Pub Date : 2022-07-12DOI: 10.24853/nalars.21.2.113-124
Stefani Widya Agustianti, A. Pudianti
ABSTRAK. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji Taman Kambang Iwak berdasarkan kriteria pedestrian friendly. Kriteria pedestrian friendly penting untuk dikaji untuk menjadi evaluasi kualitas ruang terbuka yang mendukung pejalan kaki pada Taman Kambang Iwak. Taman Kambang Iwak adalah wadah ruang publik masyarakat kota Palembang. Aktivitas yang mendominasi di Taman Kambang Iwak Palembang adalah olahraga dan perdagangan. Elemen pedestrian pada Taman Kambang Iwak Palembang menjadi elemen penting dikarenakan perannya mewadahi banyak aktivitas dari pengguna. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian deskriptif kualitatif. Pengumpulan data dilakukan dengan observasi langsung dan studi literatur. Observasi dilakukan dengan dokumentasi dan pengamatan aktivitas di Taman Kambang Iwak. Hasil penelitian ini menunjukkan Taman Kambang Iwak sudah memenuhi kriteria site planning and connectivity, material, sirkulasi, massa bangunan, proporsi dan transparansi serta detail dari konsep pedestrian friendly. Kriteria ritme dari konsep pedestrian friendly belum terpenuhi pada Taman Kambang Iwak.Kata kunci: Ramah pejalan kaki, Ruang Publik, Taman, Pejalan KakiABSTRACT. This study aims to examine Kambang Iwak Park based on pedestrian-friendly criteria. Pedestrian-friendly criteria are essential to be assessed to be evaluated the quality of open space that supports pedestrians in Kambang Iwak Park. Kambang Iwak Park is a place for public space in the city of Palembang. The activities that dominate Palembang's Kambang Iwak Park are sports and trade. The pedestrian element in Palembang's Kambang Iwak Park is essential because it accommodates many users' activities. The research method used is the descriptive qualitative research method. Data was collected by direct observation and literature study. Observations were carried out by documenting and observing activities at Kambang Iwak Park. The results of this study indicate that Kambang Iwak Park has met the criteria of site planning and connectivity, materials, circulation, building mass, proportion, transparency, and the detail of the pedestrian-friendly concept. The rhythm criteria of the pedestrian-friendly concept have not been met in Kambang Iwak Park. Keywords: Pedestrian-Friendly, Public Spaces, Parks, Pedestrians
{"title":"Kajian Pedestrian Friendly Pada Taman Kambang Iwak Palembang","authors":"Stefani Widya Agustianti, A. Pudianti","doi":"10.24853/nalars.21.2.113-124","DOIUrl":"https://doi.org/10.24853/nalars.21.2.113-124","url":null,"abstract":"ABSTRAK. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji Taman Kambang Iwak berdasarkan kriteria pedestrian friendly. Kriteria pedestrian friendly penting untuk dikaji untuk menjadi evaluasi kualitas ruang terbuka yang mendukung pejalan kaki pada Taman Kambang Iwak. Taman Kambang Iwak adalah wadah ruang publik masyarakat kota Palembang. Aktivitas yang mendominasi di Taman Kambang Iwak Palembang adalah olahraga dan perdagangan. Elemen pedestrian pada Taman Kambang Iwak Palembang menjadi elemen penting dikarenakan perannya mewadahi banyak aktivitas dari pengguna. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian deskriptif kualitatif. Pengumpulan data dilakukan dengan observasi langsung dan studi literatur. Observasi dilakukan dengan dokumentasi dan pengamatan aktivitas di Taman Kambang Iwak. Hasil penelitian ini menunjukkan Taman Kambang Iwak sudah memenuhi kriteria site planning and connectivity, material, sirkulasi, massa bangunan, proporsi dan transparansi serta detail dari konsep pedestrian friendly. Kriteria ritme dari konsep pedestrian friendly belum terpenuhi pada Taman Kambang Iwak.Kata kunci: Ramah pejalan kaki, Ruang Publik, Taman, Pejalan KakiABSTRACT. This study aims to examine Kambang Iwak Park based on pedestrian-friendly criteria. Pedestrian-friendly criteria are essential to be assessed to be evaluated the quality of open space that supports pedestrians in Kambang Iwak Park. Kambang Iwak Park is a place for public space in the city of Palembang. The activities that dominate Palembang's Kambang Iwak Park are sports and trade. The pedestrian element in Palembang's Kambang Iwak Park is essential because it accommodates many users' activities. The research method used is the descriptive qualitative research method. Data was collected by direct observation and literature study. Observations were carried out by documenting and observing activities at Kambang Iwak Park. The results of this study indicate that Kambang Iwak Park has met the criteria of site planning and connectivity, materials, circulation, building mass, proportion, transparency, and the detail of the pedestrian-friendly concept. The rhythm criteria of the pedestrian-friendly concept have not been met in Kambang Iwak Park. Keywords: Pedestrian-Friendly, Public Spaces, Parks, Pedestrians","PeriodicalId":31959,"journal":{"name":"Nalars","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-07-12","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"42803421","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2022-07-12DOI: 10.24853/nalars.21.2.105-112
Ari Widyati Purwantiasning
ABSTRAK. Tulisan ini merupakan sebuah kajian tentang apa itu tradisi lisan dan bagaimana tradisi lisan diterapkan dalam ilmu atau bidang arsitektur. Beberapa teori tentang tradisi lisan tersebut disajikan oleh beberapa ahlinya sebagai sebuah dasar dan referensi dalam mengungkapkan beberapa contoh tradisi lisan dalam arsitektur yang akan ditinjau. Tinjauan yang dilakukan terhadap dua studi preseden yang diangkat dalam tulisan ini menggunakan metode kualitatif deskriptif naratif, dimana Saya mencoba memaparkan beberapa studi preseden tersebut dengan mengulasnya melalui pendekatan tradisi lisan dalam arsitektur. Tulisan ini diharapkan dapat memberikan wacana lebih luas bagi para calon arsitek yaitu mahasiswa arsitektur atau para civitas akademika lainnya sehingga dapat lebih memahami bahwa tradisi lisan tidak hanya berkaitan dengan bidang ilmu sejarah atau budaya saja, namun juga dapat bersinggungan dengan bidang arsitektur terutama yang berkaitan dengan tradisi dalam arsitektur. Tradisi lisan dalam arsitektur ini berkaitan dengan pembuatan rumah-rumah tradisional pada adat-adat tertentu yang akan disampaikan pada tulisan ini.Kata Kunci: tradisi, arsitektur, tradisi lisan, budaya, tradisionalABSTRACT. This paper is a study of what oral tradition is and how it is applied in the science or field of architecture. Several experts present theories about the oral tradition as a basis and reference in revealing some examples of oral tradition in architecture that will be reviewed. The review of the two precedent studies raised in this paper uses a descriptive-narrative qualitative method. I have tried to describe some of these precedent studies by reviewing them through an oral tradition approach in architecture. This paper is expected to provide a broader discourse for prospective architects, namely architecture students or other academics. Thus, they can better understand that oral traditions are not only related to the field of history or culture. But can also intersect with the field of architecture, especially those about tradition in architecture. The oral tradition in this architecture is related to the creation of traditional houses based on certain customs that will be conveyed in this writing.Keywords: tradition, architecture, oral tradition, culture, traditional
{"title":"TRADISI LISAN DALAM ARSITEKTUR","authors":"Ari Widyati Purwantiasning","doi":"10.24853/nalars.21.2.105-112","DOIUrl":"https://doi.org/10.24853/nalars.21.2.105-112","url":null,"abstract":"ABSTRAK. Tulisan ini merupakan sebuah kajian tentang apa itu tradisi lisan dan bagaimana tradisi lisan diterapkan dalam ilmu atau bidang arsitektur. Beberapa teori tentang tradisi lisan tersebut disajikan oleh beberapa ahlinya sebagai sebuah dasar dan referensi dalam mengungkapkan beberapa contoh tradisi lisan dalam arsitektur yang akan ditinjau. Tinjauan yang dilakukan terhadap dua studi preseden yang diangkat dalam tulisan ini menggunakan metode kualitatif deskriptif naratif, dimana Saya mencoba memaparkan beberapa studi preseden tersebut dengan mengulasnya melalui pendekatan tradisi lisan dalam arsitektur. Tulisan ini diharapkan dapat memberikan wacana lebih luas bagi para calon arsitek yaitu mahasiswa arsitektur atau para civitas akademika lainnya sehingga dapat lebih memahami bahwa tradisi lisan tidak hanya berkaitan dengan bidang ilmu sejarah atau budaya saja, namun juga dapat bersinggungan dengan bidang arsitektur terutama yang berkaitan dengan tradisi dalam arsitektur. Tradisi lisan dalam arsitektur ini berkaitan dengan pembuatan rumah-rumah tradisional pada adat-adat tertentu yang akan disampaikan pada tulisan ini.Kata Kunci: tradisi, arsitektur, tradisi lisan, budaya, tradisionalABSTRACT. This paper is a study of what oral tradition is and how it is applied in the science or field of architecture. Several experts present theories about the oral tradition as a basis and reference in revealing some examples of oral tradition in architecture that will be reviewed. The review of the two precedent studies raised in this paper uses a descriptive-narrative qualitative method. I have tried to describe some of these precedent studies by reviewing them through an oral tradition approach in architecture. This paper is expected to provide a broader discourse for prospective architects, namely architecture students or other academics. Thus, they can better understand that oral traditions are not only related to the field of history or culture. But can also intersect with the field of architecture, especially those about tradition in architecture. The oral tradition in this architecture is related to the creation of traditional houses based on certain customs that will be conveyed in this writing.Keywords: tradition, architecture, oral tradition, culture, traditional","PeriodicalId":31959,"journal":{"name":"Nalars","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-07-12","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"46950995","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2022-07-12DOI: 10.24853/nalars.21.2.125-138
Soesilo Boedi Leksono, D. Gunawan, I. M. O. Handara, Rian Kunto Prabowo, Rifat Nabil Sahad, S. Hasibuan
ABSTRAK. Desain masjid agung Jawa Tengah untuk Indonesia merupakan hasil dari lomba tingkat Nasional dan telah terpilih menjadi juara 3. Ide pembangunan masjid agung Jawa Tengah ini berawal dari visi Jawa Tengah dalam “menuju Jawa Tengah sejahtera dan berdikari” dengan salah satu misinya yaitu “membangun masyarakat Jawa Tengah yang religius, toleran dan guyup untuk menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia”. Dalam tulisan ini studi literature, observasi lapangan, dan wawancara dilakukan untuk mendapatkan data-data awal dengan pendekatan kualitatif. Selanjutnya, hasil desain masjid agung Jawa Tengah diperoleh dan telah dipaparkan dalam tulisan ini. Masjid agung Jawa Tengah diharapkan mampu menunjang kebutuhan masyarakat dan merepresentasikan kondisi masyarakat Jawa Tengah yang berkarakter toleran dan multikultural.Kata kunci: Desain arsitektur, Indonesia, Jawa Tengah, Masjid agungABSTRACT. The great mosque of Central Java designed for Indonesia resulted from a national-level competition and has been selected as the 3rd place winner. Development ideas of the great mosque of Central Java originated from the vision of Central Java "towards a prosperous and independent Central Java" with one of its missions, namely "build a religious, tolerant and harmonious society in Central Java to protect the Unitary State of the Republic of Indonesia." This paper used literature studies, field observations, and interviews to obtain initial data with a qualitative approach. Furthermore, the results of the Great Mosque of Central Java design are accepted and have been described in this paper. The great mosque of Central Java is expected to be able to support community needs. It represents the condition of the people of Central Java with a tolerant character and multicultural.Keywords: Architectural Design, Central Java, Great Mosque, Indonesia
{"title":"KONSEP PERANCANGAN MASJID AGUNG JAWA TENGAH","authors":"Soesilo Boedi Leksono, D. Gunawan, I. M. O. Handara, Rian Kunto Prabowo, Rifat Nabil Sahad, S. Hasibuan","doi":"10.24853/nalars.21.2.125-138","DOIUrl":"https://doi.org/10.24853/nalars.21.2.125-138","url":null,"abstract":"ABSTRAK. Desain masjid agung Jawa Tengah untuk Indonesia merupakan hasil dari lomba tingkat Nasional dan telah terpilih menjadi juara 3. Ide pembangunan masjid agung Jawa Tengah ini berawal dari visi Jawa Tengah dalam “menuju Jawa Tengah sejahtera dan berdikari” dengan salah satu misinya yaitu “membangun masyarakat Jawa Tengah yang religius, toleran dan guyup untuk menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia”. Dalam tulisan ini studi literature, observasi lapangan, dan wawancara dilakukan untuk mendapatkan data-data awal dengan pendekatan kualitatif. Selanjutnya, hasil desain masjid agung Jawa Tengah diperoleh dan telah dipaparkan dalam tulisan ini. Masjid agung Jawa Tengah diharapkan mampu menunjang kebutuhan masyarakat dan merepresentasikan kondisi masyarakat Jawa Tengah yang berkarakter toleran dan multikultural.Kata kunci: Desain arsitektur, Indonesia, Jawa Tengah, Masjid agungABSTRACT. The great mosque of Central Java designed for Indonesia resulted from a national-level competition and has been selected as the 3rd place winner. Development ideas of the great mosque of Central Java originated from the vision of Central Java \"towards a prosperous and independent Central Java\" with one of its missions, namely \"build a religious, tolerant and harmonious society in Central Java to protect the Unitary State of the Republic of Indonesia.\" This paper used literature studies, field observations, and interviews to obtain initial data with a qualitative approach. Furthermore, the results of the Great Mosque of Central Java design are accepted and have been described in this paper. The great mosque of Central Java is expected to be able to support community needs. It represents the condition of the people of Central Java with a tolerant character and multicultural.Keywords: Architectural Design, Central Java, Great Mosque, Indonesia","PeriodicalId":31959,"journal":{"name":"Nalars","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-07-12","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"46815155","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2022-07-12DOI: 10.24853/nalars.21.2.97-104
Andiyan Andiyan, Tita Cardiah, Tri Wahyu Handayani
ABSTRAK. Peraturan Provinsi Banten No. 2 tahun 2011 Dijelaskan bahwa Daerah Strategis Provinsi adalah wilayah yang perencanaan tata ruang tersebut diprioritaskan karena memiliki pengaruh yang sangat penting dalam lingkup provinsi ekonomi, sosial, budaya, dan / atau lingkungan.Metode penelitian dilakukan adalah penelitain gabungan seperti data primer (Survey,pengukuran,pengambilan foto dengan drone) sedangkan data sekunder (regulasi dinas setempat,kearifan lokal banten).Hasil dari penelitian dalam rangka mendukung pengembangan kawasan strategis provinsi maka diupayakan pembangunan infrastruktur yang merupakan motor penggerak suatu kawasan sebagai bagian terintegrasi antara pembangunan nasional dan roda pertumbuhan ekonomi.Maka perlu sebuah identitas Kawasan sebagai pembatas dalam sebuah Kawasan, dengan adanya RTH dan Landmark Kawasan sebagai pembatasa di 3 perbatasan Banten-Jawa barat, Banten-Lampung dan Banten Jakarta.Dengan dasar konsep Landmark dengan menerepakan kearifan local pada Sculpture dengan motif/bentuk dan bahan kearifan lokal pada Landmark.Kesimpulan dari penelitian ini dimana dapatmemberikan sebuah konsep desain pada RTH dan Landmark sebagai identitas dan perbatasan dengan wilayah provinsi lain dengan khas/kearifanlokal yang ada dibanten yang diterapkan dalam desain RTH dan Landmark.Kata kunci: Kawasan, Infrastruktur, Prioritas, StrategisABSTRACT. Banten Province Regulation No. 2 of 2011 It is explained that the Provincial Strategic Region is an area where spatial planning is prioritized because it significantly influences the province's economic, social, cultural, and/ or environmental scope. The research method is carried out by combining primary data (Surveys, measurements, taking photos with drones) and secondary data (regulations of local offices, local wisdom of Banten). The research results support the development of the province's strategic areas. Efforts are made to develop infrastructure, which is the driving force of an area as an integrated part of national development and the wheels of economic growth. Need a regional identity as a barrier in a room, with the existence of green open space and regional landmarks as boundaries on the three borders of Banten-West Java, Banten-Lampung, and Banten Jakarta. Based on the concept of Landmarks by applying local wisdom to Sculpture with motifs/shapes and materials local wisdom on Landmarks. The conclusion from this research is that it can provide a design concept for green open space and landmarks as identities and borders with other provincial areas with local characteristics/wisdom that exist in Banten, which are applied in the design of green open space and landmarks. Keywords: Area, Infrastructure, Priority, Strategic
{"title":"KAJIAN PEMBANGUNAN LANDMARK & RTH DENGAN PENDEKATAN DESAIN KEARIFAN LOKAL DI KAWASAN STRATEGIS BANTEN","authors":"Andiyan Andiyan, Tita Cardiah, Tri Wahyu Handayani","doi":"10.24853/nalars.21.2.97-104","DOIUrl":"https://doi.org/10.24853/nalars.21.2.97-104","url":null,"abstract":"ABSTRAK. Peraturan Provinsi Banten No. 2 tahun 2011 Dijelaskan bahwa Daerah Strategis Provinsi adalah wilayah yang perencanaan tata ruang tersebut diprioritaskan karena memiliki pengaruh yang sangat penting dalam lingkup provinsi ekonomi, sosial, budaya, dan / atau lingkungan.Metode penelitian dilakukan adalah penelitain gabungan seperti data primer (Survey,pengukuran,pengambilan foto dengan drone) sedangkan data sekunder (regulasi dinas setempat,kearifan lokal banten).Hasil dari penelitian dalam rangka mendukung pengembangan kawasan strategis provinsi maka diupayakan pembangunan infrastruktur yang merupakan motor penggerak suatu kawasan sebagai bagian terintegrasi antara pembangunan nasional dan roda pertumbuhan ekonomi.Maka perlu sebuah identitas Kawasan sebagai pembatas dalam sebuah Kawasan, dengan adanya RTH dan Landmark Kawasan sebagai pembatasa di 3 perbatasan Banten-Jawa barat, Banten-Lampung dan Banten Jakarta.Dengan dasar konsep Landmark dengan menerepakan kearifan local pada Sculpture dengan motif/bentuk dan bahan kearifan lokal pada Landmark.Kesimpulan dari penelitian ini dimana dapatmemberikan sebuah konsep desain pada RTH dan Landmark sebagai identitas dan perbatasan dengan wilayah provinsi lain dengan khas/kearifanlokal yang ada dibanten yang diterapkan dalam desain RTH dan Landmark.Kata kunci: Kawasan, Infrastruktur, Prioritas, StrategisABSTRACT. Banten Province Regulation No. 2 of 2011 It is explained that the Provincial Strategic Region is an area where spatial planning is prioritized because it significantly influences the province's economic, social, cultural, and/ or environmental scope. The research method is carried out by combining primary data (Surveys, measurements, taking photos with drones) and secondary data (regulations of local offices, local wisdom of Banten). The research results support the development of the province's strategic areas. Efforts are made to develop infrastructure, which is the driving force of an area as an integrated part of national development and the wheels of economic growth. Need a regional identity as a barrier in a room, with the existence of green open space and regional landmarks as boundaries on the three borders of Banten-West Java, Banten-Lampung, and Banten Jakarta. Based on the concept of Landmarks by applying local wisdom to Sculpture with motifs/shapes and materials local wisdom on Landmarks. The conclusion from this research is that it can provide a design concept for green open space and landmarks as identities and borders with other provincial areas with local characteristics/wisdom that exist in Banten, which are applied in the design of green open space and landmarks. Keywords: Area, Infrastructure, Priority, Strategic","PeriodicalId":31959,"journal":{"name":"Nalars","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-07-12","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"45361493","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2022-01-08DOI: 10.24853/nalars.21.1.75-84
Sani Heryanto Sani
ABSTRACT: Performance based design apporach in building delivery process is taking place from the initital stage or since the conceptual design, conducted collaboratively with multidisciplinary approach by involving all parties involved. This design approach has many advantages over traditional methods, including predicting building performance and optimizing all resources used when the building is operated by integrating building systems using simulation applications. However, this approach has not been widely practiced in the construction industry due to the sequential mannner apllied in many construction projects and the inadequate resources available. This paper attempts to convey the understanding and implementation of the performance-based design approach in building design, the problems faced and the use of simulation tools to predict and optimize the building performance.
{"title":"KAJIAN PENDEKATAN PERANCANGAN BERBASIS KINERJADALAM PROSES PENYELENGGARAAN BANGUNAN GEDUNG","authors":"Sani Heryanto Sani","doi":"10.24853/nalars.21.1.75-84","DOIUrl":"https://doi.org/10.24853/nalars.21.1.75-84","url":null,"abstract":"ABSTRACT: Performance based design apporach in building delivery process is taking place from the initital stage or since the conceptual design, conducted collaboratively with multidisciplinary approach by involving all parties involved. This design approach has many advantages over traditional methods, including predicting building performance and optimizing all resources used when the building is operated by integrating building systems using simulation applications. However, this approach has not been widely practiced in the construction industry due to the sequential mannner apllied in many construction projects and the inadequate resources available. This paper attempts to convey the understanding and implementation of the performance-based design approach in building design, the problems faced and the use of simulation tools to predict and optimize the building performance.","PeriodicalId":31959,"journal":{"name":"Nalars","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-01-08","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"45406062","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2022-01-07DOI: 10.24853/nalars.21.1.67-74
Sarah Heriyanti Putri, H. E. Kusuma, A. S. Riska
ABSTRAK. Ruang makan pada hunian umumnya menjadi tempat untuk mewadahi kegiatan makan, pengolahan makanan, penyimpanan bahan pokok dan makanan siap saji. Namun, penghuni diberbagai hunian masih menggunakan ruang lain sebagai wadah kegiatan tersebut disebabkan keterbatasan ruang untuk memuatnya. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui faktor ketidaktersediaan Ruang Makan pada berbagai jenis hunian seperti Apartemen, Rumah, Indekos, dan Rusun. Selain itu, penelitian ini juga mengungkap alternatif ruang kegiatan makan penghuni berdasarkan jenis hunian. Penelitian dengan metode kualitatif ini menggunakan pendekatan grounded theory serta pengumpulan data melalui kuesioner daring. Hasil penelitian menemukan sebanyak 24,86% responden dari jenis Apartemen, Rumah, Indekos, dan Rusun yang tidak memiliki Ruang Makan untuk mewadahi kegiatan makan, mengolah makanan dan menyimpan makanan. Pada penelitian ini disimpulkan kegiatan makan pada hunian yang tidak memiliki ruang makan dapat dilakukan di Ruang Tamu, Ruang Keluarga, Ruang Kerja dan Ruang Tidur. Kata kunci: jenis hunian, kegiatan makan, ketidaktersediaan ruang, ruang makan. ABSTRACT. The dining room in residential generally provides a place to accommodate eating activities, food processing, storage of staples, and faster food storage. However, residents in various dwellings still use other spaces to carry out these activities due to the limited space to accommodate them. This study aims to determine the unavailability of the dining room for various types of housing such as vertical houses, landed houses, boarding houses, and flats. Furthermore, this study also reveals alternative dining rooms based on the type of occupancy. This qualitative study with a grounded theory approach also collects data through an online questionnaire. This study found that 24.86% of respondents in various types of housing such as vertical houses, landed houses, boarding houses, and flats did not have space for a dining room to accommodate eating, processing food, and storing food. This study reveals that eating activities can be carried out in the Drawing Room, Living Room, Study Room, and Bedroom for residents who do not have a dining room. Keywords: dining room existence, dwelling types, eating activities, unavailable space
{"title":"KORESPONDENSI KETIDAKTERSEDIAAN RUANG MAKAN TERHADAP JENIS HUNIAN MELALUI PENDEKATAN GROUNDED THEORY","authors":"Sarah Heriyanti Putri, H. E. Kusuma, A. S. Riska","doi":"10.24853/nalars.21.1.67-74","DOIUrl":"https://doi.org/10.24853/nalars.21.1.67-74","url":null,"abstract":"ABSTRAK. Ruang makan pada hunian umumnya menjadi tempat untuk mewadahi kegiatan makan, pengolahan makanan, penyimpanan bahan pokok dan makanan siap saji. Namun, penghuni diberbagai hunian masih menggunakan ruang lain sebagai wadah kegiatan tersebut disebabkan keterbatasan ruang untuk memuatnya. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui faktor ketidaktersediaan Ruang Makan pada berbagai jenis hunian seperti Apartemen, Rumah, Indekos, dan Rusun. Selain itu, penelitian ini juga mengungkap alternatif ruang kegiatan makan penghuni berdasarkan jenis hunian. Penelitian dengan metode kualitatif ini menggunakan pendekatan grounded theory serta pengumpulan data melalui kuesioner daring. Hasil penelitian menemukan sebanyak 24,86% responden dari jenis Apartemen, Rumah, Indekos, dan Rusun yang tidak memiliki Ruang Makan untuk mewadahi kegiatan makan, mengolah makanan dan menyimpan makanan. Pada penelitian ini disimpulkan kegiatan makan pada hunian yang tidak memiliki ruang makan dapat dilakukan di Ruang Tamu, Ruang Keluarga, Ruang Kerja dan Ruang Tidur. Kata kunci: jenis hunian, kegiatan makan, ketidaktersediaan ruang, ruang makan. ABSTRACT. The dining room in residential generally provides a place to accommodate eating activities, food processing, storage of staples, and faster food storage. However, residents in various dwellings still use other spaces to carry out these activities due to the limited space to accommodate them. This study aims to determine the unavailability of the dining room for various types of housing such as vertical houses, landed houses, boarding houses, and flats. Furthermore, this study also reveals alternative dining rooms based on the type of occupancy. This qualitative study with a grounded theory approach also collects data through an online questionnaire. This study found that 24.86% of respondents in various types of housing such as vertical houses, landed houses, boarding houses, and flats did not have space for a dining room to accommodate eating, processing food, and storing food. This study reveals that eating activities can be carried out in the Drawing Room, Living Room, Study Room, and Bedroom for residents who do not have a dining room. Keywords: dining room existence, dwelling types, eating activities, unavailable space","PeriodicalId":31959,"journal":{"name":"Nalars","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-01-07","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"47884500","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2022-01-01DOI: 10.24853/nalars.21.1.45-56
Deni Hardiawan Putra
ABSTRAK. Penelitian ini menganalisis tindakan kolektif Aktivis Kampung Miskin Kota dalam perencanaan desain Kampung Susun Bahari Akuarium menggunakan teori Strategic Action Fields (SAFs). Tindakan kolektif Aktivis Kampung Miskin Kota telah dibentuk sejak penggusuran Kampung Akuarium. Mereka membuat rancangan desain kampung susun sebagai kampanye anti penggusuran. Tindakan kolektif tersebut membuat Aktivis Kampung Miskin Kota memiliki posisi tawar dalam kebijakan perumahan rakyat yang berhubungan dengan kampung miskin kota. Beragam tindakan kolektif mereka lakukan selama periode kontestasi sosial pasca penggusuran salah satunya perencanaan desain pembangunan kembali Kampung Akuarium. Setelah proses kontestasi sosial selesai tindakan kolektif Aktivis Kampung Miskin Kota mengalami perubahan. Peneliti ingin mendalami perubahan tersebut dengan melakukan penelitian studi kasus. Peneliti melakukan proses pengumpulan data primer melalui wawancara dan observasi penelitian selama bulan Februari hingga April 2021. Sementara pengumpulan data sekunder dilakukan dengan studi literatur jurnal-jurnal penelitian, dokumentasi foto dan mengikuti webinar yang membahas Kampung Akuarium. Penelitian ini menemukan tindakan kolektif Aktivis Kampung Miskin Kota berkembang seiring keterlibatan mereka dalam perencanaan desain Kampung Kampung Susun Bahari Akuarium. Tindakan kolektif yang dibentuk Aktivis Kampung Miskin Kota dengan Pemprov DKI Jakarta menghasilkan ide baru tentang Kampung Susun (vertical house) sebagai model hunian baru yang selaras dengan peraturan tata ruang wilayah dan aspek sosial-budaya yang sudah terbentuk sejak lama. Kata Kunci: Tindakan Kolektif, Aktivis Kampung Miskin Kota, Perencanaan Desain, Kampung Susun Bahari Akuarium ABSTRACT. This study analyzes the collective action of the Urban Poor Activist in planning the design of the Kampung Susun Bahari Akuarium using the Strategic Action Fields (SAFs) theory. The collaborative action of the Urban Poor Activist has been formed since the eviction of Kampung Akuarium. They drafted the design of the flats as an anti-eviction campaign. This collective action has made the Urban Poor Activist have a bargaining position in public housing policies related to urban poor villages. They took various collective actions during the post-eviction period of social contestation, one of which was the planning for the redevelopment of the Akuarium Village. After the social contestation process was completed, the collective actions of the Urban Poor Activist changed. Researchers want to explore these changes by conducting case study research. Researchers conducted the primary data collection process through interviews and research observations from February to April 2021. Meanwhile, secondary data collection was carried out by studying literature in research journals, photo documentation, and attending webinars discussing Akuarium Village. This study found that the collective action of the Urban Poor Activists developed al
摘要本研究运用战略行动场(SAFs)理论,分析了在水族馆巴哈里布局村设计中,活动家贫困村的集体行动。自从水族馆村被摧毁后,城市贫困村活动家的集体行动就形成了。他们把设计村庄设计成反破坏运动。这些集体行动使城市贫困村积极分子在与城市贫困村相关的人们的住房政策中具有投标地位。在水族馆村重建计划被破坏后,他们在一段社会争议时期采取了多项集体行动。在社会争议过程结束后,积极贫困村的集体行动使城市发生了变化。研究人员希望通过案例研究来体验这种变化。研究人员在2021年2月至4月期间通过访谈和研究观察进行了初步数据收集过程。二次数据收集是通过研究期刊的文献研究、照片文档和讨论水族馆村的网络研讨会完成的。这项研究发现,城市贫困村活动家的集体行动是在他们参与村庄Susun Bahari水族馆设计的过程中演变而来的。城市贫困村活动家与雅加达DKI提供商共同制定的集体行动产生了一种关于苏孙村(垂直房屋)的新想法,将其作为一种新的住房模式,符合空间结构和长期确立的社会文化方面的规则。关键词:集体行动,贫困城中村活动家,设计策划,水族馆Bahari Susun村本研究利用战略行动场理论分析了城市贫困活动家在规划Kampung Susun Bahari Akuarium设计时的集体行动。自Kampung Akuarium被驱逐以来,城市贫困活动家的合作行动已经形成。他们起草了公寓的设计方案,以此作为反驱逐运动。这一集体行动使城市贫困活动家在与城市贫困村有关的公共住房政策中具有讨价还价的地位。在被驱逐后的社会争论期间,他们采取了各种集体行动,其中之一是规划Akuarium村的重建。社会抗争过程结束后,城市贫民活动家的集体行动发生了变化。研究人员希望通过案例研究来探索这些变化。2021年2月至4月,研究人员通过访谈和研究观察进行了初步数据收集过程。[UNK]同时,通过研究研究期刊上的文献、照片文档和参加讨论Akuarium村的网络研讨会进行了二次数据收集。这项研究发现,城市贫困活动家的集体行动是随着他们参与Kampung Susun Bahari水族馆的设计规划而发展起来的。城市贫困活动家与DKI雅加达省政府的合作行动产生了Kampung Susun(垂直房屋)作为一种新的住宅模式的新想法。它符合长期形成的区域空间规划法规和社会文化方面。〔UNK〕关键词:合作行动,城市贫困活动家,设计规划,村庄Susun Bahari Akuarium
{"title":"TINDAKAN KOLEKTIF AKTIVIS KAMPUNG MISKIN KOTA DALAM PERENCANAAN DESAIN KAMPUNG SUSUN BAHARI AKUARIUM, PENJARINGAN JAKARTA UTARA","authors":"Deni Hardiawan Putra","doi":"10.24853/nalars.21.1.45-56","DOIUrl":"https://doi.org/10.24853/nalars.21.1.45-56","url":null,"abstract":"ABSTRAK. Penelitian ini menganalisis tindakan kolektif Aktivis Kampung Miskin Kota dalam perencanaan desain Kampung Susun Bahari Akuarium menggunakan teori Strategic Action Fields (SAFs). Tindakan kolektif Aktivis Kampung Miskin Kota telah dibentuk sejak penggusuran Kampung Akuarium. Mereka membuat rancangan desain kampung susun sebagai kampanye anti penggusuran. Tindakan kolektif tersebut membuat Aktivis Kampung Miskin Kota memiliki posisi tawar dalam kebijakan perumahan rakyat yang berhubungan dengan kampung miskin kota. Beragam tindakan kolektif mereka lakukan selama periode kontestasi sosial pasca penggusuran salah satunya perencanaan desain pembangunan kembali Kampung Akuarium. Setelah proses kontestasi sosial selesai tindakan kolektif Aktivis Kampung Miskin Kota mengalami perubahan. Peneliti ingin mendalami perubahan tersebut dengan melakukan penelitian studi kasus. Peneliti melakukan proses pengumpulan data primer melalui wawancara dan observasi penelitian selama bulan Februari hingga April 2021. Sementara pengumpulan data sekunder dilakukan dengan studi literatur jurnal-jurnal penelitian, dokumentasi foto dan mengikuti webinar yang membahas Kampung Akuarium. Penelitian ini menemukan tindakan kolektif Aktivis Kampung Miskin Kota berkembang seiring keterlibatan mereka dalam perencanaan desain Kampung Kampung Susun Bahari Akuarium. Tindakan kolektif yang dibentuk Aktivis Kampung Miskin Kota dengan Pemprov DKI Jakarta menghasilkan ide baru tentang Kampung Susun (vertical house) sebagai model hunian baru yang selaras dengan peraturan tata ruang wilayah dan aspek sosial-budaya yang sudah terbentuk sejak lama. Kata Kunci: Tindakan Kolektif, Aktivis Kampung Miskin Kota, Perencanaan Desain, Kampung Susun Bahari Akuarium ABSTRACT. This study analyzes the collective action of the Urban Poor Activist in planning the design of the Kampung Susun Bahari Akuarium using the Strategic Action Fields (SAFs) theory. The collaborative action of the Urban Poor Activist has been formed since the eviction of Kampung Akuarium. They drafted the design of the flats as an anti-eviction campaign. This collective action has made the Urban Poor Activist have a bargaining position in public housing policies related to urban poor villages. They took various collective actions during the post-eviction period of social contestation, one of which was the planning for the redevelopment of the Akuarium Village. After the social contestation process was completed, the collective actions of the Urban Poor Activist changed. Researchers want to explore these changes by conducting case study research. Researchers conducted the primary data collection process through interviews and research observations from February to April 2021. Meanwhile, secondary data collection was carried out by studying literature in research journals, photo documentation, and attending webinars discussing Akuarium Village. This study found that the collective action of the Urban Poor Activists developed al","PeriodicalId":31959,"journal":{"name":"Nalars","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-01-01","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"49397253","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2022-01-01DOI: 10.24853/nalars.21.1.57-66
Jimmy Adriyatno
Fasad berkinerja tinggi bukan hanya pembatas antara interior dan eksterior, fasad juga direncanakan dengan sistem untuk menciptakan ruang yang nyaman dengan secara aktif merespons lingkungan luar bangunan dan secara signifikan mengurangi konsumsi energinya. Fasad memengaruhi anggaran energi dan kenyamanan penghuninya lebih dari sistem lainnya, terutama fasad tipe kaca. Suhu, kelembaban, angin, curah hujan, radiasi matahari, dan karakteristik zona iklim lainnya harus dipertimbangkan saat membuat strategi desain untuk meminimalkan dampak kondisi lingkungan eksternal dan mengurangi konsumsi energi. Penelitian ini membantu menentukan kualitas dan kinerja bahan fasad dan analisis dampaknya pada biaya awal dan biaya konsumsi energi untuk penciptaan green building. Studi kasus pada penelitian ini adalah gedung 9 lantai di Jakarta yang menggunakan tipe fasad dinding jendela kaca tetap. Penelitian ini menganalisis 3 pilihan jenis material kaca yaitu kaca laminasi, kaca IGU dan kombinasi kaca laminasi di sisi utara dan selatan bangunan serta kaca IGU di sisi timur dan barat. Material alumunium juga memiliki 2 jenis pilihan yaitu insulated profile dan non insulated profile. Hasil analisis menunjukkan bahwa kenaikan biaya awal cukup tinggi untuk kaca IGU dengan kenaikan biaya 43% dari pada yang sudah ada, namun akan terjadi penghematan biaya pemakaian energi listrik pada AC dengan penghematan konsumsi energi sebesar 30%.
{"title":"ANALISIS BIAYA PERUBAHAN SPESIFIKASI FASAD GREEN BUILDING DENGAN METODE VALUE ENGINEERING","authors":"Jimmy Adriyatno","doi":"10.24853/nalars.21.1.57-66","DOIUrl":"https://doi.org/10.24853/nalars.21.1.57-66","url":null,"abstract":"Fasad berkinerja tinggi bukan hanya pembatas antara interior dan eksterior, fasad juga direncanakan dengan sistem untuk menciptakan ruang yang nyaman dengan secara aktif merespons lingkungan luar bangunan dan secara signifikan mengurangi konsumsi energinya. Fasad memengaruhi anggaran energi dan kenyamanan penghuninya lebih dari sistem lainnya, terutama fasad tipe kaca. Suhu, kelembaban, angin, curah hujan, radiasi matahari, dan karakteristik zona iklim lainnya harus dipertimbangkan saat membuat strategi desain untuk meminimalkan dampak kondisi lingkungan eksternal dan mengurangi konsumsi energi. Penelitian ini membantu menentukan kualitas dan kinerja bahan fasad dan analisis dampaknya pada biaya awal dan biaya konsumsi energi untuk penciptaan green building. Studi kasus pada penelitian ini adalah gedung 9 lantai di Jakarta yang menggunakan tipe fasad dinding jendela kaca tetap. Penelitian ini menganalisis 3 pilihan jenis material kaca yaitu kaca laminasi, kaca IGU dan kombinasi kaca laminasi di sisi utara dan selatan bangunan serta kaca IGU di sisi timur dan barat. Material alumunium juga memiliki 2 jenis pilihan yaitu insulated profile dan non insulated profile. Hasil analisis menunjukkan bahwa kenaikan biaya awal cukup tinggi untuk kaca IGU dengan kenaikan biaya 43% dari pada yang sudah ada, namun akan terjadi penghematan biaya pemakaian energi listrik pada AC dengan penghematan konsumsi energi sebesar 30%.","PeriodicalId":31959,"journal":{"name":"Nalars","volume":"1 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-01-01","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"41750013","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2021-12-18DOI: 10.24853/nalars.21.1.9-24
Tri Susetyo Andadari
ABSTRAK. Ruang transisi merupakan ruang penyangga atau ruang pengantar atau ruang peralihan atau ruang penghubung menuju ruang utama, yang fungsinya sebagai perekat antar ruang dan memberikan pengantar akan pengalaman meruang berikutnya, serta memberikan jeda kepada pengguna ruang untuk beraktivitas sebelum memasuki ruang utama. Ruang transisi penting sebagai pembentuk persepsi seseorang terhadap ruang selanjutnya, sehingga dalam perancangannya perlu mempertimbangkan sikap perilaku pengguna sebagai dasar mendesain ruangan. Permasalahan utama yang tampak pada ruang transisi pada obyek studi adalah adanya kemacetan pada ruang transisi, akibat bertemunya pejalan kaki dengan kendaraan bermotor yang bisa mempengaruhi kenyamanan pejalan kaki.Penelitian ini berusaha mengetahui dan menjelaskan permasalahan dengan paradigma kuantitatif, dengan cara berfikir deduktif, dengan tipologi pendekatan adalah positivistik, dengan metode analisis statistik deskriptif. Penelitian ini berusaha mengetahui kaitan antara sikap pejalan kaki terhadap seting ruang transisi (ruang antara pagar pintu masuk kawasan sampai dengan pintu masuk utama gedung) pada obyek studi, terkait dengan kenyamanan fisik, kenyamanan sirkulasi dan kenyamanan aksesibilitas.Hasil akhir menunjukkan bahwa adanya kaitan antara sikap pejalan kaki dengan seting ruang transisi terkait atribut kenyamanan fisik, kenyamanan sirkulasi dan kenyamanan aksesibilitas. Indikator kenyamanan yang paling menonjol adalah panas, tidak adanya pembatas bagi pejalan kaki dan kendaraan bermotor, terganggunya pejalan kaki ketika berpapasan dan jarak pencapaian yang tidak efektif. Kata kunci: Sikap, Seting Ruang, Ruang Transisi ABSTRACT. The transitional space is a buffer room or threshold room or transition room or connecting room to the main room, which has many functions as a connector between spaces and provides an introduction to the experience of the next room and gives an interlude before entering the main room. The transitional space is essential as forming perception of the next space, so it is necessary to consider man behaviour as the basis for designing it. The main problem in the Object study transition room is the congestion due to the meeting of pedestrians with vehicles that can affect the comfort of pedestrians.This research tries to identify and explain the problem with a quantitative paradigm, deductive thinking, with the typology of a positivistic approach, and descriptive statistical analysis methods. This research seeks to determine the relationship between pedestrian attitudes towards the setting of the transition space (the space between the entrance gate to the main entrance of the building) in the object study, especially to physical, circulation, and accessibility convenience.The final result shows a relationship between pedestrian attitudes and the arrangement of the transitional space related to the attributes of physical, circulation, and accessibility comfort. The most prominent indicators o
{"title":"SIKAP PEJALAN KAKI TERHADAP SETING RUANG TRANSISI PARAGON MAL SEMARANG","authors":"Tri Susetyo Andadari","doi":"10.24853/nalars.21.1.9-24","DOIUrl":"https://doi.org/10.24853/nalars.21.1.9-24","url":null,"abstract":"ABSTRAK. Ruang transisi merupakan ruang penyangga atau ruang pengantar atau ruang peralihan atau ruang penghubung menuju ruang utama, yang fungsinya sebagai perekat antar ruang dan memberikan pengantar akan pengalaman meruang berikutnya, serta memberikan jeda kepada pengguna ruang untuk beraktivitas sebelum memasuki ruang utama. Ruang transisi penting sebagai pembentuk persepsi seseorang terhadap ruang selanjutnya, sehingga dalam perancangannya perlu mempertimbangkan sikap perilaku pengguna sebagai dasar mendesain ruangan. Permasalahan utama yang tampak pada ruang transisi pada obyek studi adalah adanya kemacetan pada ruang transisi, akibat bertemunya pejalan kaki dengan kendaraan bermotor yang bisa mempengaruhi kenyamanan pejalan kaki.Penelitian ini berusaha mengetahui dan menjelaskan permasalahan dengan paradigma kuantitatif, dengan cara berfikir deduktif, dengan tipologi pendekatan adalah positivistik, dengan metode analisis statistik deskriptif. Penelitian ini berusaha mengetahui kaitan antara sikap pejalan kaki terhadap seting ruang transisi (ruang antara pagar pintu masuk kawasan sampai dengan pintu masuk utama gedung) pada obyek studi, terkait dengan kenyamanan fisik, kenyamanan sirkulasi dan kenyamanan aksesibilitas.Hasil akhir menunjukkan bahwa adanya kaitan antara sikap pejalan kaki dengan seting ruang transisi terkait atribut kenyamanan fisik, kenyamanan sirkulasi dan kenyamanan aksesibilitas. Indikator kenyamanan yang paling menonjol adalah panas, tidak adanya pembatas bagi pejalan kaki dan kendaraan bermotor, terganggunya pejalan kaki ketika berpapasan dan jarak pencapaian yang tidak efektif. Kata kunci: Sikap, Seting Ruang, Ruang Transisi ABSTRACT. The transitional space is a buffer room or threshold room or transition room or connecting room to the main room, which has many functions as a connector between spaces and provides an introduction to the experience of the next room and gives an interlude before entering the main room. The transitional space is essential as forming perception of the next space, so it is necessary to consider man behaviour as the basis for designing it. The main problem in the Object study transition room is the congestion due to the meeting of pedestrians with vehicles that can affect the comfort of pedestrians.This research tries to identify and explain the problem with a quantitative paradigm, deductive thinking, with the typology of a positivistic approach, and descriptive statistical analysis methods. This research seeks to determine the relationship between pedestrian attitudes towards the setting of the transition space (the space between the entrance gate to the main entrance of the building) in the object study, especially to physical, circulation, and accessibility convenience.The final result shows a relationship between pedestrian attitudes and the arrangement of the transitional space related to the attributes of physical, circulation, and accessibility comfort. The most prominent indicators o","PeriodicalId":31959,"journal":{"name":"Nalars","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-12-18","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"47353249","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2021-12-18DOI: 10.24853/nalars.21.1.35-44
Y. I. P. Hematang, Mukhlis Alahudin, D. S. Susanti
ABSTRAK. Merauke sebagai kabupaten terujung timur dari wilayah NKRI, selain dikenal dengan area perbatasannya juga menghasilkan tanaman sagu (Metroxylon sp.). Bagian dari tanaman sagu yaitu pelepahnya kemudian dimanfaatkan oleh masyarakat setempat menjadi material penyusun dinding rumah. Berdasarkan hasil wawancara, rumah ini selanjutnya dikenal masyarakat Merauke dengan sebutan Rumah Gaba-Gaba. Penerapan Rumah Gaba-Gaba bukan hanya ada di daerah perkotaan tetapi dijumpai juga di daerah lain seperti pedalaman di sekitar Distrik Merauke. Untuk di daerah kota, Rumah gaba-gaba semakin berkurang. Pembelajaran detail sambungan kontruksi gaba-gaba di bangku perkuliahan jurusan bangunan (arsitektur dan teknik sipil) juga sekolah menengah kejuruan bidang teknik bangunan juga tida dijumpai. Penelitian ini kemudian bertujuan melihat bagaimana detail sambungan pelepah sagu pada dinding Rumah Gaba-Gaba di perkotaan Merauke serta menemukan bagaimana potensi dan tantangan pelestarian Rumah Gaba-Gaba dalam kaitannya dengan akses memperoleh material sagu di daerah perkotaan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif, jenis metode yaitu observasi terlibat dan pengambilan data ethnografis. Teknik pengambilan data secara tidak acak, teknik purposive sampling. Observasi/pengamatan dan wawancara dengan teknik penyajian data yaitu dengan verbatim. Hasil penelitian ini adalah gambar sambungan dinding pelepah sagu dimana terdapat kayu list ukuran 2/2 mengapit gaba-gaba, antar gaba disambung dengan tusukan bambu (seperti tusukan sate) dengan jarak antar tusukan adalah tidak saling sejajar secara vertikal dan juga kajian potensi dan tantangan pelestarian rumah material sagu area perkotaan Merauke. Kata kunci: pelepah sagu, dinding, material lokal ABSTRACT. Merauke, the easternmost district of the Republic of Indonesia, besides being known for its border area, also produces Metroxylon sp., the sago plants. Part of the sago plant, namely sago midrib, is then used by the local community to become the building material for the walls of the houses. Based on the interview results, information was obtained that this house was later known as Rumah Gaba-Gaba. The application of Rumah Gaba-Gaba exists in urban areas and can also be found in other areas such as the rural around Merauke District. The application of Rumah Gaba-Gaba exists in urban areas and can also be found in other areas such as the rural around Merauke District. However, it is found that the application of Gaba-Gaba wall construction is decreasing in urban areas. Then learning the details of this construction in the lectures majoring in building (architecture and civil engineering) and vocational high schools in building engineering is not there. This research then aims to see how the details of the connection of the sago midrib on the walls of the Rumah Gaba-Gaba in Merauke city and find out how the potencies and challenges of preserving the Rumah are preserved Gaba-Gaba are related to access to sago
抽象。墨洛克是NKRI地区的东端地区,除了它的边界区域外,还生产西米龙。西米棕榈的一部分被当地人用作屋外的砖墙材料。根据采访结果,这所房子后来被墨洛克社区称为Gaba-Gaba之家。Gaba-Gaba的家不仅在城市地区,而且在墨洛克地区的其他内陆地区也找到了它。在市区,gaba-gaba的房子正在减少。在建筑(土木工程)和职业工程学院(土木工程)的讲座中,gaba-gaba的建筑与工程的详细联系也出现了问题。研究的目的是研究在墨劳克市中心Gaba-Gaba房屋墙壁上的细线连接的细节,并发现Gaba-Gaba房屋的保护与在城市地区获得sagu材料有关的潜力和挑战。本研究采用一种定性研究方法,即进行观测和收集ethno图形数据的方法。数据检索技术,目标采样技术。数据展示技术的观察/观察和访谈,也就是动词。这项研究的结果是sagu鞘壁连接的图像,在这幅2/2大小的木质连接中,在gaba-gaba与竹刺(如烤肉串)连接在一起,与竹刺之间的距离没有垂直对齐,同时研究了墨劳克郊区sagu材料保护的潜在挑战。关键词:长谷鞘,干墙,当地材料抽象。墨洛克,印度尼西亚共和国东部最东部地区,甚至因其边界而闻名,同时也是该地区的生产大都会。萨戈工厂的一部分,namely sago midrib,后来被当地社区用来建造房屋墙壁的建筑材料。根据results的采访,信息证实这所房子后来被称为Gaba-Gaba之家。位于墨洛克地区的Gaba-Gaba家庭的应用也可以在另一个地区找到。位于墨洛克地区的Gaba-Gaba家庭的应用也可以在另一个地区找到。However,它发现Gaba-Gaba长城建设的应用在城市地区被拆除。然后在建筑工程中学习建筑的细节,在建筑工程中学习建筑的技术和词汇。这个研究然后aims to see how细节《连接》萨戈midrib上墙Gaba-Gaba家在墨洛克之城和发现preserving potencies和挑战》《家是如何preserved Gaba-Gaba是相关材料到access to萨戈在都市地区。这研究uses qualitative研究方法。方法收集数据与ethno图形有关。数据收集不是随机的,采样技术——观察和面试数据呈现技术,namely verbatim。这个研究的结果是一幅Gaba-Gaba长城的联系图那里有2/2大小的木头轮廓Gaba-Gaba。在Gaba之间和一个bamboo puncture有关。punctures之间的距离与对方而言并不平行。这也是对挖掘城市遗址的建筑保护和挑战的研究。小字:sago midrib, wall,当地材料
{"title":"KAJIAN RUMAH GABA-GABA DI PERKOTAAN MERAUKE","authors":"Y. I. P. Hematang, Mukhlis Alahudin, D. S. Susanti","doi":"10.24853/nalars.21.1.35-44","DOIUrl":"https://doi.org/10.24853/nalars.21.1.35-44","url":null,"abstract":"ABSTRAK. Merauke sebagai kabupaten terujung timur dari wilayah NKRI, selain dikenal dengan area perbatasannya juga menghasilkan tanaman sagu (Metroxylon sp.). Bagian dari tanaman sagu yaitu pelepahnya kemudian dimanfaatkan oleh masyarakat setempat menjadi material penyusun dinding rumah. Berdasarkan hasil wawancara, rumah ini selanjutnya dikenal masyarakat Merauke dengan sebutan Rumah Gaba-Gaba. Penerapan Rumah Gaba-Gaba bukan hanya ada di daerah perkotaan tetapi dijumpai juga di daerah lain seperti pedalaman di sekitar Distrik Merauke. Untuk di daerah kota, Rumah gaba-gaba semakin berkurang. Pembelajaran detail sambungan kontruksi gaba-gaba di bangku perkuliahan jurusan bangunan (arsitektur dan teknik sipil) juga sekolah menengah kejuruan bidang teknik bangunan juga tida dijumpai. Penelitian ini kemudian bertujuan melihat bagaimana detail sambungan pelepah sagu pada dinding Rumah Gaba-Gaba di perkotaan Merauke serta menemukan bagaimana potensi dan tantangan pelestarian Rumah Gaba-Gaba dalam kaitannya dengan akses memperoleh material sagu di daerah perkotaan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif, jenis metode yaitu observasi terlibat dan pengambilan data ethnografis. Teknik pengambilan data secara tidak acak, teknik purposive sampling. Observasi/pengamatan dan wawancara dengan teknik penyajian data yaitu dengan verbatim. Hasil penelitian ini adalah gambar sambungan dinding pelepah sagu dimana terdapat kayu list ukuran 2/2 mengapit gaba-gaba, antar gaba disambung dengan tusukan bambu (seperti tusukan sate) dengan jarak antar tusukan adalah tidak saling sejajar secara vertikal dan juga kajian potensi dan tantangan pelestarian rumah material sagu area perkotaan Merauke. Kata kunci: pelepah sagu, dinding, material lokal ABSTRACT. Merauke, the easternmost district of the Republic of Indonesia, besides being known for its border area, also produces Metroxylon sp., the sago plants. Part of the sago plant, namely sago midrib, is then used by the local community to become the building material for the walls of the houses. Based on the interview results, information was obtained that this house was later known as Rumah Gaba-Gaba. The application of Rumah Gaba-Gaba exists in urban areas and can also be found in other areas such as the rural around Merauke District. The application of Rumah Gaba-Gaba exists in urban areas and can also be found in other areas such as the rural around Merauke District. However, it is found that the application of Gaba-Gaba wall construction is decreasing in urban areas. Then learning the details of this construction in the lectures majoring in building (architecture and civil engineering) and vocational high schools in building engineering is not there. This research then aims to see how the details of the connection of the sago midrib on the walls of the Rumah Gaba-Gaba in Merauke city and find out how the potencies and challenges of preserving the Rumah are preserved Gaba-Gaba are related to access to sago","PeriodicalId":31959,"journal":{"name":"Nalars","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-12-18","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"42917604","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}