Pub Date : 2020-05-31DOI: 10.24843/jmhu.2020.v09.i01.p08
Muhammad Yusrizal Adi Syaputra
The political party's position as a determinant of government head nomination in Indonesia made the political party a central and strong role in the determination of the Cabinet in the presidential government of Indonesia and allowed the political party to determine the Cabinet domination established by the President elected. This research aims to determine the model of the presidential institution strengthening in the multi-party era in Indonesia and to know the political and juridical construction of the presidential institution in determining the cabinet in Indonesia. The method used is a normative legal research method with a conceptual approach. The results of this research are, firstly that the strengthening of the presidential institution in the multi-party era can occur when done with the restriction of political parties through the mechanism of the parliamentary threshold. Secondly, that the political construction of the cabinet determination by the President is based on the coalition of political party supporters of the government, and the juridical construction of the President may elect the Minister of the party proposal because it is based on article 6A paragraph (2) The Constitution of the Republic of Indonesia 1945. Kedudukan partai politik sebagai penentu pencalonan kepala pemerintahan di Indonesia menjadikan Partai Politik memiliki peran sentral dan kuat dalam penentuan kabinet di Pemerintahan Presidentiil Indonesia dan memungkinkan partai politik untuk menentukan dominasi kabinet yang dibentuk oleh Presiden terpilih. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui model penguatan lembaga kepresidenan pada era multi partai di Indonesia, dan untuk mengetahui konstruksi politis dan yuridis lembaga kepresidenan dalam menentukan kabinet di Indonesia. Metode yang digunakan adalah metode penelitian hukum normatif dengan pendekatan konseptual. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa pertama, penguatan lembaga kepresidenan di era multi partai dapat terjadi apabila dilakukan dengan pembatasan partai politik melalui mekanisme parlementary threshold. Kedua, bahwa konstruksi politis penentuan kabinet oleh presiden didasarkan atas koalisi partai politik pendukung pemerintahan, dan konstruksi yuridis presiden dapat memilih menteri dari usulan partai karena didasarkan pada Pasal 6A ayat (2) UUD 1945.
印尼政党作为政府首脑提名决定因素的地位,使政党在印尼总统制政府内阁的决定中发挥了核心和强大的作用,并允许政党决定由当选总统建立的内阁统治。本研究旨在确定印尼多党制时代总统制度强化的模式,了解印尼总统制度在内阁确定中的政治与司法建构。所使用的方法是一种具有概念方法的规范性法律研究方法。本文的研究结果表明:第一,在多党制时代,通过议会门槛机制对政党进行限制,可以实现总统制度的强化;其次,总统决定内阁的政治结构是基于支持政府的政党联盟,而总统的司法结构可以选举政党提议的部长,因为它是基于1945年印度尼西亚共和国宪法第6A条第(2)款。Kedudukan partai政治sebagai penentu pencalonan kepala pemerintahan di印尼menjadikan partai政治memiliki peran sentral丹夸dalam penentuan kabinet di pemerintahan Presidentiil印尼丹memungkinkan partai政治为她menentukan dominasi kabinet杨dibentuk oleh pokalchuk主席terpilih。Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui模范企鹅lembaga代表印尼多党派总统,danuntuk mengetahui konstruksi政治人物danuridis lembaga代表印尼总统dalam menentukan内阁。方法yang digunakan adalah方法penelitian hukum规范dengan pendekatan概念。这句话的意思是:“议会门槛,议会门槛,议会门槛。”Kedua, bahwa konstruksi politis penentuan kabinet oleh presiden didasarkan atas koalisi partai polik pendukung peremintahan, dan konstruksi yuridis presiden dapat memoria ministry i suulan partai karena didasarkan pada Pasal(2), 1945年1月1日。
{"title":"Koalisi Partai Politik di Kabinet: Antara Penguatan Lembaga Kepresidenan atau Politik Balas Budi","authors":"Muhammad Yusrizal Adi Syaputra","doi":"10.24843/jmhu.2020.v09.i01.p08","DOIUrl":"https://doi.org/10.24843/jmhu.2020.v09.i01.p08","url":null,"abstract":"The political party's position as a determinant of government head nomination in Indonesia made the political party a central and strong role in the determination of the Cabinet in the presidential government of Indonesia and allowed the political party to determine the Cabinet domination established by the President elected. This research aims to determine the model of the presidential institution strengthening in the multi-party era in Indonesia and to know the political and juridical construction of the presidential institution in determining the cabinet in Indonesia. The method used is a normative legal research method with a conceptual approach. The results of this research are, firstly that the strengthening of the presidential institution in the multi-party era can occur when done with the restriction of political parties through the mechanism of the parliamentary threshold. Secondly, that the political construction of the cabinet determination by the President is based on the coalition of political party supporters of the government, and the juridical construction of the President may elect the Minister of the party proposal because it is based on article 6A paragraph (2) The Constitution of the Republic of Indonesia 1945. \u0000Kedudukan partai politik sebagai penentu pencalonan kepala pemerintahan di Indonesia menjadikan Partai Politik memiliki peran sentral dan kuat dalam penentuan kabinet di Pemerintahan Presidentiil Indonesia dan memungkinkan partai politik untuk menentukan dominasi kabinet yang dibentuk oleh Presiden terpilih. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui model penguatan lembaga kepresidenan pada era multi partai di Indonesia, dan untuk mengetahui konstruksi politis dan yuridis lembaga kepresidenan dalam menentukan kabinet di Indonesia. Metode yang digunakan adalah metode penelitian hukum normatif dengan pendekatan konseptual. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa pertama, penguatan lembaga kepresidenan di era multi partai dapat terjadi apabila dilakukan dengan pembatasan partai politik melalui mekanisme parlementary threshold. Kedua, bahwa konstruksi politis penentuan kabinet oleh presiden didasarkan atas koalisi partai politik pendukung pemerintahan, dan konstruksi yuridis presiden dapat memilih menteri dari usulan partai karena didasarkan pada Pasal 6A ayat (2) UUD 1945.","PeriodicalId":30763,"journal":{"name":"Jurnal Magister Hukum Udayana","volume":null,"pages":null},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-05-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"77852802","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2020-05-31DOI: 10.24843/JMHU.2020.V09.I01.P04
C. Azmi, Rusydi Ali Muhammad, Rizanizarli Rizanizarli
Indonesia kecuali provinsi Aceh tidak melarang perbuatan homoseksual secara mutlak dan tidak pula melegalkan pernikahan sesama jenis. Di Indonesia, berdasarkan data statistik pada tahun 2016 jumlah kaum homoseksual tercatat mencapai 10-20 juta orang. Universalisme HAM selalu dijadikan alasan ketika budaya timur berbeda dengan budaya barat. Padahal dalam teori-teori HAM yang dikemukakan para ahli, selain teori universalisme HAM masih ada lagi yang disebut dengan relativisme HAM. Budaya barat yang tidak memandang buruk perilaku homoseksualitas seharusnya tidak dipaksakan untuk masuk ke dalam budaya timur. Begitu juga budaya timur sebaiknya juga tidak dijadikan katalisator untuk mengukur kesopanan budaya barat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pemidanaan terhadap pelaku homoseksual dapat dikategorikan sebagai pelanggaran HAM di Indonesia. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif. Data yang digunakan terdiri bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa jika di masa yang akan datang pemidanaan terhadap laki-laki/wanita dewasa homoseksual yang suka sama suka diterapkan di Indonesia, semuanya bukanlah merupakan pelanggaran HAM. Hal ini merupakan konsekuensi dari Pasal 1 CAT yang pada intinya menyatakan bahwa pemidanaan/penyiksaan yang berdasarkan hukum dikecualikan dari pelanggaran HAM.
{"title":"Pemidanaan Terhadap Pelaku Homoseksual ditinjau dari Perspektif Hak Asasi Manusia di Indonesia","authors":"C. Azmi, Rusydi Ali Muhammad, Rizanizarli Rizanizarli","doi":"10.24843/JMHU.2020.V09.I01.P04","DOIUrl":"https://doi.org/10.24843/JMHU.2020.V09.I01.P04","url":null,"abstract":"Indonesia kecuali provinsi Aceh tidak melarang perbuatan homoseksual secara mutlak dan tidak pula melegalkan pernikahan sesama jenis. Di Indonesia, berdasarkan data statistik pada tahun 2016 jumlah kaum homoseksual tercatat mencapai 10-20 juta orang. Universalisme HAM selalu dijadikan alasan ketika budaya timur berbeda dengan budaya barat. Padahal dalam teori-teori HAM yang dikemukakan para ahli, selain teori universalisme HAM masih ada lagi yang disebut dengan relativisme HAM. Budaya barat yang tidak memandang buruk perilaku homoseksualitas seharusnya tidak dipaksakan untuk masuk ke dalam budaya timur. Begitu juga budaya timur sebaiknya juga tidak dijadikan katalisator untuk mengukur kesopanan budaya barat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pemidanaan terhadap pelaku homoseksual dapat dikategorikan sebagai pelanggaran HAM di Indonesia. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif. Data yang digunakan terdiri bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa jika di masa yang akan datang pemidanaan terhadap laki-laki/wanita dewasa homoseksual yang suka sama suka diterapkan di Indonesia, semuanya bukanlah merupakan pelanggaran HAM. Hal ini merupakan konsekuensi dari Pasal 1 CAT yang pada intinya menyatakan bahwa pemidanaan/penyiksaan yang berdasarkan hukum dikecualikan dari pelanggaran HAM.","PeriodicalId":30763,"journal":{"name":"Jurnal Magister Hukum Udayana","volume":null,"pages":null},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-05-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"80177135","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2020-05-31DOI: 10.24843/JMHU.2020.V09.I01.P10
La ode Dedihasriadi, Edy Nurcahyo
Pancasila is a volkgeist (the soul of the nation), which is an ideology in the nation and state. Indonesia as a state of law needs law enforcers who have the soul of Pancasila in building integrity and justice in the midst of society. The purpose of writing this article is to describe the nature of Pancasila as a guideline for law enforcement in demonstrating self-integrity and justice. This writing method is normative writing through an analytical approach. The result of writing this article is Pancasila has an element of value that can be used to build a spirit of integrity for law enforcement and have positive energy in realizing social justice. The role of Pancasila in enhancing the integrity of law enforcement in by encouraging law enforcement officials to live up to, explore, find and find the values contained in the soul of the community in order to create justice that is not only legal justice but also social justice, namely justice that respect equality between humans and other humans in society. Pancasila adalah volkgeist (jiwa bangsa), yang menjadi ideologi dalam berbangsa dan bernegara. Indonesia sebagai negara hukum membutuhkan penegak hukum yang memiliki jiwa pancasila dalam membangun intergritas diri dan keadilan di tengah masyarakat. Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk mendeskripsikan hakikat pancasila sebagai pedoman penegakan hukum dalam mewujudkan integritas diri dan keadilan. Metode penulisan ini adalah penulisan secara normative melalui pendekatan analitis (analytical approach). Hasil penulisan artikel ini yaitu pancasila memiliki unsur nilai yang dapat digunakan untuk membangun jiwa integritas bagi penegak hukum dan memiliki energi positif (positive energy) dalam mewujudkan keadilan sosial. Peran pancasila dalam meningkatkan integritas penegakan hukum adalah dengan mendorong aparat-aparat penegak hukum dalam menghayati, menggali, mencari dan menemukan nilai-nilai yang terdapat di dalam jiwa masyarakat agar tercipta keadilan yang bukan hanya keadilan hukum semata melainkan juga keadilan social yaitu keadilan yang menghormati kesetaraan antara manusia dengan manusia lainnya dalam masyarakat.
潘卡西拉是民族的灵魂,是民族和国家的一种意识形态。印度尼西亚作为一个法治国家,需要具有潘卡西拉精神的执法者在社会中建立正直和正义。写这篇文章的目的是描述Pancasila作为执法人员展示自我正直和正义的指导方针的性质。这种写作方法是通过分析方法进行规范写作。写这篇文章的结果是,Pancasila有一个价值元素,可以用来为执法树立诚信精神,在实现社会正义方面具有正能量。潘卡西拉在加强执法廉正方面的作用是通过鼓励执法人员实践、探索、发现和发现包含在社区灵魂中的价值,以创造正义,不仅是法律正义,而且是社会正义,即尊重社会中人与人之间平等的正义。panasila adalah volkgeist (jiwa bangsa), yang menjadi意识形态dalam berbangsa dan bernegara。印度尼西亚语:sebagai negara hukum membutuhkan penegak hukum yang memiliki jiwa panasila dalam membangun integritas diri dan keadilan di tengah masyarakat。图juan penulisan artikel ini adalah untuk mendeskripsikan hakikat pancasila sebagai pedoman penegakan hukum dalam mewujudkan integritas diri dan keadilan。Metode penulisan ini adalah penulisan secara规范性melalui pendekatan analitis(分析方法)。Hasil penulisan artikel ini yitu pancasila memiliki unsur nilai yang dapat digunakan untuk membangunan jiwa integritas bagi penegak hukum dan memiliki energi positive(正能量)dalam mewujudkan keadilan social。Peran pancasila dalam mengkatkan integritas penegakan hukan adalan dengan menendorong aparat-aparat penegak hukum dalam menghayati, menggali, menegak danmenemukan nilai-nilai yang terdapat di dalam jiwa masyarakat agar tercipta keadilan yang bukan hanya keadilan hukum semata melainkan juga keadilan social yitu keadilan yang menghormati kesetaraan antara, dengan nyania dengan nyania dalam masyarakati。
{"title":"Pancasila Sebagai Volkgeist: Pedoman Penegak Hukum dalam Mewujudkan Integritas Diri dan Keadilan","authors":"La ode Dedihasriadi, Edy Nurcahyo","doi":"10.24843/JMHU.2020.V09.I01.P10","DOIUrl":"https://doi.org/10.24843/JMHU.2020.V09.I01.P10","url":null,"abstract":"Pancasila is a volkgeist (the soul of the nation), which is an ideology in the nation and state. Indonesia as a state of law needs law enforcers who have the soul of Pancasila in building integrity and justice in the midst of society. The purpose of writing this article is to describe the nature of Pancasila as a guideline for law enforcement in demonstrating self-integrity and justice. This writing method is normative writing through an analytical approach. The result of writing this article is Pancasila has an element of value that can be used to build a spirit of integrity for law enforcement and have positive energy in realizing social justice. The role of Pancasila in enhancing the integrity of law enforcement in by encouraging law enforcement officials to live up to, explore, find and find the values contained in the soul of the community in order to create justice that is not only legal justice but also social justice, namely justice that respect equality between humans and other humans in society. \u0000Pancasila adalah volkgeist (jiwa bangsa), yang menjadi ideologi dalam berbangsa dan bernegara. Indonesia sebagai negara hukum membutuhkan penegak hukum yang memiliki jiwa pancasila dalam membangun intergritas diri dan keadilan di tengah masyarakat. Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk mendeskripsikan hakikat pancasila sebagai pedoman penegakan hukum dalam mewujudkan integritas diri dan keadilan. Metode penulisan ini adalah penulisan secara normative melalui pendekatan analitis (analytical approach). Hasil penulisan artikel ini yaitu pancasila memiliki unsur nilai yang dapat digunakan untuk membangun jiwa integritas bagi penegak hukum dan memiliki energi positif (positive energy) dalam mewujudkan keadilan sosial. Peran pancasila dalam meningkatkan integritas penegakan hukum adalah dengan mendorong aparat-aparat penegak hukum dalam menghayati, menggali, mencari dan menemukan nilai-nilai yang terdapat di dalam jiwa masyarakat agar tercipta keadilan yang bukan hanya keadilan hukum semata melainkan juga keadilan social yaitu keadilan yang menghormati kesetaraan antara manusia dengan manusia lainnya dalam masyarakat.","PeriodicalId":30763,"journal":{"name":"Jurnal Magister Hukum Udayana","volume":null,"pages":null},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-05-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"80907909","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2020-05-31DOI: 10.24843/JMHU.2020.V09.I01.P07
Veronica Novinna
Online loans are an instant method to get loans with technology basis and under control of the Financial Services Authority. Startups organizer have failed to protect consumers personal information thus creates problem in collecting debts."This study aims to explain and analyze" the”Legal Position of the Debt Collector in the administration of fintech and the legal consequences of the act of suppressing payments to consumers who fail to pay unlawfully.”This type of research used is normative juridical conducted with the approach of existing laws and regulations in Indonesia. Based on the research results obtained, there is a relationship or position of a third party with an online loan provider as a debt collector in a loan default, and this is explicitly explained in the P2P Lending fintech service delivery guidelines. "The legal consequences of the act of suppressing payments in the form of distribution" consumer personal data from the debt collector of the party organizing P2P Lending where "the consumer has the right to get legal protection through the filing of a claim of loss" arising as well as the organizer may be subject to administrative sanctions for his negligence. Pinjaman online ialah pinjaman cepat berbasis teknologi yang diawasi oleh OJK, beberapa penyelenggara telah lalai dalam menjaga data pribadi konsumen sehingga menimbulkan permasalahan dalam penagihan hutang kepada konsumen. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan dan menganalisis Kedudukan Hukum Debt collector dalam penyelenggaraan fintech dan akibat hukum terhadap tindakan menekan pembayaran kepada konsumen gagal bayar dengan cara melawan hukum”. Jenis Penelitian yang dipergunakan ialah yuridis normatif yang dilakukan dengan pendekatan peraturan perundang-undangan yang ada di Indonesia. Berdasarkan hasil penelitian yang didapat yakni adapun hubungan atau kedudukan pihak ketiga dengan penyelenggara pinjaman online adalah sebagai penagih hutang dalam pinjaman gagal bayar dan hal tersebut dijelaskan secara eksplisit dalam pedoman perilaku pemberian layanan fintech Peer to Peer Lending (P2P Lending).”Adapun akibat hukum terhadap tindakan menekan pembayaran berupa penyebaran data pribadi konsumen dari debt collector pihak penyelenggara P2P Lending dimana konsumen berhak mendapat perlindungan hukum melalui pengajuan tuntutan kerugian yang timbul serta pihak penyelenggara dapat dikenakan sanksi administratif atas tindakan kelalaiannya.
网络贷款是一种即时获得贷款的方法,有技术基础,在金融服务管理局的控制下。创业公司的组织者未能保护消费者的个人信息,因此在追讨债务方面出现了问题。“这项研究旨在解释和分析”“催收人在金融科技管理中的法律地位,以及对非法拖欠付款的消费者进行压制的法律后果”。使用的这种类型的研究是规范性的司法与印度尼西亚现有的法律和法规的方法进行。根据所获得的研究结果,第三方与网络贷款提供商在贷款违约中作为收债人存在关系或地位,这在P2P借贷金融科技服务交付指南中有明确解释。P2P借贷组织方收债人“有权通过提出损失索赔获得法律保护”的“以分发形式压制付款”的消费者个人数据行为所产生的法律后果以及组织方可能因其疏忽而受到行政处罚。Pinjaman online, Pinjaman, Pinjaman, Pinjaman, Pinjaman, Pinjaman, Pinjaman, Pinjaman, Pinjaman, Pinjaman, Pinjaman, Pinjaman, Pinjaman, Pinjaman, Pinjaman, Pinjaman, Pinjaman, Pinjaman, Pinjaman, Pinjaman, Pinjaman, Pinjaman, Pinjaman, Pinjaman, PinjamanPenelitian ini bertujuan untuk menjelaskan dan menganalis Kedudukan Hukum收债人dalam penyelenggaraan fintech dan akibat Hukum terhadap tindakan menekan pembayaran kepada konsumen galar dengan cara melawan Hukum "。Jenis Penelitian yang dipergunakan ialah yuridis normatif yang dilakukan dengan pendekatan peraturan perundang undangan yang ada di印度尼西亚。Berdasarkan hasil penelitian yang didapat yakni adapun hubungan atau kedudukan pihak ketiga dengan penyelenggara pinjaman online adalah sebagai penaghai hutang dalam pinjaman gagal bayar dan tersebut dijelaskan secara eksplisit dalam pedoman peraku perberan layan金融科技P2P借贷(P2P Lending)。apadapun akibat hukum terhadap tindakan menekan pembayaran berupa penyearan数据pribadi konsumen dari催收人pihak penyeenggara P2P借贷dimana konsumen berhak mendapat perlindunan hukum melalui pengajuan tuntutan kerugian yang timbul serhak penyeenggara dapat dikenakan sanksi行政数据tindakan kelalaiannya。
{"title":"Perlindungan Konsumen dari Penyebarluasan Data Pribadi oleh Pihak Ketiga: Kasus Fintech Peer”To Peer Lending”","authors":"Veronica Novinna","doi":"10.24843/JMHU.2020.V09.I01.P07","DOIUrl":"https://doi.org/10.24843/JMHU.2020.V09.I01.P07","url":null,"abstract":"Online loans are an instant method to get loans with technology basis and under control of the Financial Services Authority. Startups organizer have failed to protect consumers personal information thus creates problem in collecting debts.\"This study aims to explain and analyze\" the”Legal Position of the Debt Collector in the administration of fintech and the legal consequences of the act of suppressing payments to consumers who fail to pay unlawfully.”This type of research used is normative juridical conducted with the approach of existing laws and regulations in Indonesia. Based on the research results obtained, there is a relationship or position of a third party with an online loan provider as a debt collector in a loan default, and this is explicitly explained in the P2P Lending fintech service delivery guidelines. \"The legal consequences of the act of suppressing payments in the form of distribution\" consumer personal data from the debt collector of the party organizing P2P Lending where \"the consumer has the right to get legal protection through the filing of a claim of loss\" arising as well as the organizer may be subject to administrative sanctions for his negligence. \u0000Pinjaman online ialah pinjaman cepat berbasis teknologi yang diawasi oleh OJK, beberapa penyelenggara telah lalai dalam menjaga data pribadi konsumen sehingga menimbulkan permasalahan dalam penagihan hutang kepada konsumen. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan dan menganalisis Kedudukan Hukum Debt collector dalam penyelenggaraan fintech dan akibat hukum terhadap tindakan menekan pembayaran kepada konsumen gagal bayar dengan cara melawan hukum”. Jenis Penelitian yang dipergunakan ialah yuridis normatif yang dilakukan dengan pendekatan peraturan perundang-undangan yang ada di Indonesia. Berdasarkan hasil penelitian yang didapat yakni adapun hubungan atau kedudukan pihak ketiga dengan penyelenggara pinjaman online adalah sebagai penagih hutang dalam pinjaman gagal bayar dan hal tersebut dijelaskan secara eksplisit dalam pedoman perilaku pemberian layanan fintech Peer to Peer Lending (P2P Lending).”Adapun akibat hukum terhadap tindakan menekan pembayaran berupa penyebaran data pribadi konsumen dari debt collector pihak penyelenggara P2P Lending dimana konsumen berhak mendapat perlindungan hukum melalui pengajuan tuntutan kerugian yang timbul serta pihak penyelenggara dapat dikenakan sanksi administratif atas tindakan kelalaiannya.","PeriodicalId":30763,"journal":{"name":"Jurnal Magister Hukum Udayana","volume":null,"pages":null},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-05-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"82494600","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
The focus of this research study aims to reaffirm the contents of article 45 paragraph (5) of the ITE Law related to complain offenses which are considered confusing in providing clear definitions and obscurity of legal certainty which can hinder the law enforcement process for justice seekers if there is a dispute in cyberspace. This type of research is normative legal research, descriptive using deductive reasoning. From the results of the discussion, this study shows that the complaint offense listed in the ITE Law which is abstract in nature is blurred if the complaint does not have a more concrete explanation of the meaning of the complaint. So that the Judicial Review needs to review the contents of the article. Policy formulation UU ITE No. 11 of 2008 concerning Information and Electronic Transactions which was last amended by Act No. 19 of 2016 specifically with the interaction of social change and changes in law today address alignments on the one hand in the interests of a group. Fokus dalam studi penelitian ini bertujuan untuk menegaskan kembali isi pasal 45 ayat (5) UU ITE terkait dengan delik aduan yang dirasa membingungkan dalam memberikan definisi yang jelas serta terkaburnya sebuah kepastian hukum yang dapat menghambat proses penegakkan keadilan hokum bagi pencari keadilan apabila ada sengketa di ruang cyber space. Tipe Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif, deskriptif dengan mengunakan penalaran deduktif. Dari hasil pembahasan penelitian ini menunjukkan bahwa delik aduan yang tercantum dalam UU ITE yang bersifat abstrak menjadi kabur apabila delik aduan ini tidak mempunyai penjelasan yang lebih konkrit dari arti delik aduan tersebut. Sehingga dirasa perlu Judicial Review mengkaji lagi muatan pasal tersebut. Formulasi kebijakan UU ITE No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang terakhir diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 khususnya dengan interaksi perubahan sosial dan perubahan hukum dewasa ini menujukan keberpihakan pada satu sisi dalam kepentingan suatu golongan.
本研究的重点旨在重申《信息技术犯罪法》第45条第(5)款有关投诉罪的内容,这些内容在提供明确的定义和法律确定性的模糊方面被认为是令人困惑的,这可能会阻碍司法追求者在网络空间发生争议时的执法过程。这种类型的研究是规范性法律研究,使用演绎推理进行描述性研究。从讨论的结果来看,本研究表明,如果投诉没有对投诉的含义进行更具体的解释,则ITE法中所列的投诉罪本质上是抽象的,是模糊的。因此,司法审查需要对该条的内容进行审查。2008年关于信息和电子交易的UU ITE第11号政策制定,最近由2016年第19号法案修订,具体涉及社会变革和今天法律变化的相互作用,一方面解决了群体利益的一致性。(5)中文:中文:中文:中文:中文:中文:中文:中文:中文:中文:中文:中文:中文:中文:中文:中文:中文:中文:中文:中文:中文:中文:中文:中文:中文:中文:中文:中文:中文:中文:中文:中文:中文:中文:中文:中文:中文:中文:中文:中文:中文:中文:中文:中文:中文:中文:中文:中文:中文:中文:中文:中文:中文:中文:中文:中文:中文:中文:中文:中文:中文:中文:中文:中文:中文:中文:中文:中文:中文:中文:中文:中文:中文:中文:中文:中文:中文:中文:中文:中文:中文:中文:中文:中文:翻译为:Penelitian ini adalah Penelitian hukum normatiment, deskscriptifdendenan mengunakan Penelitian deduktif。Dari hasil pembahasan penelitian ini menunjukkan bahwa delik aduan yang tercantum dalam UU,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,。司法审查,孟加吉,孟加吉,孟加吉,孟加吉,孟加吉,孟加吉,孟加吉,孟加吉。公文:公文:公文:公文:公文:公文:公文:公文:公文:公文:公文:公文:公文:公文:公文:公文:公文:公文:公文:公文
{"title":"Formulasi Kebijakan Concreto in Abstracto UU ITE","authors":"Efendik Kurniawan, Ahmad Heru Romadhon, Indri Ayu Kusumawardani, Zakaria Zakaria, Akhmad Rudi Iswono","doi":"10.24843/JMHU.2020.V09.I01.P05","DOIUrl":"https://doi.org/10.24843/JMHU.2020.V09.I01.P05","url":null,"abstract":"The focus of this research study aims to reaffirm the contents of article 45 paragraph (5) of the ITE Law related to complain offenses which are considered confusing in providing clear definitions and obscurity of legal certainty which can hinder the law enforcement process for justice seekers if there is a dispute in cyberspace. This type of research is normative legal research, descriptive using deductive reasoning. From the results of the discussion, this study shows that the complaint offense listed in the ITE Law which is abstract in nature is blurred if the complaint does not have a more concrete explanation of the meaning of the complaint. So that the Judicial Review needs to review the contents of the article. Policy formulation UU ITE No. 11 of 2008 concerning Information and Electronic Transactions which was last amended by Act No. 19 of 2016 specifically with the interaction of social change and changes in law today address alignments on the one hand in the interests of a group. \u0000Fokus dalam studi penelitian ini bertujuan untuk menegaskan kembali isi pasal 45 ayat (5) UU ITE terkait dengan delik aduan yang dirasa membingungkan dalam memberikan definisi yang jelas serta terkaburnya sebuah kepastian hukum yang dapat menghambat proses penegakkan keadilan hokum bagi pencari keadilan apabila ada sengketa di ruang cyber space. Tipe Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif, deskriptif dengan mengunakan penalaran deduktif. Dari hasil pembahasan penelitian ini menunjukkan bahwa delik aduan yang tercantum dalam UU ITE yang bersifat abstrak menjadi kabur apabila delik aduan ini tidak mempunyai penjelasan yang lebih konkrit dari arti delik aduan tersebut. Sehingga dirasa perlu Judicial Review mengkaji lagi muatan pasal tersebut. Formulasi kebijakan UU ITE No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang terakhir diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 khususnya dengan interaksi perubahan sosial dan perubahan hukum dewasa ini menujukan keberpihakan pada satu sisi dalam kepentingan suatu golongan.","PeriodicalId":30763,"journal":{"name":"Jurnal Magister Hukum Udayana","volume":null,"pages":null},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-05-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"86246582","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2020-05-31DOI: 10.24843/JMHU.2020.V09.I01.P09
Herpin Hadat
The existence of positive law in force in the province of Bali is influenced by the philosophy of Tri Hita Karana. This can occur because of the alignment between the values ??of life contained in Balinese society with various forms of rules that apply in general. Based on this background, it is then examined in connection with the existence of the tri hita karana philosophy as a guideline when establishing regulations and laws in the Province of Bali, which are reviewed from the perspective of the philosophy of science. This study aims to determine the existence and nature of the philosophy of tri hita karana as a guideline for establishing rules and laws in the Province of Bali both ontologically, epistemologically and axiologically. The implementation of research activities is carried out with a normative legal approach through the analysis of several legal concepts derived from various laws and regulations. From the results of the study, obtained information that there is the existence of the philosophy of tri hita karana in setting regulations and laws in the province of Bali in terms of the perspective of the philosophy of science provides a clear picture that the nature of the law born from the needs and feelings of the community in the local or customary scope can give a very big influence on the formation and validity of positive law itself to answer the legal problems faced by the community in their lives. Keberadaan dari hukum positif yang berlaku di provinsi Bali pada dasarnya dipengaruhi oleh falsafah Tri Hita Karana. Hal tersebut dapat terjadi karena adanya penyelarasan antara nilai kehidupan yang terdapat dalam masyarakat Bali dengan berbagai bentuk aturan yang berlaku secara umum. Berdasarkan latar belakang tersebut kemudian dikaji terkait eksistensi falsafah tri hita karana sebagai pedoman saat menetapkan peraturan dan undang-undang di Provinsi Bali yang ditinjuau dari prespektif filsafat ilmu. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui eksistensi dan hakekat falsafah tri hita karana sebagai pedoman menetapkan peraturan dan undang-undang di Provinsi Bali baik secara ontologi, epistemologi dan aksiologi. Pada pelaksanaan kegiatan dari penelitian dilakukan dengan pendekatan hukum yang bersifat normatif melalui kegiatan analisis kepada beberapa konsep hukum yang berasal dari berbagai aturan mengenai perundang-undangan. Dari hasil penelitian, didapatkan informasi bahwa terdapat adanya eksistensi falsafah tri hita karana dalam menetapkan peraturan dan undang-undang di provinsi Bali ditinjau dari prespektif filsafat ilmu memberikan gambaran yang jelas bahwa pada hakekatnya hukum yang lahir dari kebutuhan dan perasaan masyarakat dalam lingkup lokal atau adat dapat memberikan pengaruh yang sangat besar kepada pembentukan dan keberlakuan hukum positif itu sendiri guna menjawab permasalahan hukum yang dihadapi masyarakat dalam kehidupannya.
巴厘岛省现行成法的存在受到三希塔·卡拉那哲学的影响。这可能是因为值之间的对齐而发生的??巴厘岛社会中包含的各种形式的生活规则,适用于一般情况。在此背景下,本文从科学哲学的角度审视了在巴厘岛省制定法规和法律时,作为指导方针的三念karana哲学的存在。本研究旨在从本体论、认识论和价值论三个方面确定三合karana哲学的存在性和本质,并以此为指导在巴厘省建立规则和法律。研究活动的实施是通过对各种法律法规衍生的几个法律概念的分析,以规范的法律方法进行的。从研究结果来看,获得信息,这是它们的存在哲学三hita卡在制定法律法规在巴厘岛的科学哲学的角度提供了一个清晰的画面,法律的本质来自社区的需求和感受在当地或惯例范围可以给一个很大的影响积极法律本身的形成和有效回答社区在他们的生活中所面临的法律问题。Keberadaan dari hukum积极的yang berlaku di省,巴厘paddasarnya, dipengaruhi, falsafah Tri Hita Karana。我的意思是,我的意思是,我的意思是,我的意思是,我的意思是,我的意思是,我的意思是,我的意思是,我的意思是我的意思。Berdasarkan latar belakang tersebut kemudian dikaji terkait eksistensi falsafah trithita karana sebagai pedoman saat menetapkan peraturan an undang undang di province Bali didiinjuau dari prespetif filsafat ilmu。中文翻译为:中文翻译为:中文翻译为:中文翻译为:中文翻译为:中文翻译为:中文翻译为:中文翻译为:中文翻译为:中文翻译为:中文翻译为:本体论,认识论和中文翻译。这句话的意思是:“我的意思是,我的意思是,我的意思是,我的意思是,我的意思是,我的意思是,我的意思是,我的意思是,我的意思是,我的意思是,我的意思是,我的意思是,我的意思是,我的意思是,我的意思是。”Dari hasil penelitian,印度尼西亚,印度尼西亚,印度尼西亚,印度尼西亚,印度尼西亚,印度尼西亚,印度尼西亚,印度尼西亚,印度尼西亚,印度尼西亚,印度尼西亚,印度尼西亚,印度尼西亚,印度尼西亚,印度尼西亚,印度尼西亚,印度尼西亚,印度尼西亚,印度尼西亚,印度尼西亚,印度尼西亚,印度尼西亚,印度尼西亚,印度尼西亚,印度尼西亚,印度尼西亚,印度尼西亚,印度尼西亚,印度尼西亚,印度尼西亚,印度尼西亚,印度尼西亚,印度尼西亚,印度尼西亚,印度尼西亚,印度尼西亚,印度尼西亚,印度尼西亚,印度尼西亚,印度尼西亚,印度尼西亚,印度尼西亚,印度尼西亚,印度尼西亚,印度尼西亚,印度尼西亚,印度尼西亚,印度尼西亚,印度尼西亚,印度尼西亚,印度尼西亚,印度尼西亚,印度尼西亚,印度尼西亚,印度尼西亚,印度尼西亚,印度尼西亚,印度尼西亚,印度尼西亚,印度尼西亚,印度尼西亚kehidupannya。
{"title":"Eksistensi Tri Hita Karana dalam Pembentukan Peraturan Hukum di Bali (Prespektif Filsafat Ilmu)","authors":"Herpin Hadat","doi":"10.24843/JMHU.2020.V09.I01.P09","DOIUrl":"https://doi.org/10.24843/JMHU.2020.V09.I01.P09","url":null,"abstract":"The existence of positive law in force in the province of Bali is influenced by the philosophy of Tri Hita Karana. This can occur because of the alignment between the values ??of life contained in Balinese society with various forms of rules that apply in general. Based on this background, it is then examined in connection with the existence of the tri hita karana philosophy as a guideline when establishing regulations and laws in the Province of Bali, which are reviewed from the perspective of the philosophy of science. This study aims to determine the existence and nature of the philosophy of tri hita karana as a guideline for establishing rules and laws in the Province of Bali both ontologically, epistemologically and axiologically. The implementation of research activities is carried out with a normative legal approach through the analysis of several legal concepts derived from various laws and regulations. From the results of the study, obtained information that there is the existence of the philosophy of tri hita karana in setting regulations and laws in the province of Bali in terms of the perspective of the philosophy of science provides a clear picture that the nature of the law born from the needs and feelings of the community in the local or customary scope can give a very big influence on the formation and validity of positive law itself to answer the legal problems faced by the community in their lives. \u0000Keberadaan dari hukum positif yang berlaku di provinsi Bali pada dasarnya dipengaruhi oleh falsafah Tri Hita Karana. Hal tersebut dapat terjadi karena adanya penyelarasan antara nilai kehidupan yang terdapat dalam masyarakat Bali dengan berbagai bentuk aturan yang berlaku secara umum. Berdasarkan latar belakang tersebut kemudian dikaji terkait eksistensi falsafah tri hita karana sebagai pedoman saat menetapkan peraturan dan undang-undang di Provinsi Bali yang ditinjuau dari prespektif filsafat ilmu. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui eksistensi dan hakekat falsafah tri hita karana sebagai pedoman menetapkan peraturan dan undang-undang di Provinsi Bali baik secara ontologi, epistemologi dan aksiologi. Pada pelaksanaan kegiatan dari penelitian dilakukan dengan pendekatan hukum yang bersifat normatif melalui kegiatan analisis kepada beberapa konsep hukum yang berasal dari berbagai aturan mengenai perundang-undangan. Dari hasil penelitian, didapatkan informasi bahwa terdapat adanya eksistensi falsafah tri hita karana dalam menetapkan peraturan dan undang-undang di provinsi Bali ditinjau dari prespektif filsafat ilmu memberikan gambaran yang jelas bahwa pada hakekatnya hukum yang lahir dari kebutuhan dan perasaan masyarakat dalam lingkup lokal atau adat dapat memberikan pengaruh yang sangat besar kepada pembentukan dan keberlakuan hukum positif itu sendiri guna menjawab permasalahan hukum yang dihadapi masyarakat dalam kehidupannya.","PeriodicalId":30763,"journal":{"name":"Jurnal Magister Hukum Udayana","volume":null,"pages":null},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-05-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"73085787","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2019-12-31DOI: 10.24843/jmhu.2019.v08.i04.p03
A.A.A.Ngr.Sri Rahayu Gorda, Ni Ketut Elly Sutrisni, I. G. A. A. Mas Triwulandari
Indonesia does not yet have specific rules regarding surrogate mother or surrogacy agreement. The purpose of this paper is to analyze the position of surrogacy agreement according to contract law in Indonesia. It is a normative legal research that raising legal issues regarding the position of surrogacy agreement according to contract law in Indonesia. The results of the study showed that according to the elements of the legality of the agreement as stipulated in Article 1320 of the Indonesian Criminal Code, the surrogacy agreement did not fulfill the objective conditions of the agreement that entails a null and void. Besides, the surrogacy agreement did not fulfill the elements of propriety and custom and was prohibited by the Law
{"title":"The Legal Status of Surrogacy Agreement According to Contract Law in Indonesia","authors":"A.A.A.Ngr.Sri Rahayu Gorda, Ni Ketut Elly Sutrisni, I. G. A. A. Mas Triwulandari","doi":"10.24843/jmhu.2019.v08.i04.p03","DOIUrl":"https://doi.org/10.24843/jmhu.2019.v08.i04.p03","url":null,"abstract":"Indonesia does not yet have specific rules regarding surrogate mother or surrogacy agreement. The purpose of this paper is to analyze the position of surrogacy agreement according to contract law in Indonesia. It is a normative legal research that raising legal issues regarding the position of surrogacy agreement according to contract law in Indonesia. The results of the study showed that according to the elements of the legality of the agreement as stipulated in Article 1320 of the Indonesian Criminal Code, the surrogacy agreement did not fulfill the objective conditions of the agreement that entails a null and void. Besides, the surrogacy agreement did not fulfill the elements of propriety and custom and was prohibited by the Law","PeriodicalId":30763,"journal":{"name":"Jurnal Magister Hukum Udayana","volume":null,"pages":null},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-12-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"73015984","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2019-12-31DOI: 10.24843/jmhu.2019.v08.i04.p10
Sterry Fendy Andih
Regulations related to evidence in the procedural law of business competition still cause debate because regulations related to evidence of instructions that apply in the business competition procedural law are different from the regulation of evidence in the procedural law that generally applies in Indonesia, especially if there are objections to the KPPU's decision submitted to the district court. The formulation of the problem examined is related to the procedures for resolving business competition cases by the business competition supervisory commission and the use of evidence evidence in business competition law within the criminal procedural framework in Indonesia. This type of research method used is a normative legal research method with a proof of law approach. The results of the research show that the procedure for handling cases by KPPU based on Perkom 1/2019 is sourced from KPPU's reports and initiatives. The stages or process of procedure for handling cases by KPPU consists of the initial stages (receipt of reports or KPPU initiatives), investigations, commission assembly sessions (preliminary hearing and follow-up hearings), and decisions (deliberations of commission assemblies and reading of decisions and implementing decisions) . The use of evidence of guidance in business competition law contracted in Perkom 1/2019 can still lead to this debate because the procedural law used in general courts (if there is an objection to the KPPU's decision) is criminal or civil procedural law, which if understood there are still differences fundamental evidence related to these instructions. The evidence evidence can be obtained through economic evidence and communication evidence whereas in criminal procedural law the limit is limited to evidence evidence evidence obtained from evidence witnesses, letters and statements of the defendant. Pengaturan terkait alat bukti petunjuk dalam hukum acara persaingan usaha masih menimbulkan perdebatan dikarenakan pengaturan terkait alat bukti petunjuk yang berlaku dalam hukum acara persaingan usaha berbeda halnya dengan pengaturan alat bukti petunjuk dalam hukum acara yang secara umum berlaku di Indonesia, khususnya apabila terjadi keberatan atas putusan KPPU yang diajukan kepada pengadilan negeri. Adapun rumusan permasalahan yang dikaji adalah terkait tata cara penyelesain perkara persaingan usaha oleh komisi pengawas persaingan usaha dan penggunaan bukti petunjuk pada hukum persaingan usaha dalam kerangka hukum acara pidana di indonesia. Jenis metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian hukum normatif dengan pendekatan hukum pembuktian. Hasil penelitian menunjukkan tata cara penanganan perkara oleh KPPU berdasarkan Perkom 1/2019 adalah bersumber dari laporan dan insiatif KPPU. Adapun tahapan atau proses tata cara penanganan perkara oleh KPPU terdiri dari tahapan awal (penerimaan laporan atau insiatif KPPU), penyelidikan, sidang majelis komisi (sidang pemeriksaan pendahuluan dan sidang pem
商业竞争程序法中有关证据的规定仍然引起争论,因为商业竞争程序法中适用的有关指示证据的规定不同于印度尼西亚普遍适用的程序法中的证据规定,特别是在对KPPU的决定提出异议的情况下。所审查问题的提法与商业竞争监督委员会解决商业竞争案件的程序以及印度尼西亚刑事诉讼框架内商业竞争法中证据的使用有关。这种类型的研究方法是一种规范的法律研究方法与法律证明的方法。研究结果表明,KPPU基于Perkom 1/2019的案件处理程序来源于KPPU的报告和倡议。警务司处理案件的程序阶段或过程包括初始阶段(收到报告或警务司的倡议)、调查、委员会大会会议(初步听证和后续听证)和决定(委员会大会审议和宣读决定和执行决定)。Perkom 1/2019合同中商业竞争法中指导证据的使用仍然可能导致这种辩论,因为普通法院使用的程序法(如果对KPPU的决定有异议)是刑事或民事诉讼法,如果理解的话,与这些指示相关的基本证据仍然存在差异。证据证据可以通过经济证据和通信证据获得,而刑事诉讼法中对证据证据的限制仅限于从证据证人、被告的信件和陈述中获得的证据证据。Pengaturan terkait alat bukti petunjuk dalam hukum acara persingan usaha masih menimbulkan perdebatan dikarenakan Pengaturan terkti petunjuk yang berlaku dalam hukum acara yang secara umumberlaku di Indonesia, khususnya apabila terjadi keberatan atas putusan KPPU yang diajukan kepada pengadilan negeri。apapun rumusan permasalahan yang dikaji adalah terkait tata cara penyelesain perkalesesain perkalesesain和usaha oleh komisi pengaesesain和usaha dan penggunaan bukti petunjuk padhukum persingan和usaha dalam kerangka hukum acara pidana di indonesia。Jenis方法penelitian yang digunakan adalah方法penelitian hukum normatian pendekatan hukum penbuktian。Hasil penelitian menunjukkan tata cara penanganan perkara oleh KPPU berdasarkan Perkom 1/2019 adalah bersumber dari laporan dan inatif KPPU。Adapun tahapan atau proses tata cara penanganan perkara oleh KPPU terdiri dari tahapan awal (penerimaan laporan atau inatif KPPU), penyelidikan, sidang majelis komisi (sidang pemeriksaan pendahuluan dan sidang pemeriksaan lanjutan), dan putusan (musyawarah majelis komisi dan pembacaan putusan serta pelaksanaan putusan)。2019年1月1日,彭家南bukti petunjuk pada huberatan pada putusan KPPU (apabila terjadi keberatan atas putusan KPPU), apalah hukum acara pidana atau perdata, yang mana apabila dipahami masih terdapat perbedaan和mendasar terkait alat bukti petunjuk tersebut。Alat bukti petunjuk dapat diperoleh melalui bukti economi danbukti komunikasi sedangkan dalam hukam acara pidana dibatasi secara limited . Alat bukti petunjuk diperoleh dali keterangan saksi, surat danketerangan terdakwa。
{"title":"Pengaturan Bukti Petunjuk pada Hukum Acara Persaingan Usaha dalam Kerangka Hukum Pembuktian di Indonesia","authors":"Sterry Fendy Andih","doi":"10.24843/jmhu.2019.v08.i04.p10","DOIUrl":"https://doi.org/10.24843/jmhu.2019.v08.i04.p10","url":null,"abstract":"Regulations related to evidence in the procedural law of business competition still cause debate because regulations related to evidence of instructions that apply in the business competition procedural law are different from the regulation of evidence in the procedural law that generally applies in Indonesia, especially if there are objections to the KPPU's decision submitted to the district court. The formulation of the problem examined is related to the procedures for resolving business competition cases by the business competition supervisory commission and the use of evidence evidence in business competition law within the criminal procedural framework in Indonesia. This type of research method used is a normative legal research method with a proof of law approach. The results of the research show that the procedure for handling cases by KPPU based on Perkom 1/2019 is sourced from KPPU's reports and initiatives. The stages or process of procedure for handling cases by KPPU consists of the initial stages (receipt of reports or KPPU initiatives), investigations, commission assembly sessions (preliminary hearing and follow-up hearings), and decisions (deliberations of commission assemblies and reading of decisions and implementing decisions) . The use of evidence of guidance in business competition law contracted in Perkom 1/2019 can still lead to this debate because the procedural law used in general courts (if there is an objection to the KPPU's decision) is criminal or civil procedural law, which if understood there are still differences fundamental evidence related to these instructions. The evidence evidence can be obtained through economic evidence and communication evidence whereas in criminal procedural law the limit is limited to evidence evidence evidence obtained from evidence witnesses, letters and statements of the defendant. \u0000Pengaturan terkait alat bukti petunjuk dalam hukum acara persaingan usaha masih menimbulkan perdebatan dikarenakan pengaturan terkait alat bukti petunjuk yang berlaku dalam hukum acara persaingan usaha berbeda halnya dengan pengaturan alat bukti petunjuk dalam hukum acara yang secara umum berlaku di Indonesia, khususnya apabila terjadi keberatan atas putusan KPPU yang diajukan kepada pengadilan negeri. Adapun rumusan permasalahan yang dikaji adalah terkait tata cara penyelesain perkara persaingan usaha oleh komisi pengawas persaingan usaha dan penggunaan bukti petunjuk pada hukum persaingan usaha dalam kerangka hukum acara pidana di indonesia. Jenis metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian hukum normatif dengan pendekatan hukum pembuktian. Hasil penelitian menunjukkan tata cara penanganan perkara oleh KPPU berdasarkan Perkom 1/2019 adalah bersumber dari laporan dan insiatif KPPU. Adapun tahapan atau proses tata cara penanganan perkara oleh KPPU terdiri dari tahapan awal (penerimaan laporan atau insiatif KPPU), penyelidikan, sidang majelis komisi (sidang pemeriksaan pendahuluan dan sidang pem","PeriodicalId":30763,"journal":{"name":"Jurnal Magister Hukum Udayana","volume":null,"pages":null},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-12-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"86704788","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2019-12-31DOI: 10.24843/jmhu.2019.v08.i04.p08
I. P. A. Wiguna, N. Astariyani
Supervision of regional regulations is a new authority possessed by the Regional Representative Council. The purpose of writing this article is to examine the implications of regional regulation oversight arrangements by the Regional Representative Council. This article uses a normative legal research method with a statue approach, a legal concept analysis approach, and a historical approach. The results of the study show that the implications of regional regulation oversight by the Regional Representative Council as Article 249 paragraph (1), letter j, Law number 2 of 2018, namely: cause legal uncertainty due to unclear regulation; raises legal problems if related to article 31 of Law number 3 of 2009, article 245 of Law number 9 of 2015, articles 15 and 16 of Law number 6 of 2014; and raises the problem of constitutionality. Pengawasan terhadap peraturan daerah merupakan wewenang baru yang dimiliki oleh Dewan Perwakilan Daerah. Artikel ini bertujuan untuk mengkaji implikasi pengaturan pengawasan peraturan daerah oleh Dewan Perwakilan Daerah. Artikel ini memakai metode penelitian hukum normative sebagai jenis penelitian, yang dikaji melalui pendekatan perundang-undangan, analisis konsep hukum, dan juga sejarah. Hasil studi menunjukkan bahwa Implikasi pengaturan pengawasan peraturan daerah oleh Dewan Perwakilan Daerah sebagaimana tertuang pada Pasal 249 ayat (1), huruf j, Undang-Undang nomor 2 tahun 2018, yakni: menimbulkan ketidakpastian hukum karena pengaturannya yang tidak jelas; menimbulkan masalah hukum apabila dikaitkan dengan pasal 31 Undang-Undang nomor 3 tahun 2009, pasal 245 Undang-Undang nomor 9 tahun2015, pasal 15 dan 16 undang-undang no. 6 tahun 2014; serta menimbulkan problem konstitusionalitas.
监督区域条例是区域代表理事会拥有的一项新权力。撰写本文的目的是研究区域代表理事会的区域监管安排的影响。本文采用规范性的法律研究方法,采用雕像法、法律概念分析法和历史法。研究结果表明,区域代表理事会区域监管的影响如2018年第2号法律第249条第(1)款,字母j,即:由于监管不明确导致法律不确定性;如果与2009年第3号法第31条、2015年第9号法第245条、2014年第6号法第15条和第16条有关,则提出法律问题;并提出了合宪性的问题。Pengawasan terhadap peraturan daerah merupakan wewenang baru yang dimiliki oleh Dewan Perwakilan daerah。Artikel ini bertujuan untuk mengkaji implikasi pengaturan pengawasan peraturan daerah oleh Dewan Perwakilan daerah。Artikel ini memakai memede penelitian hukum规范性sebagai jenis penelitian, yang dikaji melalui pendekatan perundang-undangan, analysis konsep hukum, dan juga sejarah。2 . Hasil studi menunjukkan bahwa Implikasi pengaturan pengawasan peraturan daerah oleh Dewan Perwakilan daerah sebagaimana tertuang pada Pasal 249 (1), huruf j, Undang-Undang nomor 2 tahun 2018, yakni: menimbulkan ketidakpastian hukum pengaturannya yang tidak jelas;menimbulkan masalah hukum apabila dikaitkan dengan pasal 31 Undang-Undang nomor 3 tahun 2009; pasal 245 Undang-Undang nomor 9 tahun2015; pasal 15 dan16 Undang-Undang no。2014年6月;Serta menmenbulkan问题宪政。
{"title":"Pengaturan Pengawasan Peraturan Daerah oleh Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia","authors":"I. P. A. Wiguna, N. Astariyani","doi":"10.24843/jmhu.2019.v08.i04.p08","DOIUrl":"https://doi.org/10.24843/jmhu.2019.v08.i04.p08","url":null,"abstract":"Supervision of regional regulations is a new authority possessed by the Regional Representative Council. The purpose of writing this article is to examine the implications of regional regulation oversight arrangements by the Regional Representative Council. This article uses a normative legal research method with a statue approach, a legal concept analysis approach, and a historical approach. The results of the study show that the implications of regional regulation oversight by the Regional Representative Council as Article 249 paragraph (1), letter j, Law number 2 of 2018, namely: cause legal uncertainty due to unclear regulation; raises legal problems if related to article 31 of Law number 3 of 2009, article 245 of Law number 9 of 2015, articles 15 and 16 of Law number 6 of 2014; and raises the problem of constitutionality. \u0000Pengawasan terhadap peraturan daerah merupakan wewenang baru yang dimiliki oleh Dewan Perwakilan Daerah. Artikel ini bertujuan untuk mengkaji implikasi pengaturan pengawasan peraturan daerah oleh Dewan Perwakilan Daerah. Artikel ini memakai metode penelitian hukum normative sebagai jenis penelitian, yang dikaji melalui pendekatan perundang-undangan, analisis konsep hukum, dan juga sejarah. Hasil studi menunjukkan bahwa Implikasi pengaturan pengawasan peraturan daerah oleh Dewan Perwakilan Daerah sebagaimana tertuang pada Pasal 249 ayat (1), huruf j, Undang-Undang nomor 2 tahun 2018, yakni: menimbulkan ketidakpastian hukum karena pengaturannya yang tidak jelas; menimbulkan masalah hukum apabila dikaitkan dengan pasal 31 Undang-Undang nomor 3 tahun 2009, pasal 245 Undang-Undang nomor 9 tahun2015, pasal 15 dan 16 undang-undang no. 6 tahun 2014; serta menimbulkan problem konstitusionalitas.","PeriodicalId":30763,"journal":{"name":"Jurnal Magister Hukum Udayana","volume":null,"pages":null},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-12-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"79191019","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2019-12-31DOI: 10.24843/jmhu.2019.v08.i04.p01
Fransiska Novita Eleanora
Rampant and rampant crime against children on social media, resulting in increasingly restless and worried every parent, especially trafficking child prostitution, and carried out using the internet media. This online prostitution also spreads the contents of child pornography, whether done by the perpetrators themselves, a group of people or even corporations. The aim is to find out how to deal with civil society in dealing with child crimes through online prostitution, the ways that civil society do in eradicating crimes or criminal acts that occur in the environment or civil society life so that they are always vigilant, cautious and not easily trapped in criminal acts or crimes that occur in social medial that is by using social media namely through the internet, or facebook, instagram and so forth. While the research method used is normative research that is by examining and processing theories or in existing concepts and regulations and even legislation that is considered relevant and related to this research, in this case cannot be separated by using books or literature which exists. The results of this finding are various mitigation efforts that can be carried out by civil society in responding to criminal acts related to online prostitution of children, namely by carrying out various measures which are also called preventive, repressive, persuasive, curative and rehabilitation, considered to be able to reduce prostitution crime. existing children on social media, accompanied by a mindset which is advanced modern and supervision from the community and law enforcement which exist.
{"title":"Madani Community and Criminal Action on Children's Online Prostitution in Social Media","authors":"Fransiska Novita Eleanora","doi":"10.24843/jmhu.2019.v08.i04.p01","DOIUrl":"https://doi.org/10.24843/jmhu.2019.v08.i04.p01","url":null,"abstract":"Rampant and rampant crime against children on social media, resulting in increasingly restless and worried every parent, especially trafficking child prostitution, and carried out using the internet media. This online prostitution also spreads the contents of child pornography, whether done by the perpetrators themselves, a group of people or even corporations. The aim is to find out how to deal with civil society in dealing with child crimes through online prostitution, the ways that civil society do in eradicating crimes or criminal acts that occur in the environment or civil society life so that they are always vigilant, cautious and not easily trapped in criminal acts or crimes that occur in social medial that is by using social media namely through the internet, or facebook, instagram and so forth. While the research method used is normative research that is by examining and processing theories or in existing concepts and regulations and even legislation that is considered relevant and related to this research, in this case cannot be separated by using books or literature which exists. The results of this finding are various mitigation efforts that can be carried out by civil society in responding to criminal acts related to online prostitution of children, namely by carrying out various measures which are also called preventive, repressive, persuasive, curative and rehabilitation, considered to be able to reduce prostitution crime. existing children on social media, accompanied by a mindset which is advanced modern and supervision from the community and law enforcement which exist.","PeriodicalId":30763,"journal":{"name":"Jurnal Magister Hukum Udayana","volume":null,"pages":null},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-12-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"84024554","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}