam menjalani siklus kehidupan. Hal ini dapat dilihat secara nyata dalam siklus kehidupan masyarakat Sunda di wilayah pesisir Jawa Barat. Fokus kepercayaan di sini adalah bentuk-bentuk tradisi yang masih dilakukan secara turun temurun dalam fase kehidupan manusia, seperti fase kelahiran, pernikahan dan kematian. Maka dari itu penelitian ini akan fokus mengkaji kepercayaan yang berkaitan dengan siklus kehidupan pada masyarakat Pameungpeuk, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Untuk mencapai tujuan tersebut digunakan metode kualitatif deskriptif. Dalam mengumpulkan data digunakan metode lapangan karena peneliti terjun langsung ke masyarakat, melakukan wawancara langsung pada nara sumber dan melakukan metode survey melalui penyebaran data kuesioner.
{"title":"Kepercayaan Dalam Siklus Kehidupan Pada Masyarakat Sunda Pesisir (Kecamatan Pameungpeuk, Kabupaten Arut, Jawa Barat)","authors":"Risma Rismelati, Asri Soraya Afsari, Ayu Septiani","doi":"10.24843/pjiib.2019.v19.i01.p05","DOIUrl":"https://doi.org/10.24843/pjiib.2019.v19.i01.p05","url":null,"abstract":"Setiap bangsa di berbagai belahan dunia ini pastinya memiliki tradisi leluhur yang bertahan dan berkembang dari generasi ke generasi. Tradisi tersebut kemudian menjadi sebuah identitas diri yang mencerminkan nilai-nilai budaya yang unik dan berkarakter. Menurut Clyde dan Kluckhohn dalam Pelly (1994), nilai budaya merupakan sebuah konsep beruang lingkup luas yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar warga suatu masyarakat, mengenai apa yang paling berharga dalam hidup. Nilai budaya itu akhirnya tumbuh menjadi suatu kepercayaan masyarakat yang dijadikan sebagai aturan paling mendasar dalam menjalani siklus kehidupan. Hal ini dapat dilihat secara nyata dalam siklus kehidupan masyarakat Sunda di wilayah pesisir Jawa Barat. Fokus kepercayaan di sini adalah bentuk-bentuk tradisi yang masih dilakukan secara turun temurun dalam fase kehidupan manusia, seperti fase kelahiran, pernikahan dan kematian. Maka dari itu penelitian ini akan fokus mengkaji kepercayaan yang berkaitan dengan siklus kehidupan pada masyarakat Pameungpeuk, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Untuk mencapai tujuan tersebut digunakan metode kualitatif deskriptif. Dalam mengumpulkan data digunakan metode lapangan karena peneliti terjun langsung ke masyarakat, melakukan wawancara langsung pada nara sumber dan melakukan metode survey melalui penyebaran data kuesioner.","PeriodicalId":192180,"journal":{"name":"Pustaka : Jurnal Ilmu-Ilmu Budaya","volume":"15 9","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-02-28","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"120913983","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}