AbstractThis paper examines empirically the linkage of financial development and economic growth in Indonesia by using time series analysis for the period of 2001Q4-2016Q2. To achieve the objective of this study, data was collected from secondary sources and employed various time series econometric procedures such as Dickey Fuller-Generalized Least Square (DF-GLS) test, Granger Causality test, Engle Granger-Augmented Dickey Fuller (EG-ADF) cointegration test, and Error-Correction Method (ECM). The cointegration test shows that there is a long run relationship cointegrated between selected financial development indicators and economic growth. Surprisingly, in the short run, total credit to the private non-financial sector has a negative effect on economic growth in Indonesia. Furthermore,Granger causality test based on error-correction model indicates that only money market rate, stock prices, and total credit to households have a causal relationship with economic growth.  AbstrakMakalah ini membahas secara empiris pertautan antara pembangunan keuangan dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia dengan menggunakan analisis runtun waktu untuk periode 2001Q4-2016Q2. Untuk mencapai tujuan penelitian ini, data yang dikumpulkan berasal dari dari  beragam sumber data  sekunder dan melibatkan berbagai prosedur ekonometrika runtun waktu seperti Dickey Fuller-Generalized Least Square (DF-GLS), uji Kausalitas Granger, uji kointegrasi Engle Granger-Augmented Dickey Fuller (EG-ADF), dan error-Correction Method (ECM). Hasil uji kointegrasi menunjukkan bahwa terdapat hubungan jangka panjang antara indikator pembangunan keuangan yang terpilih dan pertumbuhan ekonomi. Yang mengejutkan, dalam jangka pendek, total kredit ke sektor swasta non-keuangan memiliki efek negatif pada pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Selanjutnya, uji kausalitas Granger berdasarkan model koreksi kesalahan menunjukkan bahwa hanya suku bunga pasar uang, harga saham, dan jumlah kredit untuk rumah tangga yang memiliki hubungan kausalitas dengan pertumbuhan ekonomi.
摘要本文通过对2001 -2016年第二季度的时间序列分析,实证检验了印尼金融发展与经济增长之间的联系。为了实现本研究的目的,从二手资料中收集数据,并采用各种时间序列计量经济学方法,如Dickey Fuller广义最小二乘法(DF-GLS)检验、格兰杰因果关系检验、Engle Granger- augmented Dickey Fuller协整检验和误差校正法(ECM)。协整检验表明,所选金融发展指标与经济增长之间存在长期协整关系。令人惊讶的是,在短期内,对私营非金融部门的总信贷对印尼的经济增长产生了负面影响。进一步,基于误差修正模型的格兰杰因果检验表明,只有货币市场利率、股票价格和居民信贷总量与经济增长存在因果关系。Â[摘要]印尼经济与经济研究(2001年第四季度-2016年第二季度)。Untuk mencapai tujuan penelitian ini,数据yang dikumpulkan berasal dari dari  beragam数据 sekunder dan melibatkan berbagai prosedr ekonometrika runtun waktu seperti Dickey Fuller-广义最小二乘(DF-GLS), uji Kausalitas Granger, uji kointegrasi Engle Granger- augmented Dickey Fuller (EG-ADF), dan error-Correction Method (ECM)。印尼经济指数,印尼经济指数,印尼经济指数,印尼经济指数,印尼经济指数。Yang mengejutkan, dalam jangka pendek,总信贷部门swasta - non- keangan - memiliki表示,印尼经济前景堪忧。Selanjutnya, uji kausalitas Granger berdasarkan模型koreksi kesalahan menunjukkan bahwa suku bunga pasar ang, harga saham, dan jumlah信贷untuk rumah tangga yang memiliki hubungan kausalitas dengan pertumbuhan经济学。
{"title":"Pembangunan Keuangan dan Pertumbuhan Ekonomi: Studi Kasus Indonesia","authors":"Pihri Buhaerah","doi":"10.31685/kek.v1i2.203","DOIUrl":"https://doi.org/10.31685/kek.v1i2.203","url":null,"abstract":"AbstractThis paper examines empirically the linkage of financial development and economic growth in Indonesia by using time series analysis for the period of 2001Q4-2016Q2. To achieve the objective of this study, data was collected from secondary sources and employed various time series econometric procedures such as Dickey Fuller-Generalized Least Square (DF-GLS) test, Granger Causality test, Engle Granger-Augmented Dickey Fuller (EG-ADF) cointegration test, and Error-Correction Method (ECM). The cointegration test shows that there is a long run relationship cointegrated between selected financial development indicators and economic growth. Surprisingly, in the short run, total credit to the private non-financial sector has a negative effect on economic growth in Indonesia. Furthermore,Granger causality test based on error-correction model indicates that only money market rate, stock prices, and total credit to households have a causal relationship with economic growth.  AbstrakMakalah ini membahas secara empiris pertautan antara pembangunan keuangan dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia dengan menggunakan analisis runtun waktu untuk periode 2001Q4-2016Q2. Untuk mencapai tujuan penelitian ini, data yang dikumpulkan berasal dari dari  beragam sumber data  sekunder dan melibatkan berbagai prosedur ekonometrika runtun waktu seperti Dickey Fuller-Generalized Least Square (DF-GLS), uji Kausalitas Granger, uji kointegrasi Engle Granger-Augmented Dickey Fuller (EG-ADF), dan error-Correction Method (ECM). Hasil uji kointegrasi menunjukkan bahwa terdapat hubungan jangka panjang antara indikator pembangunan keuangan yang terpilih dan pertumbuhan ekonomi. Yang mengejutkan, dalam jangka pendek, total kredit ke sektor swasta non-keuangan memiliki efek negatif pada pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Selanjutnya, uji kausalitas Granger berdasarkan model koreksi kesalahan menunjukkan bahwa hanya suku bunga pasar uang, harga saham, dan jumlah kredit untuk rumah tangga yang memiliki hubungan kausalitas dengan pertumbuhan ekonomi.","PeriodicalId":426920,"journal":{"name":"Kajian Ekonomi dan Keuangan","volume":"424 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2017-08-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"133191633","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Peramalan ekspor Indonesia merupakan salah satu rujukan penting untuk merumuskan target perdagangan. Studi ini mengkonstruksi proyeksi ekspor nasional dengan variabel univariat. Teknologi komputer saat ini telah digunakan untuk mengolah data yang kompleks dan teknologi ini memiliki memiliki keunggulan dalam hal kecepatan pemrosesan data. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan keakuratan model konvensional ARIMA dengan model ANFIS dalam meramalkan ekspor Indonesia. Metode yang digunakan untuk membandingkan model adalah Theil's Inequality dan Mean Absolute Persentase Error (MAPE). Data yang digunakan adalah data ekspor bulanan Indonesia dari Januari 2009 sampai Desember 2015. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai Theil's Inequality adalah 0,20 dan Mean Absolute Persentase Error adalah 29% untuk metode peramalan ARIMA. ANFIS dapat meningkatkan akurasi prediksi ekspor berdasarkan kinerjanya. Hasil model Hybrid adalah: nilai Theil's Inequality sebesar 0,13 dan Mean Absolute Persentase Error sebesar 1,36%. Penggunaan metode yang lebih akurat ini diharapkan bisa menjadi dasar bagi pembuat kebijakan agar lebih rasional.
{"title":"Peramalan Ekspor Dengan Hibrida Arima-Anfis","authors":"Azis Muslim","doi":"10.31685/kek.v1i2.282","DOIUrl":"https://doi.org/10.31685/kek.v1i2.282","url":null,"abstract":"Peramalan ekspor Indonesia merupakan salah satu rujukan penting untuk merumuskan target perdagangan. Studi ini mengkonstruksi proyeksi ekspor nasional dengan variabel univariat. Teknologi komputer saat ini telah digunakan untuk mengolah data yang kompleks dan teknologi ini memiliki memiliki keunggulan dalam hal kecepatan pemrosesan data. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan keakuratan model konvensional ARIMA dengan model ANFIS dalam meramalkan ekspor Indonesia. Metode yang digunakan untuk membandingkan model adalah Theil's Inequality dan Mean Absolute Persentase Error (MAPE). Data yang digunakan adalah data ekspor bulanan Indonesia dari Januari 2009 sampai Desember 2015. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai Theil's Inequality adalah 0,20 dan Mean Absolute Persentase Error adalah 29% untuk metode peramalan ARIMA. ANFIS dapat meningkatkan akurasi prediksi ekspor berdasarkan kinerjanya. Hasil model Hybrid adalah: nilai Theil's Inequality sebesar 0,13 dan Mean Absolute Persentase Error sebesar 1,36%. Penggunaan metode yang lebih akurat ini diharapkan bisa menjadi dasar bagi pembuat kebijakan agar lebih rasional.","PeriodicalId":426920,"journal":{"name":"Kajian Ekonomi dan Keuangan","volume":"117 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2017-08-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"116187627","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
AbstractThe research’s purposes is to analyze Causality between FDI in telecommunication service sector and the empolyment in that sector. The method used are the descriptive and the linear regression through PVECM estimation. The results showed that the FDI in telecommunication service sector in the period of 2000-2016, only concentrated in Java and Bali with an average contribution of 98 percent per year. The PVECM estimation showed that the FDI has a strong two-way relationship with the employment. This means that FDI significantly encourages labor and vice versa. The ECT coefficient showed that the change in FDI due to changes in employment to achieve equilibrium is 89 percent and the change of employment due to changes in FDI by 10 percent per year. Thus, the FDI provides benefits for the employment absorption and the availability of emploment is also an important consideration for investors to invest in Indonesia's telecommunications sector.
{"title":"Liberarisasi Jasa Telekomunikasi Indonesia, Masuknya FDI dan Penyerapan Tenaga Kerja Domestik","authors":"Muhammad Fawaiq","doi":"10.31685/KEK.V1I2.244","DOIUrl":"https://doi.org/10.31685/KEK.V1I2.244","url":null,"abstract":"AbstractThe research’s purposes is to analyze Causality between FDI in telecommunication service sector and the empolyment in that sector. The method used are the descriptive and the linear regression through PVECM estimation. The results showed that the FDI in telecommunication service sector in the period of 2000-2016, only concentrated in Java and Bali with an average contribution of 98 percent per year. The PVECM estimation showed that the FDI has a strong two-way relationship with the employment. This means that FDI significantly encourages labor and vice versa. The ECT coefficient showed that the change in FDI due to changes in employment to achieve equilibrium is 89 percent and the change of employment due to changes in FDI by 10 percent per year. Thus, the FDI provides benefits for the employment absorption and the availability of emploment is also an important consideration for investors to invest in Indonesia's telecommunications sector.","PeriodicalId":426920,"journal":{"name":"Kajian Ekonomi dan Keuangan","volume":"64 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2017-08-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"125573844","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Kajian ini menganalisis implementasi technical spending review pada Kementerian Negara/Lembaga (K/L) tahun 2013-2015 di Indonesia. Dengan menggunakan pendekatan kualitatif, studi ini menemukan bahwa spending review di Indonesia dilakukan oleh Kementerian Keuangan (Direktorat Jenderal Perbendaharaan) dengan keterlibatan yang terbatas dari K/L. Kajian ini menyimpulkan bahwa pendekatan penyusunan spending review topdown tidak efektif dalam proses dan penggunaan laporan spending review dalam pengambilan keputusan penganggaran dan implementasi penganggaran berbasis kinerja. Isu kontekstual dan implementasi ditemukan menjadi hambatan utama dari implementasi spending review K/L.
{"title":"Analisis Implementasi Spending Review pada Kementerian Negara/Lembaga Tahun 2013-2015","authors":"Bilmar Parhusip","doi":"10.31685/KEK.V20I3.193","DOIUrl":"https://doi.org/10.31685/KEK.V20I3.193","url":null,"abstract":"Kajian ini menganalisis implementasi technical spending review pada Kementerian Negara/Lembaga (K/L) tahun 2013-2015 di Indonesia. Dengan menggunakan pendekatan kualitatif, studi ini menemukan bahwa spending review di Indonesia dilakukan oleh Kementerian Keuangan (Direktorat Jenderal Perbendaharaan) dengan keterlibatan yang terbatas dari K/L. Kajian ini menyimpulkan bahwa pendekatan penyusunan spending review topdown tidak efektif dalam proses dan penggunaan laporan spending review dalam pengambilan keputusan penganggaran dan implementasi penganggaran berbasis kinerja. Isu kontekstual dan implementasi ditemukan menjadi hambatan utama dari implementasi spending review K/L.","PeriodicalId":426920,"journal":{"name":"Kajian Ekonomi dan Keuangan","volume":"123 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2017-02-02","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"124259636","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
In recent years, the number of Islamic Commercial Bank and Business Unit increases significantly. Nevertheless, net profit of these banks decreased significantly in 2014. On the other hand, the Islamic Rural Banks which have slower growth of bank networks are able to manage insignificant profit reduction. Therefore, this study aims to estimate the level of inefficiency for both the Islamic Commercial banks and Islamic Rural Banks. Moreover, this study also estimates the determinants of inefficiency at the Islamic banks. There are two main contributions of this study: this study differentiates the Islamic banks into two categories and identifies causes of inefficiency. The methodology which is utilised in this study is the Stochastic Frontier Analysis based on monthly data in period 2009-2014. There are several main findings of this study. Firstly, the depositor's fund has an important role in determining the ability of financing for both types of bank. Secondly, regarding of inefficiency, the Islamic Rural Banks always efficient in the period of observation in this study, while the Islamic Commercial Banks have a lower level of efficiency relatively. Thirdly, increasing ROA which has negative and statistically significant estimated parameter is important to reduce inefficiency in the Islamic Commercial Banks.
{"title":"Measuring Efficiency of the Indonesian Islamic Banks","authors":"Yuventus Effendi","doi":"10.31685/KEK.V20I2.185","DOIUrl":"https://doi.org/10.31685/KEK.V20I2.185","url":null,"abstract":"In recent years, the number of Islamic Commercial Bank and Business Unit increases significantly. Nevertheless, net profit of these banks decreased significantly in 2014. On the other hand, the Islamic Rural Banks which have slower growth of bank networks are able to manage insignificant profit reduction. Therefore, this study aims to estimate the level of inefficiency for both the Islamic Commercial banks and Islamic Rural Banks. Moreover, this study also estimates the determinants of inefficiency at the Islamic banks. There are two main contributions of this study: this study differentiates the Islamic banks into two categories and identifies causes of inefficiency. The methodology which is utilised in this study is the Stochastic Frontier Analysis based on monthly data in period 2009-2014. There are several main findings of this study. Firstly, the depositor's fund has an important role in determining the ability of financing for both types of bank. Secondly, regarding of inefficiency, the Islamic Rural Banks always efficient in the period of observation in this study, while the Islamic Commercial Banks have a lower level of efficiency relatively. Thirdly, increasing ROA which has negative and statistically significant estimated parameter is important to reduce inefficiency in the Islamic Commercial Banks.","PeriodicalId":426920,"journal":{"name":"Kajian Ekonomi dan Keuangan","volume":"41 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2017-01-24","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"114243141","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Ketimpangan merupakan permasalahan yang lebih kompleks dibanding dengan kemiskinan. Ketimpangan yang tinggi lambat laun akan menjadi penghambat pertumbuhan ekonomi. Terhambatnya pertumbuhan ekonomi, mengakibatkan suatu negara tidak mampu keluar atau terjebak dalam kelompok pendapatan kelas menengah. Artikel ini ingin mengetahui gambaran serta posisi Indonesia dalam kelompok negara Middle Income. Metode analisis digunakan adalah metode deskriptif dalam bentuk grafis, serta penghitungan matematis sederhana. Dari hasil analisis diperoleh bahwa selama dua dasawarsa ketimpangan pendapatan di Indonesia mengalami peningkatan. Pada tahun 1990, sebesar 20 persen penduduk terkaya Indonesia (kuintil 5) menguasai 39 persen total pengeluaran seluruh penduduk. Pada tahun 2010, naik menjadi 44 persen atau sebesar 44 persen total pengeluaran berasal dari 20 persen orang terkaya di Indonesia. Meskipun demikian, posisi Indonesia relatif cukup baik bila dibandingkan dengan negara-negara yang berada dalam kelompok Lower Middle Income. Dengan kuadran kartesius, Indonesia berada pada kelompok negara dengan kriteria GNI per kapita tinggi dan ketimpangan yang rendah.
{"title":"Ketimpangan Pendapatan dan Middle Income Trap","authors":"T. Wibowo","doi":"10.31685/KEK.V20I2.184","DOIUrl":"https://doi.org/10.31685/KEK.V20I2.184","url":null,"abstract":"Ketimpangan merupakan permasalahan yang lebih kompleks dibanding dengan kemiskinan. Ketimpangan yang tinggi lambat laun akan menjadi penghambat pertumbuhan ekonomi. Terhambatnya pertumbuhan ekonomi, mengakibatkan suatu negara tidak mampu keluar atau terjebak dalam kelompok pendapatan kelas menengah. Artikel ini ingin mengetahui gambaran serta posisi Indonesia dalam kelompok negara Middle Income. Metode analisis digunakan adalah metode deskriptif dalam bentuk grafis, serta penghitungan matematis sederhana. Dari hasil analisis diperoleh bahwa selama dua dasawarsa ketimpangan pendapatan di Indonesia mengalami peningkatan. Pada tahun 1990, sebesar 20 persen penduduk terkaya Indonesia (kuintil 5) menguasai 39 persen total pengeluaran seluruh penduduk. Pada tahun 2010, naik menjadi 44 persen atau sebesar 44 persen total pengeluaran berasal dari 20 persen orang terkaya di Indonesia. Meskipun demikian, posisi Indonesia relatif cukup baik bila dibandingkan dengan negara-negara yang berada dalam kelompok Lower Middle Income. Dengan kuadran kartesius, Indonesia berada pada kelompok negara dengan kriteria GNI per kapita tinggi dan ketimpangan yang rendah.","PeriodicalId":426920,"journal":{"name":"Kajian Ekonomi dan Keuangan","volume":"48 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2017-01-24","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"116237293","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Investasi yang berasal dari investor Hong Kong ke Indonesia merupakan salah satu yang terkecil apabila dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya. Hal ini juga diindikasikan terjadi karena faktor perdagangan. Oleh karena itu, tujuan dari kajian ini adalah untuk mengevaluasi peranan perdagangan sebagai salah satu faktor pertimbangan investor untuk berinvestasi di Indonesia. Metode yang digunakan studi ini adalah Autoregressive Distributed Lag (ARDL), untuk melihat pengaruh suatu variabel dan mendapatkan nilai pengaruhnya. Hasil kajian memperlihatkan bahwa dalam jangka pendek, faktor perdagangan mempengaruhi keputusan investor asing untuk berinvestasi secara langsung (FDI). , Sedangkan dalam jangka panjang, hanya ekspor yang berpengaruh terhadap FDI. Secara umum, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas politik menjadi faktor yang secara relatif lebih dominan apabila dibandingkan perdagangan.
{"title":"Apakah Perdagangan Menjadi Pertimbangan Investasi?","authors":"Azis Muslim","doi":"10.31685/KEK.V20I2.183","DOIUrl":"https://doi.org/10.31685/KEK.V20I2.183","url":null,"abstract":"Investasi yang berasal dari investor Hong Kong ke Indonesia merupakan salah satu yang terkecil apabila dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya. Hal ini juga diindikasikan terjadi karena faktor perdagangan. Oleh karena itu, tujuan dari kajian ini adalah untuk mengevaluasi peranan perdagangan sebagai salah satu faktor pertimbangan investor untuk berinvestasi di Indonesia. Metode yang digunakan studi ini adalah Autoregressive Distributed Lag (ARDL), untuk melihat pengaruh suatu variabel dan mendapatkan nilai pengaruhnya. Hasil kajian memperlihatkan bahwa dalam jangka pendek, faktor perdagangan mempengaruhi keputusan investor asing untuk berinvestasi secara langsung (FDI). , Sedangkan dalam jangka panjang, hanya ekspor yang berpengaruh terhadap FDI. Secara umum, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas politik menjadi faktor yang secara relatif lebih dominan apabila dibandingkan perdagangan.","PeriodicalId":426920,"journal":{"name":"Kajian Ekonomi dan Keuangan","volume":"16 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2017-01-24","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"130722783","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Fiscal policy is a core factor in managing macroeconomic indicators strategy. Following several financial crises, both advanced and emerging countries undertook prudent fiscal policies to maintain debt sustainability. This paper investigates the fiscal policy behaviour of Indonesia through a fiscal reaction function, which represents how the government reacts to the debt to GDP ratio by the creation of primary balance in the budget. Breakpoint unit roottest is conducted due to the stationarity characteristics of data variables, hence the widely used Autoregressive Distributive Lag (ARDL) bound test is employed using quarterly data from 1990 to 2014. These results indicate that the government of Indonesia has reacted to the increase in debt to GDP bygenerating the primary surplus due to increase in debt accumulation which shows the well-behaved fiscal policy to maintain debt sustainability. In Indonesia’s fiscal reaction function, real interest rate, nominal exchange rateto US$, and election significantly determine the primary balance behaviour. In addition to maintaining a debt to GDP ratio at a low level, the government should also consider the other variables other than debt to achieve sustainability of fiscal policy especially in managing shocks.
{"title":"Estimation of Indonesia’s Fiscal Reaction Function","authors":"Raditiyo Harya Pamungkas","doi":"10.31685/KEK.V20I1.178","DOIUrl":"https://doi.org/10.31685/KEK.V20I1.178","url":null,"abstract":"Fiscal policy is a core factor in managing macroeconomic indicators strategy. Following several financial crises, both advanced and emerging countries undertook prudent fiscal policies to maintain debt sustainability. This paper investigates the fiscal policy behaviour of Indonesia through a fiscal reaction function, which represents how the government reacts to the debt to GDP ratio by the creation of primary balance in the budget. Breakpoint unit roottest is conducted due to the stationarity characteristics of data variables, hence the widely used Autoregressive Distributive Lag (ARDL) bound test is employed using quarterly data from 1990 to 2014. These results indicate that the government of Indonesia has reacted to the increase in debt to GDP bygenerating the primary surplus due to increase in debt accumulation which shows the well-behaved fiscal policy to maintain debt sustainability. In Indonesia’s fiscal reaction function, real interest rate, nominal exchange rateto US$, and election significantly determine the primary balance behaviour. In addition to maintaining a debt to GDP ratio at a low level, the government should also consider the other variables other than debt to achieve sustainability of fiscal policy especially in managing shocks.","PeriodicalId":426920,"journal":{"name":"Kajian Ekonomi dan Keuangan","volume":"46 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2017-01-23","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"122650972","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pengaturan batas defisit APBD yang merupakan pelaksanaan pasal 83 UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah telah dilakukan sejak tahun 2007. Ketentuan tersebut diterbitkan setiap tahun. Ketentuan ini menjadi pedoman pemerintah daerah dalam menyusun APBD. Dari hasil evaluasi menunjukkan bahwa ketentuan batas kumulatif defisit APBD cenderung terlampaui pada periode 2012-2013. Kecenderungan terlampauinya batas kumulatif defisit APBD 2012-2013 mungkin disebabkan adanya perubahan kriteria defisit yang digunakan. Pada periode 2012-2013, kriteria defisit yang digunakan adalah defisit murni. Pola APBD periode tersebut menunjukkan besarnya SILPA (Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran) tahun sebelumnya yang harus digunakan (dianggarkan) kembali pada tahun berikutnya. Sedangkan pada periode 2009-2011 kriteria defisit APBD yang digunakan adalah defisit pinjaman, dan pola APBD menunjukkan bahwa pinjaman daerah relatif sangat rendah. Tingkat kepatuhan pemerintah daerah selama periode 2009-2011 secara berturut-turut adalah 60,6 persen, 70,5 persen, dan 78,6 persen. Sedangkan untuk periode 2012-2013 tingkat kepatuhan pemerintah daerah adalah 58,7 persen dan 62,4 persen. Tidak optimalnya pengaturan batas defisit ini mungkin terjadi disebabkan tidak optimalnya evaluasi APBD.
{"title":"Analisis Tingkat Kepatuhan Pemerintah Daerah Terhadap Pengaturan Batas Defisit APBD","authors":"M. Mulyadi","doi":"10.31685/kek.v19i2.138","DOIUrl":"https://doi.org/10.31685/kek.v19i2.138","url":null,"abstract":"Pengaturan batas defisit APBD yang merupakan pelaksanaan pasal 83 UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah telah dilakukan sejak tahun 2007. Ketentuan tersebut diterbitkan setiap tahun. Ketentuan ini menjadi pedoman pemerintah daerah dalam menyusun APBD. Dari hasil evaluasi menunjukkan bahwa ketentuan batas kumulatif defisit APBD cenderung terlampaui pada periode 2012-2013. Kecenderungan terlampauinya batas kumulatif defisit APBD 2012-2013 mungkin disebabkan adanya perubahan kriteria defisit yang digunakan. Pada periode 2012-2013, kriteria defisit yang digunakan adalah defisit murni. Pola APBD periode tersebut menunjukkan besarnya SILPA (Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran) tahun sebelumnya yang harus digunakan (dianggarkan) kembali pada tahun berikutnya. Sedangkan pada periode 2009-2011 kriteria defisit APBD yang digunakan adalah defisit pinjaman, dan pola APBD menunjukkan bahwa pinjaman daerah relatif sangat rendah. Tingkat kepatuhan pemerintah daerah selama periode 2009-2011 secara berturut-turut adalah 60,6 persen, 70,5 persen, dan 78,6 persen. Sedangkan untuk periode 2012-2013 tingkat kepatuhan pemerintah daerah adalah 58,7 persen dan 62,4 persen. Tidak optimalnya pengaturan batas defisit ini mungkin terjadi disebabkan tidak optimalnya evaluasi APBD.","PeriodicalId":426920,"journal":{"name":"Kajian Ekonomi dan Keuangan","volume":"254 11","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2016-12-19","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"113983186","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pemerintah Indonesia gagal mencapai target swasembada daging sapi pada tahun 2014. Rendahnya produktivitas usaha pembibitan sapi diyakini sebagai kendala utamanya. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi strategi peningkatan produktivitas usaha pembibitan sapi serta kebijakan fiskal untuk mendukung strategi tersebut. Penelitian ini menggunakan metode analisis statistik deskriptif, yang didukung dengan analisis SWOT sebagai alat bantu. Hasil analisis menunjukkan bahwa sebagian besar usaha pembibitan sapi di Indonesia dilakukan oleh peternak dalam skala rumah tangga yang berada di Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara, yang rawan kekeringan di musim kemarau. Sementara itu, kebun sawit di Sumatera dan Kalimantan yang kaya biomassa belum banyak dimanfaatkan untuk usaha pembibitan sapi. Investor kurang berminat berusaha di bidang pembibitan sapi karena margin keuntungannya rendah, perputaran modalnya lama, dan risiko usahanya tinggi. Kebijakan fiskal dapat dimanfaatkan untuk mendorong upaya pembibitan sapi nasional, baik melalui pemberian insentif fiskal maupun alokasi anggaran. Insentif fiskal dapat diberikan untuk pembibitan sapi di lahan sawit, pengadaan sarana transportasi khusus untuk sapi, atau impor indukan sapi betina produktif siap kawin. Alokasi anggaran dapat disiapkan untuk membangun waduk dan irigasi untuk daerah peternakan yang mengalami kekeringan di musim kemarau; peningkatan produksi semen beku, serta peningkatan kualitas dan kuantitas masyarakat peternak.
{"title":"Peran Kebijakan Fisal Dalam Peningkatan Produktvitas Pembibitan Sapi Nasional","authors":"Purwoko Purwoko","doi":"10.31685/kek.v19i2.137","DOIUrl":"https://doi.org/10.31685/kek.v19i2.137","url":null,"abstract":"Pemerintah Indonesia gagal mencapai target swasembada daging sapi pada tahun 2014. Rendahnya produktivitas usaha pembibitan sapi diyakini sebagai kendala utamanya. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi strategi peningkatan produktivitas usaha pembibitan sapi serta kebijakan fiskal untuk mendukung strategi tersebut. Penelitian ini menggunakan metode analisis statistik deskriptif, yang didukung dengan analisis SWOT sebagai alat bantu. Hasil analisis menunjukkan bahwa sebagian besar usaha pembibitan sapi di Indonesia dilakukan oleh peternak dalam skala rumah tangga yang berada di Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara, yang rawan kekeringan di musim kemarau. Sementara itu, kebun sawit di Sumatera dan Kalimantan yang kaya biomassa belum banyak dimanfaatkan untuk usaha pembibitan sapi. Investor kurang berminat berusaha di bidang pembibitan sapi karena margin keuntungannya rendah, perputaran modalnya lama, dan risiko usahanya tinggi. Kebijakan fiskal dapat dimanfaatkan untuk mendorong upaya pembibitan sapi nasional, baik melalui pemberian insentif fiskal maupun alokasi anggaran. Insentif fiskal dapat diberikan untuk pembibitan sapi di lahan sawit, pengadaan sarana transportasi khusus untuk sapi, atau impor indukan sapi betina produktif siap kawin. Alokasi anggaran dapat disiapkan untuk membangun waduk dan irigasi untuk daerah peternakan yang mengalami kekeringan di musim kemarau; peningkatan produksi semen beku, serta peningkatan kualitas dan kuantitas masyarakat peternak.","PeriodicalId":426920,"journal":{"name":"Kajian Ekonomi dan Keuangan","volume":"24 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2016-12-19","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"115572556","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}