Retinopati diabetik (RD) merupakan komplikasi mikrovaskular dari diabetes melitus yang ditandai dengan kerusakan pembuluh darah retina. RD terjadi akibat gula darah yang tidak terkontrol berkepanjangan. Retinopati diabetik merupakan komplikasi kedua terbanyak dengan prevalensi global terjadinya RD sebesar 34,6%. Kejadian RD dapat dipengaruhi beberapa faktor seperti durasi menderita DM, hipertensi, kadar HbA1c dan genetik, serta tidak rutin kontrol. Penegakan diagnosis retinopati diabetik dilihat dari gejala dan pemeriksaan mata. Beberapa gejala yang biasanya terjadi yaitu peningkatan jumlah floaters, penglihatan buram atau penurunan bahkan kehilangan penglihatan. Pemberian tatalaksana dilakukan berdasarkan jenis RD, yaitu RD non proliferatif dan proliferatif. Tatalaksana yang diberikan seperti kontrol gula darah, tekanan darah, dan lain sebagainya. Akibat prognosis yang buruk, RD harus dicegah dengan berbagai cara, misalnya modifikasi gaya hidup, kontrol kadar gula darah dan rutin skrining dini.
{"title":"Retinopati Diabetik : Manifestasi Klinis, Diagnosis, Tatalaksana dan Pencegahan","authors":"Ranti Filarma Negara Purnama","doi":"10.29303/lmj.v2i1.2410","DOIUrl":"https://doi.org/10.29303/lmj.v2i1.2410","url":null,"abstract":"Retinopati diabetik (RD) merupakan komplikasi mikrovaskular dari diabetes melitus yang ditandai dengan kerusakan pembuluh darah retina. RD terjadi akibat gula darah yang tidak terkontrol berkepanjangan. Retinopati diabetik merupakan komplikasi kedua terbanyak dengan prevalensi global terjadinya RD sebesar 34,6%. Kejadian RD dapat dipengaruhi beberapa faktor seperti durasi menderita DM, hipertensi, kadar HbA1c dan genetik, serta tidak rutin kontrol. Penegakan diagnosis retinopati diabetik dilihat dari gejala dan pemeriksaan mata. Beberapa gejala yang biasanya terjadi yaitu peningkatan jumlah floaters, penglihatan buram atau penurunan bahkan kehilangan penglihatan. Pemberian tatalaksana dilakukan berdasarkan jenis RD, yaitu RD non proliferatif dan proliferatif. Tatalaksana yang diberikan seperti kontrol gula darah, tekanan darah, dan lain sebagainya. Akibat prognosis yang buruk, RD harus dicegah dengan berbagai cara, misalnya modifikasi gaya hidup, kontrol kadar gula darah dan rutin skrining dini.","PeriodicalId":127741,"journal":{"name":"Lombok Medical Journal","volume":"10 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-05-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"121086595","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Kanker pankreas merupakan salah satu kanker yang mematikan di dunia dengan prevalensi yang semakin meningkat beberapa tahun terakhir. Kanker ini diakibatkan adanya mutasi gen sehingga bersifat agresif dan dapat mengalami metastasis jauh. Sel pankreas tumbuh dan membelah secara tak terkendali sehingga membentuk tumor. Sebagian besar pasien tidak menunjukkan gejala yang khas selama perkembangan penyakit sehingga sulit untuk dilakukan diagnosis dini pada kanker ini. Kegagalan diagnosis menyebabkan pengobatan yang terlambat sehingga meningkatkan risiko mortalitas akibat kanker ini. Pasien yang terdiagnosis kanker pankreas sering mengalami kekambuhan bahkan setelah dilakukan terapi. Kanker pankreas berasal dari jaringan endokrin maupun eksokrin. Sekitar 9 dari 10 kasus berasal dari jaringan eksokrin pada adenoma ductus pankreatikus. Beberapa faktor risiko yang berkaitan dengan kanker ini yaitu usia, jenis kelamin, genetik, pola hidup tidak sehat, serta kondisi sosial ekonomi. Patogenesis kanker ini berawal dari perubahan genetik yang progresif pada epitel pankreas lalu berkembang menjadi lesi precursor yang spesifik dan berakhir pada keganasan invasif. Pasien dapat mengalami gejala klinis seperti ikterus, perut kembung dan terasa tidak nyaman, nyeri abdomen, mual muntah, kelelahan dan penurunan berat badan. Diagnosis kanker pankreas ini dapat ditegakkan melalui pemeriksaan histologi dan laboratorium. Berdasarkan NCCN Guidelines for Patiens Pancreatic Cancer tahun 2021, penatalaksanaan yang dapat dilakukan yaitu menentukan staging cancer, pembedahan, terapi sistemik, dan terapi radiasi. Prognosis kanker ini juga buruk dengan tingkat kelangsungan hidup 5 tahun hanya sekitar 20%.
{"title":"Pancreatic Cancer: A Holistic Review and Update Guideline","authors":"N. Puspita","doi":"10.29303/lmj.v2i1.1541","DOIUrl":"https://doi.org/10.29303/lmj.v2i1.1541","url":null,"abstract":"Kanker pankreas merupakan salah satu kanker yang mematikan di dunia dengan prevalensi yang semakin meningkat beberapa tahun terakhir. Kanker ini diakibatkan adanya mutasi gen sehingga bersifat agresif dan dapat mengalami metastasis jauh. Sel pankreas tumbuh dan membelah secara tak terkendali sehingga membentuk tumor. Sebagian besar pasien tidak menunjukkan gejala yang khas selama perkembangan penyakit sehingga sulit untuk dilakukan diagnosis dini pada kanker ini. Kegagalan diagnosis menyebabkan pengobatan yang terlambat sehingga meningkatkan risiko mortalitas akibat kanker ini. Pasien yang terdiagnosis kanker pankreas sering mengalami kekambuhan bahkan setelah dilakukan terapi. Kanker pankreas berasal dari jaringan endokrin maupun eksokrin. Sekitar 9 dari 10 kasus berasal dari jaringan eksokrin pada adenoma ductus pankreatikus. Beberapa faktor risiko yang berkaitan dengan kanker ini yaitu usia, jenis kelamin, genetik, pola hidup tidak sehat, serta kondisi sosial ekonomi. Patogenesis kanker ini berawal dari perubahan genetik yang progresif pada epitel pankreas lalu berkembang menjadi lesi precursor yang spesifik dan berakhir pada keganasan invasif. Pasien dapat mengalami gejala klinis seperti ikterus, perut kembung dan terasa tidak nyaman, nyeri abdomen, mual muntah, kelelahan dan penurunan berat badan. Diagnosis kanker pankreas ini dapat ditegakkan melalui pemeriksaan histologi dan laboratorium. Berdasarkan NCCN Guidelines for Patiens Pancreatic Cancer tahun 2021, penatalaksanaan yang dapat dilakukan yaitu menentukan staging cancer, pembedahan, terapi sistemik, dan terapi radiasi. Prognosis kanker ini juga buruk dengan tingkat kelangsungan hidup 5 tahun hanya sekitar 20%.","PeriodicalId":127741,"journal":{"name":"Lombok Medical Journal","volume":"39 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-05-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"130621503","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Personality instability in adolescence that develops into BPD, can make adolescents experience long-term impairment conditions that can reduce the quality of social life, education and work in the future. Borderline Personality Disorder (BPD) is a condition where a person experiences a personality disorder characterized by emotional or mood instability, behavior, self-image and impulsive behavior that is difficult to control by showing symptoms of at least 5 of the 9 diagnostic criteria. It is said to be borderline or threshold because people with this disorder do not meet the characteristics of either neurosis or psychosis, so it is considered to be in between the two conditions. The cause of BPD is unclear, but it is thought to be the result of genetic, psychosocial and neurobiological factors that influence brain development. Therapeutic modalities that can be given to people with BPD include Dialectical Behavioral Therapy (DBT), Mentalization-Based Treatment (MBT), Transference-Focused Psychotherapy (TFP), and Schema-Focused Therapy (SFT).
{"title":"A Review of Borderline Personality Disorder in Adolescence","authors":"Muhammad Renaldi Irawan","doi":"10.29303/lmj.v2i1.2507","DOIUrl":"https://doi.org/10.29303/lmj.v2i1.2507","url":null,"abstract":"Personality instability in adolescence that develops into BPD, can make adolescents experience long-term impairment conditions that can reduce the quality of social life, education and work in the future. Borderline Personality Disorder (BPD) is a condition where a person experiences a personality disorder characterized by emotional or mood instability, behavior, self-image and impulsive behavior that is difficult to control by showing symptoms of at least 5 of the 9 diagnostic criteria. It is said to be borderline or threshold because people with this disorder do not meet the characteristics of either neurosis or psychosis, so it is considered to be in between the two conditions. \u0000The cause of BPD is unclear, but it is thought to be the result of genetic, psychosocial and neurobiological factors that influence brain development. Therapeutic modalities that can be given to people with BPD include Dialectical Behavioral Therapy (DBT), Mentalization-Based Treatment (MBT), Transference-Focused Psychotherapy (TFP), and Schema-Focused Therapy (SFT).","PeriodicalId":127741,"journal":{"name":"Lombok Medical Journal","volume":"139 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-05-29","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"121618468","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Beberapa tahun terakhir, rokok elektronik beredar pesat sebagai alternatif penggunaan rokok konvensional dengan tujuan menghindari dampak bahaya dari rokok konvensional. Bersamaan dengan peningkatan penggunaan rokok elektrik dalam beberapa dekade terakhir, penyakit paru yang disebabkan oleh rokok elektrik telah dilaporkan sejak tahun 2019. E-liquid mengandung beberapa senyawa berbahaya jika terhirup manusia dalam jangka waktu yang lama. Cairan E-liquidumumnya mengandung tiga bahan utama yaitu agen psikoaktif, pelarut, dan senyawa perasa yang semuanya memiliki potensi risiko kesehatan baik secara langsung atau melalui kombinasi zat tertentu. Penyakit pernapasan akut paling banyak yang berkaitan dengan penggunaan rokok elektrik ini dikenal dengan E-cigarette or vaping product use-associated lung injury (EVALI). Beberapa gangguan pernapasan lain yang dapat terjadi akibat penggunaan rokok elektrik adalah penyakit paru obstruktif dan kanker paru.
{"title":"Dampak Penggunaan Rokok Elektrik (Vape) terhadap Risiko Penyakit Paru","authors":"Donna Diva Widyantari","doi":"10.29303/lmj.v2i1.2477","DOIUrl":"https://doi.org/10.29303/lmj.v2i1.2477","url":null,"abstract":"Beberapa tahun terakhir, rokok elektronik beredar pesat sebagai alternatif penggunaan rokok konvensional dengan tujuan menghindari dampak bahaya dari rokok konvensional. Bersamaan dengan peningkatan penggunaan rokok elektrik dalam beberapa dekade terakhir, penyakit paru yang disebabkan oleh rokok elektrik telah dilaporkan sejak tahun 2019. E-liquid mengandung beberapa senyawa berbahaya jika terhirup manusia dalam jangka waktu yang lama. Cairan E-liquidumumnya mengandung tiga bahan utama yaitu agen psikoaktif, pelarut, dan senyawa perasa yang semuanya memiliki potensi risiko kesehatan baik secara langsung atau melalui kombinasi zat tertentu. Penyakit pernapasan akut paling banyak yang berkaitan dengan penggunaan rokok elektrik ini dikenal dengan E-cigarette or vaping product use-associated lung injury (EVALI). Beberapa gangguan pernapasan lain yang dapat terjadi akibat penggunaan rokok elektrik adalah penyakit paru obstruktif dan kanker paru.","PeriodicalId":127741,"journal":{"name":"Lombok Medical Journal","volume":"70 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-05-29","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"116242781","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Bahasa Indonesia : Abstrak Diabetes mellitus salah satu komorbid paling banyak pada pasien COVID-19. Komorbid DM meningkatkan keparahan pasien COVID-19. Penulis ingin mengetahui mengapa komorbid DM dapat meningkatkan keparahan pasien COVID-19. Metode yang digunakan adalah mengumpulkan literatur tahun 2020-2021 yang relevan dengan topik. Literatur dicari melalui mesin pencari PubMed dan Google Scholar dengan kata kunci pencarian Severity AND COVID-19 OR 2019-nCov OR "Coronavirus Disease 2019" AND Comorbid AND "Diabetes mellitus". Beberapa penelitian menyatakan bahwa pasien COVID-19 dengan komorbid diabetes mellitus meningkatkan keparahan yang berujung dengan kematian. Infeksi virus dengan kondisi hiperglikemia memudahkan virus menempel ke sel inang akibat meningkatnya reseptor ACE2. Imunitas seluler menurun akibat terganggunya fungsi sel T. Mediator inflamasi meningkat dan menyebakan terjadinya badai sitokin sehingga rentan mengalami ARDS. Komplikasi DM yang timbul bersamaan dengan infeksi virus menambah keparahan pasien. Kata Kunci : COVID-19, Diabetes Mellitus, Keparahan Bahasa Inggris : Abstract Diabetes mellitus is one of the most common comorbidities in COVID-19 patients. Comorbid DM increases the severity of COVID-19 patients. The author wants to know why comorbid DM can increase the severity of COVID-19 patients. The method used is to collect literature for 2020-2021 that is relevant to the topic. Literature was searched through the search engines PubMed and Google Scholar with keywords Severity AND COVID-19 OR 2019-nCov OR "Coronavirus Disease 2019" AND Comorbid AND "Diabetes mellitus". Several studies have shown that COVID-19 patients with comorbid diabetes mellitus have an increased severity that leads to death. Viral infections with hyperglycemic conditions make it easier for the virus to attach to host cells due to increased ACE2 receptors. Cellular immunity decreases due to disruption of T cell function. Inflammatory mediators increase and cause a cytokine storm so that they are susceptible to ARDS. Complications of DM that occur together with viral infection add to the severity of the patient. Keyword : COVID-19, Diabetes Mellitus, Severity
{"title":"Komorbid Diabetes Melitus pada Pasien COVID-19 Meningkatkan Keparahan: Sebuah Tinjauan Pustaka","authors":"I. Ketut, Wisnuaji Jayawardhana, A. Info","doi":"10.29303/lmj.v2i1.978","DOIUrl":"https://doi.org/10.29303/lmj.v2i1.978","url":null,"abstract":"Bahasa Indonesia : \u0000Abstrak \u0000Diabetes mellitus salah satu komorbid paling banyak pada pasien COVID-19. Komorbid DM meningkatkan keparahan pasien COVID-19. Penulis ingin mengetahui mengapa komorbid DM dapat meningkatkan keparahan pasien COVID-19. Metode yang digunakan adalah mengumpulkan literatur tahun 2020-2021 yang relevan dengan topik. Literatur dicari melalui mesin pencari PubMed dan Google Scholar dengan kata kunci pencarian Severity AND COVID-19 OR 2019-nCov OR \"Coronavirus Disease 2019\" AND Comorbid AND \"Diabetes mellitus\". Beberapa penelitian menyatakan bahwa pasien COVID-19 dengan komorbid diabetes mellitus meningkatkan keparahan yang berujung dengan kematian. Infeksi virus dengan kondisi hiperglikemia memudahkan virus menempel ke sel inang akibat meningkatnya reseptor ACE2. Imunitas seluler menurun akibat terganggunya fungsi sel T. Mediator inflamasi meningkat dan menyebakan terjadinya badai sitokin sehingga rentan mengalami ARDS. Komplikasi DM yang timbul bersamaan dengan infeksi virus menambah keparahan pasien. \u0000Kata Kunci : COVID-19, Diabetes Mellitus, Keparahan \u0000Bahasa Inggris : \u0000Abstract \u0000Diabetes mellitus is one of the most common comorbidities in COVID-19 patients. Comorbid DM increases the severity of COVID-19 patients. The author wants to know why comorbid DM can increase the severity of COVID-19 patients. The method used is to collect literature for 2020-2021 that is relevant to the topic. Literature was searched through the search engines PubMed and Google Scholar with keywords Severity AND COVID-19 OR 2019-nCov OR \"Coronavirus Disease 2019\" AND Comorbid AND \"Diabetes mellitus\". Several studies have shown that COVID-19 patients with comorbid diabetes mellitus have an increased severity that leads to death. Viral infections with hyperglycemic conditions make it easier for the virus to attach to host cells due to increased ACE2 receptors. Cellular immunity decreases due to disruption of T cell function. Inflammatory mediators increase and cause a cytokine storm so that they are susceptible to ARDS. Complications of DM that occur together with viral infection add to the severity of the patient. \u0000Keyword : COVID-19, Diabetes Mellitus, Severity","PeriodicalId":127741,"journal":{"name":"Lombok Medical Journal","volume":"1 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-05-29","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"130052125","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
ABSTRAK Penyakit Crohn adalah kondisi radang usus idiopatik kronis, ditandai dengan lesi, yang dapat memengaruhi seluruh saluran cerna mulai dari mulut hingga anus. Insiden tahunan penyakit crohn mencapai 3 hingga 20 kasus per 100.000 dengan usia rata-rata 30 tahun. Patofisiologi penyakit crohn didasarkan pada peradangan jaringan oleh respons imun yang tidak dapat dikendalikan terhadap antigen bakteri. Penegakan diagnosis dengan Computed tomography (CT), magnetic resonance imaging (MRI), dan ultrasonografi menjadi standar diagnosis dari penyakit crohn. Prognosis dari penyakit crohn ini tergantung dari komplikasi yang muncul seperti fistula dan bowel obstruction usus serta kondisi remisi dari pasien, ataupun tingkat respon tiap pasien terhadap pengobatan sehingga dalam menangani penyakit crohn adalah mengobati kondisi peradangan aktif hingga cepat mengalami remisi dan mempertahankannya selama mungkin. Kata Kunci: crohn disease; patofisiologi; diagnosis; penatalaksanaan; prognosis ABSTRACT Crohn's disease is a chronic idiopathic inflammatory bowel condition, characterized by lesions, which can affect the entire gastrointestinal tract from the mouth to the anus. The annual incidence of Crohn's disease is 3 to 20 cases per 100,000 with a median age of 30 years. The pathophysiology of Crohn's disease is based on tissue inflammation by an uncontrollable immune response to bacterial antigens. Computed tomography (CT), magnetic resonance imaging (MRI), and ultrasonography have become the standard for the diagnosis of Crohn's disease. The prognosis of Crohn's disease depends on complications such as enteric fistula and intestinal neoplasia and the condition of remission of the patient, or the level of response of each patient to treatment so that in treating Crohn's disease is to treat the active inflammatory condition until it goes into remission quickly and maintain it as long as possible. Keyword: crohn disease; pathophysiology; diagnosis; treatment; prognosis
克罗恩病是一种慢性肠道炎症疾病,其特征是病变,可以影响从口腔到肛门的整个消化通道。克罗恩病的年发病率为每10万人中有3至20例,平均年龄为30岁。克罗恩病的病理生理学是基于组织炎症的一种无法控制的抗原免疫反应。计算机断层扫描(CT)、磁共振成像(MRI)和超音波诊断为克罗恩病的标准诊断。克罗恩病的预后取决于出现的并发症,如fistula和bowel的肠道阻塞和缓解条件,或每个患者对治疗的反应水平,这样在治疗克罗恩病时,治疗积极炎症的条件将有助于快速缓解并尽可能长时间地保留。关键词:克罗恩疾病;patofisiologi;诊断;penatalaksanaan;克罗恩病是一种慢性退行性炎症性退行性疾病,其特点可能影响整个消化道从口到肛门。克罗恩病的年龄为每10万英镑,其年龄为30年中期。克罗恩病的病理学家是基于一种无法控制的免疫反应的纸巾。计算机断层学(CT)、磁共振成像(MRI)和超声波学已经成为克罗恩病诊断的标准。克罗恩病的疾病预后》美国depends on complications如此enteric形成和肠道neoplasia condition of remission)》和病人,或者每病人对治疗的反应如此之水平那克罗恩病的疾病是需要这样的方式有源炎性雾,直到它变成奎克立remission maintain它只要岗位。Keyword:克罗恩疾病;pathophysiology;诊断;治疗;预后
{"title":"CROHN DISEASE: Patofisiologi, Diagnosis, dan Penatalaksanaan","authors":"Herdiana Nurul Utami, Ira Munirah, Latifah Mukhlisatunnafsi, Marwa Zileikhadira Manzalina, Yusra Pintaningrum, Jaini Rahma","doi":"10.29303/lmj.v2i1.2340","DOIUrl":"https://doi.org/10.29303/lmj.v2i1.2340","url":null,"abstract":"ABSTRAK \u0000Penyakit Crohn adalah kondisi radang usus idiopatik kronis, ditandai dengan lesi, yang dapat memengaruhi seluruh saluran cerna mulai dari mulut hingga anus. Insiden tahunan penyakit crohn mencapai 3 hingga 20 kasus per 100.000 dengan usia rata-rata 30 tahun. Patofisiologi penyakit crohn didasarkan pada peradangan jaringan oleh respons imun yang tidak dapat dikendalikan terhadap antigen bakteri. Penegakan diagnosis dengan Computed tomography (CT), magnetic resonance imaging (MRI), dan ultrasonografi menjadi standar diagnosis dari penyakit crohn. Prognosis dari penyakit crohn ini tergantung dari komplikasi yang muncul seperti fistula dan bowel obstruction usus serta kondisi remisi dari pasien, ataupun tingkat respon tiap pasien terhadap pengobatan sehingga dalam menangani penyakit crohn adalah mengobati kondisi peradangan aktif hingga cepat mengalami remisi dan mempertahankannya selama mungkin. \u0000Kata Kunci: crohn disease; patofisiologi; diagnosis; penatalaksanaan; prognosis \u0000 \u0000ABSTRACT \u0000Crohn's disease is a chronic idiopathic inflammatory bowel condition, characterized by lesions, which can affect the entire gastrointestinal tract from the mouth to the anus. The annual incidence of Crohn's disease is 3 to 20 cases per 100,000 with a median age of 30 years. The pathophysiology of Crohn's disease is based on tissue inflammation by an uncontrollable immune response to bacterial antigens. Computed tomography (CT), magnetic resonance imaging (MRI), and ultrasonography have become the standard for the diagnosis of Crohn's disease. The prognosis of Crohn's disease depends on complications such as enteric fistula and intestinal neoplasia and the condition of remission of the patient, or the level of response of each patient to treatment so that in treating Crohn's disease is to treat the active inflammatory condition until it goes into remission quickly and maintain it as long as possible. \u0000Keyword: crohn disease; pathophysiology; diagnosis; treatment; prognosis","PeriodicalId":127741,"journal":{"name":"Lombok Medical Journal","volume":"36 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-05-15","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"132869513","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Yumna Iftinan, Ranti Filarma Negara Purnama, Lale Srigading Udayanti, Izza Ahmad Muharis, Jannatul Cahya Admiyanti, Yusra Pintaningrum
Enterokolitis nekrotik (EKN) merupakan kondisi peradangan pada usus dan lebih banyak ditemukan pada bayi lahir prematur. Kejadian EKN meningkat pada anak dengan berat badan lahir <1500 gram dan usia kehamilan <28 minggu. Patofisiologi EKN belum dipahami sepenuhnya, namun mekanisme yang dapat berkaitan dengan terjadinya penyakit yaitu invasi bakteri intraluminal melalui TLR-4 dan mengaktifkan reaksi inflamasi. Selain itu, gangguan mikrosirkulasi usus serta disbiosis juga dikatakan berkaitan dengan proses terjadinya penyakit. Penegakan diagnosis dan stadium penyakit dilakukan dengan Bell’s Modifed Staging Criteria, terdiri dari fase ringan, sedang dan parah. Akibat buruknya prognosis EKN, pemberian tatalaksana harus dilakukan secara adekuat.
{"title":"Enterokolitis Nekrotik: Patofisiologi, Diagnosis dan Tatalaksana","authors":"Yumna Iftinan, Ranti Filarma Negara Purnama, Lale Srigading Udayanti, Izza Ahmad Muharis, Jannatul Cahya Admiyanti, Yusra Pintaningrum","doi":"10.29303/lmj.v2i1.2390","DOIUrl":"https://doi.org/10.29303/lmj.v2i1.2390","url":null,"abstract":"Enterokolitis nekrotik (EKN) merupakan kondisi peradangan pada usus dan lebih banyak ditemukan pada bayi lahir prematur. Kejadian EKN meningkat pada anak dengan berat badan lahir <1500 gram dan usia kehamilan <28 minggu. Patofisiologi EKN belum dipahami sepenuhnya, namun mekanisme yang dapat berkaitan dengan terjadinya penyakit yaitu invasi bakteri intraluminal melalui TLR-4 dan mengaktifkan reaksi inflamasi. Selain itu, gangguan mikrosirkulasi usus serta disbiosis juga dikatakan berkaitan dengan proses terjadinya penyakit. Penegakan diagnosis dan stadium penyakit dilakukan dengan Bell’s Modifed Staging Criteria, terdiri dari fase ringan, sedang dan parah. Akibat buruknya prognosis EKN, pemberian tatalaksana harus dilakukan secara adekuat.","PeriodicalId":127741,"journal":{"name":"Lombok Medical Journal","volume":"68 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-05-15","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"121853261","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Ni Kadek Mega Suryantini, Lendi Leskia Putri, Ayundha Rizky Lestary, Elrica Nadia Rahma, Talitha Syahla, Arif Zuhan
Perforasi kolon merupakan komplikasi yang terjadi pada pasien kanker kolon, tempat perforasi kolon paling sering terjadi yaitu kolon sigmoid. Prevalensi perforasi pada pasien kanker kolon dapat mencapai 3-10%. Faktor risiko perforasi kolon yaitu pasien lanjut usia, riwayat terkena kanker kolon, riwayat keluarga dengan kanker kolon, penyakit radang usus, gaya hidup yang buruk, obesitas, dan penggunaan obat antiinflamasi nonsteroid. Faktor risiko dapat berkembang menjadi penyebab terjadinya kanker kolon yaitu pasien lanjut usia dan terdapat riwayat kanker kolon dan atau riwayat dengan kanker kolon keluarga (familial adenomatous polyposis). Terdapat dua hal yang menjadi dasar perforasi kanker kolon yaitu perforasi pada lokasi kanker karena terjadi nekrosis tumor dan perforasi yang disebabkan karena aliran dari kolon proksimal yang mengalami distensi akibat obstruksi dari tumor. Perforasi yang diakibatkan oleh kanker kolon dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu sebagai perforasi bebas dan perforasi tertutup. Penanganan secara umum pada kanker perforasi yaitu reseksi darurat yang diikuti oleh anastomosis ileokolika primer. Salah satu prosedur reseksi diskontinuitas yaitu dilakukan pembedahan dengan prosedur Hartmann, pembedahan yang dilakukan untuk mengangkat daerah usus yang abnormal kemudian dilakukan kolostomi. Kata Kunci: perforasi kolon, etiologi, tatalaksana, kanker kolon Colonic perforation is a complication that occurs in colon cancer patients, where colonic perforation most often occurs is the sigmoid colon. The prevalence of perforation in colon cancer patients could reach 3-10%. The risk factors that can be developed into the cause of colon cancer are advanced age, history of colon cancer and a family history of colon cancer (familial adenomatous polyposis). There are two things that are the basis of colon cancer perforation, namely perforation at the cancer site due to tumor necrosis and perforation caused by the stream from the proximal colon which is distended due to obstruction of the tumor. Perforations caused by colon cancer can be divided into two types, namely as free perforations and closed perforations. The general treatment for perforated cancer is emergency resection followed by a primary ileocolic anastomosis. One of the discontinuity resection procedures is surgery performed with the Hartmann procedure, it is done to remove the abnormal area and then a colostomy. Keyword: Colon perforation, Etiology, Management, Colon cancer
结肠炎是结肠癌患者的并发症,结肠炎最常发生的地方是sigmoid结肠。结肠癌症患者穿孔率可达3-10%。结肠穿孔的风险因素,即老年患者,患结肠的记录,与癌症家族史结肠,肠道炎症疾病,不良的生活方式、肥胖症和服用类固醇antiinflamasi炎。风险因素可能是高龄患者结肠癌的病因,存在结肠癌和家族结肠癌(遗传性腺苷多发性硬化症)的历史。结肠癌表现的基础有两件事:肿瘤坏死引起的肿瘤表现和由近端结节引起的内隐性表现。结节癌导致的表现可以分为两种形式,即自由表演和闭环表演。一般用于癌症表现的治疗方法是紧急性腺切除术,然后是初级的卵巢癌分析。不连续切除术程序之一就是做手术的手术Hartmann程序,提高肠道地区然后做结肠造的赘肉。关键词:结肠穿孔,结肠癌症病因学、tatalaksana塞东西perforation是一束complication那occurs结肠癌症病人,塞东西哪儿perforation最经常occurs是s形的结肠。癌症患者结肠表现的先兆为3-10%。《因为风险factors that can be developed进入结肠巨蟹座是高级的时代,a history of结肠癌症和癌症家族史的科隆家族(adenomatous polyposis)。有两个事情那是结肠巨蟹座perforation之基地,namely perforation at the巨蟹座site帐款到肿瘤坏死和perforation枪舌战《proximal流从科隆这是要把distended帐款obstruction of the肿瘤。Perforations枪舌战科隆巨蟹座可以成为divided进入二号types, namely美国自由Perforations和封闭Perforations”。perforated巨蟹座是紧急的治疗将军resection跟着by a初级ileocolic anastomosis。一号》discontinuity resection procedures是外科手术performed with the Hartmann违反规定,干得是移除异常的区域然后百万colostomy。Keyword:科隆perforation Etiology管理,结肠癌症
{"title":"Perforasi Kolon pada Kanker Kolon","authors":"Ni Kadek Mega Suryantini, Lendi Leskia Putri, Ayundha Rizky Lestary, Elrica Nadia Rahma, Talitha Syahla, Arif Zuhan","doi":"10.29303/lmj.v2i1.1577","DOIUrl":"https://doi.org/10.29303/lmj.v2i1.1577","url":null,"abstract":"Perforasi kolon merupakan komplikasi yang terjadi pada pasien kanker kolon, tempat perforasi kolon paling sering terjadi yaitu kolon sigmoid. Prevalensi perforasi pada pasien kanker kolon dapat mencapai 3-10%. Faktor risiko perforasi kolon yaitu pasien lanjut usia, riwayat terkena kanker kolon, riwayat keluarga dengan kanker kolon, penyakit radang usus, gaya hidup yang buruk, obesitas, dan penggunaan obat antiinflamasi nonsteroid. Faktor risiko dapat berkembang menjadi penyebab terjadinya kanker kolon yaitu pasien lanjut usia dan terdapat riwayat kanker kolon dan atau riwayat dengan kanker kolon keluarga (familial adenomatous polyposis). Terdapat dua hal yang menjadi dasar perforasi kanker kolon yaitu perforasi pada lokasi kanker karena terjadi nekrosis tumor dan perforasi yang disebabkan karena aliran dari kolon proksimal yang mengalami distensi akibat obstruksi dari tumor. Perforasi yang diakibatkan oleh kanker kolon dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu sebagai perforasi bebas dan perforasi tertutup. Penanganan secara umum pada kanker perforasi yaitu reseksi darurat yang diikuti oleh anastomosis ileokolika primer. Salah satu prosedur reseksi diskontinuitas yaitu dilakukan pembedahan dengan prosedur Hartmann, pembedahan yang dilakukan untuk mengangkat daerah usus yang abnormal kemudian dilakukan kolostomi. \u0000Kata Kunci: perforasi kolon, etiologi, tatalaksana, kanker kolon \u0000 \u0000Colonic perforation is a complication that occurs in colon cancer patients, where colonic perforation most often occurs is the sigmoid colon. The prevalence of perforation in colon cancer patients could reach 3-10%. The risk factors that can be developed into the cause of colon cancer are advanced age, history of colon cancer and a family history of colon cancer (familial adenomatous polyposis). There are two things that are the basis of colon cancer perforation, namely perforation at the cancer site due to tumor necrosis and perforation caused by the stream from the proximal colon which is distended due to obstruction of the tumor. Perforations caused by colon cancer can be divided into two types, namely as free perforations and closed perforations. The general treatment for perforated cancer is emergency resection followed by a primary ileocolic anastomosis. One of the discontinuity resection procedures is surgery performed with the Hartmann procedure, it is done to remove the abnormal area and then a colostomy. \u0000Keyword: Colon perforation, Etiology, Management, Colon cancer \u0000 ","PeriodicalId":127741,"journal":{"name":"Lombok Medical Journal","volume":"1 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-05-15","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"130015735","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Kista ganglion merupakan tumor jinak pada jaringan lunak yang paling sering terjadi pada sisi dorsal pergelangan tangan yang bermanifestasi sebagai rasa nyeri dan penurunan range of motion. Penyakit ini dapat diterapi menggunakan metode konservatif maupun operatif, beberapa diantaranya yaitu operasi artroskopi dan operasi eksisi terbuka. Artroskopi merupakan operasi invasif minimum yang dibantu dengan penggunaan lensa kamera dalam rongga sendi, sedangkan operasi eksisi terbuka dilakukan dengan pembedahan klasik di pergelangan tangan. Kedua metode terbukti mampu meredakan nyeri, namun pada artroskopi lebih sering ditemukan nyeri residu pasca operasi. Tingkat komplikasi eksisi terbuka lebih tinggi dikarenakan bekas luka yang lebih besar serta kemungkinan kekakuan sendi lebih tinggi. Kedua metode dinilai setara unggulnya karena hasil tingkat rekurensi yang bervariasi dari penelitian yang ada. Ganglion cysts are benign tumors of soft tissues that most commonly occur on the dorsal side of the wrist that manifest as pain and decreased range of motion. This disease can be treated using conservative and operative methods, some of which are arthroscopic surgery and open excision surgery. Arthroscopy is a minimally invasive operation assisted by the use of a camera lens in the joint cavity, while open excision surgery is performed with classical surgery on the wrist. Both methods can relieve pain, but arthroscopy more often found postoperative residual pain. The rate of complications of open excision is higher due to larger scars and a higher likelihood of joint stiffness. Both methods are considered equally superior because of the results of varying levels of recurrence from existing studies.
{"title":"Perbandingan Operasi Artroskopi dengan Eksisi Terbuka pada Kista Ganglion Pergelangan Tangan","authors":"H. D. Febrian","doi":"10.29303/lmj.v1i3.1646","DOIUrl":"https://doi.org/10.29303/lmj.v1i3.1646","url":null,"abstract":"Kista ganglion merupakan tumor jinak pada jaringan lunak yang paling sering terjadi pada sisi dorsal pergelangan tangan yang bermanifestasi sebagai rasa nyeri dan penurunan range of motion. Penyakit ini dapat diterapi menggunakan metode konservatif maupun operatif, beberapa diantaranya yaitu operasi artroskopi dan operasi eksisi terbuka. Artroskopi merupakan operasi invasif minimum yang dibantu dengan penggunaan lensa kamera dalam rongga sendi, sedangkan operasi eksisi terbuka dilakukan dengan pembedahan klasik di pergelangan tangan. Kedua metode terbukti mampu meredakan nyeri, namun pada artroskopi lebih sering ditemukan nyeri residu pasca operasi. Tingkat komplikasi eksisi terbuka lebih tinggi dikarenakan bekas luka yang lebih besar serta kemungkinan kekakuan sendi lebih tinggi. Kedua metode dinilai setara unggulnya karena hasil tingkat rekurensi yang bervariasi dari penelitian yang ada. \u0000 \u0000Ganglion cysts are benign tumors of soft tissues that most commonly occur on the dorsal side of the wrist that manifest as pain and decreased range of motion. This disease can be treated using conservative and operative methods, some of which are arthroscopic surgery and open excision surgery. Arthroscopy is a minimally invasive operation assisted by the use of a camera lens in the joint cavity, while open excision surgery is performed with classical surgery on the wrist. Both methods can relieve pain, but arthroscopy more often found postoperative residual pain. The rate of complications of open excision is higher due to larger scars and a higher likelihood of joint stiffness. Both methods are considered equally superior because of the results of varying levels of recurrence from existing studies.","PeriodicalId":127741,"journal":{"name":"Lombok Medical Journal","volume":"9 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-05-03","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"127651399","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Latar Belakang: Indonesia menduduki peringkat ketiga dengan jumlah perokok terbesar di dunia dan menduduki urutan pertama dengan jumlah perokok terbanyak di antara negara ASEAN. Merokok dapat menimbulkan berbagai macam penyakit, salah satunya ialah penyakit jantung koroner (PJK). Pada provinsi Nusa Tenggara Barat, PJK menduduki peringkat kematian tertinggi kedua setelah stroke. Selain merokok, rendahnya kadar High Density Lipoprotein (HDL) pada pasien PJK dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kadar HDL antara pasien perokok dan pasien non perokok pada PJK di RSUD Provinsi NTB. Metode: Penelitian ini termasuk analitik komparatif dengan metode case control. Sampel diperoleh dari pasien PJK yang bersedia mengisi kuesioner serta dari data rekam medis di RSUD Provinsi NTB. Besar sampel penelitian ini berjumlah 46 dengan analisis uji mann whitney. Hasil: Diketahui terdapat adanya perbedaan kadar HDL antara pasien PJK perokok dan non perokok dengan usia p (0,005), jenis kelamin p (0,000), jumlah rokok yang dikonsumsi p (0,000), paparan asap rokok tiap harinya (0,004) dan kopi (0,007). Distribusi kadar HDL dominan rendah baik pada pasien PJK perokok ataupun non perokok (71,7%). Hasil uji statistik menggunakan mann whitney mendapatkan hasil Asymp. Sig (2- failed) sebesar 0,022 (<0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesis dapat diterima. Dengan deimikian maka dapat dikatakan bahwa ditemukan adanya perbedaan kadar HDL antara pasien perokok dan pasien non perokok dengan PJK. Kesimpulan: Terdapat adanya perbedaan kadar HDL antara pasien perokok dan pasien non perokok dengan PJK. Kata kunci: merokok, kadar HDL, usia, jenis kelamin, kopi, PJK. Background: Indonesia ranks third eith the largest number of smokers in the world and ranks first with the highest number of smokers among ASEAN countries. Smoking can cause various diseases, one of which is coronary heart disease (CHD). In West Nusa Tenggara Province, CHD has the second highest mortality rate after stroke. In addition to smoking, low levels of High Density Lipoprotein (HDL) in CHD patients can be caused by various factors. Therefore, this study aims to determine the differences HDL levels between smokers and non-smokers in CHD at NTB Provincial Hospital. Method: This research is a comparative analytic research with case control. The sample obtained from CHD patients who were willing to fill out a questionnaire and from medical record data at the NTB Hospital. The sample size of this study was 46 with the Mann Whitney. Results: It is known that there are differences in HDL levels between patients with CHD smokers and non-smokers with age p (0.005), gender p (0.000), number of cigarettes consumed p (0.000), daily exposure to cigarette smoke (0.004) and coffee (0.007). The distribution of HDL levels was dominantly low in both smokers and non-smokers CHD patients (71.7%). The results of statistical tests using Mann Wh
{"title":"Perbedaan Kadar High Density Lipoprotein antara Pasien Penyakit Jantung Koroner Perokok dan Pasien Non Perokok di RSUD Provinsi NTB","authors":"Latifa Intan Rahma, Basuki Rahmat, Philip Habib","doi":"10.29303/lmj.v1i3.1614","DOIUrl":"https://doi.org/10.29303/lmj.v1i3.1614","url":null,"abstract":"Latar Belakang: Indonesia menduduki peringkat ketiga dengan jumlah perokok terbesar di dunia dan menduduki urutan pertama dengan jumlah perokok terbanyak di antara negara ASEAN. Merokok dapat menimbulkan berbagai macam penyakit, salah satunya ialah penyakit jantung koroner (PJK). Pada provinsi Nusa Tenggara Barat, PJK menduduki peringkat kematian tertinggi kedua setelah stroke. Selain merokok, rendahnya kadar High Density Lipoprotein (HDL) pada pasien PJK dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kadar HDL antara pasien perokok dan pasien non perokok pada PJK di RSUD Provinsi NTB. \u0000Metode: Penelitian ini termasuk analitik komparatif dengan metode case control. Sampel diperoleh dari pasien PJK yang bersedia mengisi kuesioner serta dari data rekam medis di RSUD Provinsi NTB. Besar sampel penelitian ini berjumlah 46 dengan analisis uji mann whitney. \u0000Hasil: Diketahui terdapat adanya perbedaan kadar HDL antara pasien PJK perokok dan non perokok dengan usia p (0,005), jenis kelamin p (0,000), jumlah rokok yang dikonsumsi p (0,000), paparan asap rokok tiap harinya (0,004) dan kopi (0,007). Distribusi kadar HDL dominan rendah baik pada pasien PJK perokok ataupun non perokok (71,7%). Hasil uji statistik menggunakan mann whitney mendapatkan hasil Asymp. Sig (2- failed) sebesar 0,022 (<0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesis dapat diterima. Dengan deimikian maka dapat dikatakan bahwa ditemukan adanya perbedaan kadar HDL antara pasien perokok dan pasien non perokok dengan PJK. \u0000Kesimpulan: Terdapat adanya perbedaan kadar HDL antara pasien perokok dan pasien non perokok dengan PJK. \u0000Kata kunci: merokok, kadar HDL, usia, jenis kelamin, kopi, PJK. \u0000 \u0000Background: Indonesia ranks third eith the largest number of smokers in the world and ranks first with the highest number of smokers among ASEAN countries. Smoking can cause various diseases, one of which is coronary heart disease (CHD). In West Nusa Tenggara Province, CHD has the second highest mortality rate after stroke. In addition to smoking, low levels of High Density Lipoprotein (HDL) in CHD patients can be caused by various factors. Therefore, this study aims to determine the differences HDL levels between smokers and non-smokers in CHD at NTB Provincial Hospital. \u0000Method: This research is a comparative analytic research with case control. The sample obtained from CHD patients who were willing to fill out a questionnaire and from medical record data at the NTB Hospital. The sample size of this study was 46 with the Mann Whitney. \u0000Results: It is known that there are differences in HDL levels between patients with CHD smokers and non-smokers with age p (0.005), gender p (0.000), number of cigarettes consumed p (0.000), daily exposure to cigarette smoke (0.004) and coffee (0.007). The distribution of HDL levels was dominantly low in both smokers and non-smokers CHD patients (71.7%). The results of statistical tests using Mann Wh","PeriodicalId":127741,"journal":{"name":"Lombok Medical Journal","volume":"8 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-04-26","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"115132356","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}