Dana desa meningkatkan kapasitas fiskal desa sehingga dapat digunakan untuk kesejahteraan masyarakat. Pengalokasian dan pemanfaatan yang tepat dapat mengurangi permasalahan desa,seperti kemiskinan. Akan tetapi, peningkatan dana desa belum sepenuhnya menunjukkan keberhasilan terhadap kondisi kemiskinan. Oleh sebab itu, penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh dana desa terhadap kemiskinan di Aceh. Sebanyak 13 kabupaten/kota di Aceh diobservasi selama tiga tahun yaitu 2015 sampai 2017. Pengujian data dilakukan dengan menggunakan analisis regresi linear. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan dana desa berpengaruh signifikan terhadap penurunan tingkat kemiskinan di Aceh. Peningkatan dana desa sebesar 1 persen dapat mengurangi tingkat kemiskinan di Aceh sebesar 0,316 persen. Hasil estimasi tersebut signifikan pada level 95 persen. Oleh sebab itu, dana desa merupakan instrumen kebijakan yang tepat dalam pengurangan kemiskinan di Aceh.
{"title":"PENGARUH DANA DESA TERHADAP KEMISKINAN DI ACEH","authors":"H. Putra","doi":"10.37145/jak.v2i2.30","DOIUrl":"https://doi.org/10.37145/jak.v2i2.30","url":null,"abstract":"Dana desa meningkatkan kapasitas fiskal desa sehingga dapat digunakan untuk kesejahteraan masyarakat. Pengalokasian dan pemanfaatan yang tepat dapat mengurangi permasalahan desa,seperti kemiskinan. Akan tetapi, peningkatan dana desa belum sepenuhnya menunjukkan keberhasilan terhadap kondisi kemiskinan. Oleh sebab itu, penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh dana desa terhadap kemiskinan di Aceh. Sebanyak 13 kabupaten/kota di Aceh diobservasi selama tiga tahun yaitu 2015 sampai 2017. Pengujian data dilakukan dengan menggunakan analisis regresi linear. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan dana desa berpengaruh signifikan terhadap penurunan tingkat kemiskinan di Aceh. Peningkatan dana desa sebesar 1 persen dapat mengurangi tingkat kemiskinan di Aceh sebesar 0,316 persen. Hasil estimasi tersebut signifikan pada level 95 persen. Oleh sebab itu, dana desa merupakan instrumen kebijakan yang tepat dalam pengurangan kemiskinan di Aceh.","PeriodicalId":137551,"journal":{"name":"Jurnal Analis Kebijakan","volume":"40 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-07-09","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"124702572","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Kemiskinan merupakan kondisi sosial yang banyak dijumpai di berbagai daerah di Indonesia. Kemiskinan dapat disebabkan oleh berbagai faktor baik internal maupun eksternal. Akibat darikemiskinan lebih berdampak dan dirasakan oleh perempuan dan anak seperti, tingginya angka kematian ibu dan angka kematian bayi, kekerasan pada perempuan dan anak, stunting, trafficking, perceraian, dan sebagainya. Tingkat kemiskinan Kabupaten Garut pada tahun 2017 berada pada posisi 11,27 % dan lebih banyak terletak di pedesaan. Persentase perempuan di Kabupaten Garut 46,9 % dan dalam program pengentasan kemiskinan keberadaannya tidak bisa diabaikan, karena pada dasarnya perempuan merupakan tonggak rumah tangga yang menjadi mitra kaum laki-laki. P2WKSS atau Peningkatan Peranan Wanita Menuju Keluarga Sehat dan Sejahtera merupakan salah satu program pemberdayaan perempuan yang mengkolaborasikan berbagai kegiatan dengan dukungan dari berbagai unsur. P2WKSS di Kabupaten Garut memberikan dampak yang positif dan dilaksanakan setiap tahun. Untuk mempercepat pengurangan jumlah penduduk miskin dan meningkatkan kualitas serta keberlanjutan hasil kegiatannya, maka P2WKSS dapat dicanangkan setiap tahun disetiap kecamatan dan berkelanjutan.
{"title":"PROGRAM PENINGKATAN PERANAN WANITA MENUJU KELUARGA SEHAT DAN SEJAHTERA DALAM PENGENTASAN KEMISKINAN","authors":"N. Rohaeni","doi":"10.37145/jak.v2i2.33","DOIUrl":"https://doi.org/10.37145/jak.v2i2.33","url":null,"abstract":"Kemiskinan merupakan kondisi sosial yang banyak dijumpai di berbagai daerah di Indonesia. Kemiskinan dapat disebabkan oleh berbagai faktor baik internal maupun eksternal. Akibat darikemiskinan lebih berdampak dan dirasakan oleh perempuan dan anak seperti, tingginya angka kematian ibu dan angka kematian bayi, kekerasan pada perempuan dan anak, stunting, trafficking, perceraian, dan sebagainya. Tingkat kemiskinan Kabupaten Garut pada tahun 2017 berada pada posisi 11,27 % dan lebih banyak terletak di pedesaan. Persentase perempuan di Kabupaten Garut 46,9 % dan dalam program pengentasan kemiskinan keberadaannya tidak bisa diabaikan, karena pada dasarnya perempuan merupakan tonggak rumah tangga yang menjadi mitra kaum laki-laki. P2WKSS atau Peningkatan Peranan Wanita Menuju Keluarga Sehat dan Sejahtera merupakan salah satu program pemberdayaan perempuan yang mengkolaborasikan berbagai kegiatan dengan dukungan dari berbagai unsur. P2WKSS di Kabupaten Garut memberikan dampak yang positif dan dilaksanakan setiap tahun. Untuk mempercepat pengurangan jumlah penduduk miskin dan meningkatkan kualitas serta keberlanjutan hasil kegiatannya, maka P2WKSS dapat dicanangkan setiap tahun disetiap kecamatan dan berkelanjutan.","PeriodicalId":137551,"journal":{"name":"Jurnal Analis Kebijakan","volume":"4 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-07-09","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"127724000","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Peraturan Pemerintah No. 18 tahun 2016 telah mengamanatkan Pemerintah Daerah untuk meninjau kembali struktur kelembagaan dan organisasi pemerintahannya. Kondisi yang ada menunjukkan struktur organisasi yang berlebih namun di sisi lain anggaran Pemerintah Daerah terbatas. Penerbitan Peraturan Pemerintah ini diharapkan dapat mewujudkan pemerintahan daerah yang efektifitas dan efisiensi. Setelah diimplementasikan, perlu ada evaluasi kebijakan untuk mengetahui bagaimana dampak atau hasil kebijakan tersebut. Artikel ini diarahkan untuk mengkaji norma hukum positif dan membandingkan realitas restrukturisasi organisasi dan menunjukkan gap antara kondisi yang diharapkan dan kondisi yang ada. Dampak umum terlihat dari terjadinya pembentukan organisasi Pemerintahan Daerah yang homogen yang tercermin dalam kesamaan nomenklatur, bentuk dan jenis. Namun, ada masalah di balik homogenitas tersebut. Implikasinya yang jelas dalam kasus Pemerintah Kota Yogyakarta adalah adanya beberapa urusan pemerintahan tidak diakomodasi dengan baik dan ada peningkatan jumlah unit organisasi Pemerintah Daerah. Dalam urusan pemerintahan, beberapa urusan pemerintahan dengan intensitas sedikit akan digabungkan dengan urusan pemerintahan lainnya dalam struktur kelembagaan. Sedangkan dalam hal anggaran belanja pegawai meningkat karena berbanding lurus dengan kenaikan jumlah eselon II dan eselon III. Kondisi ini juga mempengaruhi penambahan fasilitas infrastruktur kerja yang harus disediakan.
{"title":"IMPLIKASI PENERAPAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DI PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA","authors":"Patricia Heny Dian Anitasari","doi":"10.37145/jak.v1i1.19","DOIUrl":"https://doi.org/10.37145/jak.v1i1.19","url":null,"abstract":"Peraturan Pemerintah No. 18 tahun 2016 telah mengamanatkan Pemerintah Daerah untuk meninjau kembali struktur kelembagaan dan organisasi pemerintahannya. Kondisi yang ada menunjukkan struktur organisasi yang berlebih namun di sisi lain anggaran Pemerintah Daerah terbatas. Penerbitan Peraturan Pemerintah ini diharapkan dapat mewujudkan pemerintahan daerah yang efektifitas dan efisiensi. Setelah diimplementasikan, perlu ada evaluasi kebijakan untuk mengetahui bagaimana dampak atau hasil kebijakan tersebut. Artikel ini diarahkan untuk mengkaji norma hukum positif dan membandingkan realitas restrukturisasi organisasi dan menunjukkan gap antara kondisi yang diharapkan dan kondisi yang ada. Dampak umum terlihat dari terjadinya pembentukan organisasi Pemerintahan Daerah yang homogen yang tercermin dalam kesamaan nomenklatur, bentuk dan jenis. Namun, ada masalah di balik homogenitas tersebut. Implikasinya yang jelas dalam kasus Pemerintah Kota Yogyakarta adalah adanya beberapa urusan pemerintahan tidak diakomodasi dengan baik dan ada peningkatan jumlah unit organisasi Pemerintah Daerah. Dalam urusan pemerintahan, beberapa urusan pemerintahan dengan intensitas sedikit akan digabungkan dengan urusan pemerintahan lainnya dalam struktur kelembagaan. Sedangkan dalam hal anggaran belanja pegawai meningkat karena berbanding lurus dengan kenaikan jumlah eselon II dan eselon III. Kondisi ini juga mempengaruhi penambahan fasilitas infrastruktur kerja yang harus disediakan.","PeriodicalId":137551,"journal":{"name":"Jurnal Analis Kebijakan","volume":"18 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-07-09","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"116901163","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Kemiskinan bukan hanya dimaknai sebagai persoalan deprivasi ekonomi semata, namun menyentuh krisis multidimensi. Masyarakat sekitar hutan merupakan salah satu kelompokmiskin terbesar di Indonesia. Sekitar 48,8 juta orang tinggal pada lahan hutan negara dan sekitar 10,2 juta diantaranya dikategorikan miskin dimana 71,06% menggantungkan hidupnya dari sumber daya hutan. Kondisi sosial ekonomi ini ditambah sulitnya masyarakat dalam mengakses hutan sering memercikkan dan menyalakan konflik kawasan hutan (konflik tenurial). Kebanyakan masyarakat sekitar hutan tidak memiliki perlindungan hukum baik terhadap legalitas maupun akses sumber daya hutan. Kebijakan Perhutanan Sosial muncul sebagai salah satu elemen dari reforma agraria, yang merupakan kebijakan yang digulirkan pemerintah untuk memastikan legalitas aset dan redistribusi tanah yang dikenal dengan kebijakan TORA (Tanah Objek Reforma Agraria), serta memastikan legalitas akses melalui kebijakan Perhutanan Sosial. Terdapat nexus yang menunjukkan korelasi positif yang diklaim oleh pemerintah bahwa kebijakan Perhutanan Sosial mampu menjadi alternatif kebijakan pengurangan angka kemiskinan. Perhutanan Sosial yang dilaksanakan secara klaster pada akhirnya akan menumbuhkan pusat ekonomi domestik sehingga kesempatan kerja terbuka luas dan penurunan kemiskinan akan signifikan. Keberadaan skema Perhutanan Sosial telah menjadi bagian integral dari pembangunan desa, pengentasan warga miskin, sekaligus membangun kemandirian sosial-ekonomi warga miskin di dalam dan sekitar hutan. Data rasio gini menunjukkan bahwa rasio gini tahun 2018 menunjukkan nilai lebih rendah yaitu 0,389 dari tahun 2017 sebesar 0,391. Sedangkan jumlah penduduk miskin juga berkurang menjadi 9,82% di tahun 2018 dibandingkan tahun 2017 sebesar 10,12%.
{"title":"PERHUTANAN SOSIAL BAGI AKSES KEADILAN MASYARAKAT DAN PENGURANGAN KEMISKINAN","authors":"Hani Afnita Murti","doi":"10.37145/jak.v2i2.29","DOIUrl":"https://doi.org/10.37145/jak.v2i2.29","url":null,"abstract":"Kemiskinan bukan hanya dimaknai sebagai persoalan deprivasi ekonomi semata, namun menyentuh krisis multidimensi. Masyarakat sekitar hutan merupakan salah satu kelompokmiskin terbesar di Indonesia. Sekitar 48,8 juta orang tinggal pada lahan hutan negara dan sekitar 10,2 juta diantaranya dikategorikan miskin dimana 71,06% menggantungkan hidupnya dari sumber daya hutan. Kondisi sosial ekonomi ini ditambah sulitnya masyarakat dalam mengakses hutan sering memercikkan dan menyalakan konflik kawasan hutan (konflik tenurial). Kebanyakan masyarakat sekitar hutan tidak memiliki perlindungan hukum baik terhadap legalitas maupun akses sumber daya hutan. Kebijakan Perhutanan Sosial muncul sebagai salah satu elemen dari reforma agraria, yang merupakan kebijakan yang digulirkan pemerintah untuk memastikan legalitas aset dan redistribusi tanah yang dikenal dengan kebijakan TORA (Tanah Objek Reforma Agraria), serta memastikan legalitas akses melalui kebijakan Perhutanan Sosial. Terdapat nexus yang menunjukkan korelasi positif yang diklaim oleh pemerintah bahwa kebijakan Perhutanan Sosial mampu menjadi alternatif kebijakan pengurangan angka kemiskinan. Perhutanan Sosial yang dilaksanakan secara klaster pada akhirnya akan menumbuhkan pusat ekonomi domestik sehingga kesempatan kerja terbuka luas dan penurunan kemiskinan akan signifikan. Keberadaan skema Perhutanan Sosial telah menjadi bagian integral dari pembangunan desa, pengentasan warga miskin, sekaligus membangun kemandirian sosial-ekonomi warga miskin di dalam dan sekitar hutan. Data rasio gini menunjukkan bahwa rasio gini tahun 2018 menunjukkan nilai lebih rendah yaitu 0,389 dari tahun 2017 sebesar 0,391. Sedangkan jumlah penduduk miskin juga berkurang menjadi 9,82% di tahun 2018 dibandingkan tahun 2017 sebesar 10,12%.","PeriodicalId":137551,"journal":{"name":"Jurnal Analis Kebijakan","volume":"98 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-07-09","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"127130326","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Permasalahan penyalahgunaan Narkotika di Indonesia semakin meningkat meskipun penindakan oleh aparat hukum dan keamanan telah dilaksanakan secara represif maupun persuasif. Diperlukan upaya atau pendekatan lain yaitu kuratif atau rehabilitasi, baik medis maupun sosial. Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika, dan PP Nomor 25 tahun 2011 tentang Pelaksanaan Wajib Lapor mengedepankan perlunya merehabilitasi pengguna Narkotika melalui Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL). Pada tahun 2015 Pemerintah menyatakan Indonesia dalam kondisi “Darurat Narkoba” dan berkomitmen untuk merehabilitasi 100.000 pengguna Narkotika di IPWL. Mandat ini perlu disikapi melalui optimalisasi dan dukungan terhadap IPWL, baik dari segi regulasi, SDM, budgeting, dan keberpihakan kebijakan. Kajian di enam provinsi terpilih terhadap pelaksanaan rehabilitasi sosial pengguna Narkotika melalui IPWL menunjukkan masih perlunya perbaikan sistem dan mekanisme kerja pelayanan dan sosialisasi serta beberapa perbaikan lainya. Melalui analisis SWOPA, disusun rekomendasi kebijakan yang diusulkan untuk memperbaiki sistem rehabilitasi dalam rangka menekan pengguna maupun kasus peredaran Narkotika di Indonesia, yaitu: 1) Peningkatan infrastruktur dan sarana prasarana lembaga IPWL; 2) Peningkatan kapasitas SDM pelaksana rehabilitasi sosial penyalahguna Narkotika di IPWL; dan 3) Memperkuat sinergitas antar kementerian/lembaga dalam pelaksanaan rehabilitasi sosial korban Narkotika melalui IPWL.
{"title":"REHABILITASI SOSIAL KORBAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA MELALUI INSTITUSI PENERIMA WAJIB LAPOR (IPWL)","authors":"Ahmad Shobirin","doi":"10.37145/jak.v1i2.26","DOIUrl":"https://doi.org/10.37145/jak.v1i2.26","url":null,"abstract":"Permasalahan penyalahgunaan Narkotika di Indonesia semakin meningkat meskipun penindakan oleh aparat hukum dan keamanan telah dilaksanakan secara represif maupun persuasif. Diperlukan upaya atau pendekatan lain yaitu kuratif atau rehabilitasi, baik medis maupun sosial. Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika, dan PP Nomor 25 tahun 2011 tentang Pelaksanaan Wajib Lapor mengedepankan perlunya merehabilitasi pengguna Narkotika melalui Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL). Pada tahun 2015 Pemerintah menyatakan Indonesia dalam kondisi “Darurat Narkoba” dan berkomitmen untuk merehabilitasi 100.000 pengguna Narkotika di IPWL. Mandat ini perlu disikapi melalui optimalisasi dan dukungan terhadap IPWL, baik dari segi regulasi, SDM, budgeting, dan keberpihakan kebijakan. Kajian di enam provinsi terpilih terhadap pelaksanaan rehabilitasi sosial pengguna Narkotika melalui IPWL menunjukkan masih perlunya perbaikan sistem dan mekanisme kerja pelayanan dan sosialisasi serta beberapa perbaikan lainya. Melalui analisis SWOPA, disusun rekomendasi kebijakan yang diusulkan untuk memperbaiki sistem rehabilitasi dalam rangka menekan pengguna maupun kasus peredaran Narkotika di Indonesia, yaitu: 1) Peningkatan infrastruktur dan sarana prasarana lembaga IPWL; 2) Peningkatan kapasitas SDM pelaksana rehabilitasi sosial penyalahguna Narkotika di IPWL; dan 3) Memperkuat sinergitas antar kementerian/lembaga dalam pelaksanaan rehabilitasi sosial korban Narkotika melalui IPWL.","PeriodicalId":137551,"journal":{"name":"Jurnal Analis Kebijakan","volume":"1 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-07-09","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"122307660","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Penurunan angka kemiskinan dalam 4 (empat) tahun terakhir ini tidak terlalu signifikan yaitu 0,51 juta jiwa. Melihat kondisi lingkungan strategis saat ini, kebijakan penanggulangankemiskinan seharusnya mampu menangkap peluang dan fokus pada masalah prioritas yang harus diselesaikan di era disrupsi. Tulisan ini menjelaskan peluang apa yang perlu ditangkap dan masalah prioritas dalam penanggulangan kemiskinan di era disrupsi. Selain itu, tulisan ini juga berupaya menjelaskan risiko yang muncul dan menjadi penghambat penanggunalangan kemiskinan di era disrupsi. Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat dua peluang besar yang berpotensi meningkatkan pendapatan masyarakat miskin yaitu: pertama, adanya pergeseran relasi produksi dan modal. Hal tersebut akan mendorong tumbuhnya usaha-usaha baru yang dapat memberikan lapangan pekerjaan. Kedua, desa berpotensi menjadi pusat ekonomi baru di Indonesia. Fenomena tersebut akan menjadi solusi bagi penanggulangan kemiskinan di desa. Guna memanfaatkan peluang tersebut dibutuhkan kapasitas SDM yang berkualitas. Oleh karena itu, masalah kapasitas SDM harus menjadi prioritas kebijakan. Selain itu ada risiko yang juga harus diwaspadai dalam upaya penanggulangan kemiskinan yaitu hilangnya pekerjaanpekerjaan tertentu karena tergantikan oleh teknologi.
{"title":"PELUANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI ERA DISRUPSI","authors":"Muhammad Syafiq","doi":"10.37145/jak.v2i2.32","DOIUrl":"https://doi.org/10.37145/jak.v2i2.32","url":null,"abstract":"Penurunan angka kemiskinan dalam 4 (empat) tahun terakhir ini tidak terlalu signifikan yaitu 0,51 juta jiwa. Melihat kondisi lingkungan strategis saat ini, kebijakan penanggulangankemiskinan seharusnya mampu menangkap peluang dan fokus pada masalah prioritas yang harus diselesaikan di era disrupsi. Tulisan ini menjelaskan peluang apa yang perlu ditangkap dan masalah prioritas dalam penanggulangan kemiskinan di era disrupsi. Selain itu, tulisan ini juga berupaya menjelaskan risiko yang muncul dan menjadi penghambat penanggunalangan kemiskinan di era disrupsi. Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat dua peluang besar yang berpotensi meningkatkan pendapatan masyarakat miskin yaitu: pertama, adanya pergeseran relasi produksi dan modal. Hal tersebut akan mendorong tumbuhnya usaha-usaha baru yang dapat memberikan lapangan pekerjaan. Kedua, desa berpotensi menjadi pusat ekonomi baru di Indonesia. Fenomena tersebut akan menjadi solusi bagi penanggulangan kemiskinan di desa. Guna memanfaatkan peluang tersebut dibutuhkan kapasitas SDM yang berkualitas. Oleh karena itu, masalah kapasitas SDM harus menjadi prioritas kebijakan. Selain itu ada risiko yang juga harus diwaspadai dalam upaya penanggulangan kemiskinan yaitu hilangnya pekerjaanpekerjaan tertentu karena tergantikan oleh teknologi.","PeriodicalId":137551,"journal":{"name":"Jurnal Analis Kebijakan","volume":"142 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-07-09","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"121189912","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam baik mineral dan batubara. Sebagai contoh Provinsi Kalimantan Timur yang memiliki sumber daya dan cadangan serta tingkat produksi batubara terbesar di Indonesia. Namun ada fenomena menarik yang pelu diperhatikan dengan seksama yaitu permasalahan kemiskinan yang bisa dilihat dari indikator pertumbuhan ekonomi dan pendidikan. Kemiskinan tersebut tentunya harus diselesaikan melalui strategi yang tepat dan akurat baik dari sisi pemerintah, perusahaan pertambangan maupun masyarakat yang terkena dampak dari kegiatan pertambangan. Salah satu strategi jitu tersebut adalah dengan memperbaiki tata kelola di bidang pengembangan dan pemberdayaan masyarakat (PPM). Perbaikan tersebut berupa ketepatan strategi pelaksanaan Program Pengembangan dan Permberdayaan Masyarakat (PPM) yang bisa dicapai dengan cara penerapan kebijakan yang tepat sasaran (koordinasi lintas sektor antara pemerintah, perusahaan pertambangan dan masyarakat), perencanaan yang benar (pendataan dan identifikasi masalah), pelaksanaan dan pengawasan yang rutin, serta evaluasi terhadap program yang telah dilaksanakan. Dengan berbagai strategi tersebut diharapkan bisa mengentaskan kemiskinan sehingga memberikan dampak pembangunan berkelanjutan.
{"title":"KOLABORASI PEMERINTAH DENGAN PERUSAHAAN PERTAMBANGAN MELALUI PROGRAM PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT","authors":"Wezy Ferlianta, Angga Praditya","doi":"10.37145/jak.v2i2.36","DOIUrl":"https://doi.org/10.37145/jak.v2i2.36","url":null,"abstract":"Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam baik mineral dan batubara. Sebagai contoh Provinsi Kalimantan Timur yang memiliki sumber daya dan cadangan serta tingkat produksi batubara terbesar di Indonesia. Namun ada fenomena menarik yang pelu diperhatikan dengan seksama yaitu permasalahan kemiskinan yang bisa dilihat dari indikator pertumbuhan ekonomi dan pendidikan. Kemiskinan tersebut tentunya harus diselesaikan melalui strategi yang tepat dan akurat baik dari sisi pemerintah, perusahaan pertambangan maupun masyarakat yang terkena dampak dari kegiatan pertambangan. Salah satu strategi jitu tersebut adalah dengan memperbaiki tata kelola di bidang pengembangan dan pemberdayaan masyarakat (PPM). Perbaikan tersebut berupa ketepatan strategi pelaksanaan Program Pengembangan dan Permberdayaan Masyarakat (PPM) yang bisa dicapai dengan cara penerapan kebijakan yang tepat sasaran (koordinasi lintas sektor antara pemerintah, perusahaan pertambangan dan masyarakat), perencanaan yang benar (pendataan dan identifikasi masalah), pelaksanaan dan pengawasan yang rutin, serta evaluasi terhadap program yang telah dilaksanakan. Dengan berbagai strategi tersebut diharapkan bisa mengentaskan kemiskinan sehingga memberikan dampak pembangunan berkelanjutan.","PeriodicalId":137551,"journal":{"name":"Jurnal Analis Kebijakan","volume":"52 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-07-09","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"124815927","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Kebijakan reformasi birokrasi diterapkan pemerintah dalam rangka mewujudkan birokrasi berkelas dunia yang dinamis dan berdaya saing. Implementasinya telah memberikan beberapaperbaikan, meskipun belum cukup signifikan. Karena pendekatannya yang terlalu formalistis dan seragam, perubahan yang dihasilkan belum cukup memberikan dampak dan manfaat nyata bagi publik. Inovasi sektor publik dihadirkan untuk melengkapi kekurangan tersebut. Hal ini sesungguhnya juga telah dilakukan oleh instansi pemerintah, baik di level pusat maupun daerah. Meski demikian, inovasi sektor publik masih perlu diakselerasi agar pelaksanaannya berjalan lebih merata dan masif untuk mendorong reformasi. Tulisan ini menunjukkan pentingnya untuk melengkapi dan mengaitkan reformasi birokrasi dengan inovasi sektor publik. Hubungan di antara keduanya dapat dipandang baik sebagai hubungan integratif maupun komplementer. Menjadikan inovasi sebagai bagian dari area perubahan dan menyuntikkan dimensi inovasi dalam area perubahan yang selama ini telah ditetapkan adalah dua contoh cara untuk mengintegrasikan keduanya. Reformasi birokrasi dan inovasi sektor publik perlu dilakukan secara simultan untuk perbaikan penyelenggaraan pemerintahan yang komprehensif.
{"title":"MENGINTEGRASIKAN REFORMASI BIROKRASI DENGAN INOVASI SEKTOR PUBLIK","authors":"Antonius Galih Prasetya","doi":"10.37145/jak.v1i1.23","DOIUrl":"https://doi.org/10.37145/jak.v1i1.23","url":null,"abstract":"Kebijakan reformasi birokrasi diterapkan pemerintah dalam rangka mewujudkan birokrasi berkelas dunia yang dinamis dan berdaya saing. Implementasinya telah memberikan beberapaperbaikan, meskipun belum cukup signifikan. Karena pendekatannya yang terlalu formalistis dan seragam, perubahan yang dihasilkan belum cukup memberikan dampak dan manfaat nyata bagi publik. Inovasi sektor publik dihadirkan untuk melengkapi kekurangan tersebut. Hal ini sesungguhnya juga telah dilakukan oleh instansi pemerintah, baik di level pusat maupun daerah. Meski demikian, inovasi sektor publik masih perlu diakselerasi agar pelaksanaannya berjalan lebih merata dan masif untuk mendorong reformasi. Tulisan ini menunjukkan pentingnya untuk melengkapi dan mengaitkan reformasi birokrasi dengan inovasi sektor publik. Hubungan di antara keduanya dapat dipandang baik sebagai hubungan integratif maupun komplementer. Menjadikan inovasi sebagai bagian dari area perubahan dan menyuntikkan dimensi inovasi dalam area perubahan yang selama ini telah ditetapkan adalah dua contoh cara untuk mengintegrasikan keduanya. Reformasi birokrasi dan inovasi sektor publik perlu dilakukan secara simultan untuk perbaikan penyelenggaraan pemerintahan yang komprehensif.","PeriodicalId":137551,"journal":{"name":"Jurnal Analis Kebijakan","volume":"15 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-07-09","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"125151155","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Bonus demografi adalah kondisi yang terjadi saat sebuah negara memiliki jumlah penduduk usia produktif yang lebih tinggi daripada penduduk usia non-produktif. Bonus demografi dikaitkan dengan munculnya suatu kesempatan yang disebut dengan jendela peluang yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Bonus demografi dapat bermanfaat dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi merupakan instrumen yang sangat baik dalam mengurangi tingkat kemiskinan. Dengan kata lain, bonus demografi yang dimanfaatkan dengan optimal akan mengurangi kemiskinan dengan signifikan. Namun demikian, melimpahnya penduduk bisa menciptakan kondisi yang buruk jika tidak dikelola dengan baik. Melimpahnya penduduk usia kerja yang tidak memiliki keahlian dan keterampilan dapat meningkatkan tingkat pengangguran, tingkat kriminalitas, tingkat kemiskinan, dan menghambat pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu, berbagai kebijakan perlu dirumuskan untuk dapat memetik manfaat melalui jendela peluang yang diperkirakan akan terjadi pada tahun 2030-2040 di Indonesia. Dalam mengoptimalkan manfaat bonus demografi, ada beberapa hal yang dapat dilakukan, yaitu dengan mengembangkan kualitas manusia melalui pendidikan dan pelatihan, memperluas pasar tenaga kerja, mengelola pertumbuhan populasi, dan meningkatkan tingkat kesehatan penduduk.
{"title":"MENGOPTIMALKAN BONUS DEMOGRAFI UNTUK MENGURANGI TINGKAT KEMISKINAN DI INDONESIA","authors":"Satria Aji Setiawan","doi":"10.37145/jak.v2i2.34","DOIUrl":"https://doi.org/10.37145/jak.v2i2.34","url":null,"abstract":"Bonus demografi adalah kondisi yang terjadi saat sebuah negara memiliki jumlah penduduk usia produktif yang lebih tinggi daripada penduduk usia non-produktif. Bonus demografi dikaitkan dengan munculnya suatu kesempatan yang disebut dengan jendela peluang yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Bonus demografi dapat bermanfaat dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi merupakan instrumen yang sangat baik dalam mengurangi tingkat kemiskinan. Dengan kata lain, bonus demografi yang dimanfaatkan dengan optimal akan mengurangi kemiskinan dengan signifikan. Namun demikian, melimpahnya penduduk bisa menciptakan kondisi yang buruk jika tidak dikelola dengan baik. Melimpahnya penduduk usia kerja yang tidak memiliki keahlian dan keterampilan dapat meningkatkan tingkat pengangguran, tingkat kriminalitas, tingkat kemiskinan, dan menghambat pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu, berbagai kebijakan perlu dirumuskan untuk dapat memetik manfaat melalui jendela peluang yang diperkirakan akan terjadi pada tahun 2030-2040 di Indonesia. Dalam mengoptimalkan manfaat bonus demografi, ada beberapa hal yang dapat dilakukan, yaitu dengan mengembangkan kualitas manusia melalui pendidikan dan pelatihan, memperluas pasar tenaga kerja, mengelola pertumbuhan populasi, dan meningkatkan tingkat kesehatan penduduk.","PeriodicalId":137551,"journal":{"name":"Jurnal Analis Kebijakan","volume":"42 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-07-09","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"129843245","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Artikel ini memberikan analisis pengaruh dari perubahan harga minyak mentah dan emas terhadap perubahan harga timah. Berdasarkan perhitungan Vector Autoregression, dampak dariperubahan harga minyak mentah terhadap harga timah lebih besar dibandingkan dampak dari harga emas terhadap harga timah. Goncangan harga minyak mentah yang terjadi mengindikasikan adanya transmisi harga secara tidak langsung melalui saluran energi, sementara goncangan harga emas terhadap harga timah yang terjadi mengindikasikan adanya transmisi harga secara tidak langsung melalui saluran pertumbuhan ekonomi. Harga timah dan minyak mentah diprediksi pada tahun 2017 mengalami peningkatan. Ini bisa menjadi motivasi bagi pembuat kebijakan publik untuk bisa meningkatkan industri hilir dari timah dengan cara pengembangan produk turunan sehingga sektor usaha lebih kuat dalam berkompetisi dengan negara lain untuk produk timah yang lebih berkualitas dan berkompetisi.
{"title":"ANALISIS HUBUNGAN ANTARA HARGA MINYAK MENTAH, EMAS, DAN TIMAH","authors":"Kumara Jati","doi":"10.37145/jak.v1i1.22","DOIUrl":"https://doi.org/10.37145/jak.v1i1.22","url":null,"abstract":"Artikel ini memberikan analisis pengaruh dari perubahan harga minyak mentah dan emas terhadap perubahan harga timah. Berdasarkan perhitungan Vector Autoregression, dampak dariperubahan harga minyak mentah terhadap harga timah lebih besar dibandingkan dampak dari harga emas terhadap harga timah. Goncangan harga minyak mentah yang terjadi mengindikasikan adanya transmisi harga secara tidak langsung melalui saluran energi, sementara goncangan harga emas terhadap harga timah yang terjadi mengindikasikan adanya transmisi harga secara tidak langsung melalui saluran pertumbuhan ekonomi. Harga timah dan minyak mentah diprediksi pada tahun 2017 mengalami peningkatan. Ini bisa menjadi motivasi bagi pembuat kebijakan publik untuk bisa meningkatkan industri hilir dari timah dengan cara pengembangan produk turunan sehingga sektor usaha lebih kuat dalam berkompetisi dengan negara lain untuk produk timah yang lebih berkualitas dan berkompetisi.","PeriodicalId":137551,"journal":{"name":"Jurnal Analis Kebijakan","volume":"1 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-07-09","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"130340572","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}