Pemfigus termasuk ke dalam kelompok penyakit autoimun, yang ditandai oleh bula mukokutaneus yang menyerang keratinosit antigen sebagai target dari autoantibodi, yang menyebabkan terjadinya akantolitik dan pembentukan bula. Tanpa penanganan yang tepat kondisi ini dapat menjadi fatal karena hilangnya fungsi barier epidermis, menyebabkan kehilangan cairan dan terjadinya infeksi sekunder. Seorang pasien laki-laki usia 58 tahun, dengan keluhan utama luka pada seluruh tubuh dan berbau tidak sedap, terdapat riwayat sariawan 2 bulan sebelumnya. Pada pemeriksaan dermatologi, di seluruh tubuh didapatkan makula hiperpigmentasi dan erosi multipel,ditutupi krusta coklat kehitaman. Di sakrum, didapatkan ulkus soliter, dasar kotor, ditutupi dengan jaringan nekrotik. Pemeriksaan kultur dasar luka didapatkan Providentia stuartii, dari hasil subkultur terisolasi Staphylococcus aureus yang merupakan kuman methicillin resistant staphylococcus aureus (MRSA). Pada pemeriksaan histopatologi didapatkan gambaran akantolitik yang menyisakan sel-sel basal epidermis kemungkinan bula suprabasal (mengarah pada gambaran pemfigus vulgaris). Diagnosis pada kasus ini pemfigus vulgaris yang disertai dengan infeksi MRSA. Terapi yang diberikan antibiotik sistemik, steroid, perawatan luka dan terapi suportif lainnya.Kata kunci: MRSA, pemfigus vulgaris, steroid
{"title":"PEMFIGUS VULGARIS DISERTAI INFEKSI METHICILLIN RESISTANT STAPHYLOCOCCUS AUREUS: SEBUAH LAPORAN KASUS","authors":"Hasri Dewi Made, Wardhana Made, Sanjiwani Prima","doi":"10.33820/mdvi.v46i4.79","DOIUrl":"https://doi.org/10.33820/mdvi.v46i4.79","url":null,"abstract":"Pemfigus termasuk ke dalam kelompok penyakit autoimun, yang ditandai oleh bula mukokutaneus yang menyerang keratinosit antigen sebagai target dari autoantibodi, yang menyebabkan terjadinya akantolitik dan pembentukan bula. Tanpa penanganan yang tepat kondisi ini dapat menjadi fatal karena hilangnya fungsi barier epidermis, menyebabkan kehilangan cairan dan terjadinya infeksi sekunder. Seorang pasien laki-laki usia 58 tahun, dengan keluhan utama luka pada seluruh tubuh dan berbau tidak sedap, terdapat riwayat sariawan 2 bulan sebelumnya. Pada pemeriksaan dermatologi, di seluruh tubuh didapatkan makula hiperpigmentasi dan erosi multipel,ditutupi krusta coklat kehitaman. Di sakrum, didapatkan ulkus soliter, dasar kotor, ditutupi dengan jaringan nekrotik. Pemeriksaan kultur dasar luka didapatkan Providentia stuartii, dari hasil subkultur terisolasi Staphylococcus aureus yang merupakan kuman methicillin resistant staphylococcus aureus (MRSA). Pada pemeriksaan histopatologi didapatkan gambaran akantolitik yang menyisakan sel-sel basal epidermis kemungkinan bula suprabasal (mengarah pada gambaran pemfigus vulgaris). Diagnosis pada kasus ini pemfigus vulgaris yang disertai dengan infeksi MRSA. Terapi yang diberikan antibiotik sistemik, steroid, perawatan luka dan terapi suportif lainnya.Kata kunci: MRSA, pemfigus vulgaris, steroid","PeriodicalId":18377,"journal":{"name":"Media Dermato Venereologica Indonesiana","volume":"14 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-11-06","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"90141671","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Melasma merupakan kelainan hiperpigmentasi pada wajah dan terdistribusi secara simetris. Lebihbanyak terjadi pada wanita usia reproduktif dan banyak terjadi pada seseorang dengan tipe kulit III-V.Melasma sering memberikan dampak negatif pada kualitas hidup pasien dalam hubungan sosial. Kelainanini sangat sulit diobati dan memerlukan biaya yang cukup mahal, namun sering tidak memuaskan baikbagi pasien maupun dokter yang menanganinya. Patogenesis melasma bersifat multifaktor dan belum dapatdijelaskan sepenuhnya. Faktor genetik, hormon, dan pajanan ultra-violet (UV) merupakan faktor risikomelasma. Dari semua faktor tersebut diduga faktor genetik dan pajanan matahari berperan utama dalampatogenesis melasma. Selain itu riwayat melasma dalam keluarga juga merupakan faktor risiko. Beberapapenelitian terbaru menemukan beberapa ekspresi gen dan melibatkan beberapa jalur yang berperan dalampatogenesis melasma. Gen melanocortin-1 receptor (MC1R) merupakan salah satu gen yang diduga berperansecara genetik pada melasma.Kata kunci: Melasma, genetik, hormonal, pajanan UV dan MC1-R
{"title":"MELASMA DALAM SUDUT PANDANG GENETIK","authors":"B. E. Suryaningsih","doi":"10.33820/mdvi.v46i3.75","DOIUrl":"https://doi.org/10.33820/mdvi.v46i3.75","url":null,"abstract":"Melasma merupakan kelainan hiperpigmentasi pada wajah dan terdistribusi secara simetris. Lebihbanyak terjadi pada wanita usia reproduktif dan banyak terjadi pada seseorang dengan tipe kulit III-V.Melasma sering memberikan dampak negatif pada kualitas hidup pasien dalam hubungan sosial. Kelainanini sangat sulit diobati dan memerlukan biaya yang cukup mahal, namun sering tidak memuaskan baikbagi pasien maupun dokter yang menanganinya. Patogenesis melasma bersifat multifaktor dan belum dapatdijelaskan sepenuhnya. Faktor genetik, hormon, dan pajanan ultra-violet (UV) merupakan faktor risikomelasma. Dari semua faktor tersebut diduga faktor genetik dan pajanan matahari berperan utama dalampatogenesis melasma. Selain itu riwayat melasma dalam keluarga juga merupakan faktor risiko. Beberapapenelitian terbaru menemukan beberapa ekspresi gen dan melibatkan beberapa jalur yang berperan dalampatogenesis melasma. Gen melanocortin-1 receptor (MC1R) merupakan salah satu gen yang diduga berperansecara genetik pada melasma.Kata kunci: Melasma, genetik, hormonal, pajanan UV dan MC1-R","PeriodicalId":18377,"journal":{"name":"Media Dermato Venereologica Indonesiana","volume":"124 2 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-09-09","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"83442449","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Ulkus trofik merupakan salah satu bentuk deformitas kaki yang sering ditemukan pada pasien kusta dan dapat menyebabkan disabilitas pada sekitar 10% - 20% pasien kusta. Salah satu terapi ulkus trofik adalah menggunakan hydrocolloid dressing, yang merupakan modern wound dressing untuk merangsang penyembuhan dengan menyediakan lingkungan yang lembap dalam proses penyembuhan luka dan melindungi permukaan luka dari trauma atau kontaminasi bakteri. Dilaporkan sebuah kasus ulkus trofik pada seorang perempuan berusia 61 tahun dengan kusta tipe lepromatosa. Diagnosis ulkus trofik ditegakkan berdasarkan gejala klinis berupa beberapa ulkus di telapak kaki disertai anestesi dengan dasar jaringan granulasi, timbul sejak empat tahun yang lalu. Ulkus berbentuk oval dan berukuran 4 cm x 5 cm x 1,5 cm. Pasien diterapi dengan hidrokoloid yang diaplikasikan pada luka dan diganti setiap 3 hari sekali. Perbaikan ulkus trofik pada kasus ini mulai tampak pada hari ke-28 berupa ulkus semakin dangkal dan mengecil. Pada pengamatan hari ke-70, ulkus menutup menjadi sikatriks eutrofik. Berdasarkan laporan kasus ini, penggunaan hidrokoloid merupakan pilihan terapi yang efektif bila digunakan pada jenis luka yang tepat dan dipantau secara rutin.Kata kunci: ulkus trofik, kusta, hidrokoloid
{"title":"MODERN WOUND DRESSING PADA ULKUS TROFIK PASIEN KUSTA TIPE LEPROMATOSA","authors":"Rio Yansen Cikutra, Fitra Hergyana, G. Mayasari","doi":"10.33820/mdvi.v46i3.71","DOIUrl":"https://doi.org/10.33820/mdvi.v46i3.71","url":null,"abstract":"Ulkus trofik merupakan salah satu bentuk deformitas kaki yang sering ditemukan pada pasien kusta dan dapat menyebabkan disabilitas pada sekitar 10% - 20% pasien kusta. Salah satu terapi ulkus trofik adalah menggunakan hydrocolloid dressing, yang merupakan modern wound dressing untuk merangsang penyembuhan dengan menyediakan lingkungan yang lembap dalam proses penyembuhan luka dan melindungi permukaan luka dari trauma atau kontaminasi bakteri. Dilaporkan sebuah kasus ulkus trofik pada seorang perempuan berusia 61 tahun dengan kusta tipe lepromatosa. Diagnosis ulkus trofik ditegakkan berdasarkan gejala klinis berupa beberapa ulkus di telapak kaki disertai anestesi dengan dasar jaringan granulasi, timbul sejak empat tahun yang lalu. Ulkus berbentuk oval dan berukuran 4 cm x 5 cm x 1,5 cm. Pasien diterapi dengan hidrokoloid yang diaplikasikan pada luka dan diganti setiap 3 hari sekali. Perbaikan ulkus trofik pada kasus ini mulai tampak pada hari ke-28 berupa ulkus semakin dangkal dan mengecil. Pada pengamatan hari ke-70, ulkus menutup menjadi sikatriks eutrofik. Berdasarkan laporan kasus ini, penggunaan hidrokoloid merupakan pilihan terapi yang efektif bila digunakan pada jenis luka yang tepat dan dipantau secara rutin.Kata kunci: ulkus trofik, kusta, hidrokoloid","PeriodicalId":18377,"journal":{"name":"Media Dermato Venereologica Indonesiana","volume":"23 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-09-09","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"85219074","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Komposisi mikrobiota saluran reproduksi berkaitan dengan kesehatan reproduksi dan ketahanannya terhadap infeksi menular seksual, terutama pada perempuan. Saluran reproduksi perempuan dan laki-laki dapat terpajan dengan komunitas mikroba asing selama aktivitas seksual. Proteksi oleh mikrobiota vagina sehat terhadap infeksi virus dapat diperankan oleh efek virusidal langsung atau oleh faktor pertahanan alamiah yang terdapat di dalam lingkungan vagina. Flora vagina abnormal yang kekurangan lactobacilli dihubungkan dengan kemudahan terinfeksi Neisseria gonorrhoeae, Chlamydia trachomatis, serta Trichomonas vaginalis. Pada laki-laki, mikrobiota dapat ditemukan pada genitalia bagian bawah, terutama penis, yang dapat dipengaruhi oleh sirkumsisi. Sirkumsisi dapat mengurangi risiko beberapa infeksi menular seksual (IMS), yaitu herpes simplex virus (HSV), human papillomavirus (HPV), dan human immunodeficiency virus (HIV) dengan cara mengubah mikrobiota penis dan lingkungan imunitas lokal. Mikrobiota pada rektum juga berperan bila hubungan seksual dilakukan secara anogenital reseptif. Dengan demikian, penularan patogen infeksi menular seksual akan dipengaruhi oleh komposisi mikrobiota genital atau pun rektum.Kata kunci: mikrobiom, mikrobiota, infeksi menular seksual
{"title":"PERAN MIKROBIOM PADA INFEKSI MENULAR SEKSUAL","authors":"Wresti Indriatmi","doi":"10.33820/mdvi.v46i3.74","DOIUrl":"https://doi.org/10.33820/mdvi.v46i3.74","url":null,"abstract":"Komposisi mikrobiota saluran reproduksi berkaitan dengan kesehatan reproduksi dan ketahanannya terhadap infeksi menular seksual, terutama pada perempuan. Saluran reproduksi perempuan dan laki-laki dapat terpajan dengan komunitas mikroba asing selama aktivitas seksual. Proteksi oleh mikrobiota vagina sehat terhadap infeksi virus dapat diperankan oleh efek virusidal langsung atau oleh faktor pertahanan alamiah yang terdapat di dalam lingkungan vagina. Flora vagina abnormal yang kekurangan lactobacilli dihubungkan dengan kemudahan terinfeksi Neisseria gonorrhoeae, Chlamydia trachomatis, serta Trichomonas vaginalis. Pada laki-laki, mikrobiota dapat ditemukan pada genitalia bagian bawah, terutama penis, yang dapat dipengaruhi oleh sirkumsisi. Sirkumsisi dapat mengurangi risiko beberapa infeksi menular seksual (IMS), yaitu herpes simplex virus (HSV), human papillomavirus (HPV), dan human immunodeficiency virus (HIV) dengan cara mengubah mikrobiota penis dan lingkungan imunitas lokal. Mikrobiota pada rektum juga berperan bila hubungan seksual dilakukan secara anogenital reseptif. Dengan demikian, penularan patogen infeksi menular seksual akan dipengaruhi oleh komposisi mikrobiota genital atau pun rektum.Kata kunci: mikrobiom, mikrobiota, infeksi menular seksual","PeriodicalId":18377,"journal":{"name":"Media Dermato Venereologica Indonesiana","volume":"35 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-09-09","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"87779259","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Herwinda Brahmanti, Nesa Wike Wilanti, Diah Retnani, Anny Setijo Rahaju
Pemfigoid bulosa (PB) merupakan penyakit autoimun bulosa subepidermis yang umumnya menyerang orang berusia di atas 70 tahun. Pemfigoid bulosa jarang ditemukan pada usia muda, tetapi penting untuk mempertimbangkan kemungkinan diagnosis PB pada kelompok usia ini. Pemeriksaan imunofluoresen langsung (DIF) bertujuan untuk mengamati deposit linear IgG dan C3 dalam zona membran basalis, terkait diagnosis banding PB dengan penyakit bulosa subepidermis lainnya. Dalam laporan kasus ini, perempuan berusia 26 tahun datang dengan keluhan utama lepuh berdinding tegang yang timbul di atas bercak merah yang gatal pada tungkai, badan, lengan dan wajah, disertai erosi multipel pada lidah dan rongga mulut. Berdasarkan anamnesis, gambaran klinis, pemeriksaan histopatologik, serta pemeriksaan DIF, pasien didiagnosis PB. Terapi ditujukan untuk menekan proses inflamasi, berupa kortikosteroid dan antibiotik. Dapson merupakan antibiotik yang bekerja menekan proses inflamasi, dengan menghambat perlekatan dan kemotaksis neutrofil dan pelepasan mediator inflamasi. Terapi dapson pada laporan kasus ini menghasilkan perbaikan klinis.Kata Kunci: pemfigoid bulosa, dapson
{"title":"TERAPI DAPSON PADA PEMFIGOID BULOSA","authors":"Herwinda Brahmanti, Nesa Wike Wilanti, Diah Retnani, Anny Setijo Rahaju","doi":"10.33820/mdvi.v46i3.70","DOIUrl":"https://doi.org/10.33820/mdvi.v46i3.70","url":null,"abstract":"Pemfigoid bulosa (PB) merupakan penyakit autoimun bulosa subepidermis yang umumnya menyerang orang berusia di atas 70 tahun. Pemfigoid bulosa jarang ditemukan pada usia muda, tetapi penting untuk mempertimbangkan kemungkinan diagnosis PB pada kelompok usia ini. Pemeriksaan imunofluoresen langsung (DIF) bertujuan untuk mengamati deposit linear IgG dan C3 dalam zona membran basalis, terkait diagnosis banding PB dengan penyakit bulosa subepidermis lainnya. Dalam laporan kasus ini, perempuan berusia 26 tahun datang dengan keluhan utama lepuh berdinding tegang yang timbul di atas bercak merah yang gatal pada tungkai, badan, lengan dan wajah, disertai erosi multipel pada lidah dan rongga mulut. Berdasarkan anamnesis, gambaran klinis, pemeriksaan histopatologik, serta pemeriksaan DIF, pasien didiagnosis PB. Terapi ditujukan untuk menekan proses inflamasi, berupa kortikosteroid dan antibiotik. Dapson merupakan antibiotik yang bekerja menekan proses inflamasi, dengan menghambat perlekatan dan kemotaksis neutrofil dan pelepasan mediator inflamasi. Terapi dapson pada laporan kasus ini menghasilkan perbaikan klinis.Kata Kunci: pemfigoid bulosa, dapson","PeriodicalId":18377,"journal":{"name":"Media Dermato Venereologica Indonesiana","volume":"21 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-09-09","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"91148943","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Keratosis seboroik (KS) merupakan tumor jinak epidermis dan sering dikeluhkan karena secara kosmetik mengganggu penampilan. Superoksida dismutase (SOD) merupakan salah satu antioksidan enzimatik intraseluler yang efektif mencegah stres oksidatif sebagai penyebab utama proses penuaan dan pembentukan lesi tumor keratosis seboroik. Malondialdehid (MDA) adalah senyawa dialdehida produk metabolit oksidasi membran sel oleh radikal bebas. Kadar antioksidan yang rendah biasanya disertai dengan peningkatan kadar MDA.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui korelasi kadar SOD dan kadar MDA jaringan pada pasien keratosis seboroik.Desain penelitian ini adalah analitik observasional potong lintang. Subjek penelitian didapatkan dari Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD dr. Saiful Anwar Malang secara consecutive sampling. Semua proses diagnosis, terapi pengangkatan lesi, serta pemeriksaan kadar SOD dan MDA jaringan keratosis seboroik dilakukan terhadap masing-masing subjek penelitian. Pemeriksaan SOD dan MDA jaringan menggunakan cara enzyme-link immunosorbent assay (ELISA) Bioassay. Uji normalitas data menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov. Uji korelasi menggunakan uji Pearson. Analisis statistik menggunakan program Statistical Package for Social Sciences (SPSS) versi 15.Subjek penelitian yang didapatkan sebanyak 20 pasien. Rerata kadar SOD jaringan sebesar 0,7665 μM/L dan rerata kadar MDA jaringan sebesar 0,6727 μM/L. Koefisien korelasi antara kadar SOD jaringan dengan kadar MDA jaringan sebesar -0,447 dengan nilai p=0,048. Penelitian ini menunjukkan bahwa semakin rendah kadar SOD akan semakin tinggi kadar MDA pada jaringan keratosis seboroik.Kata kunci: keratosis seboroik, SOD, MDA
{"title":"KORELASI ANTARA KADAR SUPEROKSIDA DISMUTASE DENGAN MALONDIALDEHID PADA JARINGAN KERATOSIS SEBOROIK","authors":"Arif Widiatmoko, Tantari Shw, Yusuf Ardian","doi":"10.33820/mdvi.v46i3.68","DOIUrl":"https://doi.org/10.33820/mdvi.v46i3.68","url":null,"abstract":"Keratosis seboroik (KS) merupakan tumor jinak epidermis dan sering dikeluhkan karena secara kosmetik mengganggu penampilan. Superoksida dismutase (SOD) merupakan salah satu antioksidan enzimatik intraseluler yang efektif mencegah stres oksidatif sebagai penyebab utama proses penuaan dan pembentukan lesi tumor keratosis seboroik. Malondialdehid (MDA) adalah senyawa dialdehida produk metabolit oksidasi membran sel oleh radikal bebas. Kadar antioksidan yang rendah biasanya disertai dengan peningkatan kadar MDA.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui korelasi kadar SOD dan kadar MDA jaringan pada pasien keratosis seboroik.Desain penelitian ini adalah analitik observasional potong lintang. Subjek penelitian didapatkan dari Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD dr. Saiful Anwar Malang secara consecutive sampling. Semua proses diagnosis, terapi pengangkatan lesi, serta pemeriksaan kadar SOD dan MDA jaringan keratosis seboroik dilakukan terhadap masing-masing subjek penelitian. Pemeriksaan SOD dan MDA jaringan menggunakan cara enzyme-link immunosorbent assay (ELISA) Bioassay. Uji normalitas data menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov. Uji korelasi menggunakan uji Pearson. Analisis statistik menggunakan program Statistical Package for Social Sciences (SPSS) versi 15.Subjek penelitian yang didapatkan sebanyak 20 pasien. Rerata kadar SOD jaringan sebesar 0,7665 μM/L dan rerata kadar MDA jaringan sebesar 0,6727 μM/L. Koefisien korelasi antara kadar SOD jaringan dengan kadar MDA jaringan sebesar -0,447 dengan nilai p=0,048. Penelitian ini menunjukkan bahwa semakin rendah kadar SOD akan semakin tinggi kadar MDA pada jaringan keratosis seboroik.Kata kunci: keratosis seboroik, SOD, MDA","PeriodicalId":18377,"journal":{"name":"Media Dermato Venereologica Indonesiana","volume":"75 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-09-09","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"88544767","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Dermatitis kontak adalah peradangan yang disebabkan oleh kontak terhadap substansi yang menempel pada kulit. Salah satu bahan yang dapat menyebabkan dermatitis kontak adalah deterjen yang biasa digunakan para pekerja di dalam usaha binatu. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pengetahuan dan sikap pekerja binatu terhadap dermatitis kontak di kelurahan Padang Bulan tahun 2017. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan desain potong lintang. Penelitian dilakukan pada bulan Juli – Desember tahun 2017 terhadap pekerja binatu di Kelurahan Padang Bulan sesuai dengan kriteria inklusi. Pengetahuan dan sikap pekerja binatu dinilai dengan menggunakan kuesioner yang telah divalidasi. Sebanyak 33 pekerja binatu dijumpai tingkat pengetahuan terhadap penyebab dermatitis kontak yaitu cukup (63,6%), baik (27,3%), kurang (6,1%), terhadap gejala dermatitis kontak dijumpai baik (39,4%), kurang (36,4%), cukup (24,3%), terhadap penanggulangan dermatitis kontak dijumpai cukup (66,7%), baik (30,3%), kurang (3,0%) dan secara keseluruhan dijumpai cukup (66,7%), baik (27,3%), dan kurang (6,1%). Tingkat sikap pekerja binatu terhadap penyebab dermatitis kontak yaitu baik (45,5%), cukup (33,3%), kurang (21,2%), terhadap gejala dermatitis kontak dijumpai cukup (42,4%), baik (33,3%), kurang (24,2%), terhadap penanggulangan dermatitis kontak dijumpai kurang (39,4%), cukup (36,4%), baik (24,2%), dan secara keseluruhan dijumpai cukup (63,6%), baik (18,2%) dan kurang (18,2%). Sebagian besar pekerja binatu di Kelurahan Padang Bulan memiliki tingkat pengetahuan dan sikap cukup terhadap dermatitis kontak.Kata kunci: dermatitis kontak, pekerja binatu, pengetahuan, sikap.
{"title":"TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP PEKERJA BINATU TERHADAP DERMATITIS KONTAK DI KELURAHAN PADANG BULAN TAHUN 2017","authors":"Arni Lasari Hutagalung, Cut Putri Hazlianda","doi":"10.33820/mdvi.v46i3.67","DOIUrl":"https://doi.org/10.33820/mdvi.v46i3.67","url":null,"abstract":"Dermatitis kontak adalah peradangan yang disebabkan oleh kontak terhadap substansi yang menempel pada kulit. Salah satu bahan yang dapat menyebabkan dermatitis kontak adalah deterjen yang biasa digunakan para pekerja di dalam usaha binatu. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pengetahuan dan sikap pekerja binatu terhadap dermatitis kontak di kelurahan Padang Bulan tahun 2017. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan desain potong lintang. Penelitian dilakukan pada bulan Juli – Desember tahun 2017 terhadap pekerja binatu di Kelurahan Padang Bulan sesuai dengan kriteria inklusi. Pengetahuan dan sikap pekerja binatu dinilai dengan menggunakan kuesioner yang telah divalidasi. Sebanyak 33 pekerja binatu dijumpai tingkat pengetahuan terhadap penyebab dermatitis kontak yaitu cukup (63,6%), baik (27,3%), kurang (6,1%), terhadap gejala dermatitis kontak dijumpai baik (39,4%), kurang (36,4%), cukup (24,3%), terhadap penanggulangan dermatitis kontak dijumpai cukup (66,7%), baik (30,3%), kurang (3,0%) dan secara keseluruhan dijumpai cukup (66,7%), baik (27,3%), dan kurang (6,1%). Tingkat sikap pekerja binatu terhadap penyebab dermatitis kontak yaitu baik (45,5%), cukup (33,3%), kurang (21,2%), terhadap gejala dermatitis kontak dijumpai cukup (42,4%), baik (33,3%), kurang (24,2%), terhadap penanggulangan dermatitis kontak dijumpai kurang (39,4%), cukup (36,4%), baik (24,2%), dan secara keseluruhan dijumpai cukup (63,6%), baik (18,2%) dan kurang (18,2%). Sebagian besar pekerja binatu di Kelurahan Padang Bulan memiliki tingkat pengetahuan dan sikap cukup terhadap dermatitis kontak.Kata kunci: dermatitis kontak, pekerja binatu, pengetahuan, sikap.","PeriodicalId":18377,"journal":{"name":"Media Dermato Venereologica Indonesiana","volume":"89 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-09-09","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"80921306","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Vaskulitis kutan dapat sembuh sendiri baik terbatas pada kulit maupun merupakan bagian dari sindrom vaskulitis sistemik. Vaskulitis leukositoklastik kutan adalah vaskulitis nekrotik pada kulit terutama pada pembuluh darah kecil. Manifestasi klinis dapat berupa makula, purpura yang dapat dipalpasi, pustul, urtika, bula hemoragik, nodus, serta ulserasi. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis riwayat penyakit, manifestasi klinis, dan biopsi kulit. Karakteristik histopatologi ditandai dengan degenerasi apoptotik pada nukleus neutrofil (leukositoklasia), nekrosis fibrinoid di dinding pembuluh darah, dan ekstravasasi eritrosit. Namun, sedikit sekali vaskulitis kutan yang menunjukkan gambaran histopatologi yang patognomonik. Pengambilan sampel biopsi yang tidak tepat waktu dan pemilihan lesi yang kurang sesuai dapat menyebabkan gambaran histopatologis tidak khas untuk vaskulitis. Selain itu, pemilihan teknik biopsi juga berdampak terhadap diagnosis vaskulitis. Pemilihan teknik biopsi dilakukan berdasarkan pembuluh darah yang akan diperiksa. Tipe pembuluh darah bergantung pada lokasi di dalam kulit dan subkutis. Agar dapat memperoleh interpretasi gambaran vaskulitis kutan yang lebih baik dibutuhkan korelasi antara gambaran histopatologi, teknik pengambilan lesi dengan manifestasi klinis.Kata kunci: vaskulitis, leukositoklastik, histopatologi
{"title":"KORELASI GAMBARAN HISTOPATOLOGI, TEKNIK BIOPSI, DAN MANIFESTASI KLINIS VASKULITIS LEUKOSITOKLASTIK KUTAN","authors":"Sekar Puspita Lilasari, Diah Retnani, M. Cholis","doi":"10.33820/mdvi.v46i3.73","DOIUrl":"https://doi.org/10.33820/mdvi.v46i3.73","url":null,"abstract":"Vaskulitis kutan dapat sembuh sendiri baik terbatas pada kulit maupun merupakan bagian dari sindrom vaskulitis sistemik. Vaskulitis leukositoklastik kutan adalah vaskulitis nekrotik pada kulit terutama pada pembuluh darah kecil. Manifestasi klinis dapat berupa makula, purpura yang dapat dipalpasi, pustul, urtika, bula hemoragik, nodus, serta ulserasi. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis riwayat penyakit, manifestasi klinis, dan biopsi kulit. Karakteristik histopatologi ditandai dengan degenerasi apoptotik pada nukleus neutrofil (leukositoklasia), nekrosis fibrinoid di dinding pembuluh darah, dan ekstravasasi eritrosit. Namun, sedikit sekali vaskulitis kutan yang menunjukkan gambaran histopatologi yang patognomonik. Pengambilan sampel biopsi yang tidak tepat waktu dan pemilihan lesi yang kurang sesuai dapat menyebabkan gambaran histopatologis tidak khas untuk vaskulitis. Selain itu, pemilihan teknik biopsi juga berdampak terhadap diagnosis vaskulitis. Pemilihan teknik biopsi dilakukan berdasarkan pembuluh darah yang akan diperiksa. Tipe pembuluh darah bergantung pada lokasi di dalam kulit dan subkutis. Agar dapat memperoleh interpretasi gambaran vaskulitis kutan yang lebih baik dibutuhkan korelasi antara gambaran histopatologi, teknik pengambilan lesi dengan manifestasi klinis.Kata kunci: vaskulitis, leukositoklastik, histopatologi","PeriodicalId":18377,"journal":{"name":"Media Dermato Venereologica Indonesiana","volume":"147 1 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-09-09","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"83098018","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Psoriasis merupakan penyakit kulit eritropapuloskuamosa kronik residif, ditandai lesi kulit khas plak eritematosa batas tegas ditutup skuama putih keperakan. Diagnosis psoriasis ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisis, dan histopatologik. Psoriasis vulgaris berat diterapi mikofenolat mofetil (MMF) belum pernah dan baru pertama kali di Rumah Sakit Umum Pusat dr. Mohammad Hoesin Palembang. Pengalaman klinis, efikasi serta keamanan terapi MMF terbatas. Perempuan, 40 tahun, keluhan timbul bintil dan bercak merah meninggi ditutup sisik putih tebal pada hampir seluruh tubuh sejak 8 pekan lalu disertai gatal. Pada status dermatologikus tampak papul-plak eritem, multipel, lentikuler-plakat disertai skuama di regio fasialis, trunkus, ekstremitas anterior et posterior dextra et sinistra. Tanda Auspitz dan fenomena tetesan lilin positif. Biopsi histopatologik mendukung diagnosis psoriasis vulgaris. Skor psoriasis area and severity index (PASI) 20,4 dengan body surface area (BSA) 50%. Pasien diterapi MMF dan steroid topikal selama 12 pekan dan menunjukkan perbaikan PASI 75%, namun dirawat inap kembali dengan drug induced liver injury (DILI).Pilihan MMF karena saat ini metotreksat sulit didapat dan pasien alergi terhadap siklosporin. Perlu penelitian lebih banyak untuk menilai efikasi dan efek samping MMF dalam tatalaksana psoriasis vulgaris. Kata kunci: psoriasis vulgaris berat, mikofenolat mofetil, drug induced liver injury
{"title":"PSORIASIS VULGARIS BERAT DITERAPI MIKOFENOLAT MOFETIL: TANTANGAN DALAM PENGOBATAN","authors":"H. Darmawan, Nopriyati","doi":"10.33820/mdvi.v46i3.69","DOIUrl":"https://doi.org/10.33820/mdvi.v46i3.69","url":null,"abstract":"Psoriasis merupakan penyakit kulit eritropapuloskuamosa kronik residif, ditandai lesi kulit khas plak eritematosa batas tegas ditutup skuama putih keperakan. Diagnosis psoriasis ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisis, dan histopatologik. Psoriasis vulgaris berat diterapi mikofenolat mofetil (MMF) belum pernah dan baru pertama kali di Rumah Sakit Umum Pusat dr. Mohammad Hoesin Palembang. Pengalaman klinis, efikasi serta keamanan terapi MMF terbatas. Perempuan, 40 tahun, keluhan timbul bintil dan bercak merah meninggi ditutup sisik putih tebal pada hampir seluruh tubuh sejak 8 pekan lalu disertai gatal. Pada status dermatologikus tampak papul-plak eritem, multipel, lentikuler-plakat disertai skuama di regio fasialis, trunkus, ekstremitas anterior et posterior dextra et sinistra. Tanda Auspitz dan fenomena tetesan lilin positif. Biopsi histopatologik mendukung diagnosis psoriasis vulgaris. Skor psoriasis area and severity index (PASI) 20,4 dengan body surface area (BSA) 50%. Pasien diterapi MMF dan steroid topikal selama 12 pekan dan menunjukkan perbaikan PASI 75%, namun dirawat inap kembali dengan drug induced liver injury (DILI).Pilihan MMF karena saat ini metotreksat sulit didapat dan pasien alergi terhadap siklosporin. Perlu penelitian lebih banyak untuk menilai efikasi dan efek samping MMF dalam tatalaksana psoriasis vulgaris. Kata kunci: psoriasis vulgaris berat, mikofenolat mofetil, drug induced liver injury","PeriodicalId":18377,"journal":{"name":"Media Dermato Venereologica Indonesiana","volume":"134 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-09-09","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"77867162","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Penyakit kusta adalah penyakit infeksi kronik yang mengenai kulit dan sistem saraf perifer dan disebabkan oleh Mycobacterium leprae, yaitu bakteri tahan asam dan bersifat intraseluler obligat. Seiring berkembangnya ilmu kedokteran saat ini, kusta dianggap sebagai sebuah penyakit sistemik dan organ hepar menjadi salah satu yang terlibat dalam proses patologis penyakit kusta. Komplikasi gangguan fungsi hepar akibat penyakit kusta selama ini kurang mendapat sorotan, padahal gangguan fungsi hepar secara teoritis hampir pasti menyertai setiap penderita kusta, terutama pada saat timbul reaksi ENL. Pada kenyataannya, gangguan fungsi hepar yang ditandai dengan peningkatan enzim transaminase dapat terjadi akibat berbagai penyebab, yaitu efek samping obat yang bersifat hepatotoksik, koinfeksi kusta dengan virus hepatitis, pembentukan granuloma di hepar dari proses patologis penyakit kusta, ataupun akibat dari proses imunologik reaksi ENL yang melibatkan organ hepar.Tulisan ini mencoba untuk mengupas lebih dalam tetang peningkatan enzim transaminase yang terjadi pada penyakit kusta. Pengetahuan tentang hal ini diharapkan dapat memberi manfaat dalam penegakan diagnosis dan mendukung penanganan pasien secara menyeluruh.Kata kunci: kusta, enzim transaminase, eritema nodosum leprosum, drug induced liver injury, granuloma
{"title":"PENINGKATAN ENZIM TRANSAMINASE PADA KUSTA","authors":"Felix Hartanto, Prima Kartika Esti","doi":"10.33820/mdvi.v46i3.72","DOIUrl":"https://doi.org/10.33820/mdvi.v46i3.72","url":null,"abstract":"Penyakit kusta adalah penyakit infeksi kronik yang mengenai kulit dan sistem saraf perifer dan disebabkan oleh Mycobacterium leprae, yaitu bakteri tahan asam dan bersifat intraseluler obligat. Seiring berkembangnya ilmu kedokteran saat ini, kusta dianggap sebagai sebuah penyakit sistemik dan organ hepar menjadi salah satu yang terlibat dalam proses patologis penyakit kusta. Komplikasi gangguan fungsi hepar akibat penyakit kusta selama ini kurang mendapat sorotan, padahal gangguan fungsi hepar secara teoritis hampir pasti menyertai setiap penderita kusta, terutama pada saat timbul reaksi ENL. Pada kenyataannya, gangguan fungsi hepar yang ditandai dengan peningkatan enzim transaminase dapat terjadi akibat berbagai penyebab, yaitu efek samping obat yang bersifat hepatotoksik, koinfeksi kusta dengan virus hepatitis, pembentukan granuloma di hepar dari proses patologis penyakit kusta, ataupun akibat dari proses imunologik reaksi ENL yang melibatkan organ hepar.Tulisan ini mencoba untuk mengupas lebih dalam tetang peningkatan enzim transaminase yang terjadi pada penyakit kusta. Pengetahuan tentang hal ini diharapkan dapat memberi manfaat dalam penegakan diagnosis dan mendukung penanganan pasien secara menyeluruh.Kata kunci: kusta, enzim transaminase, eritema nodosum leprosum, drug induced liver injury, granuloma","PeriodicalId":18377,"journal":{"name":"Media Dermato Venereologica Indonesiana","volume":"44 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-09-09","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"76850934","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}