Pub Date : 2021-07-16DOI: 10.25170/PARADIGMA.V6I1.2345
Laksana Arum Nugraheni
Abstract Every citizen has the right to protection against discriminatory treatment. The state guarantees the freedom of each of its inhabitants to embrace their respective religions and to worship according to their religion and belief. The rights of adherents of belief or what is known as the Belief in God Almighty by law in Indonesia have not been fully accommodated and discrimination is still found in social life. The author examines marriage registration from a philosophical point of view based on the values of Pancasila and statutory regulations for Believers. This type of research is a juridical normative that uses a conceptual approach, laws, history and cases. The author analyzes with qualitative methods and deductive thinking methods. The results show that the Constitutional Court Decision Number 97 / PUU-XVI / 2016 is a manifestation of the values in the principles of Pancasila so that it is in line with the goals and ideals of the nation which make Pancasila the guide for the nation's life. The decision of the Constitutional Court Number 97 / PUU-XIV / 2016 is a turning point that provides space for citizens, especially Believers to obtain administrative constitutional rights for inhabitants. Apart from being determined by the teachings of their belief, the validity of marriages must also be carried out in the presence of a Leader of Beliefs in accordance with statutory regulations. Marriages that are not recorded do not fulfill the administrative aspects or formal requirements for the validity of the marriage so that the implication is that the marriage is not legally binding. Keywords : Marriage, Believers in God Almighty, Pancasila Abstrak Setiap warga negara berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif. Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduknya untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu. Hak bagi pemeluk aliran kepercayaan atau yang disebut dengan Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa secara hukum di Indonesia belum terakomodasi sepenuhnya dan masih ditemukan diskriminasi dalam kehidupan sosial kemasyarakatan. Penulis mengkaji pencatatan perkawinan dari sudut pandang filosofis berdasarkan nilai-nilai Pancasila dan peraturan perundang-undangan bagi Penghayat Kepercayaan. Jenis penelitian ini adalah yuridis normatif yang menggunakan pendekatan konseptual, undang-undang, sejarah dan kasus. Penulis menganalisa dengan metode kualitatif dan metode berpikir deduktif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 97/PUU-XVI/2016 merupakan perwujudan dari nilai dalam sila-sila Pancasila sehingga sejalan dengan tujuan dan cita-cita bangsa yang menjadikan Pancasila sebagai pedoman hidup bangsa. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 97/PUU-XIV/2016 merupakan titik balik yang memberikan ruang bagi warga negara khususnya Penghayat Kepercayaan untuk memperoleh hak konstitusional administratif kependudukan. Ke
每个公民都有不受歧视待遇的权利。国家保障每个居民有信奉自己宗教的自由和按照自己的宗教信仰进行礼拜的自由。在印度尼西亚,法律规定信仰或所谓信仰全能的上帝的信徒的权利没有得到充分照顾,在社会生活中仍然存在歧视。作者以潘卡西拉的价值观和信徒的法定规定为基础,从哲学的角度审视婚姻登记。这种类型的研究是一种司法规范,使用概念方法,法律,历史和案例。作者采用定性方法和演绎思维方法进行分析。结果表明,宪法法院第97 / PUU-XVI / 2016号判决是潘卡西拉原则中价值观的体现,符合潘卡西拉成为国家生活指南的国家目标和理想。第97 / PUU-XIV / 2016号宪法法院的决定是一个转折点,为公民,特别是信徒提供了获得居民行政宪法权利的空间。除了由其信仰的教义决定外,婚姻的有效性也必须按照法定条例在宗教领袖在场的情况下进行。未记录的婚姻不符合婚姻有效性的行政方面或正式要求,因此暗示婚姻不具有法律约束力。关键词:婚姻,全能神的信徒,潘卡西拉,摘要,塞蒂瓦加,尼加拉,潘卡西拉,潘卡西拉,潘卡西拉,潘卡西拉,潘卡西拉,潘卡西拉,潘卡西拉,潘卡西拉Negara menjamin kemerdekan tiap-tiap penduduknya untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya。Hak bagi pemeluk aliran kepercayaan atau yang disebut dengan Penghayat kepercayaan Terhadap Tuhan yang Maha Esa secara hukum di Indonesia belum terakomodasi sepenuhnya dan masih ditemukan diskriminasi dalam keasyarakatan社会kemasyarakatan。Penulis mengkaji pencatatan perkawinan dari sudut pandang filosofis berdasarkan nilai-nilai Pancasila dan peraturan perundang-undangan bagi Penghayat keperkaaan。Jenis penelitian ini adalah yuridis normatiatim yang menggunakan pendekatan konsepsepal, undang-undang, sejarah dan kasus。孟氏小蠊,登根法,定性法和贝匹克法。Hasil penelitian menunjukkan bahwa Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 97/PUU-XVI/2016 merupakan perwujudan dari nilai dalam sila-sila Pancasila sehinga sejalan dengan tujuan dan cita-cita bangsa yang menjadikan Pancasila sebagai pedoman hidup bangsaPutusan Mahkamah konstitui Nomor 97/PUU-XIV/2016 merupakan titik balik yang成员ruang bagi warga negara khususnya Penghayat keperayaan untuk member peroleh hak constitutionaladministrative kependudukan。Keabsahan perkawinan Penghayat Kepercayaan selain ditentukan oleh ajaran kepercayaannya, juga harus dilaksanakan di hadapan Pemuka Penghayat Kepercayaan sesuai dengan perundang-undangan。Perkawinan yang tidak dicatatkan maka tidatan memuhi说行政长官syaril . sanhnya Perkawinan seingga . beimplikasi pada Perkawinan teresak berkekuatan hukum。Kata Kunci: Perkawinan, Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa, Pancasila
{"title":"KAJIAN FILOSOFIS PENCATATAN PERKAWINAN PENGHAYAT KEPERCAYAAN BERDASARKAN NILAI-NILAI PANCASILA DAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA","authors":"Laksana Arum Nugraheni","doi":"10.25170/PARADIGMA.V6I1.2345","DOIUrl":"https://doi.org/10.25170/PARADIGMA.V6I1.2345","url":null,"abstract":"Abstract \u0000Every citizen has the right to protection against discriminatory treatment. The state guarantees the freedom of each of its inhabitants to embrace their respective religions and to worship according to their religion and belief. The rights of adherents of belief or what is known as the Belief in God Almighty by law in Indonesia have not been fully accommodated and discrimination is still found in social life. The author examines marriage registration from a philosophical point of view based on the values of Pancasila and statutory regulations for Believers. This type of research is a juridical normative that uses a conceptual approach, laws, history and cases. The author analyzes with qualitative methods and deductive thinking methods. The results show that the Constitutional Court Decision Number 97 / PUU-XVI / 2016 is a manifestation of the values in the principles of Pancasila so that it is in line with the goals and ideals of the nation which make Pancasila the guide for the nation's life. The decision of the Constitutional Court Number 97 / PUU-XIV / 2016 is a turning point that provides space for citizens, especially Believers to obtain administrative constitutional rights for inhabitants. Apart from being determined by the teachings of their belief, the validity of marriages must also be carried out in the presence of a Leader of Beliefs in accordance with statutory regulations. Marriages that are not recorded do not fulfill the administrative aspects or formal requirements for the validity of the marriage so that the implication is that the marriage is not legally binding. \u0000Keywords : Marriage, Believers in God Almighty, Pancasila \u0000 \u0000Abstrak \u0000Setiap warga negara berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif. Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduknya untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu. Hak bagi pemeluk aliran kepercayaan atau yang disebut dengan Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa secara hukum di Indonesia belum terakomodasi sepenuhnya dan masih ditemukan diskriminasi dalam kehidupan sosial kemasyarakatan. Penulis mengkaji pencatatan perkawinan dari sudut pandang filosofis berdasarkan nilai-nilai Pancasila dan peraturan perundang-undangan bagi Penghayat Kepercayaan. Jenis penelitian ini adalah yuridis normatif yang menggunakan pendekatan konseptual, undang-undang, sejarah dan kasus. Penulis menganalisa dengan metode kualitatif dan metode berpikir deduktif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 97/PUU-XVI/2016 merupakan perwujudan dari nilai dalam sila-sila Pancasila sehingga sejalan dengan tujuan dan cita-cita bangsa yang menjadikan Pancasila sebagai pedoman hidup bangsa. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 97/PUU-XIV/2016 merupakan titik balik yang memberikan ruang bagi warga negara khususnya Penghayat Kepercayaan untuk memperoleh hak konstitusional administratif kependudukan. Ke","PeriodicalId":445925,"journal":{"name":"Jurnal Paradigma Hukum Pembangunan","volume":"1 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-07-16","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"130731560","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2021-07-16DOI: 10.25170/PARADIGMA.V6I1.2207
M. S. Harahap
Pembentukan RUU Cipta Kerja perlu di hargai karena memiliki spirit yang bagus, paling tidak untuk memudahkan investasi, membuka lapangan kerja, memangkas berbagai peraturan yang berbelit-belit dan untuk negara kesejahteraan. Tetapi jangan sampai menabrak Undang-Undang Dasar 1945. Politik hukumnya harus dalam kerangka kepentingan masyarakat. Seperti kata Cicero keselamatan rakyat adalah hukum yang tertinggi. Negara demokrasi, supremasi hukum dan pengawasan haruslah menjadi perhatian. Jadi jangan salah jalan. Kita tidak juga ingin berkurangnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Jika juga terjadi pengundangan sebaiknya undang-undang itu dicabut melalui Perpu atau setidak-tidaknya di tunda pemberlakukannya. Karena kita tidak ingin terjadi pembangkangan publik terhadap berlakunya undang-undang itu. Pemerintah harus arif dan bijak menyikapi keinginan rakyat agar ketertiban, keamanan dan stabilitas nasional tetap terkendali.
{"title":"PERSPEKTIF RUU CIPTA KERJA DITINJAU BERDASARKAN UUD 1945","authors":"M. S. Harahap","doi":"10.25170/PARADIGMA.V6I1.2207","DOIUrl":"https://doi.org/10.25170/PARADIGMA.V6I1.2207","url":null,"abstract":"Pembentukan RUU Cipta Kerja perlu di hargai karena memiliki spirit yang bagus, paling tidak untuk memudahkan investasi, membuka lapangan kerja, memangkas berbagai peraturan yang berbelit-belit dan untuk negara kesejahteraan. Tetapi jangan sampai menabrak Undang-Undang Dasar 1945. Politik hukumnya harus dalam kerangka kepentingan masyarakat. Seperti kata Cicero keselamatan rakyat adalah hukum yang tertinggi. Negara demokrasi, supremasi hukum dan pengawasan haruslah menjadi perhatian. Jadi jangan salah jalan. Kita tidak juga ingin berkurangnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Jika juga terjadi pengundangan sebaiknya undang-undang itu dicabut melalui Perpu atau setidak-tidaknya di tunda pemberlakukannya. Karena kita tidak ingin terjadi pembangkangan publik terhadap berlakunya undang-undang itu. Pemerintah harus arif dan bijak menyikapi keinginan rakyat agar ketertiban, keamanan dan stabilitas nasional tetap terkendali.","PeriodicalId":445925,"journal":{"name":"Jurnal Paradigma Hukum Pembangunan","volume":"57 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-07-16","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"117115234","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2021-07-16DOI: 10.25170/PARADIGMA.V6I1.2535
N. Ayu
Indonesia merupakan negara yang memiliki daftar panjang tentang satwa liar terancam punah, maraknya satwa yang diseludupkan ke berbagai tempat dengan berbagai macam tujuan menjadi hal yang sangat perlu di awasi, salah satunya adalah perdagangan penyu hijau (Chelonia mydas) di Jembrana. Perlindungan penyu hijau sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 tahun 1990 dan secara Internasional telah masuk dalam Appendix 1 CITES. Penelitian ini termasuk penelitian yuridis normatif, dengan teknik studi dokumen dan wawancara dalam teknik pengumpulan data dan mempergunakan metode analisis data kualitatif. Bedasarkan hasil penelitian diketahui kasus perdagangan yang terjadi di Jembrana bukan termasuk perdagangan ekspor impor maka upaya hukum belum dapat menggunakan ketentuan CITES dan WTO, namun terkait dengan upaya penegakan hukum dan penyelesaian kasus perdagangan Penyu Hijau di lakukan sesuai dengan UU nomor 5 tahun 1990, PP No. 7 Tahun 1999 dan Permen LHK No. P.106/2018 dengan tetap berlatar konvensi CITES. Upaya Perlindungan Penyu dalam Perdagangan dapat dilaksankaan dengan pemahaman terhadap subtansi hukum, saling terhubungnya komunikasi para subjek hukum dan pengawsan serta evaluasi dari kelembagaan.
{"title":"TINJAUAN HUKUM TERKAIT PERLINDUNGAN PENYU HIJAU SEBAGAI SATWA YANG DI LINDUNGI DALAM KASUS PERDAGANGAN PENYU ILEGAL DI JEMBRANA","authors":"N. Ayu","doi":"10.25170/PARADIGMA.V6I1.2535","DOIUrl":"https://doi.org/10.25170/PARADIGMA.V6I1.2535","url":null,"abstract":"Indonesia merupakan negara yang memiliki daftar panjang tentang satwa liar terancam punah, maraknya satwa yang diseludupkan ke berbagai tempat dengan berbagai macam tujuan menjadi hal yang sangat perlu di awasi, salah satunya adalah perdagangan penyu hijau (Chelonia mydas) di Jembrana. Perlindungan penyu hijau sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 tahun 1990 dan secara Internasional telah masuk dalam Appendix 1 CITES. Penelitian ini termasuk penelitian yuridis normatif, dengan teknik studi dokumen dan wawancara dalam teknik pengumpulan data dan mempergunakan metode analisis data kualitatif. Bedasarkan hasil penelitian diketahui kasus perdagangan yang terjadi di Jembrana bukan termasuk perdagangan ekspor impor maka upaya hukum belum dapat menggunakan ketentuan CITES dan WTO, namun terkait dengan upaya penegakan hukum dan penyelesaian kasus perdagangan Penyu Hijau di lakukan sesuai dengan UU nomor 5 tahun 1990, PP No. 7 Tahun 1999 dan Permen LHK No. P.106/2018 dengan tetap berlatar konvensi CITES. Upaya Perlindungan Penyu dalam Perdagangan dapat dilaksankaan dengan pemahaman terhadap subtansi hukum, saling terhubungnya komunikasi para subjek hukum dan pengawsan serta evaluasi dari kelembagaan.","PeriodicalId":445925,"journal":{"name":"Jurnal Paradigma Hukum Pembangunan","volume":"26 2","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-07-16","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"132501343","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2021-07-15DOI: 10.25170/PARADIGMA.V6I1.2506
Dewi Sukma Kristianti
Abstract Foundations in Indonesia are the result of transplanting and adopting laws originating from the Dutch legal system. The presence of foundations in general is a response to the paradigm of realizing a civil society that prioritizes justice and human rights, which leads to general welfare, giving rise to an impetus to form a body with social goals in order to promote prosperity. General, on a non-profit basis. However, in practice and development in Indonesia, many have been abused and deviated from their original function and purpose as a non-profit social institution. Based on the normative juridical investigation that was carried out, the cause of the malicious functioning of the foundation was because from the very beginning the foundation was transplanted and adopted from Dutch law, had grown and developed maliciously. This is because the foundation is not accompanied by firm and clear regulations, but depends on the usual practices of the foundation, and is also driven by the need for the foundation to obtain funds that can be managed for social activities, thus giving birth to various types of foundations. Where each type appears opportunities for malicious occurrence. Efforts made to overcome the misuse of the foundation's function were carried out by issuing regulations on foundations. For this reason, legal comparisons were made to the regulation of foundations in various legal systems, including the Dutch and British legal systems. Keywords: foundation; legal transplants; malicious; comparison. Abstrak Yayasan yang ada di Indonesia merupakan hasil tranplantasi dan adopsi hukum yang berasal dari sistem hukum Belanda. Kehadiran yayasan pada umumnya adalah sebagai suatu respon terhadap paradigma mewujudkan masyarakat madani (civil society) yang mengutamakan keadilan dan hak asasi manusia, yang bermuara pada kesejahteraan umum, sehingga menimbulkan adanya dorongan untuk membentuk suatu badan yang memiliki tujuan sosial agar dapat mendorong ke arah terwujudnya kesejahteraan umum, secara nirlaba. Namun dalam praktik dan perkembangannya di Indonesia, justru banyak yang disalahgunakan dan menyimpang dari fungsi dan tujuan semula sebagai lembaga sosial nirlaba. Berdasarkan penelusuran secara yuridis normatif yang dilakukan, penyebab terjadinya penyalahgunaan fungsi yayasan yang menjadi malicious adalah karena sejak semula ditransplantasi dan diadopsinya yayasan dari hukum Belanda, telah tumbuh dan berkembang secara malicious. Dikarenakan yayasan tidak dibarengi dengan adanya peraturan yang tegas dan jelas, tetapi bergantung pada praktik-praktik yang biasa dijalankan yayasan, serta didorong pula oleh kebutuhan yayasan untuk memperoleh dana yang dapat dikelola untuk kegiatan-kegiatan sosial sehingga melahirkan berbagai macam tipe-tipe yayasan. Dimana masing-masing tipe inilah muncul peluang-peluang terjadinya malicious. Upaya yang dilakukan mengatasi penyalahgunaan fungsi yayasan dilakukan dengan mengeluarkan peraturan tentang yayas
印度尼西亚的基金会是移植和采用源自荷兰法律体系的法律的结果。总的来说,基金会的存在是对实现一个优先考虑正义和人权的公民社会范式的回应,这将导致普遍福利,从而推动形成一个具有社会目标的机构,以促进繁荣。将军,以非盈利为基础。然而,在印度尼西亚的实践和发展中,许多机构被滥用,偏离了其作为非营利社会机构的原始功能和宗旨。根据所开展的规范性司法调查,基金会恶意运作的原因是,基金会从一开始就从荷兰法律移植和采用,已经恶意成长和发展。这是因为基金会并没有严格明确的规定,而是依赖于基金会的惯常做法,也受到基金会需要获得可管理的社会活动资金的驱动,从而产生了各种类型的基金会。每种类型出现的地方都有恶意发生的机会。为了克服基金会职能的滥用,出台了基金会管理条例。因此,我们对不同法系,包括荷兰和英国法系对基金会的规定进行了法律比较。关键词:基础;法律移植;恶意的;比较。【摘要】印尼亚山杨(Yayasan yang ada di Indonesia)梅鲁巴卡山(merupakan hasil)移栽,采用hukum yang berasal dari系统。Kehadiran yayasan pada umumnya adalah sebagai suatu response terhadap paradigm mewujudkan masyarakat madani(民间社会)yang mengutamakan keadilan dan hak asasi manusia, yang bermuara pada kesejahteraan umum, sehinga menimbulkan adanya dorongan untuk membentuk suatu badan yang memiliki tujuan social agar dapat mendorong ke terwujudnya kesejahteraan umum, secara nirlaba。Namun dalam praktik dan perkembangannya di Indonesia, justru banyak yang disalahgunakan dan menyimpang dari funsi dan tujuan semula sebagai lembaga social nirlaba。Berdasarkan penelurian secara yuridis normatiatif yang dilakukan, penyebab terjadinya penyalahgunaan fungsi yayasan yang menjadi malicious adalah karena sejak semula ditransplantasi dan diayasan dari hukum Belanda, telah tumbuh dan berkembang secara malicious。Dikarenakan yayasan tidak dibarengi dengan adanya peraturan yang tegas dan jelas, tetapi bergantung pada praktik-praktik yang biasa dijalankan yayasan, serta didorong puleh kebutuhan yayasan untuk memperoleh dana yang dapat dikelola untuk kegiatan-kegiatan social seingga melahirkan berbagai macam tipe-tipe yayasan。Dimana masing-masing类型inilah muncul peluang-peluang terjadinya malicious。Upaya yang dilakukan mengatasi penyalahgunaan真菌yayasan dilakukan dengan mengeluarkan peraturan tentanyayasan。Oleh karenanya dilakukan pula perbandingan hukum terhadap pengaturan yayasan di berbagai系统hukum, yatu系统hukum Belanda dan Inggris。Kata Kunci: yayasan;tranplantasi hukum;恶意的;perbandingan
{"title":"MENELISIK YAYASAN DI INDONESIA: SEBAGAI LEMBAGA YANG MEMILIKI FUNGSI DAN TUJUAN SOSIAL SEMATA?","authors":"Dewi Sukma Kristianti","doi":"10.25170/PARADIGMA.V6I1.2506","DOIUrl":"https://doi.org/10.25170/PARADIGMA.V6I1.2506","url":null,"abstract":"Abstract \u0000Foundations in Indonesia are the result of transplanting and adopting laws originating from the Dutch legal system. The presence of foundations in general is a response to the paradigm of realizing a civil society that prioritizes justice and human rights, which leads to general welfare, giving rise to an impetus to form a body with social goals in order to promote prosperity. General, on a non-profit basis. However, in practice and development in Indonesia, many have been abused and deviated from their original function and purpose as a non-profit social institution. Based on the normative juridical investigation that was carried out, the cause of the malicious functioning of the foundation was because from the very beginning the foundation was transplanted and adopted from Dutch law, had grown and developed maliciously. This is because the foundation is not accompanied by firm and clear regulations, but depends on the usual practices of the foundation, and is also driven by the need for the foundation to obtain funds that can be managed for social activities, thus giving birth to various types of foundations. Where each type appears opportunities for malicious occurrence. Efforts made to overcome the misuse of the foundation's function were carried out by issuing regulations on foundations. For this reason, legal comparisons were made to the regulation of foundations in various legal systems, including the Dutch and British legal systems. \u0000Keywords: foundation; legal transplants; malicious; comparison. \u0000 \u0000Abstrak \u0000Yayasan yang ada di Indonesia merupakan hasil tranplantasi dan adopsi hukum yang berasal dari sistem hukum Belanda. Kehadiran yayasan pada umumnya adalah sebagai suatu respon terhadap paradigma mewujudkan masyarakat madani (civil society) yang mengutamakan keadilan dan hak asasi manusia, yang bermuara pada kesejahteraan umum, sehingga menimbulkan adanya dorongan untuk membentuk suatu badan yang memiliki tujuan sosial agar dapat mendorong ke arah terwujudnya kesejahteraan umum, secara nirlaba. Namun dalam praktik dan perkembangannya di Indonesia, justru banyak yang disalahgunakan dan menyimpang dari fungsi dan tujuan semula sebagai lembaga sosial nirlaba. Berdasarkan penelusuran secara yuridis normatif yang dilakukan, penyebab terjadinya penyalahgunaan fungsi yayasan yang menjadi malicious adalah karena sejak semula ditransplantasi dan diadopsinya yayasan dari hukum Belanda, telah tumbuh dan berkembang secara malicious. Dikarenakan yayasan tidak dibarengi dengan adanya peraturan yang tegas dan jelas, tetapi bergantung pada praktik-praktik yang biasa dijalankan yayasan, serta didorong pula oleh kebutuhan yayasan untuk memperoleh dana yang dapat dikelola untuk kegiatan-kegiatan sosial sehingga melahirkan berbagai macam tipe-tipe yayasan. Dimana masing-masing tipe inilah muncul peluang-peluang terjadinya malicious. Upaya yang dilakukan mengatasi penyalahgunaan fungsi yayasan dilakukan dengan mengeluarkan peraturan tentang yayas","PeriodicalId":445925,"journal":{"name":"Jurnal Paradigma Hukum Pembangunan","volume":"122 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-07-15","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"116821206","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}