Pub Date : 2023-01-09DOI: 10.24853/nalars.22.1.17-26
D. Natalia
ABSTRAK. Pabrik gula di pulau Jawa mengalami perkembangan yang pesat pada awal abad ke-18 ketika Belanda menerapkan kebijakan tanam paksa perkebunan tebu. Perubahan dinamika politik dan perubahan dalam pengelolaan berdampak juga berdampak pada penutupan pabrik gula. Pemerintah melalui kementerian BUMN kemudian melakukan revitalisasi pada beberapa pabrik gula yang sudah tidak beroperasi. Hal ini dilakukan untuk melestarikan bangunan bersejarah dan juga memberikan nilai tambah bagi bangunan. Revitalisasi dilakukan dengan cara merubah fungsi bangunan menjadi obyek wisata dengan melakukan beberapa perubahan pada kawasan pabrik gula untuk mendukung kegiatan tersebut salah satunya adalah Pabrik Gula Colomadu. Perubahan fungsi pabrik gula tersebut menyebabkan adanya perubahan spasial pada bangunan dan lingkungan termasuk pada kawasan emplasement. Metode yang digunakan bersifat kualitatif dalam upaya untuk mengkaji secara mendalam mengenai perubahan pola spasial pabrik gula yang telah mengalami revitalisasi sebagai upaya meningkatkan nilai dan visual bangunan. Hasil penelitian ini untuk mengetahui dinamika perubahan kawasan dan fungsi bangunan pabrik gula yang mengalami revitalisasi dengan adaptive reuse. Kata kunci:pola perubahan kawasan, perubahan fungsi bangunan, Eks Pabrik Gula Colomadu ABSTRACT. Sugar factories in Java Island experienced rapid development in the early 18th century when the Dutch implemented a forced labor policy at the sugarcane plantation. Dynamics in political and managerial changes caused the closure of sugar factories. Through the Ministry of State-Owned Enterprises, the government revitalized several sugar factories that were no longer operating. The revitalization was carried out to preserve historic buildings and provide added value to them. This plan was carried out by changing the function of the building into a tourist attraction and making several changes to the sugar factories. One of the revitalized sugar factories is the Colomadu Sugar Factory. The difference in the function of the sugar factory causes spatial differences in the building and the environment, including the emplacement area. The method used is qualitative to examine in depth the changes in the sugar factory's spatial pattern, which has undergone revitalization as an effort to increase the value and visuals of the building. The results of this study are to examine the dynamics of changes in the area and function of the sugar factory, which was revitalized through adaptive reuse. Keywords: area change pattern, change of building function, former Colomadu Sugar Factory
{"title":"POLA PERUBAHAN KAWASAN DAN FUNGSI BANGUNAN EKS PABRIK GULA COLOMADU KARTASURA","authors":"D. Natalia","doi":"10.24853/nalars.22.1.17-26","DOIUrl":"https://doi.org/10.24853/nalars.22.1.17-26","url":null,"abstract":"ABSTRAK. Pabrik gula di pulau Jawa mengalami perkembangan yang pesat pada awal abad ke-18 ketika Belanda menerapkan kebijakan tanam paksa perkebunan tebu. Perubahan dinamika politik dan perubahan dalam pengelolaan berdampak juga berdampak pada penutupan pabrik gula. Pemerintah melalui kementerian BUMN kemudian melakukan revitalisasi pada beberapa pabrik gula yang sudah tidak beroperasi. Hal ini dilakukan untuk melestarikan bangunan bersejarah dan juga memberikan nilai tambah bagi bangunan. Revitalisasi dilakukan dengan cara merubah fungsi bangunan menjadi obyek wisata dengan melakukan beberapa perubahan pada kawasan pabrik gula untuk mendukung kegiatan tersebut salah satunya adalah Pabrik Gula Colomadu. Perubahan fungsi pabrik gula tersebut menyebabkan adanya perubahan spasial pada bangunan dan lingkungan termasuk pada kawasan emplasement. Metode yang digunakan bersifat kualitatif dalam upaya untuk mengkaji secara mendalam mengenai perubahan pola spasial pabrik gula yang telah mengalami revitalisasi sebagai upaya meningkatkan nilai dan visual bangunan. Hasil penelitian ini untuk mengetahui dinamika perubahan kawasan dan fungsi bangunan pabrik gula yang mengalami revitalisasi dengan adaptive reuse. Kata kunci:pola perubahan kawasan, perubahan fungsi bangunan, Eks Pabrik Gula Colomadu ABSTRACT. Sugar factories in Java Island experienced rapid development in the early 18th century when the Dutch implemented a forced labor policy at the sugarcane plantation. Dynamics in political and managerial changes caused the closure of sugar factories. Through the Ministry of State-Owned Enterprises, the government revitalized several sugar factories that were no longer operating. The revitalization was carried out to preserve historic buildings and provide added value to them. This plan was carried out by changing the function of the building into a tourist attraction and making several changes to the sugar factories. One of the revitalized sugar factories is the Colomadu Sugar Factory. The difference in the function of the sugar factory causes spatial differences in the building and the environment, including the emplacement area. The method used is qualitative to examine in depth the changes in the sugar factory's spatial pattern, which has undergone revitalization as an effort to increase the value and visuals of the building. The results of this study are to examine the dynamics of changes in the area and function of the sugar factory, which was revitalized through adaptive reuse. Keywords: area change pattern, change of building function, former Colomadu Sugar Factory","PeriodicalId":31959,"journal":{"name":"Nalars","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-01-09","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"42567842","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2023-01-09DOI: 10.24853/nalars.22.1.49-62
Ari Widyati Purwantiasning, Saeful Bahri
ABSTRAK. Paparan ini merupakan bagian dari studi literatur dan kajian mengenai apa itu heritage trail dan bagaimana heritage trail memiliki andil besar dalam upaya pelestarian Kawasan bersejarah. Beberapa teori tentang heritage trail akan dipaparkan dalam tulisan ini dan sebuah studi preseden akan dikaji mendalam sebagai sebuah contoh penerapan kegiatan atau konsep heritage trail yang dianggap berhasil. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menelaah bagaimana sebuah konsep heritage trail dapat diterapkan sebagai sarana edukasi terutama yang berkaitan dengan Kawasan bersejarah, pelestarian cagar budaya, peninggalan bangunan-bangunan cagar budaya dan tentunya sejarah dari masing-masing bangunan cagar budaya tersebut. Tinjauan yang dilakukan terhadap sebuah studi preseden yaitu Hong Kong Heritage Trail yang diangkat dalam tulisan ini menggunakan metode kualitatif deskriptif naratif, dimana Saya mencoba memaparkan studi preseden tersebut dengan mengulasnya melalui pendekatan eksplorasi, observasi langsung dan melakukan pengamatan dan pengalaman ruang arsitektur secara langsung. Tulisan ini diharapkan dapat memberikan wacana lebih luas bagi semua kalangan sehingga dapat lebih memahami bahwa kegiatan heritage trail tidak hanya berkaitan dengan bidang ilmu sejarah atau budaya saja, namun juga dapat bersinggungan dengan bidang arsitektur terutama yang berkaitan dengan pengalaman ruang arsitektur. Kata Kunci: Kawasan bersejarah, heritage trail, Hong Kong, arsitektur, cagar budaya
抽象。这些研究是关于什么是遗产足迹以及遗产如何在历史保护领域发挥重要作用的文献研究和研究的一部分。关于遗产线索的一些理论将在这篇文章中阐明,并对先例的研究将作为一个例子,将被视为成功的活动应用或遗产概念。这项研究的目的是研究一种遗产概念如何适用于主要涉及历史区域、保护保护区、保护区建筑遗迹以及每一个保护区建筑的历史。对《香港遗产路径》(Hong Kong Heritage Trail)的一项判例研究进行了回顾,该研究采用了一种观察、直接观察和直接观察建筑经验的方法来阐述这种判例研究。这篇文章希望为所有人提供一个更广泛的论述,以便更好地理解遗产足迹的活动不仅与历史或文化有关,而且还可能与建筑领域有关,特别是与建筑经验有关的建筑领域有关。关键词:历史、遗产、香港、建筑、居留地
{"title":"TELAAH HERITAGE TRAIL SEBAGAI SARANA EDUKASI STUDI PRESEDEN: HONG KONG HERITAGE TRAIL","authors":"Ari Widyati Purwantiasning, Saeful Bahri","doi":"10.24853/nalars.22.1.49-62","DOIUrl":"https://doi.org/10.24853/nalars.22.1.49-62","url":null,"abstract":"ABSTRAK. Paparan ini merupakan bagian dari studi literatur dan kajian mengenai apa itu heritage trail dan bagaimana heritage trail memiliki andil besar dalam upaya pelestarian Kawasan bersejarah. Beberapa teori tentang heritage trail akan dipaparkan dalam tulisan ini dan sebuah studi preseden akan dikaji mendalam sebagai sebuah contoh penerapan kegiatan atau konsep heritage trail yang dianggap berhasil. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menelaah bagaimana sebuah konsep heritage trail dapat diterapkan sebagai sarana edukasi terutama yang berkaitan dengan Kawasan bersejarah, pelestarian cagar budaya, peninggalan bangunan-bangunan cagar budaya dan tentunya sejarah dari masing-masing bangunan cagar budaya tersebut. Tinjauan yang dilakukan terhadap sebuah studi preseden yaitu Hong Kong Heritage Trail yang diangkat dalam tulisan ini menggunakan metode kualitatif deskriptif naratif, dimana Saya mencoba memaparkan studi preseden tersebut dengan mengulasnya melalui pendekatan eksplorasi, observasi langsung dan melakukan pengamatan dan pengalaman ruang arsitektur secara langsung. Tulisan ini diharapkan dapat memberikan wacana lebih luas bagi semua kalangan sehingga dapat lebih memahami bahwa kegiatan heritage trail tidak hanya berkaitan dengan bidang ilmu sejarah atau budaya saja, namun juga dapat bersinggungan dengan bidang arsitektur terutama yang berkaitan dengan pengalaman ruang arsitektur. Kata Kunci: Kawasan bersejarah, heritage trail, Hong Kong, arsitektur, cagar budaya","PeriodicalId":31959,"journal":{"name":"Nalars","volume":"1 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-01-09","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"42012904","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2023-01-09DOI: 10.24853/nalars.22.1.35-48
Efa Suriani
ABSTRAK. Kondisi tektonik Indonesia terletak pada pertemuan lempeng besar dunia dan kecil, sehingga memberi dampak bahwa wilayah tersebut berpotensi akan sering terjadi gempa. Kota Surabaya dikategorikan sebagai ibukota yang cukup padat, sehingga potensi terjadinya bahaya gempa bumi yang berasal dari sesar Kendeng terbukti aktif serta melakukan pergerakan 5 milimeter per tahun. Menyadari fenomena tersebut merupakan hal yang mutlak sebagai bahan pertimbangan dalam mendisain dan membangun bangunan di wilayah seluruh Indonesia. Sebagai usaha memperkuat pembelajaran terutama pengenalan desain seismik pada mahasiswa Arsitektur, sehingga perlu diteliti prinsip (faktor) yang mempengaruhi desain seismik dengan studi kasus adalah gedung perpustakaan kampus I UINSA, sebagai kajian studi alternatif desain bangunan terhadap ketahanan gedung akibat beban lateral. Metode penelitian adalah deskriptif kuantitatif selanjutnya dianalisis menggunakan software Resist 4,0. Prinsip atau faktor desain seismik yang mempengaruhi pada bangunan bertingkat yaitu, informasi detail konstruksi gedung, rencana lantai (bentuk denah), data seismik (peta wilayah gempa), beban angin, jenis perkuatan struktur dan material yang digunakan baik pada arah X maupun Y, dan informasi terkait konstruksi pondasi. Alternatif pilihan desain seismik terdapat 132 pilihan kombinasi yang dapat digunakan terhadap 12 pilihan jenis perkuatan untuk lateral struktur pada arah X dan Y yang tidak sama masing-masing pada kedua arah tersebut. Pilihan tersebut dapat digunakan pada bangunan studi kasus. Hasil analisis sebagai struktur awal (pembelajaran) yang dapat digunakan oleh mahasiswa Arsitektur maupun Teknik sipil dan hasilnya tidak diperkenankan sebagai hasil desain akhir pada bangunan dilapangan. Kata kunci: beban lateral, gedung bertingkat, desain seismik, tahap awal ABSTRACT. Indonesia's tectonic conditions are located at the confluence of the world's large and small plates, thus giving the impact that the region has the potential for frequent earthquakes. Surabaya is categorized as a relatively dense capital city, so the potential for earthquake hazards from the Kendeng fault is proven active and moves 5 millimeters per year. Realizing this phenomenon is an absolute thing as a material consideration in designing and constructing buildings throughout Indonesia. To strengthen learning, especially the introduction of seismic design to Architecture students, it is necessary to examine the principles (factors) that influence seismic design with a case study of the I UINSA campus library building as an alternative study of building design against building resistance due to lateral loads. The research method is descriptive and quantitative, then analyzed using Resist 4.0 software. Seismic design principles or factors that affect high-rise buildings are detailed information on building construction, floor plans (plan form), seismic data (earthquake area maps), wind loads, types of structural reinforcement
抽象。印度尼西亚的构造条件是世界大板块和小板块的汇合,因此影响该地区可能经常发生地震。泗水被认为是一个密度相当大的首都,其震级可能是山根腹地,每年移动5毫米。认识到这一现象是考虑在印尼各地设计和建筑方面不可避免的因素。为了加强对建筑学学生的地震设计引入,有必要研究一下影响地震设计案例的原则(因素),UINSA校园图书馆(the college of UINSA institute)是一项横向结构设计的替代建筑研究。研究方法是一种定量描述性的方法,然后使用4.0残留软件进行分析。影响多层建筑的原则或地震设计因素包括建筑细节、平面图、地震数据(地图集)、地震数据(地震区域地图)、风载荷、X和Y方向的结构和材料类型以及基础建设相关信息。地震设计的替代方案是132种组合选择,在X和Y的方向和Y的横向结构中,可以用于12种不同类型的冲击选择。这些选项可以用于案例研究大楼。分析结果为建筑系或土木工程专业的学生可以使用,其结果作为现场建筑物的最终设计不允许。关键词:横向负载,多层建筑,地震设计,早期抽象阶段。印度尼西亚的技术条件存在于世界的大而小板块的一致性中,使该地区具有潜在的地震冲击。泗水被认为是一个相对温和的首都城市,因此针对Kendeng的地震故障的潜在影响是持续存在的,每年移动5毫米。这种现象的实现是印尼设计和构造过程中最重要的体现。在接下来的学习中,特别是对地震设计的介绍,特别是对架构学生的介绍,对地震设计的影响是必要的研究方法就是描述和量,然后用惯用4.0软件分析。影响建筑的地震设计原理或事实在建筑工地、地面平台、地震数据、地段、支柱恢复和材料中都使用了X和Y方向和建筑材料相关的信息。替代地震设计方案方案132个组合方案可以用来抵消X边结构和Y方向的12个选择。这些选择可以用于案例研究构建。分析的结果可以用建筑和文明工程的学生来研究,而结果不允许作为该建筑最终设计的替代品。侧向充电,高架桥,地震设计,精确度
{"title":"KAJIAN STUDI ALTERNATIF DESAIN BANGUNAN TERHADAP BEBAN LATERAL PADA BANGUNAN TINGGI","authors":"Efa Suriani","doi":"10.24853/nalars.22.1.35-48","DOIUrl":"https://doi.org/10.24853/nalars.22.1.35-48","url":null,"abstract":"ABSTRAK. Kondisi tektonik Indonesia terletak pada pertemuan lempeng besar dunia dan kecil, sehingga memberi dampak bahwa wilayah tersebut berpotensi akan sering terjadi gempa. Kota Surabaya dikategorikan sebagai ibukota yang cukup padat, sehingga potensi terjadinya bahaya gempa bumi yang berasal dari sesar Kendeng terbukti aktif serta melakukan pergerakan 5 milimeter per tahun. Menyadari fenomena tersebut merupakan hal yang mutlak sebagai bahan pertimbangan dalam mendisain dan membangun bangunan di wilayah seluruh Indonesia. Sebagai usaha memperkuat pembelajaran terutama pengenalan desain seismik pada mahasiswa Arsitektur, sehingga perlu diteliti prinsip (faktor) yang mempengaruhi desain seismik dengan studi kasus adalah gedung perpustakaan kampus I UINSA, sebagai kajian studi alternatif desain bangunan terhadap ketahanan gedung akibat beban lateral. Metode penelitian adalah deskriptif kuantitatif selanjutnya dianalisis menggunakan software Resist 4,0. Prinsip atau faktor desain seismik yang mempengaruhi pada bangunan bertingkat yaitu, informasi detail konstruksi gedung, rencana lantai (bentuk denah), data seismik (peta wilayah gempa), beban angin, jenis perkuatan struktur dan material yang digunakan baik pada arah X maupun Y, dan informasi terkait konstruksi pondasi. Alternatif pilihan desain seismik terdapat 132 pilihan kombinasi yang dapat digunakan terhadap 12 pilihan jenis perkuatan untuk lateral struktur pada arah X dan Y yang tidak sama masing-masing pada kedua arah tersebut. Pilihan tersebut dapat digunakan pada bangunan studi kasus. Hasil analisis sebagai struktur awal (pembelajaran) yang dapat digunakan oleh mahasiswa Arsitektur maupun Teknik sipil dan hasilnya tidak diperkenankan sebagai hasil desain akhir pada bangunan dilapangan. Kata kunci: beban lateral, gedung bertingkat, desain seismik, tahap awal ABSTRACT. Indonesia's tectonic conditions are located at the confluence of the world's large and small plates, thus giving the impact that the region has the potential for frequent earthquakes. Surabaya is categorized as a relatively dense capital city, so the potential for earthquake hazards from the Kendeng fault is proven active and moves 5 millimeters per year. Realizing this phenomenon is an absolute thing as a material consideration in designing and constructing buildings throughout Indonesia. To strengthen learning, especially the introduction of seismic design to Architecture students, it is necessary to examine the principles (factors) that influence seismic design with a case study of the I UINSA campus library building as an alternative study of building design against building resistance due to lateral loads. The research method is descriptive and quantitative, then analyzed using Resist 4.0 software. Seismic design principles or factors that affect high-rise buildings are detailed information on building construction, floor plans (plan form), seismic data (earthquake area maps), wind loads, types of structural reinforcement","PeriodicalId":31959,"journal":{"name":"Nalars","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-01-09","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"49024249","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2023-01-09DOI: 10.24853/nalars.22.1.1-8
Zairin Zain, Muhammad Arshy Oktafiansyah
ABSTRAK. Rumah Melayu adalah bentuk arsitektur yang sangat penting bagi semua orang Melayu, dan bangunan itu mewujudkan tanggung jawab keluarga untuk memberikan kenyamanan bagi keluarga. Rumah tinggal melayu umumnya dipengaruhi oleh ajaran Islam, adat Melayu Pontianak, dan Keraton Kadariyah Pontianak. Pengaruh iklim terhadap arsitektur bangunan terlihat dalam beberapa aspek, Dalam perancangan arsitektur harus memperhatikan keserasian antara kebutuhan manusia dengan lingkungan, alam, serta kondisi cuaca dan iklim setempat. Bangunan rumah tradisional Melayu sangat baik dalam merespon iklim tropis, Suhu dianggap hangat dan nyaman di daerah iklim tropis yaitu 25,8°C-27,1 °C. Studi ini dilakukan dengan metode observasi pengukuran terhadap kenyamanan termal. Variabel dalam penelitian ini adalah pencahayaan, suhu dan kelembapan dengan tujuan untuk mengetahui tingkat kenyamanan termal, respon bangunan terhadap iklim, serta faktor-faktor yang mempengaruhi kenyamanan termal. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi objek dalam pencapaian standar dari kenyamanan termal terkait kelembaban dan suhu di ruangan pada rumah tersebut. Penelitian ini menggunakan alat pengukur termal selama pengukuran termal di lapangan yang kemudian data–data hasil tabulasi tersebut dianalisis menggunakan metode CFD untuk melihat simulasi hasil dari pengukuran di lapangan untuk mengetahui apakah bangunan tersebut mencapai kenyamanan termal. Dikarenakan adanya faktor bukaan yang mempengaruhi rumah tersebut yang tidak memiliki ventilasi pada rumah tersebut yang hanya mengandalkan sirkulasi udara dari lantai panggung. Nilai-nilai temperatur pada titik ukur yang diperoleh pada simulasi komputer kemungkinan sama persis dengan yang diperoleh pada pengukuran hygrometer sangatlah sulit. namun terdapat persamaan kecenderungan yang terjadi, di antaranya nilai temperatur mencapai titik tertinggi pada area ruangan yang berhubungan dengan area luar dan cenderung menurun pada area ruangan dalam. Kata kunci: Rumah Melayu, Iklim Tropis, Kenyamanan Termal, Computating Fluid Dynamic (CFD) ABSTRACT. The Malay house is a significant architectural form for all Malays, and the building embodies the family's responsibility to provide comfort. Islamic teachings, Pontianak Malay customs, and the Pontianak Kadariyah Palace generally influence Malay houses. The influence of climate on building architecture can be seen in several aspects. It is necessary to pay attention to the harmony between human needs and the environment, nature, and local weather and climate conditions in architectural design. Traditional Malay house buildings are outstanding in responding to the tropical climate. The temperature is considered warm and comfortable in tropical climates, 25.8 ° C - 27.1 ° C. This study carried out the method of observation measurement of thermal comfort. The variables in this study are lighting, temperature, and humidity, the purpose of knowing the level of thermal comfort, building responses to the cl
{"title":"Identifikasi Klimatik Tropis Arsitektur Tradisional Rumah Tinggal Suku Melayu Terhadap Kenyamanan Termal","authors":"Zairin Zain, Muhammad Arshy Oktafiansyah","doi":"10.24853/nalars.22.1.1-8","DOIUrl":"https://doi.org/10.24853/nalars.22.1.1-8","url":null,"abstract":"ABSTRAK. Rumah Melayu adalah bentuk arsitektur yang sangat penting bagi semua orang Melayu, dan bangunan itu mewujudkan tanggung jawab keluarga untuk memberikan kenyamanan bagi keluarga. Rumah tinggal melayu umumnya dipengaruhi oleh ajaran Islam, adat Melayu Pontianak, dan Keraton Kadariyah Pontianak. Pengaruh iklim terhadap arsitektur bangunan terlihat dalam beberapa aspek, Dalam perancangan arsitektur harus memperhatikan keserasian antara kebutuhan manusia dengan lingkungan, alam, serta kondisi cuaca dan iklim setempat. Bangunan rumah tradisional Melayu sangat baik dalam merespon iklim tropis, Suhu dianggap hangat dan nyaman di daerah iklim tropis yaitu 25,8°C-27,1 °C. Studi ini dilakukan dengan metode observasi pengukuran terhadap kenyamanan termal. Variabel dalam penelitian ini adalah pencahayaan, suhu dan kelembapan dengan tujuan untuk mengetahui tingkat kenyamanan termal, respon bangunan terhadap iklim, serta faktor-faktor yang mempengaruhi kenyamanan termal. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi objek dalam pencapaian standar dari kenyamanan termal terkait kelembaban dan suhu di ruangan pada rumah tersebut. Penelitian ini menggunakan alat pengukur termal selama pengukuran termal di lapangan yang kemudian data–data hasil tabulasi tersebut dianalisis menggunakan metode CFD untuk melihat simulasi hasil dari pengukuran di lapangan untuk mengetahui apakah bangunan tersebut mencapai kenyamanan termal. Dikarenakan adanya faktor bukaan yang mempengaruhi rumah tersebut yang tidak memiliki ventilasi pada rumah tersebut yang hanya mengandalkan sirkulasi udara dari lantai panggung. Nilai-nilai temperatur pada titik ukur yang diperoleh pada simulasi komputer kemungkinan sama persis dengan yang diperoleh pada pengukuran hygrometer sangatlah sulit. namun terdapat persamaan kecenderungan yang terjadi, di antaranya nilai temperatur mencapai titik tertinggi pada area ruangan yang berhubungan dengan area luar dan cenderung menurun pada area ruangan dalam. Kata kunci: Rumah Melayu, Iklim Tropis, Kenyamanan Termal, Computating Fluid Dynamic (CFD) ABSTRACT. The Malay house is a significant architectural form for all Malays, and the building embodies the family's responsibility to provide comfort. Islamic teachings, Pontianak Malay customs, and the Pontianak Kadariyah Palace generally influence Malay houses. The influence of climate on building architecture can be seen in several aspects. It is necessary to pay attention to the harmony between human needs and the environment, nature, and local weather and climate conditions in architectural design. Traditional Malay house buildings are outstanding in responding to the tropical climate. The temperature is considered warm and comfortable in tropical climates, 25.8 ° C - 27.1 ° C. This study carried out the method of observation measurement of thermal comfort. The variables in this study are lighting, temperature, and humidity, the purpose of knowing the level of thermal comfort, building responses to the cl","PeriodicalId":31959,"journal":{"name":"Nalars","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-01-09","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"45205017","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2023-01-09DOI: 10.24853/nalars.22.1.27-34
Panji Anom Ramawangsa, Atik Prihatiningrum
ABSTRAK. Rumah menjadi kebutuhan primer sebagai tempat berlindung serta membina dalam keluarga. Mayoritas rumah panggung Melayu-Rejang di kota Bengkulu memiliki teras dengan nama lokal yaitu berendo. Berendo difungsikan sebagai tempat interaksi penghuni rumah dengan tetangga sekitar serta bersifat multifungsi untuk kegiatan lain yang dibutuhkan oleh pemilik rumah. Tujuan penelitian ini adalah menjadi pengembangan pendidikan budaya lokal di Bengkulu terutama pengetahuan arsitektur nusantara yang telah bertahan eksistensinya hingga sekarang. Metode yang digunakan adalah deskriptif analisis dengan cara observasi di kota Bengkulu. Pengumpulan data menggunakan alat Geographic Information System (GIS) untuk mendapatkan informasi yang akan dituangkan ke dalam bentuk peta. Hasil penelitian ini didapatkan yaitu jumlah berendo panggung kombinasi kayu dan beton tipe 1 sebanyak 15 unit rumah, berendo panggung kombinasi kayu dan beton tipe 1 sebanyak 47 unit rumah, berendo panggung kayu dengan tangga tengah sebanyak 21 unit, berendo panggung kombinasi kayu dan beton tipe 3 sebanyak 29 unit rumah, berendo panggung kombinasi kayu dan beton tipe 4 sebanyak 30 unit rumah, berendo panggung kayu sebanyak 18 unit rumah. Kesimpulan di dapat yaitu rupa bentuk berendo di rumah panggung Melayu-Rejang kota Bengkulu memiliki aneka ragam bentuk yang dipengaruhi oleh minat dan keinginan oleh pemilik rumah. Kata kunci: Bengkulu, berendo, Melayu – Rejang, vernakular ABSTRACT. The house is a primary need for shelter and fostering in the family. Most Malay-Rejang stilt houses in Bengkulu city have a terrace with a local name, namely Berendo. Berendo functioned as a place of interaction between residents of the house with neighbors and is multifunctional for other activities needed by the homeowner. This research aims to develop local cultural education in Bengkulu, especially knowledge of archipelago architecture, which has survived its existence until now. The method used is a descriptive analysis using observation in the city of Bengkulu, collecting data using Geographic Information System (GIS) tools to obtain information that will be poured into map form. The results of this study received the number of stage combinations of wood and concrete type 1 as many as 15 units of houses, stage combinations of wood and concrete type 1 as many as 47 units of houses, as many as 21 units of wooden stilts with a central staircase, stage combinations of wood and concrete type 3 as many as 29 units of houses, 30 units of wooden and concrete stilt combinations of type 4, 18 units of wooden stilts. The conclusion obtained is that the shape of the Berendo in the Malay-Rejang stilt house in Bengkulu city has various forms which are influenced by the interests and desires of the homeowner. Keywords: Bengkulu, berendo, Melayu – Rejang, vernacular
{"title":"INTERPRETASI RUPA BERENDO PADA RUMAH PANGGUNG MELAYU – REJANG DI KOTA BENGKULU","authors":"Panji Anom Ramawangsa, Atik Prihatiningrum","doi":"10.24853/nalars.22.1.27-34","DOIUrl":"https://doi.org/10.24853/nalars.22.1.27-34","url":null,"abstract":"ABSTRAK. Rumah menjadi kebutuhan primer sebagai tempat berlindung serta membina dalam keluarga. Mayoritas rumah panggung Melayu-Rejang di kota Bengkulu memiliki teras dengan nama lokal yaitu berendo. Berendo difungsikan sebagai tempat interaksi penghuni rumah dengan tetangga sekitar serta bersifat multifungsi untuk kegiatan lain yang dibutuhkan oleh pemilik rumah. Tujuan penelitian ini adalah menjadi pengembangan pendidikan budaya lokal di Bengkulu terutama pengetahuan arsitektur nusantara yang telah bertahan eksistensinya hingga sekarang. Metode yang digunakan adalah deskriptif analisis dengan cara observasi di kota Bengkulu. Pengumpulan data menggunakan alat Geographic Information System (GIS) untuk mendapatkan informasi yang akan dituangkan ke dalam bentuk peta. Hasil penelitian ini didapatkan yaitu jumlah berendo panggung kombinasi kayu dan beton tipe 1 sebanyak 15 unit rumah, berendo panggung kombinasi kayu dan beton tipe 1 sebanyak 47 unit rumah, berendo panggung kayu dengan tangga tengah sebanyak 21 unit, berendo panggung kombinasi kayu dan beton tipe 3 sebanyak 29 unit rumah, berendo panggung kombinasi kayu dan beton tipe 4 sebanyak 30 unit rumah, berendo panggung kayu sebanyak 18 unit rumah. Kesimpulan di dapat yaitu rupa bentuk berendo di rumah panggung Melayu-Rejang kota Bengkulu memiliki aneka ragam bentuk yang dipengaruhi oleh minat dan keinginan oleh pemilik rumah. Kata kunci: Bengkulu, berendo, Melayu – Rejang, vernakular ABSTRACT. The house is a primary need for shelter and fostering in the family. Most Malay-Rejang stilt houses in Bengkulu city have a terrace with a local name, namely Berendo. Berendo functioned as a place of interaction between residents of the house with neighbors and is multifunctional for other activities needed by the homeowner. This research aims to develop local cultural education in Bengkulu, especially knowledge of archipelago architecture, which has survived its existence until now. The method used is a descriptive analysis using observation in the city of Bengkulu, collecting data using Geographic Information System (GIS) tools to obtain information that will be poured into map form. The results of this study received the number of stage combinations of wood and concrete type 1 as many as 15 units of houses, stage combinations of wood and concrete type 1 as many as 47 units of houses, as many as 21 units of wooden stilts with a central staircase, stage combinations of wood and concrete type 3 as many as 29 units of houses, 30 units of wooden and concrete stilt combinations of type 4, 18 units of wooden stilts. The conclusion obtained is that the shape of the Berendo in the Malay-Rejang stilt house in Bengkulu city has various forms which are influenced by the interests and desires of the homeowner. Keywords: Bengkulu, berendo, Melayu – Rejang, vernacular","PeriodicalId":31959,"journal":{"name":"Nalars","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-01-09","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"48493701","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2023-01-09DOI: 10.24853/nalars.22.1.9-16
Sathya Dharma Ipsd, N. Dwijendra
ABSTRAK. Pusaka atau warisan di Indonesia terdiri atas pusaka tangible (benda) dan intangible (tak benda). Goa Gajah ialah pusaka tangible (benda) yang terletak di Desa Bedulu, Kecamatan Blahbatuh, Kabupaten Gianyar, Bali. Pemerintah mempunyai peran yang sangat penting didalam mengelola maupun melestarikan cagar budaya situs Goa Gajah selain adanya dukungan dari masyarakat sekitar. Penelitian menggunakan metode kualitatif dengan studi kasus (case study) di situs Goa Gajah. Dengan strategi studi kasus mengenai peran pemerintah dalam upaya pelestarian Cagar Budaya di situs Goa Gajah. Teknik observasi lapangan dan wawancara yang digunakan dalam pengumpulan data primer di situs Goa Gajah. Peran pemerintah dalam upaya pelestarian Cagar Budaya tidaklah terlepas dari kebijakan pemerintah. Dalam mengeluarkan peraturan atau payung hukum berupa peraturan daerah, dan undang-undang. Pemda Kabupaten Gianyar dan Balai Pelestarian Cagar Budaya Provinsi Bali (BPCB) sebagai pemegang peran penting dari pemerintah dalam pelestarian situs Goa Gajah. Perlindungan dilakukan dengan ditetapkannya situs Goa Gajah sebagai Cagar Budaya dengan No. SK 131/M/1998 yang ditetapkan pada tanggal 9 Juni 1998. Upaya perlindungan dalam pelaksanaan konservasi tersebut dilaksanakan oleh BPCB Bali. Pemanfaatan dan pengembangan situs Goa Gajah, sebagai cagar budaya yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Gianyar. Kata kunci: Goa Gajah, Peran Pemerintah, Pelestarian, Cagar Budaya ABSTRACT. Heritage in Indonesia consists of tangible and intangible heritage. Goa Gajah is a tangible heritage (object) located in Bedulu Village, Blahbatuh District, Gianyar Regency, Bali. The government has a significant role in managing and preserving the cultural heritage of Goa Gajah. This research uses a qualitative method with a case study at the Goa Gajah site. With a case study strategy regarding the government's role in preserving the Cultural Conservation at the Goa Gajah. The government's role in preserving Cultural Conservation is to issue regulations or legal umbrellas in the form of regional regulations and laws. The local government of Gianyar Regency and the Bali Provincial Cultural Heritage Preservation Center (BPCB) as the holders of essential roles in the government in preserving the Goa Gajah site. Protection is carried out by stipulating the Goa Gajah as a Cultural Conservation with No. SK 131/M/1998, which was enacted on June 9, 1998. BPCB Bali carries out efforts to protect the conservation implementation. The government carries out the utilization and development of the Goa Gajah as a cultural heritage. The role of the Gianyar Regency Tourism is to make Goa Gajah a destination. Keywords: Goa Gajah, Government Role, Conservation, Cultural Heritage
{"title":"PERAN PEMERINTAH DALAM UPAYA PELESTARIAN CAGAR BUDAYA SITUS GOA GAJAH DI GIANYAR, BALI","authors":"Sathya Dharma Ipsd, N. Dwijendra","doi":"10.24853/nalars.22.1.9-16","DOIUrl":"https://doi.org/10.24853/nalars.22.1.9-16","url":null,"abstract":"ABSTRAK. Pusaka atau warisan di Indonesia terdiri atas pusaka tangible (benda) dan intangible (tak benda). Goa Gajah ialah pusaka tangible (benda) yang terletak di Desa Bedulu, Kecamatan Blahbatuh, Kabupaten Gianyar, Bali. Pemerintah mempunyai peran yang sangat penting didalam mengelola maupun melestarikan cagar budaya situs Goa Gajah selain adanya dukungan dari masyarakat sekitar. Penelitian menggunakan metode kualitatif dengan studi kasus (case study) di situs Goa Gajah. Dengan strategi studi kasus mengenai peran pemerintah dalam upaya pelestarian Cagar Budaya di situs Goa Gajah. Teknik observasi lapangan dan wawancara yang digunakan dalam pengumpulan data primer di situs Goa Gajah. Peran pemerintah dalam upaya pelestarian Cagar Budaya tidaklah terlepas dari kebijakan pemerintah. Dalam mengeluarkan peraturan atau payung hukum berupa peraturan daerah, dan undang-undang. Pemda Kabupaten Gianyar dan Balai Pelestarian Cagar Budaya Provinsi Bali (BPCB) sebagai pemegang peran penting dari pemerintah dalam pelestarian situs Goa Gajah. Perlindungan dilakukan dengan ditetapkannya situs Goa Gajah sebagai Cagar Budaya dengan No. SK 131/M/1998 yang ditetapkan pada tanggal 9 Juni 1998. Upaya perlindungan dalam pelaksanaan konservasi tersebut dilaksanakan oleh BPCB Bali. Pemanfaatan dan pengembangan situs Goa Gajah, sebagai cagar budaya yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Gianyar. Kata kunci: Goa Gajah, Peran Pemerintah, Pelestarian, Cagar Budaya ABSTRACT. Heritage in Indonesia consists of tangible and intangible heritage. Goa Gajah is a tangible heritage (object) located in Bedulu Village, Blahbatuh District, Gianyar Regency, Bali. The government has a significant role in managing and preserving the cultural heritage of Goa Gajah. This research uses a qualitative method with a case study at the Goa Gajah site. With a case study strategy regarding the government's role in preserving the Cultural Conservation at the Goa Gajah. The government's role in preserving Cultural Conservation is to issue regulations or legal umbrellas in the form of regional regulations and laws. The local government of Gianyar Regency and the Bali Provincial Cultural Heritage Preservation Center (BPCB) as the holders of essential roles in the government in preserving the Goa Gajah site. Protection is carried out by stipulating the Goa Gajah as a Cultural Conservation with No. SK 131/M/1998, which was enacted on June 9, 1998. BPCB Bali carries out efforts to protect the conservation implementation. The government carries out the utilization and development of the Goa Gajah as a cultural heritage. The role of the Gianyar Regency Tourism is to make Goa Gajah a destination. Keywords: Goa Gajah, Government Role, Conservation, Cultural Heritage","PeriodicalId":31959,"journal":{"name":"Nalars","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-01-09","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"45546855","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2022-07-31DOI: 10.24853/nalars.21.2.161-168
Alit Dwi Putra I Made
Heritage Tourism merupakan wisata yang menjadikan tempat atau Kawasan yang memiliki sejarah dan peran penting dalam suatu daerah sebagai tempat tujuan wisata. Kota Denpasar yang merupakan salah satu jaringan Kota Pusaka dalam upaya mendukung pengembangan Kota Pusaka tersebut pemerintahan Kota Denpasar dalam master plan pengembangan smart city telah menyepakati pula adanya smart heritage, di mana seluruh aspek penting Kota Pusaka turut dijaga kelestariannya dan dikelola menjadi destinasi wisata baru. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui potensi wisata heritage yang dimiliki Kota Denpasar dalam uapaya pengembangan heritage tourism di Kota Denpasar. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, data diperoleh melalui observasi lapangan dan data yang di dapat dari situs resmi Kota Denpasar.Hasil penelitian menunjukan Kota Denpasar memiliki tempat dan kawasan heritage didalamnya, bangunan, tempat dan Kawasan tersebut memiliki potensi untuk membangun Heritage Tourism di Kota Denpasar. Bangunan, tempat dan Kawasan tersebut diantaranya; Hotel Inna Bali, Museum Bali, Puri Agung Denpasar, Pura Maospahit dan lainnya. Terdapat 3 hal yang wisatawan lihat ketika akan melakukan wisata heritage di Kota Denpasar yaitu, sesuatu yang dapat dilihat oleh wisatawan, sesuatu yang dapat dilakukan dan sesuatu yang dapat dibeli oleh wisatawan. Selain itu dokar hias dalam program “Denpasar Heritage City Tour: Menjelajah Kota Denpasar dengan Dokar Hias” dapat dimanfaatkan sebagai sarana transportasi utama dalam pengembangan heritage tourism di Kota Denpasar.
{"title":"Mengembangkan Heritage Tourism Di Kota Denpasar Dengan Memanfaatkan Dokar Hias","authors":"Alit Dwi Putra I Made","doi":"10.24853/nalars.21.2.161-168","DOIUrl":"https://doi.org/10.24853/nalars.21.2.161-168","url":null,"abstract":"Heritage Tourism merupakan wisata yang menjadikan tempat atau Kawasan yang memiliki sejarah dan peran penting dalam suatu daerah sebagai tempat tujuan wisata. Kota Denpasar yang merupakan salah satu jaringan Kota Pusaka dalam upaya mendukung pengembangan Kota Pusaka tersebut pemerintahan Kota Denpasar dalam master plan pengembangan smart city telah menyepakati pula adanya smart heritage, di mana seluruh aspek penting Kota Pusaka turut dijaga kelestariannya dan dikelola menjadi destinasi wisata baru. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui potensi wisata heritage yang dimiliki Kota Denpasar dalam uapaya pengembangan heritage tourism di Kota Denpasar. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, data diperoleh melalui observasi lapangan dan data yang di dapat dari situs resmi Kota Denpasar.Hasil penelitian menunjukan Kota Denpasar memiliki tempat dan kawasan heritage didalamnya, bangunan, tempat dan Kawasan tersebut memiliki potensi untuk membangun Heritage Tourism di Kota Denpasar. Bangunan, tempat dan Kawasan tersebut diantaranya; Hotel Inna Bali, Museum Bali, Puri Agung Denpasar, Pura Maospahit dan lainnya. Terdapat 3 hal yang wisatawan lihat ketika akan melakukan wisata heritage di Kota Denpasar yaitu, sesuatu yang dapat dilihat oleh wisatawan, sesuatu yang dapat dilakukan dan sesuatu yang dapat dibeli oleh wisatawan. Selain itu dokar hias dalam program “Denpasar Heritage City Tour: Menjelajah Kota Denpasar dengan Dokar Hias” dapat dimanfaatkan sebagai sarana transportasi utama dalam pengembangan heritage tourism di Kota Denpasar.","PeriodicalId":31959,"journal":{"name":"Nalars","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-07-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"45067409","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2022-07-22DOI: 10.24853/nalars.21.2.139-150
Johannes Adiyanto
Arsitektur secara umum dipahami sebagai ilmu bangunan. Namun bagaimana latar belakang munculnya pemikiran arsitektur terutama dalam perspektif politik dan kebangsaan tidak banyak di bahas.Paper ini melihat bagaimana suatu bangsa – dalam hal ini Indonesia – menempatkan arsitektur sebagai sebuah identitas kebangsaannya. Kasus waktu yang dipakai dalam paper ini adalah masa pemerintahan Sukarno, Suharto dan Joko Widodo. Pembacaan kasus arsitektur menggunakan cara baca semiotika, yang menempatkan karya arsitektur sebagai simbol yang dipersepsi oleh penerima simbol tersebut. Metode penulisan menggunakan metode sejarah yang sinkronik dan diakronik.Hasil pembahasan menunjukkan bahwa dari ketiga Presiden Indonesia tersebut menempatkan ‘arsitektur’ sebagai simbol identitas. Arsitektur diposisikan sebagai sarana komunikasi terhadap kebijakan-kebijakan politik identitasnya. Perbedaan dari ketiganya adalah lebih pada pendekatan arsitektur yang digunakan. Masa Presiden Sukarno menggunakan arsitektur modern sebagai sarana mempersatukan keberagaman arsitektural dan menunjukkan jati diri kesetaraan dengan bangsa lain. Hal yang penting sebagai salah satu negara yang baru merdeka saat itu. Masa Suharto justru sebaliknya menempatkan keberagaman arsitektural sebagai identitasnya atau menggunakan pendekatan arsitektur regionalisme, walau dengan pendekatan sentralistik dalam kebijakan politiknya dengan perundang-undangan yang mengikat. Pemerintahan Joko Widodo menggunakan keberagaman arsitektur namun dalam kemasan yang lebih mengkini dengan istilah arsitektur nusantara mengkini. Disini terlihat bahwa arsitektur dimaknai sesuai dengan pemimpin yang berkuasa saat itu. Arsitektur menjadi mempunyai kaitan erat dengan pemilihan pendekatan politik saat pemerintah itu berkuasa.
{"title":"ARSITEKTUR SEBAGAI MANIFESTASI IDENTITAS INDONESIA","authors":"Johannes Adiyanto","doi":"10.24853/nalars.21.2.139-150","DOIUrl":"https://doi.org/10.24853/nalars.21.2.139-150","url":null,"abstract":"Arsitektur secara umum dipahami sebagai ilmu bangunan. Namun bagaimana latar belakang munculnya pemikiran arsitektur terutama dalam perspektif politik dan kebangsaan tidak banyak di bahas.Paper ini melihat bagaimana suatu bangsa – dalam hal ini Indonesia – menempatkan arsitektur sebagai sebuah identitas kebangsaannya. Kasus waktu yang dipakai dalam paper ini adalah masa pemerintahan Sukarno, Suharto dan Joko Widodo. Pembacaan kasus arsitektur menggunakan cara baca semiotika, yang menempatkan karya arsitektur sebagai simbol yang dipersepsi oleh penerima simbol tersebut. Metode penulisan menggunakan metode sejarah yang sinkronik dan diakronik.Hasil pembahasan menunjukkan bahwa dari ketiga Presiden Indonesia tersebut menempatkan ‘arsitektur’ sebagai simbol identitas. Arsitektur diposisikan sebagai sarana komunikasi terhadap kebijakan-kebijakan politik identitasnya. Perbedaan dari ketiganya adalah lebih pada pendekatan arsitektur yang digunakan. Masa Presiden Sukarno menggunakan arsitektur modern sebagai sarana mempersatukan keberagaman arsitektural dan menunjukkan jati diri kesetaraan dengan bangsa lain. Hal yang penting sebagai salah satu negara yang baru merdeka saat itu. Masa Suharto justru sebaliknya menempatkan keberagaman arsitektural sebagai identitasnya atau menggunakan pendekatan arsitektur regionalisme, walau dengan pendekatan sentralistik dalam kebijakan politiknya dengan perundang-undangan yang mengikat. Pemerintahan Joko Widodo menggunakan keberagaman arsitektur namun dalam kemasan yang lebih mengkini dengan istilah arsitektur nusantara mengkini. Disini terlihat bahwa arsitektur dimaknai sesuai dengan pemimpin yang berkuasa saat itu. Arsitektur menjadi mempunyai kaitan erat dengan pemilihan pendekatan politik saat pemerintah itu berkuasa.","PeriodicalId":31959,"journal":{"name":"Nalars","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-07-22","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"43941758","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2022-07-22DOI: 10.24853/nalars.21.2.151-160
Suharyani Suharyani, Bingar Wahyu Utomo
Pasar Gede Solo merupakan salah satu pasar tradisional yang tersohor di Surakarta. Terletak di Jalan Jendral Urip Sumoharjo membuat Pasar Gede Solo mudah dijangkau oleh banyak kalangan guna berbelanja dan membeli berbagai macam kebutuhan. Pasar ini dibangun sekitar tahun 1930 lalu dengan nama Pasar Gede Hardjanagara. Bangunan pasar ini berbeda dengan pasar-pasar yang ada di Kota Surakarta, pencahayaan alami Pasar Gede dinilai lebih baik dibandingkan dengan pasar-pasar pada umumnya. Pemanfaatan pencahayaan alami yang baik serta dapat mengurangi penggunaan energi untuk pencahayaan buatan dan menandakan bijak dalam penggunaan energi. Penelitian ini menggunakan beberapa metode didalamnya yaitu, studi literatur guna mendapatkan referensi maupun penguat fakta yang ada, lalu menggunakan metode observasi secara langsung guna memudahkan penilaian kawasan yang sudah ada dan beroperasi sehingga data yang diperoleh bersifat real, selanjutnya menggunakan metode pengukuran guna mendapat data secara langsung dan sesuai dengan keadaan. Menggunakan metode membandingkan dengan standar yang ada serta pada bangunan lain yang memiliki fungsi sama digunakan untuk mengetahui seberapa jauh perbedaan pemanfaatan pencahayaan alami yang telah diterapkan. Didukung menggunakan software guna mengolah dapat pengukuran yang didapat dilapangan. Kuisioner digunakan untuk mengetahui tanggapan pengguna pasar. Hasil yang didapatkan dari penelitian ini menujukkan Pasar Gede memiliki pencahayaan alami yang sudah sesuai dengan standar dengan rata-rata 131,80 lux. Pola persebaran cahaya di Pasar Gede kurang merata dengan clerestory window sebagai salah satu bukaan utama di pasar. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan evaluasi atau dapat menjadi acuan oleh pasar-pasar lain
Gede Solo市场是苏拉卡塔主导的传统市场之一。坐落在Sumoharjo的General Urip街上,许多用户可以很容易地到达Gede Solo市场,购物和购买各种需求。这个市场建于1930年左右,名为Gede Hardjanagara市场。该市场建筑与苏拉卡塔市的市场不同,Gede市场的自然照明比一般市场更受重视。使用良好的自然照明,可以减少人工照明的能源使用,并标记智能能源使用。这项研究使用了几种方法,即文献研究使用参考文献或现有的事实制定者,然后使用直接观察方法来促进对已经到位和运行的区域的评估,使获得的数据是真实的,然后使用用户测量方法直接根据情况获得数据。使用与现有标准和具有相同功能的其他建筑相比的方法来确定自然光使用的差异有多大。支持使用复制软件获取字段上的大小。量子用于确定市场用户的反应。这项研究的结果表明,格德市场的自然照明已经符合标准,平均为131.80勒克斯。格德市场的光线分布模式不太完整,高侧窗是市场的主要开口之一。这项研究的结果预计会受到评估,或者可能会受到其他市场的影响
{"title":"IDENTIFIKASI PENCAHAYAAN ALAMI BANGUNAN PASAR GEDE SURAKARTA","authors":"Suharyani Suharyani, Bingar Wahyu Utomo","doi":"10.24853/nalars.21.2.151-160","DOIUrl":"https://doi.org/10.24853/nalars.21.2.151-160","url":null,"abstract":"Pasar Gede Solo merupakan salah satu pasar tradisional yang tersohor di Surakarta. Terletak di Jalan Jendral Urip Sumoharjo membuat Pasar Gede Solo mudah dijangkau oleh banyak kalangan guna berbelanja dan membeli berbagai macam kebutuhan. Pasar ini dibangun sekitar tahun 1930 lalu dengan nama Pasar Gede Hardjanagara. Bangunan pasar ini berbeda dengan pasar-pasar yang ada di Kota Surakarta, pencahayaan alami Pasar Gede dinilai lebih baik dibandingkan dengan pasar-pasar pada umumnya. Pemanfaatan pencahayaan alami yang baik serta dapat mengurangi penggunaan energi untuk pencahayaan buatan dan menandakan bijak dalam penggunaan energi. Penelitian ini menggunakan beberapa metode didalamnya yaitu, studi literatur guna mendapatkan referensi maupun penguat fakta yang ada, lalu menggunakan metode observasi secara langsung guna memudahkan penilaian kawasan yang sudah ada dan beroperasi sehingga data yang diperoleh bersifat real, selanjutnya menggunakan metode pengukuran guna mendapat data secara langsung dan sesuai dengan keadaan. Menggunakan metode membandingkan dengan standar yang ada serta pada bangunan lain yang memiliki fungsi sama digunakan untuk mengetahui seberapa jauh perbedaan pemanfaatan pencahayaan alami yang telah diterapkan. Didukung menggunakan software guna mengolah dapat pengukuran yang didapat dilapangan. Kuisioner digunakan untuk mengetahui tanggapan pengguna pasar. Hasil yang didapatkan dari penelitian ini menujukkan Pasar Gede memiliki pencahayaan alami yang sudah sesuai dengan standar dengan rata-rata 131,80 lux. Pola persebaran cahaya di Pasar Gede kurang merata dengan clerestory window sebagai salah satu bukaan utama di pasar. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan evaluasi atau dapat menjadi acuan oleh pasar-pasar lain","PeriodicalId":31959,"journal":{"name":"Nalars","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-07-22","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"44394077","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2022-07-12DOI: 10.24853/nalars.21.2.85-96
Anisa Anisa, Finta Lissimia, Ratna Dewi Nur’aini, Ashadi Ashadi, Munirah Radin Mohd Mokhtar
ABSTRAK. Pandemi COVID-19 mulai muncul pada akhir tahun 2019. Hal ini berpengaruh terhadap perubahan tatanan dalam berbagai kehidupan. Salah satu penyebab dari perubahan tatanan ini adalah karena semua kegiatan yang pada awalnya dilakukan di luar rumah, berubah total dengan sistem Work From Home (WFH) dan Belajar Dari Rumah (BDR) menjadi kegiatan yang dilakukan di dalam rumah. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi dan mendeskripsikan perubahan fungsi dan bentuk ruang hunian di masa pandemi. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif, sesuai dengan tujuannya untuk melihat perubahan bentuk dan fungsi hunian sederhana. Perubahan bentuk dilakukan dengan mengamati bentuk dan fungsi sebelum dan sesudah pandemi, mengamati keadaan saat pandemic dan melakukan wawancara untuk mengetahui bentuk dan fungsi sebelum pandemic. Pengumpulan data dilakukan dengan cara purposive sampling pada 13 rumah dengan luasan kecil, sedang, dan besar. Hasil dari penelitian ini adalah adanya perubahan yang terjadi pada rumah di sebabkan oleh pandemi yang terjadi.Perubahan tersebut ditemukan pada bertambahnya aktivitas yang terjadi pada ruang.Sedangkan bentuk ruang dan rumah tidak mengalami perubahan.Penambahan aktivitas ini disebabkan karena adanya WFH (bekerja dari rumah) dan BDR (belajar dari rumah), yang merupakan dua aktivitas tambahan yang muncul selama pandemic. Temuan lain dari penelitian ini adalah dua ruang yang digunakan oleh pengguna untuk melakukan kegiatan selama pandemic yaitu ruang tamu dan kamar. Ruang tamu digunakan sebagai tempat belajar daring bagi pengguna usia SD, namun untuk pengguna usia SMA dan kuliah kegiatan BDR/kuliah daring dilakukan di dalam kamar. Sedangkan orangtua melakukan kegiatan WFH lebih banyak di kamar karena membutuhkan ketenangan dan privasi. Kata kunci: Perubahan, fungsi dan bentuk, hunian ABSTRACT. The COVID-19 pandemic began to emerge at the end of 2019. This condition affects changes in the order of different lives. One of the causes of this change is that all activities that were originally carried out outside the home have completely changed with the Work From Home (WFH) and Learning From Home (BDR) systems into activities carried out at home. This study aims to identify and describe changes in the function and form of residential spaces during the pandemic. This study uses a qualitative descriptive method following its purpose to see changes in the form and function of simple dwellings. Changes in the form are carried out by observing the form and function before and after the pandemic, observing the situation during the pandemic, and conducting interviews to find out the form and function before the pandemic. Data were collected by purposive sampling on 13 houses with small, medium, and large areas.The result of this study is that changes occurred in the house caused by the pandemic. These changes were found in the increased activity in the room. Meanwhile, the shape of the room and place did not
{"title":"PERUBAHAN FUNGSI DAN BENTUK HUNIAN DI MASA PANDEMI","authors":"Anisa Anisa, Finta Lissimia, Ratna Dewi Nur’aini, Ashadi Ashadi, Munirah Radin Mohd Mokhtar","doi":"10.24853/nalars.21.2.85-96","DOIUrl":"https://doi.org/10.24853/nalars.21.2.85-96","url":null,"abstract":"ABSTRAK. Pandemi COVID-19 mulai muncul pada akhir tahun 2019. Hal ini berpengaruh terhadap perubahan tatanan dalam berbagai kehidupan. Salah satu penyebab dari perubahan tatanan ini adalah karena semua kegiatan yang pada awalnya dilakukan di luar rumah, berubah total dengan sistem Work From Home (WFH) dan Belajar Dari Rumah (BDR) menjadi kegiatan yang dilakukan di dalam rumah. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi dan mendeskripsikan perubahan fungsi dan bentuk ruang hunian di masa pandemi. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif, sesuai dengan tujuannya untuk melihat perubahan bentuk dan fungsi hunian sederhana. Perubahan bentuk dilakukan dengan mengamati bentuk dan fungsi sebelum dan sesudah pandemi, mengamati keadaan saat pandemic dan melakukan wawancara untuk mengetahui bentuk dan fungsi sebelum pandemic. Pengumpulan data dilakukan dengan cara purposive sampling pada 13 rumah dengan luasan kecil, sedang, dan besar. Hasil dari penelitian ini adalah adanya perubahan yang terjadi pada rumah di sebabkan oleh pandemi yang terjadi.Perubahan tersebut ditemukan pada bertambahnya aktivitas yang terjadi pada ruang.Sedangkan bentuk ruang dan rumah tidak mengalami perubahan.Penambahan aktivitas ini disebabkan karena adanya WFH (bekerja dari rumah) dan BDR (belajar dari rumah), yang merupakan dua aktivitas tambahan yang muncul selama pandemic. Temuan lain dari penelitian ini adalah dua ruang yang digunakan oleh pengguna untuk melakukan kegiatan selama pandemic yaitu ruang tamu dan kamar. Ruang tamu digunakan sebagai tempat belajar daring bagi pengguna usia SD, namun untuk pengguna usia SMA dan kuliah kegiatan BDR/kuliah daring dilakukan di dalam kamar. Sedangkan orangtua melakukan kegiatan WFH lebih banyak di kamar karena membutuhkan ketenangan dan privasi. Kata kunci: Perubahan, fungsi dan bentuk, hunian ABSTRACT. The COVID-19 pandemic began to emerge at the end of 2019. This condition affects changes in the order of different lives. One of the causes of this change is that all activities that were originally carried out outside the home have completely changed with the Work From Home (WFH) and Learning From Home (BDR) systems into activities carried out at home. This study aims to identify and describe changes in the function and form of residential spaces during the pandemic. This study uses a qualitative descriptive method following its purpose to see changes in the form and function of simple dwellings. Changes in the form are carried out by observing the form and function before and after the pandemic, observing the situation during the pandemic, and conducting interviews to find out the form and function before the pandemic. Data were collected by purposive sampling on 13 houses with small, medium, and large areas.The result of this study is that changes occurred in the house caused by the pandemic. These changes were found in the increased activity in the room. Meanwhile, the shape of the room and place did not ","PeriodicalId":31959,"journal":{"name":"Nalars","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-07-12","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"46141547","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}