Abstrak Kepatuhan masyarakat menjalankan protokol kesehatan berpengaruh menekan penularan Covid-19. Perilaku physical distancing mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta hanya 55,9%.1 Perilaku hand wash mahasiswa Universitas Muhammadiyah Magelang 52,6%.2 Untuk mengetahui kepatuhan mahasiswa dalam melakukan tes kesehatan mandiri, pemeriksaan suhu, penggunaan masker, faceshield, hand hygiene, menjaga jarak, waktu berada di kampus, konsumsi vitamin C, dan membersihkan diri setelah pulang. Desain penelitian adalah deskriptif. Pengambilan data menggunakan kuesioner, pengambilan sampel dengan teknik cluster random sampling, jumlah sampel 269 mahasiswa. Kepatuhan mahasiswa dalam menjalankan tes kesehatan mandiri 56,3%; pemeriksaan suhu 94%; penggunaan masker 98,9%; faceshield 46,1%; hand hygiene 80,7%; physical distancing 52,4%; berada di Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia dalam waktu singkat 95,1%; konsumsi vitamin C 28,6%; membersihkan diri 73,6%. Sebanyak 93,5% mahasiswa tidak patuh dalam menjalankan protokol kesehatan. Kata Kunci: Kepatuhan, Mahasiswa FK UKI, Protokol Kesehatan, Covid-19
{"title":"Gambaran Kepatuhan Mahasiswa Pre Klinik FK UKI dalam Menjalankan Protokol Kesehatan New Normal Pandemi Covid-19","authors":"Bona Simanungkalit","doi":"10.33541/mk.v37i1.3183","DOIUrl":"https://doi.org/10.33541/mk.v37i1.3183","url":null,"abstract":"Abstrak Kepatuhan masyarakat menjalankan protokol kesehatan berpengaruh menekan penularan Covid-19. Perilaku physical distancing mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta hanya 55,9%.1 Perilaku hand wash mahasiswa Universitas Muhammadiyah Magelang 52,6%.2 Untuk mengetahui kepatuhan mahasiswa dalam melakukan tes kesehatan mandiri, pemeriksaan suhu, penggunaan masker, faceshield, hand hygiene, menjaga jarak, waktu berada di kampus, konsumsi vitamin C, dan membersihkan diri setelah pulang. Desain penelitian adalah deskriptif. Pengambilan data menggunakan kuesioner, pengambilan sampel dengan teknik cluster random sampling, jumlah sampel 269 mahasiswa. Kepatuhan mahasiswa dalam menjalankan tes kesehatan mandiri 56,3%; pemeriksaan suhu 94%; penggunaan masker 98,9%; faceshield 46,1%; hand hygiene 80,7%; physical distancing 52,4%; berada di Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia dalam waktu singkat 95,1%; konsumsi vitamin C 28,6%; membersihkan diri 73,6%. Sebanyak 93,5% mahasiswa tidak patuh dalam menjalankan protokol kesehatan. Kata Kunci: Kepatuhan, Mahasiswa FK UKI, Protokol Kesehatan, Covid-19","PeriodicalId":308481,"journal":{"name":"Majalah Kedokteran UKI","volume":"60 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-09-27","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"116240083","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
ABSTRAK Latar belakang: Computer Vision Syndrome (CVS) merupakan gangguan penglihatan yang disebabkan karena penggunaan komputer. Gejala yang paling umum terjadi terkait CVS adalah mata tegang, sakit kepala, pandangan buram, mata kering, dan sakit pada leher serta bahu. Computer Vision Syndrome (CVS) dapat muncul segera setelah pemakaian gadget dalam jangka waktu lama atau lebih dari 4 jam namun, terdapat beberapa orang yang mengalami CVS beberapa hari kemudian. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Hubungan Penggunaan Gadget dengan Keluhan Subjektif Computer Vision Syndrom (CVS). Metode: Metode penelitian ini merupakan survey analitik dengan desain penelitian cross sectional. Pengambilan data digunakan dengan menggunakan kuesioner dan pengambilan sampel yang digunakan adalah teknik non random sampling, yaitu purposive sampling yang dipilih berdasarkan kriteria ekslusi dan kriteria inklusi. Hasil: Dari 245 responden didapatkan sebagian besar responden tidak mengalami Computer Vision Syndrome (CVS) sebanyak 209 responden (85,3%) dan sebanyak 36 responden (14,7%) mengalami Computer Vision Syndrome (CVS), didapatkan sebagian besar responden menggunakan hadphone / tablet, komputer/laptop sebanyak 226 responden (92,2%) dan 19 responden (7,8%) hanya menggunakan handphone / tablet terdapat hubungan penggunaan gadget terhadap keluhan subjektif Computer Vision Syndrome. Kesimpulan: Dari hasil penelitian didapatkan bahwa durasi penggunaan gadget berpengaruh terhadap timbulnya keluhan subjektif Computer Vision Syndome sebesar 17,3%. Kata kunci: Computer Vision Syndrome (CVS), gadget, durasi.
{"title":"Hubungan Penggunaan Gadget dengan Keluhan Subjektif Computer Vision Syndrom (CVS) pada Mahasiswa Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia","authors":"Bona Simanungkalit, Forman E Siagan","doi":"10.33541/mk.v36i3.3188","DOIUrl":"https://doi.org/10.33541/mk.v36i3.3188","url":null,"abstract":"ABSTRAK \u0000Latar belakang: Computer Vision Syndrome (CVS) merupakan gangguan penglihatan yang disebabkan karena penggunaan komputer. Gejala yang paling umum terjadi terkait CVS adalah mata tegang, sakit kepala, pandangan buram, mata kering, dan sakit pada leher serta bahu. Computer Vision Syndrome (CVS) dapat muncul segera setelah pemakaian gadget dalam jangka waktu lama atau lebih dari 4 jam namun, terdapat beberapa orang yang mengalami CVS beberapa hari kemudian. \u0000Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Hubungan Penggunaan Gadget dengan Keluhan Subjektif Computer Vision Syndrom (CVS). \u0000Metode: Metode penelitian ini merupakan survey analitik dengan desain penelitian cross sectional. Pengambilan data digunakan dengan menggunakan kuesioner dan pengambilan sampel yang digunakan adalah teknik non random sampling, yaitu purposive sampling yang dipilih berdasarkan kriteria ekslusi dan kriteria inklusi. \u0000Hasil: Dari 245 responden didapatkan sebagian besar responden tidak mengalami Computer Vision Syndrome (CVS) sebanyak 209 responden (85,3%) dan sebanyak 36 responden (14,7%) mengalami Computer Vision Syndrome (CVS), didapatkan sebagian besar responden menggunakan hadphone / tablet, komputer/laptop sebanyak 226 responden (92,2%) dan 19 responden (7,8%) hanya menggunakan handphone / tablet terdapat hubungan penggunaan gadget terhadap keluhan subjektif Computer Vision Syndrome. \u0000Kesimpulan: Dari hasil penelitian didapatkan bahwa durasi penggunaan gadget berpengaruh terhadap timbulnya keluhan subjektif Computer Vision Syndome sebesar 17,3%. \u0000Kata kunci: Computer Vision Syndrome (CVS), gadget, durasi.","PeriodicalId":308481,"journal":{"name":"Majalah Kedokteran UKI","volume":"8 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-09-27","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"114386349","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
AbstrakEritroderma merupakan peradangan kulit mengenai 90% atau lebih permukaan kulit biasanya disertai skuama. Pasien laki-laki berusia 60 tahun datang ke RSUD Dr. Wahidin Sudiro Husodo dengan keluhan muncul bercak merah disertai rasa gatal dan kulit mengelupas di seluruh tubuh sejak 1 hari yang lalu. Gatal lebih dirasakan saat berkeringat. Dijumpai sisik berwarna putih teraba kasar di bagian wajah dan sisik kekuningan di bagian kepala. Diketahui ada riwayat alergi pemakaian antibiotik dan analgesik pasca operasi. Pasien juga memiliki riwayat rawat inap berulang lebih dari 5 kali dengan keluhan yang sama, dilakukan biopsi kulit terhadap pasien. Tujuan biopsi untuk mengetahui penyebab eritroderma, mencegah kekambuhan dan memberikan tatalaksana yang tepat bagi pasien. Hasil biopsi kulit ditemukan sel parakeratosis dan sel spongiosis, namun tidak ditemukan sel-sel ganas.Kata Kunci: Eritroderma, Alergi Obat, Biopsi KulitCase Report: A 60 years old man with Erythroderma ec. Seborrhoic DermatitisAbstractErythroderma is a skin inflammation that affects 90% or more on the surface of the skin, usually accompanied by scaly. A 60-years-old male patient came to Wahidin Sudiro Husodo General Hospital with complaints red patches itchy and flaking skin all over the body since 1 day ago. Itching is more felt when sweating. Found rough scaly patches of erythema all over the faces and yellow scale around head’s patient. There is a history of allergies to antibiotics and postoperative anesthetics. Patient also has a repeated hospitalization for more than 5 times with the same complaint. Biopsies have been performed with the aim of determining the cause of erythroderma, preventing recurrence and proper treatment. Examination of skin biopsy results found parakeratosis cells and spongiosis cells, but no malignant cells were found.Keyword: Erythroderma, Drug Eruption, Skin Biopsy
{"title":"Laporan Kasus: Pria 60 tahun dengan Eritroderma et causa Dermatitis Seboroik","authors":"D. R. Anggarini, Sarah D. Pasaribu","doi":"10.33541/mk.v37i1.3366","DOIUrl":"https://doi.org/10.33541/mk.v37i1.3366","url":null,"abstract":"AbstrakEritroderma merupakan peradangan kulit mengenai 90% atau lebih permukaan kulit biasanya disertai skuama. Pasien laki-laki berusia 60 tahun datang ke RSUD Dr. Wahidin Sudiro Husodo dengan keluhan muncul bercak merah disertai rasa gatal dan kulit mengelupas di seluruh tubuh sejak 1 hari yang lalu. Gatal lebih dirasakan saat berkeringat. Dijumpai sisik berwarna putih teraba kasar di bagian wajah dan sisik kekuningan di bagian kepala. Diketahui ada riwayat alergi pemakaian antibiotik dan analgesik pasca operasi. Pasien juga memiliki riwayat rawat inap berulang lebih dari 5 kali dengan keluhan yang sama, dilakukan biopsi kulit terhadap pasien. Tujuan biopsi untuk mengetahui penyebab eritroderma, mencegah kekambuhan dan memberikan tatalaksana yang tepat bagi pasien. Hasil biopsi kulit ditemukan sel parakeratosis dan sel spongiosis, namun tidak ditemukan sel-sel ganas.Kata Kunci: Eritroderma, Alergi Obat, Biopsi KulitCase Report: A 60 years old man with Erythroderma ec. Seborrhoic DermatitisAbstractErythroderma is a skin inflammation that affects 90% or more on the surface of the skin, usually accompanied by scaly. A 60-years-old male patient came to Wahidin Sudiro Husodo General Hospital with complaints red patches itchy and flaking skin all over the body since 1 day ago. Itching is more felt when sweating. Found rough scaly patches of erythema all over the faces and yellow scale around head’s patient. There is a history of allergies to antibiotics and postoperative anesthetics. Patient also has a repeated hospitalization for more than 5 times with the same complaint. Biopsies have been performed with the aim of determining the cause of erythroderma, preventing recurrence and proper treatment. Examination of skin biopsy results found parakeratosis cells and spongiosis cells, but no malignant cells were found.Keyword: Erythroderma, Drug Eruption, Skin Biopsy","PeriodicalId":308481,"journal":{"name":"Majalah Kedokteran UKI","volume":"30 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-09-27","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"117353225","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Abstrak Kesehatan Reproduksi menurut World Health Organization (WHO) merupakan status kesehatan fisik, mental, dan sosial; meliputi semua aspek yang berhubungan dengan sistem reproduksi, fungsi dan prosesnya, termasuk bebas dari penyakit dan cacat. Pendidikan kesehatan reproduksi remaja adalah faktor berpengaruh terhadap pengetahuan, sikap dan perilaku seksualitas remaja. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) menunjukkan 8% remaja laki-laki dan 2% remaja perempuan yang belum menikah pernah melakukan hubungan seksual pada usia 20-24 tahun. Mahasiswa berada pada masa transisi antara berakhirnya masa remaja dan berawalnya kedewasaan, pada usia 18 - 25 tahun. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran seksualitas mahasiswa di salah satu Fakultas Kedokteran Swasta Jakarta mengenai seksualitas pada era saat ini. Desain penelitian ini deskriptif kuantitatif. Pengambilan data penelitian ini menggunakan kuesioner, pengambilan sampel dengan teknik cluster random sampling, dengan jumlah sampel 295 orang. Pengetahuan mahasiswa tentang seksualitas rendah (92,5%), mahasiswa memiliki sikap negatif tentang seksualitas (96,9%), mahasiswa yang memiliki perilaku seksualitas kurang aman (49,5%), dan tidak aman (38,3). Sebagian besar mahasiswa memiliki pengetahuan rendah tentang seksualitas (92,5%), hampir seluruh mahasiswa memiliki sikap negatif mengenai seksualitas (96,9%), Sebagian mahasiswa memiliki perilaku seksual kurang aman (49,2%), dan tidak aman (38,3%). Kata Kunci : Seksualitas, Mahasiswa, Pengetahuan, Sikap, Perilaku.
{"title":"Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Seksualitas Mahasiswa di salah satu Fakultas Kedokteran Swasta Jakarta Tahun 2020","authors":"Bona Simanungkalit","doi":"10.33541/mk.v36i3.3186","DOIUrl":"https://doi.org/10.33541/mk.v36i3.3186","url":null,"abstract":"Abstrak \u0000Kesehatan Reproduksi menurut World Health Organization (WHO) merupakan status kesehatan fisik, mental, dan sosial; meliputi semua aspek yang berhubungan dengan sistem reproduksi, fungsi dan prosesnya, termasuk bebas dari penyakit dan cacat. Pendidikan kesehatan reproduksi remaja adalah faktor berpengaruh terhadap pengetahuan, sikap dan perilaku seksualitas remaja. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) menunjukkan 8% remaja laki-laki dan 2% remaja perempuan yang belum menikah pernah melakukan hubungan seksual pada usia 20-24 tahun. Mahasiswa berada pada masa transisi antara berakhirnya masa remaja dan berawalnya kedewasaan, pada usia 18 - 25 tahun. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran seksualitas mahasiswa di salah satu Fakultas Kedokteran Swasta Jakarta mengenai seksualitas pada era saat ini. Desain penelitian ini deskriptif kuantitatif. Pengambilan data penelitian ini menggunakan kuesioner, pengambilan sampel dengan teknik cluster random sampling, dengan jumlah sampel 295 orang. Pengetahuan mahasiswa tentang seksualitas rendah (92,5%), mahasiswa memiliki sikap negatif tentang seksualitas (96,9%), mahasiswa yang memiliki perilaku seksualitas kurang aman (49,5%), dan tidak aman (38,3). Sebagian besar mahasiswa memiliki pengetahuan rendah tentang seksualitas (92,5%), hampir seluruh mahasiswa memiliki sikap negatif mengenai seksualitas (96,9%), Sebagian mahasiswa memiliki perilaku seksual kurang aman (49,2%), dan tidak aman (38,3%). \u0000 \u0000Kata Kunci : Seksualitas, Mahasiswa, Pengetahuan, Sikap, Perilaku.","PeriodicalId":308481,"journal":{"name":"Majalah Kedokteran UKI","volume":"1 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-09-27","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"130049177","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Lina Marlina, Bambang Setyo Utomo, Fransiskus H. Poluan
AbstrakFraktur pada wajah dapat menyebabkan defisit fungsional dan estetika jika tidak ditangani dengan baik. Tatalaksana akut yang tepat dari fraktur wajah harus didasarkan pada evaluasi cepat dan menyeluruh. Keberhasilan rekontruksi wajah merupakan keadaan darurat yang perlu dievaluasi dalam waktu 24 jam dari trauma. Berbagai jenis reduksi dan fiksasi tergantung pada fungsi, lokasi, jenis fraktur, dan usia pasien. Kasus ini diajukan untuk memperlihatkan keberhasilan tatalaksana trauma akut maksilofasial. Dilaporkan seorang laki-laki 37 tahun dengan panfasial fraktur yang dilakukan reduksi dan fiksasi 3 hari setelah trauma dengan pemasangan plat dan sekrup, serta fiksasi mukoginggival kombinasi antara arch bardan quickfix. Reduksi, reposisi dan fiksasi dilakukan setelah edema mukosa hebat disertai kombinasi antara arch bar dan quickfix pada mukoginggival merupakan salah satu alternatif untuk mengurangi risiko perdarahan dan memudahkan reposisi.Kata kunci: fraktur wajah, panfasial fraktur,edema mukosa.Management of Maxillofacial Traumawith Panfacial FractureAbstractFacial fractures can cause functional and aesthetic deficits if not treated properly. Appropriate acute management of facial fractures should be based on a rapid and thorough evaluation. Successful facial reconstruction is an emergency that needs to be evaluated within 24 hours of trauma. Different types of reduction and fixation depend on the function, location, type of fracture, and the age of the patient. This case is presented to demonstrate the success of acute maxillofacial trauma management. Reported a 37-year-old man with a facial fracture who underwent reduction and fixation 3 days after trauma with plate and screw installation, and combination mucogingival fixation between arch bar and quickfix. Reduction, reposition and fixation performed after severe mucosal edema accompanied by a combination of arch bar and quickfix on the mucogingival is an alternative to reduce the risk of bleeding and facilitate repositioning.Keywords: facial fracture, panfacial fracture, mucosal edema.
{"title":"Tatalaksana Trauma Wajah dengan Panfasial Fraktur","authors":"Lina Marlina, Bambang Setyo Utomo, Fransiskus H. Poluan","doi":"10.33541/mk.v36i3.3362","DOIUrl":"https://doi.org/10.33541/mk.v36i3.3362","url":null,"abstract":"AbstrakFraktur pada wajah dapat menyebabkan defisit fungsional dan estetika jika tidak ditangani dengan baik. Tatalaksana akut yang tepat dari fraktur wajah harus didasarkan pada evaluasi cepat dan menyeluruh. Keberhasilan rekontruksi wajah merupakan keadaan darurat yang perlu dievaluasi dalam waktu 24 jam dari trauma. Berbagai jenis reduksi dan fiksasi tergantung pada fungsi, lokasi, jenis fraktur, dan usia pasien. Kasus ini diajukan untuk memperlihatkan keberhasilan tatalaksana trauma akut maksilofasial. Dilaporkan seorang laki-laki 37 tahun dengan panfasial fraktur yang dilakukan reduksi dan fiksasi 3 hari setelah trauma dengan pemasangan plat dan sekrup, serta fiksasi mukoginggival kombinasi antara arch bardan quickfix. Reduksi, reposisi dan fiksasi dilakukan setelah edema mukosa hebat disertai kombinasi antara arch bar dan quickfix pada mukoginggival merupakan salah satu alternatif untuk mengurangi risiko perdarahan dan memudahkan reposisi.Kata kunci: fraktur wajah, panfasial fraktur,edema mukosa.Management of Maxillofacial Traumawith Panfacial FractureAbstractFacial fractures can cause functional and aesthetic deficits if not treated properly. Appropriate acute management of facial fractures should be based on a rapid and thorough evaluation. Successful facial reconstruction is an emergency that needs to be evaluated within 24 hours of trauma. Different types of reduction and fixation depend on the function, location, type of fracture, and the age of the patient. This case is presented to demonstrate the success of acute maxillofacial trauma management. Reported a 37-year-old man with a facial fracture who underwent reduction and fixation 3 days after trauma with plate and screw installation, and combination mucogingival fixation between arch bar and quickfix. Reduction, reposition and fixation performed after severe mucosal edema accompanied by a combination of arch bar and quickfix on the mucogingival is an alternative to reduce the risk of bleeding and facilitate repositioning.Keywords: facial fracture, panfacial fracture, mucosal edema.","PeriodicalId":308481,"journal":{"name":"Majalah Kedokteran UKI","volume":"14 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-09-27","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"125944485","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Disorder of Sex Development (DSD) is a congenital disorder that occurs in the development of chromosomes, gonads, and internal or external genital organ. DSD of 46 XY is a condition where the children with XY genotype is not able to have complete virilization of external genital. Determination phase is an initial phase of reproductive system development. Disruption of this phase may potentially lead to DSD. Optimal care for children with Disorder of Sex Development requires a multidisciplinary team starting since neonatal period. Family and pregnancy history, complete physical examination and assessment of genital organ are the first step of ensuring the diagnose. Management of children with DSD are focusing on gender determination, hormone support therapy and surgical management. On the other hand, Children with XY genotype should be raised as a boy however if there is no responsive evidence in administration of androgen the children should be raised as a girl. Subsequent to prescribe the gender of the children, surgical management is a required treatment for removing unnecessary genital afterward. Keywords: Disorders of Sex Development, DSD, 46 XY DSD
{"title":"46, XY DSD (Disorder of Sex Development) : Diagnosis dan Tatalaksananya.","authors":"Mildi Felicia, Beto Suhartono","doi":"10.33541/mk.v37i1.2424","DOIUrl":"https://doi.org/10.33541/mk.v37i1.2424","url":null,"abstract":"Disorder of Sex Development (DSD) is a congenital disorder that occurs in the development of chromosomes, gonads, and internal or external genital organ. DSD of 46 XY is a condition where the children with XY genotype is not able to have complete virilization of external genital. Determination phase is an initial phase of reproductive system development. Disruption of this phase may potentially lead to DSD. Optimal care for children with Disorder of Sex Development requires a multidisciplinary team starting since neonatal period. Family and pregnancy history, complete physical examination and assessment of genital organ are the first step of ensuring the diagnose. Management of children with DSD are focusing on gender determination, hormone support therapy and surgical management. On the other hand, Children with XY genotype should be raised as a boy however if there is no responsive evidence in administration of androgen the children should be raised as a girl. Subsequent to prescribe the gender of the children, surgical management is a required treatment for removing unnecessary genital afterward. \u0000Keywords: Disorders of Sex Development, DSD, 46 XY DSD","PeriodicalId":308481,"journal":{"name":"Majalah Kedokteran UKI","volume":"20 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-09-27","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"117227051","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Hardiansyah Hutabarat, I. B. E. U. Wija, Forman E. Siagian, R. Wahyuningsih
AbstrakMikrobiota terbesar pada tubuh manusia terdapat pada saluran cerna (70%).Mikrobiota normal saluran cerna tersusun atas komposisi mikroorganisme yang unik dan berada dalam keadaan seimbang, didalamnya termasuk Candidaspp., yang hidup sebagai komensal. Data tentang keberadaan Candida dalam usus terutama berasal dari orang dewasa, sedangkan data pada anak sangat jarang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keragaman spesies Candida dan bebannya pada saluran cerna anak. Untuk menghitung beban jamur, sebanyak 0,2 g tinja ditanam pada agar sabouraud dekstrosa (ASD). Beban jamur dihitung berdasarkan koloni yang tumbuh dan disesuaikan menjadi per gram tinja (colony forming unit – CFU/g tinja). Identifikasi Candida dilakukan berdasarkan koloni yang tumbuh pada medium CHROMagar Candida (Paris, France). Populasi penelitian adalah anak umur 0-18 tahun (sesuai kriteria WHO). Sampel berasal dari RT 10 dan 11, Kampung Pluis, Jakarta Selatan dan RT 4, 6 dan 9, Kelurahan Cawang. Sebanyak 61 sampel tinja ditanam pada medium, dan didapat 72 isolat dari 43 pertumbuhan yang berasal dari 54 anak sehat dan tujuh anak sakit, yang dirawat di Departemen Kesehatan Anak RS UKI dengan berbagai sebab. Isolat yang didapat terdiri atas Candida tropicalis, Candida albicans, Candida parapsilosis, dan Candida glabrata. Beban jamur 1-50 CFU ditemukan pada 18 pasien, diikuti oleh beban jamur 151-200 CFU pada tujuh pasien. Selain itu, ditemukan infeksi campuran (dua spesies) pada sembilan sampel dan 3 spesies pada tujuh sampel. Tinja anak sakit didominasi C. tropicalis, empat sampel memiliki campuran C. tropicalis dengan C. albicans, dan C. tropicalis dengan C. parapsilosis. Kata Kunci: Candida, spesies, CFU, beban jamurCandida Load in the Children’s Gastrointestinal TractAbstractThe largest microbiota in the human body is found in the digestive tract (70%). The microbiota in the digestive tract is normally composed of a unique composition of microorganisms and is in a balanced state, including Candida spp., which live as commensals. Data on the presence of Candida in the intestine, especially coming from an adult, while the data in children are very rare. This study aims to determine the diversity of Candida species and fungal burden on the children’s digestive tract. To calculate the fungal load, 0.2g of faeces were planted on sabouraud dextrose agar (ASD). The fungal load was calculated based on the growing colonies and adjusted to be per gram of faeces (colony forming unit - CFU/g of faeces). Candida identification was carried out based on the colonies that grew on the CHROMagar Candida medium (Paris, France). The study population was children aged 0-18 years (according to WHO criteria). Samples came from RT 10 and 11, KampungPluis, South Jakarta and RT 4, 6 and 9, Cawang. A total of 61 stool samples were planted on the medium, and obtained 72 isolates from 43 growths from 54 healthy children and seven children who were treated at the Children’s Health Department of
人体最大的微生物微生物分布在消化道里(70%)。正常的微生物管由独特的、平衡的微生物组成,其中包括Candidaspp。这是你的评论。肠道内蟒蛇存在的数据主要来自成年人,而儿童的数据非常罕见。这项研究的目的是了解蟒蛇物种的多样性和它们在儿童消化道里的负担。为了计算真菌的负荷,在sabouraud葡萄糖(ASD)中种植了0.2克的粪便。蘑菇负荷是根据一克的粪便生长和适应来计算的。念珠菌鉴定是根据麻瓜中生长的菌落进行的。研究人口是一名0-18岁的儿童(根据世卫组织的标准)。样本来自雅加达南部普卢瓦斯村10号和11号,以及RT 4号、6号和9号川川川。在培养基儿科儿科中心,共种植了61个粪便样本,其中72个是由54名健康儿童和7名生病儿童组成的。我们发现的异丙是红糖、红斑、红斑、红斑和红斑。在18名患者中发现的蘑菇数量为1-50磅,之后7名患者为150 -200磅。此外,在9个样本中发现了混合感染(2种)和7个样本中发现了3种。儿童粪便主要是C.热带,四种样本结合了C.白化病和C.肺结核。关键词:Candida,物种,CFU, jamurCandida负载在儿童消化TractAbstractThe largest microbiota在一个废弃的小册子(70%)中发现的。在指定小册子中发现的微生物通常是独特的微生物组合的结果,包括具有代表性的Candida spp。机密的烛台手的数据主要来自成年人,而儿童的数据非常稀有。这项研究旨在确定儿童小册子中各种各样的念珠。为了抵消fungal的负担,0.2克的利益在于sabouraud dextrose (ASD)。fungal的货物是基于一克的利益而计算出来的。识别Candida是基于法国中脊状纲上的聚居而被考虑的。《研究人口》是20 -18年的儿童。样本来自10号和11号RT, South Jakarta和RT 4、6和9、Cawang。总共有61个样本放在培养基上,从43个长大的健康儿童和7个孩子中分离出72个。已发现的隔离药物包括Candida热带、Candida白化病、Candida感染性和glabrata。150cfu fungal burden在18个患者处发现,跟随151-200 CFU fungal burden在7个患者中。另外,9个样本和3个样本,7个样本都有混杂。四种样本和C.白化病和C.肺结核混合。烛台,物种,CFU, fungal burden
{"title":"Beban Candida dalam Saluran Cerna Anak","authors":"Hardiansyah Hutabarat, I. B. E. U. Wija, Forman E. Siagian, R. Wahyuningsih","doi":"10.33541/mk.v36i3.3361","DOIUrl":"https://doi.org/10.33541/mk.v36i3.3361","url":null,"abstract":"AbstrakMikrobiota terbesar pada tubuh manusia terdapat pada saluran cerna (70%).Mikrobiota normal saluran cerna tersusun atas komposisi mikroorganisme yang unik dan berada dalam keadaan seimbang, didalamnya termasuk Candidaspp., yang hidup sebagai komensal. Data tentang keberadaan Candida dalam usus terutama berasal dari orang dewasa, sedangkan data pada anak sangat jarang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keragaman spesies Candida dan bebannya pada saluran cerna anak. Untuk menghitung beban jamur, sebanyak 0,2 g tinja ditanam pada agar sabouraud dekstrosa (ASD). Beban jamur dihitung berdasarkan koloni yang tumbuh dan disesuaikan menjadi per gram tinja (colony forming unit – CFU/g tinja). Identifikasi Candida dilakukan berdasarkan koloni yang tumbuh pada medium CHROMagar Candida (Paris, France). Populasi penelitian adalah anak umur 0-18 tahun (sesuai kriteria WHO). Sampel berasal dari RT 10 dan 11, Kampung Pluis, Jakarta Selatan dan RT 4, 6 dan 9, Kelurahan Cawang. Sebanyak 61 sampel tinja ditanam pada medium, dan didapat 72 isolat dari 43 pertumbuhan yang berasal dari 54 anak sehat dan tujuh anak sakit, yang dirawat di Departemen Kesehatan Anak RS UKI dengan berbagai sebab. Isolat yang didapat terdiri atas Candida tropicalis, Candida albicans, Candida parapsilosis, dan Candida glabrata. Beban jamur 1-50 CFU ditemukan pada 18 pasien, diikuti oleh beban jamur 151-200 CFU pada tujuh pasien. Selain itu, ditemukan infeksi campuran (dua spesies) pada sembilan sampel dan 3 spesies pada tujuh sampel. Tinja anak sakit didominasi C. tropicalis, empat sampel memiliki campuran C. tropicalis dengan C. albicans, dan C. tropicalis dengan C. parapsilosis. \u0000Kata Kunci: Candida, spesies, CFU, beban jamurCandida Load in the Children’s Gastrointestinal TractAbstractThe largest microbiota in the human body is found in the digestive tract (70%). The microbiota in the digestive tract is normally composed of a unique composition of microorganisms and is in a balanced state, including Candida spp., which live as commensals. Data on the presence of Candida in the intestine, especially coming from an adult, while the data in children are very rare. This study aims to determine the diversity of Candida species and fungal burden on the children’s digestive tract. To calculate the fungal load, 0.2g of faeces were planted on sabouraud dextrose agar (ASD). The fungal load was calculated based on the growing colonies and adjusted to be per gram of faeces (colony forming unit - CFU/g of faeces). Candida identification was carried out based on the colonies that grew on the CHROMagar Candida medium (Paris, France). The study population was children aged 0-18 years (according to WHO criteria). Samples came from RT 10 and 11, KampungPluis, South Jakarta and RT 4, 6 and 9, Cawang. A total of 61 stool samples were planted on the medium, and obtained 72 isolates from 43 growths from 54 healthy children and seven children who were treated at the Children’s Health Department of ","PeriodicalId":308481,"journal":{"name":"Majalah Kedokteran UKI","volume":"20 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-09-27","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"130171456","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
AbstrakPenelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara anemia yang terjadi pada ibu hamil dengan tingkat kejadian stunting di Rumah Sakit Marthen Indey Jayapura dengan Insuline-like Growth Factors (IGF) sebagai salah satu faktor penyebab. Menggunakan metode deskriptif analitik dengan desain studi retrospective dan didapatkan 30 sampel dari total 80 populasi ibu hamil yang mengalami anemia. Didapatkan 15 (50%) sampel yang memiliki panjang badan bayi 36 – 40 cm, 13 (43,3%) sampel yang memiliki panjang badan bayi 41 – 45 cm dan 2 (6,7%) sampel yang memiliki panjang badan bayi > 45 cm dengan nilai p=0,004 (p<0,05) dari hasil uji statistik chi square. Ditemukan hubungan antara anemia pada ibu hamil terhadap tingkat kejadian stunting di Rumah Sakit Marthen Indey Jayapura. Kata Kunci: Anemia pada Ibu Hamil, Insuline-like Growth Factors, StuntingThe Relationship of Anemia in Pregnant Women to Stunting at Marthen Indey Hospital, Jayapura, 2018-2019AbstractThis study was conducted to determine wheter there is a relationship between anemia that occurs in pregnant women and the incidence of stunting at Marthen Indey Hospital, Jayapura with Insuline-like Growth Factors (IGF) as a contributing factor. The study was conducted using a descriptive analytical method with a retrospective study design and obtained 30 samples from a total of 80 population of pregnant women with anemia. The result showed that 15 (50%) sample had a baby body length 36 – 40 cm, 13 (43,3%) sample had a baby length 41 – 45 cm and 2 (6,7%) samplea had a baby body length > 45 cm with p value = 0,004 (p<0,05) from the result of the chi square statistical test. From the analysis, it was found that there was a relationship between anemia in pregnant women and the incidence of stunting at Marhen Indey Hospital, Jayapura.Keywords: Anemia in Pregnant Women, Insuline-like Growth Factors, Stunting
{"title":"Hubungan Anemia Pada Ibu Hamil Terhadap Kejadian Stunting di RS Marthen Indey Jayapura Tahun 2018-2019","authors":"Gevo T. J. Salakory, I. B. E. U. Wija","doi":"10.33541/mk.v37i1.3365","DOIUrl":"https://doi.org/10.33541/mk.v37i1.3365","url":null,"abstract":"AbstrakPenelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara anemia yang terjadi pada ibu hamil dengan tingkat kejadian stunting di Rumah Sakit Marthen Indey Jayapura dengan Insuline-like Growth Factors (IGF) sebagai salah satu faktor penyebab. Menggunakan metode deskriptif analitik dengan desain studi retrospective dan didapatkan 30 sampel dari total 80 populasi ibu hamil yang mengalami anemia. Didapatkan 15 (50%) sampel yang memiliki panjang badan bayi 36 – 40 cm, 13 (43,3%) sampel yang memiliki panjang badan bayi 41 – 45 cm dan 2 (6,7%) sampel yang memiliki panjang badan bayi > 45 cm dengan nilai p=0,004 (p<0,05) dari hasil uji statistik chi square. Ditemukan hubungan antara anemia pada ibu hamil terhadap tingkat kejadian stunting di Rumah Sakit Marthen Indey Jayapura. Kata Kunci: Anemia pada Ibu Hamil, Insuline-like Growth Factors, StuntingThe Relationship of Anemia in Pregnant Women to Stunting at Marthen Indey Hospital, Jayapura, 2018-2019AbstractThis study was conducted to determine wheter there is a relationship between anemia that occurs in pregnant women and the incidence of stunting at Marthen Indey Hospital, Jayapura with Insuline-like Growth Factors (IGF) as a contributing factor. The study was conducted using a descriptive analytical method with a retrospective study design and obtained 30 samples from a total of 80 population of pregnant women with anemia. The result showed that 15 (50%) sample had a baby body length 36 – 40 cm, 13 (43,3%) sample had a baby length 41 – 45 cm and 2 (6,7%) samplea had a baby body length > 45 cm with p value = 0,004 (p<0,05) from the result of the chi square statistical test. From the analysis, it was found that there was a relationship between anemia in pregnant women and the incidence of stunting at Marhen Indey Hospital, Jayapura.Keywords: Anemia in Pregnant Women, Insuline-like Growth Factors, Stunting","PeriodicalId":308481,"journal":{"name":"Majalah Kedokteran UKI","volume":"109 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-09-27","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"128409448","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Escherichia coli (E.coli) pada kondisi tertentu dapat diobati dengan ampisilin. Namun ampisilin saat ini mulai ditinggalkan karena tingginya kasus E.coli yang resisten ampisilin. Salah satu cara untuk mengatasi masalah resistensi ini adalah dengan mengkombinasi ekstrak rimpang kunyit (ERK) dan ampisilin. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efek antimikroba dan efek sinergis kombinasi ERK (Curcuma domestica Val.) dan ampisilin terhadap E.coli secara in vitro. Penelitian ini menggunakan desain uji esksperimental laboratorik sungguhan secara in vitro dengan metode agar diffusion. Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel dan dinalisis secara deskriptif. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa ERK (Curcuma domestica Val.) konsentrasi 165, 330, 660 µg/ml tidak didapatkan zona inhibisi terhadap E.coli. Persentasi peningkatan zona inhibisi pada MHA-ERK-ampisilin 165, 330, 660 µg/ml : 24,11%; 38,79% ; 47,39% lebih besar dibanding ampisilin tunggal. Simpulan dari penelitian ini adalah ekstrak rimpang kunyit (Curcuma domestica Val.) 165 µg/ml, 330 µg/ml, dan 660 µg/ml tidak memiliki efek antimikroba terhadap Escherichia coli secara in vitro sedangkan kombinasi ekstrak rimpang kunyit (Curcuma domestica Val.) dan ampisilin memiliki efek sinergis terhadap Escherichia coli secara in vitro.
{"title":"Efek Sinergis Kombinasi Ekstrak Rimpang Kunyit (Curcuma domestica Val.) dan Ampisilin terhadap Escherichia coli secara in vitro","authors":"Kusmana Pratama Putra","doi":"10.33541/mk.v37i1.2936","DOIUrl":"https://doi.org/10.33541/mk.v37i1.2936","url":null,"abstract":"Escherichia coli (E.coli) pada kondisi tertentu dapat diobati dengan ampisilin. Namun ampisilin saat ini mulai ditinggalkan karena tingginya kasus E.coli yang resisten ampisilin. Salah satu cara untuk mengatasi masalah resistensi ini adalah dengan mengkombinasi ekstrak rimpang kunyit (ERK) dan ampisilin. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efek antimikroba dan efek sinergis kombinasi ERK (Curcuma domestica Val.) dan ampisilin terhadap E.coli secara in vitro. Penelitian ini menggunakan desain uji esksperimental laboratorik sungguhan secara in vitro dengan metode agar diffusion. Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel dan dinalisis secara deskriptif. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa ERK (Curcuma domestica Val.) konsentrasi 165, 330, 660 µg/ml tidak didapatkan zona inhibisi terhadap E.coli. Persentasi peningkatan zona inhibisi pada MHA-ERK-ampisilin 165, 330, 660 µg/ml : 24,11%; 38,79% ; 47,39% lebih besar dibanding ampisilin tunggal. Simpulan dari penelitian ini adalah ekstrak rimpang kunyit (Curcuma domestica Val.) 165 µg/ml, 330 µg/ml, dan 660 µg/ml tidak memiliki efek antimikroba terhadap Escherichia coli secara in vitro sedangkan kombinasi ekstrak rimpang kunyit (Curcuma domestica Val.) dan ampisilin memiliki efek sinergis terhadap Escherichia coli secara in vitro.","PeriodicalId":308481,"journal":{"name":"Majalah Kedokteran UKI","volume":"73 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-09-27","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"116310819","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Abstrak Penyakit refluks gastroesofageal berat (PRGE)adalah gerakan retrograd isi lambung ke kerongkongan. Pada prematuritas, kelemahan peristaltik esofagus terjadi akibat kurangnya relaksasi reseptif bersihan material refluks ke esofagus. Penyakit ini menyebabkan penurunan kualitas hidup dan komplikasi. Laporan ini bertujuan menggambarkan kasus PRGE parah pada anak marasmik dengan kelahiran prematur. Kasus berasal dari seorang anak perempuan berusia tiga tahun dirawat di Rumah Sakit Umum Cipto Mangunkusumo karena menderita muntah terus-menerus setiap kali setelah menyusu. Pasien lahir prematur pada usia kehamilan 31 minggu dengan berat lahir 900 gram, mengalami malnutrisi berat dan keterlambatan perkembangan. Pasien menjalani prosedur endoskopi, pemeriksaan histopatologi dan didapatkan esofagitis berat, gastritis erosif, striktur pilorik, dan refluks laringofaringeal (LPR).Pasien diberikan proton pump inhibitors (PPIs), menjalani dilatasi pilorik satu kali dan pemasangan nasogastricjejunal feeding tube (NJFT), serta susu formula khusus medium chain tryglyceride (MCT) enam kali sehari. Dalam 18 bulan masa tindak lanjut, pasien menunjukkan peningkatan skor Z berat-berdasarkan-panjang badan, panjang berdasarkan usia dan lingkar kepala berdasarkan usia.Dalam menangani bayi prematur, harus mempertimbangkan PRGE sebagai salah satu etiologi pertumbuhan yang terganggu. Prosedur endoskopi dan pemasangan NJFT untuk terapi nutrisi jangka panjang mengurangi komplikasi dan meningkatkan kualitas hidup.Follow up intensif diperlukan agar mencapai pertumbuhan dan perkembangan optimal. Kata kunci: anak, komplikasi, GERD, lahir prematur, proton pump inhibitors Severe Gastroesophageal Reflux Disease in Malnourished Children with History of Prematurity Abstract Gastroesophageal reflux disease (GERD) is an involuntary retrograde propulsion of gastric contents to esophagus. In prematurity, esophagus peristaltic weakness due to lack of receptive relaxation contribute to inadequate cleaning of material reflux to esophagus which become GERD predisposition. Furthermore, GERD can cause a decline of quality of life and various complications. This report aimed to describe severe GERD case in a marasmic child with premature birth. A 36-month-old girl was hospitalized at dr. Cipto Mangunkusumo General Hospital because of persistent vomitus after every milk feeding. She was prematurely born at 31 weeks of gestation with birthweight of 900 grams, and become severely malnourished with developmental delayed. She then underwent gastrointestinal endoscopic procedure and histopathology examination that revealed a severe esophagitis, erosive gastritis, pyloric stricture, and laryngopharyngeal reflux (LPR).She was treated with proton pump inhibitors (PPI) and underwent one-time pyloric dilatation with nasogastricjejunal feeding tube (NJFT) insertion and continued with medium chain triglycerides formula six times a day. At 18-month follow-up, weight-for-length Z score, length-fo
重量胃食道内反流病(PRGE)是胃内入道逆行性运动。在前寄生虫中,食源性软脆性是由于对任何物质的再经性放松不足造成的。它导致生活质量的下降和并发症。该报告旨在说明早产婴儿严重PRGE的情况。这是一名三岁女孩因每次母乳喂养后不断呕吐而住院的Cipto Mangunkusumo公立医院。怀孕31周的早产儿体重900克,营养不良严重,发育迟缓。患者接受内窥镜检查、组织病理学检查,并发现严重胃炎、胃炎、甲状腺炎和咽喉炎。患者被注射质子泵抑制剂(pp)、一次性pilorik扩张和安装nasogastricjejeal喂养管(NJFT),以及一种特殊的中链色氨酸配方(MCT)。在随后的18个月里,患者的体重增加了Z的平均长度,长度与年龄成正比。在治疗早产儿时,应该把PRGE视为发育不良的病因之一。内窥镜手术和为长期营养治疗建立NJFT可以减少并发症,提高生活质量。为了达到最佳的成长和发展,需要紧缩。关键词:儿童、并发症、GERD、早产、质子抑制、胃食管抑制、胃食管反流性疾病(GERD)是一种不自愿的逆行性反流性疾病(GERD)。在有预见性的情况下,食道会迅速恶化,以消除反冲物质对食道的污染。在更远的地方,GERD可能会导致生命和多样性的质量的脱节。这是一份关于怀孕的有预产期的儿童的描述。一个36个月大的女孩在Cipto Mangunkusumo General Hospital接受了36个月大的住院治疗,因为这种病毒在每一次进食后都存在。她出生时只有31周就出生了,生日只有900克,而且发育不良。然后,她发现了几种食道炎、溃疡、溃疡、肺气肿和喉反流。她被质子泵抑制剂所困扰,而在一段时间内,她的扩张是与nasogastricjejunal喂养管(NJFT)怀孕并继续与中链triglyides公式6的时间。在18个月的新闻中,在与先入为主的婴儿打交道时,我们应该考虑格德是成长过程中的错误伦理之一。在某些情况下,根状动脉被限制用于长时间营养素的治疗是收缩功能,并培养生命的品质。此外,在这种情况下,应该关闭对最佳增长和发展的追求。音调:儿童,听话的,GERD,预产性出生,质子泵抑制剂
{"title":"Penyakit Refluks Gastroesofageal Berat (PRGE) pada Anak dengan Riwayat Gizi Buruk dan Kelahiran Prematur","authors":"Pramita G.D. Poerwantoro, Yuni Astria","doi":"10.33541/mk.v36i2.3095","DOIUrl":"https://doi.org/10.33541/mk.v36i2.3095","url":null,"abstract":"Abstrak \u0000Penyakit refluks gastroesofageal berat (PRGE)adalah gerakan retrograd isi lambung ke kerongkongan. Pada prematuritas, kelemahan peristaltik esofagus terjadi akibat kurangnya relaksasi reseptif bersihan material refluks ke esofagus. Penyakit ini menyebabkan penurunan kualitas hidup dan komplikasi. Laporan ini bertujuan menggambarkan kasus PRGE parah pada anak marasmik dengan kelahiran prematur. Kasus berasal dari seorang anak perempuan berusia tiga tahun dirawat di Rumah Sakit Umum Cipto Mangunkusumo karena menderita muntah terus-menerus setiap kali setelah menyusu. Pasien lahir prematur pada usia kehamilan 31 minggu dengan berat lahir 900 gram, mengalami malnutrisi berat dan keterlambatan perkembangan. Pasien menjalani prosedur endoskopi, pemeriksaan histopatologi dan didapatkan esofagitis berat, gastritis erosif, striktur pilorik, dan refluks laringofaringeal (LPR).Pasien diberikan proton pump inhibitors (PPIs), menjalani dilatasi pilorik satu kali dan pemasangan nasogastricjejunal feeding tube (NJFT), serta susu formula khusus medium chain tryglyceride (MCT) enam kali sehari. Dalam 18 bulan masa tindak lanjut, pasien menunjukkan peningkatan skor Z berat-berdasarkan-panjang badan, panjang berdasarkan usia dan lingkar kepala berdasarkan usia.Dalam menangani bayi prematur, harus mempertimbangkan PRGE sebagai salah satu etiologi pertumbuhan yang terganggu. Prosedur endoskopi dan pemasangan NJFT untuk terapi nutrisi jangka panjang mengurangi komplikasi dan meningkatkan kualitas hidup.Follow up intensif diperlukan agar mencapai pertumbuhan dan perkembangan optimal. \u0000 \u0000Kata kunci: anak, komplikasi, GERD, lahir prematur, proton pump inhibitors \u0000Severe Gastroesophageal Reflux Disease in Malnourished Children with History of Prematurity \u0000Abstract \u0000Gastroesophageal reflux disease (GERD) is an involuntary retrograde propulsion of gastric contents to esophagus. In prematurity, esophagus peristaltic weakness due to lack of receptive relaxation contribute to inadequate cleaning of material reflux to esophagus which become GERD predisposition. Furthermore, GERD can cause a decline of quality of life and various complications. This report aimed to describe severe GERD case in a marasmic child with premature birth. A 36-month-old girl was hospitalized at dr. Cipto Mangunkusumo General Hospital because of persistent vomitus after every milk feeding. She was prematurely born at 31 weeks of gestation with birthweight of 900 grams, and become severely malnourished with developmental delayed. She then underwent gastrointestinal endoscopic procedure and histopathology examination that revealed a severe esophagitis, erosive gastritis, pyloric stricture, and laryngopharyngeal reflux (LPR).She was treated with proton pump inhibitors (PPI) and underwent one-time pyloric dilatation with nasogastricjejunal feeding tube (NJFT) insertion and continued with medium chain triglycerides formula six times a day. At 18-month follow-up, weight-for-length Z score, length-fo","PeriodicalId":308481,"journal":{"name":"Majalah Kedokteran UKI","volume":"24 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-06-28","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"116479032","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}