Penelitian ini menganalisis kepastian hukum tanda tangan yang berbasis elektronik ketika diterapkan pada akta yang berkekuatan hukum dan pembuktian yang autentik, dibuat oleh notaris dan untuk memberikan peraturan perundang-undangan yang akan datang untuk konsep cybernotary yang diterapkan oleh notaris di Indonesia. Penelitian Hukum Normatif menjadi metode penelitian yang digunakan dalam artikel penelitian ini. Hasil penelitian menjelaskan Pertama, tandatangan elektronik di Indonesia belum dapat diterapkan karena terkendala dengan kewajiban dari Jabatan Notaris yang ada pada Pasal 16 UUJN. Namun pada penjelasannya tersebut memberi peluang diterapkannya cyber notary di Indonesia. Adapun kelebihan tandatangan elektronik jika diterapkan yaitu waktu yang lebih efesien, kekuatan hukumnya sama dengan tandatangan konvensional atau tandatangan basah, identitas terjamin, hemat biaya pengeluaran dan eco friendly. Kedua, cybernotary untuk saat ini dapat diterapkan terbatas hanya pada waarmerking dan legalisasi karena keduanya merupakan surat bawah tangan yang disahkan notaris sehingga tidak akan terdegradasi. Selain itu, Salinan akta dapat diterapkan karena Salinan akta hanya memerlukan tandatangan notaris sehingga dapat ditandatangani menggunakan tandatangan elektronik. Untuk formulasi kedepan mengenai hukum positif yang berlaku yaitu merevisi Pasal 16 UUJN dan merevisi Pasal 5 UU ITE.
{"title":"Digitalisasi Tandatangan secara Elektronik dengan menggunakan Akta Notaris","authors":"Selva Omiyani, Suprapto Suprapto, Saprudin Saprudin","doi":"10.32801/nolaj.v3i1.55","DOIUrl":"https://doi.org/10.32801/nolaj.v3i1.55","url":null,"abstract":"Penelitian ini menganalisis kepastian hukum tanda tangan yang berbasis elektronik ketika diterapkan pada akta yang berkekuatan hukum dan pembuktian yang autentik, dibuat oleh notaris dan untuk memberikan peraturan perundang-undangan yang akan datang untuk konsep cybernotary yang diterapkan oleh notaris di Indonesia. Penelitian Hukum Normatif menjadi metode penelitian yang digunakan dalam artikel penelitian ini. Hasil penelitian menjelaskan Pertama, tandatangan elektronik di Indonesia belum dapat diterapkan karena terkendala dengan kewajiban dari Jabatan Notaris yang ada pada Pasal 16 UUJN. Namun pada penjelasannya tersebut memberi peluang diterapkannya cyber notary di Indonesia. Adapun kelebihan tandatangan elektronik jika diterapkan yaitu waktu yang lebih efesien, kekuatan hukumnya sama dengan tandatangan konvensional atau tandatangan basah, identitas terjamin, hemat biaya pengeluaran dan eco friendly. Kedua, cybernotary untuk saat ini dapat diterapkan terbatas hanya pada waarmerking dan legalisasi karena keduanya merupakan surat bawah tangan yang disahkan notaris sehingga tidak akan terdegradasi. Selain itu, Salinan akta dapat diterapkan karena Salinan akta hanya memerlukan tandatangan notaris sehingga dapat ditandatangani menggunakan tandatangan elektronik. Untuk formulasi kedepan mengenai hukum positif yang berlaku yaitu merevisi Pasal 16 UUJN dan merevisi Pasal 5 UU ITE.","PeriodicalId":270553,"journal":{"name":"Notary Law Journal","volume":"64 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2024-01-18","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"140504269","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2016 tentang Pedoman beracara Terkait Sengketa Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum hanya mengatur tentang macam-macam alat bukti serta perluasannya, namun tidak dijelaskan berkenaan dengan prosedur, sistem dan kekuatan pembuktiannya. Sehingga apabila Perma sebagai aturan yang bersifat khusus tidak mencantumkan, maka dikembalikan ke peraturan secara umumnya yaitu pada UU PTUN. Prosedur pembuktian sengketa penetapan lokasi tanah di Peradilan Tata Usaha Negara yang diatur di Peraturan Mahkamah Agung No. 2 Tahun 2016 belum jelas diatur sehingga untuk penanganan perkara sengketa penetapan lokasi tanah di Peradilan Tata Usaha Negara dapat menggunakan prosedur pembuktian di persidangan dalam sengketa Tata Usaha Negara pada ketentuan Pasal 107 yang secara jelas menjelaskan apa yang harus dibuktikan, beban dan penilaian pembuktian.
{"title":"Hukum Pembuktian pada Sengketa Penetapan Lokasi Tanah di Peradilan Tata Usaha Negara","authors":"Indah Ramadhany, Cindyva Thalia Mustika, Soffyan Angga Fahlani","doi":"10.32801/nolaj.v2i4.49","DOIUrl":"https://doi.org/10.32801/nolaj.v2i4.49","url":null,"abstract":"Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2016 tentang Pedoman beracara Terkait Sengketa Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum hanya mengatur tentang macam-macam alat bukti serta perluasannya, namun tidak dijelaskan berkenaan dengan prosedur, sistem dan kekuatan pembuktiannya. Sehingga apabila Perma sebagai aturan yang bersifat khusus tidak mencantumkan, maka dikembalikan ke peraturan secara umumnya yaitu pada UU PTUN. Prosedur pembuktian sengketa penetapan lokasi tanah di Peradilan Tata Usaha Negara yang diatur di Peraturan Mahkamah Agung No. 2 Tahun 2016 belum jelas diatur sehingga untuk penanganan perkara sengketa penetapan lokasi tanah di Peradilan Tata Usaha Negara dapat menggunakan prosedur pembuktian di persidangan dalam sengketa Tata Usaha Negara pada ketentuan Pasal 107 yang secara jelas menjelaskan apa yang harus dibuktikan, beban dan penilaian pembuktian.","PeriodicalId":270553,"journal":{"name":"Notary Law Journal","volume":"263 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-10-05","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"139323282","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis secara mendalam tentang apakah hubungan hukum antara pihak pengembang (developer), bank, dan debitur dalam perjanjian jaminan pembayaran (Payment Guarantee) sesuai dengan hukum yang berlaku dan bagaimana akibat hukum bagi pengembang (developer) dalam kedudukannya sebagai penjual dalam akta perjanjian jaminan pembayaran (Payment Guarantee). Dengan menggunakan jenis penelitian yuridis normatif yang dilakukan melalui pendekatan undang-undang serta pendekatan konseptual, penelitian ini bersifat preskriptif analitis, dan data penelitian berupa data primer dan sekunder, sehingga metode pengumpulan data dilakukan dengan teknik studi dokumen, sedangkan analisisnya dilakukan dengan logika deduktif dan dilakukan interpretasi terhadap undang-undang tersebut. Berdasarkan hasil penelitian tersebut kemudian ditarik kesimpulan; Pertama, konsep perjanjian kerjasama Payment Guarantee sesungguhnya adalah penjaminan debitur oleh developer terhadap bank, dimana terdapat penyalahgunaan keadaan/kesempatan ataupun penyalahgunaan kekuasaan ekonomis yang berlindung di belakang prinsip prudential banking oleh bank kepada developer yang mengakibatkan ketidakseimbangan hukum. Kedua, terkait akibat hukum ketidakseimbangan kedudukan dalam perjanjian kerjasama Payment Guarantee, terdapat klausula-klausula tidak seimbang dan merugikan pihak developer yang tertuang pada Pasal 9 ayat (5) perjanjian kerjasama, juga lemahnya kekuatan pembuktian karena merupakan perjanjian di bawah tangan
{"title":"Tanggung Jawab Pengembang dalam Akta Payment Guarantee terkait Pemberian Fasilitas Kredit Pemilikan Rumah","authors":"Gramiko Kaharap","doi":"10.32801/nolaj.v2i3.48","DOIUrl":"https://doi.org/10.32801/nolaj.v2i3.48","url":null,"abstract":"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis secara mendalam tentang apakah hubungan hukum antara pihak pengembang (developer), bank, dan debitur dalam perjanjian jaminan pembayaran (Payment Guarantee) sesuai dengan hukum yang berlaku dan bagaimana akibat hukum bagi pengembang (developer) dalam kedudukannya sebagai penjual dalam akta perjanjian jaminan pembayaran (Payment Guarantee). Dengan menggunakan jenis penelitian yuridis normatif yang dilakukan melalui pendekatan undang-undang serta pendekatan konseptual, penelitian ini bersifat preskriptif analitis, dan data penelitian berupa data primer dan sekunder, sehingga metode pengumpulan data dilakukan dengan teknik studi dokumen, sedangkan analisisnya dilakukan dengan logika deduktif dan dilakukan interpretasi terhadap undang-undang tersebut. Berdasarkan hasil penelitian tersebut kemudian ditarik kesimpulan; Pertama, konsep perjanjian kerjasama Payment Guarantee sesungguhnya adalah penjaminan debitur oleh developer terhadap bank, dimana terdapat penyalahgunaan keadaan/kesempatan ataupun penyalahgunaan kekuasaan ekonomis yang berlindung di belakang prinsip prudential banking oleh bank kepada developer yang mengakibatkan ketidakseimbangan hukum. Kedua, terkait akibat hukum ketidakseimbangan kedudukan dalam perjanjian kerjasama Payment Guarantee, terdapat klausula-klausula tidak seimbang dan merugikan pihak developer yang tertuang pada Pasal 9 ayat (5) perjanjian kerjasama, juga lemahnya kekuatan pembuktian karena merupakan perjanjian di bawah tangan","PeriodicalId":270553,"journal":{"name":"Notary Law Journal","volume":"209 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-07-21","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"123038434","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Anton Wahyudi, Rahmida Erliyani, Mispansyah Mispansyah
Penulisan ini bertujuan untuk mengkaji pertanggungjawaban notaris pengganti yang tidak menjalankan tugas dan kewenangannya sebagai notaris pengganti dan untuk mengkaji sanksi terhadap notaris pengganti yang telah diambil sumpah tetapi tidak menjalankan tugas dan kewenanganannya. Dengan menggunakan jenis penelitian yuridis normatif, Penelitian ini bersifat preskriptif yaitu menjawab isu hukum dengan cara menggambarkan, menelaah, mengkaji, dan menjelaskan secara tepat serta menganalisa peraturan perundang-undangan yang berlaku maupun dari berbagai pendapat ahli hukum, dengan tujuan untuk mendapatkan jawaban atas permasalahan yang diangkat. Hasil Penelitian Pertama : Pertanggungjawaban notaris pengganti yang tidak menjalankan tugas dan kewenangannya sebagai notaris pengganti adalah pertanggungjawaban dengan berdasarkan pada berdasarkan unsur kesalahan (fault liability atau liability based on fault), hal ini diukur dari besar dan kecilnya suatu kesalahan dijadikan sebagai landasan untuh menjatuhkan sanksi kepada Notaris. Kedua : Sanksi terhadap notaris pengganti yang telah diambil sumpah tetapi tidak menjalankan tugas dan kewenanganannya tidak dapat dianggap sudah melanggar kode etik karena tidak bertindak amanah, jujur, saksama, mandiri, tidak berpihak, dan menjaga kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum, karena berdasarkan Pasal 17 huruf h Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris notaris pengganti bukan pejabat umum yang berwenang membuat akta otentik berdasarkan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan, sehingga terdapat kekosongan hukum yang mana tidak ada aturan yang mengatur mengenai sanksi yang dapat diberikan kepada Notaris Pengganti yang tidak menjalankan tugas dan kewenangannya.
{"title":"Tanggung Jawab Notaris Pengganti atas Akta Notaris yang dibuat oleh Notaris tidak Berwenang dalam Kewenangan Notaris Pengganti","authors":"Anton Wahyudi, Rahmida Erliyani, Mispansyah Mispansyah","doi":"10.32801/nolaj.v2i3.47","DOIUrl":"https://doi.org/10.32801/nolaj.v2i3.47","url":null,"abstract":"Penulisan ini bertujuan untuk mengkaji pertanggungjawaban notaris pengganti yang tidak menjalankan tugas dan kewenangannya sebagai notaris pengganti dan untuk mengkaji sanksi terhadap notaris pengganti yang telah diambil sumpah tetapi tidak menjalankan tugas dan kewenanganannya. Dengan menggunakan jenis penelitian yuridis normatif, Penelitian ini bersifat preskriptif yaitu menjawab isu hukum dengan cara menggambarkan, menelaah, mengkaji, dan menjelaskan secara tepat serta menganalisa peraturan perundang-undangan yang berlaku maupun dari berbagai pendapat ahli hukum, dengan tujuan untuk mendapatkan jawaban atas permasalahan yang diangkat. Hasil Penelitian Pertama : Pertanggungjawaban notaris pengganti yang tidak menjalankan tugas dan kewenangannya sebagai notaris pengganti adalah pertanggungjawaban dengan berdasarkan pada berdasarkan unsur kesalahan (fault liability atau liability based on fault), hal ini diukur dari besar dan kecilnya suatu kesalahan dijadikan sebagai landasan untuh menjatuhkan sanksi kepada Notaris. Kedua : Sanksi terhadap notaris pengganti yang telah diambil sumpah tetapi tidak menjalankan tugas dan kewenanganannya tidak dapat dianggap sudah melanggar kode etik karena tidak bertindak amanah, jujur, saksama, mandiri, tidak berpihak, dan menjaga kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum, karena berdasarkan Pasal 17 huruf h Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris notaris pengganti bukan pejabat umum yang berwenang membuat akta otentik berdasarkan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan, sehingga terdapat kekosongan hukum yang mana tidak ada aturan yang mengatur mengenai sanksi yang dapat diberikan kepada Notaris Pengganti yang tidak menjalankan tugas dan kewenangannya.","PeriodicalId":270553,"journal":{"name":"Notary Law Journal","volume":"37 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-07-19","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"128387769","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Notaris adalah pejabat umum yang dalam pelaksanaan jabatannya memberikan pelayanan dalam ranah hukum perdata kepada masyarakat. Notaris dalam pelaksanaan jabatannya berkedudukan di Kantor Notaris pada wilayah kerjanya dengan dibantu oleh karyawan Notaris. Peran karyawan Notaris dalam pelaksanaan jabatan Notaris untuk membantu Notaris dalam pelaksanaan tata kelola administrasi kantor Notaris, seperti menjadi saksi pengesahan akta, mempersiapkan pembuatan akta, melakukan pengarsipan dokumen, menjaga kerahasian dokumen, dan beberapa tugas lainnya untuk membantu pelaksanaan jabatan Notaris. Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Peraturan Jabatan Notaris tidak memuat dengan jelas mengenai karyawan Notaris, sedangkan tidak dapat dipungkiri peran karyawan Notaris dibutuhkan dalam pelaksanaan jabatan Notaris. Perlunya kualifkasi tertentu yang dimiliki oleh karyawan Notaris agar dapat memaksimalkan peran Notaris dalam pelaksanaan jabatannya. Seorang karyawan Notaris setidaknya memiliki beberapa kriteria yang harus dimiliki untuk menjadi karyawan kantor Notaris karena berkaitan dengan pelaksanaan jabatan Notaris sebagai pejabat umum yang menuntut karyawan Notaris agar mampu menjaga kredibelitas dan integritas Notaris tempatnya bekerja. Notaris dalam pelaksanaan jabatannya bersifat independen tapi ini berkaitan dengan kewenangan pembuatan akta, sedangkan dalam pelaksanaan tata kelola kantor Notaris diperlukan peran dari karyawan kantor Notaris. Metode penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian doktrinal dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan (statue approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach).
{"title":"Urgensi Standarisasi Kualifikasi Karyawan Notaris di Indonesia","authors":"Khairunnisa Noor Asufie, Nur Aripkah, Ali Impron","doi":"10.32801/nolaj.v2i3.46","DOIUrl":"https://doi.org/10.32801/nolaj.v2i3.46","url":null,"abstract":"Notaris adalah pejabat umum yang dalam pelaksanaan jabatannya memberikan pelayanan dalam ranah hukum perdata kepada masyarakat. Notaris dalam pelaksanaan jabatannya berkedudukan di Kantor Notaris pada wilayah kerjanya dengan dibantu oleh karyawan Notaris. Peran karyawan Notaris dalam pelaksanaan jabatan Notaris untuk membantu Notaris dalam pelaksanaan tata kelola administrasi kantor Notaris, seperti menjadi saksi pengesahan akta, mempersiapkan pembuatan akta, melakukan pengarsipan dokumen, menjaga kerahasian dokumen, dan beberapa tugas lainnya untuk membantu pelaksanaan jabatan Notaris. Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Peraturan Jabatan Notaris tidak memuat dengan jelas mengenai karyawan Notaris, sedangkan tidak dapat dipungkiri peran karyawan Notaris dibutuhkan dalam pelaksanaan jabatan Notaris. Perlunya kualifkasi tertentu yang dimiliki oleh karyawan Notaris agar dapat memaksimalkan peran Notaris dalam pelaksanaan jabatannya. Seorang karyawan Notaris setidaknya memiliki beberapa kriteria yang harus dimiliki untuk menjadi karyawan kantor Notaris karena berkaitan dengan pelaksanaan jabatan Notaris sebagai pejabat umum yang menuntut karyawan Notaris agar mampu menjaga kredibelitas dan integritas Notaris tempatnya bekerja. Notaris dalam pelaksanaan jabatannya bersifat independen tapi ini berkaitan dengan kewenangan pembuatan akta, sedangkan dalam pelaksanaan tata kelola kantor Notaris diperlukan peran dari karyawan kantor Notaris. Metode penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian doktrinal dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan (statue approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach).","PeriodicalId":270553,"journal":{"name":"Notary Law Journal","volume":"70 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-07-07","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"116962109","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis secara mendalam mengenai keabsahan dari verifikasi harga jual beli tanah oleh pemerintah daerah, dimana pemerintah daerah membuat suatu verifikasi atas harga jual beli yang menyimpangi ketentuan dari Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, antara lain tentang kewenangan yang diberikan oleh undang-undang bagi pemerintah daerah, serta dampak verifikasi tersebut terhadap berbagai hal. Hal ini kemudian cukup menarik untuk diteliti dan dianalisis lebih jauh. Penelitian ini sendiri merupakan penelitian normatif, dan dilakukan melalui pendekatan undang-undang serta pendekatan konseptual. Penelitian ini bersifat preskriptif analitis, dan data penelitian berupa data primer dan sekunder, sehingga metode pengumpulan data dilakukan dengan teknik studi dokumen, sedangkan analisisnya dilakukan dengan logika deduktif dan kemudian dibuat suatu interpretasi terhadap aturan tersebut. Berdasarkan hasil penelitian tersebut kemmudian ditarik sebuah kesimpulan, yang pertma, bahwa jual beli tanah dengan harga dibawah NJOP adalah tetap sah berdasarkan undang-undang, serta tidak bertentangan dengan asas konsensualisme dalam Pasal 1320 KUH Perdata. Kedua, terkait dengan wewenang yang diberikan oleh Undang-undang kepada pemerintah daerah terkait dengan pajak dan retribusi daerah, tidak ditemukan aturan manapun yang menjadi dasa bagi pemerintah daerah dalam menerapkan maupun menjalankan verifikasi terhadap harga jual tersebut.
{"title":"Harga Jual Beli dalam Akta Jual Beli (Ajb) Dikaitkan dengan Pajak Pemungutan Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan (BPHTB)","authors":"Erwan Fitriady, M. Effendy, Mirza Satria Buana","doi":"10.32801/nolaj.v2i3.44","DOIUrl":"https://doi.org/10.32801/nolaj.v2i3.44","url":null,"abstract":"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis secara mendalam mengenai keabsahan dari verifikasi harga jual beli tanah oleh pemerintah daerah, dimana pemerintah daerah membuat suatu verifikasi atas harga jual beli yang menyimpangi ketentuan dari Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, antara lain tentang kewenangan yang diberikan oleh undang-undang bagi pemerintah daerah, serta dampak verifikasi tersebut terhadap berbagai hal. Hal ini kemudian cukup menarik untuk diteliti dan dianalisis lebih jauh. Penelitian ini sendiri merupakan penelitian normatif, dan dilakukan melalui pendekatan undang-undang serta pendekatan konseptual. Penelitian ini bersifat preskriptif analitis, dan data penelitian berupa data primer dan sekunder, sehingga metode pengumpulan data dilakukan dengan teknik studi dokumen, sedangkan analisisnya dilakukan dengan logika deduktif dan kemudian dibuat suatu interpretasi terhadap aturan tersebut. Berdasarkan hasil penelitian tersebut kemmudian ditarik sebuah kesimpulan, yang pertma, bahwa jual beli tanah dengan harga dibawah NJOP adalah tetap sah berdasarkan undang-undang, serta tidak bertentangan dengan asas konsensualisme dalam Pasal 1320 KUH Perdata. Kedua, terkait dengan wewenang yang diberikan oleh Undang-undang kepada pemerintah daerah terkait dengan pajak dan retribusi daerah, tidak ditemukan aturan manapun yang menjadi dasa bagi pemerintah daerah dalam menerapkan maupun menjalankan verifikasi terhadap harga jual tersebut.","PeriodicalId":270553,"journal":{"name":"Notary Law Journal","volume":"18 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-07-03","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"116240611","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Meidy Yanto Sandi, Muhammad Hadin Muhjad, Ahmad Syaufi
Secara yuridis, modal yang disertakan ke dalam perseroan bukan lagi menjadi kekayaan orang menyertakan modal, tetapi menjadi kekayaan perseroan itu sendiri. Hal tersebut terjadi pemisahan kekayaan antara kekayaan pemegang saham dan perseroan. Berkaitan dengan di persangkakan dan dituntutnya sejumlah mantan direksi atau direksi Persero atas perbuatan mereka yang merugikan Perserosehingga dikategorikan merugikan keuangan negara, perlu diberikan pemahaman mendalam karena keuangan Persero berdasarkan teori hukum dan teori lingkungan kuasa hukum bukan merupakan keuangan negara sehingga kerugian pada Persero bukan kerugian negara.
{"title":"Kekayaan Negara Yang Dipisahkan Dalam Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dalam Bentuk Persero","authors":"Meidy Yanto Sandi, Muhammad Hadin Muhjad, Ahmad Syaufi","doi":"10.32801/nolaj.v2i3.45","DOIUrl":"https://doi.org/10.32801/nolaj.v2i3.45","url":null,"abstract":"Secara yuridis, modal yang disertakan ke dalam perseroan bukan lagi menjadi kekayaan orang menyertakan modal, tetapi menjadi kekayaan perseroan itu sendiri. Hal tersebut terjadi pemisahan kekayaan antara kekayaan pemegang saham dan perseroan. Berkaitan dengan di persangkakan dan dituntutnya sejumlah mantan direksi atau direksi Persero atas perbuatan mereka yang merugikan Perserosehingga dikategorikan merugikan keuangan negara, perlu diberikan pemahaman mendalam karena keuangan Persero berdasarkan teori hukum dan teori lingkungan kuasa hukum bukan merupakan keuangan negara sehingga kerugian pada Persero bukan kerugian negara.","PeriodicalId":270553,"journal":{"name":"Notary Law Journal","volume":"36 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-07-03","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"125867259","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Penelitian dengan judul “Pembatalan Akta Jual Beli Tanah Dan Bangunan Di Kelurahan Panjangjiwo, Kecamatan Tenggilis Mejoyo, Kota Surabaya (Studi Putusan Nomor 415/Pdt.G/2017/PN.Sby.)” bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis pertimbangan-pertimbangan hukum apa saja yang digunakan oleh hakim untuk memutuskan pembatalan Akta Jual Beli dalam putusan Pengadilan Negeri Surabaya Nomor 415/Pdt.G/2017/ PN.Sby. dan apakah surat pernyataan kepemilikan tanah yang sebenarnya dapat menjadi dasar dalam pembatalan Akta Jual Beli. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif dengan sumber data utama adalah data sekunder. Data sekunder diperoleh dari studi pustaka yang berupa peraturan perundang-undangan yang merupakan sumber hukum tertulis, melakukan studi putusan, dokumen atau karya ilmiah dan dilengkapi dengan wawancara langsung dengan narasumber sebagai data pendukung. Analisis data dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif dan disajikan secara deskriptif. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut: (1) Pertimbangan-pertimbangan hukum yang digunakan hakim untuk memutuskan pembatalan Akta Jual Beli dalam putusan Pengadilan Negeri Surabaya Nomor 415/Pdt.G/2017/ PN.Sby. adalah adanya kesesuaian antara dalil dan alat-alat bukti yang diajukan para Tergugat dan tidak ada pembuktian sebaliknya oleh Penggugat. Alat bukti para Tergugat yang berupa kuitansi, rekapan uang penerimaan dan pengeluaran Tergugat, dan Surat Pernyataan almarhum ayah Penggugat dinilai Majelis Hakim saling berkesesuaian satu dengan lainnya dan menguatkan dalil Tergugat dalam gugatan Rekonvensinya. (2) Surat Pernyataan kepemilikan tanah yang sebenarnya dapat menjadi dasar dalam pembatalan suatu Akta Jual Beli dengan syarat surat pernyataan tersebut tidak berdiri sendiri atau dengan kata lain didukung dengan alat-alat bukti lainnya yang dapat berupa alat bukti tertulis dan/atau alat bukti keterangan saksi.
{"title":"Pembatalan Akta Jual Beli Tanah dan Bangunan di Kelurahan Panjangjiwo, Kecamatan Tenggilis Mejoyo, Kota Surabaya (Studi Putusan Nomor 415/Pdt.G/2017/PN.Sby)","authors":"Angello Picasho Krusbeek Riwu","doi":"10.32801/nolaj.v2i2.38","DOIUrl":"https://doi.org/10.32801/nolaj.v2i2.38","url":null,"abstract":"Penelitian dengan judul “Pembatalan Akta Jual Beli Tanah Dan Bangunan Di Kelurahan Panjangjiwo, Kecamatan Tenggilis Mejoyo, Kota Surabaya (Studi Putusan Nomor 415/Pdt.G/2017/PN.Sby.)” bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis pertimbangan-pertimbangan hukum apa saja yang digunakan oleh hakim untuk memutuskan pembatalan Akta Jual Beli dalam putusan Pengadilan Negeri Surabaya Nomor 415/Pdt.G/2017/ PN.Sby. dan apakah surat pernyataan kepemilikan tanah yang sebenarnya dapat menjadi dasar dalam pembatalan Akta Jual Beli. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif dengan sumber data utama adalah data sekunder. Data sekunder diperoleh dari studi pustaka yang berupa peraturan perundang-undangan yang merupakan sumber hukum tertulis, melakukan studi putusan, dokumen atau karya ilmiah dan dilengkapi dengan wawancara langsung dengan narasumber sebagai data pendukung. Analisis data dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif dan disajikan secara deskriptif. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut: (1) Pertimbangan-pertimbangan hukum yang digunakan hakim untuk memutuskan pembatalan Akta Jual Beli dalam putusan Pengadilan Negeri Surabaya Nomor 415/Pdt.G/2017/ PN.Sby. adalah adanya kesesuaian antara dalil dan alat-alat bukti yang diajukan para Tergugat dan tidak ada pembuktian sebaliknya oleh Penggugat. Alat bukti para Tergugat yang berupa kuitansi, rekapan uang penerimaan dan pengeluaran Tergugat, dan Surat Pernyataan almarhum ayah Penggugat dinilai Majelis Hakim saling berkesesuaian satu dengan lainnya dan menguatkan dalil Tergugat dalam gugatan Rekonvensinya. (2) Surat Pernyataan kepemilikan tanah yang sebenarnya dapat menjadi dasar dalam pembatalan suatu Akta Jual Beli dengan syarat surat pernyataan tersebut tidak berdiri sendiri atau dengan kata lain didukung dengan alat-alat bukti lainnya yang dapat berupa alat bukti tertulis dan/atau alat bukti keterangan saksi.\u0000 ","PeriodicalId":270553,"journal":{"name":"Notary Law Journal","volume":"14 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-05-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"125269635","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana karakteristik hak kebendaan pada objek jaminan fidusia berupa benda persediaan dan perlindungan terhadap kreditur sebagai pemegang jaminan fidusia benda persediaan yang merupakan benda dalam persediaan) yang selalu berubah-ubah dan atau tidak tetap. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian hukum normatif, serta menggunakan sumber bahan hukum primer berupa Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan, Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 86 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia, Peraturan Presiden Repupblik Indonesia Nomor 9 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan, Bahan hukum sekunder seperti buku-buku ilmiah, jurnal/hasil penelitian terdahulu dan makalah-makalah yang berkaitan dengan pokok bahasan. Sedangkan bahan hukum tersier berupa kamus umum, kamus hukum, majalah, surat kabar dan internet yang relevan dengan penelitian ini. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa Benda persediaan merupakan salah satu bentuk jaminan fidusia yang sebenarnya menyimpang dari sejumlah aturan jaminan fidusia, sebab berpeluang bisa berpindah tangan kepada invidpidu atau puhak lain sebab di jual, dan tidak terikat asas droit de suite, yang kemudian menyebabkan posisi kreditur menjadi berisiko tinggi. Dari segi perlindungan Peraturan UUJF secara tegas menyebutkan bahwa jika benda persedian di jual, maka harus diganti dengan benda yang memiliki nilai setara, apabila belum diganti, maka uang hasil penjualan benda bersangkutan yang dijadikan sebagai pengganti benda yang sudah dijual tersebut.nilai jeminan Fidusia menjadi patokan besarnya uang yang wajib dikembalikan oleh debitor kepada kreditor, terlepas dari benda persediaan yang dijual sudah diganti atau belum, tentunya semua tahapan ini memerlukan pengawasan oleh pihak kreditor kepada debitor.
{"title":"Perlindungan Hukum terhadap Kreditur sebagai Pemegang Jaminan Fidusia Benda Persediaan","authors":"Ajwah Ajwah, Rachmadi Usman, Yulia Qamariyanti","doi":"10.32801/nolaj.v2i1.40","DOIUrl":"https://doi.org/10.32801/nolaj.v2i1.40","url":null,"abstract":"Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana karakteristik hak kebendaan pada objek jaminan fidusia berupa benda persediaan dan perlindungan terhadap kreditur sebagai pemegang jaminan fidusia benda persediaan yang merupakan benda dalam persediaan) yang selalu berubah-ubah dan atau tidak tetap. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian hukum normatif, serta menggunakan sumber bahan hukum primer berupa Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan, Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 86 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia, Peraturan Presiden Repupblik Indonesia Nomor 9 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan, Bahan hukum sekunder seperti buku-buku ilmiah, jurnal/hasil penelitian terdahulu dan makalah-makalah yang berkaitan dengan pokok bahasan. Sedangkan bahan hukum tersier berupa kamus umum, kamus hukum, majalah, surat kabar dan internet yang relevan dengan penelitian ini. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa Benda persediaan merupakan salah satu bentuk jaminan fidusia yang sebenarnya menyimpang dari sejumlah aturan jaminan fidusia, sebab berpeluang bisa berpindah tangan kepada invidpidu atau puhak lain sebab di jual, dan tidak terikat asas droit de suite, yang kemudian menyebabkan posisi kreditur menjadi berisiko tinggi. Dari segi perlindungan Peraturan UUJF secara tegas menyebutkan bahwa jika benda persedian di jual, maka harus diganti dengan benda yang memiliki nilai setara, apabila belum diganti, maka uang hasil penjualan benda bersangkutan yang dijadikan sebagai pengganti benda yang sudah dijual tersebut.nilai jeminan Fidusia menjadi patokan besarnya uang yang wajib dikembalikan oleh debitor kepada kreditor, terlepas dari benda persediaan yang dijual sudah diganti atau belum, tentunya semua tahapan ini memerlukan pengawasan oleh pihak kreditor kepada debitor.","PeriodicalId":270553,"journal":{"name":"Notary Law Journal","volume":"10 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-05-19","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"115987915","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Tujuan Penelitian: Untuk menganalisa problematika pendaftaran tanah hak milik dan peralihannya oleh anak dan menganalisa hubungan antara PPAT, Kantor Pertanahan, dan para penghadap. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian hukum Normatif dengan tipe penelitian “Doctrinal Research” yaitu secara sistematisasi mengkoreksi dan memperjelas suatu aturan hukum yang berlaku pada bidang hukum tertentu dengan cara menganalisisnya. Penelitian ini bersifat preskriptif yaitu penelitian yang bertujuan untuk memberikan gambaran atau merumuskan masalah sesuai dengan keadaan atau fakta yang ada. Hasil Penelitian: Berdasarkan Surat Edaran Nomor 4/SE/I/2015 Tentang Batasan Usia Dewasa Dalam Rangka Pelayanan Pertanahan angka 7 yang diterbitkan pada tanggal 26 Januari 2015 menyatakan ditetapkan batasan usia dewasa yang dapat melakukan perbuatan hukum dalam rangka pelayanan pertanahan adalah paling kurang 18 (delapan belas) tahun atau sudah kawin. Anak masih bisa melakukan pendaftaran peralihannya dengan walinya sebagaimana dalam Pasal 1320 dan 1338 KUH Perdata. Pada prakteknya di Kantor Pertanahan untuk peralihan hak atas tanah oleh anak perlu surat penetapan perwalian dari pengadilan yang memberikan ijin kepada walinya untuk melakukan perbuatan hukum atau peralihan, pemindahan atau pembebanan hak sesuai ketentuan Pasal 309 dan Pasal 393 KUH Perdata. Untuk pendaftaran tanah pertama kali oleh anak walaupun dengan perwalian, Kantor Pertanahan tidak bisa mencatatkan nama anak pada sertipikat tersebut dengan dasar batasan usia dewasa. Perlu ada aturan terhadap hal ini mengingat tidak semua tanah sudah bersertipikat sehingga anak akhirnya menunggu hingga dewasa untuk bisa mendaftarkan hak milik tanahnya. Akta PPAT selain sebagai alat bukti telah terjadinya suatu perbuatan hukum akta tanah, juga berfungsi sebagai alat bukti untuk melakukan pendaftaran peralihan hak atas tanahnya.. Akta yang telah dibuat sebagai bentuk pertanggungjawaban PPAT yakni tanggung jawab pada saat fase akta dan juga pasca penandatanganan akta tersebut. Pelaksanaan terhadap pembinaan dan pengawasan kinerja oleh Kantor Pertanahan terhadap PPAT dengan menerapkan Peraturan Menteri Agraria Dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 2 Tahun 2018 Tentang Pembinaan Dan Pengawasan Pejabat Pembuat Akta Tanah.
{"title":"Pendaftaran Tanah terhadap Hak Milik dan Peralihannya oleh Anak","authors":"Yuda Oktavianus Ginting","doi":"10.32801/nolaj.v2i2.43","DOIUrl":"https://doi.org/10.32801/nolaj.v2i2.43","url":null,"abstract":"Tujuan Penelitian: Untuk menganalisa problematika pendaftaran tanah hak milik dan peralihannya oleh anak dan menganalisa hubungan antara PPAT, Kantor Pertanahan, dan para penghadap. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian hukum Normatif dengan tipe penelitian “Doctrinal Research” yaitu secara sistematisasi mengkoreksi dan memperjelas suatu aturan hukum yang berlaku pada bidang hukum tertentu dengan cara menganalisisnya. Penelitian ini bersifat preskriptif yaitu penelitian yang bertujuan untuk memberikan gambaran atau merumuskan masalah sesuai dengan keadaan atau fakta yang ada. Hasil Penelitian: Berdasarkan Surat Edaran Nomor 4/SE/I/2015 Tentang Batasan Usia Dewasa Dalam Rangka Pelayanan Pertanahan angka 7 yang diterbitkan pada tanggal 26 Januari 2015 menyatakan ditetapkan batasan usia dewasa yang dapat melakukan perbuatan hukum dalam rangka pelayanan pertanahan adalah paling kurang 18 (delapan belas) tahun atau sudah kawin. Anak masih bisa melakukan pendaftaran peralihannya dengan walinya sebagaimana dalam Pasal 1320 dan 1338 KUH Perdata. Pada prakteknya di Kantor Pertanahan untuk peralihan hak atas tanah oleh anak perlu surat penetapan perwalian dari pengadilan yang memberikan ijin kepada walinya untuk melakukan perbuatan hukum atau peralihan, pemindahan atau pembebanan hak sesuai ketentuan Pasal 309 dan Pasal 393 KUH Perdata. Untuk pendaftaran tanah pertama kali oleh anak walaupun dengan perwalian, Kantor Pertanahan tidak bisa mencatatkan nama anak pada sertipikat tersebut dengan dasar batasan usia dewasa. Perlu ada aturan terhadap hal ini mengingat tidak semua tanah sudah bersertipikat sehingga anak akhirnya menunggu hingga dewasa untuk bisa mendaftarkan hak milik tanahnya. Akta PPAT selain sebagai alat bukti telah terjadinya suatu perbuatan hukum akta tanah, juga berfungsi sebagai alat bukti untuk melakukan pendaftaran peralihan hak atas tanahnya.. Akta yang telah dibuat sebagai bentuk pertanggungjawaban PPAT yakni tanggung jawab pada saat fase akta dan juga pasca penandatanganan akta tersebut. Pelaksanaan terhadap pembinaan dan pengawasan kinerja oleh Kantor Pertanahan terhadap PPAT dengan menerapkan Peraturan Menteri Agraria Dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 2 Tahun 2018 Tentang Pembinaan Dan Pengawasan Pejabat Pembuat Akta Tanah.","PeriodicalId":270553,"journal":{"name":"Notary Law Journal","volume":"38 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-04-20","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"123336584","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}