Salah satu permasalahan guru yang masih menjadi perhatian khusus Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan adalah ketidakmerataan penyebaran guru. Secara nasional, meski rata-ratarasio guru SD terhadap peserta didik (1:19) lebih rendah dari standar yang ditetapkan (1:32), namun terjadi ketimpangan dalam hal penyebarannya. Begitu pun untuk tingkat SMP, meski rerata rasio guru terhadap peserta didik (1:32) cukup rendah dibandingkan standar (1:36), namun beberapa daerah mengalami kekurangan guru, sementara daerah lainnya kelebihan guru. Kajian ini mencermati beberapa kabupaten yang telah berhasil melakukan pemerataan guru di daerahnya. Metode penelitian kajian ini adalah deskriptif kualitatif dengan menganalisis data sekunder yang berasal dari berbagai sumber rujukan berupa video rekaman wawancara narasumber terkait, dokumen, peraturan perundangan, dan literatur lainnya. Strategi pemerataan guru yang dilakukan di beberapa kabupaten tersebut antara lain penggabungan dua sekolah, mutasi guru, pembelajaran kelas rangkap, guru keliling, dan pengangkatan guru baru. Analisis kebijakan dilakukan dengan menggunakan berbagai kriteria, seperti aspek efektifitas, efisiensi, aspek ketercukupan, keadilan/ pemerataan, keresponsifan, dan aspek kelayakan untuk menganalisis beberapa alternatif kebijakan yang telah dilakukan pemerintah daerah dalam pemerataan guru. Model pemerataan guru selanjutnya dikembangkan sesuai dengan kondisi tipologi daerah.
{"title":"ALTERNATIF KEBIJAKAN PERMASALAHAN KETIDAKMERATAAN PENYEBARAN GURU","authors":"Fransisca Nur’aini Krisna","doi":"10.37145/jak.v1i2.24","DOIUrl":"https://doi.org/10.37145/jak.v1i2.24","url":null,"abstract":"Salah satu permasalahan guru yang masih menjadi perhatian khusus Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan adalah ketidakmerataan penyebaran guru. Secara nasional, meski rata-ratarasio guru SD terhadap peserta didik (1:19) lebih rendah dari standar yang ditetapkan (1:32), namun terjadi ketimpangan dalam hal penyebarannya. Begitu pun untuk tingkat SMP, meski rerata rasio guru terhadap peserta didik (1:32) cukup rendah dibandingkan standar (1:36), namun beberapa daerah mengalami kekurangan guru, sementara daerah lainnya kelebihan guru. Kajian ini mencermati beberapa kabupaten yang telah berhasil melakukan pemerataan guru di daerahnya. Metode penelitian kajian ini adalah deskriptif kualitatif dengan menganalisis data sekunder yang berasal dari berbagai sumber rujukan berupa video rekaman wawancara narasumber terkait, dokumen, peraturan perundangan, dan literatur lainnya. Strategi pemerataan guru yang dilakukan di beberapa kabupaten tersebut antara lain penggabungan dua sekolah, mutasi guru, pembelajaran kelas rangkap, guru keliling, dan pengangkatan guru baru. Analisis kebijakan dilakukan dengan menggunakan berbagai kriteria, seperti aspek efektifitas, efisiensi, aspek ketercukupan, keadilan/ pemerataan, keresponsifan, dan aspek kelayakan untuk menganalisis beberapa alternatif kebijakan yang telah dilakukan pemerintah daerah dalam pemerataan guru. Model pemerataan guru selanjutnya dikembangkan sesuai dengan kondisi tipologi daerah.","PeriodicalId":137551,"journal":{"name":"Jurnal Analis Kebijakan","volume":"37 16 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-07-09","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"132928175","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Hak asasi manusia tidak hanya sebatas pada hak-hak sipil dan politik, tetapi juga mencakup bidang ekonomi, sosial dan budaya. Hak atas hunian yang layak sejatinya merupakan salah satu bagian dari hak asasi manusia yang selama ini kurang mendapat perhatian, khususnya bagi kaum marjinal. Maka, negara harus hadir menunaikan kewajiban dalam menjamin warganya mendapat tempat tinggal dan lingkungan hidup yang sehat sebagaimana diamanatkan konstitusi. Di masa lalu, Proyek Muhammad Husni Thamrin pernah membuat Jakarta begitu disegani karena berhasil melakukan penataan kampung dengan pendekatan yang melampaui zamannya. Sayangnya, keberhasilan tersebut tidak berlanjut. Jakarta dihadapkan pada persoalan permukiman yang semakin kompleks. Terobosan baru dibutuhkan dalam kebijakan perumahan dan kawasan permukiman di Ibukota. Perlu dipahami bahwa tidak ada solusi tunggal untuk mengatasi masalah perumahan dan permukiman. Satu hal penting yaitu perlu ada intervensi pemerintah khususnya bagi masyarakat berpenghasilan rendah yang selama ini kerap termarjinalkan. Program terkini yang sedang dilakukan Pemprov DKI Jakarta antara lain adalah penataan kampung dan penyediaan hunian dengan down payment Rp 0.
{"title":"PROGRAM PEMERINTAH PROVINSI DKI JAKARTA DALAM PENYEDIAAN HUNIAN","authors":"Mohammad Firdaus","doi":"10.37145/jak.v2i2.31","DOIUrl":"https://doi.org/10.37145/jak.v2i2.31","url":null,"abstract":"Hak asasi manusia tidak hanya sebatas pada hak-hak sipil dan politik, tetapi juga mencakup bidang ekonomi, sosial dan budaya. Hak atas hunian yang layak sejatinya merupakan salah satu bagian dari hak asasi manusia yang selama ini kurang mendapat perhatian, khususnya bagi kaum marjinal. Maka, negara harus hadir menunaikan kewajiban dalam menjamin warganya mendapat tempat tinggal dan lingkungan hidup yang sehat sebagaimana diamanatkan konstitusi. Di masa lalu, Proyek Muhammad Husni Thamrin pernah membuat Jakarta begitu disegani karena berhasil melakukan penataan kampung dengan pendekatan yang melampaui zamannya. Sayangnya, keberhasilan tersebut tidak berlanjut. Jakarta dihadapkan pada persoalan permukiman yang semakin kompleks. Terobosan baru dibutuhkan dalam kebijakan perumahan dan kawasan permukiman di Ibukota. Perlu dipahami bahwa tidak ada solusi tunggal untuk mengatasi masalah perumahan dan permukiman. Satu hal penting yaitu perlu ada intervensi pemerintah khususnya bagi masyarakat berpenghasilan rendah yang selama ini kerap termarjinalkan. Program terkini yang sedang dilakukan Pemprov DKI Jakarta antara lain adalah penataan kampung dan penyediaan hunian dengan down payment Rp 0.","PeriodicalId":137551,"journal":{"name":"Jurnal Analis Kebijakan","volume":"85 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-07-09","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"131723969","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pengelolaan sampah masih menjadi masalah bagi Kota Yogyakarta. Di satu sisi, Tempat Pembuangan Sampah Terakhir (TPST) Piyungan yang menjadi satu-satunya TPST bagi Kota Yogyakarta sudah tidak mampu lagi menampung sampah yang dihasilkan masyarakat. Sementara disisi yang lain, kesadaran dan perilaku masyarakat untuk memilah sampah masih belum optimal. Untuk mengatasi persoalan tersebut, pemerintah Kota Yogyakarta melaksanakan program Bank Sampah. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis apakah program Bank Sampah yang digulirkan oleh Pemerintah Kota Yogyakarta berhasil atau gagal. Analisis implementasi ini menggunakan penelitian kualitatif deskriptif. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah studi pustaka, observasi dan wawancara mendalam. Hasil analisis menunjukkan bahwa kinerja outcomes dan kinerja output program Bank Sampah belum optimal. Program Bank Sampah belum berhasil mencapai tujuannya. Walaupun juga tidak dapat dikatakan program ini gagal. Luas dan kompleksnya perubahan perilaku yang diharapkan merupakan faktor utama yang mempengaruhi belum optimalnya kinerja implementasi Bank Sampah. Dengan demikian, program ini tidak boleh dihentikan. Program ini harus tetap berlanjut dan konsisten tetapi dengan penambahan kebijakan lain.
{"title":"ANALISIS IMPLEMENTASI PROGRAM BANK SAMPAH DI KOTA YOGYAKARTA","authors":"Shafiera Amalia","doi":"10.37145/jak.v1i2.27","DOIUrl":"https://doi.org/10.37145/jak.v1i2.27","url":null,"abstract":"Pengelolaan sampah masih menjadi masalah bagi Kota Yogyakarta. Di satu sisi, Tempat Pembuangan Sampah Terakhir (TPST) Piyungan yang menjadi satu-satunya TPST bagi Kota Yogyakarta sudah tidak mampu lagi menampung sampah yang dihasilkan masyarakat. Sementara disisi yang lain, kesadaran dan perilaku masyarakat untuk memilah sampah masih belum optimal. Untuk mengatasi persoalan tersebut, pemerintah Kota Yogyakarta melaksanakan program Bank Sampah. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis apakah program Bank Sampah yang digulirkan oleh Pemerintah Kota Yogyakarta berhasil atau gagal. Analisis implementasi ini menggunakan penelitian kualitatif deskriptif. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah studi pustaka, observasi dan wawancara mendalam. Hasil analisis menunjukkan bahwa kinerja outcomes dan kinerja output program Bank Sampah belum optimal. Program Bank Sampah belum berhasil mencapai tujuannya. Walaupun juga tidak dapat dikatakan program ini gagal. Luas dan kompleksnya perubahan perilaku yang diharapkan merupakan faktor utama yang mempengaruhi belum optimalnya kinerja implementasi Bank Sampah. Dengan demikian, program ini tidak boleh dihentikan. Program ini harus tetap berlanjut dan konsisten tetapi dengan penambahan kebijakan lain.","PeriodicalId":137551,"journal":{"name":"Jurnal Analis Kebijakan","volume":"36 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-07-09","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"129134095","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Energi mempunyai posisi yang sangat strategis dalam pembangunan suatu negara, khususnya dalam mengakselerasi kemajuan ekonomi negara. Bagi Indonesia, Kebijakan Energi Nasional(KEN) adalah kebijakan pengelolaan energi dengan tiga prinsip dasar yakni berkeadilan, berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Tulisan ini menemukan bahwa tingkat konsumsi energi Indonesia masih rendah, yakni sekitar 2 %, di antara tingkat konsumsi primer negaranegara besar (AS, RRT, Uni Eropa, India dan Jepang). Total konsumsi energi Indone sia sekitar 1.600 milyar barrel equivalent minyak pada tahun 2014 atau naik 3,4 %. Tingkat konsumsi energi sangat penting karena akan menentukan pertumbuhan ekonomi suatu negara. Kenaikan konsumsi energi bagi Indonesia diharapkan akan semakin menaikkan pertumbuhan ekonomi. Selain itu, Indonesia ternyata masih tergantung pada energi fosil, dengan konsumsisebesar 74 % (Minyak Bumi 44 % dan Batubara 30 %). Sementara konsumsi gas bumi berkisar 18 % dan Energi Baru Terbarukan (EBT) hanya sekitar 8 %. Tidak ada pilihan lain, kunci kemandirian energi terletak pada kebijakan konsumsi energi Indonesia yang harus berubah dari konsumsi energi fosil menjadi konsumsi energi non fosil dan EBT. Untuk itu Indonesia harus segera merubah pola konsumsi energi di sektor transportasi, dari BBM ke BBG dan biofuel serta listrik. Pemerintah Indonesia harus serius dan konsisten dalam mengimplementasikan kebijakan perubahan tipe konsumsi energi, dimulai dari sektor transportasi publik (massal) hingga ke transportasi pribadi. Di samping itu, pemerintah harus memprioritaskan pengembangan transportasi publik dengan energi non BBM, terutama di kota-kota besar.
{"title":"KEBIJAKAN ENERGI DI INDONESIA : MENUJU KEMANDIRIAN","authors":"Riyadi Santoso","doi":"10.37145/jak.v1i1.21","DOIUrl":"https://doi.org/10.37145/jak.v1i1.21","url":null,"abstract":"Energi mempunyai posisi yang sangat strategis dalam pembangunan suatu negara, khususnya dalam mengakselerasi kemajuan ekonomi negara. Bagi Indonesia, Kebijakan Energi Nasional(KEN) adalah kebijakan pengelolaan energi dengan tiga prinsip dasar yakni berkeadilan, berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Tulisan ini menemukan bahwa tingkat konsumsi energi Indonesia masih rendah, yakni sekitar 2 %, di antara tingkat konsumsi primer negaranegara besar (AS, RRT, Uni Eropa, India dan Jepang). Total konsumsi energi Indone sia sekitar 1.600 milyar barrel equivalent minyak pada tahun 2014 atau naik 3,4 %. Tingkat konsumsi energi sangat penting karena akan menentukan pertumbuhan ekonomi suatu negara. Kenaikan konsumsi energi bagi Indonesia diharapkan akan semakin menaikkan pertumbuhan ekonomi. Selain itu, Indonesia ternyata masih tergantung pada energi fosil, dengan konsumsisebesar 74 % (Minyak Bumi 44 % dan Batubara 30 %). Sementara konsumsi gas bumi berkisar 18 % dan Energi Baru Terbarukan (EBT) hanya sekitar 8 %. Tidak ada pilihan lain, kunci kemandirian energi terletak pada kebijakan konsumsi energi Indonesia yang harus berubah dari konsumsi energi fosil menjadi konsumsi energi non fosil dan EBT. Untuk itu Indonesia harus segera merubah pola konsumsi energi di sektor transportasi, dari BBM ke BBG dan biofuel serta listrik. Pemerintah Indonesia harus serius dan konsisten dalam mengimplementasikan kebijakan perubahan tipe konsumsi energi, dimulai dari sektor transportasi publik (massal) hingga ke transportasi pribadi. Di samping itu, pemerintah harus memprioritaskan pengembangan transportasi publik dengan energi non BBM, terutama di kota-kota besar.","PeriodicalId":137551,"journal":{"name":"Jurnal Analis Kebijakan","volume":"73 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-07-09","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"126441329","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}