Penelitian ini mengkaji tentang perlindungan hukum bagi pihak pembeli yang telah membeli tanah dari pihak penjual, yang menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku jual beli hak atas hanya dapat didaftarkan apabila akta peralihan hak karena jual beli tersebut dibuat oleh PPAT. Sedangkan di lapangan, masih banyak jual beli tanah yang dilakukan secara di bawah tangan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis kekuatan hukum akta jual beli tanah yang dibuat di bawah tangan, mengetahui dan menganalisis bentuk perlindungan hukum terhadap pembeli dalam jual beli tanah yang dilakukan secara di bawah tangan, dan untuk mengetahui dan menganalisia pertimbangan hakim tentang jual beli tanah dengan akta di bawah tangan dalam Putusan Nomor 18/Pdt.G/2019/PN Grt. Metode pendekatan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah penelitian normatif , spesifikasi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analitis, dengan menggunakan sumber data sekunder, yang diperoleh dari penelitian kepustakaan (library research), setelah data terkumpul akan dianalisis dan disistematisasikan secara kualitatif. Hasil penelitian ini adalah: Akta di bawah tangan pada perjanjian jual beli atas tanah dengan sertipikat memperoleh kekuatan pembuktian yang sama dengan suatu akta otentik. Apabila dianalisis dengan teori perlindungan hukum yang dikemukakan oleh Satjipto Raharjo, maka meskipun jual beli tersebut dilakukan secara dibawah tangan, hal tersebut tidak dapat menjadi penyebab atau suatu permasalahan bagi pembeli, khususnya dalam kepemilikan hak atas tanah yang diperoleh dari jual beli tersebut. Namun perjanjian ini tidak dapat digunakan untuk mengubah data kepemilikan tanah. Majelis hakim mempertimbangkan asas perlindungan hukum bagi penggugat guna mendapatkan kepastian hukum atas tanah dan bangunan rumah yang penggugat beli dari tergugat. Hal tersebut juga dikarenakan penggugat mampu membuktikan semua dalil gugatannya dengan mengajukan surat-surat bukti yang diberi tanda P-1 sampai dengan P-5, dan 2 (dua) orang saksi yang telah memberikan keterangan dibawah sumpah, serta telah pula dilakukan Pemeriksaan Setempat pada tanggal 10 Nopemer 2015, untuk melihat objek sengketa, sehingga dengan berbagai pertimbangan akhirnya majelis hakim mengabulkan sebagian gugatan penggugat. Kata Kunci : akta, di bawah tangah, jual beli, perlindungan hukum, tanah.
{"title":"PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEMBELI DALAM JUAL BELI TANAH DENGAN AKTA DIBAWAH TANGAN","authors":"Melty Shabrinna Putriyadi, Yulies Tiena Masriani","doi":"10.56444/nlr.v3i2.3406","DOIUrl":"https://doi.org/10.56444/nlr.v3i2.3406","url":null,"abstract":"Penelitian ini mengkaji tentang perlindungan hukum bagi pihak pembeli yang telah membeli tanah dari pihak penjual, yang menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku jual beli hak atas hanya dapat didaftarkan apabila akta peralihan hak karena jual beli tersebut dibuat oleh PPAT. Sedangkan di lapangan, masih banyak jual beli tanah yang dilakukan secara di bawah tangan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis kekuatan hukum akta jual beli tanah yang dibuat di bawah tangan, mengetahui dan menganalisis bentuk perlindungan hukum terhadap pembeli dalam jual beli tanah yang dilakukan secara di bawah tangan, dan untuk mengetahui dan menganalisia pertimbangan hakim tentang jual beli tanah dengan akta di bawah tangan dalam Putusan Nomor 18/Pdt.G/2019/PN Grt. Metode pendekatan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah penelitian normatif , spesifikasi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analitis, dengan menggunakan sumber data sekunder, yang diperoleh dari penelitian kepustakaan (library research), setelah data terkumpul akan dianalisis dan disistematisasikan secara kualitatif. Hasil penelitian ini adalah: Akta di bawah tangan pada perjanjian jual beli atas tanah dengan sertipikat memperoleh kekuatan pembuktian yang sama dengan suatu akta otentik. Apabila dianalisis dengan teori perlindungan hukum yang dikemukakan oleh Satjipto Raharjo, maka meskipun jual beli tersebut dilakukan secara dibawah tangan, hal tersebut tidak dapat menjadi penyebab atau suatu permasalahan bagi pembeli, khususnya dalam kepemilikan hak atas tanah yang diperoleh dari jual beli tersebut. Namun perjanjian ini tidak dapat digunakan untuk mengubah data kepemilikan tanah. Majelis hakim mempertimbangkan asas perlindungan hukum bagi penggugat guna mendapatkan kepastian hukum atas tanah dan bangunan rumah yang penggugat beli dari tergugat. Hal tersebut juga dikarenakan penggugat mampu membuktikan semua dalil gugatannya dengan mengajukan surat-surat bukti yang diberi tanda P-1 sampai dengan P-5, dan 2 (dua) orang saksi yang telah memberikan keterangan dibawah sumpah, serta telah pula dilakukan Pemeriksaan Setempat pada tanggal 10 Nopemer 2015, untuk melihat objek sengketa, sehingga dengan berbagai pertimbangan akhirnya majelis hakim mengabulkan sebagian gugatan penggugat. Kata Kunci : akta, di bawah tangah, jual beli, perlindungan hukum, tanah.","PeriodicalId":247250,"journal":{"name":"Notary Law Research","volume":"94 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-11-08","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"116038854","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Rumah merupakan kebutuhan pokok manusia, karena rumah tidak hanya untuk tempat tinggal tetapi juga sebagai tempat untuk beraktivitas dalam kehidupan sehari – hari. Memiliki rumah dianggap sebagai ukuran kehidupan yang layak. Pembelian rumah dapat dilakukan dengan tunai, KPR, maupun over credit. Banyak masyarakat yang masih awam dengan sistem over credit sehingga tak jarang mereka melakukan system over credit secara di bawah tangan yang mengakibatkan kerugian bagi pembelinya. Perumusan masalah: 1) Bagaimana perlindungan hukum bagi pembeli akibat wanprestasi penjual dalam perjanjian jual beli KPR di bawah tangan? 2) Bagaimana pertimbangan hakim atas perlindungan hukum bagi pembeli akibat wanprestasi penjual dalam perjanjian jual beli KPR di bawah tangan? 3) bagaimana perlindungan hukum yang seharusnya bagi pembeli atas wanprestasi penjual dalam perjanjian jual beli rumah KPR di bawah tangan. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normative, spesifikasi penelitian yang digunakan bersifat deskriptif analitis, sumber dan jenis data adalah data sekunder, metode pengumpulan data berupa studi pustaka, metode analisis data secara kualitatif. Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa 1) Perlindungan hukum bagi wanprestasi penjual dalam perjanjian jual beli KPR di bawah tangan sehingga perlindungan hukum didapatkan dari putusan pengadilan 2) Pertimbangan hakim dalam kasus ini diputus secara verstek karena penjual tidak diketahui keberadaannya dan meminta Bank BTN dan Kantor Pertanahan Cirebon untuk membantu pembeli dalam membalik nama hak kepemilikan tanah 3) Perlindungan hukum yang seharusnya bagi pembeli atas wanprestasi penjual adalah mendaftarkan akta perjanjian jual beli dibawah tangan di hadapan Notaris sehingga Notaris melalui saksi – saksi lingkungan seperti tetangga, ketua RT, ketua RW dan Lurah dapat mensahkan perjanjian jual beli tersebut. Kata Kunci : wanprestasi, penjual, over credit, KPR, perlindungan hukum
{"title":"PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMBELI AKIBAT WANPRESTASI PENJUAL DALAM JUAL BELI RUMAH KPR DI BAWAH TANGAN (STUDI KASUS PUTUSAN PN CIREBON NO 30/Pdt.G/2016/PN.Cbn)","authors":"Ruth Swastiningrum, Sigit Irianto","doi":"10.56444/nlr.v3i2.3407","DOIUrl":"https://doi.org/10.56444/nlr.v3i2.3407","url":null,"abstract":"Rumah merupakan kebutuhan pokok manusia, karena rumah tidak hanya untuk tempat tinggal tetapi juga sebagai tempat untuk beraktivitas dalam kehidupan sehari – hari. Memiliki rumah dianggap sebagai ukuran kehidupan yang layak. Pembelian rumah dapat dilakukan dengan tunai, KPR, maupun over credit. Banyak masyarakat yang masih awam dengan sistem over credit sehingga tak jarang mereka melakukan system over credit secara di bawah tangan yang mengakibatkan kerugian bagi pembelinya. Perumusan masalah: 1) Bagaimana perlindungan hukum bagi pembeli akibat wanprestasi penjual dalam perjanjian jual beli KPR di bawah tangan? 2) Bagaimana pertimbangan hakim atas perlindungan hukum bagi pembeli akibat wanprestasi penjual dalam perjanjian jual beli KPR di bawah tangan? 3) bagaimana perlindungan hukum yang seharusnya bagi pembeli atas wanprestasi penjual dalam perjanjian jual beli rumah KPR di bawah tangan. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normative, spesifikasi penelitian yang digunakan bersifat deskriptif analitis, sumber dan jenis data adalah data sekunder, metode pengumpulan data berupa studi pustaka, metode analisis data secara kualitatif. Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa 1) Perlindungan hukum bagi wanprestasi penjual dalam perjanjian jual beli KPR di bawah tangan sehingga perlindungan hukum didapatkan dari putusan pengadilan 2) Pertimbangan hakim dalam kasus ini diputus secara verstek karena penjual tidak diketahui keberadaannya dan meminta Bank BTN dan Kantor Pertanahan Cirebon untuk membantu pembeli dalam membalik nama hak kepemilikan tanah 3) Perlindungan hukum yang seharusnya bagi pembeli atas wanprestasi penjual adalah mendaftarkan akta perjanjian jual beli dibawah tangan di hadapan Notaris sehingga Notaris melalui saksi – saksi lingkungan seperti tetangga, ketua RT, ketua RW dan Lurah dapat mensahkan perjanjian jual beli tersebut. Kata Kunci : wanprestasi, penjual, over credit, KPR, perlindungan hukum","PeriodicalId":247250,"journal":{"name":"Notary Law Research","volume":"48 4","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-11-08","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"120923859","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pada tahun 2020 Dunia terdampak pandemi Covid-19 yang mempengaruhi perkembangan ekonomi dunia dan Indonesia, akibat perkonomian dunian dan Indonesia tergangu banyakany Usaha baik perorangan maupun usaha yang berbentuk Perseroan mengalami kesulitan dalam menjalankan roda bisnisnya, sehingga berdampak kepada pemasukan perusahaan itu sendiri, Dalam keandaan Covid-19 ditahun 2020 kebanyakan perusahan yang kesulatan untuk mengembalikan atau membayar pinjaman kepada sipeminjam sehingga kondisi ini semakin memperburuk keadaan ekonomi usaha tersebut yang mana keadaan ini akan membuat kreditor khawatir terhadapa pinjamannya kepada debitor sehingga memaksa kreditor untuk melakukan tagihan dengan membuatat gugata Pailit terhadap debitor tersebut agar pinjaman kreditor kepada debitor dapat segera dikembalikan, dalam Kepailitan dikenal ada 3 (tiga) Jenis Kreditor, Kreditor Separatis, Kreditor Preferen, dan Kreditor Konkuren. Dalam Golongan Kreditor tersebut terdapat Golongan Kreditor Separatis yang mana Kreditor tersebut mempunyai Hak Istimewah untuk mengeksekusi sendiri jaminannya. Permasalahan yang diteliti adalah tentang bagaimana jika terhadap kreditor separatis pemegang Hak Tanggungan dalam mengeksekusi sendiri, terdapat kelebihan hasil dari penjualan tersebut yang tagihannya didaftarkan kepada Kurator, serta bagaimana bentuk aksekusi dari kelebihan tersebut. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis empiris dengan spesifikasi penelitian bersifat deskriptif analitis. Pengumpulan data melalui studi kepustakaan, sedangkan analisis data dilakukan dengan metode kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bagaimana tanggung jawab debitor separatis terhadap kelebihan hasil penjualan aset yang mana penelitian ini mengambil kajian dari Putusan Kasasi Nomor : 23 K/Pdt.Sus-Pailit/2021: Pertama, Kreditor separatis berhak mengambil semua hasil penjualan asetnya sesuai dengan hutang debitor, asalkan Kreditor separatis tidak membagi tagihannya kepada kurato dengan 2 (dua) sifat , Separatis dan Konkuren dalam permasalahan ini debitor membagi tagihannya menjadi 2 (dua) sehinggan yang berhak diambil hanya sejumlah tagihan yang didaftarkan dengan sifat Separatis dan sisanya dikembalikan, debitor masih dapat menagihkan kekurangnya dengan sifat Konkuren. Kedua, Analisis Terhadap Putusan Nomor 23 K/Pdt.Sus-Pailit/2021 dalam hal ini majelis Hakim Telah tepat memberikan Putusan karena Kreditor telah salah mengartikan bentuk Tagihan yang didaftrakan. Ketiga, Proses Eksekusi terhadap kelebihan tagihan dapat dilakukan dengan 2 cara Tergugat dengan sukarela menyerahkan kelebihan sesuai dengan putusan Pengadilan dan melalui Eksekusi Pengadilan. Kata Kunci : Debitor, Golongan Debitor, Eksekusi.
{"title":"TANGGUNG JAWAB KREDITOR SEPARATIS PEMEGANG HAK TANGGUNGAN TERHADAP KELEBIHAN PENJUALAN ASET PASCA KEPAILITAN (STUDI KASUS PUTUSAN GUGATAN LAIN LAIN NOMOR : 23 K/Pdt.sus-Pailit/2021)","authors":"M. Sangkut, Sri Mulyani","doi":"10.56444/nlr.v3i2.3405","DOIUrl":"https://doi.org/10.56444/nlr.v3i2.3405","url":null,"abstract":"Pada tahun 2020 Dunia terdampak pandemi Covid-19 yang mempengaruhi perkembangan ekonomi dunia dan Indonesia, akibat perkonomian dunian dan Indonesia tergangu banyakany Usaha baik perorangan maupun usaha yang berbentuk Perseroan mengalami kesulitan dalam menjalankan roda bisnisnya, sehingga berdampak kepada pemasukan perusahaan itu sendiri, Dalam keandaan Covid-19 ditahun 2020 kebanyakan perusahan yang kesulatan untuk mengembalikan atau membayar pinjaman kepada sipeminjam sehingga kondisi ini semakin memperburuk keadaan ekonomi usaha tersebut yang mana keadaan ini akan membuat kreditor khawatir terhadapa pinjamannya kepada debitor sehingga memaksa kreditor untuk melakukan tagihan dengan membuatat gugata Pailit terhadap debitor tersebut agar pinjaman kreditor kepada debitor dapat segera dikembalikan, dalam Kepailitan dikenal ada 3 (tiga) Jenis Kreditor, Kreditor Separatis, Kreditor Preferen, dan Kreditor Konkuren. Dalam Golongan Kreditor tersebut terdapat Golongan Kreditor Separatis yang mana Kreditor tersebut mempunyai Hak Istimewah untuk mengeksekusi sendiri jaminannya. Permasalahan yang diteliti adalah tentang bagaimana jika terhadap kreditor separatis pemegang Hak Tanggungan dalam mengeksekusi sendiri, terdapat kelebihan hasil dari penjualan tersebut yang tagihannya didaftarkan kepada Kurator, serta bagaimana bentuk aksekusi dari kelebihan tersebut. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis empiris dengan spesifikasi penelitian bersifat deskriptif analitis. Pengumpulan data melalui studi kepustakaan, sedangkan analisis data dilakukan dengan metode kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bagaimana tanggung jawab debitor separatis terhadap kelebihan hasil penjualan aset yang mana penelitian ini mengambil kajian dari Putusan Kasasi Nomor : 23 K/Pdt.Sus-Pailit/2021: Pertama, Kreditor separatis berhak mengambil semua hasil penjualan asetnya sesuai dengan hutang debitor, asalkan Kreditor separatis tidak membagi tagihannya kepada kurato dengan 2 (dua) sifat , Separatis dan Konkuren dalam permasalahan ini debitor membagi tagihannya menjadi 2 (dua) sehinggan yang berhak diambil hanya sejumlah tagihan yang didaftarkan dengan sifat Separatis dan sisanya dikembalikan, debitor masih dapat menagihkan kekurangnya dengan sifat Konkuren. Kedua, Analisis Terhadap Putusan Nomor 23 K/Pdt.Sus-Pailit/2021 dalam hal ini majelis Hakim Telah tepat memberikan Putusan karena Kreditor telah salah mengartikan bentuk Tagihan yang didaftrakan. Ketiga, Proses Eksekusi terhadap kelebihan tagihan dapat dilakukan dengan 2 cara Tergugat dengan sukarela menyerahkan kelebihan sesuai dengan putusan Pengadilan dan melalui Eksekusi Pengadilan. Kata Kunci : Debitor, Golongan Debitor, Eksekusi.","PeriodicalId":247250,"journal":{"name":"Notary Law Research","volume":"14 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-11-08","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"116246702","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Akta iautentik merupakan suatuialat bukti yang memiliki peran sangat penting dalam setiap hubungan ihukum idi masyarakat. Sesorang yang berwenang dalamipembuatan akta iautentik adalah pejabat umum, pejabat umum disinii bisa iPPAT/ Notaris atau pejabat lain yang imempunyai wewenang sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Akta dariiPPAT/ Notaris yang isudah cacat hukum karena kelalaianimaupun unsur kesengajaan olehiPPAT/ Notaris itu sendiri, maka PPAT/ Notaris harus bertanggungjawab secara imoral maupun secara hukum. Bila ipenyebab ipermasalahan itimbul iakibat kelalaian ibaik sengaja maupun itidak isengaja idari iPPAT imaka, iberakibat iakta tersebut mempunyai kekuatan ipembuktian isebagai iakta idibawah tangan, iatau menjadi batal demi hukum, iyang mana idapat menjadi ialasan bagi ipihak yang imenderita kerugian menuntut ipenggantian ikepada iPPAT. Metode ipendekatan dalam ipenelitian ini iadalah yuridis inormatif. Spesifikasi penelitian dalam ipenelitian ini iadalah deskriptif analisis. Hasil penelitian dan pembahasan dalam penelitian ini adalah dalam pembuatan akta PPAT/ Notaris wajib memeriksa kebenaran atas identitas diri dari masing-masing penghadap, agar nantinya dapat mencegah timbulnya permasalahan hukum terhadap akta autentik yang dibuatnya di kemudian hari. Kemudian akibat hukum akta jual beli tanah yang sudah dibuat oleh PPAT dengan identitas diri palsu para penghadap, di dalam Pasal 1320 ayat (4) dan Pasal 1335 KUHPerdata yaitu perjanjian yang dibuat berdasarkan sebab yang palsu adalah batal demi hukum dan akta yang dibuat tersebut kekuatan pembuktiannya menjadi terdegradasi dari akta autentik menjadi akta dibawah tangan, akan tetapi tentang masalah kebenaran formal dalam kepala dan penutup akta tersebut tetap mengikat untuk para pihak yang membuatnya. Kata Kunci : PPAT/ Notaris, Akta jual beli tanah, identitas diri palsu
{"title":"AKIBAT HUKUM AKTA JUAL BELI TANAH YANG DIBUAT OLEH PPAT DENGAN IDENTITAS DIRI PALSU PARA PENGHADAP","authors":"Wiharjo Wiharjo, Johan Erwin Isharyanto","doi":"10.56444/nlr.v3i2.3408","DOIUrl":"https://doi.org/10.56444/nlr.v3i2.3408","url":null,"abstract":"Akta iautentik merupakan suatuialat bukti yang memiliki peran sangat penting dalam setiap hubungan ihukum idi masyarakat. Sesorang yang berwenang dalamipembuatan akta iautentik adalah pejabat umum, pejabat umum disinii bisa iPPAT/ Notaris atau pejabat lain yang imempunyai wewenang sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Akta dariiPPAT/ Notaris yang isudah cacat hukum karena kelalaianimaupun unsur kesengajaan olehiPPAT/ Notaris itu sendiri, maka PPAT/ Notaris harus bertanggungjawab secara imoral maupun secara hukum. Bila ipenyebab ipermasalahan itimbul iakibat kelalaian ibaik sengaja maupun itidak isengaja idari iPPAT imaka, iberakibat iakta tersebut mempunyai kekuatan ipembuktian isebagai iakta idibawah tangan, iatau menjadi batal demi hukum, iyang mana idapat menjadi ialasan bagi ipihak yang imenderita kerugian menuntut ipenggantian ikepada iPPAT. Metode ipendekatan dalam ipenelitian ini iadalah yuridis inormatif. Spesifikasi penelitian dalam ipenelitian ini iadalah deskriptif analisis. Hasil penelitian dan pembahasan dalam penelitian ini adalah dalam pembuatan akta PPAT/ Notaris wajib memeriksa kebenaran atas identitas diri dari masing-masing penghadap, agar nantinya dapat mencegah timbulnya permasalahan hukum terhadap akta autentik yang dibuatnya di kemudian hari. Kemudian akibat hukum akta jual beli tanah yang sudah dibuat oleh PPAT dengan identitas diri palsu para penghadap, di dalam Pasal 1320 ayat (4) dan Pasal 1335 KUHPerdata yaitu perjanjian yang dibuat berdasarkan sebab yang palsu adalah batal demi hukum dan akta yang dibuat tersebut kekuatan pembuktiannya menjadi terdegradasi dari akta autentik menjadi akta dibawah tangan, akan tetapi tentang masalah kebenaran formal dalam kepala dan penutup akta tersebut tetap mengikat untuk para pihak yang membuatnya. Kata Kunci : PPAT/ Notaris, Akta jual beli tanah, identitas diri palsu","PeriodicalId":247250,"journal":{"name":"Notary Law Research","volume":"55 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-11-08","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"122407540","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Akta otentik adalah akta yang dibuat oleh dan/atau dihadapan pejabat yang berwenang dalam hal ini Notaris. Akta otentik berfungsi untuk memberikan kepastian hukum kepada para penghadap dan perlindungan hukum bagi pihak yang berkepentingan dalam pembuatan akta tersebut. Bagi para penghadap yang membuat akta tersebut dapat meminta salinan akta dari Notaris yang membuat akta. Pembuatan salinan akta harus berpedoman terhadap minuta aktanya. Salinan akta ada setelah minuta akta dibuat oleh Notaris, pengertian salinan akta yaitu salinan kata demi kata dari seluruh akta dan pada bagian bawah salinan akta tercantum frasa “diberikan sebagai SALINAN yang sama bunyinya”. Dalam salinan akta ada pernyataan Notaris dimulai dari awal akta dan akhir akta. Awal akta menerangkan bahwa para penghadap telah menghadap kepada Notaris dan di akhir akta ada keterangan mengenai minuta akta tersebut telah ditandatangani dengan sempurna dan salinan yang sama bunyinya.Bagaimana tanggung jawab Notaris pembuat minuta akta yang tidak lengkap terhadap salinan akta yang dikeluarkannya? Apakah minuta akta yang belum ditandatangani lengkap itu dapat disebut sebagai minuta akta? Bagaimana seharusnya sikap Notaris terhadap minuta akta yang tidak lengkap untuk tidak dikeluarkan salinan akta?Berdasarkan Putusan Nomor : 657/Pid.B/2015/PN Kis. menunjukkan bahwa terdapat Notaris telah mengeluarkan salinan akta, namun minuta akta dari salinan akta tersebut belum lengkap tanda tangan oleh para penghadap. Peneliti menganalisa bahwa akta yang belum mencantumkan tanda tangan para penghadap, saksi dan Notaris tidak dapat disebut sebagai minuta akta. Apabila Notaris tersebut telah mengeluarkan salinan akta, sedangkan tidak ada minuta akta karena akta tersebut belum lengkap tanda tangan para penghadap, maka Notaris tersebut dapat dikenakan sanksi berupa pertanggungjawaban hukum baik sanksi administrasi, sanksi perdata maupun sanksi pidana. Kata Kunci : Notaris, Tanggung Jawab, Minuta Akta, Salinan Akta.
{"title":"TANGGUNG JAWAB NOTARIS PEMBUAT MINUTA AKTA YANG TIDAK LENGKAP TERHADAP SALINAN AKTA YANG DIKELUARKAN","authors":"Adinda Nirantara, Liliana Tedjosaputro","doi":"10.56444/nlr.v3i2.3404","DOIUrl":"https://doi.org/10.56444/nlr.v3i2.3404","url":null,"abstract":"Akta otentik adalah akta yang dibuat oleh dan/atau dihadapan pejabat yang berwenang dalam hal ini Notaris. Akta otentik berfungsi untuk memberikan kepastian hukum kepada para penghadap dan perlindungan hukum bagi pihak yang berkepentingan dalam pembuatan akta tersebut. Bagi para penghadap yang membuat akta tersebut dapat meminta salinan akta dari Notaris yang membuat akta. Pembuatan salinan akta harus berpedoman terhadap minuta aktanya. Salinan akta ada setelah minuta akta dibuat oleh Notaris, pengertian salinan akta yaitu salinan kata demi kata dari seluruh akta dan pada bagian bawah salinan akta tercantum frasa “diberikan sebagai SALINAN yang sama bunyinya”. Dalam salinan akta ada pernyataan Notaris dimulai dari awal akta dan akhir akta. Awal akta menerangkan bahwa para penghadap telah menghadap kepada Notaris dan di akhir akta ada keterangan mengenai minuta akta tersebut telah ditandatangani dengan sempurna dan salinan yang sama bunyinya.Bagaimana tanggung jawab Notaris pembuat minuta akta yang tidak lengkap terhadap salinan akta yang dikeluarkannya? Apakah minuta akta yang belum ditandatangani lengkap itu dapat disebut sebagai minuta akta? Bagaimana seharusnya sikap Notaris terhadap minuta akta yang tidak lengkap untuk tidak dikeluarkan salinan akta?Berdasarkan Putusan Nomor : 657/Pid.B/2015/PN Kis. menunjukkan bahwa terdapat Notaris telah mengeluarkan salinan akta, namun minuta akta dari salinan akta tersebut belum lengkap tanda tangan oleh para penghadap. Peneliti menganalisa bahwa akta yang belum mencantumkan tanda tangan para penghadap, saksi dan Notaris tidak dapat disebut sebagai minuta akta. Apabila Notaris tersebut telah mengeluarkan salinan akta, sedangkan tidak ada minuta akta karena akta tersebut belum lengkap tanda tangan para penghadap, maka Notaris tersebut dapat dikenakan sanksi berupa pertanggungjawaban hukum baik sanksi administrasi, sanksi perdata maupun sanksi pidana. Kata Kunci : Notaris, Tanggung Jawab, Minuta Akta, Salinan Akta.","PeriodicalId":247250,"journal":{"name":"Notary Law Research","volume":"1 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-11-08","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"129529317","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Tempat tinggal merupakan salah satu dari tiga kebutuhan pokok, yakni sandang yang merupakan kebutuhan akan sandangan/pakaian; pangan merupakan kebutuhan pokok manusia akan pemenuhan makanan; dan papan meupakan kebutuhan pokok manusia dalam bentuk tempat tinggal/tempat bernaung. Tempat tinggal atau dapat pula dikatakan sebagai hunian ada banyak jenis macamnya. Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) merupakan kredit dari bank untuk membayar sebuah bangunan rumah tinggal untuk dimiliki. Jaminan yang diberikan debitur berupa rumah dan tanah yang dibeli dengan fasilitas kredit bank.Rumusan masalah: 1) Bagaimana kriteria pemberian KPR bersubsidi?; 2) Bagaimana tata cara pelaksanaan pemberian KPR bersubsidi?; dan 3) Apa sajakah kendala-kendala yang dihadapi dan akibat hukum dalam pelaksanaan Perjanjian KPR bersubsidi di PT. Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk?. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji lebih dalam mengenai kriteria pemberian KPR bersubsidi, tata cara pelaksanaan pemberian KPR bersubsidi dan kendala-kendala yang dihadapi dan akibat hukum dalam pelaksanaannya. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif. Spesifikasi penelitiannya secara deskriptif analitis, jenis datanya berupa data primer dan data sekunder, lalu teknik pengumpulan data diperoleh melalui studi lapangan dan studi kepustakaan. Hasil dari penelitian didapat kendala- kendala yang dialami dari pihak bank adalah ketidak jujuran calon nasabah dalam memberikan informasi dan dari pihak calon nasabah ditolaknya permohonan pada saat pengajuan KPR, sedangkan dari pihak Notaris kendala terletak pada kekurang telitian/kekurang hati-hatian Notaris dalam melakukan pengecekan objek jaminan KPR dengan status HGB. Kata Kunci : Perjanjian, Kredit Pemilikan Rumah Bersubsidi, Bank
{"title":"ANALISA HUKUM PERJANJIAN KREDIT PEMILIKAN RUMAH (KPR) BERSUBSIDI DI PT. BANK TABUNGAN NEGARA (PERSERO), TBK., KANTOR CABANG SEMARANG","authors":"D. Setiawan, W. Wardani","doi":"10.56444/nlr.v3i1.3399","DOIUrl":"https://doi.org/10.56444/nlr.v3i1.3399","url":null,"abstract":"Tempat tinggal merupakan salah satu dari tiga kebutuhan pokok, yakni sandang yang merupakan kebutuhan akan sandangan/pakaian; pangan merupakan kebutuhan pokok manusia akan pemenuhan makanan; dan papan meupakan kebutuhan pokok manusia dalam bentuk tempat tinggal/tempat bernaung. Tempat tinggal atau dapat pula dikatakan sebagai hunian ada banyak jenis macamnya. Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) merupakan kredit dari bank untuk membayar sebuah bangunan rumah tinggal untuk dimiliki. Jaminan yang diberikan debitur berupa rumah dan tanah yang dibeli dengan fasilitas kredit bank.Rumusan masalah: 1) Bagaimana kriteria pemberian KPR bersubsidi?; 2) Bagaimana tata cara pelaksanaan pemberian KPR bersubsidi?; dan 3) Apa sajakah kendala-kendala yang dihadapi dan akibat hukum dalam pelaksanaan Perjanjian KPR bersubsidi di PT. Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk?. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji lebih dalam mengenai kriteria pemberian KPR bersubsidi, tata cara pelaksanaan pemberian KPR bersubsidi dan kendala-kendala yang dihadapi dan akibat hukum dalam pelaksanaannya. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif. Spesifikasi penelitiannya secara deskriptif analitis, jenis datanya berupa data primer dan data sekunder, lalu teknik pengumpulan data diperoleh melalui studi lapangan dan studi kepustakaan. Hasil dari penelitian didapat kendala- kendala yang dialami dari pihak bank adalah ketidak jujuran calon nasabah dalam memberikan informasi dan dari pihak calon nasabah ditolaknya permohonan pada saat pengajuan KPR, sedangkan dari pihak Notaris kendala terletak pada kekurang telitian/kekurang hati-hatian Notaris dalam melakukan pengecekan objek jaminan KPR dengan status HGB. Kata Kunci : Perjanjian, Kredit Pemilikan Rumah Bersubsidi, Bank","PeriodicalId":247250,"journal":{"name":"Notary Law Research","volume":"40 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-11-05","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"132534121","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007 memberikan hak-hak kepada pemegang saham minoritas agar pemegang saham mayoritas tidak menyalahgunakan kekuasaannya. Namun berdasarkan perhitungan pemegang saham, maka perlindungan hukum tersebut belum dapat berjalan, karena pemegang saham mayoritas yang tetap mendominasi perusahaan.Permasalahan: 1. Bagaimana perusahaan yang melakukan akuisisi untuk mewujudkan tercapai tata kelola perusahaan yang baik?; 2. Faktor-faktor apa yang menjadi penyebab perlindungan hukum tidak maksimal?; 3. Bagaimana penyelesaian sengketa dalam Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor 656/Pdt.G/2015/PN.Mdn tentang perlindungan hukum yang seharusnya dimiliki pemegang saham minoritas dalam akuisisi perseroan terbatas?.Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah yuridis normatif. Penelitian yuridis normatif adalah penelitian hukum yang meletakkan hukum sebagai sebuah bangunan sistem norma. Yang mencakup asas hukum, norma-norma hukum, dan aturan-aturan hukum baik tertulis maupun tidak tertulis. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hak-hak pemegang saham minoritas dan pengaturan tentang perlindungan hukum terhadap pemegang saham minoritas dalam akuisisi perseroan terbatas.Hasil penelitian: 1) Perusahaan mengakuisisi tetap dapat dalam menjalankan kewajibannya melalui tata kelola perusahaan yang baik yang optimal. Manfaat langsung yang dapat dirasakan perusahaan adalah meningkatnya produktifitas dan efisiensi usaha, meningkatnya kemampuan operasional perusahaan dan pertanggungjawaban kepada publik. 2). Faktor-faktor penyebab tidak maksimalnya perlindungan hukum untuk pemenuhan hak-hak pemegang saham minoritas dalam akuisisi perseroan terbatas secara umum sudah diatur dalam UUPT, tetapi terbatas menyampaikan pendapatnya berdasarkan kepemilikan saham minoritas. 3). penyelesaian sengketa dalam Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor 656/Pdt.G/2015/PN.Mdn. dikatakan bahwa ada tindakan tidak wajar yaitu bahwa pemegang saham mayoritas dan Notaris selaku Tergugat menuangkan keputusan rapat tanpa kehadiran pemegang saham minoritas. Kata Kunci: perlindungan hukum, pemegang saham minoritas, akuisisi, perseroan terbatas.
{"title":"PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEMEGANG SAHAM MINORITAS DALAM AKUISISI PERSEROAN TERBATAS","authors":"Lendy Widyaningrum, Sigit Irianto","doi":"10.56444/nlr.v3i1.3396","DOIUrl":"https://doi.org/10.56444/nlr.v3i1.3396","url":null,"abstract":"Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007 memberikan hak-hak kepada pemegang saham minoritas agar pemegang saham mayoritas tidak menyalahgunakan kekuasaannya. Namun berdasarkan perhitungan pemegang saham, maka perlindungan hukum tersebut belum dapat berjalan, karena pemegang saham mayoritas yang tetap mendominasi perusahaan.Permasalahan: 1. Bagaimana perusahaan yang melakukan akuisisi untuk mewujudkan tercapai tata kelola perusahaan yang baik?; 2. Faktor-faktor apa yang menjadi penyebab perlindungan hukum tidak maksimal?; 3. Bagaimana penyelesaian sengketa dalam Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor 656/Pdt.G/2015/PN.Mdn tentang perlindungan hukum yang seharusnya dimiliki pemegang saham minoritas dalam akuisisi perseroan terbatas?.Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah yuridis normatif. Penelitian yuridis normatif adalah penelitian hukum yang meletakkan hukum sebagai sebuah bangunan sistem norma. Yang mencakup asas hukum, norma-norma hukum, dan aturan-aturan hukum baik tertulis maupun tidak tertulis. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hak-hak pemegang saham minoritas dan pengaturan tentang perlindungan hukum terhadap pemegang saham minoritas dalam akuisisi perseroan terbatas.Hasil penelitian: 1) Perusahaan mengakuisisi tetap dapat dalam menjalankan kewajibannya melalui tata kelola perusahaan yang baik yang optimal. Manfaat langsung yang dapat dirasakan perusahaan adalah meningkatnya produktifitas dan efisiensi usaha, meningkatnya kemampuan operasional perusahaan dan pertanggungjawaban kepada publik. 2). Faktor-faktor penyebab tidak maksimalnya perlindungan hukum untuk pemenuhan hak-hak pemegang saham minoritas dalam akuisisi perseroan terbatas secara umum sudah diatur dalam UUPT, tetapi terbatas menyampaikan pendapatnya berdasarkan kepemilikan saham minoritas. 3). penyelesaian sengketa dalam Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor 656/Pdt.G/2015/PN.Mdn. dikatakan bahwa ada tindakan tidak wajar yaitu bahwa pemegang saham mayoritas dan Notaris selaku Tergugat menuangkan keputusan rapat tanpa kehadiran pemegang saham minoritas. Kata Kunci: perlindungan hukum, pemegang saham minoritas, akuisisi, perseroan terbatas.","PeriodicalId":247250,"journal":{"name":"Notary Law Research","volume":"59 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-11-05","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"126402228","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Gugatan sengketa tanah ini diajukan penggugat dikarenakan haknya merasa dilanggar oleh Para Tergugat, sebab Para Tergugat mempunyai itikad tidak baik untuk menguasai harta/ aset peninggalan Eyang Raden Sahid (Kanjeng Sunan Kalijaga), yang dikelola oleh Yayasan Sunan Kalijaga Kadilangu. Perumusan Masalah : 1) Bagaimana akibat penyelesaian sengketa tanah yayasan sunan kalijaga berdasarkan studi kasus Putusan Mahkamah Agung no. 3490 K/Pdt/2021? 2) Apakah faktor-faktor yang melatarbelakangi sengketa tanah Yayasan Sunan Kalijaga berdasarkan studi kasus Putusa Mahkamah Agung No. 3490 K/Pdt/2021? 3. Bagaimana pertimbangan hakim terhadap penyelesaian sengketa tanah yayasan sunan kalijaga berdasarkan studi kasus putusan mahkamah agung no. 3490 K/Pdt/2021? Tujuan penelitian : mengetahui dan menganalisis akibat dan pertimbangan hakim penyelesaian sengketa tanah ahli waris Sunan Kalijaga berdasarkan studi Kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor 3490/ Pdt/ 2021. Metode Penelitian, tipe penelitian : yuridis normatif; spesifikasi penelitian : deskriptif analitis; teknik analisis data : kualitatif ; teknik pengumpulan data : Penelitian Kepustakaan. Hasil penelitian & pembahasan : 1. akibat penyelesaian sengketa : bubarnya Yayasan Sunan Kalidjogo, dan pengalihan aset kembali kepada Yayasan Sunan Kalijaga. 2. Faktor-faktor yang melatarbelakangi sengketa : penyesuaian anggaran dasar terhadap perundang-undangan Yayasan yang baru; adanya unsur itikad tidak baik dari R. Agus Supriyanta, S.H. dkk dengan pendirian Yayasan baru; belum adanya pelaporan dan pendaftaran tanah wakaf dari Yayasan. 3. Pertimbangan hukum dari hakim memperhatikan bukti-bukti, kesaksian, peraturan perundang-undangan sehingga putusan awal hingga kasasi sama dan mengungatkan. Kata Kunci : Sengketa Tanah, Yayasan Sunan Kalijaga, Putusan MahkamahAgung
{"title":"Akibat Penyelesaian Sengketa Tanah Yayasan Sunan Kalijaga Berdasarkan Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung No. 3490 K/Pdt/2021","authors":"B. Nugroho, A. Kusumaningrum","doi":"10.56444/nlr.v3i1.3398","DOIUrl":"https://doi.org/10.56444/nlr.v3i1.3398","url":null,"abstract":"Gugatan sengketa tanah ini diajukan penggugat dikarenakan haknya merasa dilanggar oleh Para Tergugat, sebab Para Tergugat mempunyai itikad tidak baik untuk menguasai harta/ aset peninggalan Eyang Raden Sahid (Kanjeng Sunan Kalijaga), yang dikelola oleh Yayasan Sunan Kalijaga Kadilangu. Perumusan Masalah : 1) Bagaimana akibat penyelesaian sengketa tanah yayasan sunan kalijaga berdasarkan studi kasus Putusan Mahkamah Agung no. 3490 K/Pdt/2021? 2) Apakah faktor-faktor yang melatarbelakangi sengketa tanah Yayasan Sunan Kalijaga berdasarkan studi kasus Putusa Mahkamah Agung No. 3490 K/Pdt/2021? 3. Bagaimana pertimbangan hakim terhadap penyelesaian sengketa tanah yayasan sunan kalijaga berdasarkan studi kasus putusan mahkamah agung no. 3490 K/Pdt/2021? Tujuan penelitian : mengetahui dan menganalisis akibat dan pertimbangan hakim penyelesaian sengketa tanah ahli waris Sunan Kalijaga berdasarkan studi Kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor 3490/ Pdt/ 2021. Metode Penelitian, tipe penelitian : yuridis normatif; spesifikasi penelitian : deskriptif analitis; teknik analisis data : kualitatif ; teknik pengumpulan data : Penelitian Kepustakaan. Hasil penelitian & pembahasan : 1. akibat penyelesaian sengketa : bubarnya Yayasan Sunan Kalidjogo, dan pengalihan aset kembali kepada Yayasan Sunan Kalijaga. 2. Faktor-faktor yang melatarbelakangi sengketa : penyesuaian anggaran dasar terhadap perundang-undangan Yayasan yang baru; adanya unsur itikad tidak baik dari R. Agus Supriyanta, S.H. dkk dengan pendirian Yayasan baru; belum adanya pelaporan dan pendaftaran tanah wakaf dari Yayasan. 3. Pertimbangan hukum dari hakim memperhatikan bukti-bukti, kesaksian, peraturan perundang-undangan sehingga putusan awal hingga kasasi sama dan mengungatkan. Kata Kunci : Sengketa Tanah, Yayasan Sunan Kalijaga, Putusan MahkamahAgung","PeriodicalId":247250,"journal":{"name":"Notary Law Research","volume":"18 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-11-05","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"122772496","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Hukum adat mengatur tingkah laku masyararakat adat dalam berbagai bidang kehidupan. Hukum adat disebut hukum tidak tertulis (unstatuta law), sedangkan hukum kontinental sebagai hukum tertulis (statuta law).Mengenai pengertian hukum waris barat atau perdata atau disebut juga waris BW (Burgerlijk Wetboek),Dalam hal pewarisan, masyarakat suku Timor Amarasi mempunyai cara tersendiri dalam pembagian harta warisan. Biasanya harta warisan yang dibagi berupa bidang-bidang tanah dan hewan ternak yang ditinggalkan si pewaris.Penelitian ini adalah penelitian yuridis Empiris, pendekatan yang berdasarkan hukum yang berlaku dan berdasarkan kenyataan dalam praktek. Aspek yuridis dalam penelitian ini adalah Hukum Waris Adat.Aspek empirisnya adalah menekankan pada permasalahan yang diteliti berdasarkan kenyataan-kenyataan yang ada dan berkembang dalam masyarakat yang bersumber pada data primer. Hasil analisis disajikan secara deskriptif. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahuui kedudukan perempuan dalam pewarisan berdasarkan hukum waris adat Timor Amarasi.Hasil penelitian ini menunjukan pada kedudukan perempuan dalam pewarisan bahwa anak perempuan tidak berhak mewaris, tetapi dia bisa diberikan bagian oleh anak laki-laki. Perempuan bisa mendapatkan uang, perhiasan, ataupun hewan ternak, semuanya merupakan pemberian. Akan tetapi menyangkut harta berupa tanah, walaupun diberikan oleh anak laki-laki kepada anak perempuan, namun pemberian itu hanya sebatas untuk digunakan sesuai kebutuhannya. Tanah pemberian itu hak kepemilikannya bukanlah anak perempuan melainkan tetap kepemilikan anak laki-laki. Jadi tanah tersebut tidak bisa dijual oleh anak perempuan ataupun diambil alih oleh suami si anak perempuan tersebut. Maka dapat disimpulkan bahwa peggunaan di Desa Soba Kecamatan Amarasi yang menggunakan Adat Timor memiliki pembagian waris yang berbeda dengan hukum waris Perdata/Nasional. Dari pernyataan tersebut di atas, menunjukan bahwa anak perempuan sama sekali tidak memiliki hak sebagai ahli waris. Anak perempuan Timor Amarasi tidak dianggap sebagai ahli waris. Hanya anak laki-laki saja yang dianggap sebagai ahli waris yang berhak untuk menerima warisan peninggalan orangtua. Anak perempuan hanya mendapatkan bagian berdasarkan pemberian dari anak laki-laki yang tidak dapat dikatakan sebagai hak karena tidak dapat dituntut. Kata Kunci : Hukum Adat, Warisan, Hukum Waris BW, Hak Perempuan, AdatTiimor, Desa Soba, Amarasi.
{"title":"KEDUDUKAN ANAK PEREMPUAN DALAM PEMBAGIAN HARTA WARISAN BERDASARKAN HUKUM WARIS ADAT TIMOR AMARASI DI DESA SOBA KECAMATAN AMARASI BARAT KABUPATEN KUPANG","authors":"Delila Siki, Yulies Tiena Masriani","doi":"10.56444/nlr.v3i1.3395","DOIUrl":"https://doi.org/10.56444/nlr.v3i1.3395","url":null,"abstract":"Hukum adat mengatur tingkah laku masyararakat adat dalam berbagai bidang kehidupan. Hukum adat disebut hukum tidak tertulis (unstatuta law), sedangkan hukum kontinental sebagai hukum tertulis (statuta law).Mengenai pengertian hukum waris barat atau perdata atau disebut juga waris BW (Burgerlijk Wetboek),Dalam hal pewarisan, masyarakat suku Timor Amarasi mempunyai cara tersendiri dalam pembagian harta warisan. Biasanya harta warisan yang dibagi berupa bidang-bidang tanah dan hewan ternak yang ditinggalkan si pewaris.Penelitian ini adalah penelitian yuridis Empiris, pendekatan yang berdasarkan hukum yang berlaku dan berdasarkan kenyataan dalam praktek. Aspek yuridis dalam penelitian ini adalah Hukum Waris Adat.Aspek empirisnya adalah menekankan pada permasalahan yang diteliti berdasarkan kenyataan-kenyataan yang ada dan berkembang dalam masyarakat yang bersumber pada data primer. Hasil analisis disajikan secara deskriptif. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahuui kedudukan perempuan dalam pewarisan berdasarkan hukum waris adat Timor Amarasi.Hasil penelitian ini menunjukan pada kedudukan perempuan dalam pewarisan bahwa anak perempuan tidak berhak mewaris, tetapi dia bisa diberikan bagian oleh anak laki-laki. Perempuan bisa mendapatkan uang, perhiasan, ataupun hewan ternak, semuanya merupakan pemberian. Akan tetapi menyangkut harta berupa tanah, walaupun diberikan oleh anak laki-laki kepada anak perempuan, namun pemberian itu hanya sebatas untuk digunakan sesuai kebutuhannya. Tanah pemberian itu hak kepemilikannya bukanlah anak perempuan melainkan tetap kepemilikan anak laki-laki. Jadi tanah tersebut tidak bisa dijual oleh anak perempuan ataupun diambil alih oleh suami si anak perempuan tersebut. Maka dapat disimpulkan bahwa peggunaan di Desa Soba Kecamatan Amarasi yang menggunakan Adat Timor memiliki pembagian waris yang berbeda dengan hukum waris Perdata/Nasional. Dari pernyataan tersebut di atas, menunjukan bahwa anak perempuan sama sekali tidak memiliki hak sebagai ahli waris. Anak perempuan Timor Amarasi tidak dianggap sebagai ahli waris. Hanya anak laki-laki saja yang dianggap sebagai ahli waris yang berhak untuk menerima warisan peninggalan orangtua. Anak perempuan hanya mendapatkan bagian berdasarkan pemberian dari anak laki-laki yang tidak dapat dikatakan sebagai hak karena tidak dapat dituntut. Kata Kunci : Hukum Adat, Warisan, Hukum Waris BW, Hak Perempuan, AdatTiimor, Desa Soba, Amarasi.","PeriodicalId":247250,"journal":{"name":"Notary Law Research","volume":"52 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-11-05","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"132282677","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pertumbuhan penduduk Kota Semarang menyebabkan tumbuhnya kebutuhan perumahan yang menyebabkan terjadinya alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan perumahan. Sebagai perlindungan terhadap lahan pertanian pangan untuk menekan laju alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan non pertanian, diterbitkan Undang-undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan. Meskipun demikian tetap terjadi alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan pertanian dalam jumlah besar. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui problem yuridis dan implementasi UU No.4 Tahun 2009 beserta strategi yang dilakukan oleh Kantor Pertanahan Kota Semarang untuk menekan laju alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan non pertanian.Metode yang digunakan adalah yuridis empiris dengan spesifikasi penelitian deskriptif analitis, dengan sumber data primer dan sekuder yang diperoleh melalui wawancara dan studi kepustakaan. Implementasi UU No 41 Tahun 2009 belum berhasil diwujudkan secara optimal karena kurangnya dukungan data dan minimnya sikap proaktif yang memadai ke arah pengendalian alih fungsi lahan tersebut. Kendala lainnya adalah antara lain kendala koordinasi kebijakan, kendala pelaksanaan kebijakan, dan kendala konsistensi perencanaan. Kantor Pertanahan Kota Semarang membentuk Tim Pertimbangan Teknis Ijin Perubahan Penggunaan Tanah (IPPT) sebagai upaya kebijakan pengendalian laju alih fungsi lahan pertanian.Strategi yang diterapkan adalah memberikan ijin alih fungsi sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Kata Kunci: alih fungsi lahan pertanian, kebijakan, strategi.
{"title":"IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN SEBAGAI UPAYA UNTUK PENGENDALIAN LAJU ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN DI KOTA SEMARANG","authors":"Y. Anggrainy, Johan Erwin Isharyanto","doi":"10.56444/nlr.v3i1.3397","DOIUrl":"https://doi.org/10.56444/nlr.v3i1.3397","url":null,"abstract":"Pertumbuhan penduduk Kota Semarang menyebabkan tumbuhnya kebutuhan perumahan yang menyebabkan terjadinya alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan perumahan. Sebagai perlindungan terhadap lahan pertanian pangan untuk menekan laju alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan non pertanian, diterbitkan Undang-undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan. Meskipun demikian tetap terjadi alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan pertanian dalam jumlah besar. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui problem yuridis dan implementasi UU No.4 Tahun 2009 beserta strategi yang dilakukan oleh Kantor Pertanahan Kota Semarang untuk menekan laju alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan non pertanian.Metode yang digunakan adalah yuridis empiris dengan spesifikasi penelitian deskriptif analitis, dengan sumber data primer dan sekuder yang diperoleh melalui wawancara dan studi kepustakaan. Implementasi UU No 41 Tahun 2009 belum berhasil diwujudkan secara optimal karena kurangnya dukungan data dan minimnya sikap proaktif yang memadai ke arah pengendalian alih fungsi lahan tersebut. Kendala lainnya adalah antara lain kendala koordinasi kebijakan, kendala pelaksanaan kebijakan, dan kendala konsistensi perencanaan. Kantor Pertanahan Kota Semarang membentuk Tim Pertimbangan Teknis Ijin Perubahan Penggunaan Tanah (IPPT) sebagai upaya kebijakan pengendalian laju alih fungsi lahan pertanian.Strategi yang diterapkan adalah memberikan ijin alih fungsi sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Kata Kunci: alih fungsi lahan pertanian, kebijakan, strategi.","PeriodicalId":247250,"journal":{"name":"Notary Law Research","volume":"29 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-11-05","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"132302086","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}