Pub Date : 2015-03-19DOI: 10.19105/KARSA.V22I1.550
M. Kosim
Artikel ini mendeskripsikan kebijakan pemerintah tentang mata pelajaran Pendi-dikan Agama Islam (PAI) di sekolah negeri selama masa Orde Lama (1945-1965).Yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana kedudukan mata pelajaran PAI disekolah negeri selama pemerintahan Orde Lama? Melalui pendekatan historisdengan analisis dokumen terhadap sejumlah kebijakan terkait, diketahui bahwadi masa Orde Lama, pendidikan agama telah ditetapkan sebagai salah satu matapelajaran yang diajarkan di sekolah negeri, sesuatu yang hanya menjadi keinginanselama masa penjajahan. Namun, selama Orde Lama kedudukan matapelajaran PAI belum kokoh karena tidak menjadi mata pelajaran wajib, bahkanorang tua siswa dan murid dewasa bisa memilih apakah anaknya atau muriddewasa tersebut akan mengikuti pelajaran agama atau tidak. Demikian pula,mata pelajaran agama tidak menentukan kenaikan kelas, dan nilai pelajaranagama tidak dalam bentuk angka, melainkan secara kualitas dalam bentukpernyataan baik, sedang, kurang.
{"title":"KEBIJAKAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SEKOLAH PADA MASA ORDE LAMA","authors":"M. Kosim","doi":"10.19105/KARSA.V22I1.550","DOIUrl":"https://doi.org/10.19105/KARSA.V22I1.550","url":null,"abstract":"Artikel ini mendeskripsikan kebijakan pemerintah tentang mata pelajaran Pendi-dikan Agama Islam (PAI) di sekolah negeri selama masa Orde Lama (1945-1965).Yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana kedudukan mata pelajaran PAI disekolah negeri selama pemerintahan Orde Lama? Melalui pendekatan historisdengan analisis dokumen terhadap sejumlah kebijakan terkait, diketahui bahwadi masa Orde Lama, pendidikan agama telah ditetapkan sebagai salah satu matapelajaran yang diajarkan di sekolah negeri, sesuatu yang hanya menjadi keinginanselama masa penjajahan. Namun, selama Orde Lama kedudukan matapelajaran PAI belum kokoh karena tidak menjadi mata pelajaran wajib, bahkanorang tua siswa dan murid dewasa bisa memilih apakah anaknya atau muriddewasa tersebut akan mengikuti pelajaran agama atau tidak. Demikian pula,mata pelajaran agama tidak menentukan kenaikan kelas, dan nilai pelajaranagama tidak dalam bentuk angka, melainkan secara kualitas dalam bentukpernyataan baik, sedang, kurang.","PeriodicalId":405728,"journal":{"name":"Karsa: Journal of Social and Islamic Culture","volume":"368 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2015-03-19","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"124621122","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Abstrak: Tulisan ini mendeskripsikan perkembangan peran dan fungsi pesantren sejak awal "kelahirannya" yang terjadi pada kehidupan masyarakat tradisional sampai pada perubahan model pesantren yang menyesuaikan dengan kemajuan teknologi informasi. Model pendidikan pesantren menjamur jauh sebelum lembaga pendidikan formal didirikan di Indonesia, sehingga kontribusinya sangat besar dalam pembangunan bangsa ini. Mempertahankan eksistensinya di tengah tren perkembangan masyarakat modern tentunya tidak mudah. Karena pesantren, di satu sisi, merupakan lembaga penguatan keagamaan dan moral, tetapi di sisi lain ia harus mampu beradaptasi dan bermetamorfosis sesuai dengan perkembangan masyarakat modern. Tantangan besar dalam masyarakat modern adalah dekadensi moral dan agama, lambatnya laju perkembangan ekonomi masyarakat, dan tingginya angka konsumerisme masyarakat. Berdasarkan tantangan ini, pesantren dapat melakukan revitalisasi peran dan fungsinya sebagai lembaga pendidikan dan pusat pemberdayaan masyarakat. Abstract: This paper describes the development of the role and function of pesantren starting from the beginning of "its birth" in traditional society to model of pesantren the advancement of information technology. Pesantren has flourished long before the formal educational institutions established in Indonesia. Thus, it has great contribution to the development of this nation. Maintaining its existency in the middle of the development trend of modern society is certainly not easy for pesantren. In one side, it is an institution for strengthening of religious and moral issues but on the other hand it must be able to adapt and metamorphose in accordance with the development of modern society. The major challenges in modern society is the moral and religious decadence, the slow pace of economic development, and the high rate of consumerism. For these challenges, pesantren can revitalize its role and function as educational institutions and community empowerment center. Kata kunci: Metamorfosis, Pesantren, Globalisasi
{"title":"METAMORFOSIS PESANTREN DI ERA GLOBALISASI","authors":"Muhammad Jamaluddin","doi":"10.19105/karsa.v20i1.57","DOIUrl":"https://doi.org/10.19105/karsa.v20i1.57","url":null,"abstract":"Abstrak: Tulisan ini mendeskripsikan perkembangan peran dan fungsi pesantren sejak awal \"kelahirannya\" yang terjadi pada kehidupan masyarakat tradisional sampai pada perubahan model pesantren yang menyesuaikan dengan kemajuan teknologi informasi. Model pendidikan pesantren menjamur jauh sebelum lembaga pendidikan formal didirikan di Indonesia, sehingga kontribusinya sangat besar dalam pembangunan bangsa ini. Mempertahankan eksistensinya di tengah tren perkembangan masyarakat modern tentunya tidak mudah. Karena pesantren, di satu sisi, merupakan lembaga penguatan keagamaan dan moral, tetapi di sisi lain ia harus mampu beradaptasi dan bermetamorfosis sesuai dengan perkembangan masyarakat modern. Tantangan besar dalam masyarakat modern adalah dekadensi moral dan agama, lambatnya laju perkembangan ekonomi masyarakat, dan tingginya angka konsumerisme masyarakat. Berdasarkan tantangan ini, pesantren dapat melakukan revitalisasi peran dan fungsinya sebagai lembaga pendidikan dan pusat pemberdayaan masyarakat. Abstract: This paper describes the development of the role and function of pesantren starting from the beginning of \"its birth\" in traditional society to model of pesantren the advancement of information technology. Pesantren has flourished long before the formal educational institutions established in Indonesia. Thus, it has great contribution to the development of this nation. Maintaining its existency in the middle of the development trend of modern society is certainly not easy for pesantren. In one side, it is an institution for strengthening of religious and moral issues but on the other hand it must be able to adapt and metamorphose in accordance with the development of modern society. The major challenges in modern society is the moral and religious decadence, the slow pace of economic development, and the high rate of consumerism. For these challenges, pesantren can revitalize its role and function as educational institutions and community empowerment center. Kata kunci: Metamorfosis, Pesantren, Globalisasi ","PeriodicalId":405728,"journal":{"name":"Karsa: Journal of Social and Islamic Culture","volume":"172 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2012-07-10","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"134041212","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2012-04-28DOI: 10.19105/karsa.v12i2.137
Fathol Halik
Abstrak: Tulisan ini berpijak pada asumsi bahwa perubahan sosial tidak selalu diiringi dengan perubahan pemimpin. Pada komunitas yang telah mapan, perubahan pemimpin bukan merupakan hal yang utama dalam relasi sosial, terutama dalam tradisi masyarakat pedesaan di Madura, seperti fenomena relasi sosial antar elit bhuju’ Juruan di Batuputih Sumenep. Yang menarik dalam tradisi bhuju’ Juruan adalah rokat bhuju’. Sebuah tradisi yang berkenaan dengan aktivitas seni, hiburan, dan sosial-“keagamaan” berupa pembacaan matera, kejungan, ataupun mamaca. Rokat bhuju’ dilakukan oleh masyarakat yang “kurang mengerti agama”, reng ledha’, reng gunung bhato kalettak, tandha’, bhajingan (blater), dan orang awam atau abangan. Tradisi ini dilakukan dengan pemujaan terhadap makam orang sakti dengan mengetengahkan sesaji, buah-buahan ataupun beras yang diletakkan di altar pemakaman sebagai bagian dari ritual sebagian masyarakat Madura. Realitas ini seakan paradoksal dengan masyarakat Madura yang taat beragama. Bagi masyarakat Madura rokat bhuju’ berbeda dengan kompolan. Suatu aktivitas keagamaan yang digelar dengan mengundang orang lain, tetangga, famili ataupun jemaah masjid untuk berdoa, seperti pembacaan tahlil, yasiin, barzanji, al-Qur’an, ataupun ceramah agama. Kompolan bukan ansich spiritual, ada pula kebutuhan psikologis, jaringan sosiologis antar manusia, kebutuhan sosialisasi, aktualisasi dan kebersamaan melalui tradisi keagamaan. Motif sosial dan keagamaan menjadi bagian penting dari tradisi kompolan. Tradisi kompolan juga memunculkan tokoh lokal dan pengikut (follower) dari kalangan santri, keyae, orang haji (agamis). Sehingga media yang digunakan pun berbeda. Hadrah, dhiba’, samroh, Cinta Rasul, tongtong, qasidah digunakan dalam kompolan, sementara lodrok, tandha’, saronen, bhajang oreng, orkes, tayub identik dengan rokat bhuju’. Bagi kalangan agamawan (santri, kyai dan ulama’) rokat bhuju’ harus dirubah. Sebagian tokoh Madura menghendaki pergantian aktivitas-ritual dalam kegiatan tersebut, berupa “budaya tandingan”, budaya yang baru. Rokat bhuju’ yang dilaksanakan untuk memperingati peninggalan, tradisi, serta jasa tokoh/orang sakti yang telah meninggal hendak dirubah menjadi aktivitas keagamaan. Hal itu dimaksudkan supaya pengikut (followers) rokat bhuju’ insyaf, atau kembali kepada jalan Allah. Meskipun tidak terjadi pergantian pemimpin, namun dalam konteks ini telah terjadi proses metamorfosis, dimana tokoh tidak lagi berasal dari kalangan luar rokat bhuju’. Akan tetapi, berasal dari keturunan tokoh perintis rokat bhuju’ sendiri dengan lebih mengedepankan kegiatan keagamaan dan rokat berganti menjadi kompolan. Strategi ini merupakan hasil pendekatan pada tokoh melalui keturunan/anak-anak yang bersekolah di pesantren di Madura. Kata kunci: rokat bhuju’, kompolan, keyae, metamorfosis
{"title":"ROKAT BHUJU’ VIS-À-VIS KOMPOLAN (Metamorfosis Elit Madura Pasca Keruntuhan Orde Baru)","authors":"Fathol Halik","doi":"10.19105/karsa.v12i2.137","DOIUrl":"https://doi.org/10.19105/karsa.v12i2.137","url":null,"abstract":"Abstrak: Tulisan ini berpijak pada asumsi bahwa perubahan sosial tidak selalu diiringi dengan perubahan pemimpin. Pada komunitas yang telah mapan, perubahan pemimpin bukan merupakan hal yang utama dalam relasi sosial, terutama dalam tradisi masyarakat pedesaan di Madura, seperti fenomena relasi sosial antar elit bhuju’ Juruan di Batuputih Sumenep. Yang menarik dalam tradisi bhuju’ Juruan adalah rokat bhuju’. Sebuah tradisi yang berkenaan dengan aktivitas seni, hiburan, dan sosial-“keagamaan” berupa pembacaan matera, kejungan, ataupun mamaca. Rokat bhuju’ dilakukan oleh masyarakat yang “kurang mengerti agama”, reng ledha’, reng gunung bhato kalettak, tandha’, bhajingan (blater), dan orang awam atau abangan. Tradisi ini dilakukan dengan pemujaan terhadap makam orang sakti dengan mengetengahkan sesaji, buah-buahan ataupun beras yang diletakkan di altar pemakaman sebagai bagian dari ritual sebagian masyarakat Madura. Realitas ini seakan paradoksal dengan masyarakat Madura yang taat beragama. Bagi masyarakat Madura rokat bhuju’ berbeda dengan kompolan. Suatu aktivitas keagamaan yang digelar dengan mengundang orang lain, tetangga, famili ataupun jemaah masjid untuk berdoa, seperti pembacaan tahlil, yasiin, barzanji, al-Qur’an, ataupun ceramah agama. Kompolan bukan ansich spiritual, ada pula kebutuhan psikologis, jaringan sosiologis antar manusia, kebutuhan sosialisasi, aktualisasi dan kebersamaan melalui tradisi keagamaan. Motif sosial dan keagamaan menjadi bagian penting dari tradisi kompolan. Tradisi kompolan juga memunculkan tokoh lokal dan pengikut (follower) dari kalangan santri, keyae, orang haji (agamis). Sehingga media yang digunakan pun berbeda. Hadrah, dhiba’, samroh, Cinta Rasul, tongtong, qasidah digunakan dalam kompolan, sementara lodrok, tandha’, saronen, bhajang oreng, orkes, tayub identik dengan rokat bhuju’. Bagi kalangan agamawan (santri, kyai dan ulama’) rokat bhuju’ harus dirubah. Sebagian tokoh Madura menghendaki pergantian aktivitas-ritual dalam kegiatan tersebut, berupa “budaya tandingan”, budaya yang baru. Rokat bhuju’ yang dilaksanakan untuk memperingati peninggalan, tradisi, serta jasa tokoh/orang sakti yang telah meninggal hendak dirubah menjadi aktivitas keagamaan. Hal itu dimaksudkan supaya pengikut (followers) rokat bhuju’ insyaf, atau kembali kepada jalan Allah. Meskipun tidak terjadi pergantian pemimpin, namun dalam konteks ini telah terjadi proses metamorfosis, dimana tokoh tidak lagi berasal dari kalangan luar rokat bhuju’. Akan tetapi, berasal dari keturunan tokoh perintis rokat bhuju’ sendiri dengan lebih mengedepankan kegiatan keagamaan dan rokat berganti menjadi kompolan. Strategi ini merupakan hasil pendekatan pada tokoh melalui keturunan/anak-anak yang bersekolah di pesantren di Madura. Kata kunci: rokat bhuju’, kompolan, keyae, metamorfosis","PeriodicalId":405728,"journal":{"name":"Karsa: Journal of Social and Islamic Culture","volume":"41 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2012-04-28","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"116378593","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
AbstractCharacter education is a planned effort in helping someone to understand, care, and act based on ethical values / moral principles adopted. This paper seeks review of character education which is currently a major issue of national education. Several important issues are studied in this paper is about the meaning of character and character education, the reasons why education is important characters are developed, the foundation and source of character education, character values that need to be developed either in the form of universal values and the values unearthed a typical nation of religious values, Pancasila, the nation's cultural and national education goals. This paper also describes the implementation of character education strategy needs to be done in a systematic, holistic, and sustainable within the family, school and wider community. Kata-kata kuncikarakter, pendidikan karakter, tujuan pendidikan nasional
摘要品格教育是一种有计划的努力,帮助人们理解、关心和根据所采用的伦理价值观/道德原则行事。品格教育是当前国民教育面临的一个重大问题。本文研究的几个重要问题是关于品格的意义和品格教育,品格教育之所以重要的原因是发展品格教育,品格教育的基础和来源,品格价值观需要发展的形式是普遍的价值观和典型的民族宗教价值观,潘卡西拉,民族文化和民族教育的目标。本文还阐述了品格教育策略的实施需要在家庭、学校和更广泛的社区中系统、全面和可持续地进行。Kata-kata kuncikarakter, pendidikan karakter, tujuan pendidikan national
{"title":"URGENSI PENDIDIKAN KARAKTER","authors":"M. Kosim","doi":"10.19105/KARSA.V19I1.78","DOIUrl":"https://doi.org/10.19105/KARSA.V19I1.78","url":null,"abstract":"AbstractCharacter education is a planned effort in helping someone to understand, care, and act based on ethical values / moral principles adopted. This paper seeks review of character education which is currently a major issue of national education. Several important issues are studied in this paper is about the meaning of character and character education, the reasons why education is important characters are developed, the foundation and source of character education, character values that need to be developed either in the form of universal values and the values unearthed a typical nation of religious values, Pancasila, the nation's cultural and national education goals. This paper also describes the implementation of character education strategy needs to be done in a systematic, holistic, and sustainable within the family, school and wider community. Kata-kata kuncikarakter, pendidikan karakter, tujuan pendidikan nasional","PeriodicalId":405728,"journal":{"name":"Karsa: Journal of Social and Islamic Culture","volume":"42 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2012-02-22","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"130942237","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}