Banyak tantangan yang muncul dalam upaya pengembangan wirausaha UMKM Pangan di Indonesia, diantaranya akibat dampak pandemi Covid-19 yang menurunkan kegiatan ekonomi. Padahal selama ini industri pangan mempunyai peran cukup besar dalam menyumbangkan PDB, penyerapan tenaga kerja, mengurangi kemiskinan dan peningkatanekspor. Dalam upaya mengatasi tantangan tersebut, tulisan ini bertujuan memberikan saran kebijakan untuk pengembangan wirausaha UMKM Pangan di masa dan pasca pandemi Covid19. Metode kajian yang digunakan untuk tujuan tersebut adalah penelitian eksploratif dan analisis deskriptif. Hasil kajian ini memberikan saran kebijakan jangka pendek yaitu pertama, memberikan motivasi dengan menyediakan iklim usaha yang mendorong kompetisi yang adil, dan memberikan kemudahan akses permodalan. Kedua, memberikan pelatihan diantaranya dengan mengembangkan jaringan usaha, pemasaran dan kemitraan usaha, memberi pelatihan kepada wirausaha, memberikan konsultasi bisnis kepada wirausaha, dan memberi pelatihan manajerial terutama untuk perusahaan pemula dan UMKM. Saran jangka menengah-panjang adalah menyediakan insentif kepada produk inovatif, memberi dukungan sarana dan prasarana untuk tumbuhnya inovasi, dan membuat aturan supaya perusahaan besar menyediakan fasilitas pembinaan bagi wirausaha.
{"title":"KEBIJAKAN PENGEMBANGAN WIRAUSAHA UMKM PANGAN DI MASA DAN PASCA PANDEMI COVID-19","authors":"Dyan Vidyatmoko","doi":"10.37145/jak.v4i2.466","DOIUrl":"https://doi.org/10.37145/jak.v4i2.466","url":null,"abstract":"Banyak tantangan yang muncul dalam upaya pengembangan wirausaha UMKM Pangan di Indonesia, diantaranya akibat dampak pandemi Covid-19 yang menurunkan kegiatan ekonomi. Padahal selama ini industri pangan mempunyai peran cukup besar dalam menyumbangkan PDB, penyerapan tenaga kerja, mengurangi kemiskinan dan peningkatanekspor. Dalam upaya mengatasi tantangan tersebut, tulisan ini bertujuan memberikan saran kebijakan untuk pengembangan wirausaha UMKM Pangan di masa dan pasca pandemi Covid19. Metode kajian yang digunakan untuk tujuan tersebut adalah penelitian eksploratif dan analisis deskriptif. Hasil kajian ini memberikan saran kebijakan jangka pendek yaitu pertama, memberikan motivasi dengan menyediakan iklim usaha yang mendorong kompetisi yang adil, dan memberikan kemudahan akses permodalan. Kedua, memberikan pelatihan diantaranya dengan mengembangkan jaringan usaha, pemasaran dan kemitraan usaha, memberi pelatihan kepada wirausaha, memberikan konsultasi bisnis kepada wirausaha, dan memberi pelatihan manajerial terutama untuk perusahaan pemula dan UMKM. Saran jangka menengah-panjang adalah menyediakan insentif kepada produk inovatif, memberi dukungan sarana dan prasarana untuk tumbuhnya inovasi, dan membuat aturan supaya perusahaan besar menyediakan fasilitas pembinaan bagi wirausaha.","PeriodicalId":137551,"journal":{"name":"Jurnal Analis Kebijakan","volume":"34 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-01-08","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"115894877","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pandemi Covid-19 yang melanda hampir di seluruh dunia di awal tahun 2020, telah banyak mengubah pandangan masyarakat terhadap pemanfaatan bahan alam sebagai pengobatan.Salah satunya adalah pemanfaatan minyak kayu putih yang di klaim dapat mengobati Covid19, padahal minyak kayu putih selama ini diketahui hanya sediaan topikal yang membantumelegakan hidung dan tenggorokan. Pemanfaatan bahan alam baik berasal dari tumbuhan, hewan, mineral dan/atau campurannya tidak dapat serta merta diterima sebagai bahan obat (obat bahan alam) dan berfungsi sebagai pengobatan manakalah bahan alam tersebut belum memiliki evidence base yang memadai, baik dari sisi keamanan dan manfaat. Minyak kayu putih dapat diklaim mengobati Covid-19 setelah hasil uji pra klinik dan uji klinik membuktikan hal tersebut. Dan juga bukan misal karena resep dokter, bahan tersebut menjadi dapat digunakan sebagai pengobatan. Tujuan penulisan ini adalah memberikan alternatif tentang kapan resep dokter untuk obat bahan alam diberikan melalui pendekatan logic frame,disandingkan dengan pemberian resep dokter pada obat modern atau obat kimia.
{"title":"PERLUKAH RESEP DOKTER UNTUK OBAT BAHAN ALAM?","authors":"Fadjar Aju Tofiana","doi":"10.37145/jak.v4i2.470","DOIUrl":"https://doi.org/10.37145/jak.v4i2.470","url":null,"abstract":"Pandemi Covid-19 yang melanda hampir di seluruh dunia di awal tahun 2020, telah banyak mengubah pandangan masyarakat terhadap pemanfaatan bahan alam sebagai pengobatan.Salah satunya adalah pemanfaatan minyak kayu putih yang di klaim dapat mengobati Covid19, padahal minyak kayu putih selama ini diketahui hanya sediaan topikal yang membantumelegakan hidung dan tenggorokan. Pemanfaatan bahan alam baik berasal dari tumbuhan, hewan, mineral dan/atau campurannya tidak dapat serta merta diterima sebagai bahan obat (obat bahan alam) dan berfungsi sebagai pengobatan manakalah bahan alam tersebut belum memiliki evidence base yang memadai, baik dari sisi keamanan dan manfaat. Minyak kayu putih dapat diklaim mengobati Covid-19 setelah hasil uji pra klinik dan uji klinik membuktikan hal tersebut. Dan juga bukan misal karena resep dokter, bahan tersebut menjadi dapat digunakan sebagai pengobatan. Tujuan penulisan ini adalah memberikan alternatif tentang kapan resep dokter untuk obat bahan alam diberikan melalui pendekatan logic frame,disandingkan dengan pemberian resep dokter pada obat modern atau obat kimia.","PeriodicalId":137551,"journal":{"name":"Jurnal Analis Kebijakan","volume":"15 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-01-08","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"115523430","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Adanya pandemi Covid-19 melumpuhkan perekonomian Indonesia, hingga banyak perusahaan melakukan PHK. Menjawab persoalaan tersebut pemerintah mengeluarkan kebijakan Kartu Prakerja untuk membantu pekerja memulihkan perekonomian mereka. Alokasi anggaran Program Kartu Prakerja ditambah menjadi dua kali lipat dari yang semula 10 triliun menjadi 20 triliun rupiah. Alih-alih membantu, kebijakan ini menciptakan polemik di tengah masyarakat. Polemik tersebut seperti masyarakat tidak setuju dengan pelatihan online yangterbilang mahal, calon penerima manfaat sulit mengakses website, situs yang down, gagal memasukkan data, NIK yang tidak terverifikasi, hingga terbatasnya aksesibilitas bagi kaumrentan. Berdasarkan hal tersebut, maka tulisan ini dibuat. Metode yang digunakan dalam tulisan ini adalah kajian literatur, baik dari buku, jurnal, berita dari koran, maupun media daring yang kredibel. Kajian ini juga bertujuan untuk memberikan gambaran dan pemikiran mengenai bagaimana peran pemerintah pada kebijakan Kartu Prakerja dalam memulihkan kesejahteraan pekerja di tengah pandemi Covid-19. Berdasarkan pembahasan dalam tulisan ini, Kartu Prakerja mampu membantu pekerja dalam mengatasi perekonomian, namun belum maksimal dalam memulihkan kesejahteraan pekerja seperti sebelum adanya pandemi Covid-19. Maka dari pada itu pemerintah pusat dan daerah harus saling bekerja sama dan berkoordinasi dalam memantau, membandingkan, hingga mengevaluasi kebijakan Kartu Prakerja, dan peran pemerintah daerah harus lebih dimaksimalkan dalam proses implementasi Kartu Prakerja.
{"title":"PERAN PEMERINTAH PADA KEBIJAKAN KARTU PRAKERJA DALAM MEMULIHKAN KESEJAHTERAAN PEKERJA DI MASA PANDEMI COVID-19","authors":"Maria Lusyana Br Ginting, Rima Herdiyana","doi":"10.37145/jak.v4i2.431","DOIUrl":"https://doi.org/10.37145/jak.v4i2.431","url":null,"abstract":"Adanya pandemi Covid-19 melumpuhkan perekonomian Indonesia, hingga banyak perusahaan melakukan PHK. Menjawab persoalaan tersebut pemerintah mengeluarkan kebijakan Kartu Prakerja untuk membantu pekerja memulihkan perekonomian mereka. Alokasi anggaran Program Kartu Prakerja ditambah menjadi dua kali lipat dari yang semula 10 triliun menjadi 20 triliun rupiah. Alih-alih membantu, kebijakan ini menciptakan polemik di tengah masyarakat. Polemik tersebut seperti masyarakat tidak setuju dengan pelatihan online yangterbilang mahal, calon penerima manfaat sulit mengakses website, situs yang down, gagal memasukkan data, NIK yang tidak terverifikasi, hingga terbatasnya aksesibilitas bagi kaumrentan. Berdasarkan hal tersebut, maka tulisan ini dibuat. Metode yang digunakan dalam tulisan ini adalah kajian literatur, baik dari buku, jurnal, berita dari koran, maupun media daring yang kredibel. Kajian ini juga bertujuan untuk memberikan gambaran dan pemikiran mengenai bagaimana peran pemerintah pada kebijakan Kartu Prakerja dalam memulihkan kesejahteraan pekerja di tengah pandemi Covid-19. Berdasarkan pembahasan dalam tulisan ini, Kartu Prakerja mampu membantu pekerja dalam mengatasi perekonomian, namun belum maksimal dalam memulihkan kesejahteraan pekerja seperti sebelum adanya pandemi Covid-19. Maka dari pada itu pemerintah pusat dan daerah harus saling bekerja sama dan berkoordinasi dalam memantau, membandingkan, hingga mengevaluasi kebijakan Kartu Prakerja, dan peran pemerintah daerah harus lebih dimaksimalkan dalam proses implementasi Kartu Prakerja.","PeriodicalId":137551,"journal":{"name":"Jurnal Analis Kebijakan","volume":"1 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-01-08","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"122597014","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Corporate University saat ini menjadi isu dalam dunia kediklatan dan pengembangan sumber daya manusia. Lembaga pendidikan dan pelatihan di dalam memberikan programdiklat yang tepat mesti memahami aspek-aspek yang diperlukan mulai dari peruntukan jabatannya, standar kompetensi jabatan yang diperlukan hingga level kompetensi yangdiperlukan. Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) serta peraturan pelaksananya konsep kompetensi PNS dirombak secara besar-besaran.Lembaga pendidikan dan pelatihan milik pemerintah, baik Daerah maupun Pusat, tidak lagi diisi dengan tema diklat yang monoton, namun harus menyesuaikan diri dengan kompetensi yang dimiliki oleh setiap individu ASN. Lembaga Pendidikan dan Pelatihan sebagai entitas pengelola pengembangan SDM adalah bagian integral dari proses talent management yang meliputi pengorganisasian fungsi strategic human capital management, strategiclearning development dan manajemen operasional SDM serta optimalisasi fungsi pendidikan dan pelatihan teknis, perlu dikelola dengan pola sebuah Corporate University.
{"title":"SEBUAH PEMIKIRAN: LEMBAGA KEDIKLATAN DI PEMDA SEBAGAI CORPORATE UNIVERSITY","authors":"Patricia Heny Dian Anitasari","doi":"10.37145/jak.v4i1.429","DOIUrl":"https://doi.org/10.37145/jak.v4i1.429","url":null,"abstract":"Corporate University saat ini menjadi isu dalam dunia kediklatan dan pengembangan sumber daya manusia. Lembaga pendidikan dan pelatihan di dalam memberikan programdiklat yang tepat mesti memahami aspek-aspek yang diperlukan mulai dari peruntukan jabatannya, standar kompetensi jabatan yang diperlukan hingga level kompetensi yangdiperlukan. Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) serta peraturan pelaksananya konsep kompetensi PNS dirombak secara besar-besaran.Lembaga pendidikan dan pelatihan milik pemerintah, baik Daerah maupun Pusat, tidak lagi diisi dengan tema diklat yang monoton, namun harus menyesuaikan diri dengan kompetensi yang dimiliki oleh setiap individu ASN. Lembaga Pendidikan dan Pelatihan sebagai entitas pengelola pengembangan SDM adalah bagian integral dari proses talent management yang meliputi pengorganisasian fungsi strategic human capital management, strategiclearning development dan manajemen operasional SDM serta optimalisasi fungsi pendidikan dan pelatihan teknis, perlu dikelola dengan pola sebuah Corporate University.","PeriodicalId":137551,"journal":{"name":"Jurnal Analis Kebijakan","volume":"3 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-12-10","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"130509576","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
This study aims to analyze the development of village status based on the Village BuildingIndex (IDM) in Serang District and to find out the problems and provide policyrecommendations to overcome these problems. This research is descriptive based on IDM datathat has been published by the Village Ministries in 2015 and 2018. The results of the studyshow that based on IDM values in 2018 in the Serang District there is no Autonomous villages,unlike the IDM data in 2015 there are 3 Autonomous villages. The Advanced village hasdecreased in number from 20 in 2015 to 11 villages in 2018. There has been an increase in the status of developing villages which were initially 98 to 138 villages. The number ofdisadvantaged villages has decreased from 183 become 166, and very disadvantage villagesfrom 22 to 11 very disadvantaged villages in 2018. Environmental Resilience Index (IKL) andEconomic Resilience Index (IKE) Serang Regency are above average the value of BantenProvince, but a decrease in IKL value from 0.6288 (2015) to 0.6163 (2018). Overall, the IDMvalue of Serang Regency is below the value of Banten Province. If we look at the classificationof villages based on IDM the achievement of this value (0.5930) is still classified in theclassification of disadvantage villages. In accordance with the authority in Law number 6 of2014, the Serang District Government needs to carry out policy interventions for the villagegovernment to have development planning initiatives in the sector that can improve IKL andIKE achievements.
{"title":"Analysis of Village Development Based on the Achievement of the Village Building Index in Serang District","authors":"Devi Triady Bachruddin, Bani Adi Darma","doi":"10.37145/jak.v4i1.415","DOIUrl":"https://doi.org/10.37145/jak.v4i1.415","url":null,"abstract":"This study aims to analyze the development of village status based on the Village BuildingIndex (IDM) in Serang District and to find out the problems and provide policyrecommendations to overcome these problems. This research is descriptive based on IDM datathat has been published by the Village Ministries in 2015 and 2018. The results of the studyshow that based on IDM values in 2018 in the Serang District there is no Autonomous villages,unlike the IDM data in 2015 there are 3 Autonomous villages. The Advanced village hasdecreased in number from 20 in 2015 to 11 villages in 2018. There has been an increase in the status of developing villages which were initially 98 to 138 villages. The number ofdisadvantaged villages has decreased from 183 become 166, and very disadvantage villagesfrom 22 to 11 very disadvantaged villages in 2018. Environmental Resilience Index (IKL) andEconomic Resilience Index (IKE) Serang Regency are above average the value of BantenProvince, but a decrease in IKL value from 0.6288 (2015) to 0.6163 (2018). Overall, the IDMvalue of Serang Regency is below the value of Banten Province. If we look at the classificationof villages based on IDM the achievement of this value (0.5930) is still classified in theclassification of disadvantage villages. In accordance with the authority in Law number 6 of2014, the Serang District Government needs to carry out policy interventions for the villagegovernment to have development planning initiatives in the sector that can improve IKL andIKE achievements.","PeriodicalId":137551,"journal":{"name":"Jurnal Analis Kebijakan","volume":"2015 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-12-10","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"121608795","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Public-Private Partnership (PPP) in the distribution of non-cash food social assistance(BPNT) program in Bogor Regency experienced various obstacles. Some challenges to befaced were lack of optimalization during the distribution of social assistance, the unavailabilityof ewarong quota reaching minimum requirement and other technical challenges. Thisresearch aimed to analyze the effectivity and advantages of partnership between public andprivate sector on distributing social assistance in Bogor Regency. This research is supportedby the theory of effectiveness partnership from Brinkerhoff (2011) as well as the theory ofadvantage of partnership which was viewed by Ronald W MqQuaid (2000). The effectivenessconcept uses accountability, business and incentive value, accessibility as well as responsibilitydimension. Meanwhile, the advantage of partnership menthod use resources and effectivityefficiency dimension. Using post-positivism approach, by qualitative research design usinginterview and literature review. The result showed that the representative partnership held bythe public-private sector within non-cash food assistance distribution in Bogor Regency werenot fully effective. It was caused by the four dimensions where only business and incentivevalue showing positive assessment both for public and private sector. Whereas, the advantageof partnership showed that both partners did not provide big impact yet due to unachieveddimension such as capacity of resource and effectivity-efficiency acceleration.
公私伙伴关系(PPP)在茂物摄政分配非现金粮食社会援助(BPNT)计划中遇到了各种障碍。面临的挑战包括社会救助分配缺乏优化、救助配额无法达到最低要求以及其他技术方面的挑战。本研究旨在分析茂物县公私合作分配社会援助的有效性和优势。本研究得到了Brinkerhoff(2011)的合伙效益理论和Ronald W MqQuaid(2000)的合伙优势理论的支持。有效性概念使用问责制、商业和激励价值、可及性以及责任维度。同时,伙伴关系方法的优势在于资源利用和效率维度。采用后实证主义研究方法,采用访谈法和文献法进行质性研究设计。结果表明,在茂物摄政的非现金粮食援助分配中,公私部门的代表性伙伴关系并不完全有效。这是由四个维度造成的,其中只有商业和激励对公共和私营部门都表现出积极的评价。而伙伴关系的优势表明,由于资源容量和效率-效率加速等维度尚未实现,双方的影响还不是很大。
{"title":"THE EFFECTIVENESS OF PUBLIC-PRIVATE PARTNERSHIP IN THE DISTRIBUTION OF NON-CASH FOOD ASSISTANCE PROGRAM IN BOGOR REGENCY","authors":"Didi Rasdi, Teguh Kurniawan","doi":"10.37145/jak.v4i1.425","DOIUrl":"https://doi.org/10.37145/jak.v4i1.425","url":null,"abstract":"Public-Private Partnership (PPP) in the distribution of non-cash food social assistance(BPNT) program in Bogor Regency experienced various obstacles. Some challenges to befaced were lack of optimalization during the distribution of social assistance, the unavailabilityof ewarong quota reaching minimum requirement and other technical challenges. Thisresearch aimed to analyze the effectivity and advantages of partnership between public andprivate sector on distributing social assistance in Bogor Regency. This research is supportedby the theory of effectiveness partnership from Brinkerhoff (2011) as well as the theory ofadvantage of partnership which was viewed by Ronald W MqQuaid (2000). The effectivenessconcept uses accountability, business and incentive value, accessibility as well as responsibilitydimension. Meanwhile, the advantage of partnership menthod use resources and effectivityefficiency \u0000dimension. Using post-positivism approach, by qualitative research design usinginterview and literature review. The result showed that the representative partnership held bythe public-private sector within non-cash food assistance distribution in Bogor Regency werenot fully effective. It was caused by the four dimensions where only business and incentivevalue showing positive assessment both for public and private sector. Whereas, the advantageof partnership showed that both partners did not provide big impact yet due to unachieveddimension such as capacity of resource and effectivity-efficiency acceleration.","PeriodicalId":137551,"journal":{"name":"Jurnal Analis Kebijakan","volume":"2012 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-12-10","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"128119302","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Kebijakan pertanian hijau ini bertujuan meningkatkan produksi di sektor pertanian secara ramah lingkungan. Limbah industri kayu gergajian berupa serbuk kayu yang berpotensi mencemari lingkungan, dapat diolah menjadi media tanam jamur. Jamur merupakan sayuran terbaik untuk dikonsumsi di rumah tangga, karena kandungan gizi yang tinggi, jamur tertentu bahkan memiliki fungsi pengobatan. Rendahnya konsumsi jamur di Indonesia antara lain disebabkan karena produksi jamur di Indonesia yang masih sangat rendah dan tidak mencukupi kebutuhan. Diperlukan langkah-langkah secara sistematis dan terpadu oleh para pemangku kepentingan untuk dapat mengoptimalkan limbah serbuk gergaji kayu antara Direktorat Jenderal Hortikultura sebagai pembina agribisnis jamur, BPPSDMP, penyuluh pertanian di tingkat lapang, Dinas Perindustrian yang membina industri penggergajian kayu, Pemda di sentra industri penggergajian kayu dan di sentra produksi jamur, LIPI, Perguruan Tinggi, dan petani. Secara nasional, pada 2014 terdapat industri primer perkayuan, yaitu industri Kayu Gergajian, Pulp, Veneer, dan Kayu Lapis, sebanyak 5,28 juta mdan 5,42 juta ton, yang sekitar 40% diantaranya akan menjadi limbah. Limbah industri kayu gergajian sebesar 40,48% volume, terdiri sebetan (22,32%), potongan kayu (9,39%) dan serbuk gergaji (8,77%).
{"title":"KEBIJAKAN PERTANIAN HIJAU MELALUI PENINGKATAN KONSUMSI JAMUR","authors":"Gabriella Susilowati","doi":"10.37145/jak.v4i1.428","DOIUrl":"https://doi.org/10.37145/jak.v4i1.428","url":null,"abstract":"Kebijakan pertanian hijau ini bertujuan meningkatkan produksi di sektor pertanian secara ramah lingkungan. Limbah industri kayu gergajian berupa serbuk kayu yang berpotensi mencemari lingkungan, dapat diolah menjadi media tanam jamur. Jamur merupakan sayuran terbaik untuk dikonsumsi di rumah tangga, karena kandungan gizi yang tinggi, jamur tertentu bahkan memiliki fungsi pengobatan. Rendahnya konsumsi jamur di Indonesia antara lain disebabkan karena produksi jamur di Indonesia yang masih sangat rendah dan tidak mencukupi kebutuhan. Diperlukan langkah-langkah secara sistematis dan terpadu oleh para pemangku kepentingan untuk dapat mengoptimalkan limbah serbuk gergaji kayu antara Direktorat Jenderal Hortikultura sebagai pembina agribisnis jamur, BPPSDMP, penyuluh pertanian di tingkat lapang, Dinas Perindustrian yang membina industri penggergajian kayu, Pemda di sentra industri penggergajian kayu dan di sentra produksi jamur, LIPI, Perguruan Tinggi, dan petani. Secara nasional, pada 2014 terdapat industri primer perkayuan, yaitu industri Kayu Gergajian, Pulp, Veneer, dan Kayu Lapis, sebanyak 5,28 juta mdan 5,42 juta ton, yang sekitar 40% diantaranya akan menjadi limbah. Limbah industri kayu gergajian sebesar 40,48% volume, terdiri sebetan (22,32%), potongan kayu (9,39%) dan serbuk gergaji (8,77%).","PeriodicalId":137551,"journal":{"name":"Jurnal Analis Kebijakan","volume":"15 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-12-10","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"132732741","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Mengacu kepada kebijakan publik berbasis bukti, Lembaga Administrasi Negara pada tahun2016 telah menerbitkan Indeks Kualitas Kebijakan (IKK). IKK adalah suatu instrumen penilaikualitas kebijakan publik sesuai harapan masyarakat. Harapan publik untuk ketahanan dagingsapi dan beras adalah mewujudkan Nawa Cita jilid II dalam penyediaan beras dan daging sapisecara mandiri guna memaksimalkan kesejahteraan petani.Tulisan ini akan menggunakan IKK dalam menilai dan merumuskan rekomendasiimplementasi kebijakan ketahanan beras dan daging sapi nasional sesuai harapan publik. Penilaian IKK difokuskan pada kualitas implementasi kebijakan dan evaluasi kebijakan.Penilaian implementasi kebijakan disorot dari dimensi perencanaan, kelembagaan, dankomunikasi. Penilaian evaluasi kebijakan dilihat dari efektifitas, efisiensi, dampak, dankeberlanjutan kebijakan.
{"title":"INDEKS KUALITAS KEBIJAKAN SEBAGAI INSTRUMEN PENJAMIN MUTU KEBIJAKAN KETAHANAN DAGING SAPI DAN BERAS NASIONAL BERBASIS BUKTI","authors":"Setiadi Indra Digdoyono Notohamijoyo, MT","doi":"10.37145/jak.v4i1.426","DOIUrl":"https://doi.org/10.37145/jak.v4i1.426","url":null,"abstract":"Mengacu kepada kebijakan publik berbasis bukti, Lembaga Administrasi Negara pada tahun2016 telah menerbitkan Indeks Kualitas Kebijakan (IKK). IKK adalah suatu instrumen penilaikualitas kebijakan publik sesuai harapan masyarakat. Harapan publik untuk ketahanan dagingsapi dan beras adalah mewujudkan Nawa Cita jilid II dalam penyediaan beras dan daging sapisecara mandiri guna memaksimalkan kesejahteraan petani.Tulisan ini akan menggunakan IKK dalam menilai dan merumuskan rekomendasiimplementasi kebijakan ketahanan beras dan daging sapi nasional sesuai harapan publik. Penilaian IKK difokuskan pada kualitas implementasi kebijakan dan evaluasi kebijakan.Penilaian implementasi kebijakan disorot dari dimensi perencanaan, kelembagaan, dankomunikasi. Penilaian evaluasi kebijakan dilihat dari efektifitas, efisiensi, dampak, dankeberlanjutan kebijakan.","PeriodicalId":137551,"journal":{"name":"Jurnal Analis Kebijakan","volume":"74 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-12-10","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"117093876","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Kebutuhan terhadap perbaikan kualitas kebijakan publik di Indonesia mendorongpemerintah membentuk Jabatan Fungsional Analis Kebijakan (JFAK) dan diformalkanmelalui Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi BirokrasiNomor 45 Tahun 2013 (Permen PAN dan RB 45/2013) tentang Jabatan FungsionalAnalis Kebijakan dan Angka Kreditnya. Dalam kurun waktu 3 tahun (2014-2016)menjalankan mandat sebagai instansi pembina JFAK, LAN menghadapi beberapatantangan terkait implementasi PermenPAN dan RB 45/2013. Ada kebutuhan yangsangat tinggi terhadap Analis Kebijakan (AK) di Kementerian/Lembaga/PemerintahDaerah (K/L/Pemda) namun, meski telah terseleksi sebanyak 150 Calon AK selamakurun waktu 3 tahun, baik melalui inpassing maupun pengangkatan pertama, hinggaakhir tahun 2016 baru mencapai 50% Calon AK yang telah diangkat oleh instansipengusulnya. Ada beberapa pasal dalam PermenPAN dan RB 45/2013 yang masihdinilai menghambat pengembangan JFAK misalnya batas umur menjadi JFAK melaluiinpassing dan perpindahan jabatan, persyaratan pendidikan, dan sebagainya. LAN perluberkoordinasi dengan MenPAN dan RB untuk segera melakukan perbaikan terhadapbeberapa pasal dalam Permen PAN dan RB 45/2013.Kata kunci : kualitas kebijakan, analis kebijakan
印尼公共政策质量提高的必要性促使各国政府通过2013年滥用国家资源和官僚改革部长办公室(candy PAN和RB 45/2013)对政策职能和信用评级进行正式职能分析。在3年(2014-2016年)作为JFAK建设机构执行任务的过程中,LAN面临着一些关于奖励和RB 45/2013实施的挑战。然而,尽管经过三年内的首次任命和任命,中国政府的政策分析人士(AK)非常需要(K/ tank / state),但截至2016年底,新任命的候选人只有50%以上。在2013年的《青少年报》和《RB 45/ 15》中,仍有几项研究被视为将JFAK的发展推迟了通过通行证、调动、教育要求等的发展。LAN需要与MenPAN和RB合作,迅速对PAN和45/2013中的一些章节进行改进。关键词:政策品质,政策分析
{"title":"MENYEMAI AGEN PERUBAHAN KEBIJAKAN PUBLIK","authors":"E. Irawati, Aldhino Niki Mancer","doi":"10.37145/jak.v1i1.61","DOIUrl":"https://doi.org/10.37145/jak.v1i1.61","url":null,"abstract":"Kebutuhan terhadap perbaikan kualitas kebijakan publik di Indonesia mendorongpemerintah membentuk Jabatan Fungsional Analis Kebijakan (JFAK) dan diformalkanmelalui Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi BirokrasiNomor 45 Tahun 2013 (Permen PAN dan RB 45/2013) tentang Jabatan FungsionalAnalis Kebijakan dan Angka Kreditnya. Dalam kurun waktu 3 tahun (2014-2016)menjalankan mandat sebagai instansi pembina JFAK, LAN menghadapi beberapatantangan terkait implementasi PermenPAN dan RB 45/2013. Ada kebutuhan yangsangat tinggi terhadap Analis Kebijakan (AK) di Kementerian/Lembaga/PemerintahDaerah (K/L/Pemda) namun, meski telah terseleksi sebanyak 150 Calon AK selamakurun waktu 3 tahun, baik melalui inpassing maupun pengangkatan pertama, hinggaakhir tahun 2016 baru mencapai 50% Calon AK yang telah diangkat oleh instansipengusulnya. Ada beberapa pasal dalam PermenPAN dan RB 45/2013 yang masihdinilai menghambat pengembangan JFAK misalnya batas umur menjadi JFAK melaluiinpassing dan perpindahan jabatan, persyaratan pendidikan, dan sebagainya. LAN perluberkoordinasi dengan MenPAN dan RB untuk segera melakukan perbaikan terhadapbeberapa pasal dalam Permen PAN dan RB 45/2013.Kata kunci : kualitas kebijakan, analis kebijakan","PeriodicalId":137551,"journal":{"name":"Jurnal Analis Kebijakan","volume":"1 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-07-11","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"134628427","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Data menjadi hal krusial yang dapat memobilisasi penanganan penegakan hukum secaracepat, tepat, akurat, akuntabel, dan berbasis bukti. Ketersediaan data merupakan salah satufaktor yang mendasari pengambilan kebijakan berbasis bukti. Dalam penanganan kasuskebakaran hutan dan lahan (karhutla), dibutuhkan data yang dapat digunakan dalampembuktian di persidangan. Salah satu data yang dapat dijadikan bukti ilmiah (scientificevidence) dalam kasus karhutla adalah data spasial yang didukung oleh analisis interpretasidata lainnya. Pendekatan perolehan data spasial ini, melalui tawaran teknologi yang perludiadopsi. Teknologi yang dimaksud dengan menggunakan interpretasi penginderaan jauh(inderaja) dan sistem informasi geografis (SIG), yang didukung data dari pengamatan visuallangsung melalui drone. Kehadiran teknologi ini, sangat penting untuk digunakan sebagaipengumpulan data spasial karhutla yang meliputi data pre fire, on fire, dan post fire. Ketigadata tersebut digunakan untuk pengambilan kebijakan berbasis bukti dan pendukung buktiilmiah penegakan hukum, pencegahan, mitigasi, perencanaan, perhitungan kerugian, maupunpemulihan lingkungan. Terkait hal tersebut, perlu adanya inisiasi pengumpulan danmanajemen data karhutla yaitu pre-fire, on-fire, dan post-fire melalui pendekatan teknologiinderaja, SIG, dan penggunaan drone yang saat ini belum maksimal dilakukan. Pilihan yangdapat dijadikan pertimbangan, yaitu: (1) membentuk tim kerja khusus sebagai pengumpuldata spasial karhutla sekaligus sebagai interpreter, (2) melakukan kerja sama teknis denganpihak yang mempunyai keahlian dalam bidang spasial (LAPAN, BBPT, maupun pihak terkaitlainnya), dan (3) meningkatkan kompetensi penyidik LHK di bidang spasial.Kata Kunci: data, kebakaran hutan dan lahan, pre fire, on fire, post fire, kebijakan berbasisbukti
{"title":"Pentingnya dukungan data “Pre Fire, On Fire, dan Post Fire“ dalam Kasus Kebakaran Hutan dan Lahan","authors":"Hani Afnita Murti","doi":"10.37145/jak.v1i2.66","DOIUrl":"https://doi.org/10.37145/jak.v1i2.66","url":null,"abstract":"Data menjadi hal krusial yang dapat memobilisasi penanganan penegakan hukum secaracepat, tepat, akurat, akuntabel, dan berbasis bukti. Ketersediaan data merupakan salah satufaktor yang mendasari pengambilan kebijakan berbasis bukti. Dalam penanganan kasuskebakaran hutan dan lahan (karhutla), dibutuhkan data yang dapat digunakan dalampembuktian di persidangan. Salah satu data yang dapat dijadikan bukti ilmiah (scientificevidence) dalam kasus karhutla adalah data spasial yang didukung oleh analisis interpretasidata lainnya. Pendekatan perolehan data spasial ini, melalui tawaran teknologi yang perludiadopsi. Teknologi yang dimaksud dengan menggunakan interpretasi penginderaan jauh(inderaja) dan sistem informasi geografis (SIG), yang didukung data dari pengamatan visuallangsung melalui drone. Kehadiran teknologi ini, sangat penting untuk digunakan sebagaipengumpulan data spasial karhutla yang meliputi data pre fire, on fire, dan post fire. Ketigadata tersebut digunakan untuk pengambilan kebijakan berbasis bukti dan pendukung buktiilmiah penegakan hukum, pencegahan, mitigasi, perencanaan, perhitungan kerugian, maupunpemulihan lingkungan. Terkait hal tersebut, perlu adanya inisiasi pengumpulan danmanajemen data karhutla yaitu pre-fire, on-fire, dan post-fire melalui pendekatan teknologiinderaja, SIG, dan penggunaan drone yang saat ini belum maksimal dilakukan. Pilihan yangdapat dijadikan pertimbangan, yaitu: (1) membentuk tim kerja khusus sebagai pengumpuldata spasial karhutla sekaligus sebagai interpreter, (2) melakukan kerja sama teknis denganpihak yang mempunyai keahlian dalam bidang spasial (LAPAN, BBPT, maupun pihak terkaitlainnya), dan (3) meningkatkan kompetensi penyidik LHK di bidang spasial.Kata Kunci: data, kebakaran hutan dan lahan, pre fire, on fire, post fire, kebijakan berbasisbukti","PeriodicalId":137551,"journal":{"name":"Jurnal Analis Kebijakan","volume":"17 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-07-11","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"132239715","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}