Pub Date : 2019-09-12DOI: 10.25041/cepalo.v2no2.1765
Kartiko Harnadi
Kawasan Hutan Lindung Register 22 Way Waya Kabupaten Pringsewu merupakan salah satu kawasan yang rentan terjadi konflik. Konflik tersebut terindikasi dari masyarakat desa Margosari yang menguasai dan memanfaatkan tanah di dalam kawasan hutan. Permasalahan yang dapat dibahas adalah bagaimana model penguasaan tanah oleh masyarakat dan bagaimana model penyelesaiaan status hukum penguasaan tanah di Desa Margosari Kabupaten Pringsewu. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis empiris. Penulis menemukan jawaban bahwa model pemanfaatan tanahnya adalah untuk berladang, usaha pertambangan, dan pemukiman. Tanah di desa Margosari yang berada di luar dan di dalam kawasan hutan belum ada yang bersertifikat. Sebagian besar bukti kepemilikannya adalah surat keterangan tanah, dan/atau surat peralihan di bawah tangan. Model penyelesaian status hukum tanah di dalam kawasan hutan yang dikuasai masyarakat Desa Margosari adalah melalui: 1) perhutanan sosial, atau 2) perubahan batas kawasan hutan.
{"title":"Model Penguasaan Tanah oleh Masyarakat Desa Margosari dan Penyelesaiaannya pada Kawasan Hutan Lindung Register 22 Way Waya Kabupaten Pringsewu","authors":"Kartiko Harnadi","doi":"10.25041/cepalo.v2no2.1765","DOIUrl":"https://doi.org/10.25041/cepalo.v2no2.1765","url":null,"abstract":"Kawasan Hutan Lindung Register 22 Way Waya Kabupaten Pringsewu merupakan salah satu kawasan yang rentan terjadi konflik. Konflik tersebut terindikasi dari masyarakat desa Margosari yang menguasai dan memanfaatkan tanah di dalam kawasan hutan. Permasalahan yang dapat dibahas adalah bagaimana model penguasaan tanah oleh masyarakat dan bagaimana model penyelesaiaan status hukum penguasaan tanah di Desa Margosari Kabupaten Pringsewu. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis empiris. Penulis menemukan jawaban bahwa model pemanfaatan tanahnya adalah untuk berladang, usaha pertambangan, dan pemukiman. Tanah di desa Margosari yang berada di luar dan di dalam kawasan hutan belum ada yang bersertifikat. Sebagian besar bukti kepemilikannya adalah surat keterangan tanah, dan/atau surat peralihan di bawah tangan. Model penyelesaian status hukum tanah di dalam kawasan hutan yang dikuasai masyarakat Desa Margosari adalah melalui: 1) perhutanan sosial, atau 2) perubahan batas kawasan hutan. ","PeriodicalId":52705,"journal":{"name":"Cepalo","volume":"45 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-09-12","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"75320364","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2019-09-12DOI: 10.25041/CEPALO.V1NO1.1754
Desia Rakhma Banjarani, Abdul Muthalib Tahar, Desy Churul Aini
Pentingnya keberadaan pengadilan internasional ICTY, ICTR dan ICC dalam menangani kejahatan internasional dikarenakan pengadilan nasional dianggap tidak mampu untuk merespon kejahatan internasional. Hal tersebut dapat terjadi ketika pengadilan nasional mengalami kerusakan struktur dan sistem. Kerusakan struktur dan sistem pengadilan nasional dapat terjadi pasca suatu negara dilanda konflik yang serius seperti yang terjadi pada saat konflik di Yugoslavia dan Rwanda. Situasi seperti ini disebut sebagai ketidakmampuan (unability) suatu pengadilan nasional dalam mengadili pelaku kejahatan internasional. Permasalahan yang akan dibahas adalah tentang bagaimana proses pembentukan, yurisdiksi, dan struktur ICTY, ICTR dan ICC? Dan apa saja persamaan dan perbedaan ICTY, ICTR, dan ICC? Hasil penelitian menunjukkan bahwa Proses pembentukan, pengaturan yurisdiksi dan struktur ICTY, ICTR dan ICC menunjukan: Pertama, dalam hal pembentukan ICTY, ICTR, dan ICC dilakukan melalui mekanisme yang berbeda. ICTY dan ICTR dibentuk berdasarkan resolusi Dewan Keamanan PBB, sedangkan ICC dibentuk melalui konferensi internasional. Kedua, pengaturan yurisdiksi ICTY, ICTR, dan ICC terdapat perbedaan dalam ruang lingkup yurisdiksi material, yurisdiksi teritorial, yurisdiksi personal, dan yurisdiksi temporal. Ketiga, dalam hal struktur organ menunjukan bahwa ICTY dan ICTR memiliki kesamaan identik yang terdiri dari chambers, registry, dan office of prosecutors. Sementara struktur organ ICC berbeda dengan ICTY dan ICTR, dimana struktur organ ICC terdiri dari presidency divisions, registry, dan office of prosecutors.Perbandingan Statuta ICTY, Statuta ICTR, dan Statuta Roma telah memperlihatkan perbedaan dan persamaan dalam berbagai aspek. Dalam hal persamaannya: Pertama, penggunaan prosedur umum persidangan; Kedua, prosedur perlindungan hukum saat proses persidangan berlangsung; Ketiga, secara substansi ketiga statuta tidak mengatur hukuman mati dalam pemidanaan terdakwa dan hanya menerapkan hukuman penjara seumur hidup. Dalam hal perbedaannya ketentuan yang termuat dalam Statuta ICTY, Statuta ICTR dan Statuta Roma meliputi beberapa aspek yaitu struktur organ, muatan prinsip umum hukum pidana, permohonan banding, peran Dewan Keamanan PBB, prosedur penyerahan kasus, kewajiban melakukan kerjasama, pendanaan dan prosedur amandemen. Kata Kunci: ICC, ICTR, ICTY dan Perbandingan.
国际法院在国际刑事法院、ICTY、ICTR和ICC处理国际刑事案件方面的重要性,因为国家法院被认为无法对国际刑事案件作出反应。当国家法院对结构和系统造成损害时,这是可能发生的。国家法院的结构和司法制度可能发生在一个像南斯拉夫和卢旺达冲突那样陷入严重冲突的国家之后。这种情况被称为国家法庭无法起诉国际罪犯。所要讨论的问题是如何形成、管辖权和ICTY、ICTR和ICC的结构?ICTY、ICTR和ICC的方程和差异是什么?研究结果表明,创建、管辖权设置和ICTY、ICTR和ICC结构的过程表明:首先,在形成ICTY、ICTR和ICC方面是通过不同的机制进行的。ICTY和ICTR是根据联合国安理会的决议成立的,而国际刑事法院是通过国际会议成立的。其次,ICTY、ICTR和ICC的管辖范围内存在差异。第三,在器官结构方面,ICTY和ICTR与钱伯斯、登记处和检察官办公室有相似之处。国际刑事法院的风琴结构与ICTY和ICTR不同,国际刑事法院的风琴结构由总裁部门、登记处和检察官办公室组成。罗马雕像、雕像、雕像和雕像之间的比较在许多方面显示了差异和相似之处。相似之处:第一,使用法庭程序;第二,诉讼期间的法律保护程序;第三,第三条法令不规定被告的死刑判决,只适用于无期徒刑。《国际刑事法院法》(ICTY)、《ICTR法》(ICTR)和《罗马法律法》(roman law)中所载条款的不同之处包括组织结构、《刑法》的一般原则内容、上诉、联合国安理会(united nations council of law)的作用、案件移交程序、合作协议、资金和修正案程序。关键词:ICC, ICTR, ICTY和比较。
{"title":"Studi Perbandingan Kelembagaan dan Yurisdiksi International Criminal Tribunal for the Former Yugoslavia (ICTY) dan the International Criminal Tribunal for Rwanda (ICTR) dengan International Criminal Court (ICC)","authors":"Desia Rakhma Banjarani, Abdul Muthalib Tahar, Desy Churul Aini","doi":"10.25041/CEPALO.V1NO1.1754","DOIUrl":"https://doi.org/10.25041/CEPALO.V1NO1.1754","url":null,"abstract":"Pentingnya keberadaan pengadilan internasional ICTY, ICTR dan ICC dalam menangani kejahatan internasional dikarenakan pengadilan nasional dianggap tidak mampu untuk merespon kejahatan internasional. Hal tersebut dapat terjadi ketika pengadilan nasional mengalami kerusakan struktur dan sistem. Kerusakan struktur dan sistem pengadilan nasional dapat terjadi pasca suatu negara dilanda konflik yang serius seperti yang terjadi pada saat konflik di Yugoslavia dan Rwanda. Situasi seperti ini disebut sebagai ketidakmampuan (unability) suatu pengadilan nasional dalam mengadili pelaku kejahatan internasional. Permasalahan yang akan dibahas adalah tentang bagaimana proses pembentukan, yurisdiksi, dan struktur ICTY, ICTR dan ICC? Dan apa saja persamaan dan perbedaan ICTY, ICTR, dan ICC? Hasil penelitian menunjukkan bahwa Proses pembentukan, pengaturan yurisdiksi dan struktur ICTY, ICTR dan ICC menunjukan: Pertama, dalam hal pembentukan ICTY, ICTR, dan ICC dilakukan melalui mekanisme yang berbeda. ICTY dan ICTR dibentuk berdasarkan resolusi Dewan Keamanan PBB, sedangkan ICC dibentuk melalui konferensi internasional. Kedua, pengaturan yurisdiksi ICTY, ICTR, dan ICC terdapat perbedaan dalam ruang lingkup yurisdiksi material, yurisdiksi teritorial, yurisdiksi personal, dan yurisdiksi temporal. Ketiga, dalam hal struktur organ menunjukan bahwa ICTY dan ICTR memiliki kesamaan identik yang terdiri dari chambers, registry, dan office of prosecutors. Sementara struktur organ ICC berbeda dengan ICTY dan ICTR, dimana struktur organ ICC terdiri dari presidency divisions, registry, dan office of prosecutors.Perbandingan Statuta ICTY, Statuta ICTR, dan Statuta Roma telah memperlihatkan perbedaan dan persamaan dalam berbagai aspek. Dalam hal persamaannya: Pertama, penggunaan prosedur umum persidangan; Kedua, prosedur perlindungan hukum saat proses persidangan berlangsung; Ketiga, secara substansi ketiga statuta tidak mengatur hukuman mati dalam pemidanaan terdakwa dan hanya menerapkan hukuman penjara seumur hidup. Dalam hal perbedaannya ketentuan yang termuat dalam Statuta ICTY, Statuta ICTR dan Statuta Roma meliputi beberapa aspek yaitu struktur organ, muatan prinsip umum hukum pidana, permohonan banding, peran Dewan Keamanan PBB, prosedur penyerahan kasus, kewajiban melakukan kerjasama, pendanaan dan prosedur amandemen. Kata Kunci: ICC, ICTR, ICTY dan Perbandingan.","PeriodicalId":52705,"journal":{"name":"Cepalo","volume":"3 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-09-12","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"73195178","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2019-09-12DOI: 10.25041/cepalo.v2no1.1759
Anisa Nurlaila Sari
Tukang gigi merupakan seseorang yang memiliki keahlian memasang dan membuat gigi palsu lepas pasang. Kewenangan tukang gigi dimuat dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 39 Tahun 2014 tentang Pembinaan Pengawasan dan Perizinan Pekerjaan Tukang Gigi. Pada prakteknya tukang gigi tidak sekedar memasang dan membuat gigi palsu lepas pasang beberapa gigi atau seluruh gigi dimana gigi palsu tersebut terbuat dari bahan heat curing acrylic. Namun dalam praktiknya tukang gigi tersebut dalam melakukan pekerjaan sering tidak selaras dengan aturan yang berlaku, seperti pemasangan alat kawat gigi. Pekerjaan yang dilakukan jasa tukang gigi telah melebihi wewenang yang ditetapkan, dan tidak sesuai dengan kompetensi yang dimilikinya sehingga diperlukan perlindungan hukum bagi konsumen maupun bagi tukang gigi agar dalam melakukan pekerjaan dapat terlindungi. Dalam penulisan ini peneliti menggunakan penelitian hukum empiris. Data yang digunakan ialah data primer dan sekunder.Dalam menganalisa data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu analisis data kualitatif.
{"title":"Analisis Hukum Terhadap Tanggung Jawab Jasa Tukang Gigi Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 39 Tahun 2014 tentang Pembinaan Pengawasan dan Perizinan Pekerjaan Tukang Gigi","authors":"Anisa Nurlaila Sari","doi":"10.25041/cepalo.v2no1.1759","DOIUrl":"https://doi.org/10.25041/cepalo.v2no1.1759","url":null,"abstract":"Tukang gigi merupakan seseorang yang memiliki keahlian memasang dan membuat gigi palsu lepas pasang. Kewenangan tukang gigi dimuat dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 39 Tahun 2014 tentang Pembinaan Pengawasan dan Perizinan Pekerjaan Tukang Gigi. Pada prakteknya tukang gigi tidak sekedar memasang dan membuat gigi palsu lepas pasang beberapa gigi atau seluruh gigi dimana gigi palsu tersebut terbuat dari bahan heat curing acrylic. Namun dalam praktiknya tukang gigi tersebut dalam melakukan pekerjaan sering tidak selaras dengan aturan yang berlaku, seperti pemasangan alat kawat gigi. Pekerjaan yang dilakukan jasa tukang gigi telah melebihi wewenang yang ditetapkan, dan tidak sesuai dengan kompetensi yang dimilikinya sehingga diperlukan perlindungan hukum bagi konsumen maupun bagi tukang gigi agar dalam melakukan pekerjaan dapat terlindungi. Dalam penulisan ini peneliti menggunakan penelitian hukum empiris. Data yang digunakan ialah data primer dan sekunder.Dalam menganalisa data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu analisis data kualitatif. ","PeriodicalId":52705,"journal":{"name":"Cepalo","volume":"12 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-09-12","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"78901689","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2019-09-12DOI: 10.25041/cepalo.v2no1.1761
Eddy Rifai
Model penarapan dalam Pemolisian Masyarakat oleh Forum Kemitraan Polisi dan Masyarakat atau FKPM guna membangun ketertiban dan keamanan di lingkungan masyarakat Kota Bandar Lampung. Dalam Penelitian ini memakai pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris dengan data primer dan sekunder yang dianalisis secara kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa model dalam penerapan pemolisian masyarakat oleh FKPM memiliki kegunaan untuk membangun ketertiban dan keamanan di lingkungan masyarakat di Kota Bandar Lampung yang dijalankan oleh masyarakat bersama dengan anggota kepolisian setempat, seperti di tingkat kelurahan dengan membentuk suatu organisasi FKPM yang mempunyai tugas untuk menciptakan keamanan dan ketertiban masyarakat pada lingkungan kelurahan yang bersangkutan. FKPM berwenang untuk melakukan tindakan preventif dengan menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat dan juga untuk melakukan tindakan represif apabila terdapat tindak pidana ringan yang dapat diselesaikan secara damai yang terjadi di lingkungan masyarakat, sehingga perkaranya tidak perlu dilanjutkan sampai ke meja hijau. Pemolisian masyarakat oleh FKPM dalam membangun ketertiban dan keamanan di lingkungan masyarakat Kota Bandar Lampung memiliki beberapa hambatan seperti kurangnya sumber daya manusia baik dari aparat penegak hukum maupun masyarakatnya sendiri serta terbatasanya sarana dan prasarana, hingga kendala dari substansi hukum. Kata Kunci: Model, Pemolisian Masyarakat, Kamtibmas.
警察与公众合作委员会(police and society)或FKPM建立市政社区秩序与安全的反政府模式。本研究采用了规范和经验核查的原始和次要数据进行定性分析的法理学方法。研究结果表明,应用由FKPM有警察社会用途的模式来建立秩序和安全的社区在城市市区楠榜是由当地社区和警察成员,如kelurahan FKPM建立了有组织的层面上有义务创造安全和社会秩序的城中村环境而言。FKPM被授权采取预防措施,维护社会安全和秩序,并在社区中发生轻微可和平解决的犯罪行为时采取镇压措施,这样就没有必要提起诉讼。FKPM在楠榜市社区建立秩序与安全方面的破坏,有几个障碍,如执法人员和他们自己的社区缺乏人力资源,限制和基础设施,限制法律实体。关键词:模特、社会流氓、民兵组织。
{"title":"Model Pelaksanaan Pemolisian Masyarakat (POLMAS) oleh FKPM dalam Menciptakan Kamtibmas di Kota Bandar Lampung","authors":"Eddy Rifai","doi":"10.25041/cepalo.v2no1.1761","DOIUrl":"https://doi.org/10.25041/cepalo.v2no1.1761","url":null,"abstract":"Model penarapan dalam Pemolisian Masyarakat oleh Forum Kemitraan Polisi dan Masyarakat atau FKPM guna membangun ketertiban dan keamanan di lingkungan masyarakat Kota Bandar Lampung. Dalam Penelitian ini memakai pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris dengan data primer dan sekunder yang dianalisis secara kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa model dalam penerapan pemolisian masyarakat oleh FKPM memiliki kegunaan untuk membangun ketertiban dan keamanan di lingkungan masyarakat di Kota Bandar Lampung yang dijalankan oleh masyarakat bersama dengan anggota kepolisian setempat, seperti di tingkat kelurahan dengan membentuk suatu organisasi FKPM yang mempunyai tugas untuk menciptakan keamanan dan ketertiban masyarakat pada lingkungan kelurahan yang bersangkutan. FKPM berwenang untuk melakukan tindakan preventif dengan menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat dan juga untuk melakukan tindakan represif apabila terdapat tindak pidana ringan yang dapat diselesaikan secara damai yang terjadi di lingkungan masyarakat, sehingga perkaranya tidak perlu dilanjutkan sampai ke meja hijau. Pemolisian masyarakat oleh FKPM dalam membangun ketertiban dan keamanan di lingkungan masyarakat Kota Bandar Lampung memiliki beberapa hambatan seperti kurangnya sumber daya manusia baik dari aparat penegak hukum maupun masyarakatnya sendiri serta terbatasanya sarana dan prasarana, hingga kendala dari substansi hukum. Kata Kunci: Model, Pemolisian Masyarakat, Kamtibmas.","PeriodicalId":52705,"journal":{"name":"Cepalo","volume":"17 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-09-12","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"76819502","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2019-08-28DOI: 10.25041/CEPALO.V2NO1.1762
Gunawan Raka
Dualisme hukum adalah prinsip yang harus dihindari untuk menghindari kekacauan hukum (legal disorder) dan untuk menciptakan tatanan hukum. Inilah yang terjadi antara Pengadilan Negeri dan Pengadilan Agama di Indonesia, khususnya yang berkaitan dengan Bank Syariah. Setelah dikeluarkannya Keputusan Mahkamah Konstitusi No. 93 / PUU-X / 2012, ini memberikan solusi positif bagi perkembangan perbankan syariah di Indonesia. Hasil keputusan Mahkamah Konstitusi No. 93 / PUU-X / 2012 menjelaskan bahwa: (a) dalam Pengadilan Agama, penyelesaian perselisihan perbankan syariah adalah kedaulatan tetap menurut Mahkamah, (b) dalam perjanjian itu dijelaskan bahwa pihak-pihak yang masuk ke dalam kegiatan Perbankan Syariah (bank dan klien Islam) dapat memilih forum dan ini harus secara jelas dinyatakan dalam perjanjian, (c) ketika membuat perjanjian (perjanjian) harus ada perjanjian antara kedua pihak dan mungkin tidak kontroversial dengan aturan hukum undangan yang sudah ditentukan sebelumnya. Implikasi hukum dari penerbitan Keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 93 / PUU-X / 2012 adalah bahwa: (a) litigasi syariah tentang penyelesaian perselisihan bank menjadi kewenangan absolut pengadilan dalam ruang lingkup pengadilan agama, (b) para pihak dapat menyelesaikan perselisihan melalui Badan Arbitrase Nasional Syariah, dan badan arbitrase lainnya. Penelitian ini dilakukan dengan metode pendekatan yuridis normatif yang digunakan untuk mencari data sekunder yang berhubungan dengan masalah penelitian. Dan penulis menggunakan pendekatan yuridis normatif karena berhubungan dengan permasalahan penelitian.
{"title":"Dualisme Kewenangan Peradilan dalam Sengketa Perbankan Syariah Pasca Keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 93/Puu-X/2012","authors":"Gunawan Raka","doi":"10.25041/CEPALO.V2NO1.1762","DOIUrl":"https://doi.org/10.25041/CEPALO.V2NO1.1762","url":null,"abstract":"Dualisme hukum adalah prinsip yang harus dihindari untuk menghindari kekacauan hukum (legal disorder) dan untuk menciptakan tatanan hukum. Inilah yang terjadi antara Pengadilan Negeri dan Pengadilan Agama di Indonesia, khususnya yang berkaitan dengan Bank Syariah. Setelah dikeluarkannya Keputusan Mahkamah Konstitusi No. 93 / PUU-X / 2012, ini memberikan solusi positif bagi perkembangan perbankan syariah di Indonesia. Hasil keputusan Mahkamah Konstitusi No. 93 / PUU-X / 2012 menjelaskan bahwa: (a) dalam Pengadilan Agama, penyelesaian perselisihan perbankan syariah adalah kedaulatan tetap menurut Mahkamah, (b) dalam perjanjian itu dijelaskan bahwa pihak-pihak yang masuk ke dalam kegiatan Perbankan Syariah (bank dan klien Islam) dapat memilih forum dan ini harus secara jelas dinyatakan dalam perjanjian, (c) ketika membuat perjanjian (perjanjian) harus ada perjanjian antara kedua pihak dan mungkin tidak kontroversial dengan aturan hukum undangan yang sudah ditentukan sebelumnya. Implikasi hukum dari penerbitan Keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 93 / PUU-X / 2012 adalah bahwa: (a) litigasi syariah tentang penyelesaian perselisihan bank menjadi kewenangan absolut pengadilan dalam ruang lingkup pengadilan agama, (b) para pihak dapat menyelesaikan perselisihan melalui Badan Arbitrase Nasional Syariah, dan badan arbitrase lainnya. Penelitian ini dilakukan dengan metode pendekatan yuridis normatif yang digunakan untuk mencari data sekunder yang berhubungan dengan masalah penelitian. Dan penulis menggunakan pendekatan yuridis normatif karena berhubungan dengan permasalahan penelitian. ","PeriodicalId":52705,"journal":{"name":"Cepalo","volume":"25 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-08-28","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"78294748","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2017-06-15DOI: 10.25041/CEPALO.V1NO1.1750
Ucok Parulianth Simamora
Bank adalah lembaga keuangan terkait pendanaan dan pinjaman. Jika bank memberikan pinjaman yang tidak tepat, hal itu akan menjadi masalah. Oleh karena itu, bank memerlukan hak dan tindakan cepat untuk mencegahnya, serta memberikan pinjaman rekonstruksi. Pertanyaan penelitian ini adalah bagaimana implementasi dan analisis hukum serta konsekuensi dari peminjaman rekonstruksi di PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Cabang Bandar Jaya, khususnya pada Unit Haduyang Ratu. Penelitian ini menggunakan metode yuridis empiris dan normative, dimana penerapan penelitian melalui studi literatur, dokumentasi dan wawancara. Pemrosesan data melakukan pengeditan, pengkodean, dan analisis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan rekonstruksi pinjaman dalam kasus khusus melalui mediasi dengan debitur, evaluasi dan analisis keputusan pinjaman, dokumentasi dan pengawasan rekonstruksi pinjaman. Pada saat yang sama, analisis pinjaman (kasus pinjaman khusus) harus didasarkan pada Pasal 29 dan Pasal 30 UU 10, 2009 tentang Perbankan dan Pasal 1243, Pasal 1267, dan Pasal 1244 dari Peraturan Sipil Indonesia. Konsekuensi hukum dari rekonstruksi pinjaman dalam kasus khusus adalah pembatalan perjanjian antara PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) dan Emi Rahayuni sebagai Debitur. Kata Kunci: Restrukturisasi Kredit, Perjanjian Kredit Dalam Perhatian Khusus, PT. Bank Rakyat Indonesia, (Persero)Tbk.
{"title":"Restrukturisasi Perjanjian Kredit dalam Perhatian Khusus (Studi Kasus Pada PT Bank Rakyat Indonesia, Tbk Cabang Bandar Jaya Unit Haduyang Ratu)","authors":"Ucok Parulianth Simamora","doi":"10.25041/CEPALO.V1NO1.1750","DOIUrl":"https://doi.org/10.25041/CEPALO.V1NO1.1750","url":null,"abstract":"Bank adalah lembaga keuangan terkait pendanaan dan pinjaman. Jika bank memberikan pinjaman yang tidak tepat, hal itu akan menjadi masalah. Oleh karena itu, bank memerlukan hak dan tindakan cepat untuk mencegahnya, serta memberikan pinjaman rekonstruksi. Pertanyaan penelitian ini adalah bagaimana implementasi dan analisis hukum serta konsekuensi dari peminjaman rekonstruksi di PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Cabang Bandar Jaya, khususnya pada Unit Haduyang Ratu. Penelitian ini menggunakan metode yuridis empiris dan normative, dimana penerapan penelitian melalui studi literatur, dokumentasi dan wawancara. Pemrosesan data melakukan pengeditan, pengkodean, dan analisis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan rekonstruksi pinjaman dalam kasus khusus melalui mediasi dengan debitur, evaluasi dan analisis keputusan pinjaman, dokumentasi dan pengawasan rekonstruksi pinjaman. Pada saat yang sama, analisis pinjaman (kasus pinjaman khusus) harus didasarkan pada Pasal 29 dan Pasal 30 UU 10, 2009 tentang Perbankan dan Pasal 1243, Pasal 1267, dan Pasal 1244 dari Peraturan Sipil Indonesia. Konsekuensi hukum dari rekonstruksi pinjaman dalam kasus khusus adalah pembatalan perjanjian antara PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) dan Emi Rahayuni sebagai Debitur. Kata Kunci: Restrukturisasi Kredit, Perjanjian Kredit Dalam Perhatian Khusus, PT. Bank Rakyat Indonesia, (Persero)Tbk.","PeriodicalId":52705,"journal":{"name":"Cepalo","volume":"13 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2017-06-15","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"87721496","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}