Danau Limboto di Propinsi Gorontalo termasuk danau kritis yang disebabkan karena sedimentasi/pendangkalan, eutrofikasi dan gulma air eceng gondok. Pada 2013 di Danau Limboto telah dilakukan program pengerukan dan tanah hasil pengerukan dijadikan tanggul penahan air mengelilingi danau. Tulisan ini bertujuan untuk mendapatkan pola pengelolaan perairan Danau Limboto pasca pengerukan. Penelitian perikanan di Danau Limboto telah dilakukan sebelum pengerukan sejak tahun 2006 – 2010 dan sesudah pengerukan pada periode 2014 – 2016. Pelaksanan pengerukan dan pembuatan tanggul di Danau Limboto menyebabkan terjadi perubahan ekologis yang penting yaitu; pendalaman air, tanggul penahan air, habitat lumpur yang terangkat ke atas dan tertutupnya wilayah ruaya ikan yang bermigrasi.Limboto Lake in Gorontalo Province belongs a critical lake caused by sedimentation, eutrophication and water hyacinth ). The dredging program had been initiated at Limboto lake since 2013 and dredged soil has been used as water-retaining embankments around the lake. This paper aim was to derive the management pattern of Limboto lake waters after dredging. Fisheries research was conducted at Limboto lake during before dredging during 2006 - 2010 and after dredging program. During 2014 – 2016. Implementation of dredging and embankment construction in Limboto Lake , hence has caused an important ecological changes that is; Water depths, water retention embankment, uplifted mud habitat and the closure of migratory fish beeding areas.
{"title":"PENGELOLAAN PERIKANAN DI DANAU LIMBOTO PASCA PENGERUKAN","authors":"Krismono Krismono, Amula Nurfiarini, Yayuk Sugianti, Andi Hendrawan","doi":"10.15578/JKPI.10.2.2018.63-74","DOIUrl":"https://doi.org/10.15578/JKPI.10.2.2018.63-74","url":null,"abstract":"Danau Limboto di Propinsi Gorontalo termasuk danau kritis yang disebabkan karena sedimentasi/pendangkalan, eutrofikasi dan gulma air eceng gondok. Pada 2013 di Danau Limboto telah dilakukan program pengerukan dan tanah hasil pengerukan dijadikan tanggul penahan air mengelilingi danau. Tulisan ini bertujuan untuk mendapatkan pola pengelolaan perairan Danau Limboto pasca pengerukan. Penelitian perikanan di Danau Limboto telah dilakukan sebelum pengerukan sejak tahun 2006 – 2010 dan sesudah pengerukan pada periode 2014 – 2016. Pelaksanan pengerukan dan pembuatan tanggul di Danau Limboto menyebabkan terjadi perubahan ekologis yang penting yaitu; pendalaman air, tanggul penahan air, habitat lumpur yang terangkat ke atas dan tertutupnya wilayah ruaya ikan yang bermigrasi.Limboto Lake in Gorontalo Province belongs a critical lake caused by sedimentation, eutrophication and water hyacinth ). The dredging program had been initiated at Limboto lake since 2013 and dredged soil has been used as water-retaining embankments around the lake. This paper aim was to derive the management pattern of Limboto lake waters after dredging. Fisheries research was conducted at Limboto lake during before dredging during 2006 - 2010 and after dredging program. During 2014 – 2016. Implementation of dredging and embankment construction in Limboto Lake , hence has caused an important ecological changes that is; Water depths, water retention embankment, uplifted mud habitat and the closure of migratory fish beeding areas. ","PeriodicalId":31078,"journal":{"name":"Jurnal Kebijakan Perikanan Indonesia","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-11-22","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"48214540","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Sistem budidaya ikan dalam karamba jaring apung (KJA) yang berkembang pesat saat ini disinyalir menjadi salah satu sumber pencemaran perairan waduk/danau. Sumber pencemar berasal dari sisa pakan yang terbuang, tak tercerna dan sisa metabolisme ikan. Pakan ikan mengandung fosfor, apabila terbuang dan terdekomposisi di perairan dapat menyebabkan eutrofikasi. Perlu menciptakansuatu teknologi budidaya ikan di perairan terbuka yang mampu menekan terbuangnya sisa pakan langsung ke perairan umum. Salah satu sistem budidaya yang dapat dikembangkan adalah dengan budidaya ikan dalam karamba jaring apung “Smart” yaitu KJA Sistem Manajemen Air dengan Resirkulasi dan Tanaman yang merupakan sistem akuaponik yang dimodifikasi dan diterapkan di perairan terbuka. Tujuan penulisan ini adalah untuk memberikan informasi terkait dengan pengelolaan kualitas air melalui penerapan budidaya ikan dalam karamba jaring apung Smart. Data dan informasi diperoleh melalui kegiatan eksperimental maupun hasil penelitian terdahulu. Berdasarkan data dan informasi yang diperoleh,sistem KJA Smart mempunyai konstruksi semi tertutup sehingga sisa pakan dan eksresi ikan akan tertampung dan terendapkan di dasar kolam. Terdapat proses penyedotan sisa pakan kemudian pengaliran ke tanaman akuaponik dan pengembalian air ke kolam. Keunggulan KJA smart adalah: (i) seluruh proses dekomposisi terjadi di dalam kolam sehingga tidak mempengaruhi perairan terbuka; (ii) tanaman akuaponik berfungsi sebagai biofilter yang akan memanfaatkan hasil dekomposisi sisa pakan sebagai sumber nutrisinya yaitu nitrogen dan fosfor sebagai contoh efektivitas penurunan fosfat oleh kangkung mencapai 84% dan juga sebagai perangkap sedimen; dan(iii) menghasilkan tanaman akuaponik sebagai produk pangan organik. Kata kunci: sisa pakan, akuaponik, biofilter, KJA Smart
{"title":"PENGELOLAAN KUALITAS PERAIRAN MELALUI PENERAPAN BUDIDAYA IKAN DALAM KERAMBA JARING APUNG “SMART”","authors":"Lismining Pujiyani Astuti, Andi Hendrawan, Krismono Krismono","doi":"10.15578/jkpi.10.2.2018.87-97","DOIUrl":"https://doi.org/10.15578/jkpi.10.2.2018.87-97","url":null,"abstract":"Sistem budidaya ikan dalam karamba jaring apung (KJA) yang berkembang pesat saat ini disinyalir menjadi salah satu sumber pencemaran perairan waduk/danau. Sumber pencemar berasal dari sisa pakan yang terbuang, tak tercerna dan sisa metabolisme ikan. Pakan ikan mengandung fosfor, apabila terbuang dan terdekomposisi di perairan dapat menyebabkan eutrofikasi. Perlu menciptakansuatu teknologi budidaya ikan di perairan terbuka yang mampu menekan terbuangnya sisa pakan langsung ke perairan umum. Salah satu sistem budidaya yang dapat dikembangkan adalah dengan budidaya ikan dalam karamba jaring apung “Smart” yaitu KJA Sistem Manajemen Air dengan Resirkulasi dan Tanaman yang merupakan sistem akuaponik yang dimodifikasi dan diterapkan di perairan terbuka. Tujuan penulisan ini adalah untuk memberikan informasi terkait dengan pengelolaan kualitas air melalui penerapan budidaya ikan dalam karamba jaring apung Smart. Data dan informasi diperoleh melalui kegiatan eksperimental maupun hasil penelitian terdahulu. Berdasarkan data dan informasi yang diperoleh,sistem KJA Smart mempunyai konstruksi semi tertutup sehingga sisa pakan dan eksresi ikan akan tertampung dan terendapkan di dasar kolam. Terdapat proses penyedotan sisa pakan kemudian pengaliran ke tanaman akuaponik dan pengembalian air ke kolam. Keunggulan KJA smart adalah: (i) seluruh proses dekomposisi terjadi di dalam kolam sehingga tidak mempengaruhi perairan terbuka; (ii) tanaman akuaponik berfungsi sebagai biofilter yang akan memanfaatkan hasil dekomposisi sisa pakan sebagai sumber nutrisinya yaitu nitrogen dan fosfor sebagai contoh efektivitas penurunan fosfat oleh kangkung mencapai 84% dan juga sebagai perangkap sedimen; dan(iii) menghasilkan tanaman akuaponik sebagai produk pangan organik. Kata kunci: sisa pakan, akuaponik, biofilter, KJA Smart","PeriodicalId":31078,"journal":{"name":"Jurnal Kebijakan Perikanan Indonesia","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-11-22","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"48986940","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2018-08-02DOI: 10.15578/JKPI.10.1.2018.43-52
Armen Zulham
Kontruksi sosial bisnis lobster merupakan fenomena sosial yang berperan menjaga keberlanjutan bisnis lobster. Peran itu telah ditunjukkan melalui berbagai regulasi dan kelembagaan (asosiasi lobster) di Amerika Utara, Australia dan Uni Eropa. Di Indonesia asosiasi atau organisasi yang demikian belum ada. Keberadaan Permen KP No. 56/ 2016, merupakan kontruksi sosial yang penting untuk merintis pengembangan bisnis lobster Indonesia yang berkelanjutan. Tulisan ini mempelajari fenomena kontruksi sosial dari jaringan sosial bisnis lobster pada berbagai kawasan di Indonesia. Bahan tulisan ini, diperoleh dari studi pustaka, hasil survey di Simeulue tahun 2015 – 2016 dan wawancara narasumber yang terkait langsung dengan bisnis lobster pada bulan Juli 2017. Hasil analisis menunjukkan kebijakan terobosan harus dilakukan dalam mengembangkan bisnis lobster di Indonesia dengan membentuk kelembagaan Asosiasi Lobster Indonesia (ALI) atau Konsorsium Lobster Indonesia (KLI). ALI atau KLI berperan tidak hanya untuk berdagang, tetapi membantu pemerintah menjaga stok lobster dan mempromosikan teknik penangkapan/budidaya lobster, serta merancang kebijakan untuk mempengaruhi pasar global.Social construction of lobster business is a social phenomenon to maintain the sustainability of lobster business. The role has been showed by many regulation and institution (lobster associations) in North America, Australia and European Union. Such associations have not been established in Indonesia. The Ministerial Decree of Fisheries & Marine Affair No. 56/2016 is an important social construction as a pioneer to develop sustainable lobster business only in Indonesia. This paper studied the phenomenon of social construction from lobster business network in many areas in Indonesia. The source of data and information were obtained from literature study, survey in Simeulue from 2015-2016, and interview with sources directly related with lobster business in July 2017. Result analysis showed that an innovation in Indonesian lobster business policy should be made by creating Indonesian Lobster Association (ILA) or Indonesian Lobster Consotium (KLI). The role of ILA or KLI are not only related to lobster trading, but also to assist the government in maintaining lobster stock, promoting techniques of lobster cultivation, and designing policy to affect global market.
{"title":"KONTRUKSI SOSIAL DALAM MEMBANGUAN BISNIS LOBSTER DI INDONESIA","authors":"Armen Zulham","doi":"10.15578/JKPI.10.1.2018.43-52","DOIUrl":"https://doi.org/10.15578/JKPI.10.1.2018.43-52","url":null,"abstract":"Kontruksi sosial bisnis lobster merupakan fenomena sosial yang berperan menjaga keberlanjutan bisnis lobster. Peran itu telah ditunjukkan melalui berbagai regulasi dan kelembagaan (asosiasi lobster) di Amerika Utara, Australia dan Uni Eropa. Di Indonesia asosiasi atau organisasi yang demikian belum ada. Keberadaan Permen KP No. 56/ 2016, merupakan kontruksi sosial yang penting untuk merintis pengembangan bisnis lobster Indonesia yang berkelanjutan. Tulisan ini mempelajari fenomena kontruksi sosial dari jaringan sosial bisnis lobster pada berbagai kawasan di Indonesia. Bahan tulisan ini, diperoleh dari studi pustaka, hasil survey di Simeulue tahun 2015 – 2016 dan wawancara narasumber yang terkait langsung dengan bisnis lobster pada bulan Juli 2017. Hasil analisis menunjukkan kebijakan terobosan harus dilakukan dalam mengembangkan bisnis lobster di Indonesia dengan membentuk kelembagaan Asosiasi Lobster Indonesia (ALI) atau Konsorsium Lobster Indonesia (KLI). ALI atau KLI berperan tidak hanya untuk berdagang, tetapi membantu pemerintah menjaga stok lobster dan mempromosikan teknik penangkapan/budidaya lobster, serta merancang kebijakan untuk mempengaruhi pasar global.Social construction of lobster business is a social phenomenon to maintain the sustainability of lobster business. The role has been showed by many regulation and institution (lobster associations) in North America, Australia and European Union. Such associations have not been established in Indonesia. The Ministerial Decree of Fisheries & Marine Affair No. 56/2016 is an important social construction as a pioneer to develop sustainable lobster business only in Indonesia. This paper studied the phenomenon of social construction from lobster business network in many areas in Indonesia. The source of data and information were obtained from literature study, survey in Simeulue from 2015-2016, and interview with sources directly related with lobster business in July 2017. Result analysis showed that an innovation in Indonesian lobster business policy should be made by creating Indonesian Lobster Association (ILA) or Indonesian Lobster Consotium (KLI). The role of ILA or KLI are not only related to lobster trading, but also to assist the government in maintaining lobster stock, promoting techniques of lobster cultivation, and designing policy to affect global market.","PeriodicalId":31078,"journal":{"name":"Jurnal Kebijakan Perikanan Indonesia","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-08-02","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"47537038","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2018-08-02DOI: 10.15578/JKPI.10.1.2018.25-32
Budi Suhariyanto
Undang-undang Perikanan Indonesia memiliki kelemahan dalam pengaturan pertanggungjawaban pidana korporasi sehingga menimbulkan multitafsir dan menyulitkan penegak hukum dalam memidana korporasi pelaku tindak pidana perikanan. Mahkamah Agung telah memberlakukan Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 13 Tahun 2016 yang mengatur tata cara penanganan perkara tindak pidana oleh korporasi. Kajian dilakukan untuk mendalami urgensi pemidanaan korporasi pelaku tindak pidana perikanan menggunakan PERMA Nomor 13 Tahun 2016. Metode penelitian hukum normatif digunakan untuk keperluan tersebut, dengan menggunakan analsis yuridis kualitatif. Hasil kajian menunjukkan bahwa PERMA Nomor 13 Tahun 2016 dapat diberlakukan dalam rangka mengisi kekosongan hukum acara pidana korporasi dalam UU Perikanan.Indonesian Fisheries Laws are not explicitly mention about the corporation responsibilities so that it is difficult for the Court to convict the related and responsible corporations. The Supreme Court has already launched the Supreme Court Regulation No. 13/2016 that systematically legalize the way to deal with any felonies and crimes conducted by corporation. This study was then directed toward identifying to what extend this Supreme Court Regulation could appropriately be applied in dealing with crimes by fisheries corporations. Normative Law research method was applied for this purposes. By implementing Qualitative judicial analysis. The analysis showed that Supreme Court Regulation No. 13/2016 could be implemented accordingly to fill the gap found in Indonesian Fisheries Law.
{"title":"URGENSI PEMIDANAAN KORPORASI PELAKU TINDAK PIDANA PERIKANAN MENGGUNAKAN PERATURAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 13 TAHUN 2016","authors":"Budi Suhariyanto","doi":"10.15578/JKPI.10.1.2018.25-32","DOIUrl":"https://doi.org/10.15578/JKPI.10.1.2018.25-32","url":null,"abstract":"Undang-undang Perikanan Indonesia memiliki kelemahan dalam pengaturan pertanggungjawaban pidana korporasi sehingga menimbulkan multitafsir dan menyulitkan penegak hukum dalam memidana korporasi pelaku tindak pidana perikanan. Mahkamah Agung telah memberlakukan Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 13 Tahun 2016 yang mengatur tata cara penanganan perkara tindak pidana oleh korporasi. Kajian dilakukan untuk mendalami urgensi pemidanaan korporasi pelaku tindak pidana perikanan menggunakan PERMA Nomor 13 Tahun 2016. Metode penelitian hukum normatif digunakan untuk keperluan tersebut, dengan menggunakan analsis yuridis kualitatif. Hasil kajian menunjukkan bahwa PERMA Nomor 13 Tahun 2016 dapat diberlakukan dalam rangka mengisi kekosongan hukum acara pidana korporasi dalam UU Perikanan.Indonesian Fisheries Laws are not explicitly mention about the corporation responsibilities so that it is difficult for the Court to convict the related and responsible corporations. The Supreme Court has already launched the Supreme Court Regulation No. 13/2016 that systematically legalize the way to deal with any felonies and crimes conducted by corporation. This study was then directed toward identifying to what extend this Supreme Court Regulation could appropriately be applied in dealing with crimes by fisheries corporations. Normative Law research method was applied for this purposes. By implementing Qualitative judicial analysis. The analysis showed that Supreme Court Regulation No. 13/2016 could be implemented accordingly to fill the gap found in Indonesian Fisheries Law.","PeriodicalId":31078,"journal":{"name":"Jurnal Kebijakan Perikanan Indonesia","volume":"1 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-08-02","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"42798221","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2018-08-02DOI: 10.15578/JKPI.10.1.2018.53-61
J. Abrahamsz, Marvin M. Makailipessy, I. M. Thenu
Pengelolaan perikanan kepiting pada Kawasan Konservasi Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Pulau Kei Kecil dan Perairan Sekitarnya di Kabupaten Maluku Tenggara Provinsi Maluku telah dilakukan. Salah satunya melalui pengembangan kelembagaan pengelola di Ohoi Evu, Kecamatan Hoat Sorbay. Inisiatif pengembangan model pengelolaan perikanan kepiting berbasis masyarakat dimulai dengan pembentukan kelompok nelayan Sinar Abadi. Kajian bertujuan menilai dinamika, status dan perkembangan kelembagaan di masyarakat dalam mendukung pengelolaan perikanan kepiting secara berkelanjutan. Dinamika kelembagaan dianalisis melalui penilaian domain kelembagaan dalam Ecosystem Approach to Fisheries Management (EAFM) dan pendekatan flag model. Status dan perkembangan kelembagaan dianalisis dengan pendekatan Institutional Development Framework (IDF). Penelitian ini menemukan dinamika kelembagaan pengelola perikanan kepiting bakau di Ohoi Evu tergolong dalam kategori sedang. Status kelembagaan cukup baik, berada pada tahap pemantapan dan kebutuhan pengembangan kelembagaan mendesak. Implikasi pengembangannya adalah peningkatan kapasitas kelembagaan dalam pengelolaan perikanan kepiting bertanggungjawab, penetapan dan implementasi Rencana Pengelolaan Perikanan Kepiting, serta penguatan sumberdaya manajemen kelompok dan kemitraan.The management of crab fishery in the Coastal and Small Islands Conservation Area of Kei Kecil Island and the surrounding Waters of Southeast Maluku Regency of Maluku Province has been conducted. One of them is through the development of management institution in Ohoi Evu, Hoat Sorbay Sub-district. The initiative of developing a community-based crab fisheries management model begins with the formation of the Sinar Abadi fishing group. The study aims to assess the dynamics, status and institutional development in the community to supporting the sustainable management of crab fisheries. The institutional dynamics are analyzed through the assessment of institutional domains in the Ecosystem Approach to Fisheries Management (EAFM) and the flag model approach. Institutional status and development are analyzed by Institutional Development Framework (IDF) approach. This research found that the institutional dynamics of crab fishery management in Ohoi Evu belong to medium category. The institutional status is quite good, at the consolidation stage and the urgent institutional development needs. The implications are enhancement of institutional capacity in responsible fishery management of crabs, establishment and implementation of the Crab Fisheries Management Plan, and strengthening of institutional management resources and partnership.
{"title":"DINAMIKA KELEMBAGAAN DAN IMPLIKASINYA DALAM PENGELOLAAN PERIKANAN KEPITING BAKAU DI OHOI EVU KABUPATEN MALUKU TENGGARA","authors":"J. Abrahamsz, Marvin M. Makailipessy, I. M. Thenu","doi":"10.15578/JKPI.10.1.2018.53-61","DOIUrl":"https://doi.org/10.15578/JKPI.10.1.2018.53-61","url":null,"abstract":"Pengelolaan perikanan kepiting pada Kawasan Konservasi Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Pulau Kei Kecil dan Perairan Sekitarnya di Kabupaten Maluku Tenggara Provinsi Maluku telah dilakukan. Salah satunya melalui pengembangan kelembagaan pengelola di Ohoi Evu, Kecamatan Hoat Sorbay. Inisiatif pengembangan model pengelolaan perikanan kepiting berbasis masyarakat dimulai dengan pembentukan kelompok nelayan Sinar Abadi. Kajian bertujuan menilai dinamika, status dan perkembangan kelembagaan di masyarakat dalam mendukung pengelolaan perikanan kepiting secara berkelanjutan. Dinamika kelembagaan dianalisis melalui penilaian domain kelembagaan dalam Ecosystem Approach to Fisheries Management (EAFM) dan pendekatan flag model. Status dan perkembangan kelembagaan dianalisis dengan pendekatan Institutional Development Framework (IDF). Penelitian ini menemukan dinamika kelembagaan pengelola perikanan kepiting bakau di Ohoi Evu tergolong dalam kategori sedang. Status kelembagaan cukup baik, berada pada tahap pemantapan dan kebutuhan pengembangan kelembagaan mendesak. Implikasi pengembangannya adalah peningkatan kapasitas kelembagaan dalam pengelolaan perikanan kepiting bertanggungjawab, penetapan dan implementasi Rencana Pengelolaan Perikanan Kepiting, serta penguatan sumberdaya manajemen kelompok dan kemitraan.The management of crab fishery in the Coastal and Small Islands Conservation Area of Kei Kecil Island and the surrounding Waters of Southeast Maluku Regency of Maluku Province has been conducted. One of them is through the development of management institution in Ohoi Evu, Hoat Sorbay Sub-district. The initiative of developing a community-based crab fisheries management model begins with the formation of the Sinar Abadi fishing group. The study aims to assess the dynamics, status and institutional development in the community to supporting the sustainable management of crab fisheries. The institutional dynamics are analyzed through the assessment of institutional domains in the Ecosystem Approach to Fisheries Management (EAFM) and the flag model approach. Institutional status and development are analyzed by Institutional Development Framework (IDF) approach. This research found that the institutional dynamics of crab fishery management in Ohoi Evu belong to medium category. The institutional status is quite good, at the consolidation stage and the urgent institutional development needs. The implications are enhancement of institutional capacity in responsible fishery management of crabs, establishment and implementation of the Crab Fisheries Management Plan, and strengthening of institutional management resources and partnership.","PeriodicalId":31078,"journal":{"name":"Jurnal Kebijakan Perikanan Indonesia","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-08-02","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"45799682","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2018-08-02DOI: 10.15578/JKPI.10.1.2018.11-23
Bambang Nariyono, A. Daryanto, M. Firdaus, S. Johar
Indonesia dalam industri tuna sangat diperhitungkan karena posisinya sebagai pemasok lebih dari 15 % produksi tuna dunia, tetapi di sisi lain daya saing perikanan tuna masih rendah. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis kontribusi rantai nilai perikanan tuna terhadap daya saing industri perikanan tuna di Kabupaten Cilacap. Penelitian dilaksanakan pasa bulan April sampai dengan September 2017. Hasil analisis Second Order Structural Equation Modeling didapatkan bahwa rantai nilai berpengaruh terhadap daya saing industri tuna dengan loading factor 0.540 dan nilai p yang signifikan. Pengujian terhadap model secara simultan terbukti bahwa model telah fit dengan telah dipenuhinya semua ukuran fitting model yang diindikasikan dengan nilai Chi-Square kecil yaitu 301.252, RMSEA = 0.072, GFI = 0.907, CFI= 0.923, dan CMIN/DF = 1.814. Temuan penelitian ini membuktikan bahwa rantai nilai mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap daya saing industri tuna. Dengan demikian strategi yang tepat untuk memperkuat daya saing industri tuna dapat dilakukan dengan cara meningkatkan rantai nilai perikanan tuna terutama dari aspek operasional, outbond logistic, dan services.Indonesia is the world’s larget tuna produser with contributing 15 percent to the world tuna market. However, the competitiveness of tuna fishery is still low. The aim of this research is to analyze the contribution of value chain of tuna fishery toward competitiveness of tuna industry in Cilacap. The study was conducted from April to September 2017. The results of analysis using using second order Structural Equation Modeling method (SEM) found that the value chain influenced the competitiveness of tuna industry with loading factor of 0.540 and significant p value. Tests on the model simultaneously proved that the model has been fit with the fulfillment of all fittings of the model. It gives indication with variables value, such as : Value of Chi-square is low with value 301.252; 0.072 for Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA); 0.907 for Goodness Fit Index (GFI); 0.907 for (CFI); and 1.814 for minimum discrepancy (CMIN/DF). This research gives evidence that value chain has a significant impact toward competitiveness of tuna fishery industries.The best strategies to increase competitiveness of tuna fishery industries is increasing a value chain of of tuna fishery industries, Mainly from operational aspect, outbond logistic and services to raise tuna commodity productvity in global market.
{"title":"KONTRIBUSI RANTAI NILAI TERHADAP PENINGKATAN DAYA SAING PERIKANAN TUNA DI KABUPATEN CILACAP DAN SEKITARNYA","authors":"Bambang Nariyono, A. Daryanto, M. Firdaus, S. Johar","doi":"10.15578/JKPI.10.1.2018.11-23","DOIUrl":"https://doi.org/10.15578/JKPI.10.1.2018.11-23","url":null,"abstract":"Indonesia dalam industri tuna sangat diperhitungkan karena posisinya sebagai pemasok lebih dari 15 % produksi tuna dunia, tetapi di sisi lain daya saing perikanan tuna masih rendah. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis kontribusi rantai nilai perikanan tuna terhadap daya saing industri perikanan tuna di Kabupaten Cilacap. Penelitian dilaksanakan pasa bulan April sampai dengan September 2017. Hasil analisis Second Order Structural Equation Modeling didapatkan bahwa rantai nilai berpengaruh terhadap daya saing industri tuna dengan loading factor 0.540 dan nilai p yang signifikan. Pengujian terhadap model secara simultan terbukti bahwa model telah fit dengan telah dipenuhinya semua ukuran fitting model yang diindikasikan dengan nilai Chi-Square kecil yaitu 301.252, RMSEA = 0.072, GFI = 0.907, CFI= 0.923, dan CMIN/DF = 1.814. Temuan penelitian ini membuktikan bahwa rantai nilai mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap daya saing industri tuna. Dengan demikian strategi yang tepat untuk memperkuat daya saing industri tuna dapat dilakukan dengan cara meningkatkan rantai nilai perikanan tuna terutama dari aspek operasional, outbond logistic, dan services.Indonesia is the world’s larget tuna produser with contributing 15 percent to the world tuna market. However, the competitiveness of tuna fishery is still low. The aim of this research is to analyze the contribution of value chain of tuna fishery toward competitiveness of tuna industry in Cilacap. The study was conducted from April to September 2017. The results of analysis using using second order Structural Equation Modeling method (SEM) found that the value chain influenced the competitiveness of tuna industry with loading factor of 0.540 and significant p value. Tests on the model simultaneously proved that the model has been fit with the fulfillment of all fittings of the model. It gives indication with variables value, such as : Value of Chi-square is low with value 301.252; 0.072 for Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA); 0.907 for Goodness Fit Index (GFI); 0.907 for (CFI); and 1.814 for minimum discrepancy (CMIN/DF). This research gives evidence that value chain has a significant impact toward competitiveness of tuna fishery industries.The best strategies to increase competitiveness of tuna fishery industries is increasing a value chain of of tuna fishery industries, Mainly from operational aspect, outbond logistic and services to raise tuna commodity productvity in global market.","PeriodicalId":31078,"journal":{"name":"Jurnal Kebijakan Perikanan Indonesia","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-08-02","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"44722892","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2018-08-02DOI: 10.15578/JKPI.10.1.2018.1-10
Robert Pensa Maryunus
Serangan penyakit ice-ice di periode musim tertentu pada budidaya rumput laut Kappaphycus alvarezii menjadi masalah serius, yang disebabkan oleh berbagai faktor yang saling berinteraksi. Salah satu faktor pemicu awal (primary impact) adalah terjadinya kekurangan nutrien (nutrients shortage) pada perairan laut. Pada pihak lain, ketersediaan nutrien di perairan laut pada wilayah-wilayah tertentu sangat dipengaruhi oleh fenomena upwelling. Fenomena upwelling terjadi karena adanya arus lintas Indonesia yang juga turut berpengaruh terhadap musim. Makalah ini membahas keterkaitan antara serangan penyakit ice-ice, arus lintas Indonesia, fenomena upwelling, downwelling dan musim dalam kaitannya dengan upaya untuk mencegah potensi dan mengelola serangan ice-ice melalui perendaman pupuk yang mengandung sumber unsur N (nitrogen), P (fosfor) dan K (kalium) dikombinasikan dengan pembersihan rutin dan pengaturan posisi tanam terhadap permukaan air. Tindakan manipulasi terbatas lingkungan budidaya rumput laut pada periode musim ekstrim terbukti efektif mengendalikan penyakit ice-ice sekaligus diyakini mampu mempertahankan kontinuitas produksi.Ice-ice disease attacks in certain season on seaweed cultivation Kappaphycus alvarezii are a serious problem, which are caused by interaction of various factors. One of the primary impact is the occurrence of nutrients shortage in marine waters. Meanwhile, availability of nutrients in marine waters in certain areas is strongly influenced by upwelling phenomenon. Upwelling phenomenon occurs due to the Indonesian throughflow which also affect the season. This paper discusses the correlation between ice-ice disease attacks, Indonesian throughflow, phenomenon of upwelling, downwelling and season in connection with efforts to prevent potential and manage ice-ice attacks through immersion of fertilizer which containing source of N (nitrogen), P (phosporus) and K (potassium) elements in combination with regular weeding and setting position of planting towards water surface. The limited environmental manipulation of seaweed cultivation on the extreme season period proved to be effective in controlling ice-ice disease at a time believed to be afford of sustaining production continuity.
{"title":"PENGENDALIAN PENYAKIT ICE-ICE BUDIDAYA RUMPUT LAUT, Kappaphycus alvarezii: KORELASI MUSIM DAN MANIPULASI TERBATAS LINGKUNGAN","authors":"Robert Pensa Maryunus","doi":"10.15578/JKPI.10.1.2018.1-10","DOIUrl":"https://doi.org/10.15578/JKPI.10.1.2018.1-10","url":null,"abstract":"Serangan penyakit ice-ice di periode musim tertentu pada budidaya rumput laut Kappaphycus alvarezii menjadi masalah serius, yang disebabkan oleh berbagai faktor yang saling berinteraksi. Salah satu faktor pemicu awal (primary impact) adalah terjadinya kekurangan nutrien (nutrients shortage) pada perairan laut. Pada pihak lain, ketersediaan nutrien di perairan laut pada wilayah-wilayah tertentu sangat dipengaruhi oleh fenomena upwelling. Fenomena upwelling terjadi karena adanya arus lintas Indonesia yang juga turut berpengaruh terhadap musim. Makalah ini membahas keterkaitan antara serangan penyakit ice-ice, arus lintas Indonesia, fenomena upwelling, downwelling dan musim dalam kaitannya dengan upaya untuk mencegah potensi dan mengelola serangan ice-ice melalui perendaman pupuk yang mengandung sumber unsur N (nitrogen), P (fosfor) dan K (kalium) dikombinasikan dengan pembersihan rutin dan pengaturan posisi tanam terhadap permukaan air. Tindakan manipulasi terbatas lingkungan budidaya rumput laut pada periode musim ekstrim terbukti efektif mengendalikan penyakit ice-ice sekaligus diyakini mampu mempertahankan kontinuitas produksi.Ice-ice disease attacks in certain season on seaweed cultivation Kappaphycus alvarezii are a serious problem, which are caused by interaction of various factors. One of the primary impact is the occurrence of nutrients shortage in marine waters. Meanwhile, availability of nutrients in marine waters in certain areas is strongly influenced by upwelling phenomenon. Upwelling phenomenon occurs due to the Indonesian throughflow which also affect the season. This paper discusses the correlation between ice-ice disease attacks, Indonesian throughflow, phenomenon of upwelling, downwelling and season in connection with efforts to prevent potential and manage ice-ice attacks through immersion of fertilizer which containing source of N (nitrogen), P (phosporus) and K (potassium) elements in combination with regular weeding and setting position of planting towards water surface. The limited environmental manipulation of seaweed cultivation on the extreme season period proved to be effective in controlling ice-ice disease at a time believed to be afford of sustaining production continuity.","PeriodicalId":31078,"journal":{"name":"Jurnal Kebijakan Perikanan Indonesia","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-08-02","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"49055468","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2014-05-26DOI: 10.15578/jkpi.7.2.2015.115-131
Indra Jaya, Nimmi Zulbainarni
Salah satu masalah utama pengelolaan perikanan Indonesia saat ini adalah belum adanya model evaluasi yang cukup praktis untuk melihat dan mengevaluasi secara komprehensif dan terukur efektifitas tindakan pengelolaan (management measures). Dalam makalah ini dikembangkan model evaluasi pengelolaan perikanan melalui pendekatan berbasis ekosistem (Ecosystem Approach to Fisheries Management = EAFM). Evaluasi pengelolaan dilakukan secara kuantitatif agar jelas arah dan besarnya upaya yang mesti diambil untuk perbaikan kinerja dari evaluasi tersebut. Evaluasi dilakukan melalui pembobotan pada setiap aspek pengelolaan yang kemudian diakumulasikan untuk mendapatkan gambaran hasil evaluasi yang lebih utuh. Dari setiap aspek pengelolaan dikembangkan indikator-indikator beserta nilai acuan/baku untuk membantu proses evaluasi. Hasil akhir dari model evaluasi ditampilkan dalam bentuk peta kombinasi tingkat pengelolaan sumberdaya ikan (SDI) dan tingkat pengelolaan (pengendalian upaya) pemanfaatan, yang dibagi kedalam 4 kuadran. Kuadran I (warna merah) menunjukkan bahwa tingkat pengelolaan SDI dan pengendalian pemanfaatan yang dicapai masih rendah/buruk, sebaliknya apabila tingkat pengelolaan SDI yang dicapai adalah tinggi/baik dan demikian pula dengan tingkat pengendalian pemanfaatannya maka hasil evaluasi berada pada kuadran III (hijau). Sementara itu, apabila tingkat pengelolaan SDI rendah/buruk, namun tingkat pengendalian pemanfaatan tinggi/baik maka hasil evaluasi berada pada kuadran II (jingga). Apabila tingkat pengelolaan SDI tinggi/baik, namun tingkat pengendalian pemanfaatan rendah/buruk maka hasilevaluasi berada pada kuadran IV (kuning). Dengan demikian, dapat diketahui sejauh mana pencapaian pengelolaan perikanan, khususnya pengelolaan perikanan pada WPP yang dilakukan dari waktu ke waktu, sehingga dapat diberikan arahan/rekomendasi dan rencana aksi yang tepat untuk meningkatkan kinerja kegiatan pengelolaan perikanan di WPP tersebut. One major management problem related with capture fisheries in Indonesia is the lack of practical evaluation model to comprehensively observe and effectively measure management measures initiated by different authorities. In this paper we have developed fisheries management evaluation model utilizing ecosystem-base approach. Management evaluation was measured quantitatively by means of weighted analysis to each management aspects, thus direction and the amount of effort for improvement could be develop effectively. To assist the evaluation process, management indicators and treshold value were developed, followed by analyzing existing fisheries management condition and presented in the form of map with four quadrants combining aspects of fisheries utilization and control (conservation measures). The first quadrant reflects a poor condition on fisheries management and regulation (red colour). If both management and regulation of fisheries resources are in a good condition, then evaluation results will be shown in the third
目前印尼渔业管理的一个主要问题是,还没有一个足够实用的评估模型来全面评估和评估管理行动的有效性。本论文通过基于生态系统的方法(Ecosystem Approach to fisheres Management = EAFM)开发了渔业管理评估模型。管理评价是通过定量方式进行的,以清楚地说明在评估表现方面需要付出哪些努力。评估是通过渗透管理的各个方面进行的,这些方面后来被整合,以获得更全面的评估结果的概述。从管理的各个方面发展出指标和标准/标准价值,以帮助评估过程。评估模型的最终结果以鱼资源管理(SDI)和使用控制级别(try control)的组合地图的形式出现,该级别被分成四个象限。第象限(红色)表明,SDI的管理水平和实际的利用控制水平仍然很低/糟糕,相反,如果SDI的管理水平是高/好,那么评估的结果就是在第三象限(green)。与此同时,如果SDI管理水平低/低,但高利用控制水平良好,那么评估结果将在象限二(orange)。如果SDI的管理水平高/好,但汇率控制低/差,那么估值在第四象限(黄色)。因此,我们可以知道渔业管理在多大程度上取得了成就,特别是随着时间的推移对WPP的渔业管理取得了成就,从而提供了正确的方向/建议和行动计划,以提高其在WPP管理渔业活动的绩效。印尼的一个主要管理问题与捕获渔业有关,这是缺乏实践评估模型与不同授权机构进行比较的措施措施。在这篇论文中,我们开发了fisheries管理分析ecosystem approach模型。评估的管理意味着对每项资产的广泛分析,这一方向和努力的负担可能会产生有效的影响。评估程序、管理人员和资产都已开发,随后对现有渔业分析情况进行调查,并以四种属性联合资产进行调查。对渔业管理和规章制度的第一个季度反映是多么糟糕。如果渔业资源的管理和规定都是有条件的,那么评估结果将在第三季度公布。良好的渔业管理但贫穷的渔业规定将在第二个季度被回收,而opposite则在第四季度发行。如建议,使用我们可以分析在所有WPPs中对fisheries进行的绩效分析,根据建议对在印尼改进渔业管理的建议跟进。
{"title":"PENGEMBANGAN DAN UJI COBA MODEL EVALUASI PENGELOLAAN PERIKANAN MELALUI PENDEKATAN EKOSISTEM","authors":"Indra Jaya, Nimmi Zulbainarni","doi":"10.15578/jkpi.7.2.2015.115-131","DOIUrl":"https://doi.org/10.15578/jkpi.7.2.2015.115-131","url":null,"abstract":"Salah satu masalah utama pengelolaan perikanan Indonesia saat ini adalah belum adanya model evaluasi yang cukup praktis untuk melihat dan mengevaluasi secara komprehensif dan terukur efektifitas tindakan pengelolaan (management measures). Dalam makalah ini dikembangkan model evaluasi pengelolaan perikanan melalui pendekatan berbasis ekosistem (Ecosystem Approach to Fisheries Management = EAFM). Evaluasi pengelolaan dilakukan secara kuantitatif agar jelas arah dan besarnya upaya yang mesti diambil untuk perbaikan kinerja dari evaluasi tersebut. Evaluasi dilakukan melalui pembobotan pada setiap aspek pengelolaan yang kemudian diakumulasikan untuk mendapatkan gambaran hasil evaluasi yang lebih utuh. Dari setiap aspek pengelolaan dikembangkan indikator-indikator beserta nilai acuan/baku untuk membantu proses evaluasi. Hasil akhir dari model evaluasi ditampilkan dalam bentuk peta kombinasi tingkat pengelolaan sumberdaya ikan (SDI) dan tingkat pengelolaan (pengendalian upaya) pemanfaatan, yang dibagi kedalam 4 kuadran. Kuadran I (warna merah) menunjukkan bahwa tingkat pengelolaan SDI dan pengendalian pemanfaatan yang dicapai masih rendah/buruk, sebaliknya apabila tingkat pengelolaan SDI yang dicapai adalah tinggi/baik dan demikian pula dengan tingkat pengendalian pemanfaatannya maka hasil evaluasi berada pada kuadran III (hijau). Sementara itu, apabila tingkat pengelolaan SDI rendah/buruk, namun tingkat pengendalian pemanfaatan tinggi/baik maka hasil evaluasi berada pada kuadran II (jingga). Apabila tingkat pengelolaan SDI tinggi/baik, namun tingkat pengendalian pemanfaatan rendah/buruk maka hasilevaluasi berada pada kuadran IV (kuning). Dengan demikian, dapat diketahui sejauh mana pencapaian pengelolaan perikanan, khususnya pengelolaan perikanan pada WPP yang dilakukan dari waktu ke waktu, sehingga dapat diberikan arahan/rekomendasi dan rencana aksi yang tepat untuk meningkatkan kinerja kegiatan pengelolaan perikanan di WPP tersebut. One major management problem related with capture fisheries in Indonesia is the lack of practical evaluation model to comprehensively observe and effectively measure management measures initiated by different authorities. In this paper we have developed fisheries management evaluation model utilizing ecosystem-base approach. Management evaluation was measured quantitatively by means of weighted analysis to each management aspects, thus direction and the amount of effort for improvement could be develop effectively. To assist the evaluation process, management indicators and treshold value were developed, followed by analyzing existing fisheries management condition and presented in the form of map with four quadrants combining aspects of fisheries utilization and control (conservation measures). The first quadrant reflects a poor condition on fisheries management and regulation (red colour). If both management and regulation of fisheries resources are in a good condition, then evaluation results will be shown in the third","PeriodicalId":31078,"journal":{"name":"Jurnal Kebijakan Perikanan Indonesia","volume":"1 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2014-05-26","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"67339533","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2013-05-31DOI: 10.15578/JKPI.5.1.2013.17-24
S. Suwarso, Achmad Zamroni
Ikan layang (Decapterus russelli dan D. macrosoma, Fam. CARANGIDAE) merupakan komponen utama dari sumberdaya ikan pelagis kecil di perairan sekitar Laut Jawa-Selat Makassar. Peningkatan upaya secara tak terkontrol pada perikanan purse seine telah mengakibatkan penyusutan biomassa yang berdampak pada penurunan hasil tangkapan, sehingga tujuan pengelolaan yang berkelanjutan tak tercapai; ditambah lagi pengetahuan tentang karakter biologi dan keterkaitan diantara stok di sekitar zona utama belum diketahui secara jelas. Paper ini membahas dugaan sebaran stok dan risiko pengelolaannya berdasarkan data penstrukturan populasi dua species ikan layang (D. russelli dan D. macrosoma) dan aspek perikanan tangkap (komposisi jenis, sebaran fishing ground). Data struktur populasi diperoleh dari hasil analisis genetik terhadap marker DNA mitochondria (metode RFLP) yang telah dilaporkan sebelumnya; sedang data aspek penangkapan diperoleh dari tempat pendaratan utama di Pekalongan, Samarinda, Mamuju dan sekitarnya. Hasil menunjukkan kedua species layang memiliki masing-masing dua sub populasi (2 unit stok). D. russelli, tersebar di Laut Jawa bagian timur, Laut Flores bagian selatan dan Laut Banda bagian barat (sub populasi atau unit stok 1), sedang unit stok 2 tersebar di Selat Makassar laut dangkal di timur Kalimantan. Sedangkan pada D. macrosoma, unit stok Laut Banda (unit stok 1) terpisah (berbeda) dengan unit stok lain yang tersebar di Laut Flores zona pantai, Laut Jawa bagian timur dan Selat Makassar laut dangkal. Dari hal tersebut pengelolaan ikan pelagis kecil di Laut Jawa (WPP 712) dan Selat Makasar laut dangkal (WPP 713) sebaiknya disatukan sebagai satu unit stok dan satu unit managemen. Di pihak lain, perikanan pelagis di Selat Makasar laut dalam di perairan barat Sulawesi disarankan dikelola dalam konteks penstrukturan populasi ikan pelagis kecil lautdalam di sekitar Sulawesi (malalugis, D. macarellus). Pola migrasi ikan layang/pelagis dalam arah Laut Jawa – Selat Makasar dan sebaliknya dimungkinkan juga terkait dengan penstrukturan populasi layang tersebut.Layang scad (Decapterus russelli) and round scad (D. macrosoma) was a main component of small pelagic fishes around Java Sea-Makasar Strait. Increasing of uncontrolled effort of purse seine had caused a biomass decrease and clearly impact to the lower catch, so that a goal of sustainable fishery was difficult to reach; in addition, knowledge on biological characteristics and inter-relationship within the stock unit in the main zone was not understood yet. Study on stock distribution and its management impacts was conducted based on the population structuring of the two scads species exist (D. russelli and D. macrosoma) which was observed fromthe genetic analyses of the mitochondria DNA marker (RFLP method), and the capture fishery data (species composition, distribution of fishing ground) from some main landing sites such as Pekalongan, Samarinda, Mamuju, and Bone. Results showed the two species of s
飞鱼(解析russelli和D. macrosoma, Fam)。鲤鱼科)是马卡萨海峡附近海域中小型远洋鱼类资源的主要组成部分。对purse塞纳鱼渔业的不受控制的努力增加导致生物抑制导致渔获减少,从而无法实现可持续管理目标;此外,我们还不清楚主要区域的生物特征及其相互关系的知识。这篇论文讨论了基于两种立陆鱼(D. russelli和D. macrosoma)人口结构数据以及渔业捕捉方面(类型组成、散文土地)管理的假设散位和风险。人口结构数据来自先前报告的线粒体DNA (rphp方法)的基因分析结果;我们从停机坪、萨马林达、马穆居等着陆地点取得了逮捕方面的数据。结果表明,陆上物种各有两种不同的种群(2个单位的库存)。russelli分布在东爪哇海,南爪哇海和北爪哇海(一种亚种群或库存单位),位于加里曼丹东部的浅海望加锡海峡。而在macrosoma D, Banda的海洋供应单位(第一种供应单位)与散布在弗洛雷斯海、东爪哇海和浅海望加的马卡萨海峡之间的其他储备单位(不同)是不同的。因此,在爪哇岛的小型远洋鱼类(WPP 712)和浅海马卡萨海峡(WPP 713)的管理应该包括一个单独的库存和一个管理单位。另一方面,苏拉威西西海域马卡萨深海渔业则被建议在苏拉威西岛(malalugis, D. macarellus)周围海域中进行管理。爪哇海中飞禽鱼的迁徙模式——马卡萨海峡,反过来也与飞禽种群的结构有关。卷铺机(russelli)和round scad (D. macrosoma)是Java sea -马卡萨海峡周围的小规模卷筒鱼的典型组合。无法控制的追求导致了对下抓人的生物大规模退化和清除,所以可持续的目标很难达到;此外,区域库存单位的生物特征和内部关系知识还不了解。Study on证券distribution and its管理impacts人口structuring》conducted改编自两只一大堆物种存在russelli和D (D。macrosoma),这是observed fromthe mitochondria DNA标记基因analyses》(RFLP方法),和《捕获fishery钓鱼(composition物种,distribution of地面数据)从美国一些玩landing sites这么走,萨马林达,Mamuju和骨头。结果显示,这两个物种有两个不同的亚种。russelli分布在爪哇东部、南部弗洛雷斯海和西岸的Banda Sea以一种亚人口或股票的方式存在,而另一种则分布在婆罗洲东部马卡萨斯特拉特山脉的海岸水域。在班达的海域中,供应D. macrosoma的单位与其他单位不同,2 .分配在佛罗里达、爪哇东部和马卡萨斯特海峡地区。因此,Java Sea (FMA 712)和Makasar Strait (FMA 713)中旗下的小量旗鱼(FMA 713)必须管理一种股票和一个管理单位。《另一个手,那我们想propose for a small种远洋鱼那是按《海洋栖息地的马卡萨苏拉威西海峡(西部)应该managed卡德的《》在人口structuring鲭鱼/ malalugis (D . macarellus)美国《玩小种远洋鱼苏拉威西岛周围的海洋物种。在Java Sea和马卡萨海峡和vise versa中,两种scads的迁移模式可能与人口结构的比例有关。
{"title":"SEBARAN UNIT STOK IKAN LAYANG (Decapterus spp.) DAN RISIKO PENGELOLAAN IKAN PELAGIS KECIL DI LAUT JAWA","authors":"S. Suwarso, Achmad Zamroni","doi":"10.15578/JKPI.5.1.2013.17-24","DOIUrl":"https://doi.org/10.15578/JKPI.5.1.2013.17-24","url":null,"abstract":"Ikan layang (Decapterus russelli dan D. macrosoma, Fam. CARANGIDAE) merupakan komponen utama dari sumberdaya ikan pelagis kecil di perairan sekitar Laut Jawa-Selat Makassar. Peningkatan upaya secara tak terkontrol pada perikanan purse seine telah mengakibatkan penyusutan biomassa yang berdampak pada penurunan hasil tangkapan, sehingga tujuan pengelolaan yang berkelanjutan tak tercapai; ditambah lagi pengetahuan tentang karakter biologi dan keterkaitan diantara stok di sekitar zona utama belum diketahui secara jelas. Paper ini membahas dugaan sebaran stok dan risiko pengelolaannya berdasarkan data penstrukturan populasi dua species ikan layang (D. russelli dan D. macrosoma) dan aspek perikanan tangkap (komposisi jenis, sebaran fishing ground). Data struktur populasi diperoleh dari hasil analisis genetik terhadap marker DNA mitochondria (metode RFLP) yang telah dilaporkan sebelumnya; sedang data aspek penangkapan diperoleh dari tempat pendaratan utama di Pekalongan, Samarinda, Mamuju dan sekitarnya. Hasil menunjukkan kedua species layang memiliki masing-masing dua sub populasi (2 unit stok). D. russelli, tersebar di Laut Jawa bagian timur, Laut Flores bagian selatan dan Laut Banda bagian barat (sub populasi atau unit stok 1), sedang unit stok 2 tersebar di Selat Makassar laut dangkal di timur Kalimantan. Sedangkan pada D. macrosoma, unit stok Laut Banda (unit stok 1) terpisah (berbeda) dengan unit stok lain yang tersebar di Laut Flores zona pantai, Laut Jawa bagian timur dan Selat Makassar laut dangkal. Dari hal tersebut pengelolaan ikan pelagis kecil di Laut Jawa (WPP 712) dan Selat Makasar laut dangkal (WPP 713) sebaiknya disatukan sebagai satu unit stok dan satu unit managemen. Di pihak lain, perikanan pelagis di Selat Makasar laut dalam di perairan barat Sulawesi disarankan dikelola dalam konteks penstrukturan populasi ikan pelagis kecil lautdalam di sekitar Sulawesi (malalugis, D. macarellus). Pola migrasi ikan layang/pelagis dalam arah Laut Jawa – Selat Makasar dan sebaliknya dimungkinkan juga terkait dengan penstrukturan populasi layang tersebut.Layang scad (Decapterus russelli) and round scad (D. macrosoma) was a main component of small pelagic fishes around Java Sea-Makasar Strait. Increasing of uncontrolled effort of purse seine had caused a biomass decrease and clearly impact to the lower catch, so that a goal of sustainable fishery was difficult to reach; in addition, knowledge on biological characteristics and inter-relationship within the stock unit in the main zone was not understood yet. Study on stock distribution and its management impacts was conducted based on the population structuring of the two scads species exist (D. russelli and D. macrosoma) which was observed fromthe genetic analyses of the mitochondria DNA marker (RFLP method), and the capture fishery data (species composition, distribution of fishing ground) from some main landing sites such as Pekalongan, Samarinda, Mamuju, and Bone. Results showed the two species of s","PeriodicalId":31078,"journal":{"name":"Jurnal Kebijakan Perikanan Indonesia","volume":"1 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2013-05-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"67339588","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}