Pub Date : 2019-10-12DOI: 10.24821/jocia.v5i2.3753
Yusuf Ferdinan
Kemampuan ‘menghubung-kaitkan’ sesuatu dengan sesuatu yang lain merupakan sebuah kreativitas yang tidak datang begitu saja. Kemampuan tersebut merupakan ‘anugerah yang dilatih’, yang kemudian ditekuni penulis hingga terciptalah karya-karya assemblage-art, Assemblage merupakan sebuah teknik mengumpulkan berbagai macam media, kemudian mengkonstruksi dan merakitnya menjadi sebuah karya seni. Anugerah tersebut sudah dilatih sejak usia anak-anak di mana saat itu penulis menyadari ketidak mampuannya untuk memiliki berbagai macam mainan yang diinginkan anak-anak pada umumnya, sehingga ‘terdesak’ untuk menciptakan mainan sendiri dengan merakit benda-benda yang ditemukan. Kegemaran merakit benda temuan tersebut berlangsung hingga usia dewasa, yang kemudian dikembangkan dengan menambahkan sebuah muatan konsep atau pesan-pesan tertentu.Istilah Chimera dipilih penulis untuk mewakili ciri khas kekaryaannya baik dalam proses penciptaan hingga hasil akhir. Menggabung-gabungkan berbagai jenis makhluk hidup sebagai tema dari wujud karya dan menggabung-gabungkan berbagai jenis benda temuan sebagai metode dalam proses penciptaan karya seni. Chimera merupakan istilah populer yang digunakan untuk menyebutkan sesuatu yang ‘dikawin-silangkan’, kemudian dipilihlah istilah lanjutan yaitu Chimerical yang berarti sesuatu yang memiiki sifat-sifat menggabung-gabungkan.Kata kunci: Assemblage, Chimerical dan benda temuan
{"title":"CHIMERICAL (The Art of Assemblage)","authors":"Yusuf Ferdinan","doi":"10.24821/jocia.v5i2.3753","DOIUrl":"https://doi.org/10.24821/jocia.v5i2.3753","url":null,"abstract":"Kemampuan ‘menghubung-kaitkan’ sesuatu dengan sesuatu yang lain merupakan sebuah kreativitas yang tidak datang begitu saja. Kemampuan tersebut merupakan ‘anugerah yang dilatih’, yang kemudian ditekuni penulis hingga terciptalah karya-karya assemblage-art, Assemblage merupakan sebuah teknik mengumpulkan berbagai macam media, kemudian mengkonstruksi dan merakitnya menjadi sebuah karya seni. Anugerah tersebut sudah dilatih sejak usia anak-anak di mana saat itu penulis menyadari ketidak mampuannya untuk memiliki berbagai macam mainan yang diinginkan anak-anak pada umumnya, sehingga ‘terdesak’ untuk menciptakan mainan sendiri dengan merakit benda-benda yang ditemukan. Kegemaran merakit benda temuan tersebut berlangsung hingga usia dewasa, yang kemudian dikembangkan dengan menambahkan sebuah muatan konsep atau pesan-pesan tertentu.Istilah Chimera dipilih penulis untuk mewakili ciri khas kekaryaannya baik dalam proses penciptaan hingga hasil akhir. Menggabung-gabungkan berbagai jenis makhluk hidup sebagai tema dari wujud karya dan menggabung-gabungkan berbagai jenis benda temuan sebagai metode dalam proses penciptaan karya seni. Chimera merupakan istilah populer yang digunakan untuk menyebutkan sesuatu yang ‘dikawin-silangkan’, kemudian dipilihlah istilah lanjutan yaitu Chimerical yang berarti sesuatu yang memiiki sifat-sifat menggabung-gabungkan.Kata kunci: Assemblage, Chimerical dan benda temuan","PeriodicalId":413801,"journal":{"name":"Journal of Contemporary Indonesian Art","volume":"170 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-10-12","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"126647875","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2019-10-11DOI: 10.24821/jocia.v5i2.3502
Kukuh Hernandi
Pulung Gantung is one of the mythology in Kabupaten Gunungkidul which the community at there still believing as it is supported by some logic reasons until now. In the myth, Pulung Gantung always illustrated as a fire ball which dropped from the sky as a symbol of the happening of self-hanging. This story related with the reality where the statistic of self-hanging in Kabupaten Gunungkidul happened to be around 28 to 32 cases per year. This case became interesting where myth could be connected to the reality directly and it is still believed by many (in where this case also experienced different development of variety definition), which indirectly created variety layers of impact. The complexity of this theme and different perspectives to define attracted the artist to carry out research and apply the outcome with the method of printmaking as a way to process the impact of Pulung Gantung. With the method of printmaking, it progressively attracted to the definition of printmaking slowly returned to the early essence of printmaking itself as a media without limitation of conventional rules. This strongly supported the artist to apply this media on this topic to have an open discussion about the impact of Pulung Gantung with the presentation of different medium like sound, words or product. The artist creates the work in different medium, hopefully could become a vague stimulant for a better understanding about the myth and the reality of this topic. Nevertheless, other than understanding, there is potential for audience to have new idea or other’s perspective about this topic as the work presented in an indirectly way. In this case, the outcome of the work about the impact of Pulung Gantung creates the possibilities of different conclusion and new perspectives. With this idea, the possibility from the impact of mythology intersects with the reality which unconsciously continue to be happened.
{"title":"73 DAMPAK PULUNG GANTUNG (PENCIPTAAN DENGAN METODE SENI GRAFIS)","authors":"Kukuh Hernandi","doi":"10.24821/jocia.v5i2.3502","DOIUrl":"https://doi.org/10.24821/jocia.v5i2.3502","url":null,"abstract":"Pulung Gantung is one of the mythology in Kabupaten Gunungkidul which the community at there still believing as it is supported by some logic reasons until now. In the myth, Pulung Gantung always illustrated as a fire ball which dropped from the sky as a symbol of the happening of self-hanging. This story related with the reality where the statistic of self-hanging in Kabupaten Gunungkidul happened to be around 28 to 32 cases per year. This case became interesting where myth could be connected to the reality directly and it is still believed by many (in where this case also experienced different development of variety definition), which indirectly created variety layers of impact. The complexity of this theme and different perspectives to define attracted the artist to carry out research and apply the outcome with the method of printmaking as a way to process the impact of Pulung Gantung. With the method of printmaking, it progressively attracted to the definition of printmaking slowly returned to the early essence of printmaking itself as a media without limitation of conventional rules. This strongly supported the artist to apply this media on this topic to have an open discussion about the impact of Pulung Gantung with the presentation of different medium like sound, words or product. The artist creates the work in different medium, hopefully could become a vague stimulant for a better understanding about the myth and the reality of this topic. Nevertheless, other than understanding, there is potential for audience to have new idea or other’s perspective about this topic as the work presented in an indirectly way. In this case, the outcome of the work about the impact of Pulung Gantung creates the possibilities of different conclusion and new perspectives. With this idea, the possibility from the impact of mythology intersects with the reality which unconsciously continue to be happened.","PeriodicalId":413801,"journal":{"name":"Journal of Contemporary Indonesian Art","volume":"70 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-10-11","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"114922442","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2019-07-03DOI: 10.24821/JOCIA.V5I1.2522
Nadia Diandra Putri
Penelitian terhadap poster Bali Tolak Reklamasi karya Alit Ambara bertujuan menganalisis dan mendiskripsikan simbol-simbol visual guna memperoleh makna yang terdapat dalam poster-poster tersebut. Data-data berupa elemen-elemen dalam poster seperti ilustrasi,warna, dan teks. Data dihimpun melalui pengumpulan dokumen. Data dianalisis menggunakan semiotika teori Charles Sanders Pierce yakni ikon,indeks, dan simbol.Hasil analisis menunjukan bahwa: (1) Terdapat ikon berupa gambar pulau Bali, wajah orang, tanah, backhoe, perempuan penari Bali, gelombang laut, palu, penari Bali pria, topeng, penari keris, gitaris, dan masyarakat yang berkumpul. (2) Terdapat indeks berupa gambar backhoe, palu, dan logo ForBALI. (3) Terdapat simbol berupa pulau Bali sebagai penggambaran daerah di pulau Bali, backhoe sebagai penggambaran pengerukan reklamasi, penari Bali sebagai penggambaran perairan Bali, palu sebagai penggambaran perlawanan/penghancuran, topeng Calon Arang sebagai penggambaran hal yang memyeramkan dan tidak baik, penari keris,gitaris dan masyarakat sebagai penggambaran orang-orang yang bersatu melawan dan menolak reklamasi. Kata Kunci: Semiotika, Ikon, Indeks, Simbol, Pierce, Alit Ambara, Bali Tolak Reklamsi, Poster.
{"title":"KAJIAN SEMIOTIKPOSTER “BALI TOLAK REKLAMASI” KARYA ALIT AMBARA","authors":"Nadia Diandra Putri","doi":"10.24821/JOCIA.V5I1.2522","DOIUrl":"https://doi.org/10.24821/JOCIA.V5I1.2522","url":null,"abstract":"Penelitian terhadap poster Bali Tolak Reklamasi karya Alit Ambara bertujuan menganalisis dan mendiskripsikan simbol-simbol visual guna memperoleh makna yang terdapat dalam poster-poster tersebut. Data-data berupa elemen-elemen dalam poster seperti ilustrasi,warna, dan teks. Data dihimpun melalui pengumpulan dokumen. Data dianalisis menggunakan semiotika teori Charles Sanders Pierce yakni ikon,indeks, dan simbol.Hasil analisis menunjukan bahwa: (1) Terdapat ikon berupa gambar pulau Bali, wajah orang, tanah, backhoe, perempuan penari Bali, gelombang laut, palu, penari Bali pria, topeng, penari keris, gitaris, dan masyarakat yang berkumpul. (2) Terdapat indeks berupa gambar backhoe, palu, dan logo ForBALI. (3) Terdapat simbol berupa pulau Bali sebagai penggambaran daerah di pulau Bali, backhoe sebagai penggambaran pengerukan reklamasi, penari Bali sebagai penggambaran perairan Bali, palu sebagai penggambaran perlawanan/penghancuran, topeng Calon Arang sebagai penggambaran hal yang memyeramkan dan tidak baik, penari keris,gitaris dan masyarakat sebagai penggambaran orang-orang yang bersatu melawan dan menolak reklamasi. Kata Kunci: Semiotika, Ikon, Indeks, Simbol, Pierce, Alit Ambara, Bali Tolak Reklamsi, Poster.","PeriodicalId":413801,"journal":{"name":"Journal of Contemporary Indonesian Art","volume":"104 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-07-03","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"124215786","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2019-07-02DOI: 10.24821/JOCIA.V4I2.2618
Dilla Eka Lusiana
Lukisan Djoko Pekik yang sering disebut dengan istilah Trilogi celeng tersebut adalah: pertama, Susu Raja Celeng tahun 1996, kedua, Indonesia Berburu Celeng tahun 1998 dan ketiga, Tanpa Bunga dan Telegram Duka tahun 1999. Lukisan Trilogi Celeng merupakan karya yang monumental tidak hanya bagi pelukisnya tetapi kehadirannya pernah tercatat sebagai lukisan termahal pelukisnya. Berkaitan dengan uraian di atas, maka rumusan permasalahan dalam penelitian dapat dijabarkan dalam pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut: Mengapa Djoko Pekik membuat tema Trilogi Celeng, Mengapa Djoko Pekik mengangkat Celeng sebagai simbol dalam karya lukisnya dan Bagaimana makna karya Trilogi Celeng ditinjau dari kondisi kontekstual yang melahirkannya. Penelitian difokuskan pada lukisan Trilogi Celeng Djoko Pekik, Penelitian yang akan digunakan jenis deskriptif analitik. “Penelitian deskriptif analitik yaitu suatu cara pemecahan masalah yang diselidiki berdasarkan fakta-fakta yang tampak dengan apa adanya. Dari temuan-temuan didapatkan simpulan tentang aspek-aspek penting yang berkaitan dengan munculnya lukisan-lukisan Trilogi Celeng. Aspek tersebut adalah pengalaman-pengalaman pahit masa lalu yang pernah dialami Djoko Pekik, sedangkan makna Trilogi Celeng merupakan penggambaran fase-fase runtuhnya rezim orde baru.Kata kunci: Djoko Pekik, Trilogi Celeng, Kajian makna
{"title":"TRILOGI CELENG DJOKO PEKIK KAJIAN MAKNA MELALUI PENDEKATAN SEMIOTIKA PIERCE","authors":"Dilla Eka Lusiana","doi":"10.24821/JOCIA.V4I2.2618","DOIUrl":"https://doi.org/10.24821/JOCIA.V4I2.2618","url":null,"abstract":"Lukisan Djoko Pekik yang sering disebut dengan istilah Trilogi celeng tersebut adalah: pertama, Susu Raja Celeng tahun 1996, kedua, Indonesia Berburu Celeng tahun 1998 dan ketiga, Tanpa Bunga dan Telegram Duka tahun 1999. Lukisan Trilogi Celeng merupakan karya yang monumental tidak hanya bagi pelukisnya tetapi kehadirannya pernah tercatat sebagai lukisan termahal pelukisnya. Berkaitan dengan uraian di atas, maka rumusan permasalahan dalam penelitian dapat dijabarkan dalam pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut: Mengapa Djoko Pekik membuat tema Trilogi Celeng, Mengapa Djoko Pekik mengangkat Celeng sebagai simbol dalam karya lukisnya dan Bagaimana makna karya Trilogi Celeng ditinjau dari kondisi kontekstual yang melahirkannya. Penelitian difokuskan pada lukisan Trilogi Celeng Djoko Pekik, Penelitian yang akan digunakan jenis deskriptif analitik. “Penelitian deskriptif analitik yaitu suatu cara pemecahan masalah yang diselidiki berdasarkan fakta-fakta yang tampak dengan apa adanya. Dari temuan-temuan didapatkan simpulan tentang aspek-aspek penting yang berkaitan dengan munculnya lukisan-lukisan Trilogi Celeng. Aspek tersebut adalah pengalaman-pengalaman pahit masa lalu yang pernah dialami Djoko Pekik, sedangkan makna Trilogi Celeng merupakan penggambaran fase-fase runtuhnya rezim orde baru.Kata kunci: Djoko Pekik, Trilogi Celeng, Kajian makna","PeriodicalId":413801,"journal":{"name":"Journal of Contemporary Indonesian Art","volume":"5 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-07-02","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"115891690","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2019-04-19DOI: 10.24821/JOCIA.V5I1.2517
Amin Batory
Karya seni merupakan salah satu media untuk berekspresi serta kemampuan kreatif manusia dalam menanggapi pengalaman hidupnya. Pengalaman hidup, pandangan-pandangan dan ekspresi yang muncul menjadi ide dan gagasan yang kemudian diolah menjadi simbol-simbol dan metafora, diwujudkan menjadi sebuah karya seni.Penciptaan karya muncul karena adanya ketertarikan terhadap keindahan sejarah dan budaya serta keinginan untuk memberikan informasi yang lebih luas tentang kebudayaan Timur Tengah dan sejarah Afghanistan. Afghanistan yang dilanda perang berkepanjangan pernah menjadi bagian pusat peradaban kuno karena letaknya di jalur sutra. Lubang kosong tempat dimana patung Buddha raksasa di Bamiyan berdiri merupakan saksi bisu peradaban yang diterpa perang berkepanjangan. Ketidaktahuan akan sejarah menghasilkan sebuah perilaku yang fatal. Penyangkalan sejarah berarti penyangkalan identitas suatu wilayah sehingga sebuah bangsa merasa tidak memiliki akar dan merasa kerdil. Proses mengekspresikan gagasan kedalam wujud karya lukis diwujudkan dengan karakter-karakter miniatur dan artefak-artefak dari Afghanistan yang diadaptasi dimana tiap figur menceritakan ceritanya sendiri sebagai bagian dari narasi yang kompleks. Cerita-cerita yang dikisahkan adalah tentang mencari perubahan dalam lingkungan yang tidak ramah, pergolakan antara diri sendiri dengan dunia luar untuk mencari jalan yang lebih baik.Kata kunci: miniatur, simbol, metafora, Bamiyan Afghanistan, seni lukis
{"title":"REPRESENTASI SIMBOLIS OBJEK-OBJEK MINIATUR DALAM LUKISAN","authors":"Amin Batory","doi":"10.24821/JOCIA.V5I1.2517","DOIUrl":"https://doi.org/10.24821/JOCIA.V5I1.2517","url":null,"abstract":"Karya seni merupakan salah satu media untuk berekspresi serta kemampuan kreatif manusia dalam menanggapi pengalaman hidupnya. Pengalaman hidup, pandangan-pandangan dan ekspresi yang muncul menjadi ide dan gagasan yang kemudian diolah menjadi simbol-simbol dan metafora, diwujudkan menjadi sebuah karya seni.Penciptaan karya muncul karena adanya ketertarikan terhadap keindahan sejarah dan budaya serta keinginan untuk memberikan informasi yang lebih luas tentang kebudayaan Timur Tengah dan sejarah Afghanistan. Afghanistan yang dilanda perang berkepanjangan pernah menjadi bagian pusat peradaban kuno karena letaknya di jalur sutra. Lubang kosong tempat dimana patung Buddha raksasa di Bamiyan berdiri merupakan saksi bisu peradaban yang diterpa perang berkepanjangan. Ketidaktahuan akan sejarah menghasilkan sebuah perilaku yang fatal. Penyangkalan sejarah berarti penyangkalan identitas suatu wilayah sehingga sebuah bangsa merasa tidak memiliki akar dan merasa kerdil. Proses mengekspresikan gagasan kedalam wujud karya lukis diwujudkan dengan karakter-karakter miniatur dan artefak-artefak dari Afghanistan yang diadaptasi dimana tiap figur menceritakan ceritanya sendiri sebagai bagian dari narasi yang kompleks. Cerita-cerita yang dikisahkan adalah tentang mencari perubahan dalam lingkungan yang tidak ramah, pergolakan antara diri sendiri dengan dunia luar untuk mencari jalan yang lebih baik.Kata kunci: miniatur, simbol, metafora, Bamiyan Afghanistan, seni lukis","PeriodicalId":413801,"journal":{"name":"Journal of Contemporary Indonesian Art","volume":"137 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-04-19","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"124317823","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2019-04-19DOI: 10.24821/JOCIA.V5I1.2521
Munif Zafi Zuhdi
Seni grafis mempunyai beberapa kaidah yang menjadikannya dapat dibedakan dengan seni lukis atau seni patung. Kaidah tersebut telah disepakati oleh para pelaku seni setelah penggunaan seni grafis sebagai media berekspresi. Kaidah-kaidah tersebut mencakup proses mencetak, terdapatnya matriks cetakan, mempunyai edisi serta berwujud dua dimensi. Di sisi lain, kaidah tersebut juga terdapat pada hal lain di luar seni grafis. Dua diantara kaidah tersebut adalah rutinitas dan jejak. Hubungan rutinitas dan seni grafis terdapat pada sifat keduanya yang repetitif, dimana dalam rutinitas manusia selalu mengulangi prosedur atau langkah yang sama maupun identik dengan langkah- langkah sebelumnya. Dalam seni grafis, sifat repetitif ada pada kaidah edisi yang membolehkan hasil cetak karya memiliki jumlah lebih dari satu. Meskipun terdapat lebih dari satu, tetapi hasil tersebut merupakan sebuah karya otentik bukan sebagai duplikat. Sedangkan, jejak berhubungan dengan seni grafis karena dalam proses penciptaan jejak (tidak semua) terdapat proses mencetak, yang mana merupakan kaidah utama seni grafis. Seniman menggunakan teknik sablon, stensil dan monoprint dalam mengaktualisasikan ide-ide yang didapat untuk dieksekusi ke dalam karya. Karya yang ada mencoba memaknai hal-hal sederhana yang ada pada kehidupan sehari-hari manusia dan melihat lebih jauh lagi dari apa yang tersembunyi di dibalik hal-hal tersebut. Kata Kunci : Jejak, Seni Grafis, Rutinitas, Repetisi
{"title":"CITRA REPETISI DALAM SENI GRAFIS","authors":"Munif Zafi Zuhdi","doi":"10.24821/JOCIA.V5I1.2521","DOIUrl":"https://doi.org/10.24821/JOCIA.V5I1.2521","url":null,"abstract":"Seni grafis mempunyai beberapa kaidah yang menjadikannya dapat dibedakan dengan seni lukis atau seni patung. Kaidah tersebut telah disepakati oleh para pelaku seni setelah penggunaan seni grafis sebagai media berekspresi. Kaidah-kaidah tersebut mencakup proses mencetak, terdapatnya matriks cetakan, mempunyai edisi serta berwujud dua dimensi. Di sisi lain, kaidah tersebut juga terdapat pada hal lain di luar seni grafis. Dua diantara kaidah tersebut adalah rutinitas dan jejak. Hubungan rutinitas dan seni grafis terdapat pada sifat keduanya yang repetitif, dimana dalam rutinitas manusia selalu mengulangi prosedur atau langkah yang sama maupun identik dengan langkah- langkah sebelumnya. Dalam seni grafis, sifat repetitif ada pada kaidah edisi yang membolehkan hasil cetak karya memiliki jumlah lebih dari satu. Meskipun terdapat lebih dari satu, tetapi hasil tersebut merupakan sebuah karya otentik bukan sebagai duplikat. Sedangkan, jejak berhubungan dengan seni grafis karena dalam proses penciptaan jejak (tidak semua) terdapat proses mencetak, yang mana merupakan kaidah utama seni grafis. Seniman menggunakan teknik sablon, stensil dan monoprint dalam mengaktualisasikan ide-ide yang didapat untuk dieksekusi ke dalam karya. Karya yang ada mencoba memaknai hal-hal sederhana yang ada pada kehidupan sehari-hari manusia dan melihat lebih jauh lagi dari apa yang tersembunyi di dibalik hal-hal tersebut. Kata Kunci : Jejak, Seni Grafis, Rutinitas, Repetisi ","PeriodicalId":413801,"journal":{"name":"Journal of Contemporary Indonesian Art","volume":"47 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-04-19","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"115949392","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2019-04-18DOI: 10.24821/JOCIA.V5I1.2516
Prawiraning Pinastika
Sebuah karya seni dihasilkan dari ide-ide kreatif yang dipicu oleh perkembangan zaman. Karya seni bisa menjadi refleksi bagi senimannya. Media mempengaruhi hasil karya seni termasuk proses yang ada di dalamnya. Fashion dan cara berpakaian bisa menjadikan ide dasar penciptaan suatu karya seni baik dari warna, bentuk dan jenis bahannya karen hal tersebut merupakan bagian dari representasi identitas seseorang untuk menunjukkan jati diri dan pilihan seleranya. Seiring dengan perkembangan jaman, fashion saat ini menjadi salah satu bagian dari gaya hidup masyarakat, misalnya bagaimana seseorang membedakan kebutuhan sepatu untuk bekerja dan olahraga. Melalui pemaparan fashion sebagai ide dasar dalam penciptaan karya maka dalam karya ini akan dijelaskan bagaimana proses pembentukan identitas diri suatu individu dengan cara proses eksplorasi warna yang menjadi tanda dalam pembentukan suatu karakter dari objek fashion tersebut. Adapun karya seni yang digunakan untuk merepresentasikan ide di atas berupa instalasi tiga dimensi dengan media benang dan ruang gelap. Dengan eksplorasi warna neon, benang, dan pemanfaatan pencahayaan ruang maka karya ini diharapkan mampu memberikan pengetahuan baru tentang representasi dan ekspresi dari ide dasar penulis dalam menyampaikan pesan pada masyarakat Kata kunci: Identitas, fashion, warna, glow in the dark, instalasi.
{"title":"REPRESENTASI IDENTITAS MELALUI WARNA FASHION SEBAGAI IDE PENCIPTAAN KARYA SENI INSTALASI","authors":"Prawiraning Pinastika","doi":"10.24821/JOCIA.V5I1.2516","DOIUrl":"https://doi.org/10.24821/JOCIA.V5I1.2516","url":null,"abstract":"Sebuah karya seni dihasilkan dari ide-ide kreatif yang dipicu oleh perkembangan zaman. Karya seni bisa menjadi refleksi bagi senimannya. Media mempengaruhi hasil karya seni termasuk proses yang ada di dalamnya. Fashion dan cara berpakaian bisa menjadikan ide dasar penciptaan suatu karya seni baik dari warna, bentuk dan jenis bahannya karen hal tersebut merupakan bagian dari representasi identitas seseorang untuk menunjukkan jati diri dan pilihan seleranya. Seiring dengan perkembangan jaman, fashion saat ini menjadi salah satu bagian dari gaya hidup masyarakat, misalnya bagaimana seseorang membedakan kebutuhan sepatu untuk bekerja dan olahraga. Melalui pemaparan fashion sebagai ide dasar dalam penciptaan karya maka dalam karya ini akan dijelaskan bagaimana proses pembentukan identitas diri suatu individu dengan cara proses eksplorasi warna yang menjadi tanda dalam pembentukan suatu karakter dari objek fashion tersebut. Adapun karya seni yang digunakan untuk merepresentasikan ide di atas berupa instalasi tiga dimensi dengan media benang dan ruang gelap. Dengan eksplorasi warna neon, benang, dan pemanfaatan pencahayaan ruang maka karya ini diharapkan mampu memberikan pengetahuan baru tentang representasi dan ekspresi dari ide dasar penulis dalam menyampaikan pesan pada masyarakat Kata kunci: Identitas, fashion, warna, glow in the dark, instalasi.","PeriodicalId":413801,"journal":{"name":"Journal of Contemporary Indonesian Art","volume":"78 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-04-18","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"122085716","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2019-04-09DOI: 10.24821/JOCIA.V5I1.2512
I. Effendi
Paksi Naga Liman secara historik-diakronik merupakan simbol akulturasi dalam Kerajaan Cirebon, yakni: Paksi (burung), merupakan pengaruh kebudayaan Islam yang dibawa oleh orang-orang Mesir. Naga, merupakan pengaruh dari Negeri Tiongkok, dan Liman (gajah), dari kebudayaan Hindu. Paksi Naga Liman, secara sinkronik juga merupakan sosok mitos yang memberikan nilai-nilai atau makna simbolik dan filosofis akan pentingnya wilayah kehidupan dalam triloka: “tiga dunia”: Dunia Atas (Paksi) yakni wilayah spiritual dan transenden, Dunia Bawah (Naga) yakni wilayah imajinatif dan bawah sadar, Dunia Tengah (Liman) yakni wilayah dunia nyata, materi, atau imanen.Nilai-nilai simbolik dan filosofis yang ada pada sosok imajinatif Paksi Naga Liman, dielaborasi dengan metode penelitian kualitatif, yakni dengan cara mengambil data langsung dari sumbernya yakni civitas Keraton Kanoman, lalu data tersebut dianalisis dan dikaitkan dengan masalah dan tujuan penelitian, lalu hasilnya bisa dikomparasikan dengan hipotesis penelitian, sehingga dapat simpulan atau hasil penelitian. Hasil penelitian tersebut selanjutnya dijadikan pedoman dalam menciptakan karya seni. Konsep-konsep hibriditas dan multikulturalisme dari Paksi Naga Liman diekspresikan dalam karya seni rupa kontemporer sehingga menjadi konsep-konsep estetik dengan tanpa mengubah nilai-nilai simbolik dan filososfis sebelumnya. Kata kunci: Mitos, Hibriditas, Multikulturalisme, Simbolik, Estetik, Posmodernisme
{"title":"EKSPRESI KONSEP HIBRIDITAS DAN MULTIKULTURALISME IMAJI MITOS PAKSI NAGA LIMAN PADA SENI RUPA KONTEMPORER","authors":"I. Effendi","doi":"10.24821/JOCIA.V5I1.2512","DOIUrl":"https://doi.org/10.24821/JOCIA.V5I1.2512","url":null,"abstract":"Paksi Naga Liman secara historik-diakronik merupakan simbol akulturasi dalam Kerajaan Cirebon, yakni: Paksi (burung), merupakan pengaruh kebudayaan Islam yang dibawa oleh orang-orang Mesir. Naga, merupakan pengaruh dari Negeri Tiongkok, dan Liman (gajah), dari kebudayaan Hindu. Paksi Naga Liman, secara sinkronik juga merupakan sosok mitos yang memberikan nilai-nilai atau makna simbolik dan filosofis akan pentingnya wilayah kehidupan dalam triloka: “tiga dunia”: Dunia Atas (Paksi) yakni wilayah spiritual dan transenden, Dunia Bawah (Naga) yakni wilayah imajinatif dan bawah sadar, Dunia Tengah (Liman) yakni wilayah dunia nyata, materi, atau imanen.Nilai-nilai simbolik dan filosofis yang ada pada sosok imajinatif Paksi Naga Liman, dielaborasi dengan metode penelitian kualitatif, yakni dengan cara mengambil data langsung dari sumbernya yakni civitas Keraton Kanoman, lalu data tersebut dianalisis dan dikaitkan dengan masalah dan tujuan penelitian, lalu hasilnya bisa dikomparasikan dengan hipotesis penelitian, sehingga dapat simpulan atau hasil penelitian. Hasil penelitian tersebut selanjutnya dijadikan pedoman dalam menciptakan karya seni. Konsep-konsep hibriditas dan multikulturalisme dari Paksi Naga Liman diekspresikan dalam karya seni rupa kontemporer sehingga menjadi konsep-konsep estetik dengan tanpa mengubah nilai-nilai simbolik dan filososfis sebelumnya. Kata kunci: Mitos, Hibriditas, Multikulturalisme, Simbolik, Estetik, Posmodernisme","PeriodicalId":413801,"journal":{"name":"Journal of Contemporary Indonesian Art","volume":"1 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-04-09","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"129249391","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2019-04-08DOI: 10.24821/JOCIA.V3I2.1920
M. Susanto
Seni kontemporer merupakan konstelasi penting dan barometer pencapaian konsep seni maupun pencapaian tertentu mengenai artistik dengan diskursus yang menopang kemunculan dengan memetakannya. Sebuah aktivitas seni yang tak sekedar mengeksplorasi, mengeksploitasi dan mengumbar eksotika visual namun seni yang mampu menjadi penanda jaman dengan mengekspresikan kritik terhadap peradaban (mempertanyakan diri sendiri mengenai warisan budaya kita) seraya menegosiasi masa depan melalui pandangan kritis baik secara visual, makna artistik maupun intelektual. Pandangan seni yang cair, dinamis, transformatif, hibrid, sinkretisme, dan kontekstual membuka ruang perluasan batasan seni yang rigid dalam membangun jejaring sosio kultural lintas teritorial. Bahasa ungkap yang dilahirkan secara inheren dan spesifik menginvestigasikan, mempresentasikan, merepresentasikan masa kini dalam perhelatan kesadaran kritis hampir semua aspek kesenian yang menghidupi dengan mempersandingkan global, lokal, dan glokal. Profesor Achille Bonito Oliva, seorang kritikus seni dan kurator seni internasional sekaligus guru besar sejarah seni Universitas Sapienza Roma. Kritikus seni yang paling berpengaruh di Eropa peraih berbagai penghargaan kritik yang diantaranya ‘Flash Art International Critic Award’ secara runtut membentangkan esai-esai mengenai Seni Setelah Tahun Dua Ribu. Esai-esainya menjadi bagian penting dalam proses pemetaan seni kontemporer yang dijumpainya sebagai insight, temuan-temuan survey, dan risetnya tentang modernisme untuk memetakan jejak dari avant garde Barat pasca Perang Dunia II hingga kini, merevolusi, dan menggaris ulang nilai estetik (nilai ekonomi seni termasuk peran sosial dan kultural dari seniman abad 21). Buku ini penting disimak, dipelajari, ditinjau, dikaji, dikomparasi, dan dijadikan referensi akademik. Paparannya yang ringkas, sederhana, naratif, mudah dipahami secara cepat dengan panduan dokumentasi data visual yang lengkap dan contoh karya yang menggugah. Esai yang disajikan dalam dua bahasa sekaligus (Indonesia-Ingris) sangat memudahkan diserap para pembaca lokal maupun internasional. Gaya bahasanya yang lugas, elaboratif, pemilihan diksi yang tepat, dan keluasan pandangan kritis membuat buku ini makin penting dimiliki sekaligus dicermati. Kata Kunci: Avant-Garde, Memetakan, dan Seni Kontemporer
当代艺术是一个重要的艺术概念和艺术成就的晴雨表星座,具有通过绘制来维持流行的课程的特性。一个艺术活动不只是艺术探索,利用视觉吐eksotika却能够成为时代标记的表达批评文明(质疑我们自己关于文化遗产)通过批判性的观点随着谈判的未来好视觉,智力和艺术的意义。流动的、动态的艺术观、变革性的、杂交的、融合的、融合的和语境的观点为建立跨文化社交网络提供了越来越多的艺术限制。这种语言本质上是与生俱来的、具体地进行的、自我反省的、表现出来的,它代表着今天通过全球、地方和全球谈判,几乎所有实际艺术领域的批定性表现。艺术评论家、国际艺术馆长、罗马萨皮恩扎大学艺术史教授阿奇尔·博尼托·奥利瓦教授。欧洲最具影响力的艺术评论家之一是“Flash艺术国际评论奖”(Flash Art International Critic Award)。Esai-esainya遇到的映射过程中成为重要的当代艺术作为现代主义的洞见,研究调查发现,绘制第二次世界大战后西方前卫的痕迹,直到现在,革新,重新给你价值estetik(包括艺术经济价值21世纪艺术家)的社会和文化角色。这本书值得仔细梳理、研究、复习、研究、比较和学术参考。暴露的叙事简洁、简单,容易理解快速指南完整的视觉数据文档和示例动人的作品。论文中提出的两种语言(Indonesia-Ingris)非常容易吸收当地和国际的读者。如何精练简洁的语言风格,选择合适的措辞,同时拥有宽广的批判性观点让这本书更重要的启发。关键词:当代前卫、绘制和艺术
{"title":"MEMETAKAN JEJAK AVANT GARDE DENGAN MENGGARIS ULANG NILAI ESTETIK SENI KONTEMPORER","authors":"M. Susanto","doi":"10.24821/JOCIA.V3I2.1920","DOIUrl":"https://doi.org/10.24821/JOCIA.V3I2.1920","url":null,"abstract":"Seni kontemporer merupakan konstelasi penting dan barometer pencapaian konsep seni maupun pencapaian tertentu mengenai artistik dengan diskursus yang menopang kemunculan dengan memetakannya. Sebuah aktivitas seni yang tak sekedar mengeksplorasi, mengeksploitasi dan mengumbar eksotika visual namun seni yang mampu menjadi penanda jaman dengan mengekspresikan kritik terhadap peradaban (mempertanyakan diri sendiri mengenai warisan budaya kita) seraya menegosiasi masa depan melalui pandangan kritis baik secara visual, makna artistik maupun intelektual. Pandangan seni yang cair, dinamis, transformatif, hibrid, sinkretisme, dan kontekstual membuka ruang perluasan batasan seni yang rigid dalam membangun jejaring sosio kultural lintas teritorial. Bahasa ungkap yang dilahirkan secara inheren dan spesifik menginvestigasikan, mempresentasikan, merepresentasikan masa kini dalam perhelatan kesadaran kritis hampir semua aspek kesenian yang menghidupi dengan mempersandingkan global, lokal, dan glokal. Profesor Achille Bonito Oliva, seorang kritikus seni dan kurator seni internasional sekaligus guru besar sejarah seni Universitas Sapienza Roma. Kritikus seni yang paling berpengaruh di Eropa peraih berbagai penghargaan kritik yang diantaranya ‘Flash Art International Critic Award’ secara runtut membentangkan esai-esai mengenai Seni Setelah Tahun Dua Ribu. Esai-esainya menjadi bagian penting dalam proses pemetaan seni kontemporer yang dijumpainya sebagai insight, temuan-temuan survey, dan risetnya tentang modernisme untuk memetakan jejak dari avant garde Barat pasca Perang Dunia II hingga kini, merevolusi, dan menggaris ulang nilai estetik (nilai ekonomi seni termasuk peran sosial dan kultural dari seniman abad 21). Buku ini penting disimak, dipelajari, ditinjau, dikaji, dikomparasi, dan dijadikan referensi akademik. Paparannya yang ringkas, sederhana, naratif, mudah dipahami secara cepat dengan panduan dokumentasi data visual yang lengkap dan contoh karya yang menggugah. Esai yang disajikan dalam dua bahasa sekaligus (Indonesia-Ingris) sangat memudahkan diserap para pembaca lokal maupun internasional. Gaya bahasanya yang lugas, elaboratif, pemilihan diksi yang tepat, dan keluasan pandangan kritis membuat buku ini makin penting dimiliki sekaligus dicermati. Kata Kunci: Avant-Garde, Memetakan, dan Seni Kontemporer","PeriodicalId":413801,"journal":{"name":"Journal of Contemporary Indonesian Art","volume":"21 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-04-08","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"127054032","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2019-04-08DOI: 10.24821/JOCIA.V4I2.1775
Siwi Probosiwi
Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis visualisasi simbolik pada ritual tradisi mitoni di era masa kini berdasarkan aspek Ikonologi-Ikonolografi Ewin Panofsky. Selain itu, penulis untuk mengetahui perubahan dan interaksi simbolik di dalamnya melalui tahap kebudayaan Van Peursen. Jenis penelitian yang akan digunakan yaitu kualitatif. Sampel penelitian adalah kegiatan ritual tradisi mitoni yang dilakukan di daerah Kroya, Cilacap, Jawa Tengah. Pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi, wawancara, dan studi referensi. Teknik analisis data dilakukan dengan teknik menganalisis secara rinci data-data yang terkumpul melalui hasil kajian pustaka, wawancara dan observasi langsung juga tidak langsung terhadap subjek pelaku ritual serta uborampe yang digunakan. Hasil penelitan menunjukkan bahwa terjadi perubahan dan pengembangan ritual tradisi mitoni pada era masa kini berdasarkan tahapan-tahapan kebudayaan yang telah dituliskan oleh Prof. Dr. C. Van Peursen. Tahapan-tahapan kebudayaan yang telah dilalui dapat dianalisis visualnya yaitu seperangkat alat dan bahan yang digunakan dalam ritual melalui ikonologi dan ikonografi Erwin Panofsky. Kata Kunci: Mitoni, Ikonologi-Ikonografi, Tahap-tahap Kebudayaan
这项研究的目的是根据Ewin Panofsky的标志性特征,对当代mitoni传统仪式的象征性想象进行分析。此外,作者了解了Van Peursen文化阶段的符号变化和相互作用。一种叫做定性的研究。研究样本是在爪哇中部的克罗伊亚、奇拉卡普地区进行的有mitoni传统仪式。数据收集是通过观察、采访和参考研究进行的。数据分析技术是通过对仪式性受试者和所使用的uborampe进行直接分析所收集的数据的技术来进行的。研究结果表明,当代mitoni传统的改变和发展是基于C. Van Peursen教授所写的文化阶段。经历过的文化阶段可以通过视觉分析仪式中使用的一套工具和材料,即Erwin Panofsky。关键词:Mitoni,图像学,文化阶段
{"title":"Interaksi Simbolik Ritual Tradisi Mitoni berdasarkan Konsep Ikonologi-Ikonografi Erwin Panofsky dan Tahap Kebudayaan van Peursen di Daerah Kroya, Cilacap, Jawa tengah","authors":"Siwi Probosiwi","doi":"10.24821/JOCIA.V4I2.1775","DOIUrl":"https://doi.org/10.24821/JOCIA.V4I2.1775","url":null,"abstract":"Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis visualisasi simbolik pada ritual tradisi mitoni di era masa kini berdasarkan aspek Ikonologi-Ikonolografi Ewin Panofsky. Selain itu, penulis untuk mengetahui perubahan dan interaksi simbolik di dalamnya melalui tahap kebudayaan Van Peursen. Jenis penelitian yang akan digunakan yaitu kualitatif. Sampel penelitian adalah kegiatan ritual tradisi mitoni yang dilakukan di daerah Kroya, Cilacap, Jawa Tengah. Pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi, wawancara, dan studi referensi. Teknik analisis data dilakukan dengan teknik menganalisis secara rinci data-data yang terkumpul melalui hasil kajian pustaka, wawancara dan observasi langsung juga tidak langsung terhadap subjek pelaku ritual serta uborampe yang digunakan. Hasil penelitan menunjukkan bahwa terjadi perubahan dan pengembangan ritual tradisi mitoni pada era masa kini berdasarkan tahapan-tahapan kebudayaan yang telah dituliskan oleh Prof. Dr. C. Van Peursen. Tahapan-tahapan kebudayaan yang telah dilalui dapat dianalisis visualnya yaitu seperangkat alat dan bahan yang digunakan dalam ritual melalui ikonologi dan ikonografi Erwin Panofsky. Kata Kunci: Mitoni, Ikonologi-Ikonografi, Tahap-tahap Kebudayaan","PeriodicalId":413801,"journal":{"name":"Journal of Contemporary Indonesian Art","volume":"47 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-04-08","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"123092314","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}