Pub Date : 2021-11-15DOI: 10.24853/independen.2.2.1-10
Dewi Setiyaningsih
Tata kelola Global Value Chain (GVC) sering dikritik karena mengandung masalah etika produksi, seperti ketimpangan nilai tambah bagi petani kecil. Penelitian ini bertujuan menganalisis keterlibatan sertifikasi dalam mengatasi masalah masalah etika dalam tata kelola GVC di sektor komoditas teh. Penelitian ini meminjam konsep dari teori GVC yang dikembangkan oleh Gereffi. Konsep-konsep tersebut adalah tiga aspek dalam tata kelola GVC, yakni complexity, codified dan capabilties. Dengan menggunakan analisis deskriptif-kualitatif, penelitian ini mencoba melihat bagaimana embaga sertifikasi bekerja melalui tiga aspek dalam tata kelola GVC tersebut. Hasilnya, menunjukkan bahwa mekanisme kerja-kerja badan sertifikasi dalam tiga aspek tata kelola GVC, complexity, codified dan capabilites dapat menyelesaikan masalah etika produksi.
{"title":"PERAN SERTIFIKASI DALAM TATA KELOLA GLOBAL VALUE CHAIN INDUSTRI TEH","authors":"Dewi Setiyaningsih","doi":"10.24853/independen.2.2.1-10","DOIUrl":"https://doi.org/10.24853/independen.2.2.1-10","url":null,"abstract":"Tata kelola Global Value Chain (GVC) sering dikritik karena mengandung masalah etika produksi, seperti ketimpangan nilai tambah bagi petani kecil. Penelitian ini bertujuan menganalisis keterlibatan sertifikasi dalam mengatasi masalah masalah etika dalam tata kelola GVC di sektor komoditas teh. Penelitian ini meminjam konsep dari teori GVC yang dikembangkan oleh Gereffi. Konsep-konsep tersebut adalah tiga aspek dalam tata kelola GVC, yakni complexity, codified dan capabilties. Dengan menggunakan analisis deskriptif-kualitatif, penelitian ini mencoba melihat bagaimana embaga sertifikasi bekerja melalui tiga aspek dalam tata kelola GVC tersebut. Hasilnya, menunjukkan bahwa mekanisme kerja-kerja badan sertifikasi dalam tiga aspek tata kelola GVC, complexity, codified dan capabilites dapat menyelesaikan masalah etika produksi.","PeriodicalId":131166,"journal":{"name":"INDEPENDEN: Jurnal Politik Indonesia dan Global","volume":"8 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-11-15","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"130695038","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2021-11-15DOI: 10.24853/independen.2.2.37-46
Putri Raisa Islamy, Lusi Andriyani
Islamophobia di Jerman dan Prancis, pasca kejadian WTC 11 September 2001 di New York serta jeritan peperangan kepada terorisme, komunitas Islam seakan jadi bagian rumor, Komunitas Islam ditatap pemicu seluruh kasus. Di tahun 2021 Kantor Federal Migrasi dan Pengungsi (BAMF), saat ini jumlah Muslim berada di antara 5,3 dan 5,6 juta. Ini sesuai dengan populasi antara 6,4 dan 6,7 persen Mayoritas penggungsi para imigran dari keturunan Turki. para pekerja yang di bayar rendah oleh pemerintah jerman. Metode Penelitian menggunakan kualitatif yang di peroleh dari internet, jurnal dan sumbr-sumber lainnya. Dan menggunakan Teori Budaya Samuel Hungtington pada tahun 1996 menyatakan bahwa kebudayaan Eropa berakar pada umat islam-kristen menjadi identitas. Islamophobia di Jerman dengan cara kultural Jerman bukan “rumah” untuk Islam, agama ini berkembang sangat cepat di Jerman seperti banyaknya orang yang masuk ke Agama Islam dan mendirikan organisasi islam di jerman. Islamophobia, Bertolak belakang dari sejarah-nya. multikulturalisme di Prancis di sinyalir terjalin di era sesudah Perang Dunia II. Prancis mempunyai kurangnya sejumlah daya kegiatan, banyak imigran ( utama dari Afrika) tiba ke Prancis buat mencari perkerjaan. Tidak sedikit dari imigran membawa keluarga mereka serta menetap di Prancis. Beberapa dari imigran tersebut berawal dari suku bangsa negroid serta berkeyakinan Islam. Keragaman yang terjalin dampak cara imigrasi menghasilkan Prancis suatu negeri multikulturalisme. berjalannya jumlah imigran terus meningkat. Karena keberadaannya mempengaruhi pada ranah sosial, politik, dan adat. Kesenjangan sosial antar masyarakat setempat serta imigran memunculkan gesekan sosial yang berakhir bentrokan dalam ikatan keduanya, semacam datang kepada tempat bermukim imigran serta perbuatan Diskriminatif dan Rasis.
{"title":"ISLAMOPHOBIA DI JERMAN DAN PRANCIS","authors":"Putri Raisa Islamy, Lusi Andriyani","doi":"10.24853/independen.2.2.37-46","DOIUrl":"https://doi.org/10.24853/independen.2.2.37-46","url":null,"abstract":"Islamophobia di Jerman dan Prancis, pasca kejadian WTC 11 September 2001 di New York serta jeritan peperangan kepada terorisme, komunitas Islam seakan jadi bagian rumor, Komunitas Islam ditatap pemicu seluruh kasus. Di tahun 2021 Kantor Federal Migrasi dan Pengungsi (BAMF), saat ini jumlah Muslim berada di antara 5,3 dan 5,6 juta. Ini sesuai dengan populasi antara 6,4 dan 6,7 persen Mayoritas penggungsi para imigran dari keturunan Turki. para pekerja yang di bayar rendah oleh pemerintah jerman. Metode Penelitian menggunakan kualitatif yang di peroleh dari internet, jurnal dan sumbr-sumber lainnya. Dan menggunakan Teori Budaya Samuel Hungtington pada tahun 1996 menyatakan bahwa kebudayaan Eropa berakar pada umat islam-kristen menjadi identitas. Islamophobia di Jerman dengan cara kultural Jerman bukan “rumah” untuk Islam, agama ini berkembang sangat cepat di Jerman seperti banyaknya orang yang masuk ke Agama Islam dan mendirikan organisasi islam di jerman. Islamophobia, Bertolak belakang dari sejarah-nya. multikulturalisme di Prancis di sinyalir terjalin di era sesudah Perang Dunia II. Prancis mempunyai kurangnya sejumlah daya kegiatan, banyak imigran ( utama dari Afrika) tiba ke Prancis buat mencari perkerjaan. Tidak sedikit dari imigran membawa keluarga mereka serta menetap di Prancis. Beberapa dari imigran tersebut berawal dari suku bangsa negroid serta berkeyakinan Islam. Keragaman yang terjalin dampak cara imigrasi menghasilkan Prancis suatu negeri multikulturalisme. berjalannya jumlah imigran terus meningkat. Karena keberadaannya mempengaruhi pada ranah sosial, politik, dan adat. Kesenjangan sosial antar masyarakat setempat serta imigran memunculkan gesekan sosial yang berakhir bentrokan dalam ikatan keduanya, semacam datang kepada tempat bermukim imigran serta perbuatan Diskriminatif dan Rasis.","PeriodicalId":131166,"journal":{"name":"INDEPENDEN: Jurnal Politik Indonesia dan Global","volume":"421 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-11-15","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"133339990","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2021-11-15DOI: 10.24853/independen.2.2.11-16
Fikhri Andhito Putra, Haniah Hanafie
Wandi, salah seorang warga Desa Susukan, Kecamatan Susukan, Kabupaten Cirebon Jawa Barat, telah memberanikan diri mengikuti Pemilihan Kepala Desa (pilkades), meskipun modal sosial yang dimilikinya tidak mumpuni, karena status Wandi hanya sebagai seorang mekanik TV dan harus beraing dengan calon kepala desa lain dengan modal sosial yang lebih mumpuni. Penelitian ini, mendeskripsikan dan menganalisis Modal Sosial dalam Pemilihan Kepala Desa dengan studi kasus seorang tokoh bernama Wandi sebagai calon pilkades, di Desa Susukan pada tahun 2019. Teori Modal Sosial dan Motivasi digunakan sebagai pisau analisis. Pendekatan penelitian bersifat kualitatif, teknik pengumpulan data melalui wawancara, studi pustaka dan telaah dokumen. Sedangkan key informan dipilih melalui teknik purposive sampling. Teknik analisis data secara deskriptif. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa meskipun dengan modal sosial yang tidak mumpuni, karena hanya sebagai seorang mekanik TV, pendidikan tidak tinggi dan tidak memiliki kekayaan, jika dibandingkan dengan calon kepala desa lainnya, tetapi motivasi kuat membuat Wandi memberanikan diri untuk mengikuti pilkades di Desa Susukan, meskipun akhirnya kalah. Modal sosial Wandi tidak mumpuni, karena sangat jauh berbeda dengan kedua calon lainnya. Kemampuan finansial, strategi “lurus” (non money politics) dan orientasi masyarakat yang masih bersifat pragmatis merupakan faktor kenadala kemenangan Wandi dalam pilkades 2019 di Desa Susukan. Kesimpulan bahwa meskipun Wandi kalah dalam pilkades, tetapi Wandi telah menanamkan pembelajaran moral bagi masyarakat.
{"title":"MODAL SOSIAL DALAM PEMILIHAN KEPALA DESA (PILKADES) (Studi Terhadap Tokoh Wandi Sebagai Calon Kepala Desa di Desa Susukan, Kecamatan Susukan, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat Tahun 2019)","authors":"Fikhri Andhito Putra, Haniah Hanafie","doi":"10.24853/independen.2.2.11-16","DOIUrl":"https://doi.org/10.24853/independen.2.2.11-16","url":null,"abstract":"Wandi, salah seorang warga Desa Susukan, Kecamatan Susukan, Kabupaten Cirebon Jawa Barat, telah memberanikan diri mengikuti Pemilihan Kepala Desa (pilkades), meskipun modal sosial yang dimilikinya tidak mumpuni, karena status Wandi hanya sebagai seorang mekanik TV dan harus beraing dengan calon kepala desa lain dengan modal sosial yang lebih mumpuni. Penelitian ini, mendeskripsikan dan menganalisis Modal Sosial dalam Pemilihan Kepala Desa dengan studi kasus seorang tokoh bernama Wandi sebagai calon pilkades, di Desa Susukan pada tahun 2019. Teori Modal Sosial dan Motivasi digunakan sebagai pisau analisis. Pendekatan penelitian bersifat kualitatif, teknik pengumpulan data melalui wawancara, studi pustaka dan telaah dokumen. Sedangkan key informan dipilih melalui teknik purposive sampling. Teknik analisis data secara deskriptif. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa meskipun dengan modal sosial yang tidak mumpuni, karena hanya sebagai seorang mekanik TV, pendidikan tidak tinggi dan tidak memiliki kekayaan, jika dibandingkan dengan calon kepala desa lainnya, tetapi motivasi kuat membuat Wandi memberanikan diri untuk mengikuti pilkades di Desa Susukan, meskipun akhirnya kalah. Modal sosial Wandi tidak mumpuni, karena sangat jauh berbeda dengan kedua calon lainnya. Kemampuan finansial, strategi “lurus” (non money politics) dan orientasi masyarakat yang masih bersifat pragmatis merupakan faktor kenadala kemenangan Wandi dalam pilkades 2019 di Desa Susukan. Kesimpulan bahwa meskipun Wandi kalah dalam pilkades, tetapi Wandi telah menanamkan pembelajaran moral bagi masyarakat.","PeriodicalId":131166,"journal":{"name":"INDEPENDEN: Jurnal Politik Indonesia dan Global","volume":"29 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-11-15","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"131406369","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2021-10-20DOI: 10.24853/independen.2.2.47-52
Muhamad Nurul Firdaus, Lusi Andriyani
Politik identitas di Indonesia menjadi sangat menarik untuk di teliti, karena seperti yang kita ketahui bahwa negara Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki banyak sekali budaya, agama, etnis, dan suku. Maka dari itu, politik identitas di Indonesia sangat mungkin sekali terjadi. Jenis pendekataan yang dilakukan adalah pendekatan kualitatif. Hasil penelitian menunjukan bahwa kebangkitan politik identitas di Indonesia terjadi karena adanya upaya pembangunan citra diri dan menegakkan harga diri antar suku, budaya, agama, dan etnis yang ada di Indonesia, sehingga menjadikan seseorang sebagai bagian dari salah satu golongan untuk memilih mereka yang seagama, sesuku, sebudaya, dan se etnis untuk masuk pemerintahan.
{"title":"POLITIK ATAS IDENTITAS AGAMA, DAN ETNIS DI INDONESIA","authors":"Muhamad Nurul Firdaus, Lusi Andriyani","doi":"10.24853/independen.2.2.47-52","DOIUrl":"https://doi.org/10.24853/independen.2.2.47-52","url":null,"abstract":"Politik identitas di Indonesia menjadi sangat menarik untuk di teliti, karena seperti yang kita ketahui bahwa negara Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki banyak sekali budaya, agama, etnis, dan suku. Maka dari itu, politik identitas di Indonesia sangat mungkin sekali terjadi. Jenis pendekataan yang dilakukan adalah pendekatan kualitatif. Hasil penelitian menunjukan bahwa kebangkitan politik identitas di Indonesia terjadi karena adanya upaya pembangunan citra diri dan menegakkan harga diri antar suku, budaya, agama, dan etnis yang ada di Indonesia, sehingga menjadikan seseorang sebagai bagian dari salah satu golongan untuk memilih mereka yang seagama, sesuku, sebudaya, dan se etnis untuk masuk pemerintahan.","PeriodicalId":131166,"journal":{"name":"INDEPENDEN: Jurnal Politik Indonesia dan Global","volume":"1 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-10-20","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"130231800","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2021-04-11DOI: 10.24853/independen.2.1.51-66
S. Suryani, S. Rahayu
Penelitian ini menganalisis kekalahan KIK dalam mengusung Jokowi-Ma’ruf pada pilpres 2019 di Kabupaten Tangerang. Ideanya, dengan kekuatan besar partai politik yang tergabung dalam koalisi, juga dengan posisi Ma’ruf Amin sebagai putra daerah aseli Kabupaten Tangerang, pasangan Jokowi-Ma’ruf bisa mendapatkan hasil perolehan suara yang besar. Dengan menggunakan teori Partai Politik dan Teori tentang koalisi, penelitian ini menjawab beberapa masalah yang diajukan berkaitan dengan dinamika yang terjadi di dalam KIK hingga mengalami kekalahan dalam Pilpres di Kabupaten Tangerang. Hasil analisis menunjukkan bahwa KIK merupakan Koalisi yang sangat dinamis karena diisi oleh banyak parpol peserta pemilu serentak 2019 dengan beragam platform. Hal itu memberikan situasi kerja koalisi yang tidak konsisten dan memunculkan beberapa sebab terjadinya kekalahan dalam pilpres, yaitu: Pertama, mekanisme kerja parpol koalisi tidak solid. Kedua, perilaku politik masyarakat yang dipengaruhi oleh pilkada DKI Jakarta 2017. Ketiga, adanya anggapan bahwa PDI-P identik dengan PKI. Keempat, pembunuhan karakter Jokowi-Ma’ruf. Kelima, evaluasi pemilih terhadap kinerja paslon. Keenam, telah tertanam wacana anti Jokowi di Kabupaten Tangerang sejak pilkada DKI Jakarta 2017.
{"title":"KEKALAHAN KOALISI INDONESIA KERJA (KIK) DALAM PEMILIHAN PRESIDEN 2019 DI KABUPATEN TANGERANG","authors":"S. Suryani, S. Rahayu","doi":"10.24853/independen.2.1.51-66","DOIUrl":"https://doi.org/10.24853/independen.2.1.51-66","url":null,"abstract":"Penelitian ini menganalisis kekalahan KIK dalam mengusung Jokowi-Ma’ruf pada pilpres 2019 di Kabupaten Tangerang. Ideanya, dengan kekuatan besar partai politik yang tergabung dalam koalisi, juga dengan posisi Ma’ruf Amin sebagai putra daerah aseli Kabupaten Tangerang, pasangan Jokowi-Ma’ruf bisa mendapatkan hasil perolehan suara yang besar. Dengan menggunakan teori Partai Politik dan Teori tentang koalisi, penelitian ini menjawab beberapa masalah yang diajukan berkaitan dengan dinamika yang terjadi di dalam KIK hingga mengalami kekalahan dalam Pilpres di Kabupaten Tangerang. Hasil analisis menunjukkan bahwa KIK merupakan Koalisi yang sangat dinamis karena diisi oleh banyak parpol peserta pemilu serentak 2019 dengan beragam platform. Hal itu memberikan situasi kerja koalisi yang tidak konsisten dan memunculkan beberapa sebab terjadinya kekalahan dalam pilpres, yaitu: Pertama, mekanisme kerja parpol koalisi tidak solid. Kedua, perilaku politik masyarakat yang dipengaruhi oleh pilkada DKI Jakarta 2017. Ketiga, adanya anggapan bahwa PDI-P identik dengan PKI. Keempat, pembunuhan karakter Jokowi-Ma’ruf. Kelima, evaluasi pemilih terhadap kinerja paslon. Keenam, telah tertanam wacana anti Jokowi di Kabupaten Tangerang sejak pilkada DKI Jakarta 2017.","PeriodicalId":131166,"journal":{"name":"INDEPENDEN: Jurnal Politik Indonesia dan Global","volume":"29 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-04-11","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"122120623","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2021-04-11DOI: 10.24853/independen.2.1.9-20
Yuniazma Zeliana, Endang Sulastri, S. Sumarno, Lusi Andriyani
Sebagai calon petahana yang kembali bertarung dalam pemilu tentu sudah memiliki modal utama yaitu kedekatan dengan masyarakat dan birokrat, namun tidak semua calon petahana bisa kembali menduduki kursinya. Calon Petahan Airin-Benyamin yang kerap diterpa dengan isu-isu negatif mengenai dirinya dalam pelaksanaan pilkada di Kota Tangerang Selatan, mulai dari isu Dinasti politik, korupsi Wawan yang merupakan suami dari Arin, sampai isu kegagalan dalam pemerintahanya. namun dengan berbagai isu tersebut,Airin-Benyamin mampu untuk memenangkan kembali pertarungan dalam pilkada. Strategi politik apakah yang dilakukan dalam pemenangan calon petahana Airin-benyamin dalam pilkada Kota Tangerang Selatan 2015. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif.Tipe penelitian ini mengunakan deskripsi analisis dan metode triangulasi yang bertujuan untuk menjelaskan fenomena dengan sedalam-dalamnya melalui pengumpulan data.Teknik pengumpulan data melalui wawancara mendalam dengan Timses, Perwakilan partai pengusung, Birokrat TRUTH dan Panwaslu Kota Tangerang Selatan, serta dengan mengunakan teknik dokumentasi.Teori yang digunakan adalah Teori Kekuatan-kekuatan Politik.. Penelitian ini menghasilkan sebuah fakta bahwa dalam Strategi politik pemenangan pasangan calon petahana Airin-Benyamin mengunakan strategi pemenangan dengan mengunakan kekutan-kekutan politik dari atas hinga akar rumpun yang memiliki power dan basis masa yang sangat kuat, serta memanfatkan kekuatan politik Dinasti Ratu Atut yang telah dirawat dengan baik dari sejak pemenangan Atut dan merencanakan strategi politik dengan begitu tersuktur untuk pemenangan.
{"title":"STRATEGI POLITIK PEMENANGAN PETAHANA PASANGAN HJ. AIRIN RACHMI DIANY DAN BENYAMIN DAVNIE PADA PILKADA KOTA TANGERANG SELATAN TAHUN 2015","authors":"Yuniazma Zeliana, Endang Sulastri, S. Sumarno, Lusi Andriyani","doi":"10.24853/independen.2.1.9-20","DOIUrl":"https://doi.org/10.24853/independen.2.1.9-20","url":null,"abstract":" Sebagai calon petahana yang kembali bertarung dalam pemilu tentu sudah memiliki modal utama yaitu kedekatan dengan masyarakat dan birokrat, namun tidak semua calon petahana bisa kembali menduduki kursinya. Calon Petahan Airin-Benyamin yang kerap diterpa dengan isu-isu negatif mengenai dirinya dalam pelaksanaan pilkada di Kota Tangerang Selatan, mulai dari isu Dinasti politik, korupsi Wawan yang merupakan suami dari Arin, sampai isu kegagalan dalam pemerintahanya. namun dengan berbagai isu tersebut,Airin-Benyamin mampu untuk memenangkan kembali pertarungan dalam pilkada. Strategi politik apakah yang dilakukan dalam pemenangan calon petahana Airin-benyamin dalam pilkada Kota Tangerang Selatan 2015. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif.Tipe penelitian ini mengunakan deskripsi analisis dan metode triangulasi yang bertujuan untuk menjelaskan fenomena dengan sedalam-dalamnya melalui pengumpulan data.Teknik pengumpulan data melalui wawancara mendalam dengan Timses, Perwakilan partai pengusung, Birokrat TRUTH dan Panwaslu Kota Tangerang Selatan, serta dengan mengunakan teknik dokumentasi.Teori yang digunakan adalah Teori Kekuatan-kekuatan Politik.. Penelitian ini menghasilkan sebuah fakta bahwa dalam Strategi politik pemenangan pasangan calon petahana Airin-Benyamin mengunakan strategi pemenangan dengan mengunakan kekutan-kekutan politik dari atas hinga akar rumpun yang memiliki power dan basis masa yang sangat kuat, serta memanfatkan kekuatan politik Dinasti Ratu Atut yang telah dirawat dengan baik dari sejak pemenangan Atut dan merencanakan strategi politik dengan begitu tersuktur untuk pemenangan.","PeriodicalId":131166,"journal":{"name":"INDEPENDEN: Jurnal Politik Indonesia dan Global","volume":"49 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-04-11","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"132968564","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2021-04-11DOI: 10.24853/independen.2.1.33-40
Viku Paoki, Haniah Hanafie
Penelitian ini menjelaskan upaya Lingkar Ganja Nusantara (LGN) dalam melakukan perubahan status hukum tanaman ganja pada Undang Undang No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika. Dalam Undang Undang tersebur secara tegas melarang penggunaan ganja untuk pelayanan medis. Namun pada tataran global, ganja justru dimanfaatkan untuk pelayanan kesehatan. Menimbang manfaat medis dari tanaman ganja menjadikan banyak negara melakukan reformasi kebijakan narkotikanya. Menariknya, usaha untuk melegalisasi ganja juga hadir di Indonesia, yang dimotori oleh Lingkar Ganja Nusantara (LGN). Oleh karena iu, tujuan penelitian ini ingin mendeskripsikan bagaimana upaya LGN mendesak pemerintah melakukan perubahan terkait status hukum tanaman ganja di Indonesia. Pendekatan penelitian ini bersifat kualitatif. Data dikumpulkan dari hasil wawancara dan studi pustaka. Teknik analisis secara deskriptif dengan menggunakan Teori Kelompok Kepentingan dan Sistem Politik yang dikemukakan Gabriel Almond dan David Easton sebagai pisau analisis. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa upaya LGN dalam perubahan Undang Undang No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika belum dapat dikatakan berhasil, sehingga status hukum tanaman ganja dalam Undang Undang No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika masih tetap sama, yaitu melarang penggunaan Narkotika meskipun untuk pelayanan kesehatan. Kegagalan LGN disebabkan karena kebijakan War on Drugs, rekomendasi WHO ditolak Indonesia, LGN tidak memiliki perwakilan di pemerintahan maupun parlemen dan ketidakpastian pelaksanaan riset ganja.
{"title":"LGN SEBAGAI KELOMPOK KEPENTINGAN (STUDI UPAYA LINGKAR GANJA NUSANTARA (LGN) DALAM PERUBAHAN UU NO. 3 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA)","authors":"Viku Paoki, Haniah Hanafie","doi":"10.24853/independen.2.1.33-40","DOIUrl":"https://doi.org/10.24853/independen.2.1.33-40","url":null,"abstract":"Penelitian ini menjelaskan upaya Lingkar Ganja Nusantara (LGN) dalam melakukan perubahan status hukum tanaman ganja pada Undang Undang No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika. Dalam Undang Undang tersebur secara tegas melarang penggunaan ganja untuk pelayanan medis. Namun pada tataran global, ganja justru dimanfaatkan untuk pelayanan kesehatan. Menimbang manfaat medis dari tanaman ganja menjadikan banyak negara melakukan reformasi kebijakan narkotikanya. Menariknya, usaha untuk melegalisasi ganja juga hadir di Indonesia, yang dimotori oleh Lingkar Ganja Nusantara (LGN). Oleh karena iu, tujuan penelitian ini ingin mendeskripsikan bagaimana upaya LGN mendesak pemerintah melakukan perubahan terkait status hukum tanaman ganja di Indonesia. Pendekatan penelitian ini bersifat kualitatif. Data dikumpulkan dari hasil wawancara dan studi pustaka. Teknik analisis secara deskriptif dengan menggunakan Teori Kelompok Kepentingan dan Sistem Politik yang dikemukakan Gabriel Almond dan David Easton sebagai pisau analisis. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa upaya LGN dalam perubahan Undang Undang No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika belum dapat dikatakan berhasil, sehingga status hukum tanaman ganja dalam Undang Undang No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika masih tetap sama, yaitu melarang penggunaan Narkotika meskipun untuk pelayanan kesehatan. Kegagalan LGN disebabkan karena kebijakan War on Drugs, rekomendasi WHO ditolak Indonesia, LGN tidak memiliki perwakilan di pemerintahan maupun parlemen dan ketidakpastian pelaksanaan riset ganja.","PeriodicalId":131166,"journal":{"name":"INDEPENDEN: Jurnal Politik Indonesia dan Global","volume":"33 2","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-04-11","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"132433212","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2021-04-11DOI: 10.24853/independen.2.1.1-8
Armyn Gultom
Pembuatan kebijakan publik secara umum terdiri dari tiga dimensi, yakni 1)dimensi isi subtansi/konten kebijakan berkaitan dengan akar atau isi persoalan yang hendak diatasi. 2) dimensi proses kebijakan berkaiatan dengan proses yang harus dilakukan untuk mengatasi atan mencapai tujuan kebijakan. 3) dimensi konteks kebijakan yaitu yang berkaitan dengan situasi dimana kebijakan itu dibuat atau berlangsung (Santoso, 2010:57). Ketiga dimensi itu dapat dipakai secara berimbang. Makalah ini lebih dominan pada kebijakan konteks terkait dengan PMK Nomor.210/2018 yakni pengaturan pajak untuk e-ecommerce. Kebijakan tersebut adalah kebijakan yang benar benar baru sebagai respon atas atas meningkatnya e-commerce. Pemerintah memandang perlu menbuat aturan perpajakan yang berlaku bagi semua pengusaha konvensional ataupun marketplace, sebagai pelaksana PMK tersebut adalah Direktorat Jenderal Pajak. Dalam variasi perubahan kebijakan publik yaitu inovasi, suksesi, pemeliharaan, dan terminasi. Tulisan ini berusaha mendeskripsikan, menjelaskan dinamika, dan bagaimana bisa terjadi terminasi atau kegagalan atas kebijakan PMK terkait e-ecommerce berdasarkan teori kebijakan publik. Dan sekaligus menawarkan solusi menghindari terminasi/kegagalan kebijakan publik.
{"title":"TERMINASI KEBIJAKAN PUBLIK TENTANG PERATURAN MENTERI KEUANGAN ( STUDI KASUS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR. 210/PMK. 10/2018 TERKAIT E-COMMERCE)","authors":"Armyn Gultom","doi":"10.24853/independen.2.1.1-8","DOIUrl":"https://doi.org/10.24853/independen.2.1.1-8","url":null,"abstract":"Pembuatan kebijakan publik secara umum terdiri dari tiga dimensi, yakni 1)dimensi isi subtansi/konten kebijakan berkaitan dengan akar atau isi persoalan yang hendak diatasi. 2) dimensi proses kebijakan berkaiatan dengan proses yang harus dilakukan untuk mengatasi atan mencapai tujuan kebijakan. 3) dimensi konteks kebijakan yaitu yang berkaitan dengan situasi dimana kebijakan itu dibuat atau berlangsung (Santoso, 2010:57). Ketiga dimensi itu dapat dipakai secara berimbang. Makalah ini lebih dominan pada kebijakan konteks terkait dengan PMK Nomor.210/2018 yakni pengaturan pajak untuk e-ecommerce. Kebijakan tersebut adalah kebijakan yang benar benar baru sebagai respon atas atas meningkatnya e-commerce. Pemerintah memandang perlu menbuat aturan perpajakan yang berlaku bagi semua pengusaha konvensional ataupun marketplace, sebagai pelaksana PMK tersebut adalah Direktorat Jenderal Pajak. Dalam variasi perubahan kebijakan publik yaitu inovasi, suksesi, pemeliharaan, dan terminasi. Tulisan ini berusaha mendeskripsikan, menjelaskan dinamika, dan bagaimana bisa terjadi terminasi atau kegagalan atas kebijakan PMK terkait e-ecommerce berdasarkan teori kebijakan publik. Dan sekaligus menawarkan solusi menghindari terminasi/kegagalan kebijakan publik. ","PeriodicalId":131166,"journal":{"name":"INDEPENDEN: Jurnal Politik Indonesia dan Global","volume":"63 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-04-11","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"115723162","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2021-04-11DOI: 10.24853/independen.2.1.21-32
Eni Lestari, H. Hertanto, R. Kurniawan
KPU Kota Metro mengalami sengketa gugatan perselisihan hasil pemilu 2019 dari salah satu partai politik peserta pemilu yakni PKS Kota Metro. Penelitian ini bertujuan (1) mengetahui faktor penyebab terjadinya sengketa perselisihan hasil Pemilu 2019 di Kota Metro (2) mengetahui strategi resolusi KPU Kota Metro dalam menyelesaikan sengketa perselisihan hasil Pemilu 2019. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan: Pertama, faktor yang menyebabkan konflik ada dua yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi kurangnya pemahaman petugas KPPS, faktor kelelahan, perbedaan pendapat serta adanya pihak yang merasa dirugikan. Faktor eksternalnya adalah masifnya pemberitaan tentang KPU Kota Metro dibeberapa media yang mempengaruhi suasana politik serta adanya indikasi faktor kepentingan dari salah satu partai politik. Kedua, KPU Kota Metro dalam menyelesaikan sengketa tersebut melakukan komunikasi politik formal dengan PKS Kota Metro tetapi hal tersebut tidak membuahkan hasil sehingga PKS Kota Metro melayangkan gugatan ke Mahkamah Konstitusi. KPU Kota Metro dalam menghadapi gugatan tersebut menerapkan tiga strategi manajemen konflik yaitu (a) menghindar dengan tidak memberikan kontra opini terhadap pemberitaan media massa dan media sosial tetapi hanya sekedar memberikan jawaban normatif apabila ada yang meminta klarifikasi, (b) berkolaborasi dengan KPU Provinsi, KPU Pusat untuk meminta arahan dan badan adhoc dalam rangka persamaan persepsi serta Bawaslu Kota Metro terkait dokumen yang kurang dipersidangan, dan (c) berkompetisi dengan pihak pemohon untuk memenangkan gugatan di Mahkamah Konstitusi. Strategi ini efektif dilihat dengan dimenangkannya gugatan tersebut dan keputusannya dapat diterima oleh PKS Kota Metro dan pendukungnya.
大都会选举委员会(Metro KPU)对2019个不同政党的选举结果提出了争议。本研究的目的是(1)了解导致麦德龙2019年选举产生的争议的原因(2)了解麦德龙选举委员会的决议战略,以解决2019年选举产生的争端。本研究采用描述性质的研究方法。研究表明:首先,导致冲突的因素有两个,即内部和外部因素。内部因素包括对KPPS官员的缺乏了解、疲劳、意见分歧和劣势。外部因素是地铁选举委员会的大量报道,该选举影响了政治氛围,并表明了一个政党的利益因素。第二,Metro city选举委员会在解决这一问题时与Metro city PKS进行了正式的政治交流,但收效甚微,因此Metro city PKS向宪法法院提出了上诉。选举大都市面对诉讼中应用三个冲突管理策略,即(a)避免用不给反政府武装对新闻媒体和社交媒体的舆论,但当有人要求澄清规范只是回答,(b)与选举委员会指导,中央选举委员会要求省adhoc机构,以感知方程和Bawaslu大都市过程中较少的相关文件,(c)与申请人竞争,以赢得宪法法院的诉讼。这一战略是有效的,因为它赢得了诉讼,他的决定可以被Metro city和它的支持者接受。
{"title":"STRATEGI KPU KOTA METRO DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PERSELISIHAN HASIL PEMILU PADA PEMILU 2019","authors":"Eni Lestari, H. Hertanto, R. Kurniawan","doi":"10.24853/independen.2.1.21-32","DOIUrl":"https://doi.org/10.24853/independen.2.1.21-32","url":null,"abstract":"KPU Kota Metro mengalami sengketa gugatan perselisihan hasil pemilu 2019 dari salah satu partai politik peserta pemilu yakni PKS Kota Metro. Penelitian ini bertujuan (1) mengetahui faktor penyebab terjadinya sengketa perselisihan hasil Pemilu 2019 di Kota Metro (2) mengetahui strategi resolusi KPU Kota Metro dalam menyelesaikan sengketa perselisihan hasil Pemilu 2019. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan: Pertama, faktor yang menyebabkan konflik ada dua yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi kurangnya pemahaman petugas KPPS, faktor kelelahan, perbedaan pendapat serta adanya pihak yang merasa dirugikan. Faktor eksternalnya adalah masifnya pemberitaan tentang KPU Kota Metro dibeberapa media yang mempengaruhi suasana politik serta adanya indikasi faktor kepentingan dari salah satu partai politik. Kedua, KPU Kota Metro dalam menyelesaikan sengketa tersebut melakukan komunikasi politik formal dengan PKS Kota Metro tetapi hal tersebut tidak membuahkan hasil sehingga PKS Kota Metro melayangkan gugatan ke Mahkamah Konstitusi. KPU Kota Metro dalam menghadapi gugatan tersebut menerapkan tiga strategi manajemen konflik yaitu (a) menghindar dengan tidak memberikan kontra opini terhadap pemberitaan media massa dan media sosial tetapi hanya sekedar memberikan jawaban normatif apabila ada yang meminta klarifikasi, (b) berkolaborasi dengan KPU Provinsi, KPU Pusat untuk meminta arahan dan badan adhoc dalam rangka persamaan persepsi serta Bawaslu Kota Metro terkait dokumen yang kurang dipersidangan, dan (c) berkompetisi dengan pihak pemohon untuk memenangkan gugatan di Mahkamah Konstitusi. Strategi ini efektif dilihat dengan dimenangkannya gugatan tersebut dan keputusannya dapat diterima oleh PKS Kota Metro dan pendukungnya.","PeriodicalId":131166,"journal":{"name":"INDEPENDEN: Jurnal Politik Indonesia dan Global","volume":"30 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-04-11","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"122460271","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2021-04-11DOI: 10.24853/independen.2.1.41-50
Wachid Ridwan
Ancaman terorisme terhadap keamanan manusia tetap merupakan sebuah misteri baik bagi lembaga negara maupun non-negara dalam mencegah insiden mematikan. Bukan karena intelijen negara tidak memiliki kemampuan untuk mendeteksi terjadinya peristiwa-peristiwa berbahaya seperti itu, tetapi terorisme adalah gerakan klandestin yang cukup sulit untuk dikenali taktiknya. Aparat keamanan negara baik Tentara Nasional Indonesia maupun Kepolisian Negara Republik Indonesia perlu mendapat pelatihan khusus secara terus menerus tentang penanggulangan terorisme dalam melindungi seluruh warga negara dari ancaman teror. Negara harus membangun kapasitas terampil aparat keamanannya sedini mungkin untuk menyelamatkan kehidupan masyarakatnya. Selain itu, partisipasi masyarakat dalam penanggulangan terorisme sangat signifikan karena mereka dapat menjadi sumber informasi utama dalam menggali fakta tindakan disekitar lingkungan tempat mereka tinggal. Para teroris tinggal ditengah-tengah masyarakat majemuk meski belum tentu berbaur karena tingkah laku mereka yang aneh dibandingkan warga biasa pada umumnya. Pemerintah perlu giat menggandeng masyarakat dalam menangani penanggulangan terorisme. Partisipasi ini dapat berupa intensifikasi kesadaran publik tentang bahaya ekstremisme agama dan terorisme serta bagaimana mencegah bahaya tersebut agar tidak memberi ruang pada segala macam kegiatan di masyarakat. Selain itu, aparat khusus penanggulangan terorisme harus benar-benar menjadi mitra sejati dengan bergotong royong dan saling percaya dengan masyarakat untuk bersama-sama mencegah segala upaya terorisme, inilah pemolisian terorisme (policing terorism). Pemolisian terorisme menunjukkan profesionalisme aparat kepolisian kontraterorisme dan partisipasi masyarakat dalam setiap langkah penanggulangan pelanggaran ekstremisme agama dan terorisme. Komunitas adalah mitra yang baik untuk informasi yang komprehensif, sementara personel polisi akan bertindak profesional dalam penegakan hukum. Perpaduan kedua pihak ini akan mampu menumbuhkan kerja efektif dalam penanganan kasus kontraterorisme di Indonesia.
{"title":"POLICING TERRORISM: PENDEKATAN PENCEGAHAN EKSTREMISME AGAMA DAN TERORISME","authors":"Wachid Ridwan","doi":"10.24853/independen.2.1.41-50","DOIUrl":"https://doi.org/10.24853/independen.2.1.41-50","url":null,"abstract":"Ancaman terorisme terhadap keamanan manusia tetap merupakan sebuah misteri baik bagi lembaga negara maupun non-negara dalam mencegah insiden mematikan. Bukan karena intelijen negara tidak memiliki kemampuan untuk mendeteksi terjadinya peristiwa-peristiwa berbahaya seperti itu, tetapi terorisme adalah gerakan klandestin yang cukup sulit untuk dikenali taktiknya. Aparat keamanan negara baik Tentara Nasional Indonesia maupun Kepolisian Negara Republik Indonesia perlu mendapat pelatihan khusus secara terus menerus tentang penanggulangan terorisme dalam melindungi seluruh warga negara dari ancaman teror. Negara harus membangun kapasitas terampil aparat keamanannya sedini mungkin untuk menyelamatkan kehidupan masyarakatnya. Selain itu, partisipasi masyarakat dalam penanggulangan terorisme sangat signifikan karena mereka dapat menjadi sumber informasi utama dalam menggali fakta tindakan disekitar lingkungan tempat mereka tinggal. Para teroris tinggal ditengah-tengah masyarakat majemuk meski belum tentu berbaur karena tingkah laku mereka yang aneh dibandingkan warga biasa pada umumnya. Pemerintah perlu giat menggandeng masyarakat dalam menangani penanggulangan terorisme. Partisipasi ini dapat berupa intensifikasi kesadaran publik tentang bahaya ekstremisme agama dan terorisme serta bagaimana mencegah bahaya tersebut agar tidak memberi ruang pada segala macam kegiatan di masyarakat. Selain itu, aparat khusus penanggulangan terorisme harus benar-benar menjadi mitra sejati dengan bergotong royong dan saling percaya dengan masyarakat untuk bersama-sama mencegah segala upaya terorisme, inilah pemolisian terorisme (policing terorism). Pemolisian terorisme menunjukkan profesionalisme aparat kepolisian kontraterorisme dan partisipasi masyarakat dalam setiap langkah penanggulangan pelanggaran ekstremisme agama dan terorisme. Komunitas adalah mitra yang baik untuk informasi yang komprehensif, sementara personel polisi akan bertindak profesional dalam penegakan hukum. Perpaduan kedua pihak ini akan mampu menumbuhkan kerja efektif dalam penanganan kasus kontraterorisme di Indonesia.","PeriodicalId":131166,"journal":{"name":"INDEPENDEN: Jurnal Politik Indonesia dan Global","volume":"44 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-04-11","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"121440972","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}