Annisa Sintawati, Muhammad Erham Amin, Rahmida Erliyani
Peralihan hak melalui jual beli di bawah tangan mengakibatkan pembeli hanya dapat menguasai tanah secara fisik dan tidak dapat menguasai tanah secara yuridis, dimana pembeli tidak dapat mendaftarkan peralihan hak atas tanahnya tersebut. Penjual kemudian menghilang/pindah domisili serta tidak diketahui keberadaannya sehingga tidak pernah menyelesaikan proses jual beli tanah di hadapan PPAT. Demi melindungi hak dan kepentingannya, Pembeli kemudian menggugat penjual ke Pengadilan Negeri atas wanprestasi/ingkar janji penjual dalam membantu proses balik nama sertipikat tanah. Atas gugatan tersebut lahirlah putusan verstek. Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui dan memahami serta menganalisis eksistensi putusan verstek yang mengabulkan gugatan penggugat dalam relevansinya dengan pendaftaran peralihan hak atas tanah yang dimaksud pada Pasal 37 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 dimana suata bidang tanah yang telah bersertipikat diperjual-belikan tanpa Akta Jual Beli PPAT, juga untuk mengetahui dan memahami serta menganalisis implikasi yuridis pendaftaran peralihan hak atas tanah yang didasari dengan putusan verstek. Dengan menggunakan jenis penelitian hukum normatif, penelitian ini bersifat preskriptif yaitu menjawab isu hukum dengan cara menggambarkan, menelaah, mengkaji, dan menjelaskan secara tepat serta menganalisa peraturan perundang-undangan yang berlaku maupun dari berbagai pendapat ahli hukum, dengan tujuan untuk mendapatkan jawaban atas permasalahan yang diangkat. Eksistensi putusan verstek yang mengabulkan gugatan penggugat dalam relevansinya dengan pendaftaran peralihan hak atas tanah yang dimaksud pada Pasal 37 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 dapat menjadi dasar bagi penggugat/pembeli tanah untuk bisa mendaftarkan peralihan hak atas tanahnya/melakukan proses balik nama sertipikat ke Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota tanpa adanya Akta Jual Beli yang dibuat oleh PPAT karena putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht) memiliki kedudukan dan kekuatan pembuktian yang sama sebagai akta otentik.
{"title":"Kedudukan pada Putusan Verstek sebagai Dasar untuk Pendaftaran Peralihan Hak Atas Tanah","authors":"Annisa Sintawati, Muhammad Erham Amin, Rahmida Erliyani","doi":"10.32801/nolaj.v2i2.41","DOIUrl":"https://doi.org/10.32801/nolaj.v2i2.41","url":null,"abstract":" Peralihan hak melalui jual beli di bawah tangan mengakibatkan pembeli hanya dapat menguasai tanah secara fisik dan tidak dapat menguasai tanah secara yuridis, dimana pembeli tidak dapat mendaftarkan peralihan hak atas tanahnya tersebut. Penjual kemudian menghilang/pindah domisili serta tidak diketahui keberadaannya sehingga tidak pernah menyelesaikan proses jual beli tanah di hadapan PPAT. Demi melindungi hak dan kepentingannya, Pembeli kemudian menggugat penjual ke Pengadilan Negeri atas wanprestasi/ingkar janji penjual dalam membantu proses balik nama sertipikat tanah. Atas gugatan tersebut lahirlah putusan verstek. Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui dan memahami serta menganalisis eksistensi putusan verstek yang mengabulkan gugatan penggugat dalam relevansinya dengan pendaftaran peralihan hak atas tanah yang dimaksud pada Pasal 37 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 dimana suata bidang tanah yang telah bersertipikat diperjual-belikan tanpa Akta Jual Beli PPAT, juga untuk mengetahui dan memahami serta menganalisis implikasi yuridis pendaftaran peralihan hak atas tanah yang didasari dengan putusan verstek. Dengan menggunakan jenis penelitian hukum normatif, penelitian ini bersifat preskriptif yaitu menjawab isu hukum dengan cara menggambarkan, menelaah, mengkaji, dan menjelaskan secara tepat serta menganalisa peraturan perundang-undangan yang berlaku maupun dari berbagai pendapat ahli hukum, dengan tujuan untuk mendapatkan jawaban atas permasalahan yang diangkat. Eksistensi putusan verstek yang mengabulkan gugatan penggugat dalam relevansinya dengan pendaftaran peralihan hak atas tanah yang dimaksud pada Pasal 37 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 dapat menjadi dasar bagi penggugat/pembeli tanah untuk bisa mendaftarkan peralihan hak atas tanahnya/melakukan proses balik nama sertipikat ke Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota tanpa adanya Akta Jual Beli yang dibuat oleh PPAT karena putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht) memiliki kedudukan dan kekuatan pembuktian yang sama sebagai akta otentik.","PeriodicalId":270553,"journal":{"name":"Notary Law Journal","volume":"34 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-04-14","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"115996783","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Penelitian ini bermaksud untuk menganalisis peluang terkait penerapan penyimpanan minuta akta notaris yang di alih mediakan menjadi ke dalam bentuk elektronik dimana selama ini minuta akta notaris di simpan secara konvensional. Tujuan lain dari penelitian ini adalah mengetahui optimalisasi penyimpanan minuta akta notaris secara elektronik. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif, bersumber pada aturan-aturan hukum Jabatan Notaris beserta hukum Informasi dan Transaksi Elektronik dan Hukum Kearsipan yang merupakan sumber hukum tertulis. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dan disajikan secara deskriptif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Pasal 15 ayat 3 UUJN-P membuka peluang pada kegiatan notaris untuk dapat dilakukan secara elektronik. Pada Pasal 16 ayat 7 terdapat peluang diberlakukannya cyber notary/e-notary terhadap dokumen elektronik, maupun akta elektronik karena pembacaan akta dihadapan notaris adalah tidak wajib ketika para pihak memilih agar akta tersebut tidak dibacakan karena para pihak telah membacanya sendiri. Pasal 68 ayat (1) Undang-Undang Kearsipan, Peraturan Pemerintah No. 28 tahun 2012 tentang pelaksanaan Undang-Undang No. 43 tahun 2009 tentang Kearsipan, Pasal 5 ayat (4) huruf b UU ITE, memberikan interpretasi bahwa minuta akta notaris dapat disimpan secara elektronik. Dalam proses pengarsipan dokumen secara elektronik Peraturan Kepala ANRI (Arsip Nasional Republik Indonesia) Nomor 20 tahun 2011 tentang Pedoman Autentikasi Arsip Elektronik, dapat dijadikan contoh atau pedoman. Autentikasi dalam peraturan tersebut dapat berupa memberikan tanda dan / atau pernyataan tertulis atau tanda lainnya yang dapat memberikan tanda bahwa arsip yang dimaksud merupakan arsip yang diambil dari data original atau copy original, dimaksud agar nilai otentiknya tetap melekat dan tidak berkurang sama sekali.
{"title":"Peluang Penerapan Penyimpanan Minuta Akta secara Elektronik menuju Era E-Notary berdasarkan Undang- Undang No. 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris","authors":"Litha Nabilla Mallolongan, H. J. Noor","doi":"10.32801/nolaj.v2i1.39","DOIUrl":"https://doi.org/10.32801/nolaj.v2i1.39","url":null,"abstract":"Penelitian ini bermaksud untuk menganalisis peluang terkait penerapan penyimpanan minuta akta notaris yang di alih mediakan menjadi ke dalam bentuk elektronik dimana selama ini minuta akta notaris di simpan secara konvensional. Tujuan lain dari penelitian ini adalah mengetahui optimalisasi penyimpanan minuta akta notaris secara elektronik. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif, bersumber pada aturan-aturan hukum Jabatan Notaris beserta hukum Informasi dan Transaksi Elektronik dan Hukum Kearsipan yang merupakan sumber hukum tertulis. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dan disajikan secara deskriptif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Pasal 15 ayat 3 UUJN-P membuka peluang pada kegiatan notaris untuk dapat dilakukan secara elektronik. Pada Pasal 16 ayat 7 terdapat peluang diberlakukannya cyber notary/e-notary terhadap dokumen elektronik, maupun akta elektronik karena pembacaan akta dihadapan notaris adalah tidak wajib ketika para pihak memilih agar akta tersebut tidak dibacakan karena para pihak telah membacanya sendiri. Pasal 68 ayat (1) Undang-Undang Kearsipan, Peraturan Pemerintah No. 28 tahun 2012 tentang pelaksanaan Undang-Undang No. 43 tahun 2009 tentang Kearsipan, Pasal 5 ayat (4) huruf b UU ITE, memberikan interpretasi bahwa minuta akta notaris dapat disimpan secara elektronik. Dalam proses pengarsipan dokumen secara elektronik Peraturan Kepala ANRI (Arsip Nasional Republik Indonesia) Nomor 20 tahun 2011 tentang Pedoman Autentikasi Arsip Elektronik, dapat dijadikan contoh atau pedoman. Autentikasi dalam peraturan tersebut dapat berupa memberikan tanda dan / atau pernyataan tertulis atau tanda lainnya yang dapat memberikan tanda bahwa arsip yang dimaksud merupakan arsip yang diambil dari data original atau copy original, dimaksud agar nilai otentiknya tetap melekat dan tidak berkurang sama sekali.","PeriodicalId":270553,"journal":{"name":"Notary Law Journal","volume":"8 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-01-23","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"122189269","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk menganalisis kepastian hukum agar dapat meminimalisir kemungkinan terjadinya kerugian akibat debitur yang tidak mampu melunasi hutangnya dan menciptakan keadilan yang berimbang, sehingga perlu adanya format klausula baku yang memuat hak dan kewajiban bagi kedua belah pihak baik itu kreditur maupun debitur tidak terkecuali pula memuat force majeur yang memang sangat penting dimuat dalam perjanjian kredit. Dengan menggunakan jenis penelitian hukum normatif , Penelitian ini bersifat penelitian preskriptif, yaitu suatu penelitian yang bertujuan untuk mendapatkan saran-saran mengenai apa yang harus dilakukan untuk mengatasi masalah-masalah tertentu. Guna mempelajari tujuan hukum, validasi aturan hukum,konsep-konsep hukum dengan tujuan untuk mendapatkan jawaban dan kritisi serta solusi hukum atas permasalahan yang dikaji dalam penelitian hukum ini, yaitu suatu alasan untuk tidak memenuhi pelaksanaan kewajiban karena hilangnya/lenyapnya objek atau tujuan yang menjadi pokok perjanjian serta pertanggungjawaban atas rusaknya atau objek jaminan. Bank selaku Kreditur memiliki kedudukan istimewa dalam perjanjian jaminan Hak Tanggungan karena kedudukannya yang diutamakan dari kreditur-kreditur lainnya dan mempunyai hak mendahului dalam pelunasan hutang, kreditur ini disebut sebagai Kreditur Preference. Dalam sertifikat hak tanggungan sendiri memuat nilai jaminan hak tanggungan yang harusnya bisa digunakan untuk pelunasan utang debitur. Tentunya dalam klausula perjanjian kredit harus dimuat pula klausula upaya pencegahan, alternative penyelesaian masalah dan bentuk force majeur seperti apa saja yang pernah terjadi dan kemungkinan dapat terjadi dikemudian hari perlu dituangkan dalam klausula perjanjian kredit. Mengingat dalam undang undang hak tanggungan tidak mengatur secara khusus terkait force Majeur, hal ini bisa menyebabkan kerugian bagi kreditur maupun debitur sehingga perlindungan Hukum perlu tertuang dalam perjanjian untuk melindungi hak-hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian, agar hukum berimbang memberikan hak kepada debitur berupa hak melakukan pembelaan atas kejadian yang terjadi diluar kuasanya dan itikad baik
{"title":"Pertanggungjawaban atas Rusaknya Objek Jaminan KPR ( Agunan ) Diakibatkan oleh Force Majeur dalam Perjanjian Kredit","authors":"Yuliana Yuliana","doi":"10.32801/nolaj.v2i1.36","DOIUrl":"https://doi.org/10.32801/nolaj.v2i1.36","url":null,"abstract":"Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk menganalisis kepastian hukum agar dapat meminimalisir kemungkinan terjadinya kerugian akibat debitur yang tidak mampu melunasi hutangnya dan menciptakan keadilan yang berimbang, sehingga perlu adanya format klausula baku yang memuat hak dan kewajiban bagi kedua belah pihak baik itu kreditur maupun debitur tidak terkecuali pula memuat force majeur yang memang sangat penting dimuat dalam perjanjian kredit. Dengan menggunakan jenis penelitian hukum normatif , Penelitian ini bersifat penelitian preskriptif, yaitu suatu penelitian yang bertujuan untuk mendapatkan saran-saran mengenai apa yang harus dilakukan untuk mengatasi masalah-masalah tertentu. Guna mempelajari tujuan hukum, validasi aturan hukum,konsep-konsep hukum dengan tujuan untuk mendapatkan jawaban dan kritisi serta solusi hukum atas permasalahan yang dikaji dalam penelitian hukum ini, yaitu suatu alasan untuk tidak memenuhi pelaksanaan kewajiban karena hilangnya/lenyapnya objek atau tujuan yang menjadi pokok perjanjian serta pertanggungjawaban atas rusaknya atau objek jaminan. Bank selaku Kreditur memiliki kedudukan istimewa dalam perjanjian jaminan Hak Tanggungan karena kedudukannya yang diutamakan dari kreditur-kreditur lainnya dan mempunyai hak mendahului dalam pelunasan hutang, kreditur ini disebut sebagai Kreditur Preference. Dalam sertifikat hak tanggungan sendiri memuat nilai jaminan hak tanggungan yang harusnya bisa digunakan untuk pelunasan utang debitur. Tentunya dalam klausula perjanjian kredit harus dimuat pula klausula upaya pencegahan, alternative penyelesaian masalah dan bentuk force majeur seperti apa saja yang pernah terjadi dan kemungkinan dapat terjadi dikemudian hari perlu dituangkan dalam klausula perjanjian kredit. Mengingat dalam undang undang hak tanggungan tidak mengatur secara khusus terkait force Majeur, hal ini bisa menyebabkan kerugian bagi kreditur maupun debitur sehingga perlindungan Hukum perlu tertuang dalam perjanjian untuk melindungi hak-hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian, agar hukum berimbang memberikan hak kepada debitur berupa hak melakukan pembelaan atas kejadian yang terjadi diluar kuasanya dan itikad baik","PeriodicalId":270553,"journal":{"name":"Notary Law Journal","volume":"380 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-01-16","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"122815251","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Menjalankan tugasnya seorang Notaris bisa terkena permasalahan hukum yang mengharuskannya diperiksa oleh Penyidik, Penuntut Umum, dan Hakim. Namun, pemeriksaan terhadap Notaris tidak bisa dilakukan serta merta melainkan wajib memerlukan persetujuan dari Majelis Kehormatan Notaris, hal tersebut tercantum dalam Pasal 66 Undang-Undang Jabatan Notaris. Dalam wajib untuk mendapat persetujuan dari Majelis Kehormatan Notaris, ada keadaan di mana Notaris melakukan pemerikssaan tanpa adanya persetujuan dari Majelis Kehormatan Notaris. Keadaan demikian membuat terlewatnya prosedur wajib yang harus dilakukan penyidik dalam memeriksa Notaris, sehingga terhadap Notaris tersebut dapatkah untuk dikenakan sanksi dari Majelis Kehormatan Notaris. Pada keadaan telah diperiksanya notaris oleh penyidik tanpa persetujuan dari Majelis Kehormatan Notaris, maka menjadi persoalan terhadap Berita Acara Pemeriksaan yang dibuat oleh penyidik. Sebagaimana diketahui notabenya Berita Acara Pemeriksaan dapat menjadi alat buki yang sah, apabila satu prosedur yang diwajibkan Undang-Undang terlewat seperti apa akibat hukum yang timbul atas keadaan tersebut
{"title":"Akibat Hukum Pemeriksaan terhadap Notaris tanpa Disertai Persetujuan Majelis Kehormatan Notaris","authors":"Fadel Muhammad Caesar, Ichsan Anwary, Diana Haiti","doi":"10.32801/nolaj.v2i1.35","DOIUrl":"https://doi.org/10.32801/nolaj.v2i1.35","url":null,"abstract":"Menjalankan tugasnya seorang Notaris bisa terkena permasalahan hukum yang mengharuskannya diperiksa oleh Penyidik, Penuntut Umum, dan Hakim. Namun, pemeriksaan terhadap Notaris tidak bisa dilakukan serta merta melainkan wajib memerlukan persetujuan dari Majelis Kehormatan Notaris, hal tersebut tercantum dalam Pasal 66 Undang-Undang Jabatan Notaris. Dalam wajib untuk mendapat persetujuan dari Majelis Kehormatan Notaris, ada keadaan di mana Notaris melakukan pemerikssaan tanpa adanya persetujuan dari Majelis Kehormatan Notaris. Keadaan demikian membuat terlewatnya prosedur wajib yang harus dilakukan penyidik dalam memeriksa Notaris, sehingga terhadap Notaris tersebut dapatkah untuk dikenakan sanksi dari Majelis Kehormatan Notaris. Pada keadaan telah diperiksanya notaris oleh penyidik tanpa persetujuan dari Majelis Kehormatan Notaris, maka menjadi persoalan terhadap Berita Acara Pemeriksaan yang dibuat oleh penyidik. Sebagaimana diketahui notabenya Berita Acara Pemeriksaan dapat menjadi alat buki yang sah, apabila satu prosedur yang diwajibkan Undang-Undang terlewat seperti apa akibat hukum yang timbul atas keadaan tersebut","PeriodicalId":270553,"journal":{"name":"Notary Law Journal","volume":"5 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-01-14","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"127148296","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah perbuatan pembina pramuka tersebut dapat dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum dan untuk mengetahui siapakah yang bertanggung jawab apabila dalam kegiatan ekstrakurikuler pramuka terjadi hal yang tidak diinginkan seperti kecelakaan yang menimpa para siswa saat melakukan kegiatan tersebut. Jenis penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif, dengan mengumpulkan peraturan perundang-undangan dan literatur yang berkaitan dengan perbuatan melawan hukum dan tanggungjawab khusus, identifikasi masalah dan menganalisis secara preskriptif. Menurut hasil penelitian ini menghasilkan bahwa:Pertama,mengenai bisa atau tidaknya perilaku Pembina pramuka ini dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum, setelah mengaitkan dengan unsur-unsur perbuatan melawan hukum dengan fakta- fakta yang telah terjadi maka perilaku pembina pramuka telah memenuhi unsur-unsur perbuatan melawan hukum. Kedua, mengenai kepala sekolah yang memegang fungsi kontrol sebagai penanggung jawab semua kegiatan Pendidikan sekolah maka kepala sekolah harus bertanggung jawab atas ganti rugi akibat kesalahan yang dilakukan oleh bawahannya yaitu Pembina atau guru
{"title":"Perbuatan Melawan Hukum atas Akibat Kegiatan Ekstrakurikuler yang Menimbulkan Korban Jiwa","authors":"Muhammad Noor Ramadhan, Muhammad Fauji Rahman","doi":"10.32801/nolaj.v1i4.34","DOIUrl":"https://doi.org/10.32801/nolaj.v1i4.34","url":null,"abstract":"Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah perbuatan pembina pramuka tersebut dapat dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum dan untuk mengetahui siapakah yang bertanggung jawab apabila dalam kegiatan ekstrakurikuler pramuka terjadi hal yang tidak diinginkan seperti kecelakaan yang menimpa para siswa saat melakukan kegiatan tersebut. Jenis penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif, dengan mengumpulkan peraturan perundang-undangan dan literatur yang berkaitan dengan perbuatan melawan hukum dan tanggungjawab khusus, identifikasi masalah dan menganalisis secara preskriptif. Menurut hasil penelitian ini menghasilkan bahwa:Pertama,mengenai bisa atau tidaknya perilaku Pembina pramuka ini dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum, setelah mengaitkan dengan unsur-unsur perbuatan melawan hukum dengan fakta- fakta yang telah terjadi maka perilaku pembina pramuka telah memenuhi unsur-unsur perbuatan melawan hukum. Kedua, mengenai kepala sekolah yang memegang fungsi kontrol sebagai penanggung jawab semua kegiatan Pendidikan sekolah maka kepala sekolah harus bertanggung jawab atas ganti rugi akibat kesalahan yang dilakukan oleh bawahannya yaitu Pembina atau guru","PeriodicalId":270553,"journal":{"name":"Notary Law Journal","volume":"180 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-10-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"122867609","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dan menganalisis bentuk larangan promosi webinar (seminar online) oleh Notaris melalui media sosial ditinjau dari Akta Jabatan Notaris dan Kode Etik Notaris. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif, dengan menggunakan sumber hukum primer, sekunder, dan tersier yang diperoleh dari penelitian kepustakaan. Jenis penelitian ini adalah norma yang kabur, menggunakan pendekatan undang-undang dan konseptual, dan karakteristik penelitian adalah menganalisis perspektif. Hasil penelitian ini adalah kegiatan promosi webinar (seminar online) oleh Notaris melalui media sosial dapat dikategorikan sebagai promosi diri Jabatan Notaris, apapun bentuk publikasi dan promosi diri Jabatan Notaris, seperti kewajiban dan larangan telah diatur dalam Akta Jabatan Notaris dan Tata Tertib Notaris, berlaku jika Notaris diketahui melakukan promosi diri melalui media sosial. Notaris dapat dikenakan sanksi sesuai dengan bentuk pelanggaran yang dilakukannya, perilaku dan tindakan yang dilakukan oleh Notaris dimana tindakan tersebut tidak sesuai dengan Akta Jabatan Notaris dan Kode Etik Notaris (terkait promosi dan publikasi diri melalui media sosial) . Peraturan Undang-Undang Jabatan Notaris dan Tata Tertib Notaris tentang kegiatan promosi melalui webinar (seminar online) oleh Notaris melalui media sosial, kategori batasan apa yang boleh dan tidak boleh dalam kegiatan promosi tersebut melalui webinar (seminar online) oleh Notaris melalui sosial media, tidak secara jelas dan tegas dalam akta Jabatan Notaris dan Tata Tertib Notaris aturan mana yang dianggap sebagai pelanggaran atau tidak terhadap kenaikan pangkat yang dilakukan oleh Notaris.
{"title":"Promosi Kegiatan Webinar (Seminar Online) oleh Notaris melalui Media Sosial dalam Perspektif Undang-Undang Jabatan Notaris dan Kode Etik Notaris","authors":"Nydia Azaria Phalosa, Ichsan Anwary, Ahmad Syaufi","doi":"10.32801/nolaj.v1i4.32","DOIUrl":"https://doi.org/10.32801/nolaj.v1i4.32","url":null,"abstract":"Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dan menganalisis bentuk larangan promosi webinar (seminar online) oleh Notaris melalui media sosial ditinjau dari Akta Jabatan Notaris dan Kode Etik Notaris. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif, dengan menggunakan sumber hukum primer, sekunder, dan tersier yang diperoleh dari penelitian kepustakaan. Jenis penelitian ini adalah norma yang kabur, menggunakan pendekatan undang-undang dan konseptual, dan karakteristik penelitian adalah menganalisis perspektif. Hasil penelitian ini adalah kegiatan promosi webinar (seminar online) oleh Notaris melalui media sosial dapat dikategorikan sebagai promosi diri Jabatan Notaris, apapun bentuk publikasi dan promosi diri Jabatan Notaris, seperti kewajiban dan larangan telah diatur dalam Akta Jabatan Notaris dan Tata Tertib Notaris, berlaku jika Notaris diketahui melakukan promosi diri melalui media sosial. Notaris dapat dikenakan sanksi sesuai dengan bentuk pelanggaran yang dilakukannya, perilaku dan tindakan yang dilakukan oleh Notaris dimana tindakan tersebut tidak sesuai dengan Akta Jabatan Notaris dan Kode Etik Notaris (terkait promosi dan publikasi diri melalui media sosial) . Peraturan Undang-Undang Jabatan Notaris dan Tata Tertib Notaris tentang kegiatan promosi melalui webinar (seminar online) oleh Notaris melalui media sosial, kategori batasan apa yang boleh dan tidak boleh dalam kegiatan promosi tersebut melalui webinar (seminar online) oleh Notaris melalui sosial media, tidak secara jelas dan tegas dalam akta Jabatan Notaris dan Tata Tertib Notaris aturan mana yang dianggap sebagai pelanggaran atau tidak terhadap kenaikan pangkat yang dilakukan oleh Notaris.","PeriodicalId":270553,"journal":{"name":"Notary Law Journal","volume":"616 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-10-19","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"122941982","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa unsur cacat kehendak yang mana akta yang ditandatangan seorang terpidana penjara dalam ajaran penyalahgunaan keadaan serta menganalisa sudut pandang ajaran penyalahgunaan keadaan (Misbruik Van Omstandigheden) terhadap kekuatan hukum akta yang ditandatangani terpidana penjara. Penelitian ini merupakan penelitian Hukum Normatif, dengan menginventarisir dan menganalisa suatu ajaran penyalahgunaan keadaan sebagai suatu ajaran baru yang dapat membatalkan sebuah akta yang ditandatangani salah satu pihak yang terjerat pidana penjara serta menganalisis kekuatan hukum akta yang ditandatangani terpidana penjara dalam perkara perdata yang berkaitan dengan ajaran penyalahgunaan keadaan. Menurut hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa : Pertama : sebuah ajaran penyalahgunaan keadaan bisa membatalkan sebuah akta, akta notaris yang ditandatangani seorang terpidana penjara bisa berpotensi untuk bisa dilakukan pembatalan karena berpotensi mengandung unsur cacat kehendak penyalahgunaan keadaan. Kedua : berdasarkan akta yang ditandatangani seorang terpidana penjara bisa berpotensi mengandung unsur penyalahgunaan keadaan maka akta tersebut bisa dimintakan pembatalan sehingga berpengaruh terhadap kekuatan hukum akta tersebut dimata hukum menjadi lemah
本研究旨在分析一名监狱囚犯在《滥用环境法》中所签署的一份遗嘱中所占的意志力缺陷,并分析《滥用环境法》(Misbruik Van Omstandigheden)对一名被监禁者签署的法律契约的力量的看法。menginventarisir是法律规范的研究,研究和分析了一个新的教义滥用情况作为一个可以取消一个一方签署的契约被刑事监狱和法律分析力量签署的契约罪犯教义有关的民事诉讼中滥用情况。根据这项研究的结果,第一:《滥用环境的教学》可能会取消一份契约,一名被判入狱的人签署的一份公证文件可能有可能取消一份契约,因为这可能含有滥用环境意志的潜在缺陷。第二:根据一名被判入狱的人签署的一份文件,可能会有一种滥用环境的因素,因此可以要求撤销一份契约,从而削弱该契约的合法性
{"title":"Batalnya Akta Notaril yang Ditandatangani Terpidana Penjara Perspektif Ajaran Penyalahgunaan Keadaan","authors":"Nurhildayanti Nurhildayanti","doi":"10.32801/nolaj.v1i3.31","DOIUrl":"https://doi.org/10.32801/nolaj.v1i3.31","url":null,"abstract":"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa unsur cacat kehendak yang mana akta yang ditandatangan seorang terpidana penjara dalam ajaran penyalahgunaan keadaan serta menganalisa sudut pandang ajaran penyalahgunaan keadaan (Misbruik Van Omstandigheden) terhadap kekuatan hukum akta yang ditandatangani terpidana penjara. Penelitian ini merupakan penelitian Hukum Normatif, dengan menginventarisir dan menganalisa suatu ajaran penyalahgunaan keadaan sebagai suatu ajaran baru yang dapat membatalkan sebuah akta yang ditandatangani salah satu pihak yang terjerat pidana penjara serta menganalisis kekuatan hukum akta yang ditandatangani terpidana penjara dalam perkara perdata yang berkaitan dengan ajaran penyalahgunaan keadaan. Menurut hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa : Pertama : sebuah ajaran penyalahgunaan keadaan bisa membatalkan sebuah akta, akta notaris yang ditandatangani seorang terpidana penjara bisa berpotensi untuk bisa dilakukan pembatalan karena berpotensi mengandung unsur cacat kehendak penyalahgunaan keadaan. Kedua : berdasarkan akta yang ditandatangani seorang terpidana penjara bisa berpotensi mengandung unsur penyalahgunaan keadaan maka akta tersebut bisa dimintakan pembatalan sehingga berpengaruh terhadap kekuatan hukum akta tersebut dimata hukum menjadi lemah","PeriodicalId":270553,"journal":{"name":"Notary Law Journal","volume":"48 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-07-20","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"121194856","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Dalam Penulisan Artikel ini penulis membahas terkait Wasiat Wajibah yang diberikan kepada anak dan orang tua yang berbeda agama dalam pembagian warisan, sehingga wasiat wajibah diberikan kepada anak atau orang tua yang berbeda agama tersebut, hal ini tidak diatur secara jelas dalam KHI, yang mana KHI sendiri yang menjadi pedoman hakim dalam memutus perkara waris sehingga tujuan penelitian ini adalah untuk menganlisa pengaturan pemberian wasiat wajibah bagi orang tua atau anah yang berbeda agama dalam KHI dan juga untuk menganlisa formulasi pengaturan pemberian wasiat wajibah bagi orang tua atau anak yang berbeda agam dimasa akan datang. Hasil penelitiannya adalah dalam Pengaturan Wajibah dalam KHI dijelaskan dalam pasal 209 bahwa terhadap anak angkat dan orang tua angkat saja, dimana ketentuan maksimal yang dapat diterima oleh orang tua angkat maupun anak angkat yaitu sebanyak-banyaknya 1/3 (sepertiga) dari harta warisan. Sedangkan untuk pengaturan pemberian wasiat wajibah bagi orang tua atau anak yang berbeda agama dalam KHI tidak diatur. Dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 368/K/Ag/1995 dimana untuk pertama kalinya hakim Mahkamah Agung mengeluarkan yurisprudensi pemberian wasiat wajibah kepada anak kandung perempuan murtad. Kemudian yang terbaru dalam Putusan Mahkamah Agung nomor 331/K/Ag/2018 Mahkamah Agung mengeluarkan putusan pemberian wasiat wajibah kepada suami murtad. Maka adanya yurisprudensi Mahkamah Agung memperjelas keadaan bahwa seseorang non muslim dapat menerima wasiat wajibah dengan berlandaskan moral, keadilan dan kemaslahatan.
在这篇文章中,作者讨论了遗产划分中赋予不同宗教儿童和父母的权利,因此,授予不同宗教儿童或父母的权利,在KHI中没有明确规定,哪个KHI自己作为法官中取消了对他的指控指南继承人,所以本研究的目的是menganlisa礼物遗嘱安排中对不同宗教的父母或去wajibah KHI menganlisa遗嘱wajibah礼物设置公式也为教会的父母或孩子不同的故事来。这项研究的结果将在第209章中解释为对收养儿童和养父母的强制性安排,其中最大限度的要求是所有遗产的三分之一(三分之一)。然而,在KHI中为不同宗教的父母或孩子安排强制遗嘱并没有规定。在最高法院裁决第368号/K/Ag/1995年,最高法院法官首次对叛教妇女的孩子授予权利。最近的高等法院判决331/K/Ag/2018最高法院判决学生的丈夫叛教。因此,最高法院的管辖权明确表示,非穆斯林可以以道德、正义和仁慈来接受这一义务。
{"title":"Wasiat Wajibah bagi Orang Tua atau Anak yang Berbeda Agama dalam Persfektif Hukum Kewarisan Islam di Indonesia","authors":"Deswandie Trinanda","doi":"10.32801/nolaj.v1i3.30","DOIUrl":"https://doi.org/10.32801/nolaj.v1i3.30","url":null,"abstract":"Dalam Penulisan Artikel ini penulis membahas terkait Wasiat Wajibah yang diberikan kepada anak dan orang tua yang berbeda agama dalam pembagian warisan, sehingga wasiat wajibah diberikan kepada anak atau orang tua yang berbeda agama tersebut, hal ini tidak diatur secara jelas dalam KHI, yang mana KHI sendiri yang menjadi pedoman hakim dalam memutus perkara waris sehingga tujuan penelitian ini adalah untuk menganlisa pengaturan pemberian wasiat wajibah bagi orang tua atau anah yang berbeda agama dalam KHI dan juga untuk menganlisa formulasi pengaturan pemberian wasiat wajibah bagi orang tua atau anak yang berbeda agam dimasa akan datang. Hasil penelitiannya adalah dalam Pengaturan Wajibah dalam KHI dijelaskan dalam pasal 209 bahwa terhadap anak angkat dan orang tua angkat saja, dimana ketentuan maksimal yang dapat diterima oleh orang tua angkat maupun anak angkat yaitu sebanyak-banyaknya 1/3 (sepertiga) dari harta warisan. Sedangkan untuk pengaturan pemberian wasiat wajibah bagi orang tua atau anak yang berbeda agama dalam KHI tidak diatur. Dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 368/K/Ag/1995 dimana untuk pertama kalinya hakim Mahkamah Agung mengeluarkan yurisprudensi pemberian wasiat wajibah kepada anak kandung perempuan murtad. Kemudian yang terbaru dalam Putusan Mahkamah Agung nomor 331/K/Ag/2018 Mahkamah Agung mengeluarkan putusan pemberian wasiat wajibah kepada suami murtad. Maka adanya yurisprudensi Mahkamah Agung memperjelas keadaan bahwa seseorang non muslim dapat menerima wasiat wajibah dengan berlandaskan moral, keadilan dan kemaslahatan.","PeriodicalId":270553,"journal":{"name":"Notary Law Journal","volume":"46 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-07-18","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"134055597","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana kedudukan Surat Keterangan Tanah sebagai bukti kepemilikan hak atas tanah dalam system hukum pertanahan dan bagaimana kekuatan hukum Surat Keterangan Tanah sebagai bukti kepemilikan hak atas tanah. Pentingnya penelitian ini dilakukan karena di Indonesia masih banyak sekali masyarakat yang legalitas hukum bukti kepemilikan tanahnya hanya berdasarkan Surat Keterangan Tanah. Masih banyak masyarakat beranggapan Surat Keterangan Tanah yang dipunyai adalah bukti kepemilikan hak atas tanah yang kuat dan hal itu Nampak pada kasus kasus pertanahan dalam proses peradilan Surat Keterangan Tanah ini masih diakui. Berdasarkan sistem hukum pertanahan negatif bertendensi positif yang dianut Indonesia, sertifikat yang dikeluarkan Badan Pertanahan Nasional masih berpotensi digugat sepanjang bisa dibuktikan kebenarannya. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dan bersifat Peskriptif yaitu menjawab isu hukum dengan cara menggambarkan, menelaah,mengkaji, dan menjelaskan secara tepat serta menganalisa peraturan perundang-undangan yang berlaku maupun dari berbagai pendapat ahli hukum, dengan tujuan untuk mendapatkan jawaban atas permasalahan yang diangkat.
{"title":"Kedudukan Surat Keterangan Tanah sebagai Bukti Kepemilikan Hak Atas Tanah dalam Sistem Hukum Pertanahan Indonesia","authors":"Noor Atikah","doi":"10.32801/nolaj.v1i3.29","DOIUrl":"https://doi.org/10.32801/nolaj.v1i3.29","url":null,"abstract":"Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana kedudukan Surat Keterangan Tanah sebagai bukti kepemilikan hak atas tanah dalam system hukum pertanahan dan bagaimana kekuatan hukum Surat Keterangan Tanah sebagai bukti kepemilikan hak atas tanah. Pentingnya penelitian ini dilakukan karena di Indonesia masih banyak sekali masyarakat yang legalitas hukum bukti kepemilikan tanahnya hanya berdasarkan Surat Keterangan Tanah. Masih banyak masyarakat beranggapan Surat Keterangan Tanah yang dipunyai adalah bukti kepemilikan hak atas tanah yang kuat dan hal itu Nampak pada kasus kasus pertanahan dalam proses peradilan Surat Keterangan Tanah ini masih diakui. Berdasarkan sistem hukum pertanahan negatif bertendensi positif yang dianut Indonesia, sertifikat yang dikeluarkan Badan Pertanahan Nasional masih berpotensi digugat sepanjang bisa dibuktikan kebenarannya. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dan bersifat Peskriptif yaitu menjawab isu hukum dengan cara menggambarkan, menelaah,mengkaji, dan menjelaskan secara tepat serta menganalisa peraturan perundang-undangan yang berlaku maupun dari berbagai pendapat ahli hukum, dengan tujuan untuk mendapatkan jawaban atas permasalahan yang diangkat.","PeriodicalId":270553,"journal":{"name":"Notary Law Journal","volume":"301 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-07-13","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"134311601","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Junita Faulina, Abdul Halim Barkatullah, Djoni S Gozali
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk menganalisa dan menjelaskan mengenai kepastian hukum akta Notaris yang dibuat berdasarkan konsep Cyber Notary di masa Pandemi Covid-19 dan menganalisa dan menjelaskan mengenai perlindungan hukum bagi Notaris terhadap sengketa akta Notaris yang menggunakan konsep Cyber Notary di masa Pandemi Covid-19. Dalam hal ini penelitian menggunakan jenis penelitian hukum normatif, penelitian ini bersifat preskriptif analisis yaitu mempelajari tujuan hukum, nilai-nilai keadilan, validitas aturan hukum, konsep-konsep hukum dan norma-norma hukum dimana dalam hal ini peneliti akan memberikan kritisi serta solusi hukum atas permasalahan yang dikaji dan di analisa dalam penelitian hukum ini. Hasil Penelitian Pertama: Akta Notaris yang dibuat berdasarkan konsep cyber notary di masa pandemi Covid-19 tidak memiliki kepastian hukum karena tidak adanya peraturan yang mengatur cyber notary, dalam Undang-Undang Jabatan Notaris tidak dijelaskan secara jelas pengaturan mengenai cyber notary hanya terdapat dalam penjelasan pasal 15 ayat (3) Undang-undang Jabatan Notaris, sehingga perlu penjelasan lebih lanjut mengenai cyber notary dalam Undang-undang Jabatan Notaris agar dapat dijadikan payung hukum yang jelas oleh Notaris dalam menjalankan kewenangannya dalam membuat akta Notaris di masa pandemi Covid-19. Kedua: Perlindungan hukum bagi notaris yaitu dalam proses peradilan pidana menurut Undang-undang Jabatan Notaris adalah ketentuan tentang kewajiban ingkar dan hak ingkar yang tercantum dalam Pasal 4 ayat (2), Pasal 16 ayat (1) huruf f, Pasal 54, Pasal 16 ayat (1) huruf c. Selain dari Undang-undang, Notaris juga dilindungi oleh Majelis Kehormatan Notaris yang merupakan lembaga yang diamanatkan oleh Undang-undang sebagaimana diatur dalam Pasal 66 ayat (1) Undang-undang Jabatan Notaris. Serta Notaris juga mendapatkan perlindungan dari Ikatan Notaris Indonesia (INI), ketentuan mengenai organisasi Notaris ini terdapat dalam Pasal 82 ayat (2) Undang-undang Jabatan Notaris. Perlindungan Notaris sebagai pejabat umum yang membuat akta menggunakan konsep cyber notary dilindungi oleh Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik dengan menerapkan azas lex specialis derogate lex generalis yang maknanya Undang-Undang yang bersifat khusus menyampingkan Undang-Undang yang bersifat umum, dalam hal ini Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik menyampingkan Undang-Undang Jabatan Notaris.
{"title":"Kedudukan Hukum Akta Notaris yang menerapkan Konsep Cyber Notary di Masa Pandemi Covid-19 di Indonesia","authors":"Junita Faulina, Abdul Halim Barkatullah, Djoni S Gozali","doi":"10.32801/nolaj.v1i3.28","DOIUrl":"https://doi.org/10.32801/nolaj.v1i3.28","url":null,"abstract":"Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk menganalisa dan menjelaskan mengenai kepastian hukum akta Notaris yang dibuat berdasarkan konsep Cyber Notary di masa Pandemi Covid-19 dan menganalisa dan menjelaskan mengenai perlindungan hukum bagi Notaris terhadap sengketa akta Notaris yang menggunakan konsep Cyber Notary di masa Pandemi Covid-19. Dalam hal ini penelitian menggunakan jenis penelitian hukum normatif, penelitian ini bersifat preskriptif analisis yaitu mempelajari tujuan hukum, nilai-nilai keadilan, validitas aturan hukum, konsep-konsep hukum dan norma-norma hukum dimana dalam hal ini peneliti akan memberikan kritisi serta solusi hukum atas permasalahan yang dikaji dan di analisa dalam penelitian hukum ini. Hasil Penelitian Pertama: Akta Notaris yang dibuat berdasarkan konsep cyber notary di masa pandemi Covid-19 tidak memiliki kepastian hukum karena tidak adanya peraturan yang mengatur cyber notary, dalam Undang-Undang Jabatan Notaris tidak dijelaskan secara jelas pengaturan mengenai cyber notary hanya terdapat dalam penjelasan pasal 15 ayat (3) Undang-undang Jabatan Notaris, sehingga perlu penjelasan lebih lanjut mengenai cyber notary dalam Undang-undang Jabatan Notaris agar dapat dijadikan payung hukum yang jelas oleh Notaris dalam menjalankan kewenangannya dalam membuat akta Notaris di masa pandemi Covid-19. Kedua: Perlindungan hukum bagi notaris yaitu dalam proses peradilan pidana menurut Undang-undang Jabatan Notaris adalah ketentuan tentang kewajiban ingkar dan hak ingkar yang tercantum dalam Pasal 4 ayat (2), Pasal 16 ayat (1) huruf f, Pasal 54, Pasal 16 ayat (1) huruf c. Selain dari Undang-undang, Notaris juga dilindungi oleh Majelis Kehormatan Notaris yang merupakan lembaga yang diamanatkan oleh Undang-undang sebagaimana diatur dalam Pasal 66 ayat (1) Undang-undang Jabatan Notaris. Serta Notaris juga mendapatkan perlindungan dari Ikatan Notaris Indonesia (INI), ketentuan mengenai organisasi Notaris ini terdapat dalam Pasal 82 ayat (2) Undang-undang Jabatan Notaris. Perlindungan Notaris sebagai pejabat umum yang membuat akta menggunakan konsep cyber notary dilindungi oleh Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik dengan menerapkan azas lex specialis derogate lex generalis yang maknanya Undang-Undang yang bersifat khusus menyampingkan Undang-Undang yang bersifat umum, dalam hal ini Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik menyampingkan Undang-Undang Jabatan Notaris.","PeriodicalId":270553,"journal":{"name":"Notary Law Journal","volume":"16 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-07-12","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"126442039","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}