Pneumonia adalah penyakit peradangan paru yang disebabkan oleh infeksi bakteri, virus, maupun jamur. Pneumonia merupakan penyakit infeksi menular yang menjadi penyebab utama kematian pada balita di dunia. Pengobatan pneumonia dengan terapi antibiotik yang tepat dan rasional akan menentukan keberhasilan pengobatan. Penelitian ini bertujuan menilai rasionalitas penggunaan antibiotika pada balita penderita pneumonia di Puskesmas Bogor Utara periode Januari-Desember tahun 2016 berdasarkan metode Gyssens dengan melihat ketepatan indikasi, ketepatan pemilihan obat, ketepatan lama penggunaan, dan ketepatan dosis antibiotika. Hasil penelitian dengan metode Gyssens pada kategori V (tidak rasional karena tidak ada indikasi penggunaan antibiotika) adalah 0%, kategori IVa (tidak rasional karena ada antibiotika lain yang lebih efektif) 0%, kategori IVd (tidak rasional karena ada antibiotika lain yang spektrumnya lebih sempit) 0%, kategori IIIa (tidak rasional karena pemberian antibiotika terlalu lama) 0%, kategori IIIb (tidak rasional karena pemberian antibiotika terlalu singkat) 9,6%, katogeri IIa (tidak rasional karena dosis tidak tepat) sebanyak 43,8%, serta kategori 0 (penggunaan antibiotika tepat/rasional) sebanyak 46,6%.Kata kunci: Pneumonia, balita, rasionalitas, antibiotika, metode Gyssens
{"title":"PENILAIAN RASIONALITAS PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA PADA BALITA PENDERITA PNEUMONIA TAHUN 2016 DI PUSKESMAS BOGOR UTARA","authors":"Lusi Indriani","doi":"10.33751/jf.v9i1.1434","DOIUrl":"https://doi.org/10.33751/jf.v9i1.1434","url":null,"abstract":"Pneumonia adalah penyakit peradangan paru yang disebabkan oleh infeksi bakteri, virus, maupun jamur. Pneumonia merupakan penyakit infeksi menular yang menjadi penyebab utama kematian pada balita di dunia. Pengobatan pneumonia dengan terapi antibiotik yang tepat dan rasional akan menentukan keberhasilan pengobatan. Penelitian ini bertujuan menilai rasionalitas penggunaan antibiotika pada balita penderita pneumonia di Puskesmas Bogor Utara periode Januari-Desember tahun 2016 berdasarkan metode Gyssens dengan melihat ketepatan indikasi, ketepatan pemilihan obat, ketepatan lama penggunaan, dan ketepatan dosis antibiotika. Hasil penelitian dengan metode Gyssens pada kategori V (tidak rasional karena tidak ada indikasi penggunaan antibiotika) adalah 0%, kategori IVa (tidak rasional karena ada antibiotika lain yang lebih efektif) 0%, kategori IVd (tidak rasional karena ada antibiotika lain yang spektrumnya lebih sempit) 0%, kategori IIIa (tidak rasional karena pemberian antibiotika terlalu lama) 0%, kategori IIIb (tidak rasional karena pemberian antibiotika terlalu singkat) 9,6%, katogeri IIa (tidak rasional karena dosis tidak tepat) sebanyak 43,8%, serta kategori 0 (penggunaan antibiotika tepat/rasional) sebanyak 46,6%.Kata kunci: Pneumonia, balita, rasionalitas, antibiotika, metode Gyssens","PeriodicalId":285665,"journal":{"name":"FITOFARMAKA: Jurnal Ilmiah Farmasi","volume":"285 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-06-24","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"133647409","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Desolvasi merupakan teknik pembuatan nanopartikel berdasarkan perbedaan kelarutan antara desolvating agent dengan pelarut air yang bercampur BSA. Tujuan dari penelitian ini adalah mengembangkan teknik desolvasi untuk pembuatan nanopartikel. berbahan Bovine Serum Albumen (BSA) dengan metode desolvasi. Parameter yang diuji adalah optimasi penggunaan beberapa macam bahan desolvating agent, jumlah BSA, jumlah desolvating agent, lama waktu pengadukan, dan pH dari pelarut. Nanopartikel BSA. Hasil yang didapat menunjukkan bahwa nanopartikel BSA terbaik adalah nanopartikel BSA yang menggunakan 4 mL aseton sebagai desolvating agent dan 30 mg BSA 30 mg dalam 2 mL pelarut air, dengan waktu pengadukan selama 3 jam dan pH 9.
{"title":"PEMBUATAN NANOPARTIKEL ALBUMIN MENGGUNAKAN METODE DESOLVASI SEBAGAI ALTERNATIF SISTEM PEMBAWA","authors":"Rini Ambarwati","doi":"10.33751/JF.V9I1.1258","DOIUrl":"https://doi.org/10.33751/JF.V9I1.1258","url":null,"abstract":"Desolvasi merupakan teknik pembuatan nanopartikel berdasarkan perbedaan kelarutan antara desolvating agent dengan pelarut air yang bercampur BSA. Tujuan dari penelitian ini adalah mengembangkan teknik desolvasi untuk pembuatan nanopartikel. berbahan Bovine Serum Albumen (BSA) dengan metode desolvasi. Parameter yang diuji adalah optimasi penggunaan beberapa macam bahan desolvating agent, jumlah BSA, jumlah desolvating agent, lama waktu pengadukan, dan pH dari pelarut. Nanopartikel BSA. Hasil yang didapat menunjukkan bahwa nanopartikel BSA terbaik adalah nanopartikel BSA yang menggunakan 4 mL aseton sebagai desolvating agent dan 30 mg BSA 30 mg dalam 2 mL pelarut air, dengan waktu pengadukan selama 3 jam dan pH 9. ","PeriodicalId":285665,"journal":{"name":"FITOFARMAKA: Jurnal Ilmiah Farmasi","volume":"55 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-06-24","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"129362039","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Ulkus diabetik yang mengalami infeksi memerlukan terapi antibiotik yang tepat. Pemberian terapi antibiotik sebaiknya berdasarkan hasil uji kultur bakteri dan sensitivitas antibiotik. Fakta-fakta di lapangan menunjukkan bahwa pola bakteri penyebab ulkus diabetik dan sensitivitas antibiotiknya berbeda-beda di setiap rumah sakit. Hal ini menjadi perhatian penting karena pemilihan antibiotik yang tidak tepat dapat menyebabkan outcome yang buruk pada pasien dan mempengaruhi resistensi antibiotik. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kesesuaian antibiotik definitif yang digunakan dalam pengobatan ulkus diabetik terhadap hasil uji kultur bakteri dan sensitivitas antibiotik serta mengetahui hubungan kesesuaian penggunaan antibiotik definitif dengan clinical outcome. Penelitian menggunakan rancangan observasional deskriptif-analitik dengan desain kohort retrospektif pada pasien ulkus diabetik di RSUD Kota Yogyakarta periode 1 Januari 2017 - 31 Desember 2017. Data diambil dari rekam medik pasien yang memenuhi kriteria inklusi. Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan menggunakan analisis bivariat dengan software SPSS. Hasil penelitian menunjukkan kesesuaian antibiotik definitif terhadap uji kultur bakteri dan sensitivitas antibiotik yaitu sebesar 61,54% (16 pasien) sesuai dan 38,46% (10 pasien) tidak sesuai. Berdasarkan analisis Chi-square hubungan antara kesesuaian antibiotik definitif dengan clinical outcome didapatkan nilai p= 0,014 dan nilai RR= 1,667. Penggunaan antibiotik definitif yang sesuai dengan hasil uji kultur bakteri dan sensitivitas antibiotik lebih besar dari pada yang tidak sesuai. Terdapat adanya hubungan yang bermakna antara kesesuaian antibiotik definitif dengan clinical outcome.
{"title":"HUBUNGAN KESESUAIAN ANTIBIOTIK DEFINITIF DENGAN CLINICAL OUTCOME PADA PASIEN ULKUS DIABETIK DI RSUD KOTA YOGYAKARTA","authors":"S. Sugiyono, Padmasari Padmasari","doi":"10.33751/JF.V9I1.1261","DOIUrl":"https://doi.org/10.33751/JF.V9I1.1261","url":null,"abstract":"Ulkus diabetik yang mengalami infeksi memerlukan terapi antibiotik yang tepat. Pemberian terapi antibiotik sebaiknya berdasarkan hasil uji kultur bakteri dan sensitivitas antibiotik. Fakta-fakta di lapangan menunjukkan bahwa pola bakteri penyebab ulkus diabetik dan sensitivitas antibiotiknya berbeda-beda di setiap rumah sakit. Hal ini menjadi perhatian penting karena pemilihan antibiotik yang tidak tepat dapat menyebabkan outcome yang buruk pada pasien dan mempengaruhi resistensi antibiotik. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kesesuaian antibiotik definitif yang digunakan dalam pengobatan ulkus diabetik terhadap hasil uji kultur bakteri dan sensitivitas antibiotik serta mengetahui hubungan kesesuaian penggunaan antibiotik definitif dengan clinical outcome. Penelitian menggunakan rancangan observasional deskriptif-analitik dengan desain kohort retrospektif pada pasien ulkus diabetik di RSUD Kota Yogyakarta periode 1 Januari 2017 - 31 Desember 2017. Data diambil dari rekam medik pasien yang memenuhi kriteria inklusi. Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan menggunakan analisis bivariat dengan software SPSS. Hasil penelitian menunjukkan kesesuaian antibiotik definitif terhadap uji kultur bakteri dan sensitivitas antibiotik yaitu sebesar 61,54% (16 pasien) sesuai dan 38,46% (10 pasien) tidak sesuai. Berdasarkan analisis Chi-square hubungan antara kesesuaian antibiotik definitif dengan clinical outcome didapatkan nilai p= 0,014 dan nilai RR= 1,667. Penggunaan antibiotik definitif yang sesuai dengan hasil uji kultur bakteri dan sensitivitas antibiotik lebih besar dari pada yang tidak sesuai. Terdapat adanya hubungan yang bermakna antara kesesuaian antibiotik definitif dengan clinical outcome.","PeriodicalId":285665,"journal":{"name":"FITOFARMAKA: Jurnal Ilmiah Farmasi","volume":"11 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-06-24","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"132308114","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
F. P. Luhurningtyas, Nova Hasani, Melati Aprilliana, Deny Saputra, Dewi Prayasanti
Penggunaan bahan herbal dalam bentuk jamu-jamuan pada pasien penyakit degeneratif adalah hal yang umum dijumpai. Daun ashitaba dan daun sukun digunakan secara tradisional untuk alternatif pada penderita diabetes dan kolesterol. Diperlukan penelitian secara ilmiah untuk membuktikan efektifitas daun ashitaba dan daun sukun tersebut. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui aktivitas penurunan kadar glukosa serta kolesterol dari kombinasi ekstrak daun ashitaba dan daun sukun dengan perbandingan massa tertentu in vitro. Metode yang digunakan untuk menguji kadar glukosa adalah metode Nelson-somogyi dan metode Liebermann-Burchard untuk menguji kadar kolesterol. Ekstraksi metabolit sekunder dilakukan menggunakan metode maserasi, dengan pelarut etanol 96%. Pengujian aktivitas dilakukan terhadap masing-masing ekstrak dan kombinasi kedua ekstrak. Hasil penelitian menunjukkan kombinasi ekstrak etanol daun ashitaba dan daun sukun perbandingan massa 2:1 memiliki aktivitas lebih tinggi untuk menurunkan kadar glukosa dan kolesterol dibandingkan dengan masing-masing ekstrak tunggal.
{"title":"PENGARUH KOMBINASI EKSTRAK DAUN ASHITABA (Angelica keiskei Ito.) DAN DAUN SUKUN (Artocarpus communis) TERHADAP KADAR GLUKOSA DAN KOLESTEROL SECARA IN VITRO MENGGUNAKAN METODE FOTOMETRI","authors":"F. P. Luhurningtyas, Nova Hasani, Melati Aprilliana, Deny Saputra, Dewi Prayasanti","doi":"10.33751/jf.v9i1.1260","DOIUrl":"https://doi.org/10.33751/jf.v9i1.1260","url":null,"abstract":"Penggunaan bahan herbal dalam bentuk jamu-jamuan pada pasien penyakit degeneratif adalah hal yang umum dijumpai. Daun ashitaba dan daun sukun digunakan secara tradisional untuk alternatif pada penderita diabetes dan kolesterol. Diperlukan penelitian secara ilmiah untuk membuktikan efektifitas daun ashitaba dan daun sukun tersebut. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui aktivitas penurunan kadar glukosa serta kolesterol dari kombinasi ekstrak daun ashitaba dan daun sukun dengan perbandingan massa tertentu in vitro. Metode yang digunakan untuk menguji kadar glukosa adalah metode Nelson-somogyi dan metode Liebermann-Burchard untuk menguji kadar kolesterol. Ekstraksi metabolit sekunder dilakukan menggunakan metode maserasi, dengan pelarut etanol 96%. Pengujian aktivitas dilakukan terhadap masing-masing ekstrak dan kombinasi kedua ekstrak. Hasil penelitian menunjukkan kombinasi ekstrak etanol daun ashitaba dan daun sukun perbandingan massa 2:1 memiliki aktivitas lebih tinggi untuk menurunkan kadar glukosa dan kolesterol dibandingkan dengan masing-masing ekstrak tunggal.","PeriodicalId":285665,"journal":{"name":"FITOFARMAKA: Jurnal Ilmiah Farmasi","volume":"172 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-06-24","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"127232268","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Karies gigi merupakan masalah utama yang paling banyak dijumpai di rongga mulut. Penyakit ini dapat menyerang seluruh lapisan masyarakat dari berbagai kelompok usia dan ekonomi. Salah satu sebab terjadinya karies gigi adanya interaksi dengan mikroorganisme Streptococcus mutans. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui aktivitas antibakteri senyawa kimia ekstrak bunga cengkeh (Syzygium aromaticum) terhadap bakteri S. mutans. Metode Penelitian yang digunakan adalah metode true experimental dengan posttest only with control group design. Sampel yang digunakan adalah bunga cengkeh. Ekstraksi dilakukan dengan metode maserasi menggunakan pelarut metanol dan selanjutnya dilakukan vacum evaporator diperoleh bobot ekstrak sebanyak 33,1%. Hasil identifikasi senyawa kimia secara kualitatif ekstrak bunga cengkeh mengandung senyawa alkaloid, flavonoid, terpenoid, dan fenolik. Aktivitas antibakteri dilakukan dengan metode difusi agar dengan mengukur zona bening yang terbentuk. Hasil uji konsentrasi hambat minimum (KHM) diperoleh konsentrasi 25% memiliki aktivitas antibakteri yang baik. Selanjutnya pengujian aktivitas antibakteri dengan melihat zona diameter hambat, diperoleh sebesar 37 mm, dan amfisilin sebesar 28 mm. Ekstrak bunga cengkeh memiliki aktivitas antibakteri yang lebih baik dibandingkan dengan ampisilin.
{"title":"AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK METANOL BUNGA CENGKEH (Syzygium aromaticum) TERHADAP BAKTERI Streptococcus mutans","authors":"Usep Suhendar, M. Fathurrahman","doi":"10.33751/JF.V9I1.1257","DOIUrl":"https://doi.org/10.33751/JF.V9I1.1257","url":null,"abstract":"Karies gigi merupakan masalah utama yang paling banyak dijumpai di rongga mulut. Penyakit ini dapat menyerang seluruh lapisan masyarakat dari berbagai kelompok usia dan ekonomi. Salah satu sebab terjadinya karies gigi adanya interaksi dengan mikroorganisme Streptococcus mutans. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui aktivitas antibakteri senyawa kimia ekstrak bunga cengkeh (Syzygium aromaticum) terhadap bakteri S. mutans. Metode Penelitian yang digunakan adalah metode true experimental dengan posttest only with control group design. Sampel yang digunakan adalah bunga cengkeh. Ekstraksi dilakukan dengan metode maserasi menggunakan pelarut metanol dan selanjutnya dilakukan vacum evaporator diperoleh bobot ekstrak sebanyak 33,1%. Hasil identifikasi senyawa kimia secara kualitatif ekstrak bunga cengkeh mengandung senyawa alkaloid, flavonoid, terpenoid, dan fenolik. Aktivitas antibakteri dilakukan dengan metode difusi agar dengan mengukur zona bening yang terbentuk. Hasil uji konsentrasi hambat minimum (KHM) diperoleh konsentrasi 25% memiliki aktivitas antibakteri yang baik. Selanjutnya pengujian aktivitas antibakteri dengan melihat zona diameter hambat, diperoleh sebesar 37 mm, dan amfisilin sebesar 28 mm. Ekstrak bunga cengkeh memiliki aktivitas antibakteri yang lebih baik dibandingkan dengan ampisilin.","PeriodicalId":285665,"journal":{"name":"FITOFARMAKA: Jurnal Ilmiah Farmasi","volume":"52 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-06-24","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"126254779","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
N. Utami, Sara Nurmala, C. Zaddana, Rizqi Aulia Rahmah
Jerawat adalah masalah yang umum terjadi pada usia remaja dan dewasa karena adanya peradangan dan peningkatan produksi sebum pada kulit, diperparah dengan infeksi bakteri diantaranya Staphylococcus aureus. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan formula terbaik sediaan face wash gel dari lendir bekicot dan kopi robusta berdasarkan uji hedonik dan menentukan aktivitas antibakteri sediaan face wash gel terhadap bakteri penyebab jerawat Staphylococcus aureus dengan kontrol positif sediaan facial wash komersial. Akivitas antibakteri ditentukan dengan menentukan Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) menggunakan metode dilusi padat dan mengukur Lebar Daya Hambat (LDH) menggunakan metode difusi cakram.Dari hasil penelitian diperoleh nilai KHM dari ekstrak kopi berada pada konsentrasi 15%. Konsentrasi tersebut digunakan sebagai acuan pada pembuatan formula sediaan face wash gel dengan tiga perbedaan konsentrasi kopi F1 (5% ), F2 (10%), F3 (15%) dan satu konsentrasi lendir bekicot (12,5%). Berdasarkan hasil uji hedonik, formula 3 merupakan formula yang paling disukai panelis. Pada pengujian terhadap bakteri Staphylococcus aureus formula 3 menunjukkan aktivitas antibakteri tertinggi dengan LDH sebesar 9,160 mm dan memberikan hasil yang tidak berbeda nyata dengan kontrol positif.
{"title":"UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI SEDIAAN FACE WASH GEL LENDIR BEKICOT (Achatina fulica) DAN KOPI ROBUSTA (Coffea canephora) TERHADAP BAKTERI Staphylococcus aureus","authors":"N. Utami, Sara Nurmala, C. Zaddana, Rizqi Aulia Rahmah","doi":"10.33751/JF.V9I1.1262","DOIUrl":"https://doi.org/10.33751/JF.V9I1.1262","url":null,"abstract":"Jerawat adalah masalah yang umum terjadi pada usia remaja dan dewasa karena adanya peradangan dan peningkatan produksi sebum pada kulit, diperparah dengan infeksi bakteri diantaranya Staphylococcus aureus. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan formula terbaik sediaan face wash gel dari lendir bekicot dan kopi robusta berdasarkan uji hedonik dan menentukan aktivitas antibakteri sediaan face wash gel terhadap bakteri penyebab jerawat Staphylococcus aureus dengan kontrol positif sediaan facial wash komersial. Akivitas antibakteri ditentukan dengan menentukan Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) menggunakan metode dilusi padat dan mengukur Lebar Daya Hambat (LDH) menggunakan metode difusi cakram.Dari hasil penelitian diperoleh nilai KHM dari ekstrak kopi berada pada konsentrasi 15%. Konsentrasi tersebut digunakan sebagai acuan pada pembuatan formula sediaan face wash gel dengan tiga perbedaan konsentrasi kopi F1 (5% ), F2 (10%), F3 (15%) dan satu konsentrasi lendir bekicot (12,5%). Berdasarkan hasil uji hedonik, formula 3 merupakan formula yang paling disukai panelis. Pada pengujian terhadap bakteri Staphylococcus aureus formula 3 menunjukkan aktivitas antibakteri tertinggi dengan LDH sebesar 9,160 mm dan memberikan hasil yang tidak berbeda nyata dengan kontrol positif. ","PeriodicalId":285665,"journal":{"name":"FITOFARMAKA: Jurnal Ilmiah Farmasi","volume":"44 3","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-06-24","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"120863996","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Evi Indah Wigati, Esti Pratiwi, Trisni Fatwatun Nissa, N. Utami
Kopi robusta mengandung senyawa alkaloid, flavonoid, saponin, tanin, kafein dan fenol. Senyawa fenol pada kopi memiliki aktivitas sebagai antioksidan. Biji kopi robusta yang ditanam di daerah Bandung, Bogor dan Garut, Jawa Barat dikenal memiliki ciri dan citarasa berbeda yang khas dan unik. Perbedaan jumlah kandungan senyawa kimia dari suatu tumbuhan disebabkan oleh perbedaan agroekologi (iklim dan ketinggian tempat). Daerah Pangalengan (Bandung) memiliki ketinggian 817 mdpl, Cariu (Bogor) memiliki ketinggian 680 mdpl dan Cikeris (Garut) memiliki ketinggian 900 mdpl. Tujuan dari penelitian ini untuk menentukan karakteristik fitokimia dan aktivitas antioksidan pada biji kopi robusta roasting yang ditanam di ketiga daerah tersebut. Karakteristik fitokimia dilakukan secara kualitatif dan aktivitas antioksidan dilakukan dengan metode DPPH (2,2-difenil-1-pikrilhidrazil). Hasil uji karakteristik fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak biji kopi robusta Bandung, Bogor dan Garut mengandung senyawa alkaloid, flavanoid, saponin dan tanin. Ekstrak kopi robusta Bandung, Bogor dan Garut menunjukkan aktifitas antioksidan yang berbeda nyata berdasarkan hasil uji statistik analisis variansi dengan nilai IC50 masing-masing dicapai pada konsentrasi 55,13 ppm, 56,48 ppm, dan 54,14 ppm. Dapat disimpulkan bahwa ekstrak kopi robusta dari Garut memiliki kadar antioksidan paling tinggi dibandingkan dengan aktifitas antioksidan dari kopi robusta Bandung dan Bogor.
{"title":"UJI KARAKTERISTIK FITOKIMIA DAN AKTIVITAS ANTIOKSIDAN BIJI KOPI ROBUSTA (Coffea canephora Pierre) DARI BOGOR, BANDUNG DAN GARUT DENGAN METODE DPPH (1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl)","authors":"Evi Indah Wigati, Esti Pratiwi, Trisni Fatwatun Nissa, N. Utami","doi":"10.33751/JF.V8I1.1172","DOIUrl":"https://doi.org/10.33751/JF.V8I1.1172","url":null,"abstract":"Kopi robusta mengandung senyawa alkaloid, flavonoid, saponin, tanin, kafein dan fenol. Senyawa fenol pada kopi memiliki aktivitas sebagai antioksidan. Biji kopi robusta yang ditanam di daerah Bandung, Bogor dan Garut, Jawa Barat dikenal memiliki ciri dan citarasa berbeda yang khas dan unik. Perbedaan jumlah kandungan senyawa kimia dari suatu tumbuhan disebabkan oleh perbedaan agroekologi (iklim dan ketinggian tempat). Daerah Pangalengan (Bandung) memiliki ketinggian 817 mdpl, Cariu (Bogor) memiliki ketinggian 680 mdpl dan Cikeris (Garut) memiliki ketinggian 900 mdpl. Tujuan dari penelitian ini untuk menentukan karakteristik fitokimia dan aktivitas antioksidan pada biji kopi robusta roasting yang ditanam di ketiga daerah tersebut. Karakteristik fitokimia dilakukan secara kualitatif dan aktivitas antioksidan dilakukan dengan metode DPPH (2,2-difenil-1-pikrilhidrazil). Hasil uji karakteristik fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak biji kopi robusta Bandung, Bogor dan Garut mengandung senyawa alkaloid, flavanoid, saponin dan tanin. Ekstrak kopi robusta Bandung, Bogor dan Garut menunjukkan aktifitas antioksidan yang berbeda nyata berdasarkan hasil uji statistik analisis variansi dengan nilai IC50 masing-masing dicapai pada konsentrasi 55,13 ppm, 56,48 ppm, dan 54,14 ppm. Dapat disimpulkan bahwa ekstrak kopi robusta dari Garut memiliki kadar antioksidan paling tinggi dibandingkan dengan aktifitas antioksidan dari kopi robusta Bandung dan Bogor.","PeriodicalId":285665,"journal":{"name":"FITOFARMAKA: Jurnal Ilmiah Farmasi","volume":"19 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-05-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"121257858","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Rini Wijayantini, Ratna Cahyaningsih, Andinny Nur Permatasari
Luka bakar adalah kerusakan jaringan yang disebabkan kontak dengan sumber panas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh salep ekstrak etanol 70% daun pandan wangi terhadap penyembuhan luka bakar pada mencit putih jantan. Hewan coba yang digunakan adalah 28 ekor mencit putih jantan, berumur 2-3 bulan dengan bobot 25-40 g. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial dengan 7 kelompok perlakuan, masing-masing perlakuan terdiri dari 4 ekor mencit. Luka bakar derajat II dibuat pada punggung mencit dengan menempelkan logam berukuran 1 cm yang telah dipanaskan selama 5 menit pada suhu 980 C dan ditempelkan selama 10 detik. Perawatan dilakukan sehari sekali selama 16 hari terhadap kelompok P1 (Kelompok yang dilukai dan tanpa diberikan perlakuan apapun), P2 (hanya diberi basis salep), P3 (hanya diberi ekstrak 5% tanpa basis), P4 (diberi bioplacenton sebagai kontrol positif), P5 (diberi salep ekstrak 5%), P6 (salep ekstrak 7,5%) dan P7 (Salep Ekstrak 10%). Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan dengan salep ekstrak 5% (P5), 7,5% (P6) dan 10% (P7) memberikan pengaruh positif terhadap penyembuhan luka bakar pada mencit. Perlakuan salep ekstrak 10% (P7) paling optimal dalam mempercepat penyembuhan luka bakar dilihat dari jangka waktu penyembuhan pada hari ke 13 luka sudah sembuh dibandingkan perlakuan pada kelompok lainnya. Dapat disimpulkan bahwa salep ekstrak pandanwangi 10% memiliki potensi sebagai obat luka bakar.
{"title":"EFEKTIVITAS SALEP EKSTRAK ETANOL 70% DAUN PANDAN WANGI TERHADAP PENYEMBUHAN LUKA BAKAR PADA MENCIT PUTIH JANTAN","authors":"Rini Wijayantini, Ratna Cahyaningsih, Andinny Nur Permatasari","doi":"10.33751/JF.V8I1.1169","DOIUrl":"https://doi.org/10.33751/JF.V8I1.1169","url":null,"abstract":"Luka bakar adalah kerusakan jaringan yang disebabkan kontak dengan sumber panas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh salep ekstrak etanol 70% daun pandan wangi terhadap penyembuhan luka bakar pada mencit putih jantan. Hewan coba yang digunakan adalah 28 ekor mencit putih jantan, berumur 2-3 bulan dengan bobot 25-40 g. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial dengan 7 kelompok perlakuan, masing-masing perlakuan terdiri dari 4 ekor mencit. Luka bakar derajat II dibuat pada punggung mencit dengan menempelkan logam berukuran 1 cm yang telah dipanaskan selama 5 menit pada suhu 980 C dan ditempelkan selama 10 detik. Perawatan dilakukan sehari sekali selama 16 hari terhadap kelompok P1 (Kelompok yang dilukai dan tanpa diberikan perlakuan apapun), P2 (hanya diberi basis salep), P3 (hanya diberi ekstrak 5% tanpa basis), P4 (diberi bioplacenton sebagai kontrol positif), P5 (diberi salep ekstrak 5%), P6 (salep ekstrak 7,5%) dan P7 (Salep Ekstrak 10%). Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan dengan salep ekstrak 5% (P5), 7,5% (P6) dan 10% (P7) memberikan pengaruh positif terhadap penyembuhan luka bakar pada mencit. Perlakuan salep ekstrak 10% (P7) paling optimal dalam mempercepat penyembuhan luka bakar dilihat dari jangka waktu penyembuhan pada hari ke 13 luka sudah sembuh dibandingkan perlakuan pada kelompok lainnya. Dapat disimpulkan bahwa salep ekstrak pandanwangi 10% memiliki potensi sebagai obat luka bakar.","PeriodicalId":285665,"journal":{"name":"FITOFARMAKA: Jurnal Ilmiah Farmasi","volume":"1 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-05-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"114507432","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Many studies have shown the anti-cancer activities of the chemical compounds extracted from the leaves of Annona muricata or soursop plant. Cianjur and Sukabumi are quite large soursop producing area in Indonesia. This study was carried out to determine the difference of cytotoxic activity of soursop leaves ethanolic extract which were harvested from three different areas of Cianjur (I, II, III) and Sukabumi (I, II, III). The Soursop leaves were macerated with 70% ethanol using microwave assisted extraction (MAE) method. The extract was tested in vitro on breast cancer cell line MCF7 and its constituent was identified using GC-MS apparatus. The results showed that the highest cytotoxic activity with IC50 values of 9.12 µg ml-1 was determined on the extract of soursop leaves harvested from Cianjur III area. Qualitative identification of chemical constituent shows that the soursop leaves contain alkaloid, flavonoid, triterpenoid, tannin and saponin compounds. No steroid compound was detected in the extract. It can be concluded that the geographical regions affected the biochemical properties of soursop leaves.
许多研究表明,从番荔枝叶中提取的化合物具有抗癌活性。Cianjur和Sukabumi是印尼相当大的酸菜产区。采用微波辅助提取(MAE)的方法,对采自香居尔(I, II, III)和苏卡布米(I, II, III) 3个不同产地的刺蒺藜叶乙醇提取物的细胞毒活性进行了研究。对其体外作用于乳腺癌细胞株MCF7,并采用气相色谱-质谱仪对其成分进行鉴定。结果表明,钱汝尔三区番荔枝叶提取物的细胞毒活性最高,IC50值为9.12µg ml-1。化学成分定性鉴定表明,番荔枝叶中含有生物碱、类黄酮、三萜、单宁和皂苷类化合物。提取物中未检测到类固醇化合物。由此可见,地理区域对番荔枝叶片的生化特性有一定影响。
{"title":"GEOGRAPHYCAL EFFECT ON THE CYTOTOXIC ACTIVITY OF Annona muricata L. LEAVES ETHANOL EXTRACT AGAINST MCF-7 CANCER CELL","authors":"Usep Suhendar","doi":"10.33751/JF.V8I2.1065","DOIUrl":"https://doi.org/10.33751/JF.V8I2.1065","url":null,"abstract":"Many studies have shown the anti-cancer activities of the chemical compounds extracted from the leaves of Annona muricata or soursop plant. Cianjur and Sukabumi are quite large soursop producing area in Indonesia. This study was carried out to determine the difference of cytotoxic activity of soursop leaves ethanolic extract which were harvested from three different areas of Cianjur (I, II, III) and Sukabumi (I, II, III). The Soursop leaves were macerated with 70% ethanol using microwave assisted extraction (MAE) method. The extract was tested in vitro on breast cancer cell line MCF7 and its constituent was identified using GC-MS apparatus. The results showed that the highest cytotoxic activity with IC50 values of 9.12 µg ml-1 was determined on the extract of soursop leaves harvested from Cianjur III area. Qualitative identification of chemical constituent shows that the soursop leaves contain alkaloid, flavonoid, triterpenoid, tannin and saponin compounds. No steroid compound was detected in the extract. It can be concluded that the geographical regions affected the biochemical properties of soursop leaves.","PeriodicalId":285665,"journal":{"name":"FITOFARMAKA: Jurnal Ilmiah Farmasi","volume":"30 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-03-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"114819951","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Trirakhma Sofihidayati, Fitria Dewi Sulistiyono, Bina Lohita Sari
Bawang merah (Allium cepa L.) merupakan salah satu komoditas sayuran penting di Indonesia dan banyak digunakan sebagai bahan pengobatan tradisional. Kulit bawang dianggap sebagai limbah, tetapi ternyata pada kulit bawang merah terkandung berbagai bahan alami dengan nilai fungsional tinggi. Bawang merah dan kulitnya kaya akan senyawa seperti senyawa flavonoid dan organosulfur (allicin) yang bertindak sebagai antibakteri. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan kadar flavonoid ekstrak etanol 70% kulit bawang merah dari hasil ekstraksi metode Microwave Assisted Extraction (MAE) dan menentukan aktivitasnya terhadap bakteri Staphylococcus aureus. Uji aktivitas ditentukan pada konsentrasi ekstrak 20, 40, 60, 80 dan100 % dengan mengukur lebar daerah hambat (LDH) menggunakan metode difusi agar. Hasil penelitian ini menunjukkan ekstrak etanol kulit bawang merah mengandung flavonoid sebesar 14,57 % dan uji aktivitas antibakteri menghasilkan lebar daerah hambat berturut-turut sebesar 18,00; 19,50; 19,50; 22,00 dan 21,50 mm.
{"title":"PENETAPAN KADAR FLAVONOID DAN AKTIVITAS ANTIMIKROBA EKSTRAK ETANOL KULIT BAWANG MERAH (Allium cepa L.) TERHADAP Staphylococcus aureus","authors":"Trirakhma Sofihidayati, Fitria Dewi Sulistiyono, Bina Lohita Sari","doi":"10.33751/JF.V8I2.1069","DOIUrl":"https://doi.org/10.33751/JF.V8I2.1069","url":null,"abstract":"Bawang merah (Allium cepa L.) merupakan salah satu komoditas sayuran penting di Indonesia dan banyak digunakan sebagai bahan pengobatan tradisional. Kulit bawang dianggap sebagai limbah, tetapi ternyata pada kulit bawang merah terkandung berbagai bahan alami dengan nilai fungsional tinggi. Bawang merah dan kulitnya kaya akan senyawa seperti senyawa flavonoid dan organosulfur (allicin) yang bertindak sebagai antibakteri. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan kadar flavonoid ekstrak etanol 70% kulit bawang merah dari hasil ekstraksi metode Microwave Assisted Extraction (MAE) dan menentukan aktivitasnya terhadap bakteri Staphylococcus aureus. Uji aktivitas ditentukan pada konsentrasi ekstrak 20, 40, 60, 80 dan100 % dengan mengukur lebar daerah hambat (LDH) menggunakan metode difusi agar. Hasil penelitian ini menunjukkan ekstrak etanol kulit bawang merah mengandung flavonoid sebesar 14,57 % dan uji aktivitas antibakteri menghasilkan lebar daerah hambat berturut-turut sebesar 18,00; 19,50; 19,50; 22,00 dan 21,50 mm.","PeriodicalId":285665,"journal":{"name":"FITOFARMAKA: Jurnal Ilmiah Farmasi","volume":"1 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-12-15","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"129574076","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}