Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis karakterisitk asas keadilan dalam hukum pengadaan tanah dan implementasi asas keadilan dalam pengadaan tanah untuk kepentingan umum dalam peraturan perundang-undangan, jenis penelitian yang diguanakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian hukum normatif, dan tipe penelitian yang digunakan adalah Doctrinal research secara sistematis mengkoreksi dan memperjelas suatu aturan hukum yang berlaku pada bidang hukum tertentu dengan cara analisis. Adapaun aturan yang dimaksud oleh penulis yaitu Karakterisitik keadilan dalam hukum pengadaan tanah, yaitu dari sisi mana karakteristik keadilan tersebut dilihat. Menurut hasil penelitian bahwa sesuai dengan isi UU no 2 tahun 2012 tentang pengadaan tanah untuk kepentingan umum, jadi dilihat dari aturan tersebut karakteristik yang terdapat dalam uu no 2 tahun 2012 tersebut yaitu pada penggantian rugi yang layak dan adil yang dimana layak dan adil itu terwujud karena adanya konsultan publik yang dimana fungsinya untuk mencapai kesepahaman dan kesepakatan melalui musyawarah terhadap ganti kerugian dalam perencanaan pembangunan untuk kepentingan umum. Selain menganalisis karakteristik dari hukum pengadaan tanah tersebut penulis juga menganalisis impelentasi asas keadilan dalam pengadaan tanah untuk kepentingan umum dalam peraturan perundang-undangan yang dimana pengadaan tanah itu harus adil pada saat proses pengadaan tanah hingga setelah proses akhir dari pengadaan tanah yang dimana proses akhir tersebut wujud dari pada asas keadilan.
{"title":"Asas Keadilan dalam Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum","authors":"Ervan Hari Sudana, Djoni S.Gozali, Akhmadi Yusran","doi":"10.32801/nolaj.v1i1.3","DOIUrl":"https://doi.org/10.32801/nolaj.v1i1.3","url":null,"abstract":"Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis karakterisitk asas keadilan dalam hukum pengadaan tanah dan implementasi asas keadilan dalam pengadaan tanah untuk kepentingan umum dalam peraturan perundang-undangan, jenis penelitian yang diguanakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian hukum normatif, dan tipe penelitian yang digunakan adalah Doctrinal research secara sistematis mengkoreksi dan memperjelas suatu aturan hukum yang berlaku pada bidang hukum tertentu dengan cara analisis. Adapaun aturan yang dimaksud oleh penulis yaitu Karakterisitik keadilan dalam hukum pengadaan tanah, yaitu dari sisi mana karakteristik keadilan tersebut dilihat. Menurut hasil penelitian bahwa sesuai dengan isi UU no 2 tahun 2012 tentang pengadaan tanah untuk kepentingan umum, jadi dilihat dari aturan tersebut karakteristik yang terdapat dalam uu no 2 tahun 2012 tersebut yaitu pada penggantian rugi yang layak dan adil yang dimana layak dan adil itu terwujud karena adanya konsultan publik yang dimana fungsinya untuk mencapai kesepahaman dan kesepakatan melalui musyawarah terhadap ganti kerugian dalam perencanaan pembangunan untuk kepentingan umum. Selain menganalisis karakteristik dari hukum pengadaan tanah tersebut penulis juga menganalisis impelentasi asas keadilan dalam pengadaan tanah untuk kepentingan umum dalam peraturan perundang-undangan yang dimana pengadaan tanah itu harus adil pada saat proses pengadaan tanah hingga setelah proses akhir dari pengadaan tanah yang dimana proses akhir tersebut wujud dari pada asas keadilan.","PeriodicalId":270553,"journal":{"name":"Notary Law Journal","volume":"42 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-02-08","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"134646769","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Tujuan penelitian tesis ini untuk menguraikan landasan filosofis dari para hakim untuk membuat pertimbangan-pertimbangan hukum dalam putusanputusan pengadilan yang mengedepankan kedudukan SKT sebagai alat bukti yang lebih kuat dibandingkan dengan Sertifikat Hak Atas Tanah Pasal 19 UU No. 5 Tahun 1960 tentang Pokok Agraria dan untuk mengetahui penerapan hukum yang ideal mengenai kepastian hukum dari Sertifikat Hak Atas Tanah dan SKT menurut perundang-undangan agar tidak terjadi lagi resiko tumpang tindih dengan objek tanah yang sama, dikaji dari norma hukum mengenai pertanahan yang berlaku di Indonesia. Penelitian ini bersifat penelitian hukum normatif dengan pendekatan undang-undang dan pendekatan kasus.Hasil penelitian ini menunjukkan: Pertama: Pertimbangan hakim telah melalui pemikiran yang berlandaskan hak kebebasan hakim dalam menentukan putusan sesuai alat bukti yang ada, namun dinilai memiliki kekaburan hukum karena tidak memperhatikan penafsiran dari Pasal 19 UUPA dan Pasal 32 ayat 2 PP No. 24 Tahun 1997 dan asas kepastian hokum yang terdapat pada Sertfikat Hak Atas Tanah pada kasus-kasus tersebut. Kedua, Konsep ideal yang mendukung penerapan hukum mengenai kepastian hukum atas Sertifikat Hak Atas Tanah dan Surat Keterangan Tanah ditopang dengan proses penyelesaian sengketa pertanahan yang dilakukan satu pintu dan administrasi pertanahan yang lebih rapi.
{"title":"Kepastian Hukum Sertifikat Hak Milik Atas Tanah atas Terbitnya Surat Keterangan Tanah pada Objek Tanah yang sama","authors":"Sendy Salsabila Saifuddin, Yulia Qamariyanti","doi":"10.32801/nolaj.v1i1.2","DOIUrl":"https://doi.org/10.32801/nolaj.v1i1.2","url":null,"abstract":"Tujuan penelitian tesis ini untuk menguraikan landasan filosofis dari para hakim untuk membuat pertimbangan-pertimbangan hukum dalam putusanputusan pengadilan yang mengedepankan kedudukan SKT sebagai alat bukti yang lebih kuat dibandingkan dengan Sertifikat Hak Atas Tanah Pasal 19 UU No. 5 Tahun 1960 tentang Pokok Agraria dan untuk mengetahui penerapan hukum yang ideal mengenai kepastian hukum dari Sertifikat Hak Atas Tanah dan SKT menurut perundang-undangan agar tidak terjadi lagi resiko tumpang tindih dengan objek tanah yang sama, dikaji dari norma hukum mengenai pertanahan yang berlaku di Indonesia. Penelitian ini bersifat penelitian hukum normatif dengan pendekatan undang-undang dan pendekatan kasus.Hasil penelitian ini menunjukkan: Pertama: Pertimbangan hakim telah melalui pemikiran yang berlandaskan hak kebebasan hakim dalam menentukan putusan sesuai alat bukti yang ada, namun dinilai memiliki kekaburan hukum karena tidak memperhatikan penafsiran dari Pasal 19 UUPA dan Pasal 32 ayat 2 PP No. 24 Tahun 1997 dan asas kepastian hokum yang terdapat pada Sertfikat Hak Atas Tanah pada kasus-kasus tersebut. Kedua, Konsep ideal yang mendukung penerapan hukum mengenai kepastian hukum atas Sertifikat Hak Atas Tanah dan Surat Keterangan Tanah ditopang dengan proses penyelesaian sengketa pertanahan yang dilakukan satu pintu dan administrasi pertanahan yang lebih rapi.","PeriodicalId":270553,"journal":{"name":"Notary Law Journal","volume":"101 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-02-08","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"124012637","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Tujuan Penelitian: Menganalisis sinkronisasi pertukaran Wakaf harta benda yang menjadi objek pengadaan tanah untuk pembangunan untuk kepentingan umum, menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, terkait dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah untuk Pembangunan Untuk Kepentingan Umum dan pelaksanaannya peraturan dimana dalam pengajuan penukaran suatu benda wakaf hanya dapat dilakukan setelah ada bukti kepemilikan barang tukar sementara dalam proses pengadaan tanah dalam pembangunan untuk kepentingan umum, tidak menunggu untuk ketersediaan lahan pengganti. Berdasarkan penelitian, diperoleh bahwa bentuk ganti rugi dalam bentuk uang lebih bermanfaat dalam hal harta benda wakaf yang menjadi objek pengadaan tanah untuk pembangunan untuk kepentingan umum. Hasil Penelitian: terdapat ketidaksinkronan antara Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 dengan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 Jo. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2018 dimana dalam pengajuan penukaran benda wakaf hanya dapat dilakukan setelah ada bukti kepemilikan barang tukar sementara dalam proses pengadaan tanah dalam pembangunan untuk kepentingan umum, tidak menunggu tersedianya tanah pengganti. . Berdasarkan penelitian diperoleh bahwa bentuk ganti rugi berupa uang lebih bermanfaat dalam hal harta benda wakaf yang menjadi objek pengadaan tanah untuk pembangunan untuk kepentingan umum.
{"title":"Tukar Menukar Harta Benda Wakaf dalam Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepantingan Umum","authors":"Aditya Putra Patria","doi":"10.32801/nolaj.v1i1.4","DOIUrl":"https://doi.org/10.32801/nolaj.v1i1.4","url":null,"abstract":"Tujuan Penelitian: Menganalisis sinkronisasi pertukaran Wakaf harta benda yang menjadi objek pengadaan tanah untuk pembangunan untuk kepentingan umum, menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, terkait dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah untuk Pembangunan Untuk Kepentingan Umum dan pelaksanaannya peraturan dimana dalam pengajuan penukaran suatu benda wakaf hanya dapat dilakukan setelah ada bukti kepemilikan barang tukar sementara dalam proses pengadaan tanah dalam pembangunan untuk kepentingan umum, tidak menunggu untuk ketersediaan lahan pengganti. Berdasarkan penelitian, diperoleh bahwa bentuk ganti rugi dalam bentuk uang lebih bermanfaat dalam hal harta benda wakaf yang menjadi objek pengadaan tanah untuk pembangunan untuk kepentingan umum. Hasil Penelitian: terdapat ketidaksinkronan antara Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 dengan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 Jo. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2018 dimana dalam pengajuan penukaran benda wakaf hanya dapat dilakukan setelah ada bukti kepemilikan barang tukar sementara dalam proses pengadaan tanah dalam pembangunan untuk kepentingan umum, tidak menunggu tersedianya tanah pengganti. . Berdasarkan penelitian diperoleh bahwa bentuk ganti rugi berupa uang lebih bermanfaat dalam hal harta benda wakaf yang menjadi objek pengadaan tanah untuk pembangunan untuk kepentingan umum.","PeriodicalId":270553,"journal":{"name":"Notary Law Journal","volume":"6 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-02-08","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"127235195","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Tegar Abma Putra Lubis, D. S. Gozali, Yulia Qamariyanti
Tujuan dari penelitian ini ialah bagaimanakah pertanggungjawaban Notaris terhadap akta kuasa tidak ditandatangani dihadapan notaris sebagai dasar balik nama sertifikat hak milik berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Nomor 1615 K/PDT/2020 dan bagaimana akibat hukum terhadap Notaris yang dinyatakan melakukan perbuatan melawan hukum berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Nomor 1615 K/PDT/2020 Penelitian ini menggunakan jenis penelitian yuridis normatif, Tipe Penelitian ini terhadap asas-asas hukum (studi dogmatic atau doctrinal researah), Sifat penelitian yang spesifikasi penelitiannya adalah deskriptif, pendekatan yang digunakan adalah pendekatan undang-undang (statute approach), pendekatan kasus (case approach), serta pendekatan konseptual (conceptual approach), sumber bahan hukum sekunder, Teknik pengumpulan bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kepustakaan (library research), Teknik analisis yang digunakan adalah teknik analisis kualitatif. Kesimpulan dalam penilitian ini yaitu Pertanggungjawaban Notaris terhadap akta yang dibuatnya melekat selamanya dalam akta tersebut sehingga apabila akta tidak ditandatangani dihadapan notaris maka akan mengakibatkan akta tersebut menjadi akta dibawah tangan dan dapat dibatalkan berdasarkan keputusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap dan akibat pembatalan terhadap akta notariil akan mengakibatkan pembatalan terhadap perbuatan hukum berdasarkan akta notariil tersebut. Dan Akibat hukum terhadap Notaris yang dinyatakan melakukan perbuatan melawan hukum berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Nomor 1615 K/PDT/2020 maka Notaris tersebut secara hukum dapat dijatuhi sanksi secara pidana dengan membuat akta palsu serta apabila diajukan ke Majelis Pengawas Notaris maka notaris tersebut dapat dikenakan sanksi secara administratif karena telah terbukti melakukan perbuatan melawan hukum sehingga membuktikan notaris tersebut tidak membuat akta sebagaimana yang diatur didalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.
{"title":"Akta Kuasa Ditandatangani tidak dihadapan Notaris sebagai Dasar Balik Nama Sertifikat Hak Milik","authors":"Tegar Abma Putra Lubis, D. S. Gozali, Yulia Qamariyanti","doi":"10.32801/nolaj.v2i1.37","DOIUrl":"https://doi.org/10.32801/nolaj.v2i1.37","url":null,"abstract":"Tujuan dari penelitian ini ialah bagaimanakah pertanggungjawaban Notaris terhadap akta kuasa tidak ditandatangani dihadapan notaris sebagai dasar balik nama sertifikat hak milik berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Nomor 1615 K/PDT/2020 dan bagaimana akibat hukum terhadap Notaris yang dinyatakan melakukan perbuatan melawan hukum berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Nomor 1615 K/PDT/2020 Penelitian ini menggunakan jenis penelitian yuridis normatif, Tipe Penelitian ini terhadap asas-asas hukum (studi dogmatic atau doctrinal researah), Sifat penelitian yang spesifikasi penelitiannya adalah deskriptif, pendekatan yang digunakan adalah pendekatan undang-undang (statute approach), pendekatan kasus (case approach), serta pendekatan konseptual (conceptual approach), sumber bahan hukum sekunder, Teknik pengumpulan bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kepustakaan (library research), Teknik analisis yang digunakan adalah teknik analisis kualitatif. Kesimpulan dalam penilitian ini yaitu Pertanggungjawaban Notaris terhadap akta yang dibuatnya melekat selamanya dalam akta tersebut sehingga apabila akta tidak ditandatangani dihadapan notaris maka akan mengakibatkan akta tersebut menjadi akta dibawah tangan dan dapat dibatalkan berdasarkan keputusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap dan akibat pembatalan terhadap akta notariil akan mengakibatkan pembatalan terhadap perbuatan hukum berdasarkan akta notariil tersebut. Dan Akibat hukum terhadap Notaris yang dinyatakan melakukan perbuatan melawan hukum berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Nomor 1615 K/PDT/2020 maka Notaris tersebut secara hukum dapat dijatuhi sanksi secara pidana dengan membuat akta palsu serta apabila diajukan ke Majelis Pengawas Notaris maka notaris tersebut dapat dikenakan sanksi secara administratif karena telah terbukti melakukan perbuatan melawan hukum sehingga membuktikan notaris tersebut tidak membuat akta sebagaimana yang diatur didalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.","PeriodicalId":270553,"journal":{"name":"Notary Law Journal","volume":"86 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-01-17","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"132482421","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Muhammad Assyad Sukendar Abdullah, Abdul Halim Barkatullah, D. Djumadi
Penelitian ini bertujuan menganalisa kewenangan Direksi dalam hal persetujuan pemegang saham dalam hal pengalihan aset perseroan dan untuk menganalisa penerapan sanksi terhadap Direksi apabila pengalihan aset tidak disertai dengan persetujuan pemegang saham. Maka dalam penelitian ini direksi memiliki kewenangan yang dibatasi bertindak secara intern, baik yang bersumber pada doktrin hukum maupun yang bersumber pada peraturan yang berlaku, termasuk anggaran dasar perseroan. Terkait dengan batasan direksi yang meminta persetujuan RUPS untuk mengalihkan aset perseroan baik menjadikan jaminan utang kekayaan perseroan yang jumlahnya lebih dari 50 % (lima puluh persen) dalam satu transaksi atau lebih itu merupakan kewajiban direksi. Maka persoalan mengalihkan aset perseroan ini akan sangat berdampak pada kelangsungan hidup perseroan yang harus diketahui dan diputuskan langsung oleh RUPS. Selain itu, penerapan sanksi terhadap direksi apabila pengalihan aset tidak disertai dengan persetujuan pemegang saham jika dilakukan dengan sengaja, maka direksi dapat dikatakan melakukan perbuatan yang melampaui kewenangan yang diberikan. Artinya Direksi telah melakukan tindakan ultra vires, sedangkan akibat dari tindakan ultra vires yang berakibat dapat merugikan Perseroan tersebut, maka tanggung jawab terbatas Direksi karena kesalahan Direksi adalah tanggung jawab pribadi, selain itu perbuatan direksi yang ultra vires dapat dikaitkan juga dengan perbuatan melawan hukum sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 1365 KUH Perdata.
{"title":"Kewajiban Direksi untuk melakukan Permintaan Persetujuan Kepada Pemegang Saham dalam Pengalihan Aset Kekayaan Perseroan","authors":"Muhammad Assyad Sukendar Abdullah, Abdul Halim Barkatullah, D. Djumadi","doi":"10.32801/nolaj.v2i2.25","DOIUrl":"https://doi.org/10.32801/nolaj.v2i2.25","url":null,"abstract":"Penelitian ini bertujuan menganalisa kewenangan Direksi dalam hal persetujuan pemegang saham dalam hal pengalihan aset perseroan dan untuk menganalisa penerapan sanksi terhadap Direksi apabila pengalihan aset tidak disertai dengan persetujuan pemegang saham. Maka dalam penelitian ini direksi memiliki kewenangan yang dibatasi bertindak secara intern, baik yang bersumber pada doktrin hukum maupun yang bersumber pada peraturan yang berlaku, termasuk anggaran dasar perseroan. Terkait dengan batasan direksi yang meminta persetujuan RUPS untuk mengalihkan aset perseroan baik menjadikan jaminan utang kekayaan perseroan yang jumlahnya lebih dari 50 % (lima puluh persen) dalam satu transaksi atau lebih itu merupakan kewajiban direksi. Maka persoalan mengalihkan aset perseroan ini akan sangat berdampak pada kelangsungan hidup perseroan yang harus diketahui dan diputuskan langsung oleh RUPS. Selain itu, penerapan sanksi terhadap direksi apabila pengalihan aset tidak disertai dengan persetujuan pemegang saham jika dilakukan dengan sengaja, maka direksi dapat dikatakan melakukan perbuatan yang melampaui kewenangan yang diberikan. Artinya Direksi telah melakukan tindakan ultra vires, sedangkan akibat dari tindakan ultra vires yang berakibat dapat merugikan Perseroan tersebut, maka tanggung jawab terbatas Direksi karena kesalahan Direksi adalah tanggung jawab pribadi, selain itu perbuatan direksi yang ultra vires dapat dikaitkan juga dengan perbuatan melawan hukum sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 1365 KUH Perdata.","PeriodicalId":270553,"journal":{"name":"Notary Law Journal","volume":"18 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-04-25","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"130082430","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}