Pub Date : 2019-04-01DOI: 10.32511/juteks.v4i1.286
Rio Zambika, Ferry ' Fatnanta, M. Muhardi
Tanah lunak berkaitan dengan tanah-tanah yang jika tidak dikenali dan diselidiki secara berhati-hati dapat menyebabkan masalah ketidakstabilan dan penurunan jangka panjang yang tidak dapat ditolerir, mempunyai kuat geser yang rendah dan kompresibilitas yang tinggi. Peningkatan jumlah sampah yang tidak diikuti oleh perbaikan dan peningkatan sarana dan prasarana pengelolaan sampah mengakibatkan permasalahan sampah menjadi lebih serius. Salah satu cara menangani permasalahan tanah lunak adalah dengan cara stabilisasi. Adapun kajian yang akan dilakukan adalah bagaimana pengaruh abu sampah dalam hal ini berupa abu kayu terhadap stabilisasi tanah lunak di pulau Bengkalis dengan kadar campuran abu kayu yang berbeda-beda dan diharapkan dapat meningkatkan kekuatan tanah serta mengurangi dampak permasalahan sampah yang ada. Selain itu juga digunakan bahan lain sebagai pembanding yaitu kapur (CaO) dan kombinasi antara abu kayu dan kapur (CaO). Dari hasil pengujian, kuat tekan bebas (UCS) semakin meningkat seiring bertambahnya waktu pemeraman, namun regangannya berbanding terbalik nilainya semakin kecil, hal ini dikarenakan pada kondisi awal pemeraman, tanah masih dalam kondisi seperti semula dan bersifat lunak, semakin lama tanah akan mengalami pengeringan sedikit demi sedikit dan menjadikan tanah tersebut menjadi lebih getas. Proses perendaman tanah menyebabkan terjadinya penurunan nilai UCS yang besar, makin lama perendaman dilakukan semakin kecil nilai UCSnya. Nilai kuat tekan bebas tanah dipengaruhi oleh proses pencampuran, kadar air, persentase campuran dan lamanya pemeraman (curing).
{"title":"Stabilisasi Tanah Menggunakan Abu Kayu Terhadap Tanah Lunak Bengkalis","authors":"Rio Zambika, Ferry ' Fatnanta, M. Muhardi","doi":"10.32511/juteks.v4i1.286","DOIUrl":"https://doi.org/10.32511/juteks.v4i1.286","url":null,"abstract":"Tanah lunak berkaitan dengan tanah-tanah yang jika tidak dikenali dan diselidiki secara berhati-hati dapat menyebabkan masalah ketidakstabilan dan penurunan jangka panjang yang tidak dapat ditolerir, mempunyai kuat geser yang rendah dan kompresibilitas yang tinggi. Peningkatan jumlah sampah yang tidak diikuti oleh perbaikan dan peningkatan sarana dan prasarana pengelolaan sampah mengakibatkan permasalahan sampah menjadi lebih serius. Salah satu cara menangani permasalahan tanah lunak adalah dengan cara stabilisasi. Adapun kajian yang akan dilakukan adalah bagaimana pengaruh abu sampah dalam hal ini berupa abu kayu terhadap stabilisasi tanah lunak di pulau Bengkalis dengan kadar campuran abu kayu yang berbeda-beda dan diharapkan dapat meningkatkan kekuatan tanah serta mengurangi dampak permasalahan sampah yang ada. Selain itu juga digunakan bahan lain sebagai pembanding yaitu kapur (CaO) dan kombinasi antara abu kayu dan kapur (CaO). Dari hasil pengujian, kuat tekan bebas (UCS) semakin meningkat seiring bertambahnya waktu pemeraman, namun regangannya berbanding terbalik nilainya semakin kecil, hal ini dikarenakan pada kondisi awal pemeraman, tanah masih dalam kondisi seperti semula dan bersifat lunak, semakin lama tanah akan mengalami pengeringan sedikit demi sedikit dan menjadikan tanah tersebut menjadi lebih getas. Proses perendaman tanah menyebabkan terjadinya penurunan nilai UCS yang besar, makin lama perendaman dilakukan semakin kecil nilai UCSnya. Nilai kuat tekan bebas tanah dipengaruhi oleh proses pencampuran, kadar air, persentase campuran dan lamanya pemeraman (curing). \u0000 ","PeriodicalId":338825,"journal":{"name":"JUTEKS : Jurnal Teknik Sipil","volume":"6 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-04-01","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"115997714","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2019-04-01DOI: 10.32511/JUTEKS.V4I1.279
G. Y. Tuames
Masalah transportasi di Kota Surabaya bersifat kompleks karena tingkat pertumbuhan prasarana jalan yang tidak sebanding dengan peningkatan jumlah pergerakan. Hal ini ditunjukkan dengan semakin padat dan menyebabkan kemacetan dimana-mana, untuk itu pemerintah kota Surabaya harus dapat memaksimalkan sarana transportasi masal umum. Dengan adanya permasalahan tersebut juga mendorong pemerintah untuk mampu menyediakan fasilitas transportasi umum yang aman, nyaman, tepat waktu, dan dapat menjangkau pusat-pusat kegiatan di Kota Surabaya. Dalam rangka meningkatkan keinginan masyarakat untuk beralih dari kendaraan pribadi ke moda transportasi umum, maka pemerintah menyediakan moda transportasi berupa Bus Suroboyo. Oleh karena itu, Bus Suroboyo ini didesain seaman dan senyaman mungkin agar masyarakat lebih memilih menggunakan moda bus Suroboyo dari pada mengendarai kendaraan pribadi. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis tarif Bus Suroboyo dengan pendekatan metode Ability To Pay (ATP). Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai ability to pay (ATP) maksimum adalah Rp 10,416.67, minimum Rp 1,875.00 dan rata-rata Rp 4,902.19.
{"title":"Pemodelan Bus Surabaya (Moving Moda Sebelum Ke Suroboyo Bus)","authors":"G. Y. Tuames","doi":"10.32511/JUTEKS.V4I1.279","DOIUrl":"https://doi.org/10.32511/JUTEKS.V4I1.279","url":null,"abstract":"Masalah transportasi di Kota Surabaya bersifat kompleks karena tingkat pertumbuhan prasarana jalan yang tidak sebanding dengan peningkatan jumlah pergerakan. Hal ini ditunjukkan dengan semakin padat dan menyebabkan kemacetan dimana-mana, untuk itu pemerintah kota Surabaya harus dapat memaksimalkan sarana transportasi masal umum. Dengan adanya permasalahan tersebut juga mendorong pemerintah untuk mampu menyediakan fasilitas transportasi umum yang aman, nyaman, tepat waktu, dan dapat menjangkau pusat-pusat kegiatan di Kota Surabaya. Dalam rangka meningkatkan keinginan masyarakat untuk beralih dari kendaraan pribadi ke moda transportasi umum, maka pemerintah menyediakan moda transportasi berupa Bus Suroboyo. Oleh karena itu, Bus Suroboyo ini didesain seaman dan senyaman mungkin agar masyarakat lebih memilih menggunakan moda bus Suroboyo dari pada mengendarai kendaraan pribadi. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis tarif Bus Suroboyo dengan pendekatan metode Ability To Pay (ATP). Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai ability to pay (ATP) maksimum adalah Rp 10,416.67, minimum Rp 1,875.00 dan rata-rata Rp 4,902.19.","PeriodicalId":338825,"journal":{"name":"JUTEKS : Jurnal Teknik Sipil","volume":"36 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-04-01","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"123719893","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2019-04-01DOI: 10.32511/juteks.v4i1.304
Kukuh Kurniawan Dwi Sungkono
Saat ini peraturan tentang kegempaan yang mengatur tentang perencanaan bangunan ketahanan gempa terbaru adalah SNI 1726:2012, peraturan ini didasarkan pada peta gempa 2010. Pada tahun 2016 Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat membentuk “Tim Pemuktahiran Peta Gempa Indonesia Tahun 2017 Dan Penyiapan Pusat Studi Gempa Nasional”. Salah satu tugasnya adalah melakukan pemutakhiran Peta Hazard Gempa Indonesia 2010. Pada kota Yogyakarta, Surakarta dan Semarang, percepatan batuan dasar periode pendek (SS) dan dan periode 1 detik (S1) mengalami peningkatan dan penurunan. Percepatan batuan pada periode pendek dan 1 detik pada Peta Gempa 2017, didasarkan pada kondisi maksimal di area tersebut dengan rata-rata nilai minimum dan maksimum pada nilai percepatan batuan dasar. Spektrum respons desain SNI 2012 dan Peta Gempa 2017, kota Yogyakarta mengalami peningkatan signifikan pada kelas situs SE, SD dan SC. Pada kota Surakarta, pada kelas situs SD dan SC spektrum respons desain gempa anatara SNI 2012 dan Peta Gempa 2017 peningkatannya tidak signifikan. Dan pada kelas situs SE peningkatannya sangat kecil. Di kota Semarang, perubahan spektrum respons desain tidak berubah signifikan
{"title":"Respon Spektra Gempa Kota Yogyakarta, Surakarta Dan Semarang Berdasarkan Peta Gempa Sni 2012 Dan Peta Gempa 2017","authors":"Kukuh Kurniawan Dwi Sungkono","doi":"10.32511/juteks.v4i1.304","DOIUrl":"https://doi.org/10.32511/juteks.v4i1.304","url":null,"abstract":"Saat ini peraturan tentang kegempaan yang mengatur tentang perencanaan bangunan ketahanan gempa terbaru adalah SNI 1726:2012, peraturan ini didasarkan pada peta gempa 2010. Pada tahun 2016 Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat membentuk “Tim Pemuktahiran Peta Gempa Indonesia Tahun 2017 Dan Penyiapan Pusat Studi Gempa Nasional”. Salah satu tugasnya adalah melakukan pemutakhiran Peta Hazard Gempa Indonesia 2010. Pada kota Yogyakarta, Surakarta dan Semarang, percepatan batuan dasar periode pendek (SS) dan dan periode 1 detik (S1) mengalami peningkatan dan penurunan. Percepatan batuan pada periode pendek dan 1 detik pada Peta Gempa 2017, didasarkan pada kondisi maksimal di area tersebut dengan rata-rata nilai minimum dan maksimum pada nilai percepatan batuan dasar. Spektrum respons desain SNI 2012 dan Peta Gempa 2017, kota Yogyakarta mengalami peningkatan signifikan pada kelas situs SE, SD dan SC. Pada kota Surakarta, pada kelas situs SD dan SC spektrum respons desain gempa anatara SNI 2012 dan Peta Gempa 2017 peningkatannya tidak signifikan. Dan pada kelas situs SE peningkatannya sangat kecil. Di kota Semarang, perubahan spektrum respons desain tidak berubah signifikan","PeriodicalId":338825,"journal":{"name":"JUTEKS : Jurnal Teknik Sipil","volume":"4 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-04-01","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"124639333","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2019-04-01DOI: 10.32511/juteks.v4i1.298
Joko Suparmanto, Sutirto Sutirto
Pertanian sangat erat kaitannya dengan tersedianya air dimana air sangat diperlukan untuk mengairi areal pertanian dalam usaha peningkatan produksi pertanian. Namun masalah yang sering timbul adalah tidak tersedianya air yang cukup untuk mengairi areal pertanian. DAS merupakan sebuah ruang yang didalamnya mencakup SDA dan SDM. DAS Wae Bobo terletak di Kabupaten Manggarai Timur memiliki 7 Daerah Irigasi dengan total luas areal 777 Ha, mempunyai ketersediaan air dari aliran sungai Wae Bobo pada Bulan Januari sebesar 1,584 m3/detik dan yang terkecil pada Bulan Oktober sebesar 0,4163/detik. Debit andalan (Q80) yang terbesar terjadi pada bulan januari sebesar 1,235 m3/detik dan yang terkecil pada bulan Oktober sebesar 0,109 m3/detik. Kebutuhan air untuk irigasi yang terbesar pada bulan Januari sebesar 0,576 m3/detik dan yang terkecil Oktober r 0,055 m3/detik. Untuk menghasilkan debit yang balance surplus guna kebutuhan irigasi dibuat sistem pola tanam padi-padi-polowijo dengan musim tanam diawali pada Bulan November untuk meningkatkan hasil pertnaian
{"title":"Pemanfaatan Air Daerah Aliran Sungai (DAS) Wae Bobo Untuk Memenuhi Kebutuhan Air Irigasi Guna Meningkatkan Hasil Pertanian Di Kabupaten Manggarai Timur Provinsi Nusa Tenggara Timur","authors":"Joko Suparmanto, Sutirto Sutirto","doi":"10.32511/juteks.v4i1.298","DOIUrl":"https://doi.org/10.32511/juteks.v4i1.298","url":null,"abstract":"Pertanian sangat erat kaitannya dengan tersedianya air dimana air sangat diperlukan untuk mengairi areal pertanian dalam usaha peningkatan produksi pertanian. Namun masalah yang sering timbul adalah tidak tersedianya air yang cukup untuk mengairi areal pertanian. DAS merupakan sebuah ruang yang didalamnya mencakup SDA dan SDM. DAS Wae Bobo terletak di Kabupaten Manggarai Timur memiliki 7 Daerah Irigasi dengan total luas areal 777 Ha, mempunyai ketersediaan air dari aliran sungai Wae Bobo pada Bulan Januari sebesar 1,584 m3/detik dan yang terkecil pada Bulan Oktober sebesar 0,4163/detik. Debit andalan (Q80) yang terbesar terjadi pada bulan januari sebesar 1,235 m3/detik dan yang terkecil pada bulan Oktober sebesar 0,109 m3/detik. Kebutuhan air untuk irigasi yang terbesar pada bulan Januari sebesar 0,576 m3/detik dan yang terkecil Oktober r 0,055 m3/detik. Untuk menghasilkan debit yang balance surplus guna kebutuhan irigasi dibuat sistem pola tanam padi-padi-polowijo dengan musim tanam diawali pada Bulan November untuk meningkatkan hasil pertnaian","PeriodicalId":338825,"journal":{"name":"JUTEKS : Jurnal Teknik Sipil","volume":"34 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-04-01","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"114544501","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2019-04-01DOI: 10.32511/juteks.v4i1.297
Ramzy Sayonara, Rachamd Djoko Siswoyo
Pembangunan pertanian di Indonesia tetap dianggap penting dari keseluruhan pembangunan terutama untuk menunjang laju pekonomian. Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) yang terdiri dari kepulauan yang tersebar di beberapa. Motaulun Kecamatan Malaka Barat Kabupaten Malaka mempunyai Jaringan Irigasi Weliman yang dibangun sejak Tahun 2003, Daerah ini merupakan daerah perbatasan antara Timor Leste dan Wilayah Indonesia . Pertanian sawah menjadi sumber daya unggulan dari Kabupaten Pemekaran Malaka dengan luas lahan 2.500 Ha. Haasil pertaniannya mengalami menurun setiap tahunnya. Hal ini diperlukan kajian optimasi debit dengan memaksimalkan luas lahan pertanian guna mendapatkan hasil produksi pertanian yang maksimal Sesuai hasil analisis kebutuhan debit air di intake.melalui pergeseran pola tanam serta perhitungan “Water Balance debit di intake dengan pola tanam Padi – Padi Palawija dengan awal tanam November 1, Maret 2 dan Juli 1 pembagian dan pemberian air irigasi dilaksanankan dengan sistem pembagian sesuai blok / golongan yang dibagi menjadi 3 golongan
{"title":"Optimasi Debit Dengan Memaksimalkan Luas Lahan Pertanian Guna Mendapatkan Hasil Produksi Pertanian Yang Maksimal Pada Jaringan Irigasi Weliman Di Kabupaten Malaka","authors":"Ramzy Sayonara, Rachamd Djoko Siswoyo","doi":"10.32511/juteks.v4i1.297","DOIUrl":"https://doi.org/10.32511/juteks.v4i1.297","url":null,"abstract":"Pembangunan pertanian di Indonesia tetap dianggap penting dari keseluruhan pembangunan terutama untuk menunjang laju pekonomian. Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) yang terdiri dari kepulauan yang tersebar di beberapa. Motaulun Kecamatan Malaka Barat Kabupaten Malaka mempunyai Jaringan Irigasi Weliman yang dibangun sejak Tahun 2003, Daerah ini merupakan daerah perbatasan antara Timor Leste dan Wilayah Indonesia . Pertanian sawah menjadi sumber daya unggulan dari Kabupaten Pemekaran Malaka dengan luas lahan 2.500 Ha. Haasil pertaniannya mengalami menurun setiap tahunnya. Hal ini diperlukan kajian optimasi debit dengan memaksimalkan luas lahan pertanian guna mendapatkan hasil produksi pertanian yang maksimal Sesuai hasil analisis kebutuhan debit air di intake.melalui pergeseran pola tanam serta perhitungan “Water Balance debit di intake dengan pola tanam Padi – Padi Palawija dengan awal tanam November 1, Maret 2 dan Juli 1 pembagian dan pemberian air irigasi dilaksanankan dengan sistem pembagian sesuai blok / golongan yang dibagi menjadi 3 golongan","PeriodicalId":338825,"journal":{"name":"JUTEKS : Jurnal Teknik Sipil","volume":"35 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-04-01","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"121426597","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2018-07-15DOI: 10.32511/JUTEKS.V3I1.191
Lodofikus Dumin, F. Liem, Abia Erasmus Mata
Secara visual agregat dari lokasi quary Wae Mese dapat dimanfaatkan sebagai agregat untuk campuran beraspal panas maupun untuk campuran beton semen. Setelah dilakukan kajian secara laboratoris material tersebut dapat digunakan sebagai agregat campuran aspal panas AC-WC dengan hasil; memenuhi syarat dari aspek: gradasi agregat (batu pecah 3/4” dan 1/2" sebesar 1,65% dan 1,56%, abu batu dan pasir 9,06% dan 4,89%), berat jenis dan penyerapan air agregat (batu pecah 3/4" dan 1/2" sebesar 1,86% dan 1,50%, abu batu dan pasir 1,48% dan 1,96%) dan abrasi agregat sebesar 23,50%; dan memenuhi Spesifikasi untuk digunakan sebagai material campuran beraspal panas LASTON AC-WC berdasarkan hasil pengujian dan hasil perhitungan parameter Marshall, dengan menggunakan material asal Wae Mese , Kecamatan Watu Nggelek, Kabupaten Manggarai Barat , dengan kadar aspal Optimum 6,25%.
{"title":"ANALISIS LABORATORIUM PENGGUNAAN AGREGAT DARI QUARY WAE MESE UNTUK CAMPURAN BERASPAL PANAS DI KABUPATEN MANGGARAI BARAT – NTT","authors":"Lodofikus Dumin, F. Liem, Abia Erasmus Mata","doi":"10.32511/JUTEKS.V3I1.191","DOIUrl":"https://doi.org/10.32511/JUTEKS.V3I1.191","url":null,"abstract":"Secara visual agregat dari lokasi quary Wae Mese dapat dimanfaatkan sebagai agregat untuk campuran beraspal panas maupun untuk campuran beton semen. Setelah dilakukan kajian secara laboratoris material tersebut dapat digunakan sebagai agregat campuran aspal panas AC-WC dengan hasil; memenuhi syarat dari aspek: gradasi agregat (batu pecah 3/4” dan 1/2\" sebesar 1,65% dan 1,56%, abu batu dan pasir 9,06% dan 4,89%), berat jenis dan penyerapan air agregat (batu pecah 3/4\" dan 1/2\" sebesar 1,86% dan 1,50%, abu batu dan pasir 1,48% dan 1,96%) dan abrasi agregat sebesar 23,50%; dan memenuhi Spesifikasi untuk digunakan sebagai material campuran beraspal panas LASTON AC-WC berdasarkan hasil pengujian dan hasil perhitungan parameter Marshall, dengan menggunakan material asal Wae Mese , Kecamatan Watu Nggelek, Kabupaten Manggarai Barat , dengan kadar aspal Optimum 6,25%.","PeriodicalId":338825,"journal":{"name":"JUTEKS : Jurnal Teknik Sipil","volume":"41 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-07-15","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"116409938","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2018-03-09DOI: 10.32511/JUTEKS.V3I1.208-214
Lodofikus Dumin, F. Liem, Andreas S. S. Maridi
Selain perencanaan geometric jalan, perkerasan jalan merupakan bagian dari perencanaan jalan yang harus direncanakan secara efektif dan efisien, karena kebutuhan tingkat pelayanan jalan semakin tinggi. Jenis perkerasan jalan W.J. Lalamentik Kota Kupang adalah perkerasan lentur dengan jens lapis permukaan adalah HRS-WC, dimana jalan tersebut sering mengalami kerusakan berulang sebagai akibat dari beban lalulintas dan kondisi lingkungan. Perlu dicoba penggunaan perkerasan kaku untuk diketahui apakah perkerasan tahan sampai pada masa layannya. Terdapat banyak metode untuk mendesain tebal pelat beton ini, diantaranya menggunakan metode Pd T-14-2003 dan AASHTO 1993. Tulisan ini bertujuan untuk menganalisis alternatif desain tebal perkerasan mengkaji pada parameter perencanaan kedua metode, perencanaan tebal pelat beton, dan melakukan analisa perbandingan hasil kedua metode. Metode ini dimulai dengan pengumpulan data sekunder berupa data lalu lintas, data tanah dan data hidrologi, kemudian dilakukan perhitungan tebal pekerasan dengan menggunakan kedua metode, dan hasil perhitungannya dibandingkan. Parameter input perencanaan tebal perkerasan untuk metode Pd T-14-2003 adalah parameter lalu lintas, tanah dasar, pondasi bawah, pondasi bawah material berbutir, dan kekuatan beton. Parameter input perencanaan tebal perkerasan untuk metode AASHTO 1993 adalah parameter lalu lintas, modulus reaksi tanah dasar, material konstruksi perkerasan, realibility, dan koefisien drainase. Untuk studi kasus jalan W.J Lalamentik Kota kupang tebal pelat beton berdasarkan perhitungan metode Pd T-14-2003 adalah 16 cm, sedangkan berdasarkan metode AASHTO 1993 adalah 19 cm. Selisih yang didapat yaitu 3 cm dikarenakan perbedaan parameter input dari masing-masing metode.
{"title":"KOMPARASI HASIL PERENCANAAN RIGID PAVEMENT MENGGUNAKAN METODE AASHTO '93 DAN METODE Pd T-14-2003 PADA RUAS JALAN W. J. LALAMENTIK KOTA KUPANG","authors":"Lodofikus Dumin, F. Liem, Andreas S. S. Maridi","doi":"10.32511/JUTEKS.V3I1.208-214","DOIUrl":"https://doi.org/10.32511/JUTEKS.V3I1.208-214","url":null,"abstract":"Selain perencanaan geometric jalan, perkerasan jalan merupakan bagian dari perencanaan jalan yang harus direncanakan secara efektif dan efisien, karena kebutuhan tingkat pelayanan jalan semakin tinggi. Jenis perkerasan jalan W.J. Lalamentik Kota Kupang adalah perkerasan lentur dengan jens lapis permukaan adalah HRS-WC, dimana jalan tersebut sering mengalami kerusakan berulang sebagai akibat dari beban lalulintas dan kondisi lingkungan. Perlu dicoba penggunaan perkerasan kaku untuk diketahui apakah perkerasan tahan sampai pada masa layannya. Terdapat banyak metode untuk mendesain tebal pelat beton ini, diantaranya menggunakan metode Pd T-14-2003 dan AASHTO 1993. Tulisan ini bertujuan untuk menganalisis alternatif desain tebal perkerasan mengkaji pada parameter perencanaan kedua metode, perencanaan tebal pelat beton, dan melakukan analisa perbandingan hasil kedua metode. Metode ini dimulai dengan pengumpulan data sekunder berupa data lalu lintas, data tanah dan data hidrologi, kemudian dilakukan perhitungan tebal pekerasan dengan menggunakan kedua metode, dan hasil perhitungannya dibandingkan. Parameter input perencanaan tebal perkerasan untuk metode Pd T-14-2003 adalah parameter lalu lintas, tanah dasar, pondasi bawah, pondasi bawah material berbutir, dan kekuatan beton. Parameter input perencanaan tebal perkerasan untuk metode AASHTO 1993 adalah parameter lalu lintas, modulus reaksi tanah dasar, material konstruksi perkerasan, realibility, dan koefisien drainase. Untuk studi kasus jalan W.J Lalamentik Kota kupang tebal pelat beton berdasarkan perhitungan metode Pd T-14-2003 adalah 16 cm, sedangkan berdasarkan metode AASHTO 1993 adalah 19 cm. Selisih yang didapat yaitu 3 cm dikarenakan perbedaan parameter input dari masing-masing metode.","PeriodicalId":338825,"journal":{"name":"JUTEKS : Jurnal Teknik Sipil","volume":"96 2S 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-03-09","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"122703431","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}