Betawi adalah kelompok etnik lokal di Jakarta yang lekat dengan stereotip inferior. Di tengah modernisasi Jakarta, Orang Betawi semakin termarginalkan akibat pembangunan dan tidak menjadi tuan rumah di wilayahnya sendiri. Namun, di tengah-tengah potret buram tentang Betawi tersebut, kini bermunculan distribution outlet (distro) yang mengusung simbol-simbol Budaya Betawi. Di tangan mereka, simbol-simbol budaya Betawi diekspresikan melalui cara-cara yang kreatif sebagai mode ekspresi identitas budaya di ruang sosial yang multietnik. Pertanyaan yang muncul kemudian adalah, untuk kepentingan apa Distro Betawi didirikan? Melalui pendekatan kualitatif, Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap fenomena kemunculan industri kreatif Betawi ini. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan melakukan wawancara mendalam, observasi, dan studi dokumentasi sebagai metode pengumpulan data untuk mendapatkan deskripsi yang mendalam mengenai fenomena yang dikaji. Penelitian ini menemukan bahwa hadirnya industri kreatif Betawi saat ini adalah sebagai bentuk perlawanan terselubung terhadap stereotip inferior yang dilekatkan pada mereka. Hal ini juga merupakan upaya mereka untuk membangun sense of collectivisme dan wujud eksistensi Budaya Betawi di tengah masyarakat Jakarta yang multicultural.
{"title":"BETAWI PUNYE DISTRO: STRATEGI PERLAWANAN TERHADAP STEREOTIP INFERIOR BETAWI PUNYE DISTRO: A STATEGY OF RESISTANCE TO INFERIOR STEREOTYPES","authors":"Halimatusa' diah","doi":"10.14203/JMB.V21I1.814","DOIUrl":"https://doi.org/10.14203/JMB.V21I1.814","url":null,"abstract":"Betawi adalah kelompok etnik lokal di Jakarta yang lekat dengan stereotip inferior. Di tengah modernisasi Jakarta, Orang Betawi semakin termarginalkan akibat pembangunan dan tidak menjadi tuan rumah di wilayahnya sendiri. Namun, di tengah-tengah potret buram tentang Betawi tersebut, kini bermunculan distribution outlet (distro) yang mengusung simbol-simbol Budaya Betawi. Di tangan mereka, simbol-simbol budaya Betawi diekspresikan melalui cara-cara yang kreatif sebagai mode ekspresi identitas budaya di ruang sosial yang multietnik. Pertanyaan yang muncul kemudian adalah, untuk kepentingan apa Distro Betawi didirikan? Melalui pendekatan kualitatif, Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap fenomena kemunculan industri kreatif Betawi ini. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan melakukan wawancara mendalam, observasi, dan studi dokumentasi sebagai metode pengumpulan data untuk mendapatkan deskripsi yang mendalam mengenai fenomena yang dikaji. Penelitian ini menemukan bahwa hadirnya industri kreatif Betawi saat ini adalah sebagai bentuk perlawanan terselubung terhadap stereotip inferior yang dilekatkan pada mereka. Hal ini juga merupakan upaya mereka untuk membangun sense of collectivisme dan wujud eksistensi Budaya Betawi di tengah masyarakat Jakarta yang multicultural.","PeriodicalId":32703,"journal":{"name":"Jurnal Masyarakat dan Budaya","volume":"04 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-09-01","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"88777349","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Kajian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan memahami narasi foto penampilan elitis yang melekat pada busana tradisional Simalungun. Masalah kajian difokuskan pada asal usul dan dinamika busana yang diadaptasi sebagai busana tradisional. Acuan teoritis diadaptasi dari Kees van Dijk dan Jean Gelman Taylor bahwa busana menjadi penampilan yang menyuguhkan perbedaan. Kajian dilakukan secara kualitatif dengan pendekatan interpretatif terhadap 11 foto arsip kolonial yang dipilih dari 36 foto penampilan elitis. State of the arts ditentukan berdasar perspektif antropologi yakni busana sebagai kulit sosial dan kebudayaan.Temuan kajian ini adalah bahwa arsip foto kolonial menjadi referensi perumusan busana tradisional yang mencerminkan penampilan elitis. Busana tradisional Simalungun adalah produk adaptasi dan komodifikasi dari unsur modernitas dan lokalitas. Novelty kajian ini menyebutkan bahwa busana tradisional merupakan atribut multikulturalisme untuk menjamin kebhinekaan bangsa. Kontribusi kajian ini mengukuhkan paradigma teoritis yang dipergunakan.
这项研究的目的是描述和理解附在传统西马龙根服饰上的精英造型叙事。研究问题集中在传统服装的起源和适应性上。理论教学是根据Kees van Dijk和Jean Gelman Taylor改编的,时尚变成了不同的样子。该研究是通过对36张精英长相照片中选择的11张殖民档案照片的解释性方法进行的。艺术的状态是由人类学的观点决定的,即服装作为社会和文化的肤色。这项研究发现,殖民地照片档案提供了一种反映精英主义外观的传统时装配方。西马龙根的传统服装是现代性和地区性元素适应和促成的产物。这本小说认为,传统服装是一种多元文化的属性,以确保国家的时尚。这项研究的贡献证实了所采用的理论范例。
{"title":"Hiou, Soja dan Tolugbalanga: Narasi Foto Penampilan Elitis pada Busana Tradisional Simalungun","authors":"E. L. Damanik","doi":"10.14203/JMB.V21I1.800","DOIUrl":"https://doi.org/10.14203/JMB.V21I1.800","url":null,"abstract":"Kajian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan memahami narasi foto penampilan elitis yang melekat pada busana tradisional Simalungun. Masalah kajian difokuskan pada asal usul dan dinamika busana yang diadaptasi sebagai busana tradisional. Acuan teoritis diadaptasi dari Kees van Dijk dan Jean Gelman Taylor bahwa busana menjadi penampilan yang menyuguhkan perbedaan. Kajian dilakukan secara kualitatif dengan pendekatan interpretatif terhadap 11 foto arsip kolonial yang dipilih dari 36 foto penampilan elitis. State of the arts ditentukan berdasar perspektif antropologi yakni busana sebagai kulit sosial dan kebudayaan.Temuan kajian ini adalah bahwa arsip foto kolonial menjadi referensi perumusan busana tradisional yang mencerminkan penampilan elitis. Busana tradisional Simalungun adalah produk adaptasi dan komodifikasi dari unsur modernitas dan lokalitas. Novelty kajian ini menyebutkan bahwa busana tradisional merupakan atribut multikulturalisme untuk menjamin kebhinekaan bangsa. Kontribusi kajian ini mengukuhkan paradigma teoritis yang dipergunakan.","PeriodicalId":32703,"journal":{"name":"Jurnal Masyarakat dan Budaya","volume":"237 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-09-01","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"76301050","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Social criticism has a very big role in creating balanced, safe and peaceful civil society harmonious life. This study described social criticism in poem anthology by Joko Pinurbo, Surat Kopi, using a qualitative descriptive research method with hermeneutics and stylistics method. The research instruments were the researchers assisted by informants. To examine the poems, the researcher interpreted the poems that contained social criticism then they were described. The results showed that social criticism in the ten poems with the theme of the letter was very effective and elegant, with four types of diction used: denotation, connotation, concrete, and abstract diction. Joko Pinurbo's poems were able to reflect the social conditions of the community while capturing various problems around them. Denotation and concrete dictions were widely used in the ten poems. This avoided confusion to the reader because they utilized minimum figurative language. The message of poems could be captured clearly and explicitly; there were not many interpretations arose but still promised a depth of meaning.
{"title":"KRITIK SOSIAL DALAM SURAT KOPI KARYA JOKO PINURBO SURAT KOPI BY JOKO PINURBO: A SOCIAL CRITICISM","authors":"Kun Andyan Anindita, Soediro Satoto, S. Sumarlam","doi":"10.14203/JMB.V21I1.756","DOIUrl":"https://doi.org/10.14203/JMB.V21I1.756","url":null,"abstract":"Social criticism has a very big role in creating balanced, safe and peaceful civil society harmonious life. This study described social criticism in poem anthology by Joko Pinurbo, Surat Kopi, using a qualitative descriptive research method with hermeneutics and stylistics method. The research instruments were the researchers assisted by informants. To examine the poems, the researcher interpreted the poems that contained social criticism then they were described. The results showed that social criticism in the ten poems with the theme of the letter was very effective and elegant, with four types of diction used: denotation, connotation, concrete, and abstract diction. Joko Pinurbo's poems were able to reflect the social conditions of the community while capturing various problems around them. Denotation and concrete dictions were widely used in the ten poems. This avoided confusion to the reader because they utilized minimum figurative language. The message of poems could be captured clearly and explicitly; there were not many interpretations arose but still promised a depth of meaning.","PeriodicalId":32703,"journal":{"name":"Jurnal Masyarakat dan Budaya","volume":"9 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-09-01","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"87064287","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
The election of Donald Trump as the 45th President of the United States of America increased public conversations about the situations of immigrants living in the country. Trump employed the issue of immigrants as a powerful weapon to win the presidential race. In my view, the way the American people excitedly responded to and accepted Trump’s ideas indicates how racism against immigrants still plays a pivotal role in the US political and social realms. My reflection on this hot issue on immigration led me to wonder about some of my colleagues and friends from Indonesia who migrated to the US. How are they? Are they in a good situation?
{"title":"Everyday Racism and Racialized Experiences Among Indonesian Migrant Muslims in New York City: Perception, Resistance, and Self-Empowerment","authors":"D. Irawaty","doi":"10.14203/JMB.V21I1.827","DOIUrl":"https://doi.org/10.14203/JMB.V21I1.827","url":null,"abstract":"The election of Donald Trump as the 45th President of the United States of America increased public conversations about the situations of immigrants living in the country. Trump employed the issue of immigrants as a powerful weapon to win the presidential race. In my view, the way the American people excitedly responded to and accepted Trump’s ideas indicates how racism against immigrants still plays a pivotal role in the US political and social realms. My reflection on this hot issue on immigration led me to wonder about some of my colleagues and friends from Indonesia who migrated to the US. How are they? Are they in a good situation?","PeriodicalId":32703,"journal":{"name":"Jurnal Masyarakat dan Budaya","volume":"67 19","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-09-01","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"72430671","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Today, Islamist groups in Indonesia are apprehensive with Islam Nusantara, a catch-all term to refer to various expressions of localised Islam and socio-political thoughts and attitudes propagated by the country’s largest Muslim organisation, the Nahdlatul Ulama (NU). In response, the proponents of Islam Nusantara call for the unity of Indonesian Muslims to restrain what they perceive as an orchestrated effort to Arabize Indonesian Islam and eradicate local cultures and traditions. By looking at Banten and Madura through ethnographic fieldworks in between 2009-2018, this paper investigates the contestation between supporters of ‘local’ and ‘foreign’ Islam in defining their own Islam and making religious authority. While both supporters share the global viewpoints of Sunni Islam, the former is strongly characterised by local cultures and traditions that have been well preserved for centuries. The latter is well-known to display foreign-influenced, mostly Salafism from Gulf countries, expressions of Islam that include communal piety, religious commodification, Islamic populism, and popular Islamism. I argue that in both contemporary Banten and Madura, the defining of Islam and the making of religious authority have been frequently marked by conflicting responses in complex and fluctuated relationships. The relationships involve the phenomena of contestation between variants of Indonesian Islam and the fragmentation of the ummah .
{"title":"Fragmentasi Umat dan Penciptaan Otoritas Keagamaan: Tanggapan terhadap ‘Islam Lokal’ dan ‘Islam Asing’ di Indonesia","authors":"Yanwar Pribadi","doi":"10.14203/JMB.V21I1.828","DOIUrl":"https://doi.org/10.14203/JMB.V21I1.828","url":null,"abstract":"Today, Islamist groups in Indonesia are apprehensive with Islam Nusantara, a catch-all term to refer to various expressions of localised Islam and socio-political thoughts and attitudes propagated by the country’s largest Muslim organisation, the Nahdlatul Ulama (NU). In response, the proponents of Islam Nusantara call for the unity of Indonesian Muslims to restrain what they perceive as an orchestrated effort to Arabize Indonesian Islam and eradicate local cultures and traditions. By looking at Banten and Madura through ethnographic fieldworks in between 2009-2018, this paper investigates the contestation between supporters of ‘local’ and ‘foreign’ Islam in defining their own Islam and making religious authority. While both supporters share the global viewpoints of Sunni Islam, the former is strongly characterised by local cultures and traditions that have been well preserved for centuries. The latter is well-known to display foreign-influenced, mostly Salafism from Gulf countries, expressions of Islam that include communal piety, religious commodification, Islamic populism, and popular Islamism. I argue that in both contemporary Banten and Madura, the defining of Islam and the making of religious authority have been frequently marked by conflicting responses in complex and fluctuated relationships. The relationships involve the phenomena of contestation between variants of Indonesian Islam and the fragmentation of the ummah .","PeriodicalId":32703,"journal":{"name":"Jurnal Masyarakat dan Budaya","volume":"20 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-09-01","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"74552854","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Tulisan ini bertujuan untuk memaparkan hasil observasi tentang bagaimana menjamurnya sekaligus suburnya gerakan radikalisme di Indonesia yang berujung pada tindakan kekerasan, baik kekerasan simbolik maupun kekerasan fisik. Sulit dipungkiri bahwasanya eskalasi tindakan ekstremisme bermula dari fenomena keagamaan yang berkembang dalam masyarakat melalui doktrin-doktrin keagamaan yang berimplikasi pada watak fanatisme. Bagaimana sikap fanatisme itu bermula? Setidaknya ada dua gerbang sebagai arena yang sangat memungkinkan individu atau kelompok masyarakat sangat mungkin terjangkit “penyakit fanatisme keagamaan”. Pertama, gerbang pendidikan yang di mana peran guru termasuk penceramah agama sekaligus kurikulum keagamaan turut memainkan peran signifikan di dalamnya. Kedua, melalui gerbang media di mana teks-teks berbau “demagog” atau hasutan termasuk ujaran kebencian antar umat beragama yang saling bergulir kemudian menjadi konsumsi sehari-hari. Maka dari itu intisari dari tulisan ini ingin menjelaskan bagaimana sikap fanatisme keagamaan masyarakat di Indonesia memiliki dampak cukup serius yang berujung pada menjamurnya gerakan-gerakan ekstremisme dan hal ini mengakibatkan tindakan kekerasan atas nama agama, termasuk aksi bom bunuh diri.
{"title":"Dari Fanatisme Ke Ekstremisme: Ilusi, Kecemasan, Dan Tindakan Kekerasan","authors":"Amanah Nurish","doi":"10.14203/JMB.V21I1.829","DOIUrl":"https://doi.org/10.14203/JMB.V21I1.829","url":null,"abstract":"Tulisan ini bertujuan untuk memaparkan hasil observasi tentang bagaimana menjamurnya sekaligus suburnya gerakan radikalisme di Indonesia yang berujung pada tindakan kekerasan, baik kekerasan simbolik maupun kekerasan fisik. Sulit dipungkiri bahwasanya eskalasi tindakan ekstremisme bermula dari fenomena keagamaan yang berkembang dalam masyarakat melalui doktrin-doktrin keagamaan yang berimplikasi pada watak fanatisme. Bagaimana sikap fanatisme itu bermula? Setidaknya ada dua gerbang sebagai arena yang sangat memungkinkan individu atau kelompok masyarakat sangat mungkin terjangkit “penyakit fanatisme keagamaan”. Pertama, gerbang pendidikan yang di mana peran guru termasuk penceramah agama sekaligus kurikulum keagamaan turut memainkan peran signifikan di dalamnya. Kedua, melalui gerbang media di mana teks-teks berbau “demagog” atau hasutan termasuk ujaran kebencian antar umat beragama yang saling bergulir kemudian menjadi konsumsi sehari-hari. Maka dari itu intisari dari tulisan ini ingin menjelaskan bagaimana sikap fanatisme keagamaan masyarakat di Indonesia memiliki dampak cukup serius yang berujung pada menjamurnya gerakan-gerakan ekstremisme dan hal ini mengakibatkan tindakan kekerasan atas nama agama, termasuk aksi bom bunuh diri.","PeriodicalId":32703,"journal":{"name":"Jurnal Masyarakat dan Budaya","volume":"18 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-09-01","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"91055414","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pasca tragedi yang muncul dari kubu Dewan Dakwah Islam pada tahun 2008 muncul fenomena baru dalam sejarah agama di desa Klepu, yakni terbentuknya forum masjid. Forum ini menandai babak baru munculnya agama publik di Umat Islam. Namun justru di sini letak persoalannya, yakni agama yang awalnya bersifat privat berubah menjadi bersifat publik. Tulisan ini akan mendekati persoalan terbentuknya agama publik tersebut dengan pendekatan sosiologi. Teori yang akan digunakan adalah teori kontestasinya Pierre Bourdieu. Fokus yang akan dianalisis adalah masalah kontestasi muslim dihadapan Katolik. Ada dua persoalan yang akan dibahas, pertama bagaimana habitus forum masjid yang telah mengubah agama dari privat menjadi publik. Kedua, bagaimana forum masjid memainkan kapital hingga menjadikan agama berubah menjadi ruang publik. Kesimpulan, perubahan itu diawali dari bersatunya antara “yang agama” dan “yang politik”. Kedua kapital ekonomi dan simbol. Habitus dan capital ini merupakan modus bagi beralihnya agama privat menjadi publik.
2008年伊斯兰大发展党(wawah council of islamic council)的悲剧发生后,Klepu村的宗教历史出现了一种新现象,即清真寺论坛的建立。这个论坛标志着公共宗教在伊斯兰教中兴起的新篇章。但问题就在这里,原来是私人的宗教变成了公共的。这篇文章将通过社会学的方法接近公共宗教的发展。该理论是皮埃尔·布尔迪乌的旧约全书。被选中的焦点是穆斯林在天主教国家的选美比赛。有两个问题要讨论,首先是清真寺的祈祷论坛是如何将宗教从私人变成公共场所的。其次,清真寺的论坛是如何发挥资本作用,使宗教变成公共空间的。结论是,这种变化始于“宗教”和“政治”的结合。经济资本和符号。哈比斯和首都构成了私人宗教转变的模式。
{"title":"PRAKTIK-PRAKTIK KEBENARAN AGAMA ANALISIS KONTESTASI KOMUNITAS MUSLIM DI HADAPAN KATOLIK DI PONOROGO THE PRACTICES OF RELIGIOUS TRUTH CONTESTATION ANALYSIS OF MUSLIM COMMUNITY BEFORE CATHOLICS IN PONOROGO","authors":"A. Lutfi","doi":"10.14203/JMB.V21I1.641","DOIUrl":"https://doi.org/10.14203/JMB.V21I1.641","url":null,"abstract":"Pasca tragedi yang muncul dari kubu Dewan Dakwah Islam pada tahun 2008 muncul fenomena baru dalam sejarah agama di desa Klepu, yakni terbentuknya forum masjid. Forum ini menandai babak baru munculnya agama publik di Umat Islam. Namun justru di sini letak persoalannya, yakni agama yang awalnya bersifat privat berubah menjadi bersifat publik. Tulisan ini akan mendekati persoalan terbentuknya agama publik tersebut dengan pendekatan sosiologi. Teori yang akan digunakan adalah teori kontestasinya Pierre Bourdieu. Fokus yang akan dianalisis adalah masalah kontestasi muslim dihadapan Katolik. Ada dua persoalan yang akan dibahas, pertama bagaimana habitus forum masjid yang telah mengubah agama dari privat menjadi publik. Kedua, bagaimana forum masjid memainkan kapital hingga menjadikan agama berubah menjadi ruang publik. Kesimpulan, perubahan itu diawali dari bersatunya antara “yang agama” dan “yang politik”. Kedua kapital ekonomi dan simbol. Habitus dan capital ini merupakan modus bagi beralihnya agama privat menjadi publik.","PeriodicalId":32703,"journal":{"name":"Jurnal Masyarakat dan Budaya","volume":"IA-19 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-09-01","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"84600836","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Tulisan ini menyajikan nilai-nilai pendidikan agama dalam cerita rakyat daerah Mentawai, yakni mengenai Sikerei sebuah mitos yang dianggap menjadi salah satu ikon dari suku Mentawai. Dengan menggunakan pendekatan folklore (folk: kebudayaan dan masyarakat; lore: cerita), maka kajian ini menyajikan terlebih dahulu deskripsi tentang kebudayaan Mentawai dan cerita rakyatnya sebagai latar belakang, lalu menganalisis cerita yang menjadi fokus pembahasan dengan tetap menghubungkannya dengan latar belakang kebudayaannya. Kajian ini menunjukkan bahwa nilai-nilai Pendidikan agama yang terkandung di dalam cerita rakyat tersebut merupakan sebuah gambaran ketaatan orang Mentawai terhadap kepercayaannya. Punen menjadi salah satu media untuk memberikan persembahan kepada roh dan jiwa agar setiap segala sesuatu yang mereka perbuat mendapatkan kebaikan nantinya. Sedangkan “sikerei” (dukun/perantara) yang menjadi pemimpin upacara dan perantara yang menghubungkan antara dunia nyata dan dunia gaib. Selain itu, Konsep harmonis dan rukun menurut mereka juga tergambarkan dalam kedua cerita tersebut. Ketika mereka sudah berdamai dengan dunia lain yang diisi oleh roh dan jiwa, maka mereka juga akan berdamai dengan orang-orang di sekelilingnya. Uma menjadi tempat benteng yang kuat bagi mereka untuk menjaga batasan-batasan apa saja yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Secara garis besar “arat Sabulungan” menjadi sebuah kitab tak tertulis bagi orang Mentawai untuk menjaga keberlangsungan kehidupan mereka dengan lingkungan alam, lingkungan sosial dan lingkungan kebudayaan.
{"title":"SIKEREI DALAM CERITA: PENELUSURAN IDENTITAS BUDAYA MENTAWAI SIKEREI IN THE STORY: TRACING MENTAWAI CULTURAL IDENTITY","authors":"M. Nur","doi":"10.14203/JMB.V21I1.535","DOIUrl":"https://doi.org/10.14203/JMB.V21I1.535","url":null,"abstract":"Tulisan ini menyajikan nilai-nilai pendidikan agama dalam cerita rakyat daerah Mentawai, yakni mengenai Sikerei sebuah mitos yang dianggap menjadi salah satu ikon dari suku Mentawai. Dengan menggunakan pendekatan folklore (folk: kebudayaan dan masyarakat; lore: cerita), maka kajian ini menyajikan terlebih dahulu deskripsi tentang kebudayaan Mentawai dan cerita rakyatnya sebagai latar belakang, lalu menganalisis cerita yang menjadi fokus pembahasan dengan tetap menghubungkannya dengan latar belakang kebudayaannya. Kajian ini menunjukkan bahwa nilai-nilai Pendidikan agama yang terkandung di dalam cerita rakyat tersebut merupakan sebuah gambaran ketaatan orang Mentawai terhadap kepercayaannya. Punen menjadi salah satu media untuk memberikan persembahan kepada roh dan jiwa agar setiap segala sesuatu yang mereka perbuat mendapatkan kebaikan nantinya. Sedangkan “sikerei” (dukun/perantara) yang menjadi pemimpin upacara dan perantara yang menghubungkan antara dunia nyata dan dunia gaib. Selain itu, Konsep harmonis dan rukun menurut mereka juga tergambarkan dalam kedua cerita tersebut. Ketika mereka sudah berdamai dengan dunia lain yang diisi oleh roh dan jiwa, maka mereka juga akan berdamai dengan orang-orang di sekelilingnya. Uma menjadi tempat benteng yang kuat bagi mereka untuk menjaga batasan-batasan apa saja yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Secara garis besar “arat Sabulungan” menjadi sebuah kitab tak tertulis bagi orang Mentawai untuk menjaga keberlangsungan kehidupan mereka dengan lingkungan alam, lingkungan sosial dan lingkungan kebudayaan.","PeriodicalId":32703,"journal":{"name":"Jurnal Masyarakat dan Budaya","volume":"14 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-08-20","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"85978820","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Judul : From ‘Stone-Age’ to ‘Real-Time’ Exploring Papuan Temporalities, Mobilities and Religiosities Penulis : Martin Slama dan Jenny Munro (ed.) Penerbit : Australian National University Press Tahun Terbit : 2015 Jumlah Halaman : xiii + 270
{"title":"Papua dari Masa ke Masa: “Zaman Batu” hingga Masa Kini","authors":"M. Sukmawati","doi":"10.14203/JMB.V20I3.768","DOIUrl":"https://doi.org/10.14203/JMB.V20I3.768","url":null,"abstract":"Judul : From ‘Stone-Age’ to ‘Real-Time’ Exploring Papuan Temporalities, Mobilities and Religiosities \u0000 \u0000Penulis : Martin Slama dan Jenny Munro (ed.) \u0000 \u0000Penerbit : Australian National University Press \u0000 \u0000Tahun Terbit : 2015 \u0000 \u0000Jumlah Halaman : xiii + 270","PeriodicalId":32703,"journal":{"name":"Jurnal Masyarakat dan Budaya","volume":"215 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-03-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"76542502","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Hutan bagi masyarakat yang tinggal di Papua umumnya dan Kabupaten Manokwari khususnya, tidak lepas dari kehidupan mereka sehari-hari. Sebagai bagian dari masyarakat tradisional, hutan menjadi tempat hidup, tempat mencari makan, tempat bermain dan tempat belajar. Dengan kata lain, hutan dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan sekaligus tempat terjadinya proses sosial budaya. Agar tujuan itu tercapai seiring keterlibatan berbagai pihak dalam pengelolaan sumber daya hutan, akses masyarakat lokal terhadap sumber daya hutan menjadi penting. Penanaman pengetahuan ekologi tradisional tentang sumber daya hutan harus tetap dilakukan agar kawasan hutan tetap terjaga. Hubungan hutan dengan masyarakat, praktek pengetahuan ekologi tradisional itu, dan akses masyarakat terhadap sumberdaya hutan yang dapat memberi pendapatan pada mereka, saya ulas dalam tulisan ini.
{"title":"Akses dan Pengelolaan Sumber Daya Hutan Berbasis Kearifan Lokal pada Masyarakat di Kabupaten Manokwari","authors":"Robert Siburian","doi":"10.14203/JMB.V20I3.727","DOIUrl":"https://doi.org/10.14203/JMB.V20I3.727","url":null,"abstract":"Hutan bagi masyarakat yang tinggal di Papua umumnya dan Kabupaten Manokwari khususnya, tidak lepas dari kehidupan mereka sehari-hari. Sebagai bagian dari masyarakat tradisional, hutan menjadi tempat hidup, tempat mencari makan, tempat bermain dan tempat belajar. Dengan kata lain, hutan dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan sekaligus tempat terjadinya proses sosial budaya. Agar tujuan itu tercapai seiring keterlibatan berbagai pihak dalam pengelolaan sumber daya hutan, akses masyarakat lokal terhadap sumber daya hutan menjadi penting. Penanaman pengetahuan ekologi tradisional tentang sumber daya hutan harus tetap dilakukan agar kawasan hutan tetap terjaga. Hubungan hutan dengan masyarakat, praktek pengetahuan ekologi tradisional itu, dan akses masyarakat terhadap sumberdaya hutan yang dapat memberi pendapatan pada mereka, saya ulas dalam tulisan ini.","PeriodicalId":32703,"journal":{"name":"Jurnal Masyarakat dan Budaya","volume":"282 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-03-28","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"87094403","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}