Indonesia has a variety of local wisdom that can be an advantage in itself, but it can also cause pro and con problems in society towards different beliefs. This paper examines the local wisdom of Pikukuh Karuhun of the Baduy tribe who persisted in the midst of changing times in view of the biblical perspective. This research was conducted to find out how the Baduy people maintained Pikukuh Karuhun (ancestral admonition) for centuries and looked at the principle of Pikukuh Karuhun from a Biblical point of view. The purpose of writing this article is to build Christians' love for the noble values of an ethnic group and emulate the goodness of a local wisdom of people of different faiths. This research uses a descriptive qualitative method by reviewing various literature from previous studies and interviews with several activists who serve the Baduy community. The conclusion obtained from this study is that the Baduy people by doing all the Pikukuh and Great-Grandmothers from time to time have actually done the deeds as God commanded in the Bible. AbstrakIndonesia memiliki berbagai kearifan lokal yang dapat menjadi sebuah kelebihan tersendiri, tetapi juga dapat menimbulkan persoalan pro dan kontra dalam masyarakat terhadap kepercayaan yang berbeda. Tulisan ini meneliti kearifan lokal Pikukuh Karuhun dari suku Baduy yang tetap bertahan di tengah perubahan jaman ditinjau dari perspektif Alkitab. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui cara masyarakat suku Baduy mempertahankan Pikukuh Karuhun (petuah leluhur) selama berabad-abad dan melihat prinsip Pikukuh Karuhun dari sudut pandang Alkitab. Tujuan penulisan artikel ini adalah membangun kecintaan umat Kristiani terhadap nilai luhur suatu suku bangsa dan meneladani kebaikan dari sebuah kearifan lokal masyarakat yang berbeda iman. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif dengan mengkaji berbagai literatur hasil penelitian sebelumnya dan wawancara dengan beberapa aktivis yang melayani masyarakat Baduy. Kesimpulan yang didapatkan dari penelitian ini adalah masyarakat Baduy dengan melakukan segala Pikukuh dan Buyut dari masa ke masa sesungguhnya telah melakukan perbuatan-perbuatan sebagaimana yang diperintahkan Allah dalam Alkitab. Abstrak Indonesia memiliki berbagai kearifan lokal yang dapat menjadi sebuah kelebihan tersendiri, tetapi juga dapat menimbulkan persoalan pro dan kontra dalam masyarakat terhadap kepercayaan yang berbeda. Tulisan ini meneliti kearifan lokal Pikukuh Karuhun dari suku Baduy yang tetap bertahan di tengah perubahan jaman ditinjau dari perspektif Alkitab. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui cara masyarakat suku Baduy mempertahankan Pikukuh Karuhun (petuah leluhur) selama berabad-abad dan melihat prinsip Pikukuh Karuhun dari sudut pandang Alkitab. Tujuan penulisan artikel ini adalah membangun kecintaan umat Kristiani terhadap nilai luhur suatu suku bangsa dan meneladani kebaikan dari sebuah kearifan lokal masyarakat yang berbeda iman. Penelitian ini menggunakan
{"title":"Pikukuh Karuhun Suku Baduy: Sebuah Refleksi Alkitab tentang Memelihara Warisan Leluhur","authors":"Meilani Meilani, Joseph Syauta, Jos Sudarman","doi":"10.52220/magnum.v3i2.46","DOIUrl":"https://doi.org/10.52220/magnum.v3i2.46","url":null,"abstract":"Indonesia has a variety of local wisdom that can be an advantage in itself, but it can also cause pro and con problems in society towards different beliefs. This paper examines the local wisdom of Pikukuh Karuhun of the Baduy tribe who persisted in the midst of changing times in view of the biblical perspective. This research was conducted to find out how the Baduy people maintained Pikukuh Karuhun (ancestral admonition) for centuries and looked at the principle of Pikukuh Karuhun from a Biblical point of view. The purpose of writing this article is to build Christians' love for the noble values of an ethnic group and emulate the goodness of a local wisdom of people of different faiths. This research uses a descriptive qualitative method by reviewing various literature from previous studies and interviews with several activists who serve the Baduy community. The conclusion obtained from this study is that the Baduy people by doing all the Pikukuh and Great-Grandmothers from time to time have actually done the deeds as God commanded in the Bible. AbstrakIndonesia memiliki berbagai kearifan lokal yang dapat menjadi sebuah kelebihan tersendiri, tetapi juga dapat menimbulkan persoalan pro dan kontra dalam masyarakat terhadap kepercayaan yang berbeda. Tulisan ini meneliti kearifan lokal Pikukuh Karuhun dari suku Baduy yang tetap bertahan di tengah perubahan jaman ditinjau dari perspektif Alkitab. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui cara masyarakat suku Baduy mempertahankan Pikukuh Karuhun (petuah leluhur) selama berabad-abad dan melihat prinsip Pikukuh Karuhun dari sudut pandang Alkitab. Tujuan penulisan artikel ini adalah membangun kecintaan umat Kristiani terhadap nilai luhur suatu suku bangsa dan meneladani kebaikan dari sebuah kearifan lokal masyarakat yang berbeda iman. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif dengan mengkaji berbagai literatur hasil penelitian sebelumnya dan wawancara dengan beberapa aktivis yang melayani masyarakat Baduy. Kesimpulan yang didapatkan dari penelitian ini adalah masyarakat Baduy dengan melakukan segala Pikukuh dan Buyut dari masa ke masa sesungguhnya telah melakukan perbuatan-perbuatan sebagaimana yang diperintahkan Allah dalam Alkitab. Abstrak Indonesia memiliki berbagai kearifan lokal yang dapat menjadi sebuah kelebihan tersendiri, tetapi juga dapat menimbulkan persoalan pro dan kontra dalam masyarakat terhadap kepercayaan yang berbeda. Tulisan ini meneliti kearifan lokal Pikukuh Karuhun dari suku Baduy yang tetap bertahan di tengah perubahan jaman ditinjau dari perspektif Alkitab. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui cara masyarakat suku Baduy mempertahankan Pikukuh Karuhun (petuah leluhur) selama berabad-abad dan melihat prinsip Pikukuh Karuhun dari sudut pandang Alkitab. Tujuan penulisan artikel ini adalah membangun kecintaan umat Kristiani terhadap nilai luhur suatu suku bangsa dan meneladani kebaikan dari sebuah kearifan lokal masyarakat yang berbeda iman. Penelitian ini menggunakan","PeriodicalId":233729,"journal":{"name":"MAGNUM OPUS: Jurnal Teologi dan Kepemimpinan Kristen","volume":"552 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-07-28","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"127895073","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2022-07-04DOI: 10.52220/magnum.v3i1.135
Melina Agustina Sipahutar
The congregation's doubts about the Lord's day which will surely come, are a matter that needs to be considered, this condition of doubt greatly affects the behavior of the congregation to be serious or not in living their faith, their clear understanding of the coming of the Lord's day also affects how faith growth and the quality in the midst of his life as a believer and as a people or congregation of God's Church. When the Lord Jesus was taken up to heaven, several pairs of eyes witnessed. At that time there was a promise revealed through the angel; “This Lord Jesus, who was taken up into heaven from you, will come again in the same way, as you saw Him go into heaven” (Acts 1:11). But none of those words contain a definite meaning of time/date. Jesus Himself, when He served in the midst of this world, He promised that there would be a time when the Son of man would return with all glory and power. Yet even there Jesus said; “But as to that day or hour no one knows, neither angels in heaven nor children, only the father in heaven” (Mark 13:32). In a sense, that His coming is certain, but regarding the time (time) is not known by anyone except the Father in heaven. An understanding of the events that will occur (eschatological) is something that every church of God needs to understand and understand, so that eschatology is not a confusing thing but can build congregational behavior and faith growth, especially for the congregation at GKLI Sihabonghabong. The influence of this understanding will be examined using qualitative descriptive-analysis methods to see to what extent this eschatological understanding affects the behavior of the congregation and the growth of faith in the GKLI Sihabonghabong congregation.
{"title":"Dampak Pemahaman Eskatologis 1 Tesalonika 4:13-5:11 terhadap Perilaku dan Pertumbuhan Iman Jemaat di GKLI Sihabonghabong","authors":"Melina Agustina Sipahutar","doi":"10.52220/magnum.v3i1.135","DOIUrl":"https://doi.org/10.52220/magnum.v3i1.135","url":null,"abstract":"The congregation's doubts about the Lord's day which will surely come, are a matter that needs to be considered, this condition of doubt greatly affects the behavior of the congregation to be serious or not in living their faith, their clear understanding of the coming of the Lord's day also affects how faith growth and the quality in the midst of his life as a believer and as a people or congregation of God's Church. When the Lord Jesus was taken up to heaven, several pairs of eyes witnessed. At that time there was a promise revealed through the angel; “This Lord Jesus, who was taken up into heaven from you, will come again in the same way, as you saw Him go into heaven” (Acts 1:11). But none of those words contain a definite meaning of time/date. Jesus Himself, when He served in the midst of this world, He promised that there would be a time when the Son of man would return with all glory and power. Yet even there Jesus said; “But as to that day or hour no one knows, neither angels in heaven nor children, only the father in heaven” (Mark 13:32). In a sense, that His coming is certain, but regarding the time (time) is not known by anyone except the Father in heaven. An understanding of the events that will occur (eschatological) is something that every church of God needs to understand and understand, so that eschatology is not a confusing thing but can build congregational behavior and faith growth, especially for the congregation at GKLI Sihabonghabong. The influence of this understanding will be examined using qualitative descriptive-analysis methods to see to what extent this eschatological understanding affects the behavior of the congregation and the growth of faith in the GKLI Sihabonghabong congregation.","PeriodicalId":233729,"journal":{"name":"MAGNUM OPUS: Jurnal Teologi dan Kepemimpinan Kristen","volume":"54 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-07-04","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"115159314","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2022-07-01DOI: 10.52220/magnum.v3i2.146
Gracia Margaretha Angkouw, Martina Novalina
Pembahasan tentang istri yang cakap dalam Amsal 31:10-31 tidak hanya terbatas kepada penafsiran umum yang menggunakan analisis historikal gramatikal, melainkan terbuka terhadap pendekatan-pendekatan kesusastraan dan sosial yang berkembang pada masa kini. Artikel ini mengulas tentang pendekatan sejarah sosial Alkitab terhadap wanita dalam Amsal 31:10-31. Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan identitas wanita dalam Amsal 31:10-31 berdasarkan latar belakang sejarah sosial Alkitab yang berkaitan dengan keadaan atau situasi masyarakat dan adat istiadat dari wanita tersebut. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif deskriptif dan melakukan analisis berdasarkan latar belakang sejarah sosial Alkitab serta menjelaskan berbagai implikasi yang berkaitan dengan wanita yang dimaksud dalam Amsal 31:10-31. Hasil penelitian adalah bahwa konteks sejarah sosial wanita dalam teks tersebut dapat berasal dari periode pra-monarki, Persia atau pasca-pembuangan. Struktur masyarakat dari wanita yang dijelaskan oleh Amsal 31:10-31 meskipun masih dipengaruhi konsep patriarki. Namun, menyerupai suatu heterarki, yakni struktur masyarakat yang memiliki hirarkinya sendiri-sendiri. Peneliti cenderung menerima pendapat bahwa identitas wanita dalam Amsal 31:10-31 berasal dari masa pra-monarki.
{"title":"Identitas Wanita dalam Amsal 31:10-31: Sebuah Pendekatan Sejarah Sosial Alkitab","authors":"Gracia Margaretha Angkouw, Martina Novalina","doi":"10.52220/magnum.v3i2.146","DOIUrl":"https://doi.org/10.52220/magnum.v3i2.146","url":null,"abstract":"Pembahasan tentang istri yang cakap dalam Amsal 31:10-31 tidak hanya terbatas kepada penafsiran umum yang menggunakan analisis historikal gramatikal, melainkan terbuka terhadap pendekatan-pendekatan kesusastraan dan sosial yang berkembang pada masa kini. Artikel ini mengulas tentang pendekatan sejarah sosial Alkitab terhadap wanita dalam Amsal 31:10-31. Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan identitas wanita dalam Amsal 31:10-31 berdasarkan latar belakang sejarah sosial Alkitab yang berkaitan dengan keadaan atau situasi masyarakat dan adat istiadat dari wanita tersebut. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif deskriptif dan melakukan analisis berdasarkan latar belakang sejarah sosial Alkitab serta menjelaskan berbagai implikasi yang berkaitan dengan wanita yang dimaksud dalam Amsal 31:10-31. Hasil penelitian adalah bahwa konteks sejarah sosial wanita dalam teks tersebut dapat berasal dari periode pra-monarki, Persia atau pasca-pembuangan. Struktur masyarakat dari wanita yang dijelaskan oleh Amsal 31:10-31 meskipun masih dipengaruhi konsep patriarki. Namun, menyerupai suatu heterarki, yakni struktur masyarakat yang memiliki hirarkinya sendiri-sendiri. Peneliti cenderung menerima pendapat bahwa identitas wanita dalam Amsal 31:10-31 berasal dari masa pra-monarki. ","PeriodicalId":233729,"journal":{"name":"MAGNUM OPUS: Jurnal Teologi dan Kepemimpinan Kristen","volume":"53 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-07-01","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"126767479","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2022-07-01DOI: 10.52220/magnum.v3i2.143
A. R. P. Utama, Dedy Katarso, Sari Saptorini
Perubahan yang dialami oleh dunia dalam era industri 4.0 dimana media digital dan jaringan internet mengambil peranan penting dalam kehidupan sehari-hari generasi muda Kristen. Oleh dari itu gereja perlu melihat bagiamana harus bersikap di dalam pelayanan pemuridan bagi generasi muda Kristen dengan memanfaatkan peranan dari media digital. Artikel yang ditulis dengan menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif dengan pendekatan analisis fenomenologi ini akan membahas seputar pelayanan pemuridan dengan memanfaatkan peranan media digital bagi generasi muda Kristen di era revolusi indusrti 4.0 ini. Kajian ini melihat bahwa media digital mengambil peranan sangat penting di dalam pelaksanaan pemuridan bagi generasi muda Kristen jika dapat dimanfaatkan dengan cara yang tepat dalam pelaksanaannya
{"title":"Media Digital dalam Pemuridan Generasi Muda Kristen di Era Industri 4.0","authors":"A. R. P. Utama, Dedy Katarso, Sari Saptorini","doi":"10.52220/magnum.v3i2.143","DOIUrl":"https://doi.org/10.52220/magnum.v3i2.143","url":null,"abstract":"Perubahan yang dialami oleh dunia dalam era industri 4.0 dimana media digital dan jaringan internet mengambil peranan penting dalam kehidupan sehari-hari generasi muda Kristen. Oleh dari itu gereja perlu melihat bagiamana harus bersikap di dalam pelayanan pemuridan bagi generasi muda Kristen dengan memanfaatkan peranan dari media digital. Artikel yang ditulis dengan menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif dengan pendekatan analisis fenomenologi ini akan membahas seputar pelayanan pemuridan dengan memanfaatkan peranan media digital bagi generasi muda Kristen di era revolusi indusrti 4.0 ini. Kajian ini melihat bahwa media digital mengambil peranan sangat penting di dalam pelaksanaan pemuridan bagi generasi muda Kristen jika dapat dimanfaatkan dengan cara yang tepat dalam pelaksanaannya","PeriodicalId":233729,"journal":{"name":"MAGNUM OPUS: Jurnal Teologi dan Kepemimpinan Kristen","volume":"27 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-07-01","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"121812323","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2022-07-01DOI: 10.52220/magnum.v3i2.145
Yonatan Alex Arifianto
Sikap superioritas, intoleransi, saling bermusuhan, bahkan konflik horizontal yang didasari dari gesekan-gesekan perbedaan ajaran, maupun egois dari kompetisi dalam penyebarluasan paham agama, dapat menimbulkan perpecahan di lapisan masyarakat. bahkan yan terjadi di sepanjanag sejarah bangsa ini konflik sosial silih berganti muncul dan membawa luka pada sisi kemanusiaan. Oleh karena itu penulis mendeskripsikan sila Persatuan Indonesia sebagai dasar yang selaras dengan ajaran kaidah norma atau nilai untuk membangun eksistensi pancasila bagi kerukunann masyarakat majemuk. Menggunakan metode kualitatif deskritif, dapat disimpulkan bahwa Sila persatuan Indonesia dalam etis teologis upaya membangun eksistensi Pancasila bagi kerukunan multikultural menjadi perhatian semua anak bangsa terkhusus orang percaya dengan melakukan sikap dan prilaku. pertama memiliki paradigma dan konsep Persatuan Indonesia sebagai dasar Persatuan masyarakat, menjadi harga final bagi kerukunan. Kedua kerukunan yang dibangun sebagai eksistensi persatuan dalam etis teologis tidak bertentangan dengan segala norma dan nilai kemanusian maupun bertentangan dengan Alkitab. ketiga orang percaya dapat memahami hakikat kerukunan dalam multikulktural sebagai bagian kebersamaan anak bangsa membangun keutuhan bangsa dan negaranya. Keempat peran orang percaya membawa persatuan bangsa menjadi kewajiban sebagai orang yang dipanggil untuk menjadi saksi dan dampak bagi sesamanya.
{"title":"Internalisasi Sila Persatuan Indonesia dalam Kehidupan Beragama: Sebuah Refleksi Teologi Kristen","authors":"Yonatan Alex Arifianto","doi":"10.52220/magnum.v3i2.145","DOIUrl":"https://doi.org/10.52220/magnum.v3i2.145","url":null,"abstract":"Sikap superioritas, intoleransi, saling bermusuhan, bahkan konflik horizontal yang didasari dari gesekan-gesekan perbedaan ajaran, maupun egois dari kompetisi dalam penyebarluasan paham agama, dapat menimbulkan perpecahan di lapisan masyarakat. bahkan yan terjadi di sepanjanag sejarah bangsa ini konflik sosial silih berganti muncul dan membawa luka pada sisi kemanusiaan. Oleh karena itu penulis mendeskripsikan sila Persatuan Indonesia sebagai dasar yang selaras dengan ajaran kaidah norma atau nilai untuk membangun eksistensi pancasila bagi kerukunann masyarakat majemuk. Menggunakan metode kualitatif deskritif, dapat disimpulkan bahwa Sila persatuan Indonesia dalam etis teologis upaya membangun eksistensi Pancasila bagi kerukunan multikultural menjadi perhatian semua anak bangsa terkhusus orang percaya dengan melakukan sikap dan prilaku. pertama memiliki paradigma dan konsep Persatuan Indonesia sebagai dasar Persatuan masyarakat, menjadi harga final bagi kerukunan. Kedua kerukunan yang dibangun sebagai eksistensi persatuan dalam etis teologis tidak bertentangan dengan segala norma dan nilai kemanusian maupun bertentangan dengan Alkitab. ketiga orang percaya dapat memahami hakikat kerukunan dalam multikulktural sebagai bagian kebersamaan anak bangsa membangun keutuhan bangsa dan negaranya. Keempat peran orang percaya membawa persatuan bangsa menjadi kewajiban sebagai orang yang dipanggil untuk menjadi saksi dan dampak bagi sesamanya. ","PeriodicalId":233729,"journal":{"name":"MAGNUM OPUS: Jurnal Teologi dan Kepemimpinan Kristen","volume":"33 20","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-07-01","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"113976268","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2022-06-30DOI: 10.52220/magnum.v3i2.139
Andreas Setiawan, Agus Santoso, Bobby Kurnia Putrawan
Christian Perfection is a thought of John Wesley who is interestingly dissected, not only a debate among theologians until now, which is related to human safety. The writing method used in this article is a descriptive analysis of literature, which underlies and analyzes related literary sources. The result of this writing is that Wesley has a view that experience in Perfection can lift and eliminate the wishes of the heart that tends to sin. This understanding shows that this experience is not only a change in moral essence but also affects some kind of physical change. Christian perfection adalah satu pemikiran John Wesley yang menarik dibedah, tidak hanya menjadi perdebatan di antara para teolog hingga sekarang, yang mana hal ini terkait dengan keselamatan manusia. Metode penulisan yang digunakan dalam artikel ini adalah analisis deskriptif literatur, dimana mendasari dan menganalisa sumber-sumber literartur terkait. Hasil dari penulisan ini adalah bahwa Wesley memiliki pandangan bahwa pengalaman dalam perfection bisa mengangkat dan menghilangkan keinginan hati yang cenderung berdosa. Pemahamannya ini menunjukkan bahwa pengalaman ini tidak hanya merupakan satu perubahan dalam hakekat moral namun juga mempengaruhi semacam perubahan fisik.
{"title":"Kontribusi Pemikiran John Wesley tentang Christian Perfection bagi Teologi Kristen","authors":"Andreas Setiawan, Agus Santoso, Bobby Kurnia Putrawan","doi":"10.52220/magnum.v3i2.139","DOIUrl":"https://doi.org/10.52220/magnum.v3i2.139","url":null,"abstract":"Christian Perfection is a thought of John Wesley who is interestingly dissected, not only a debate among theologians until now, which is related to human safety. The writing method used in this article is a descriptive analysis of literature, which underlies and analyzes related literary sources. The result of this writing is that Wesley has a view that experience in Perfection can lift and eliminate the wishes of the heart that tends to sin. This understanding shows that this experience is not only a change in moral essence but also affects some kind of physical change. Christian perfection adalah satu pemikiran John Wesley yang menarik dibedah, tidak hanya menjadi perdebatan di antara para teolog hingga sekarang, yang mana hal ini terkait dengan keselamatan manusia. Metode penulisan yang digunakan dalam artikel ini adalah analisis deskriptif literatur, dimana mendasari dan menganalisa sumber-sumber literartur terkait. Hasil dari penulisan ini adalah bahwa Wesley memiliki pandangan bahwa pengalaman dalam perfection bisa mengangkat dan menghilangkan keinginan hati yang cenderung berdosa. Pemahamannya ini menunjukkan bahwa pengalaman ini tidak hanya merupakan satu perubahan dalam hakekat moral namun juga mempengaruhi semacam perubahan fisik.","PeriodicalId":233729,"journal":{"name":"MAGNUM OPUS: Jurnal Teologi dan Kepemimpinan Kristen","volume":"2 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-06-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"133981157","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2022-01-28DOI: 10.52220/magnum.v3i1.136
Yonatan Alex Arifianto, Kalis Stevanus
The salvation received by believers as a gift from God, is sometimes only accepted selfishly without prioritizing other people who have not accepted and know the truth of this salvation. believers think that mission is the job of church leaders and ministers only so there is no motivation in preaching the gospel of salvation. The author describes the study of the certainty of salvation as an incentive for believers to continue to preach the news of salvation for all mankind. Using descriptive qualitative methods with a literature study approach, it can be concluded that the certainty of salvation in Acts 4:12 is the driving force for evangelism. It is part of the actualization of the Great Commission of the Lord Jesus which will continue to be carried out until His second coming. By doing and understanding, first, understand that in the theological study and exegesis of Acts 4:12 found the value of salvation which is only found in the Name of Jesus Christ. Second, it leads believers to believe that Salvation is exclusive in Jesus Christ as part of the believer's faith and spirituality. The three believers can understand the nature and essence of evangelism which plays a very important role in educating believers to keep the spirit of preaching the gospel. The four believers are required to actualize the Great Commission as an indicator of believers in the role of evangelism. This is done as part of God's plan to make believers God's co-workers who bring good news to those who do not know the truth in Acts 4:12. AbstrakKeselamatan yang diterima oleh orang percaya sebagai anugrah Tuhan, terkadang hanya diterima secara egois tanpa mementingkan orang lain yang belum menerima dan mengenal kebenaran keselamtan tersebut. orang percaya mengangap bahwa misi adalah tugas para pemimpin dan pelayan gereja saja sehingga tidak adanya motivasi dalam memberitakan injil keselamatan. Penulis mendeskripsikan kajian kepastian keselamatan sebagai pendorong orang percaya untuk terus memberitakan kabar keselamatan bagi seluruh manusia. Menggunakan metode kualitatif deskritif dengan pendekatan studi literature maka dapat disimpulkan bahwa kepastian keselamatan dalam Kisah Para Rasul 4:12 sebagai pendorong pekabaran Injil. Merupakan sebagai bagian dari aktualisasi Amanat Agung Tuhan Yesus yang terus dikerjakan sampai kedatanganNya kedua kali. Dengan mengerjakan dan memahami, yang pertama, menegerti bahwa dalam kajian teologis dan eksegese Kisah Para Rasul 4:12 ditemukan nilai keselamatan yang hanya ditemukan di dalam Nama Yesus Kristus. Kedua, Hal tersebut membawa orang percaya untuk mengimani bahwa Keselamatan eksklusif dalam Yesus Kristus sebagai bagian dari iman dan kerohanian orang percaya. Ketiga ornag percaya dapat memahami adanya hakikat dan esensi penginjilan yang sangat berperan mengedukasi orang percaya untuk tetap semangat memberitakan Injil. Keempat orang percaya diwajibkan mengaktualisasi Amanat Agung sebagai indikator orang percaya dalam peran penginjilan.
信徒接受的救恩是神的礼物,有时只是自私地接受,而没有优先考虑那些没有接受和知道救恩真理的人。信徒认为宣教只是教会领袖和牧师的工作,所以他们没有传讲救恩福音的动机。作者将研究救恩的确定性描述为信徒继续向全人类传讲救恩消息的动力。使用描述性定性方法和文献研究法,我们可以得出结论,使徒行传4:12中救恩的确定性是传福音的动力。这是实现主耶稣大使命的一部分,这个使命将继续执行,直到他的第二次降临。通过这样做和理解,首先,要明白在使徒行传4:12的神学研究和注释中发现了救恩的价值,而救恩只有在耶稣基督的名里才能找到。第二,它引导信徒相信救恩只在耶稣基督里,是信徒信仰和属灵的一部分。这三位信徒能够明白传福音的本质和实质,对教导信徒守住传福音的灵起着非常重要的作用。这四位信徒被要求在传福音的角色中,作为信徒的指示,来实现大使命。在使徒行传4:12中,这是神计划的一部分,使信徒成为神的同工,给那些不知道真理的人带来好消息。杨AbstrakKeselamatan diterima oleh pokalchuk猩猩percaya sebagai anugrah Tuhan, terkadang hanya diterima secara egois tanpa mementingkan猩猩躺杨belum menerima丹mengenal kebenaran keselamtan于。我是说猩猩,我是说猩猩,我是说猩猩,我是说猩猩,我是说猩猩,我是说猩猩,我是说猩猩,我是说猩猩。Penulis mendeskripsikan kajian kepastian keselamatan sebagai pendorong orang peraya untuk terus memberitakan kabar keselamatan bagi seluruh manusia。孟古纳坎方法,定性,定性,定性,定性,定性,定性,定性,定性,定性,定性,定性,定性,定性,定性,定性,定性Merupakan sebagai bagian dari aktualisasi Amanat Agung Tuhan Yesus yang terus dikerjakan sampai kedatanganya kedua kali。Dengan mengerjakan dan memahami, yang pertama, menegerti bahwa dalam kajian地质学dan ekseese Kisah Para Rasul 4:12 ditemukan nilai keselamatan yang hanya ditemukan di dalam Nama Yesus Kristus。Kedua, Hal tersebut membawa orang peraya untuk mengimani bahwa Keselamatan eksklusif dalam Yesus Kristus sebagai bagian dari iman dan kerhanian orang peraya。Ketiga ornag peraya dapat memahami adanya hakikat dan esensi penginjilan yang sangat berperan mengedukasi orang peraya untuk tetap semangat memberitakan Injil。保持柑桔的质量,柑桔的质量,柑桔的质量,柑桔的质量,柑桔的质量。halini dilakukan sebagai bagian dari rencan Tuhan menjadikan orang peraya kawan sekerja Allah yang membawa kabar baik bagi mereka yang belum mengenal kebenaran dalam Kisah para Rasul 4:12。
{"title":"Kepastian Keselamatan dalam Kisah Para Rasul 4:12 sebagai Pendorong Pekabaran Injil","authors":"Yonatan Alex Arifianto, Kalis Stevanus","doi":"10.52220/magnum.v3i1.136","DOIUrl":"https://doi.org/10.52220/magnum.v3i1.136","url":null,"abstract":"The salvation received by believers as a gift from God, is sometimes only accepted selfishly without prioritizing other people who have not accepted and know the truth of this salvation. believers think that mission is the job of church leaders and ministers only so there is no motivation in preaching the gospel of salvation. The author describes the study of the certainty of salvation as an incentive for believers to continue to preach the news of salvation for all mankind. Using descriptive qualitative methods with a literature study approach, it can be concluded that the certainty of salvation in Acts 4:12 is the driving force for evangelism. It is part of the actualization of the Great Commission of the Lord Jesus which will continue to be carried out until His second coming. By doing and understanding, first, understand that in the theological study and exegesis of Acts 4:12 found the value of salvation which is only found in the Name of Jesus Christ. Second, it leads believers to believe that Salvation is exclusive in Jesus Christ as part of the believer's faith and spirituality. The three believers can understand the nature and essence of evangelism which plays a very important role in educating believers to keep the spirit of preaching the gospel. The four believers are required to actualize the Great Commission as an indicator of believers in the role of evangelism. This is done as part of God's plan to make believers God's co-workers who bring good news to those who do not know the truth in Acts 4:12. AbstrakKeselamatan yang diterima oleh orang percaya sebagai anugrah Tuhan, terkadang hanya diterima secara egois tanpa mementingkan orang lain yang belum menerima dan mengenal kebenaran keselamtan tersebut. orang percaya mengangap bahwa misi adalah tugas para pemimpin dan pelayan gereja saja sehingga tidak adanya motivasi dalam memberitakan injil keselamatan. Penulis mendeskripsikan kajian kepastian keselamatan sebagai pendorong orang percaya untuk terus memberitakan kabar keselamatan bagi seluruh manusia. Menggunakan metode kualitatif deskritif dengan pendekatan studi literature maka dapat disimpulkan bahwa kepastian keselamatan dalam Kisah Para Rasul 4:12 sebagai pendorong pekabaran Injil. Merupakan sebagai bagian dari aktualisasi Amanat Agung Tuhan Yesus yang terus dikerjakan sampai kedatanganNya kedua kali. Dengan mengerjakan dan memahami, yang pertama, menegerti bahwa dalam kajian teologis dan eksegese Kisah Para Rasul 4:12 ditemukan nilai keselamatan yang hanya ditemukan di dalam Nama Yesus Kristus. Kedua, Hal tersebut membawa orang percaya untuk mengimani bahwa Keselamatan eksklusif dalam Yesus Kristus sebagai bagian dari iman dan kerohanian orang percaya. Ketiga ornag percaya dapat memahami adanya hakikat dan esensi penginjilan yang sangat berperan mengedukasi orang percaya untuk tetap semangat memberitakan Injil. Keempat orang percaya diwajibkan mengaktualisasi Amanat Agung sebagai indikator orang percaya dalam peran penginjilan.","PeriodicalId":233729,"journal":{"name":"MAGNUM OPUS: Jurnal Teologi dan Kepemimpinan Kristen","volume":"35 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-01-28","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"115027909","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Natural disasters are events that often occur in Indonesia due to the condition and location of the Indonesian state in a position that is prone to natural disasters. Along with the occurrence of natural disasters, many casualties were caused by the community's unpreparedness to deal with them. The community needs to change the concept of natural disasters, that readiness to face them is not when a disaster occurs but before a natural disaster occurs. This research intends for the church to play an active role as part of the Penta helix to collaborate with the government in charge of dealing with natural disasters by helping the government in reducing and suppressing casualties through natural disaster mitigation which is conveyed to the church members. The research method used is a qualitative method with secondary sources through collecting the necessary data and information by digging from sources through reference books and scientific journal articles. The results of this study indicate that the Church as a religious institution plays an important role in facilitating its congregation to provide disaster mitigation education to reduce casualties and material losses. AbstractBencana alam adalah peristiwa yang sering terjadi di negara Indonesia oleh sebab kondisi dan letak negara Indonesia berada di posisi yang rawan bencana alam. Seiring terjadinya bencana alam, banyak korban jiwa dikarenakan tidak siap siaganya masyarakat menghadapinya. Masya-rakat perlu merubah konsep terhadap bencana alam, bahwa kesiapan menghadapinya bukan disaat terjadinya bencana namun sebelum terjadinya bencana sudah melengkapi dirinya dengan pengetahuan akan bencana alam. Penelitian ini bermaksud agar gereja berperan aktif sebagai bagian dari pentaheliks untuk berkolaborasi dengan pemerintah yang berwewenang mengatasi bencana alam dengan maksud menolong pemerintah dalam mengurangi dan menekan korban jiwa lewat mitigasi bencana alam yang disampaikan kepada warga Gereja. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif dengan sumber sekunder melalui pengumpul data-data dan informasi yang diperlukan dengan cara menggali dari sumber melalui buku-buku referensi dan artikel-artikel jurnal ilmiah. Hasil penelitian ini menujukan bahwa Gereja sebagai Lembaga agama sangat berperan penting dalam memfasilitasi jemaatnya untuk memberikan edukasi mitigasi bencana sehingga mengurangi korban jiwa dan kerugian material.
自然灾害是由于印尼国家处于易发生自然灾害的条件和地理位置,在印尼经常发生的事件。随着自然灾害的发生,许多人员伤亡是由于社会没有做好应对灾害的准备造成的。社会需要改变对自然灾害的观念,即做好面对灾害的准备不是在灾害发生时,而是在自然灾害发生之前。本研究旨在让教会发挥积极的作用,作为五边形螺旋的一部分,与负责处理自然灾害的政府合作,帮助政府通过减轻自然灾害来减少和抑制伤亡,并将其传达给教会成员。使用的研究方法是定性的方法,通过参考书籍和科学期刊文章的挖掘,收集必要的数据和信息。本研究结果显示,教会作为一个宗教机构,在促进其会众提供减灾教育以减少人员伤亡和物质损失方面发挥着重要作用。【摘要】本研究的主要内容为:本研究的主要内容为:本研究的主要内容为:本研究的主要内容为:本研究的主要内容为:本研究的主要内容为:本研究的主要内容为:本研究的主要内容:这是一种非常有用的方法,它可以帮助你更好地学习。Masya-rakat perlu merubah konsep terhadap bencana alam, bahwa kesiapan menghadapinya bukan disaat terjadinya bencana namun sebelum terjadinya bencana suah melengkapi dirinya dengan pengetahuan akan bencana alam。Penelitian ini bermaksud agar gerejan berperan aktif sebagai bagian dari pentaheliks untuk berkolaborasi dengan peremintah yang berweweang mengatasi benganan maksuva peremintah dalam mengurangi danmenekan korban jiwa leja, bencana alam yang disamaikan kepada warga gereja。方法penelitian yang digunakan adalah方法质量定性,登干数量sekunder melaluppumpul -数据资料,杨diperlukan,登干,蒙古,蒙古,数量,melaluubuku -buku参考资料,丹artikel-artikel学报。Hasil penelitian ini menujukan bahwa Gereja sebagai Lembaga agama sangat berperan penting dalam memfasilitasi jemaatnya untuk memberikan edukasi mitigasi bencana seingga mengurangi korban jiwa dan kerugian材料。
{"title":"Partisipasi Gereja Mengantisipasi Bencana Alam dengan Kolaborasi Pentaheliks melalui Pemaksimalan Program Mitigasi dalam Masyarakat","authors":"Parsaoran Barutu, Niken Karina Sembiring, Stimson Hutagalung, Rolyana Ferinia","doi":"10.52220/magnum.v3i1.131","DOIUrl":"https://doi.org/10.52220/magnum.v3i1.131","url":null,"abstract":"Natural disasters are events that often occur in Indonesia due to the condition and location of the Indonesian state in a position that is prone to natural disasters. Along with the occurrence of natural disasters, many casualties were caused by the community's unpreparedness to deal with them. The community needs to change the concept of natural disasters, that readiness to face them is not when a disaster occurs but before a natural disaster occurs. This research intends for the church to play an active role as part of the Penta helix to collaborate with the government in charge of dealing with natural disasters by helping the government in reducing and suppressing casualties through natural disaster mitigation which is conveyed to the church members. The research method used is a qualitative method with secondary sources through collecting the necessary data and information by digging from sources through reference books and scientific journal articles. The results of this study indicate that the Church as a religious institution plays an important role in facilitating its congregation to provide disaster mitigation education to reduce casualties and material losses. AbstractBencana alam adalah peristiwa yang sering terjadi di negara Indonesia oleh sebab kondisi dan letak negara Indonesia berada di posisi yang rawan bencana alam. Seiring terjadinya bencana alam, banyak korban jiwa dikarenakan tidak siap siaganya masyarakat menghadapinya. Masya-rakat perlu merubah konsep terhadap bencana alam, bahwa kesiapan menghadapinya bukan disaat terjadinya bencana namun sebelum terjadinya bencana sudah melengkapi dirinya dengan pengetahuan akan bencana alam. Penelitian ini bermaksud agar gereja berperan aktif sebagai bagian dari pentaheliks untuk berkolaborasi dengan pemerintah yang berwewenang mengatasi bencana alam dengan maksud menolong pemerintah dalam mengurangi dan menekan korban jiwa lewat mitigasi bencana alam yang disampaikan kepada warga Gereja. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif dengan sumber sekunder melalui pengumpul data-data dan informasi yang diperlukan dengan cara menggali dari sumber melalui buku-buku referensi dan artikel-artikel jurnal ilmiah. Hasil penelitian ini menujukan bahwa Gereja sebagai Lembaga agama sangat berperan penting dalam memfasilitasi jemaatnya untuk memberikan edukasi mitigasi bencana sehingga mengurangi korban jiwa dan kerugian material. ","PeriodicalId":233729,"journal":{"name":"MAGNUM OPUS: Jurnal Teologi dan Kepemimpinan Kristen","volume":"11 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-01-28","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"133659066","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2021-12-28DOI: 10.52220/magnum.v3i1.134
Jefrie Walean
This study examines the concept of mission and reinterpretation of mission in the public sphere. This study aims to reinterpret the text of Matthew 28:19-21 in the public sphere and then position the missiological substance in a relevant way. This research is expected to provide socio-theological understanding in pluralism to churches and believers so that they have a responsibility in the mission but need to review the concept of mission in the public sphere. The author uses qualitative research. This study concludes that the interpretation of the mission in the description of the text of Matthew 28: 19-21 must be understood comprehensively and seeks to place the mission contextually without leaving the joints of diversity. AbstrakPenelitian ini mengkaji konsep misi dan reinterpretasi misi di ruang publik. Penelitian ini bertujuan mereinterpretasikan teks Matius 28:19-21 di ruang publik selanjutnya memosisikan substansi misiologis secara relevan. Penelitian ini diharapkan memberi pemahaman sosio-teologis dalam kemajemukan kepada gereja dan orang percaya agar memiliki tanggung jawab dalam misi namun perlu mengkaji ulang konsep misi di ruang publik. Penulis menggunakan penelitian kualitatif. Penelitian ini menyimpulkan bahwa interpretasi misi dalam uraian teks Matius 28: 19-21 harus dipahami secara komprehensif dan berusaha untuk menempatkan misi secara kontekstual tanpa meninggalkan sendi-sendi keberagaman.
本研究探讨公共领域中使命的概念及对使命的重新诠释。本研究的目的是在公共领域重新解释马太福音28:19-21的经文,然后以相关的方式定位其宣教实质。本研究旨在为教会和信徒提供多元主义的社会神学理解,使他们在宣教中有责任,但需要重新审视公共领域的宣教概念。作者采用了定性研究方法。本研究的结论是,在马太福音28:19 -21的文本描述中,对使命的解释必须全面理解,并寻求在不离开多样性关节的情况下将使命置于语境中。【摘要】彭丽田在孟加基的《康赛密斯》一书中对密斯进行了重新诠释。【马太福音28:19-21】主说:“主说:‘主说:‘主说:‘主说:‘主说:‘主说:‘主说:’”。Penelitian ini diharapkan成员pemahaman社会技术dalam kemajemukan kepaada gereja danang peraya agar memiliki tanggung jawab dalam misi namun perlu mengkaji ulang konsep misi di ruang公众。penpenensis menggunakan。Penelitian ini menypulkan bahwa interpretasi misi dalam uraian teks马太福音28:19-21 harus dipahami secara konberusaha untuk menempatkan misi secara kontekstual tanpa meninggalkan sendi keberagaman。
{"title":"Reinterpretasi Misi pada Ruang Publik Pluralisme: Analisis Matius 28:19-21","authors":"Jefrie Walean","doi":"10.52220/magnum.v3i1.134","DOIUrl":"https://doi.org/10.52220/magnum.v3i1.134","url":null,"abstract":" This study examines the concept of mission and reinterpretation of mission in the public sphere. This study aims to reinterpret the text of Matthew 28:19-21 in the public sphere and then position the missiological substance in a relevant way. This research is expected to provide socio-theological understanding in pluralism to churches and believers so that they have a responsibility in the mission but need to review the concept of mission in the public sphere. The author uses qualitative research. This study concludes that the interpretation of the mission in the description of the text of Matthew 28: 19-21 must be understood comprehensively and seeks to place the mission contextually without leaving the joints of diversity. AbstrakPenelitian ini mengkaji konsep misi dan reinterpretasi misi di ruang publik. Penelitian ini bertujuan mereinterpretasikan teks Matius 28:19-21 di ruang publik selanjutnya memosisikan substansi misiologis secara relevan. Penelitian ini diharapkan memberi pemahaman sosio-teologis dalam kemajemukan kepada gereja dan orang percaya agar memiliki tanggung jawab dalam misi namun perlu mengkaji ulang konsep misi di ruang publik. Penulis menggunakan penelitian kualitatif. Penelitian ini menyimpulkan bahwa interpretasi misi dalam uraian teks Matius 28: 19-21 harus dipahami secara komprehensif dan berusaha untuk menempatkan misi secara kontekstual tanpa meninggalkan sendi-sendi keberagaman. ","PeriodicalId":233729,"journal":{"name":"MAGNUM OPUS: Jurnal Teologi dan Kepemimpinan Kristen","volume":"8 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-12-28","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"121127541","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2021-12-28DOI: 10.52220/magnum.v3i1.140
Totok Suprijadi
The church leadership in the XXI century, or this third millennium, requires the ability of leaders who can deal with rapid changes in society and the world. Likewise, the church, as a light, is expected to enlighten the chaotic world of this century. The values of the Kingdom of God that are displayed through the reflection of spiritual leadership are expected to color the condition of the world. The church as an agent of salt and light in the world will be the solution and answer for the world community to fill the empty part of their soul. The world is heading for great change, and the Church is amid this world. By using descriptive qualitative methods and a literature study approach, it is found that church leaders amid the conditions of the 21st-century world community display biblical principles. In fact, which remains consistent based on the values that come from the Logos/Word in dealing with philosophical/values that are built on human arrogance. Because the expected leader of the Church is of lasting value and impact. The principles of this leadership are to shepherd, not by force, not to seek profit, to be an example, to humble oneself to one another, to humble oneself under the hand of God, to surrender all worries to God, to be aware and watchful of the opponent, namely the devil, and resist the devil with firm faith. AbstrakKepemimpinan Gereja abad XXI, atau milenium ketiga ini, membutuhkan kemampuan pemimpin yang dapat menghadapi perubahan cepat dalam masyarakat dan dunia. Demikian halnya juga dengan gereja, sebagai terang, diharapkan memberi pencerahan bagi karut-marutnya dunia abad ini. Nilai-nilai Kerajaan Allah yang ditampilkan melalui refleksi kepemimpinan rohani diharapkan mewarnai kondisi dunia. Gereja sebagai agen garam dan terang dunia akan menjadi solusi dan jawaban bagi masyarakat dunia untuk mengisi bagian dari jiwanya yang kosong. Dunia sedang menuju perubahan besar, dan Gereja ada di tengah-tengah dunia ini. Dengan menggunakan metode kualitatif deskritif dan pendekatan studi literatur didapatkan bahwa kepemimpinan gereja di tengah kondisi masyarakat dunia abad ke-21 menampilkan prinsip-prinsip alkitabiah, yang tetap konsisten berdasarkan nilai-nilai yang bersumber dari Sang Logos/Firman di dalam menghadapi nilai-nilai/filosofis yang dibangun di atas keangkuhan manusia. Sebab kepemimpi-nan Gereja yang seperti apa yang diharapkan, adalah yang bernilai abadi serta berdampak. Adapun yang menjadi prinsip dari kepemimpinan tersebut adalah: menggembalakan, tidak dengan paksa, tidak mau mencari keuntungan, menjadi teladan, merendahkan diri seorang terha-dap yang lain, merendahkan diri di bawah tangan Tuhan, menyerahkan segala kekuatiran kepada Tuhan, sadar dan berjaga-jaga terhadap lawan, yaitu iblis, dan melawan iblis dengan iman yang teguh.
21世纪或第三个千年的教会领导,需要有能力应对社会和世界的快速变化的领袖。同样,教会作为一道光,被期望照亮这个世纪混乱的世界。通过精神领袖的反映所显示的上帝王国的价值,预计将为世界的状况增添色彩。教会作为世界上盐和光的代理人,将是世界社区填补他们灵魂空虚部分的解决方案和答案。世界正在发生巨大的变化,而教会就在这个世界之中。通过描述性定性方法和文献研究法,我们发现在21世纪世界社会的条件下,教会领袖表现出圣经原则。事实上,在处理建立在人类傲慢之上的哲学/价值观时,基于来自逻各斯/话语的价值观保持一致。因为教会期望的领袖具有持久的价值和影响。这种领导的原则是牧养,不强求,不求利,要以身作则,彼此谦卑,谦卑自己在神的手下,把一切的忧虑交给神,警惕敌人,就是魔鬼,以坚定的信心抵挡魔鬼。[摘要][footnoter.com] [footnoter.com] [footnoter.com]; [footnoter.com] [footnoter.com]; [footnoter.com]; [footnoter.com]Demikian halnya juga dengan gereja, sebagai terang, diharapkan成员,penerahan bagi karut-marutnya dunia abad ini。Nilai-nilai Kerajaan Allah yang ditampilkan melalui refleksi kepemimpinan rohani diharapkan mewarnai kondisi dunii。Gereja sebagai agen garam dan terang dunii akan menjadi solusi danjawaban bagi masyarakat dunii untuk mengisi bagian dari jiwanya yang kosong。这是我的梦想,我的梦想,我的梦想。邓安menggunakan方法定性分析,文献didapatkan bahwa kepemimpinan gereja di tengah kondisi masyarakat dunia abad ke-21 menampilkan prinsip-prinsip alkitabiah, yang tetap一致性berdasarkan nilai-nilai yang bersumber dari Sang Logos/Firman di dalam menghadapi nilai-nilai/filosofis yang dibangun di ata keangkuhan手稿。Sebab kepemimpi-nan Gereja yang sepperti apa yang diharapkan, adalah yang bernilai abadi serta berdampak。Adapun yang menjadi prinsip dari kepemimpinan tersealah: menggembalakan, tidak dengan paksa, tidak mau menmenari keuntungan, menjadi teladan, merendahkan diri seorang -dap yang lain, merendahkan diri di bawah tangan Tuhan, menerahkan segala kekuatiran kepada Tuhan, sadar dan berjaga-jaga terhadap lawan, yititiblis, dan melawan iblis dengan iblis dengan man yang teguh。
{"title":"Kepemimpinan Gereja yang Berdampak dalam Menghadapi Persoalan Masyarakat Abad XXI","authors":"Totok Suprijadi","doi":"10.52220/magnum.v3i1.140","DOIUrl":"https://doi.org/10.52220/magnum.v3i1.140","url":null,"abstract":"The church leadership in the XXI century, or this third millennium, requires the ability of leaders who can deal with rapid changes in society and the world. Likewise, the church, as a light, is expected to enlighten the chaotic world of this century. The values of the Kingdom of God that are displayed through the reflection of spiritual leadership are expected to color the condition of the world. The church as an agent of salt and light in the world will be the solution and answer for the world community to fill the empty part of their soul. The world is heading for great change, and the Church is amid this world. By using descriptive qualitative methods and a literature study approach, it is found that church leaders amid the conditions of the 21st-century world community display biblical principles. In fact, which remains consistent based on the values that come from the Logos/Word in dealing with philosophical/values that are built on human arrogance. Because the expected leader of the Church is of lasting value and impact. The principles of this leadership are to shepherd, not by force, not to seek profit, to be an example, to humble oneself to one another, to humble oneself under the hand of God, to surrender all worries to God, to be aware and watchful of the opponent, namely the devil, and resist the devil with firm faith. AbstrakKepemimpinan Gereja abad XXI, atau milenium ketiga ini, membutuhkan kemampuan pemimpin yang dapat menghadapi perubahan cepat dalam masyarakat dan dunia. Demikian halnya juga dengan gereja, sebagai terang, diharapkan memberi pencerahan bagi karut-marutnya dunia abad ini. Nilai-nilai Kerajaan Allah yang ditampilkan melalui refleksi kepemimpinan rohani diharapkan mewarnai kondisi dunia. Gereja sebagai agen garam dan terang dunia akan menjadi solusi dan jawaban bagi masyarakat dunia untuk mengisi bagian dari jiwanya yang kosong. Dunia sedang menuju perubahan besar, dan Gereja ada di tengah-tengah dunia ini. Dengan menggunakan metode kualitatif deskritif dan pendekatan studi literatur didapatkan bahwa kepemimpinan gereja di tengah kondisi masyarakat dunia abad ke-21 menampilkan prinsip-prinsip alkitabiah, yang tetap konsisten berdasarkan nilai-nilai yang bersumber dari Sang Logos/Firman di dalam menghadapi nilai-nilai/filosofis yang dibangun di atas keangkuhan manusia. Sebab kepemimpi-nan Gereja yang seperti apa yang diharapkan, adalah yang bernilai abadi serta berdampak. Adapun yang menjadi prinsip dari kepemimpinan tersebut adalah: menggembalakan, tidak dengan paksa, tidak mau mencari keuntungan, menjadi teladan, merendahkan diri seorang terha-dap yang lain, merendahkan diri di bawah tangan Tuhan, menyerahkan segala kekuatiran kepada Tuhan, sadar dan berjaga-jaga terhadap lawan, yaitu iblis, dan melawan iblis dengan iman yang teguh. ","PeriodicalId":233729,"journal":{"name":"MAGNUM OPUS: Jurnal Teologi dan Kepemimpinan Kristen","volume":"61 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-12-28","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"114675458","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}