Pub Date : 2020-11-30DOI: 10.21776/ub.pengairan.2020.011.02.04
Ayu P Paramitha, Rosmiyati A. Bella, Dolly W. Karels, D. Krisnayanti
Kota Kupang dengan luas 180.27 km 2 , memiliki dua musim yaitu musim kemarau dan musim hujan. Kota Kupang memiliki 9 daerah irigasi yang terletak tersebar di Kota Kupang. Pada musim kemarau sering timbul kekeringan pada areal pertanian yang mengakibatkan gagal panen. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola tanam pada daerah irigasi di Kota Kupang yang optimal sesuai dengan keseimbangan air yang terjadi antara debit andalan dan kebutuhan air irigasi. Metode untuk menghitung evapotranspirasi digunakan metode Penman Modifikasi dan analisis debit andalan menggunakan metode F.J. Mock. Berdasarkan hasil penelitian, besar kebutuhan air irigasi yang terbesar adalah pada Daerah Irigasi Fatukoa untuk pola tanam padi-palawija-palawija sebesar 0.00-0.25 m 3 /dtk dan padi-padi-palawija sebesar 0.01-0.47 m 3 /dtk. Untuk neraca air Daerah Irigasi Fatukoa dengan pola tanam padi-palawija-palawija tahun normal (Q 50 ) sebesar -0.25-2.39 m 3 /dtk dan tahun kering (Q 80 ) sebesar -0.25-1.46 m 3 /dtk. Untuk 9 daerah irigasi di Kota Kupang, pola tanam yang sesuai untuk tahun normal (Q 50 ) adalah padi-palawija-palawija dan untuk tahun kering (Q 80 ) adalah padi-palawija-palawija.
{"title":"Simulasi Pola Tanam Pada Sembilan Daerah Irigasi Tersebar di Kota Kupang","authors":"Ayu P Paramitha, Rosmiyati A. Bella, Dolly W. Karels, D. Krisnayanti","doi":"10.21776/ub.pengairan.2020.011.02.04","DOIUrl":"https://doi.org/10.21776/ub.pengairan.2020.011.02.04","url":null,"abstract":"Kota Kupang dengan luas 180.27 km 2 , memiliki dua musim yaitu musim kemarau dan musim hujan. Kota Kupang memiliki 9 daerah irigasi yang terletak tersebar di Kota Kupang. Pada musim kemarau sering timbul kekeringan pada areal pertanian yang mengakibatkan gagal panen. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola tanam pada daerah irigasi di Kota Kupang yang optimal sesuai dengan keseimbangan air yang terjadi antara debit andalan dan kebutuhan air irigasi. Metode untuk menghitung evapotranspirasi digunakan metode Penman Modifikasi dan analisis debit andalan menggunakan metode F.J. Mock. Berdasarkan hasil penelitian, besar kebutuhan air irigasi yang terbesar adalah pada Daerah Irigasi Fatukoa untuk pola tanam padi-palawija-palawija sebesar 0.00-0.25 m 3 /dtk dan padi-padi-palawija sebesar 0.01-0.47 m 3 /dtk. Untuk neraca air Daerah Irigasi Fatukoa dengan pola tanam padi-palawija-palawija tahun normal (Q 50 ) sebesar -0.25-2.39 m 3 /dtk dan tahun kering (Q 80 ) sebesar -0.25-1.46 m 3 /dtk. Untuk 9 daerah irigasi di Kota Kupang, pola tanam yang sesuai untuk tahun normal (Q 50 ) adalah padi-palawija-palawija dan untuk tahun kering (Q 80 ) adalah padi-palawija-palawija.","PeriodicalId":236511,"journal":{"name":"Jurnal Teknik Pengairan","volume":"109 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-11-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"114324977","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2020-11-30DOI: 10.21776/ub.pengairan.2020.011.02.06
M. Budianto, Anid Supriadi, Syamsul Hidayat, Salehudin Salehudin
Kebutuhan air terbesar adalah sektor pertanian sekitar 80% dari total kebutuhan air. Sistem irigasi konvensional saat ini merupakan sistem yang boros air. Tujuan penelitian ini adalah membandingkan kebutuhan air dan hasil produksi sistem konvensional dengan sistem irigasi hemat air perpaduan System of Rice Intensification (SRI) dengan Alternate Wetting and Drying (AWD). Model yang digunakan berupa pot dengan pola penanaman mengikuti metode SRI sedangkan pengaturan pemberian airnya mengikuti sistem AWD. Terdapat enam variasi yang digunakan dalam model. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian air irigasi pada variasi 1 (kedalaman air -5 cm) dan variasi 2 (kedalaman air -10) dapat menghemat air 33.53% dan 19.55%, dengan produksi hasil tanaman meningkat 29.83% dan 21.39 % lebih besar dibanding variasi 6 (metode konvensional). Untuk variasi 3 (kedalaman -15 cm) dan 4 (kedalaman -17 cm) tidak disarankan untuk diaplikasikan karena walaupun ada penghematan air namun hasilnya lebih kecil dibanding variasi 6. Variasi 1 juga memiliki produktivitas air tertinggi yaitu 11.93 gr/lt, disusul variasi 2 sebesar 9.22 gr/lt, sedangkan untuk variasi 6 produktivitas airnya sebesar 6.11 gr/lt.
水资源的最大需求是农业部门,大约占总用水的80%。今天传统的灌溉系统是一个耗水的系统。这项研究的目的是比较系统的水需求和产量的灌溉系统节约用水系统的融合传统Rice Intensification (SRI)用的Wetting和干(AWD)。盆栽的种植模式的使用模型采用SRI礼物设置水则遵循AWD系统。模型中使用了六种变体。喂养的研究结果表明,灌溉用水的深度变化1(5厘米)和变体2(- 10)可以节约用水33。53%的深水和19 . 55%,农作物产量增加29。83%和21 . 39 %比6(传统的)方法变化更大。3种(深度-15厘米)和4种(深度-17厘米)的变化不建议应用,因为尽管水的节约比6种差。1的变化也有生产率最高的水即93 11 . gr - lt,其次是变体2万9 . gr - 22 lt,至于6大小的水生产力变化11 gr - lt。
{"title":"Model Irigasi Hemat Air Perpaduan System of Rice Intensification (SRI) dengan Alternate Wetting and Drying (AWD) pada Padi Sawah","authors":"M. Budianto, Anid Supriadi, Syamsul Hidayat, Salehudin Salehudin","doi":"10.21776/ub.pengairan.2020.011.02.06","DOIUrl":"https://doi.org/10.21776/ub.pengairan.2020.011.02.06","url":null,"abstract":"Kebutuhan air terbesar adalah sektor pertanian sekitar 80% dari total kebutuhan air. Sistem irigasi konvensional saat ini merupakan sistem yang boros air. Tujuan penelitian ini adalah membandingkan kebutuhan air dan hasil produksi sistem konvensional dengan sistem irigasi hemat air perpaduan System of Rice Intensification (SRI) dengan Alternate Wetting and Drying (AWD). Model yang digunakan berupa pot dengan pola penanaman mengikuti metode SRI sedangkan pengaturan pemberian airnya mengikuti sistem AWD. Terdapat enam variasi yang digunakan dalam model. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian air irigasi pada variasi 1 (kedalaman air -5 cm) dan variasi 2 (kedalaman air -10) dapat menghemat air 33.53% dan 19.55%, dengan produksi hasil tanaman meningkat 29.83% dan 21.39 % lebih besar dibanding variasi 6 (metode konvensional). Untuk variasi 3 (kedalaman -15 cm) dan 4 (kedalaman -17 cm) tidak disarankan untuk diaplikasikan karena walaupun ada penghematan air namun hasilnya lebih kecil dibanding variasi 6. Variasi 1 juga memiliki produktivitas air tertinggi yaitu 11.93 gr/lt, disusul variasi 2 sebesar 9.22 gr/lt, sedangkan untuk variasi 6 produktivitas airnya sebesar 6.11 gr/lt.","PeriodicalId":236511,"journal":{"name":"Jurnal Teknik Pengairan","volume":"50 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-11-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"115722487","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2020-11-30DOI: 10.21776/ub.pengairan.2020.011.02.03
Yulia Indriani, L. M. Limantara, Widandi Soetopo
Kecamatan Kedungadem berada di Kabupaten Bojonegoro yang pada setiap tahunnya mengalami kekeringan. Diperlukan program peningkatan kapasitas embung secara bertahap. Untuk menentukan alokasi anggaran dana, dilakukan pemilihan 3 embung prioritas. Tujuan penelitian untuk Mengerti dasar pemilihan lokasi embung, Mengerti pengaruh dinamik stokastik terhadap distribusi anggaran dana, serta Mengerti alokasi biaya untuk memperoleh keuntungan optimal. Pemilihan embung prioritas menggunakan analisa manfaat keuntungan terbesar 1, 2 dan 3 dengan berbasis ketersediaan air, berdasarkan analisa manfaat keuntungan diperoleh prioritas pembangunan embung meliputi embung Panjang 1, embung Kepohkidul Dusun Pedang dan Embung Sidomulyo 3. Optimasi dilakukan dengan alokasi anggaran dana ke 3 embung prioritas, agar menghasilkan keuntungan untuk irigasi. Dengan menggunakan metode dinamik stokastik, alokasi dana tersedia Rp. 840.000.000,00 didistribusikan untuk peningkatan kapasitas embung panjang 1 sebesar Rp. 440.000.000,00 dan menghasilkan keuntungan Rp. 114.212.570,00. Sisa dana Rp. 400.000.000,00 dialokasikan untuk peningkatan kapasitas embung Kepohkidul Dusun Pedang dan menghasilkan keuntungan Rp. 106.995.872,00. Sehingga embung Sidomulyo 3 tidak memperoleh penjatahan dana dan keuntungan yang dihasilkan Rp. 8.451.961,00. Dengan menerapkan kebijakan tersebut keuntungan yang akan diperoleh sebesar Rp. 229.660.404,00. Guna memperoleh keuntungan maksimum, selain memperhatikan kebutuhan, diprioritaskan daerah dengan intensitas curah hujan yang tinggi. Berdasarkan keuntungan yang diperoleh dengan peningkatan embung, perlu dikaji optimasi untuk alternatif bangunan lain.
{"title":"Analisis Optimasi Untuk Prioritas Pembangunan Embung Berbasis Ketersediaan Air Di Kecamatan Kedungadem Kabupaten Bojonegoro","authors":"Yulia Indriani, L. M. Limantara, Widandi Soetopo","doi":"10.21776/ub.pengairan.2020.011.02.03","DOIUrl":"https://doi.org/10.21776/ub.pengairan.2020.011.02.03","url":null,"abstract":"Kecamatan Kedungadem berada di Kabupaten Bojonegoro yang pada setiap tahunnya mengalami kekeringan. Diperlukan program peningkatan kapasitas embung secara bertahap. Untuk menentukan alokasi anggaran dana, dilakukan pemilihan 3 embung prioritas. Tujuan penelitian untuk Mengerti dasar pemilihan lokasi embung, Mengerti pengaruh dinamik stokastik terhadap distribusi anggaran dana, serta Mengerti alokasi biaya untuk memperoleh keuntungan optimal. Pemilihan embung prioritas menggunakan analisa manfaat keuntungan terbesar 1, 2 dan 3 dengan berbasis ketersediaan air, berdasarkan analisa manfaat keuntungan diperoleh prioritas pembangunan embung meliputi embung Panjang 1, embung Kepohkidul Dusun Pedang dan Embung Sidomulyo 3. Optimasi dilakukan dengan alokasi anggaran dana ke 3 embung prioritas, agar menghasilkan keuntungan untuk irigasi. Dengan menggunakan metode dinamik stokastik, alokasi dana tersedia Rp. 840.000.000,00 didistribusikan untuk peningkatan kapasitas embung panjang 1 sebesar Rp. 440.000.000,00 dan menghasilkan keuntungan Rp. 114.212.570,00. Sisa dana Rp. 400.000.000,00 dialokasikan untuk peningkatan kapasitas embung Kepohkidul Dusun Pedang dan menghasilkan keuntungan Rp. 106.995.872,00. Sehingga embung Sidomulyo 3 tidak memperoleh penjatahan dana dan keuntungan yang dihasilkan Rp. 8.451.961,00. Dengan menerapkan kebijakan tersebut keuntungan yang akan diperoleh sebesar Rp. 229.660.404,00. Guna memperoleh keuntungan maksimum, selain memperhatikan kebutuhan, diprioritaskan daerah dengan intensitas curah hujan yang tinggi. Berdasarkan keuntungan yang diperoleh dengan peningkatan embung, perlu dikaji optimasi untuk alternatif bangunan lain.","PeriodicalId":236511,"journal":{"name":"Jurnal Teknik Pengairan","volume":"19 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-11-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"134313892","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2020-11-30DOI: 10.21776/ub.pengairan.2020.011.02.07
Oksa Ega Hermawan, L. M. Limantara, Ery Suhartanto
DAS Serang merupakan salah satu Daerah Aliran Sungai yang berada di Jawa Tengah dan memiliki luas sekitar 3648 km 2 . Hasil Analisis sebaran pos hujan pada DAS Serang menggunakan metode Stepwise dan Kriging menunjukkan sebaran sudah bagus, hal ini di tunjukkan pada metode Stepwise dengan nilai r (koefisien antar antar variable) mendekati angka 1 yang berarti hubungan antar stasiun kuat dan hasil RMSE pada Analisis Krigging yang kecil. Namun jita ditinjau dari standar WMO ( World Meteorological Oganization ) luas daerah pengaruh pada tiap-tiap stasiun tidak memenuhi standar. Akhirnya di buatlah Analisis Rekomendasi I (7 stasiun) dan Rekomendasi II (6 stasiun) dengan upaya menghilangkan stasiun-stasiun dengan luas daerah pengaruh terkecil agar memenuhi standar WMO, namun penghilangan stasiun tidak dianjurkan dikarenakan stasiun hujan merupakan asset negara yang berharga, maka dilakukan upaya Rekomendasi III (9 stasiun) dengan menggeser stasiun-stasiun yang sudah ada tanpa ada penghilangan stasiun sehingga luas daerah pengaruh antar stasiun eksisting memenuhi standar WMO.
DAS snag是爪哇岛中部的一条小溪,面积约为242英里(3648公里)。使用Stepwise和Kriging方法对DAS的雨水分散性分析表明,分散性已经很好了,而Stepwise方法的得分为r(可变系数)接近1,这意味着在微kri跟踪中建立牢固的站关系和RMSE分析。然而,从WMO标准来看,日本相田对每个车站的影响面积远远达不到标准。最后,对I建议(7个站)和II建议(6个站)进行分析,试图消除对WMO标准影响最小的站,但由于雨站是一个有价值的国家资产,因此不鼓励关闭该站。因此,第三项建议(9个站点)的努力是通过改变现有的站点而不失去站点,使现有站点之间的影响面积符合WMO标准。
{"title":"Analisis Sebaran Jaringan Penakar Hujan Dengan Metode Stepwise, Kriging & WMO Di DAS Serang Jawa Tengah","authors":"Oksa Ega Hermawan, L. M. Limantara, Ery Suhartanto","doi":"10.21776/ub.pengairan.2020.011.02.07","DOIUrl":"https://doi.org/10.21776/ub.pengairan.2020.011.02.07","url":null,"abstract":"DAS Serang merupakan salah satu Daerah Aliran Sungai yang berada di Jawa Tengah dan memiliki luas sekitar 3648 km 2 . Hasil Analisis sebaran pos hujan pada DAS Serang menggunakan metode Stepwise dan Kriging menunjukkan sebaran sudah bagus, hal ini di tunjukkan pada metode Stepwise dengan nilai r (koefisien antar antar variable) mendekati angka 1 yang berarti hubungan antar stasiun kuat dan hasil RMSE pada Analisis Krigging yang kecil. Namun jita ditinjau dari standar WMO ( World Meteorological Oganization ) luas daerah pengaruh pada tiap-tiap stasiun tidak memenuhi standar. Akhirnya di buatlah Analisis Rekomendasi I (7 stasiun) dan Rekomendasi II (6 stasiun) dengan upaya menghilangkan stasiun-stasiun dengan luas daerah pengaruh terkecil agar memenuhi standar WMO, namun penghilangan stasiun tidak dianjurkan dikarenakan stasiun hujan merupakan asset negara yang berharga, maka dilakukan upaya Rekomendasi III (9 stasiun) dengan menggeser stasiun-stasiun yang sudah ada tanpa ada penghilangan stasiun sehingga luas daerah pengaruh antar stasiun eksisting memenuhi standar WMO.","PeriodicalId":236511,"journal":{"name":"Jurnal Teknik Pengairan","volume":"1 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-11-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"129034864","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2020-05-31DOI: 10.21776/ub.pengairan.2020.011.01.05
Very Dermawan, Widandi Soetopo, Jano Alpikarigo
Debit merupakan suatu dasar dalam perencanaan pada sebuah kegiatan pengelolaan sumber daya air. Penentuan nilai debit dapat dilakukan melalui pengukuran secara langsung di lapangan ataupun melalui analisa. Dengan adanya analisa curah hujan terhadap debit sungai dapat menjadi alternatif dalam perencanaan bangunan air, dengan penggunaan metode yang tepat hasil analisa debit akan mendekati nilai hidrologis. Dalam studi ini analisa yang dilakukan menggunakan metode Jaringan Syaraf Tiruan untuk mengetahui hasil pemodelan debit sungai berdasarkan data hujan dan evapotranspirasi dan mengetahui perbandingan debit model dengan debit lapangan. Untuk mengetahui kesesuaian antara debit pemodelan terhadap debit lapangan, maka dilakukan kalibrasi dan pelatihan Jaringan Arsitektur dengan data latih 6 sampai 9 tahun serta verifikasi debit model dengan pembagian data 4 sampai 1 tahun dari data sisa kalibrasi. Pelatihan jaringan arsitektur digunakan epoch 500 sampai 2000. Uji yang digunakan yaitu Mean Square Error (MSE), Mean Absolute Error (MAE), Kesalahan Relatif (Kr), Koefisien Korelasi (R), Nash-Sutcliffe Efisiensi (NSE). Hasil pengujian debit model menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan terhadap debit lapangan berdasarkan hasil pengujian didapatkan bahwa di pembagian data latih 7 tahun dan data uji 3 tahun dengan epoch 1000 yang memenuhi kriteria dan memiliki nilai paling baik, berdasarkan nilai Nash-Sutcliffe Efisiensi (NSE), dan Koefisien Korelasi ( R ).
{"title":"Pemodelan Debit Sungai Kahayan Menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan Berdasarkan Data Hujan dan Evapotranspirasi","authors":"Very Dermawan, Widandi Soetopo, Jano Alpikarigo","doi":"10.21776/ub.pengairan.2020.011.01.05","DOIUrl":"https://doi.org/10.21776/ub.pengairan.2020.011.01.05","url":null,"abstract":"Debit merupakan suatu dasar dalam perencanaan pada sebuah kegiatan pengelolaan sumber daya air. Penentuan nilai debit dapat dilakukan melalui pengukuran secara langsung di lapangan ataupun melalui analisa. Dengan adanya analisa curah hujan terhadap debit sungai dapat menjadi alternatif dalam perencanaan bangunan air, dengan penggunaan metode yang tepat hasil analisa debit akan mendekati nilai hidrologis. Dalam studi ini analisa yang dilakukan menggunakan metode Jaringan Syaraf Tiruan untuk mengetahui hasil pemodelan debit sungai berdasarkan data hujan dan evapotranspirasi dan mengetahui perbandingan debit model dengan debit lapangan. Untuk mengetahui kesesuaian antara debit pemodelan terhadap debit lapangan, maka dilakukan kalibrasi dan pelatihan Jaringan Arsitektur dengan data latih 6 sampai 9 tahun serta verifikasi debit model dengan pembagian data 4 sampai 1 tahun dari data sisa kalibrasi. Pelatihan jaringan arsitektur digunakan epoch 500 sampai 2000. Uji yang digunakan yaitu Mean Square Error (MSE), Mean Absolute Error (MAE), Kesalahan Relatif (Kr), Koefisien Korelasi (R), Nash-Sutcliffe Efisiensi (NSE). Hasil pengujian debit model menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan terhadap debit lapangan berdasarkan hasil pengujian didapatkan bahwa di pembagian data latih 7 tahun dan data uji 3 tahun dengan epoch 1000 yang memenuhi kriteria dan memiliki nilai paling baik, berdasarkan nilai Nash-Sutcliffe Efisiensi (NSE), dan Koefisien Korelasi ( R ).","PeriodicalId":236511,"journal":{"name":"Jurnal Teknik Pengairan","volume":"21 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-05-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"126061573","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Sluice Gates are the most important and often studied in hydraulic structures that are widely used and found, located in nature or artificial open channels. Sluice gates can be opened and closed at the bottom vertically. The sluice gate functions as a regulator of water flow which functions to control the discharge, control the water level and for monitoring the discharge. Water flowing through the sluice gate can be in a free flow condition or in a submerged flow condition that depends on depth of tailwater. The characteristics of the flow that flows through the sluice are based on the equation of energy and momentum conservation law, which depends on the pressure, velocity and depth of water that is upstream or downstream of the sluice. Hydraulics of sluice especially in free-flow conditions is very dynamic, including the profile of water level, the force that occurs on the sluice gate, or the velocity distribution of the bottom sluice gate, which is largely ignored. There are several basic development formulas of flows through the floodgates, especially in the development of vena contracta. Vena contracta will produce the values of the coefficient of discharge (Cd) and the coefficient of contraction (Cc) obtained from the calculation ratio of existing methods. Calculation of events theoretically and through experiments in the laboratory. However, the equation of discharge through the sluice gate is not very effective when used in a large opening condition and in a fully submerged condition.
{"title":"Karakteristik Kecepatan Aliran Di Dekat Dasar Pintu Peluapan Bawah (Sluice Gate)","authors":"Agatha Padma Laksitaningtyas, Djoko Legono, Bambang Yulistiyanto","doi":"10.21776/ub.pengairan.2020.011.01.07","DOIUrl":"https://doi.org/10.21776/ub.pengairan.2020.011.01.07","url":null,"abstract":"Sluice Gates are the most important and often studied in hydraulic structures that are widely used and found, located in nature or artificial open channels. Sluice gates can be opened and closed at the bottom vertically. The sluice gate functions as a regulator of water flow which functions to control the discharge, control the water level and for monitoring the discharge. Water flowing through the sluice gate can be in a free flow condition or in a submerged flow condition that depends on depth of tailwater. The characteristics of the flow that flows through the sluice are based on the equation of energy and momentum conservation law, which depends on the pressure, velocity and depth of water that is upstream or downstream of the sluice. Hydraulics of sluice especially in free-flow conditions is very dynamic, including the profile of water level, the force that occurs on the sluice gate, or the velocity distribution of the bottom sluice gate, which is largely ignored. There are several basic development formulas of flows through the floodgates, especially in the development of vena contracta. Vena contracta will produce the values of the coefficient of discharge (Cd) and the coefficient of contraction (Cc) obtained from the calculation ratio of existing methods. Calculation of events theoretically and through experiments in the laboratory. However, the equation of discharge through the sluice gate is not very effective when used in a large opening condition and in a fully submerged condition.","PeriodicalId":236511,"journal":{"name":"Jurnal Teknik Pengairan","volume":"39 12","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-05-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"114021036","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2020-05-31DOI: 10.21776/ub.pengairan.2020.011.01.06
Donny Harisuseno, S. Wahyuni, Yosie Dwirani
Intensitas hujan yang tinggi akan menyebabkan limpasan permukaan yang besar dan dapat berdampak negatif. Kurva IDF mempermudah perhitungan debit banjir rencana. Tujuan penelitian ini adalah menentukan metode empiris intensitas hujan dan IDF yang cocok untuk lokasi penelitian. Metode yang digunakan adalah Talbot, Mononobe, Hasper Der Weduwen, dan Van Breen. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa Metode Talbot yang paling sesuai digunakan di lokasi penelitian. Metode Talbot memiliki nilai Deviasi Rata-rata 1.49; Kesalahan Relatif (Kr) rata-rata sebesar 8.64% dan Koefisien Nash Sutcliffe (ENS) rata-rata sebesar 0.98. Kemudian dilakukan validasi metode terpilih menggunakan kala ulang 2 tahun dan 5 tahun dengan membandingkan intensitas hujan metode empiris dan intensitas hujan pengamatan dengan hasil nilai Deviasi Rata-rata sebesar 2.22; nilai Kesalahan Relatif (Kr) rata-rata sebesar 15.11%, dan Koefisien Nash Sutcliffe (ENS) rata-rata sebesar 0.93.
{"title":"Penentuan Formulasi Empiris Yang Sesuai Untuk Mengestimasi Kurva Intensitas Durasi Frekuensi","authors":"Donny Harisuseno, S. Wahyuni, Yosie Dwirani","doi":"10.21776/ub.pengairan.2020.011.01.06","DOIUrl":"https://doi.org/10.21776/ub.pengairan.2020.011.01.06","url":null,"abstract":"Intensitas hujan yang tinggi akan menyebabkan limpasan permukaan yang besar dan dapat berdampak negatif. Kurva IDF mempermudah perhitungan debit banjir rencana. Tujuan penelitian ini adalah menentukan metode empiris intensitas hujan dan IDF yang cocok untuk lokasi penelitian. Metode yang digunakan adalah Talbot, Mononobe, Hasper Der Weduwen, dan Van Breen. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa Metode Talbot yang paling sesuai digunakan di lokasi penelitian. Metode Talbot memiliki nilai Deviasi Rata-rata 1.49; Kesalahan Relatif (Kr) rata-rata sebesar 8.64% dan Koefisien Nash Sutcliffe (ENS) rata-rata sebesar 0.98. Kemudian dilakukan validasi metode terpilih menggunakan kala ulang 2 tahun dan 5 tahun dengan membandingkan intensitas hujan metode empiris dan intensitas hujan pengamatan dengan hasil nilai Deviasi Rata-rata sebesar 2.22; nilai Kesalahan Relatif (Kr) rata-rata sebesar 15.11%, dan Koefisien Nash Sutcliffe (ENS) rata-rata sebesar 0.93.","PeriodicalId":236511,"journal":{"name":"Jurnal Teknik Pengairan","volume":"16 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-05-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"132794326","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2020-05-31DOI: 10.21776/ub.pengairan.2020.011.01.01
Ery Suhartanto, L. M. Limantara, Hana Arum Rossy Tamaya
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan model empiris yang sesuai untuk estimasi evaporasi pada wilayah Nganjuk. Studi ini dilakukan di stasiun meteorologi Sawahan yang digunakan untuk menghitung evaporasi dengan menggunakan metode Blaney-Criddle , metode Penman , metode Radiasi, metode Turc , metode Hamon , metode Christiansen serta modifikasi menggunakan metode Regresi Linier Berganda. Hasil dari masing-masing metode dibandingkan dengan hasil yang lain dan dilakukan uji validasi menggunakan kesalahan relatif ( Kr ), uji Efisiensi Nash-Sutcliffe ( ENS ) dan Root Mean Square Error (RMSE) . Berdasarkan hasil yang diperhitungkan dapat disimpulkan bahwa metode yang sesuai adalah metode regresi linier berganda dengan hasil uji validasi yang meliputi nilai kesalahan relatif ( Kr ) adalah 1.15, nilai uji Efisiensi Nash Sutcliffe ( ENS ) adalah 0.70 dan nilai Root Mean Square Error (RMSE) adalah 0.18.
{"title":"Perbandingan Metode Evaporasi Potensial Di Badan Meteorologi Klimatologi Dan Geofisika Sawahan Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur","authors":"Ery Suhartanto, L. M. Limantara, Hana Arum Rossy Tamaya","doi":"10.21776/ub.pengairan.2020.011.01.01","DOIUrl":"https://doi.org/10.21776/ub.pengairan.2020.011.01.01","url":null,"abstract":"Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan model empiris yang sesuai untuk estimasi evaporasi pada wilayah Nganjuk. Studi ini dilakukan di stasiun meteorologi Sawahan yang digunakan untuk menghitung evaporasi dengan menggunakan metode Blaney-Criddle , metode Penman , metode Radiasi, metode Turc , metode Hamon , metode Christiansen serta modifikasi menggunakan metode Regresi Linier Berganda. Hasil dari masing-masing metode dibandingkan dengan hasil yang lain dan dilakukan uji validasi menggunakan kesalahan relatif ( Kr ), uji Efisiensi Nash-Sutcliffe ( ENS ) dan Root Mean Square Error (RMSE) . Berdasarkan hasil yang diperhitungkan dapat disimpulkan bahwa metode yang sesuai adalah metode regresi linier berganda dengan hasil uji validasi yang meliputi nilai kesalahan relatif ( Kr ) adalah 1.15, nilai uji Efisiensi Nash Sutcliffe ( ENS ) adalah 0.70 dan nilai Root Mean Square Error (RMSE) adalah 0.18.","PeriodicalId":236511,"journal":{"name":"Jurnal Teknik Pengairan","volume":"8 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-05-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"132574373","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2020-05-31DOI: 10.21776/ub.pengairan.2020.011.01.03
Runi Asmaranto, S. Sugiarto, Denny Widhiyanuriyawan, M. Purnomo
Tanah Merah merupakan dusun terpencil di Desa Batur yang belum terjangkau listrik PLN karena letak geografis berada di lereng G. Argopuro dan jauh dari pusat desa. Di Tanah merah telah dikembangkan PLTMH dari debit Sungai Kedung Sumur namun belum optimal. Pernah dilakukan kerjasama oleh BPPM FT UB dengan CSR PT PGN (Persero) tahun 2016, namun belum mampu menyelesaikan terbatasnya daya terbangkit untuk 500 KK. Potensi lain masyarakat adalah petani dan peternak. Aktifitas peternakan yang paling bayak dilakukan oleh masyarakat adalah ternak sapi potong sebanyak 267 KK yang rata-rata memiliki 2 ekor sapi. Dengan jumlah ternak sapi yang besar tersebut tentu juga dihasilkan limbah kotoran ternak yang besar juga. Berangkat dari permasalahan yang ada di Dusun Tanah Merah, tim Pengmas Universitas Brawijaya melalui Program Doktor Mengabdi ingin membantu masyarakat mitra menyelesaikan permasalahan yang ada dalam rangka meningkatkan kesejahteraannya. Upaya yang dilakukan adalah pemberdayaan kelompok masyarakat Pengelola PLTMH melalui pemanfaatan energi terbarukan yaitu peningkatan kapasitas listrik mikrohidro dan pemberdayaan ekonomi berbasis mikrohidro.
红土是巴图尔村的一个偏远村庄,由于PLN的地理位置位于阿格普罗山的斜坡上,远离村庄的中心。在红土中,PLTMH开发了分水车分水车,但还不是最佳的。BPPM FT UB曾于2016年与CSR PT PGN (Persero)合作,但尚未解决其在500公里外的电力过剩问题。农民和农民是社会的另一个潜力。社区做的最广泛的畜牧业活动是平均有2头牛的267牛的饲养场。大量的牛也会产生大量的牛粪。从红地村的问题开始,布拉维贾雅大学的校长们通过博士项目致力于帮助社区合作伙伴解决问题,以促进其福利。这是通过利用可再生能源的可再生能源,通过利用可再生能源的发电能力和以微水电为基础的经济赋权,来实现PLTMH社区组织的实现。
{"title":"Penguatan Wilayah Binaan Mandiri Energi Melalui Peningkatan Kapasitas Mikrohidro di Daerah Terpencil","authors":"Runi Asmaranto, S. Sugiarto, Denny Widhiyanuriyawan, M. Purnomo","doi":"10.21776/ub.pengairan.2020.011.01.03","DOIUrl":"https://doi.org/10.21776/ub.pengairan.2020.011.01.03","url":null,"abstract":"Tanah Merah merupakan dusun terpencil di Desa Batur yang belum terjangkau listrik PLN karena letak geografis berada di lereng G. Argopuro dan jauh dari pusat desa. Di Tanah merah telah dikembangkan PLTMH dari debit Sungai Kedung Sumur namun belum optimal. Pernah dilakukan kerjasama oleh BPPM FT UB dengan CSR PT PGN (Persero) tahun 2016, namun belum mampu menyelesaikan terbatasnya daya terbangkit untuk 500 KK. Potensi lain masyarakat adalah petani dan peternak. Aktifitas peternakan yang paling bayak dilakukan oleh masyarakat adalah ternak sapi potong sebanyak 267 KK yang rata-rata memiliki 2 ekor sapi. Dengan jumlah ternak sapi yang besar tersebut tentu juga dihasilkan limbah kotoran ternak yang besar juga. Berangkat dari permasalahan yang ada di Dusun Tanah Merah, tim Pengmas Universitas Brawijaya melalui Program Doktor Mengabdi ingin membantu masyarakat mitra menyelesaikan permasalahan yang ada dalam rangka meningkatkan kesejahteraannya. Upaya yang dilakukan adalah pemberdayaan kelompok masyarakat Pengelola PLTMH melalui pemanfaatan energi terbarukan yaitu peningkatan kapasitas listrik mikrohidro dan pemberdayaan ekonomi berbasis mikrohidro.","PeriodicalId":236511,"journal":{"name":"Jurnal Teknik Pengairan","volume":"44 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-05-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"127309407","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2019-11-29DOI: 10.21776/ub.pengairan.2019.010.02.09
R. Hambali, Djoko Legono, Rachmad Jayadi
The reliability test of automatic rain gauge data in the Mt. Merapi region is highly needed considering that the data is used as a reference to correct the X-band MP radar rainfall estimates error. Rain gauge stations containing unreliable data need to be eliminated so that radar rainfall estimates can be adjusted based on reliable data only. This paper discusses the technique of examining the reliability of rain gauge data using a two-way analysis of variance. The method used in variance analyzing is the Scheffe test, where the difference in the mean value of the two rain gauge stations is compared with the critical value of the Scheffe test. The criteria appointed to declare 'reliable' is if the number of stations that have a significant difference with the reviewed station is less than two. A total of 5939 10-minute rainfall intensity data from 21 rain gauge stations in the Mt. Merapi region were used in the analysis. The results show that six of the 21 rain gauge stations contain unreliable data to use as a reference for correcting radar rainfall estimates. The Scheffe test is considered excellent and straightforward to apply to find out the variance of mean values between rain gauge stations.
{"title":"ANALISIS KEANDALAN DATA PENAKAR HUJAN OTOMATIS SEBAGAI ACUAN KOREKSI PERKIRAAN HUJAN RADAR","authors":"R. Hambali, Djoko Legono, Rachmad Jayadi","doi":"10.21776/ub.pengairan.2019.010.02.09","DOIUrl":"https://doi.org/10.21776/ub.pengairan.2019.010.02.09","url":null,"abstract":"The reliability test of automatic rain gauge data in the Mt. Merapi region is highly needed considering that the data is used as a reference to correct the X-band MP radar rainfall estimates error. Rain gauge stations containing unreliable data need to be eliminated so that radar rainfall estimates can be adjusted based on reliable data only. This paper discusses the technique of examining the reliability of rain gauge data using a two-way analysis of variance. The method used in variance analyzing is the Scheffe test, where the difference in the mean value of the two rain gauge stations is compared with the critical value of the Scheffe test. The criteria appointed to declare 'reliable' is if the number of stations that have a significant difference with the reviewed station is less than two. A total of 5939 10-minute rainfall intensity data from 21 rain gauge stations in the Mt. Merapi region were used in the analysis. The results show that six of the 21 rain gauge stations contain unreliable data to use as a reference for correcting radar rainfall estimates. The Scheffe test is considered excellent and straightforward to apply to find out the variance of mean values between rain gauge stations.","PeriodicalId":236511,"journal":{"name":"Jurnal Teknik Pengairan","volume":"65 41 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-11-29","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"121805569","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}