Pub Date : 2019-11-03DOI: 10.37812/fikroh.v12i1.37
M. Mulyadi
Actually, in my sense, this paper theme was a difficult thing to be constructed. Because, the term of leadership was a huge discourse and still studied until this contemporary era. In other side, the shift of leadership study that far away from; collective evidence of leaders (in mean-stream) to personality and individual subjectivity; from common condition to situations were faced; and braches of method-theoretical framework were used, contributed the difficulties to write this paper more simply. So that, the paper will be focused, steered, and discussed three aspects of leadership studies: firstly, sources of leadership style and model based on scientific tradition (modern) or Islamic tradition. Secondly, the stand-point that contributes to frame leadership type. Thirdly, spatialization based on spatial theory what they call for leadership in educational administration or management studies. In the last, may this paper will give a new paradigm, how to frame and explain what leadership is, without bringing the normative perspective from religious life, because the leadership was a universal value that can arise from every human being, every place, and every situation based on the challenges face and the treat and solved them.
{"title":"Drafted Leadership Theories; Modern And Islamic Perspectives Sources, Stand-Points And Leadership Spatialization On Educational Institution","authors":"M. Mulyadi","doi":"10.37812/fikroh.v12i1.37","DOIUrl":"https://doi.org/10.37812/fikroh.v12i1.37","url":null,"abstract":"Actually, in my sense, this paper theme was a difficult thing to be constructed. Because, the term of leadership was a huge discourse and still studied until this contemporary era. In other side, the shift of leadership study that far away from; collective evidence of leaders (in mean-stream) to personality and individual subjectivity; from common condition to situations were faced; and braches of method-theoretical framework were used, contributed the difficulties to write this paper more simply. So that, the paper will be focused, steered, and discussed three aspects of leadership studies: firstly, sources of leadership style and model based on scientific tradition (modern) or Islamic tradition. Secondly, the stand-point that contributes to frame leadership type. Thirdly, spatialization based on spatial theory what they call for leadership in educational administration or management studies. In the last, may this paper will give a new paradigm, how to frame and explain what leadership is, without bringing the normative perspective from religious life, because the leadership was a universal value that can arise from every human being, every place, and every situation based on the challenges face and the treat and solved them.","PeriodicalId":219039,"journal":{"name":"Fikroh: Jurnal Pemikiran dan Pendidikan Islam","volume":"89 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-11-03","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"128601201","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2019-11-03DOI: 10.37812/fikroh.v12i1.41
Ach Khusnan
Perkembangan ilmu pengetahuan tidak merupakan sesuatu yang twrdiri sendiri, akan tetapi dipengaruhi oleh situasİ sosial, ekonomi. budaya dan bahkan ideologi. Sejarah perkembangan ilmi, rxngetahuan temyata akrab dengan situasi seperti itu. misalnya pada zaman Yunani kuno bercorak kosmosentrisme, zaman abad pertengahan bercorak antreposentrisme dan zaman kontemporer bercorak logosentrisme. Perkembangan itü menandakan bahwa dinamika pemikiran keilmuan pada dasarnya bergeral bukan darı tidak ada tetapi berbekal bahan baku pemikiran yang ada kemudian dikembangkan ke arah sesuatu yang baru sesuai dengan semangat zarnannya. Dalam perkembangan, filsafat ilmu memiliki sistematika yang ditandai dengan pengkajian yang bersifat mendalam, field of scope yang jelas dan metodologi yang terarah kepada penemuan konsep-konsep dan teori kefilsfatan dan keilmuan. Melalui mekanisme seperti ini, filsafat ilmu memperoleh ladang dan tempatnya yang jelas di dalam disiplin kefilsafatan.
{"title":"Diskursus Kesejarahan Ilmu Pengetahuan Dan Filsafat Ilmu","authors":"Ach Khusnan","doi":"10.37812/fikroh.v12i1.41","DOIUrl":"https://doi.org/10.37812/fikroh.v12i1.41","url":null,"abstract":"Perkembangan ilmu pengetahuan tidak merupakan sesuatu yang twrdiri sendiri, akan tetapi dipengaruhi oleh situasİ sosial, ekonomi. budaya dan bahkan ideologi. Sejarah perkembangan ilmi, rxngetahuan temyata akrab dengan situasi seperti itu. misalnya pada zaman Yunani kuno bercorak kosmosentrisme, zaman abad pertengahan bercorak antreposentrisme dan zaman kontemporer bercorak logosentrisme. Perkembangan itü menandakan bahwa dinamika pemikiran keilmuan pada dasarnya bergeral bukan darı tidak ada tetapi berbekal bahan baku pemikiran yang ada kemudian dikembangkan ke arah sesuatu yang baru sesuai dengan semangat zarnannya. Dalam perkembangan, filsafat ilmu memiliki sistematika yang ditandai dengan pengkajian yang bersifat mendalam, field of scope yang jelas dan metodologi yang terarah kepada penemuan konsep-konsep dan teori kefilsfatan dan keilmuan. Melalui mekanisme seperti ini, filsafat ilmu memperoleh ladang dan tempatnya yang jelas di dalam disiplin kefilsafatan.","PeriodicalId":219039,"journal":{"name":"Fikroh: Jurnal Pemikiran dan Pendidikan Islam","volume":"101 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-11-03","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"126717641","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2019-11-03DOI: 10.37812/fikroh.v12i1.38
Pristiwiyanto Pristiwiyanto
Negara Indonesia merupakan negara hukum, yang mempunyai makna bahwa segala tindakan pemerintah dan rakyatnya selalu berdasarkan atas prosedur hukum resmi yang dibuat berdasarkan undang-undang.Mahkamah Konstitusi memiliki wewenang untuk menguji undang-undang serta mengadili pada tingkat pertama dan terakhir dimana putusannya bersifat final terkait undang-undang yang bertentangan dengan Undang-Undang Dasar. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif karena yang dikaji adalah putusan Mahkamah Konstitusi No 46/PUU-VIII/2010 terkait perlindungan hukum status anak di luar perkawinan. Dampak dari putusan tersebut juga memberikan pepada peraturan lainnya, diantaranya UU No 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak, UU No 23 tahun 2004 tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga dan lain-lainnya. Hasil dari penelitian ini adalah status anak yang lahir di luar perkawinan memang telah memperoleh perlindungan hukum sehingga mempunyai hubungan keperdataan dengan ayah biologisnya, tetapi dalam implementasinya masih banyak kendala yang harus diatasi karena implikasi dari putusan MK tersebut menuai pertentangan dan tidak mudah direalisasikan sehingga perlu adanya revisi terhadap peraturan-peraturan yang sudah tidak sesuai dengan putusan uji materi pasal 43 ayat 1 Undang-Undang No 1 tahun 1974 tentang Perkawinan.
{"title":"Status Anak Di Luar Perkawinan Pasca Putusan MK. NO. 46/PUU-VIII/2010","authors":"Pristiwiyanto Pristiwiyanto","doi":"10.37812/fikroh.v12i1.38","DOIUrl":"https://doi.org/10.37812/fikroh.v12i1.38","url":null,"abstract":"Negara Indonesia merupakan negara hukum, yang mempunyai makna bahwa segala tindakan pemerintah dan rakyatnya selalu berdasarkan atas prosedur hukum resmi yang dibuat berdasarkan undang-undang.Mahkamah Konstitusi memiliki wewenang untuk menguji undang-undang serta mengadili pada tingkat pertama dan terakhir dimana putusannya bersifat final terkait undang-undang yang bertentangan dengan Undang-Undang Dasar. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif karena yang dikaji adalah putusan Mahkamah Konstitusi No 46/PUU-VIII/2010 terkait perlindungan hukum status anak di luar perkawinan. Dampak dari putusan tersebut juga memberikan pepada peraturan lainnya, diantaranya UU No 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak, UU No 23 tahun 2004 tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga dan lain-lainnya. Hasil dari penelitian ini adalah status anak yang lahir di luar perkawinan memang telah memperoleh perlindungan hukum sehingga mempunyai hubungan keperdataan dengan ayah biologisnya, tetapi dalam implementasinya masih banyak kendala yang harus diatasi karena implikasi dari putusan MK tersebut menuai pertentangan dan tidak mudah direalisasikan sehingga perlu adanya revisi terhadap peraturan-peraturan yang sudah tidak sesuai dengan putusan uji materi pasal 43 ayat 1 Undang-Undang No 1 tahun 1974 tentang Perkawinan.","PeriodicalId":219039,"journal":{"name":"Fikroh: Jurnal Pemikiran dan Pendidikan Islam","volume":"14 4","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-11-03","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"113967773","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2019-11-03DOI: 10.37812/fikroh.v12i1.40
sholihudin al-ayyubi
Filsafat merupakan "induk" atau "ibu" ilmu pengetahuan atau "Master Scientiarum" (Kaelan, 1996:1). Oleh karena itu, perkembangan kebudayaan dan peradaban manusia terutama pada abad pertengahan munculnya ilmu pengetahuan‑ilmu pengetahuan khusus, seperti ilmu‑ilmu alam, fisika, kimia, kedokteran, biologi, pertanian, antropologi, ekonomi, sosiologi, psikologi, dan ilmu‑ilmu pengetahuan lainnya tidak dapat dipisahkan dengan ilmu filsafat, termasuk diantaranya adalah bahasa arab. Jadi, dengan demikian, ada pemahaman yang salah dari sebagian besar pembelajar Bahasa Arab yang menganggap bahwa mempelajari bahasa arab itu rumit dan sulit karena melulu mempelajari materi tentang nahwu, sharaf, balaghah tanpa mengaitkan dengan kajian filsafat. Dari sini, perlu diteliti lebih jauh mengenai hubungan keterkaitan Filsafat dengan Bahasa Arab dengan tujuan agar mendapatkan informasi ilmiah yang konprehensif dan utuh terkait hubungan keduanya. Jenis data penelitian ini adalah library research, yang digali mengikuti pemikiran‑pemikiran dari buku‑buku filsafat dan bahasa, khususnya bahasa Arab. Sumber data terdiri dari sumber primer yang berupa buku‑buku yang ada sangkut pautnya dengan analisis abstraksi (Aristoteles) dan tiga masalah utama dalam filsafat dan bahasa Arab. Sumber sekunder adalah buku‑buku yang kaitannya dengan filsafat dan bahasa Arab yang lain. Adapun hasil penelitiannya adalah bahwa bahasa arab itu merupakan cabang dari ilmu pengetahuan yang mengadung aspek yang luas, dalam arti bukan sekedar mengadung aspek linguistik semata tetapi juga aspek filosofis sehingga benar bila ada keterkaitan erat antara filsafat dan bahasa arab baik dari aspek ontologis, epistemologis maupun aksiologis
{"title":"Hubungan Filsafat Dan Bahasa Arab (Studi Tentang Keterkaitan Filsafat Dan Bahasa Arab)","authors":"sholihudin al-ayyubi","doi":"10.37812/fikroh.v12i1.40","DOIUrl":"https://doi.org/10.37812/fikroh.v12i1.40","url":null,"abstract":"Filsafat merupakan \"induk\" atau \"ibu\" ilmu pengetahuan atau \"Master Scientiarum\" (Kaelan, 1996:1). Oleh karena itu, perkembangan kebudayaan dan peradaban manusia terutama pada abad pertengahan munculnya ilmu pengetahuan‑ilmu pengetahuan khusus, seperti ilmu‑ilmu alam, fisika, kimia, kedokteran, biologi, pertanian, antropologi, ekonomi, sosiologi, psikologi, dan ilmu‑ilmu pengetahuan lainnya tidak dapat dipisahkan dengan ilmu filsafat, termasuk diantaranya adalah bahasa arab. Jadi, dengan demikian, ada pemahaman yang salah dari sebagian besar pembelajar Bahasa Arab yang menganggap bahwa mempelajari bahasa arab itu rumit dan sulit karena melulu mempelajari materi tentang nahwu, sharaf, balaghah tanpa mengaitkan dengan kajian filsafat. Dari sini, perlu diteliti lebih jauh mengenai hubungan keterkaitan Filsafat dengan Bahasa Arab dengan tujuan agar mendapatkan informasi ilmiah yang konprehensif dan utuh terkait hubungan keduanya. Jenis data penelitian ini adalah library research, yang digali mengikuti pemikiran‑pemikiran dari buku‑buku filsafat dan bahasa, khususnya bahasa Arab. Sumber data terdiri dari sumber primer yang berupa buku‑buku yang ada sangkut pautnya dengan analisis abstraksi (Aristoteles) dan tiga masalah utama dalam filsafat dan bahasa Arab. Sumber sekunder adalah buku‑buku yang kaitannya dengan filsafat dan bahasa Arab yang lain. Adapun hasil penelitiannya adalah bahwa bahasa arab itu merupakan cabang dari ilmu pengetahuan yang mengadung aspek yang luas, dalam arti bukan sekedar mengadung aspek linguistik semata tetapi juga aspek filosofis sehingga benar bila ada keterkaitan erat antara filsafat dan bahasa arab baik dari aspek ontologis, epistemologis maupun aksiologis","PeriodicalId":219039,"journal":{"name":"Fikroh: Jurnal Pemikiran dan Pendidikan Islam","volume":"102 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-11-03","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"134530826","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2019-11-02DOI: 10.37812/fikroh.v11i1.34
Sholihudin Al-Ayyubi
Dalam kehidupan sehari-hari kata “benar” dan “kebenaran” berulang kali kita gunakan. Dalam bahasa pemberitaan, kata ini sangat populer untuk melawan kata “Bohong” atau “kebohongan” (Hoax). Dalam sejarah pemikiran Islam pun, kebenaran pernah menjadi bahan renungan (berpikir) serius oleh seorang ulama besar yaitu imam al-Ghazali, sebagai titik awal menemukan pengetahuan akan hakekat segala sesuatu. Dengan demikian dapat dikatakan disini bahwa kebenaran itu sesuatu term penting bagi kehidupan manusia. Dalam epistemologi kebenaran, selain bersumber dari kekuatan akal, kebenaran juga dapat didapatkan melalui wahyu yang berasal dari Tuhan Yang Maha Benar. Namun kebenaran wahyu ini pun tidak mudah diambil kesimpulan, karena kebenaran wahyu itu sering dianggap merupakan kebenaran muthlak dari Tuhan, tentunya untuk memahaminya masih membutuhkan penjelasan lebih mendalam. Untuk itu, Penulis tertarik untuk mengkaji “Konsepsi Kebenaran dalam prespektif Al-Qur'an, yang diungkapkan melalui ayat-ayat al-Qur'an yang mempunyai kata al-Haq dengan mengunakan metode analisis-kualitatif. Dari ayat-ayat itulah kemudian dicari apa yang dimaksud dengan sesungguhnya dengan kata al-Haq tersebut. Hasil penelitianya dapat dikemukakan disini adalah lafadz Al Haq yang mengandung beberapa makna, antara lain: kebenaran menurut al-Qur'an, memiliki arti atau makna sesuatu yang wajib dinyatakan dan wajib ditetapkan, dan akal tidak akan bisa mengingkari eksistensinya, artinya pembenaran terhadap realitas.
{"title":"Konsep Kebenaran Dalam Perspektif Al-Qur'an","authors":"Sholihudin Al-Ayyubi","doi":"10.37812/fikroh.v11i1.34","DOIUrl":"https://doi.org/10.37812/fikroh.v11i1.34","url":null,"abstract":"Dalam kehidupan sehari-hari kata “benar” dan “kebenaran” berulang kali kita gunakan. Dalam bahasa pemberitaan, kata ini sangat populer untuk melawan kata “Bohong” atau “kebohongan” (Hoax). Dalam sejarah pemikiran Islam pun, kebenaran pernah menjadi bahan renungan (berpikir) serius oleh seorang ulama besar yaitu imam al-Ghazali, sebagai titik awal menemukan pengetahuan akan hakekat segala sesuatu. Dengan demikian dapat dikatakan disini bahwa kebenaran itu sesuatu term penting bagi kehidupan manusia. Dalam epistemologi kebenaran, selain bersumber dari kekuatan akal, kebenaran juga dapat didapatkan melalui wahyu yang berasal dari Tuhan Yang Maha Benar. Namun kebenaran wahyu ini pun tidak mudah diambil kesimpulan, karena kebenaran wahyu itu sering dianggap merupakan kebenaran muthlak dari Tuhan, tentunya untuk memahaminya masih membutuhkan penjelasan lebih mendalam. Untuk itu, Penulis tertarik untuk mengkaji “Konsepsi Kebenaran dalam prespektif Al-Qur'an, yang diungkapkan melalui ayat-ayat al-Qur'an yang mempunyai kata al-Haq dengan mengunakan metode analisis-kualitatif. Dari ayat-ayat itulah kemudian dicari apa yang dimaksud dengan sesungguhnya dengan kata al-Haq tersebut. Hasil penelitianya dapat dikemukakan disini adalah lafadz Al Haq yang mengandung beberapa makna, antara lain: kebenaran menurut al-Qur'an, memiliki arti atau makna sesuatu yang wajib dinyatakan dan wajib ditetapkan, dan akal tidak akan bisa mengingkari eksistensinya, artinya pembenaran terhadap realitas.","PeriodicalId":219039,"journal":{"name":"Fikroh: Jurnal Pemikiran dan Pendidikan Islam","volume":"190 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-11-02","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"116517585","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2019-11-02DOI: 10.37812/fikroh.v11i1.35
Suparno Suparno
Penelitian ini bertujuan menganalisis masalah yang dihadapi oleh pondok-pondok pesantren yang ada di Gresik dan peran aktif mereka berpartisipasi dalam pelaksanaan tujuan pendidikan nasional Indonesia. Penelitian ini menggunakan studi kasus dengan pendekatan kualitatif. Jumlah partisipan dalam penelitian ini meliputi Pengasuh /pimpinan pondok pesantren, guru/ustadz Pengajar, dan pengelola yang bekerja di basis pendidikan islam tersebut. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik observasi, wawancara, dan teknik diskusi kelompok. Hasil observasi disajikan secara deskriptif. Analisis data hasil wawancara dimulai dengan mentranskrip hasil, melakukan pengecekan ulang, menghilangkan bagian yang tidak diperlukan, dan mengodifikasi hasil untuk dijadikan tema-tema. Data hasil diskusi kelompok disajikan untuk memperkuat data hasil wawancara, dikodifikasi, dan dianalisis. Pemeriksaan keabsahan data menggunakan triangulasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat beberapa problematika yaitu kurangnya tenaga pengajar yang berkualitas, metode pengajaran yang masih bersifat tradisional dan belum banyak variasi, kebijakan kurikulum yang berubah- ubah, fasilitas pendidikan yang belum memadai, dan keuangan pesantren yang belum dapat mencukupi.
{"title":"Problematika Dan Tantangan Pendidikan Pondok Pesantren Di Era Informasi","authors":"Suparno Suparno","doi":"10.37812/fikroh.v11i1.35","DOIUrl":"https://doi.org/10.37812/fikroh.v11i1.35","url":null,"abstract":"Penelitian ini bertujuan menganalisis masalah yang dihadapi oleh pondok-pondok pesantren yang ada di Gresik dan peran aktif mereka berpartisipasi dalam pelaksanaan tujuan pendidikan nasional Indonesia. Penelitian ini menggunakan studi kasus dengan pendekatan kualitatif. Jumlah partisipan dalam penelitian ini meliputi Pengasuh /pimpinan pondok pesantren, guru/ustadz Pengajar, dan pengelola yang bekerja di basis pendidikan islam tersebut. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik observasi, wawancara, dan teknik diskusi kelompok. Hasil observasi disajikan secara deskriptif. Analisis data hasil wawancara dimulai dengan mentranskrip hasil, melakukan pengecekan ulang, menghilangkan bagian yang tidak diperlukan, dan mengodifikasi hasil untuk dijadikan tema-tema. Data hasil diskusi kelompok disajikan untuk memperkuat data hasil wawancara, dikodifikasi, dan dianalisis. Pemeriksaan keabsahan data menggunakan triangulasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat beberapa problematika yaitu kurangnya tenaga pengajar yang berkualitas, metode pengajaran yang masih bersifat tradisional dan belum banyak variasi, kebijakan kurikulum yang berubah- ubah, fasilitas pendidikan yang belum memadai, dan keuangan pesantren yang belum dapat mencukupi.","PeriodicalId":219039,"journal":{"name":"Fikroh: Jurnal Pemikiran dan Pendidikan Islam","volume":"105 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-11-02","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"122029423","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2019-11-02DOI: 10.37812/fikroh.v11i1.31
M. Mulyadi
Apapun profesi seseorang perlu adanya standar yang mengikat agar pelaksanaan profesi tersebut dapat berjalan dengan baik, begitu juga dengan profesi guru. Tulisan ini ingin menjawab kegundahan para praktisi pendidikan yang merasa masih banyak oknum yang berlaku dan bertindak tidak sesuai dengan aturan. Oleh karena itu pemahaman dan penegakan kode etik profesi khususnya profesi guru menjadi sangat penting, sebab dengan memahami dan menegakkan kode etik profesi yang telah ditetapkan maka melakukan pekerjaan dan pengabdian akan merasa sangat senang. Penegakan kode etik ini juga perlu dilandasi dengan asas-asas yang membangun antara lain: Asas Tut Wuri Handayani, asas keadilan, asas kekeluargaan, asas komunikasi, dan asas keguruan. Asas-asas tersebut sesuai dengan filsafat pendidikan yang telah digagas oleh para filosof pendidikan.
{"title":"Menegakkan Kode Etik Profesi Guru: Sebuah Pandangan Wawasan Filsafat Pendidikan","authors":"M. Mulyadi","doi":"10.37812/fikroh.v11i1.31","DOIUrl":"https://doi.org/10.37812/fikroh.v11i1.31","url":null,"abstract":"Apapun profesi seseorang perlu adanya standar yang mengikat agar pelaksanaan profesi tersebut dapat berjalan dengan baik, begitu juga dengan profesi guru. Tulisan ini ingin menjawab kegundahan para praktisi pendidikan yang merasa masih banyak oknum yang berlaku dan bertindak tidak sesuai dengan aturan. Oleh karena itu pemahaman dan penegakan kode etik profesi khususnya profesi guru menjadi sangat penting, sebab dengan memahami dan menegakkan kode etik profesi yang telah ditetapkan maka melakukan pekerjaan dan pengabdian akan merasa sangat senang. Penegakan kode etik ini juga perlu dilandasi dengan asas-asas yang membangun antara lain: Asas Tut Wuri Handayani, asas keadilan, asas kekeluargaan, asas komunikasi, dan asas keguruan. Asas-asas tersebut sesuai dengan filsafat pendidikan yang telah digagas oleh para filosof pendidikan.","PeriodicalId":219039,"journal":{"name":"Fikroh: Jurnal Pemikiran dan Pendidikan Islam","volume":"41 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-11-02","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"133515672","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2019-11-02DOI: 10.37812/fikroh.v11i1.32
Mahfud Muhammad
Tulisan ini ingin menjelaskan pandangan umum tentang living hadis. Hadis bagi umat Islam merupakan suatu yang penting karena di dalamnya terungkap berbagai tradisi yang berkembang masa Rasulullah saw. Dari hadis pula lahir tradisi-tradisi yang mengikat dan berkembang di masyarakat baik secara lokal maupun secara nasional. Tulisan ini ingin menunjukkan berbagai aras yang terdapat dalam living hadis. Aras living hadis dapat dilihat dalam tiga bentuk, yaitu tulis, lisan, dan praktik. Ketiga model dan bentuk living hadis tersebut satu dengan yang lainnya sangat berhubungan. Pada awalnya gagasan living hadis banyak pada tempat praktik. Hal ini dikarenakan prektek langsung masyarakat atas hadis masuk dalam wilayah ini dan dimensi fiqh yang lebih memasyarakat ketimbang dimensi lain dalam ajaran Islam. Sementara dua bentuk lainnya, lisan dan tulis saling melengkapi keberadaan dalam level praksis. Bentuk lisan adalah sebagaimana terpampang dalam fasilitas umum yang berfungsi sebagai jargon atau mtto hidup seseorang atau masyarakat. Sementara lisan adalah berbagai amalan yang diucapkan yang disandarkan dari hadis Nabi Muhammad saw. berupa zikir atau yang lainnya. Untuk membahas berbagai aras living hadis perlu pemahaman metodologi yang sesuai dengan obyek kajiannya, masyarakat. Dengan melibatkan ilmu-ilmu kemanusiaan seperti sosiologi, antropologi, dan sebagainya.
{"title":"Living Hadis: Sebuah Kajian Epistemologis","authors":"Mahfud Muhammad","doi":"10.37812/fikroh.v11i1.32","DOIUrl":"https://doi.org/10.37812/fikroh.v11i1.32","url":null,"abstract":"Tulisan ini ingin menjelaskan pandangan umum tentang living hadis. Hadis bagi umat Islam merupakan suatu yang penting karena di dalamnya terungkap berbagai tradisi yang berkembang masa Rasulullah saw. Dari hadis pula lahir tradisi-tradisi yang mengikat dan berkembang di masyarakat baik secara lokal maupun secara nasional. Tulisan ini ingin menunjukkan berbagai aras yang terdapat dalam living hadis. Aras living hadis dapat dilihat dalam tiga bentuk, yaitu tulis, lisan, dan praktik. Ketiga model dan bentuk living hadis tersebut satu dengan yang lainnya sangat berhubungan. Pada awalnya gagasan living hadis banyak pada tempat praktik. Hal ini dikarenakan prektek langsung masyarakat atas hadis masuk dalam wilayah ini dan dimensi fiqh yang lebih memasyarakat ketimbang dimensi lain dalam ajaran Islam. Sementara dua bentuk lainnya, lisan dan tulis saling melengkapi keberadaan dalam level praksis. Bentuk lisan adalah sebagaimana terpampang dalam fasilitas umum yang berfungsi sebagai jargon atau mtto hidup seseorang atau masyarakat. Sementara lisan adalah berbagai amalan yang diucapkan yang disandarkan dari hadis Nabi Muhammad saw. berupa zikir atau yang lainnya. Untuk membahas berbagai aras living hadis perlu pemahaman metodologi yang sesuai dengan obyek kajiannya, masyarakat. Dengan melibatkan ilmu-ilmu kemanusiaan seperti sosiologi, antropologi, dan sebagainya.","PeriodicalId":219039,"journal":{"name":"Fikroh: Jurnal Pemikiran dan Pendidikan Islam","volume":"376 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-11-02","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"116634957","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2019-11-02DOI: 10.37812/fikroh.v11i1.36
Anarisa Anarisa
Perkembangan dunia pendidikan memang akan dan selalu meningkat, peningkatan ini bukan hanya konten (isi) pembelajaran, media maupun metode tapi tuntuntan kualitas guru professional yang mempunyai kompetensi yang mumpuni. Kompetensi guru disini terdiri dari empat komponen yaitu pedagogik, professional, kepribadian dan sosial. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan analisis data menggunakan model regresi linear dummy dengan variabel independennya adalah kompetensi guru dan latar belakang pendidikan, sedangkan variabel dependennya adalah hasil belajar siswa. Dengan menggunakan teknik dokumentasi diketahui bahwa kompetensi guru di MI Bustanul Mutaalimin berada dalam kategori cukup. Sehingga diperoleh model regresi linear dummynya adalah . Dimana Y menyatakan hasil belajar siswa, X menyatakan kompetensi guru, D1 menyatakan S1 PGMI dan D3 menyatakan S1 PGSD. Selain itu diketahui juga nilai R-square sebesar 0.838 atau sebesar 83.8% yang artinya model tersebut 83.8% telah mewakili untuk variabel independen (kompetensi guru dan latar belakang pendidikan) terhadap variabel dependen (hasil belajar siswa).
{"title":"Pengaruh Kompetensi Guru Dan Latar Belakang Pendidikan Terhadap Hasil Belajar Siswa Di Mi Bustanul Muta’alimin Menganti Gresik","authors":"Anarisa Anarisa","doi":"10.37812/fikroh.v11i1.36","DOIUrl":"https://doi.org/10.37812/fikroh.v11i1.36","url":null,"abstract":"Perkembangan dunia pendidikan memang akan dan selalu meningkat, peningkatan ini bukan hanya konten (isi) pembelajaran, media maupun metode tapi tuntuntan kualitas guru professional yang mempunyai kompetensi yang mumpuni. Kompetensi guru disini terdiri dari empat komponen yaitu pedagogik, professional, kepribadian dan sosial. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan analisis data menggunakan model regresi linear dummy dengan variabel independennya adalah kompetensi guru dan latar belakang pendidikan, sedangkan variabel dependennya adalah hasil belajar siswa. Dengan menggunakan teknik dokumentasi diketahui bahwa kompetensi guru di MI Bustanul Mutaalimin berada dalam kategori cukup. Sehingga diperoleh model regresi linear dummynya adalah . Dimana Y menyatakan hasil belajar siswa, X menyatakan kompetensi guru, D1 menyatakan S1 PGMI dan D3 menyatakan S1 PGSD. Selain itu diketahui juga nilai R-square sebesar 0.838 atau sebesar 83.8% yang artinya model tersebut 83.8% telah mewakili untuk variabel independen (kompetensi guru dan latar belakang pendidikan) terhadap variabel dependen (hasil belajar siswa).","PeriodicalId":219039,"journal":{"name":"Fikroh: Jurnal Pemikiran dan Pendidikan Islam","volume":"25 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-11-02","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"125948798","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2019-11-02DOI: 10.37812/fikroh.v11i1.33
Pristiwiyanto Pristiwiyanto
Fenomena yang terjadi di masyarakat tidak jarang menimbulkan masalah yang butuh solusi atau penyelesaian yang terintegrasi dengan baik. Kasus yang diangkat dalam tulisan ini adalah fenomena perkawinan yang tidak dicatatkan atau tidak didaftarkan pada pegawai pencatat nikah dan implikasi hukumnya yang perlu dicarikan jalan keluarnya. Perkawinan yang tidak didaftarkan di dalam masyarakat masih sering kita jumpai, padahal perkawinan yang tidak didaftarkan implikasi hukumnya ada pihak-pihak yang dirugikan hak keperdataannya, meskipun dari aspek agama sah karena terpenuhinya syarat-syaratnya. Implikasi hukum yang muncul bisa berupa posisi hukum pihak perempuan yang lemah, status anak yang kelak akan dilahirkan, hak waris, harta waris dan lain-lain yang akan menjadi problem hukum bagi para pihak yang terkait. Perkawinan memang ada dua syarat yang harus dipenuhi supaya aman dan tidak ada pihak yang dirugikan. Kedua syarat itu ialah syarat materiil ,yaitu syarat yang telah ditentukan dalam agama terkait dengan perkawinan, sementara syarat yang kedua adalah syarat formil, yaitu bahwa perkawinan itu harus didaftarkan ke pegawai pencatat nikah sehingga posisi hukumnya kuat jika timbul persoalan hukum maka negara bisa memberi perlindungan dengan baik terhadap warganya karena status hukumnya jelas dan kuat disebabkan perkawinannya telah didaftarkan sehingga fungsi pencatatan nikah bisa memberi kepastian hukum dan para pihak posisi hukumnya tidak ada yang dirugikan.
{"title":"Fungsi Pencatatan Perkawinan Dan Implikasi Hukumnya","authors":"Pristiwiyanto Pristiwiyanto","doi":"10.37812/fikroh.v11i1.33","DOIUrl":"https://doi.org/10.37812/fikroh.v11i1.33","url":null,"abstract":"Fenomena yang terjadi di masyarakat tidak jarang menimbulkan masalah yang butuh solusi atau penyelesaian yang terintegrasi dengan baik. Kasus yang diangkat dalam tulisan ini adalah fenomena perkawinan yang tidak dicatatkan atau tidak didaftarkan pada pegawai pencatat nikah dan implikasi hukumnya yang perlu dicarikan jalan keluarnya. Perkawinan yang tidak didaftarkan di dalam masyarakat masih sering kita jumpai, padahal perkawinan yang tidak didaftarkan implikasi hukumnya ada pihak-pihak yang dirugikan hak keperdataannya, meskipun dari aspek agama sah karena terpenuhinya syarat-syaratnya. Implikasi hukum yang muncul bisa berupa posisi hukum pihak perempuan yang lemah, status anak yang kelak akan dilahirkan, hak waris, harta waris dan lain-lain yang akan menjadi problem hukum bagi para pihak yang terkait. Perkawinan memang ada dua syarat yang harus dipenuhi supaya aman dan tidak ada pihak yang dirugikan. Kedua syarat itu ialah syarat materiil ,yaitu syarat yang telah ditentukan dalam agama terkait dengan perkawinan, sementara syarat yang kedua adalah syarat formil, yaitu bahwa perkawinan itu harus didaftarkan ke pegawai pencatat nikah sehingga posisi hukumnya kuat jika timbul persoalan hukum maka negara bisa memberi perlindungan dengan baik terhadap warganya karena status hukumnya jelas dan kuat disebabkan perkawinannya telah didaftarkan sehingga fungsi pencatatan nikah bisa memberi kepastian hukum dan para pihak posisi hukumnya tidak ada yang dirugikan.","PeriodicalId":219039,"journal":{"name":"Fikroh: Jurnal Pemikiran dan Pendidikan Islam","volume":"6 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-11-02","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"127605174","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}