Latar belakang : Otitis media supuratif kronis (OMSK) adalah suatu radang kronis di mukosa telinga tengah dan cavum mastoid yang ditandai dengan perforasi membran timpani serta riwayat lebih dari dua bulan keluar cairan dari telinga (otore), OMSK dibagi menjadi 2 tipe, tipe aman dan bahaya, penanganan yang tidak adekuat serta adanya resistensi terhadap antibiotik membuat salah satu penanganan OMSK yang banyak dilakukan adalah operasi, agar terhindar dari komplikasi. Tujuan : Untuk mengetahui karakteristik penderita Otitis Media Supuratif Kronis yang menjalani operasi di RSUP Dr. M. Djamil Padang pada tahun 2021. Metode : Ruang lingkup penelitian ini adalah bidang ilmu kedokteran penyakit telinga hidung dan tenggorokan. Penelitian dilakukan pada November sampai dengan Desember tahun 2022. Jenis penelitian adalah deskriptif. Populasi terjangkau pada penelitian adalah pasien yang menjalani tindakan operasi yang di diagnosis otitis media supuratif kronik di RSUP Dr. M. Djamil Padang sebanyak 57 sampel dengan teknik total sampling. Analisa data univariat disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi dan pengolahan data menggunakan komputerisasi program SPSS versi IBM 25.0. Hasil : Distribusi karakteristik penderita OMSK yang menjalani operasi terbanyak adalah, usia remaja akhir 24 orang (42,1%), jenis kelamin laki-laki 32 orang (56,1%), tipe OMSK adalah tipe aman 31 orang (54,4%), jenis operasi timpanoplasti 31 orang (54,4%), dan indeks massa tubuh normal yaitu 30 orang (52,6%). Kesimpulan : Usia terbanyak adalah remaja akhir, jenis kelamin terbanyak adalah laki-laki, tipe OMSK terbanyak adalah tipe aman, jenis operasi terbanyak adalah timpanoplasti, dan indeks massa tubuh terbanyak adalah normal.
{"title":"Karakteristik Penderita Otitis Media Supuratif Kronik yang Menjalani Operasi di RSUP. Dr M. Djamil Padang Tahun 2021","authors":"S. Suharni, Irwan Triansyah, M. Lestari","doi":"10.56260/sciena.v2i3.95","DOIUrl":"https://doi.org/10.56260/sciena.v2i3.95","url":null,"abstract":"Latar belakang : Otitis media supuratif kronis (OMSK) adalah suatu radang kronis di mukosa telinga tengah dan cavum mastoid yang ditandai dengan perforasi membran timpani serta riwayat lebih dari dua bulan keluar cairan dari telinga (otore), OMSK dibagi menjadi 2 tipe, tipe aman dan bahaya, penanganan yang tidak adekuat serta adanya resistensi terhadap antibiotik membuat salah satu penanganan OMSK yang banyak dilakukan adalah operasi, agar terhindar dari komplikasi. Tujuan : Untuk mengetahui karakteristik penderita Otitis Media Supuratif Kronis yang menjalani operasi di RSUP Dr. M. Djamil Padang pada tahun 2021. Metode : Ruang lingkup penelitian ini adalah bidang ilmu kedokteran penyakit telinga hidung dan tenggorokan. Penelitian dilakukan pada November sampai dengan Desember tahun 2022. Jenis penelitian adalah deskriptif. Populasi terjangkau pada penelitian adalah pasien yang menjalani tindakan operasi yang di diagnosis otitis media supuratif kronik di RSUP Dr. M. Djamil Padang sebanyak 57 sampel dengan teknik total sampling. Analisa data univariat disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi dan pengolahan data menggunakan komputerisasi program SPSS versi IBM 25.0. Hasil : Distribusi karakteristik penderita OMSK yang menjalani operasi terbanyak adalah, usia remaja akhir 24 orang (42,1%), jenis kelamin laki-laki 32 orang (56,1%), tipe OMSK adalah tipe aman 31 orang (54,4%), jenis operasi timpanoplasti 31 orang (54,4%), dan indeks massa tubuh normal yaitu 30 orang (52,6%). Kesimpulan : Usia terbanyak adalah remaja akhir, jenis kelamin terbanyak adalah laki-laki, tipe OMSK terbanyak adalah tipe aman, jenis operasi terbanyak adalah timpanoplasti, dan indeks massa tubuh terbanyak adalah normal.","PeriodicalId":30503,"journal":{"name":"Academicus International Scientific Journal","volume":"11 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-05-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"73241366","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Intermaxillary Fixation screw telah digunakan dibeberapa center akibat teknik pemasangannya yang lebih singkat dan mudah. Namun terkadang, ketersediaannya terbatas di beberapa Rumah Sakit, dan harganya yang relatif lebih besar daripada achbar. Tulisan ini melaporkan seorang laki-laki 25 tahun yang terlibat kecelakaan lalu lintas satu hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien mengeluhkan nyeri pada regio wajah disertai adanya deformitas berupa asimetri wajah. Pada pemeriksaan fisik regio midface terdapat adanya edema, hematoma pada area palpebra inferior kanan dan depresi malar eminens kanan. Pada pemeriksaan CT-Scan didapatkan fraktur zygomatikomaksilla kompleks kanan Tindakan operatif dilakukan dalam general anestesia dengan untuk pemasangan internal fiksasi, dan Gillie’s technique. Pasca operasi didapatkan nyeri berkurang, malar eminens simetris. Gangguan bentuk wajah pasien membaik.
{"title":"Aplikasi Erich Archbars sebagai Intermaxillary Fixation (IMF) pada Fraktur Kompleks Zigomatikomaksilaris: Laporan Kasus","authors":"Fory Fortuna, Hafidz Aryan Abdillah","doi":"10.56260/sciena.v2i3.98","DOIUrl":"https://doi.org/10.56260/sciena.v2i3.98","url":null,"abstract":"Intermaxillary Fixation screw telah digunakan dibeberapa center akibat teknik pemasangannya yang lebih singkat dan mudah. Namun terkadang, ketersediaannya terbatas di beberapa Rumah Sakit, dan harganya yang relatif lebih besar daripada achbar. Tulisan ini melaporkan seorang laki-laki 25 tahun yang terlibat kecelakaan lalu lintas satu hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien mengeluhkan nyeri pada regio wajah disertai adanya deformitas berupa asimetri wajah. Pada pemeriksaan fisik regio midface terdapat adanya edema, hematoma pada area palpebra inferior kanan dan depresi malar eminens kanan. Pada pemeriksaan CT-Scan didapatkan fraktur zygomatikomaksilla kompleks kanan Tindakan operatif dilakukan dalam general anestesia dengan untuk pemasangan internal fiksasi, dan Gillie’s technique. Pasca operasi didapatkan nyeri berkurang, malar eminens simetris. Gangguan bentuk wajah pasien membaik.","PeriodicalId":30503,"journal":{"name":"Academicus International Scientific Journal","volume":"9 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-05-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"72908511","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Luka ledakan adalah luka yang disebabkan oleh berada di dekat ledakan. Luka ledakan paling sering terjadi pada orang yang bekerja di militer, meskipun tak jarang terjadi pada warga sipil sebagai akibat dari kecelakaan industri dan tindak terorirme. Kebakaran dan ledakan adalah penyebab utama kematian dari kecelakaan nontransportasi untuk kelompok usia 1 sampai 4 tahun dan penyebab utama kedua untuk orang yang lebih tua (>14 tahun). Pola kerusakan saat kejadian dapat sebagai akibat adanya komposisi produk atau material yag terkandung di dalamnya, lingkungan sekitar, metode pelepasan, jarak antara korban dan ledakan, dan keterlibatan beberapa bahan beresiko disekitarnya.
{"title":"Blast Injury: Sebuah Laporan Kasus","authors":"Deddy Saputra","doi":"10.56260/sciena.v2i3.99","DOIUrl":"https://doi.org/10.56260/sciena.v2i3.99","url":null,"abstract":"Luka ledakan adalah luka yang disebabkan oleh berada di dekat ledakan. Luka ledakan paling sering terjadi pada orang yang bekerja di militer, meskipun tak jarang terjadi pada warga sipil sebagai akibat dari kecelakaan industri dan tindak terorirme. Kebakaran dan ledakan adalah penyebab utama kematian dari kecelakaan nontransportasi untuk kelompok usia 1 sampai 4 tahun dan penyebab utama kedua untuk orang yang lebih tua (>14 tahun). Pola kerusakan saat kejadian dapat sebagai akibat adanya komposisi produk atau material yag terkandung di dalamnya, lingkungan sekitar, metode pelepasan, jarak antara korban dan ledakan, dan keterlibatan beberapa bahan beresiko disekitarnya.","PeriodicalId":30503,"journal":{"name":"Academicus International Scientific Journal","volume":"39 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-05-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"73048282","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pendahuluan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pola konsumsi lemak dan sodium terhadap tekanan darah pada pasien hipertensi perempuan etnis Minangkabau. Metoda: Jenis penelitian yang digunakan adalah analitik observasional dan menggunakan desain penelitian case control. Populasi dalam penelitian ini adalah perempuan etnis Minangkabau. Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik purposive sampling. Sampel diperoleh 59 kontrol dan 59 kasus. Hasil: Hasil penelitian menunjukkan perempuan etnis Minangkabau yang mengkonsumsi lemak dengan kategori kurang yang mengalami kejadian hipertensi sebanyak 48 sampel (58.5%). Konsumsi lemak dengan kategori kurang yang tidak mengalami kejadian hipertensi sebanyak 34 sampel (41.5%). Konsumsi lemak dengan kategori cukup+lebih yang mengalami kejadian hipertensi sebanyak 11 sampel (30,6%). Konsumsi lemak dengan kategori cukup+lebih yang tidak mengalami kejadian hipertensi sebanyak 25 sampel (69.4%). Sedangkan untuk konsumsi sodium dengan kategori kurang yang mengalami kejadian hipertensi sebanyak 58 sampel (51.8%). Konsumsi asupan sodium dengan kategori kurang yang tidak mengalami kejadian hipertensi sebanyak 54 sampel (48.2%). Konsumsi sodium dengan kategori cukup+lebih yang mengalami kejadian hipertensi sebanyak 1 sampel (16.7%). Konsumsi sodium dengan kategori cukup+lebih yang tidak mengalami kejadian hipertensi sebanyak 5 sampel (83.3%).Hasil uji statistik diperoleh nilai p value dari hubungan konsumsi lemak dengan tekanan darah pada pasien hipertensi perempuan etnis Minangkabau sebesar 0,005. Kesimpulan: Artinya terdapat hubungan konsumsi lemak dengan tekanan darah pada pasien hipertensi perempuan etnis Minangkabau. Sedangkan hasil uji statistik untuk hubungan konsumsi sodium dengan tekanan darah pada pasien hipertensi perempuan etnis Minangkabau diperoleh nilai p value sebesar 0,999. Artinya tidak terdapat hubungan konsumsi asupan sodium dengan tekanan darah pada pasien hipertensi perempuan etnis Minangkabau.
{"title":"Hubungan Pola Konsumsi Lemak Dan Sodium Terhadap Tekanan Darah Pada Pasien Hipertensi Perempuan Etnis Minangkabau","authors":"Fiola Salsabila Irwanto, Dita Hasni, Debbie Anggraini, Budi Yulhasfi Febrianto","doi":"10.56260/sciena.v2i2.82","DOIUrl":"https://doi.org/10.56260/sciena.v2i2.82","url":null,"abstract":"Pendahuluan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pola konsumsi lemak dan sodium terhadap tekanan darah pada pasien hipertensi perempuan etnis Minangkabau. Metoda: Jenis penelitian yang digunakan adalah analitik observasional dan menggunakan desain penelitian case control. Populasi dalam penelitian ini adalah perempuan etnis Minangkabau. Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik purposive sampling. Sampel diperoleh 59 kontrol dan 59 kasus. Hasil: Hasil penelitian menunjukkan perempuan etnis Minangkabau yang mengkonsumsi lemak dengan kategori kurang yang mengalami kejadian hipertensi sebanyak 48 sampel (58.5%). Konsumsi lemak dengan kategori kurang yang tidak mengalami kejadian hipertensi sebanyak 34 sampel (41.5%). Konsumsi lemak dengan kategori cukup+lebih yang mengalami kejadian hipertensi sebanyak 11 sampel (30,6%). Konsumsi lemak dengan kategori cukup+lebih yang tidak mengalami kejadian hipertensi sebanyak 25 sampel (69.4%). Sedangkan untuk konsumsi sodium dengan kategori kurang yang mengalami kejadian hipertensi sebanyak 58 sampel (51.8%). Konsumsi asupan sodium dengan kategori kurang yang tidak mengalami kejadian hipertensi sebanyak 54 sampel (48.2%). Konsumsi sodium dengan kategori cukup+lebih yang mengalami kejadian hipertensi sebanyak 1 sampel (16.7%). Konsumsi sodium dengan kategori cukup+lebih yang tidak mengalami kejadian hipertensi sebanyak 5 sampel (83.3%).Hasil uji statistik diperoleh nilai p value dari hubungan konsumsi lemak dengan tekanan darah pada pasien hipertensi perempuan etnis Minangkabau sebesar 0,005. Kesimpulan: Artinya terdapat hubungan konsumsi lemak dengan tekanan darah pada pasien hipertensi perempuan etnis Minangkabau. Sedangkan hasil uji statistik untuk hubungan konsumsi sodium dengan tekanan darah pada pasien hipertensi perempuan etnis Minangkabau diperoleh nilai p value sebesar 0,999. Artinya tidak terdapat hubungan konsumsi asupan sodium dengan tekanan darah pada pasien hipertensi perempuan etnis Minangkabau.","PeriodicalId":30503,"journal":{"name":"Academicus International Scientific Journal","volume":"1 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-03-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"84884341","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Uji kepekaan antimikroba penting untuk mengonfirmasi kepekaan mikroorganisme terhadap antimikroba empiris yang telah dipilih atau untuk mendeteksi adanya resistensi pada isolat tersebut. Tujuan utama uji kepekaan antimikroba adalah membantu klinisi memilih antimikroba paling tepat untuk terapi. Uji kepekaan antimikroba juga digunakan untuk mengevaluasi aktivitas in vitro antimikroba baru. Metode otomatis dengan menggunakan alat telah banyak dikembangkan untuk mempermudah pemeriksaan uji kepekaan antimikroba dan yang direkomendasikan FDA adalah Vitek 2 System, MicroScan Walk Away, BD Phoenix Automated Microbiology System, dan Sensititre ARIS 2X. Metode molekular dikembangkan untuk mengonfirmasi resistensi antimikroba pada isolat dan deteksi langsung resistensi tersebut dalam spesimen klinis. Pemeriksaan dilakukan dalam rentang waktu lebih singkat sehingga dapat memberikan informasi lebih cepat. Metode molekular yang digunakan untuk mendeteksi gen resisten adalah nucleic acid based technology yang terdiri dari hibridisasi dan amplifikasi menggunakan teknik PCR. Real time polymerase chain reaction adalah teknik PCR yang menggunakan molecular beacon dan sudah diterapkan untuk identifikasi serta deteksi resistensi pada MRSA, VMRSA, dan Mycobacterium tuberculosis resisten rifampisin.
{"title":"Uji Kepekaan Antimikroba dengan Metode Otomatis dan Metode Molekular","authors":"Donaliazarti","doi":"10.56260/sciena.v2i2.80","DOIUrl":"https://doi.org/10.56260/sciena.v2i2.80","url":null,"abstract":"Uji kepekaan antimikroba penting untuk mengonfirmasi kepekaan mikroorganisme terhadap antimikroba empiris yang telah dipilih atau untuk mendeteksi adanya resistensi pada isolat tersebut. Tujuan utama uji kepekaan antimikroba adalah membantu klinisi memilih antimikroba paling tepat untuk terapi. Uji kepekaan antimikroba juga digunakan untuk mengevaluasi aktivitas in vitro antimikroba baru. Metode otomatis dengan menggunakan alat telah banyak dikembangkan untuk mempermudah pemeriksaan uji kepekaan antimikroba dan yang direkomendasikan FDA adalah Vitek 2 System, MicroScan Walk Away, BD Phoenix Automated Microbiology System, dan Sensititre ARIS 2X. Metode molekular dikembangkan untuk mengonfirmasi resistensi antimikroba pada isolat dan deteksi langsung resistensi tersebut dalam spesimen klinis. Pemeriksaan dilakukan dalam rentang waktu lebih singkat sehingga dapat memberikan informasi lebih cepat. Metode molekular yang digunakan untuk mendeteksi gen resisten adalah nucleic acid based technology yang terdiri dari hibridisasi dan amplifikasi menggunakan teknik PCR. Real time polymerase chain reaction adalah teknik PCR yang menggunakan molecular beacon dan sudah diterapkan untuk identifikasi serta deteksi resistensi pada MRSA, VMRSA, dan Mycobacterium tuberculosis resisten rifampisin.","PeriodicalId":30503,"journal":{"name":"Academicus International Scientific Journal","volume":"19 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-03-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"80653693","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) dapat berdampak signifikan terhadap fungsi pendengaran. Infeksi yang berulang dan peradangan pada telinga tengah dapat menyebabkan kerusakan pada gendang telinga, tulang pendengaran, dan jaringan pendengaran lainnya. Hal ini menyebabkan gangguan pendengaran baik secara sementara maupun permanen, tergantung pada tingkat keparahan infeksi dan respons pengobatan.Penelitian sebelumnya juga mengungkapkan bahwa OMSK memiliki prevalensi yang tinggi di beberapa kelompok populasi, seperti anak-anak dan orang dewasa dengan faktor risiko tertentu, seperti kekurangan kekebalan tubuh dan pola hidup yang tidak sehat. Selain itu, penundaan dalam diagnosis dan pengobatan OMSK dapat memperburuk gangguan pendengaran dan berpotensi menyebabkan masalah pendengaran jangka Panjang. upaya pencegahan dan pengelolaan OMSK menjadi penting guna mengurangi dampaknya terhadap gangguan pendengaran. Pendidikan tentang pentingnya kebersihan telinga, vaksinasi, pengobatan yang tepat waktu, dan pengawasan rutin oleh tenaga medis dapat membantu mengurangi risiko terjadinya OMSK dan komplikasi pendengaran yang mungkin terjadi.Kesimpulan dari tinjauan literatur ini menekankan perlunya kesadaran yang lebih tinggi terhadap OMSK sebagai penyebab gangguan pendengaran. Pencegahan, diagnosis dini, dan pengobatan yang tepat harus ditekankan untuk mengurangi dampak OMSK terhadap pendengaran individu. Selain itu, penelitian lebih lanjut juga perlu dilakukan untuk memahami faktor risiko, mekanisme patofisiologi, dan pengembangan terapi yang lebih efektif dalam mengatasi OMSK dan masalah pendengaran yang terkait.
{"title":"Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) Sebagai Penyebab Gangguan Pendengaran","authors":"Cici Indrayani, Seres Triola, Dian Ayu Hamama Pitra, Haves Ashan","doi":"10.56260/sciena.v2i2.94","DOIUrl":"https://doi.org/10.56260/sciena.v2i2.94","url":null,"abstract":"Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) dapat berdampak signifikan terhadap fungsi pendengaran. Infeksi yang berulang dan peradangan pada telinga tengah dapat menyebabkan kerusakan pada gendang telinga, tulang pendengaran, dan jaringan pendengaran lainnya. Hal ini menyebabkan gangguan pendengaran baik secara sementara maupun permanen, tergantung pada tingkat keparahan infeksi dan respons pengobatan.Penelitian sebelumnya juga mengungkapkan bahwa OMSK memiliki prevalensi yang tinggi di beberapa kelompok populasi, seperti anak-anak dan orang dewasa dengan faktor risiko tertentu, seperti kekurangan kekebalan tubuh dan pola hidup yang tidak sehat. Selain itu, penundaan dalam diagnosis dan pengobatan OMSK dapat memperburuk gangguan pendengaran dan berpotensi menyebabkan masalah pendengaran jangka Panjang. upaya pencegahan dan pengelolaan OMSK menjadi penting guna mengurangi dampaknya terhadap gangguan pendengaran. Pendidikan tentang pentingnya kebersihan telinga, vaksinasi, pengobatan yang tepat waktu, dan pengawasan rutin oleh tenaga medis dapat membantu mengurangi risiko terjadinya OMSK dan komplikasi pendengaran yang mungkin terjadi.Kesimpulan dari tinjauan literatur ini menekankan perlunya kesadaran yang lebih tinggi terhadap OMSK sebagai penyebab gangguan pendengaran. Pencegahan, diagnosis dini, dan pengobatan yang tepat harus ditekankan untuk mengurangi dampak OMSK terhadap pendengaran individu. Selain itu, penelitian lebih lanjut juga perlu dilakukan untuk memahami faktor risiko, mekanisme patofisiologi, dan pengembangan terapi yang lebih efektif dalam mengatasi OMSK dan masalah pendengaran yang terkait.","PeriodicalId":30503,"journal":{"name":"Academicus International Scientific Journal","volume":"25 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-03-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"90418593","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pendahuluan: Lansia akan mengalami berbagai tahapan penurunan fungsi tubuh yang akan berpengaruh terhadap kegiatan sehari-hari. Salah satu manifestasi klinis menurunnya fungsi tubuh adalah gangguan tidur seperti insomnia. Penyebab insomnia antara lain, masalah lingkungan (ruangan terlalu penuh atau berisik), penggunaan obat-obatan, kesehatan fisik dan mental, seperti ansietas (kecemasan) dan depresi. Ansietas mengakibatkan aktivitas saraf otonom dalam merespon terhadap ancaman yang tidak nyata dan tidak spesifik yang mengakibatkan terjadinya insomnia. Tujuan penelitian: untuk mengetahui hubungan tingkat ansietas dengan kejadian insomnia pada lansia di Puskesmas Kecamatan Nanggalo tahun 2022. Ruang lingkup penelitian adalah ilmu kesehatan jiwa (psikiatri). Metoda: Penelitian dilakukan pada bulan Agustus-Januari 2023. Jenis penelitian adalah analitik correlation dengan desain cross sectional. Populasi terjangkau pada penelitian adalah seluruh lansia. Sampel sebanyak 50 orang lansia dengan teknik consecutive sampling. Hasil: diperoleh kelompok usia terbanyak adalah 60-74 tahun yaitu 28 orang (56,00%), jenis kelamin terbanyak perempuan 24 orang (48,00%), tingkat ansietas terbanyak yaitu amsietas ringan dan sedang masing- masing sebanyak 21 orang (42,00%), kejadian insomnia terbanyak insomnia awal 17 orang (34,00%) serta terdapatnya hubungan yang bermakna antara tingkat ansietas dengan kejadian insomnia (p=0,000), dimana semakin meningkat ansietas semakin meningkat kejadian insomnia. (r= + 0,762). Kesimpulan: Terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat ansietas dengan kejadian insomnia pada lansia.
{"title":"Hubungan Tingkat Ansietas dengan Kejadian Insomnia pada Lansia di Puskesmas Kecamatan Nanggalo Tahun 2022","authors":"Mutia Defitri Khairunnisa, Rosmaini Rosmaini","doi":"10.56260/sciena.v2i2.93","DOIUrl":"https://doi.org/10.56260/sciena.v2i2.93","url":null,"abstract":"Pendahuluan: Lansia akan mengalami berbagai tahapan penurunan fungsi tubuh yang akan berpengaruh terhadap kegiatan sehari-hari. Salah satu manifestasi klinis menurunnya fungsi tubuh adalah gangguan tidur seperti insomnia. Penyebab insomnia antara lain, masalah lingkungan (ruangan terlalu penuh atau berisik), penggunaan obat-obatan, kesehatan fisik dan mental, seperti ansietas (kecemasan) dan depresi. Ansietas mengakibatkan aktivitas saraf otonom dalam merespon terhadap ancaman yang tidak nyata dan tidak spesifik yang mengakibatkan terjadinya insomnia. Tujuan penelitian: untuk mengetahui hubungan tingkat ansietas dengan kejadian insomnia pada lansia di Puskesmas Kecamatan Nanggalo tahun 2022. Ruang lingkup penelitian adalah ilmu kesehatan jiwa (psikiatri). Metoda: Penelitian dilakukan pada bulan Agustus-Januari 2023. Jenis penelitian adalah analitik correlation dengan desain cross sectional. Populasi terjangkau pada penelitian adalah seluruh lansia. Sampel sebanyak 50 orang lansia dengan teknik consecutive sampling. Hasil: diperoleh kelompok usia terbanyak adalah 60-74 tahun yaitu 28 orang (56,00%), jenis kelamin terbanyak perempuan 24 orang (48,00%), tingkat ansietas terbanyak yaitu amsietas ringan dan sedang masing- masing sebanyak 21 orang (42,00%), kejadian insomnia terbanyak insomnia awal 17 orang (34,00%) serta terdapatnya hubungan yang bermakna antara tingkat ansietas dengan kejadian insomnia (p=0,000), dimana semakin meningkat ansietas semakin meningkat kejadian insomnia. (r= + 0,762). Kesimpulan: Terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat ansietas dengan kejadian insomnia pada lansia.","PeriodicalId":30503,"journal":{"name":"Academicus International Scientific Journal","volume":"49 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-03-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"78996048","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Latar Belakang: COVID-19 merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh SARS-CoV-2. Berdasarkan beratnya kasus, pedoman tatalaksana COVID-19 membagi atas beberapa kelompok, yaitu tanpa gejala, ringan, sedang, berat/pneumonia berat, dan kritis. Faktor risiko infeksi SARS-CoV-2 diantaranya usia >65 tahun, jenis kelamin laki-laki, perokok aktif, dan penyakit komorbid. Diabetes melitus (DM) adalah suatu kelompok penyakit metabolik yang ditandai dengan hiperglikemia atau meningkatnya konsentrasi glukosa di dalam darah yang terjadi akibat kelainan sekresi hormon insulin, kerja insulin, ataupun keduanya. Penderita DM memiliki reseptor Angiotensin Converting Enzyme 2 (ACE-2) yang lebih tinggi khususnya di pankreas, paru, dan hati. Padahal diketahui SARS-CoV-2 menggunakan reseptor ACE-2 sebagai pintu masuk ke sel tubuh manusia melalui ikatan dengan S- glikoprotein. Ekspresi ACE-2 yang berlebihan diketahui menjadi penentu keparahan dari penyakit infeksi termasuk COVID-19. Kondisi hiperglikemia pada penderita DM juga dapat merangsang inflamasi kronik dan melemahkan sistem pertahanan tubuh untuk melawan infeksi yang memungkinkan terjadinya badai sitokin sehingga dapat menyebabkan keparahan bahkan kematian pada penderita COVID-19. Tujuan: Untuk mengetahui hubungan diabetes melitus dengan severitas COVID-19 di RSUP Dr. M. Djamil Padang tahun 2021. Metode: Jenis penelitian yang digunakan adalah studi analitik observasional dengan desain cross sectional. Populasi terjangkau pada penelitian ini adalah pasien COVID-19 di bangsal interne, bangsal paru, dan ruang ICU RSUP Dr. M. Djamil Padang pada Bulan Januari hingga Desember 2021 dengan 55 sampel yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Pengambilan sampel menggunakan teknik consecutive sampling kemudian data hasil rekam medis dikumpulkan dan dilakukan analisis bivariat menggunakan uji kolmogorov-smirnov. Hasil: Jenis kelamin terbanyak adalah adalah laki-laki (61.8%), usia terbanyak adalah ≥60 tahun (68.2%), penyakit komorbid terbanyak adalah yang tidak diabetes melitus (56.4%), severitas terbanyak adalah kritis (74.5%), dan terdapat hubungan diabetes melitus dengan severitas COVID-19 di RSUP Dr. M. Djamil Padang tahun 2021 (p=0.042). Kesimpulan: Menolak H0 dan menerima H1 (terdapat hubungan diabetes melitus dengan severitas COVID-19 di RSUP Dr. M. Djamil Padang tahun 2021).
{"title":"Hubungan Diabetes Melitus dengan Severitas Covid-19 di RSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun 2021","authors":"Efriza Mitra, Apsari Adelia Adria, Ikhsan Amran","doi":"10.56260/sciena.v2i2.81","DOIUrl":"https://doi.org/10.56260/sciena.v2i2.81","url":null,"abstract":"Latar Belakang: COVID-19 merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh SARS-CoV-2. Berdasarkan beratnya kasus, pedoman tatalaksana COVID-19 membagi atas beberapa kelompok, yaitu tanpa gejala, ringan, sedang, berat/pneumonia berat, dan kritis. Faktor risiko infeksi SARS-CoV-2 diantaranya usia >65 tahun, jenis kelamin laki-laki, perokok aktif, dan penyakit komorbid. Diabetes melitus (DM) adalah suatu kelompok penyakit metabolik yang ditandai dengan hiperglikemia atau meningkatnya konsentrasi glukosa di dalam darah yang terjadi akibat kelainan sekresi hormon insulin, kerja insulin, ataupun keduanya. Penderita DM memiliki reseptor Angiotensin Converting Enzyme 2 (ACE-2) yang lebih tinggi khususnya di pankreas, paru, dan hati. Padahal diketahui SARS-CoV-2 menggunakan reseptor ACE-2 sebagai pintu masuk ke sel tubuh manusia melalui ikatan dengan S- glikoprotein. Ekspresi ACE-2 yang berlebihan diketahui menjadi penentu keparahan dari penyakit infeksi termasuk COVID-19. Kondisi hiperglikemia pada penderita DM juga dapat merangsang inflamasi kronik dan melemahkan sistem pertahanan tubuh untuk melawan infeksi yang memungkinkan terjadinya badai sitokin sehingga dapat menyebabkan keparahan bahkan kematian pada penderita COVID-19. Tujuan: Untuk mengetahui hubungan diabetes melitus dengan severitas COVID-19 di RSUP Dr. M. Djamil Padang tahun 2021. Metode: Jenis penelitian yang digunakan adalah studi analitik observasional dengan desain cross sectional. Populasi terjangkau pada penelitian ini adalah pasien COVID-19 di bangsal interne, bangsal paru, dan ruang ICU RSUP Dr. M. Djamil Padang pada Bulan Januari hingga Desember 2021 dengan 55 sampel yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Pengambilan sampel menggunakan teknik consecutive sampling kemudian data hasil rekam medis dikumpulkan dan dilakukan analisis bivariat menggunakan uji kolmogorov-smirnov. Hasil: Jenis kelamin terbanyak adalah adalah laki-laki (61.8%), usia terbanyak adalah ≥60 tahun (68.2%), penyakit komorbid terbanyak adalah yang tidak diabetes melitus (56.4%), severitas terbanyak adalah kritis (74.5%), dan terdapat hubungan diabetes melitus dengan severitas COVID-19 di RSUP Dr. M. Djamil Padang tahun 2021 (p=0.042). Kesimpulan: Menolak H0 dan menerima H1 (terdapat hubungan diabetes melitus dengan severitas COVID-19 di RSUP Dr. M. Djamil Padang tahun 2021).","PeriodicalId":30503,"journal":{"name":"Academicus International Scientific Journal","volume":"138 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-03-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"88714281","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2023-01-01DOI: 10.7336/academicus.2023.27.12
Marianna Chirivì, Grazia Moffa
The COVID-19 pandemic has had a profound impact on our living systems and on the economic and political organization of our country. The significant loss of human lives, the interruption of economic activities, the lockdown, to give just a few references, are undoubted threats to our well-being. The Italian context is of great interest to analyse the possible consequences of the COVID-19 pandemic with respect to women’s new daily life routines, not only because of the drastic measures adopted by the Government in the first emergency phase, but also because of the significant gender differences that characterise the country. In a more recent study (Chirivì and Moffa 2020) on women’s equality paths, we were able to highlight how the typically family-based Italian welfare system – the care of the most fragile people (children, elderly and disabled) is almost entirely entrusted to families penalises women who bear the burden of looking after everyone. The spread of the pandemic has in fact laid bare the already existing gender inequalities, highlighting a dimension of womens lives that is often hidden or overlooked, based on a persistent disparity in different areas of daily life, from everyday family life to work and social activities. This paper aims to explore two key issues: gender inequality and links between reproduction and production sphere, focusing on pre-existing inequalities and vulnerabilities in women’s life experiences.
{"title":"Daily life time of women during Covid 19. Trends and drivers","authors":"Marianna Chirivì, Grazia Moffa","doi":"10.7336/academicus.2023.27.12","DOIUrl":"https://doi.org/10.7336/academicus.2023.27.12","url":null,"abstract":"The COVID-19 pandemic has had a profound impact on our living systems and on the economic and political organization of our country. The significant loss of human lives, the interruption of economic activities, the lockdown, to give just a few references, are undoubted threats to our well-being. The Italian context is of great interest to analyse the possible consequences of the COVID-19 pandemic with respect to women’s new daily life routines, not only because of the drastic measures adopted by the Government in the first emergency phase, but also because of the significant gender differences that characterise the country. In a more recent study (Chirivì and Moffa 2020) on women’s equality paths, we were able to highlight how the typically family-based Italian welfare system – the care of the most fragile people (children, elderly and disabled) is almost entirely entrusted to families penalises women who bear the burden of looking after everyone. The spread of the pandemic has in fact laid bare the already existing gender inequalities, highlighting a dimension of womens lives that is often hidden or overlooked, based on a persistent disparity in different areas of daily life, from everyday family life to work and social activities. This paper aims to explore two key issues: gender inequality and links between reproduction and production sphere, focusing on pre-existing inequalities and vulnerabilities in women’s life experiences.","PeriodicalId":30503,"journal":{"name":"Academicus International Scientific Journal","volume":"3 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-01-01","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"75234487","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2023-01-01DOI: 10.7336/academicus.2023.27.11
Agim Leka
The purpose of the research is to solve the paradox of religion integration in education, by the new balance between religion, philosophy and science, during the post communism transition. In the field of thinking, the process is the transition from ideology to integral thinking. It is realized through the re-evaluation of the topics of the integration of religion, transitology and integral though, education, inclusiveness, solidarity, new laicity and new secularity. In the philosophical sense, integration is the objective process of being developed. This is understood as a return to identity towards a universal being. In the context of the social being, the process realizes the opening and cooperative development of all mental, spiritual-religious, scientific, creative-artistic, economic, cultural, material and non-material political fields. It includes the individual, the community, and all institutions of social life. The path of integration development is the transitive movement in a spiral form. In Albania, with the fall of communism, freedom of religion was legalized according to the standards of European democracy. The rehabilitation of religious figures that had been condemned and persecuted by the totalitarian regime began. The post-communist transition brought profound changes in the field of faith and religion such as the new dimension in the relationship of society with religion, new and unfamiliar attitudes of believers to religion, new relations between the state and religious institutions, new relations between education and religion in public institutions, opening of religious schools and increasing the influence of religion through the media and religious literature. What is considered tolerance in Europe, in the Albanian case is respect. Albanians are the best model for religious tolerance (respect). There has never been a religious clash in Albania for any reason. Respect for the religious affiliation and religious belief of the other in the Albanian case is modeled as the guiding value of their identity and appears in everyday life as the acceptance of the other. For this reason, they are the best model of respect and acceptance of the other, regardless of religious affiliation. This is an ontological value, built over the centuries and continues to this day. Albanians have not converted, but have adapted to a religious belief for economic and survival reasons. Marriages with different religions and keeping two names (Christian and Muslim) are natural phenomena among Albanians. In Albania, there are in the family and tribe people with Christian and Muslim religions individuals with two names, Christian and Muslim: Kristo and Muhamed. Albanians have lived in peaceful symbiosis with the Slavs in the centuries of the latter’s influx into Albanian lands. They have also lived peacefully with other neighbors, Greeks or Romans. This is even though the neighbors have not always been peaceful with the Albanians.
{"title":"Religion and the modern education","authors":"Agim Leka","doi":"10.7336/academicus.2023.27.11","DOIUrl":"https://doi.org/10.7336/academicus.2023.27.11","url":null,"abstract":"The purpose of the research is to solve the paradox of religion integration in education, by the new balance between religion, philosophy and science, during the post communism transition. In the field of thinking, the process is the transition from ideology to integral thinking. It is realized through the re-evaluation of the topics of the integration of religion, transitology and integral though, education, inclusiveness, solidarity, new laicity and new secularity. In the philosophical sense, integration is the objective process of being developed. This is understood as a return to identity towards a universal being. In the context of the social being, the process realizes the opening and cooperative development of all mental, spiritual-religious, scientific, creative-artistic, economic, cultural, material and non-material political fields. It includes the individual, the community, and all institutions of social life. The path of integration development is the transitive movement in a spiral form. In Albania, with the fall of communism, freedom of religion was legalized according to the standards of European democracy. The rehabilitation of religious figures that had been condemned and persecuted by the totalitarian regime began. The post-communist transition brought profound changes in the field of faith and religion such as the new dimension in the relationship of society with religion, new and unfamiliar attitudes of believers to religion, new relations between the state and religious institutions, new relations between education and religion in public institutions, opening of religious schools and increasing the influence of religion through the media and religious literature. What is considered tolerance in Europe, in the Albanian case is respect. Albanians are the best model for religious tolerance (respect). There has never been a religious clash in Albania for any reason. Respect for the religious affiliation and religious belief of the other in the Albanian case is modeled as the guiding value of their identity and appears in everyday life as the acceptance of the other. For this reason, they are the best model of respect and acceptance of the other, regardless of religious affiliation. This is an ontological value, built over the centuries and continues to this day. Albanians have not converted, but have adapted to a religious belief for economic and survival reasons. Marriages with different religions and keeping two names (Christian and Muslim) are natural phenomena among Albanians. In Albania, there are in the family and tribe people with Christian and Muslim religions individuals with two names, Christian and Muslim: Kristo and Muhamed. Albanians have lived in peaceful symbiosis with the Slavs in the centuries of the latter’s influx into Albanian lands. They have also lived peacefully with other neighbors, Greeks or Romans. This is even though the neighbors have not always been peaceful with the Albanians.","PeriodicalId":30503,"journal":{"name":"Academicus International Scientific Journal","volume":"67 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-01-01","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"84753442","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}