Pengaruh dari pandemi COVID-19 berdampak di hampir seluruh aspek kehidupan manusia, pendidikan adalah salah satu sektor yang sangat terdampak kondisi pandemi ini. Upaya pemenuhan hak siswa untuk mendapatkan layanan pendidikan selama pandemic COVID-19 yaitu proses pembelajaran dilaksanakan melalui penyelenggaraan pembelajaran jarak jauh atau secara daring sesuai dengan Surat Edaran Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2020 Tentang Pencegahan COVID-19 Pada Satuan Pendidikan. Salah satu metode belajar yaitu metode pembelajaran Problem Based Learning (PBL). PBL adalah pembelajaran yang menggunakan masalah sebagai fokus belajar agar mahasiswa berpikir kritis dan mampu memecahkan masalah. Salah satunya yaitu kemandirian mahasiswa menjadi prinsip kegiatan tutorial. Tutorial adalah proses belajar dengan bimbingan tutor kepada mahasiswa, yang bertujuan meningkatkan belajar mandiri mahasiswa. Permasalahan yang terjadi di era pandemi saat ini, Sebagian mahasiswa mahasiswa belum terbiasa melakukan tutorial yang dilakukan secara daring. Karena terdapat banyak kendala seperti, laptop, jaringan, listrik, wifi atau paket data dan lain-lain. Terkadang membuat sebagian mahasiswa merasa panik, bosan, bingung dan kurang maksimal selama dilakukannya kegiatan tutorial berlangsung.
{"title":"Pembelajaran Daring pada Kegiatan Tutorial","authors":"Rika Amran","doi":"10.56260/sciena.v1i5.71","DOIUrl":"https://doi.org/10.56260/sciena.v1i5.71","url":null,"abstract":"Pengaruh dari pandemi COVID-19 berdampak di hampir seluruh aspek kehidupan manusia, pendidikan adalah salah satu sektor yang sangat terdampak kondisi pandemi ini. Upaya pemenuhan hak siswa untuk mendapatkan layanan pendidikan selama pandemic COVID-19 yaitu proses pembelajaran dilaksanakan melalui penyelenggaraan pembelajaran jarak jauh atau secara daring sesuai dengan Surat Edaran Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2020 Tentang Pencegahan COVID-19 Pada Satuan Pendidikan. Salah satu metode belajar yaitu metode pembelajaran Problem Based Learning (PBL). PBL adalah pembelajaran yang menggunakan masalah sebagai fokus belajar agar mahasiswa berpikir kritis dan mampu memecahkan masalah. Salah satunya yaitu kemandirian mahasiswa menjadi prinsip kegiatan tutorial. Tutorial adalah proses belajar dengan bimbingan tutor kepada mahasiswa, yang bertujuan meningkatkan belajar mandiri mahasiswa. Permasalahan yang terjadi di era pandemi saat ini, Sebagian mahasiswa mahasiswa belum terbiasa melakukan tutorial yang dilakukan secara daring. Karena terdapat banyak kendala seperti, laptop, jaringan, listrik, wifi atau paket data dan lain-lain. Terkadang membuat sebagian mahasiswa merasa panik, bosan, bingung dan kurang maksimal selama dilakukannya kegiatan tutorial berlangsung.","PeriodicalId":30503,"journal":{"name":"Academicus International Scientific Journal","volume":"56 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-09-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"83581564","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Latar belakang: Stroke adalah salah satu penyakit di dunia yang menjadi masalah, dikuatkan dengan bukti hari stroke sedunia yang jatuh tanggal 29 Oktober. stroke dibagi menjadi dua tipe utama yaitu stroke hemoragik dan stroke iskemik. Stroke iskemik diakibatkan oleh penyumbatan pada aliran darah akibat dari trombosis maupun emboli sedangkan tipe kedua yaitu stroke hemoragik diakibatkan oleh pembuluh darah yang pecah dan mengakibatkan perdarahan. TCD merupakan perangkat diagnostik yang dapat digunakan untuk menilai perubahan hemodinamik serebral. Tujuan: Mengetahui hubungan diagnosis stroke iskemik dan stroke hemoragik dengan hasil transcranial doppler di RSUP. Dr. M Djamil Padang. Metode: Ruang lingkup penelitian ini adalah neurologi pada pasien stroke di RSUP. Dr. M Djamil Padang. penelitian dilaksanakan dari bulan Agustus-November di RSUP. Dr. M Djamil Padang, penelitian ini merupakan penelitian analitik yang menggunakan pendekatan case control, populasi adalah pasien stroke di RSUP. Dr. M Djamil Padang dengan jumlah 99 pasien dengan teknik total sampling analisa data dengan sistem komputerisasi spss versi 25. Hasil:Usia terbanyak adalah >56 tahun sebanyak 41 orang (41,1%), jenis kelamin terbanyak adalah laki-laki 51 yaitu 10 orang (51,5%), jenis stroke terbanyak adalah stroke iskemik yaitu 57 orang (57,6%), nilai mean velocity MCA terendah adalah 16 dan tertinggi adalah 102 dan tidak terdapat hubungan diagnosis stroke iskemik dan stroke hemoragik dengan hasil transcranial doppler. P Value = 0,588. Kesimpulan: dan tidak terdapat hubungan diagnosis stroke iskemik dan stroke hemoragik dengan hasil transcranial doppler.
{"title":"Perbedaan Diagnosis Stroke Iskemik dan Stroke Hemoragik dengan Hasil Transcranial Doppler di RSUP Dr. M. Djamil Padang","authors":"Yuri Haiga, Irina Prima Putri Salman, S. Wahyuni","doi":"10.56260/sciena.v1i5.72","DOIUrl":"https://doi.org/10.56260/sciena.v1i5.72","url":null,"abstract":"Latar belakang: Stroke adalah salah satu penyakit di dunia yang menjadi masalah, dikuatkan dengan bukti hari stroke sedunia yang jatuh tanggal 29 Oktober. stroke dibagi menjadi dua tipe utama yaitu stroke hemoragik dan stroke iskemik. Stroke iskemik diakibatkan oleh penyumbatan pada aliran darah akibat dari trombosis maupun emboli sedangkan tipe kedua yaitu stroke hemoragik diakibatkan oleh pembuluh darah yang pecah dan mengakibatkan perdarahan. TCD merupakan perangkat diagnostik yang dapat digunakan untuk menilai perubahan hemodinamik serebral. Tujuan: Mengetahui hubungan diagnosis stroke iskemik dan stroke hemoragik dengan hasil transcranial doppler di RSUP. Dr. M Djamil Padang. Metode: Ruang lingkup penelitian ini adalah neurologi pada pasien stroke di RSUP. Dr. M Djamil Padang. penelitian dilaksanakan dari bulan Agustus-November di RSUP. Dr. M Djamil Padang, penelitian ini merupakan penelitian analitik yang menggunakan pendekatan case control, populasi adalah pasien stroke di RSUP. Dr. M Djamil Padang dengan jumlah 99 pasien dengan teknik total sampling analisa data dengan sistem komputerisasi spss versi 25. Hasil:Usia terbanyak adalah >56 tahun sebanyak 41 orang (41,1%), jenis kelamin terbanyak adalah laki-laki 51 yaitu 10 orang (51,5%), jenis stroke terbanyak adalah stroke iskemik yaitu 57 orang (57,6%), nilai mean velocity MCA terendah adalah 16 dan tertinggi adalah 102 dan tidak terdapat hubungan diagnosis stroke iskemik dan stroke hemoragik dengan hasil transcranial doppler. P Value = 0,588. Kesimpulan: dan tidak terdapat hubungan diagnosis stroke iskemik dan stroke hemoragik dengan hasil transcranial doppler.","PeriodicalId":30503,"journal":{"name":"Academicus International Scientific Journal","volume":"58 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-09-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"91013024","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Latar Belakang: Penundaan pemberian Imunisasi Dasar Lengkap (IDL) pada masa pandemi COVID-19 disebabkan oleh tingginya tingkat kecemasan dan ketakutan Ibu membawa bayi karena takut anak dan dirinya terinfeksi COVID-19 saat datang berkunjung melakukan imunisasi. Tujuan: Untuk mengetahui gambaran tingkat kecemasan ibu dan status IDL pada bayi saat pandemi COVID-19 di Puskesmas Lubuk Buaya kec. Koto Tangah kota Padang. Metode: Jenis penelitian ini adalah deskriptif kategorik dengan rancangan cross sectional. Sampel dalam penelitian ini dipilih dengan teknik accidental sampling sebanyak 84 sampel. Hasil: a) Usia ibu bayi terbanyak berada pada kategori usia 20-34 tahun (73.8%). Tingkat pendidikan terbanyak yaitu SMA (34.5%), dan status pekerjaan ibu bayi tidak bekerja (86.9%). b) tingkat kecemasan ibu bayi paling banyak berada pada kategori sedang (76.2%), c) status IDL bayi paling banyak berada pada kategori lengkap (82.1%), d) tingkat kecemasan ibu bayi berdasarkan status IDL lengkap terbanyak berada pada kategori sedang (76.8%) dan status IDL tidak lengkap terbanyak pada kategori sedang (76.3%). Kesimpulan: Usia ibu bayi terbanyak berada pada kategori usia 20-34 tahun, tingkat pendidikan terbanyak berada pada tingkat pendidikan SMA dan pada umumnya ibu bayi tidak bekerja. Tingkat kecemasan ibu bayi paling banyak berada pada kategori sedang, status IDL bayi paling banyak berada pada kategori lengkap dan tingkat kecemasan ibu bayi berdasarkan status IDL lengkap dan status IDL tidak lengkap terbanyak pada kategori sedang.
{"title":"Gambaran Tingkat Kecemasan Ibu dan Status Imunisasi Dasar Lengkap pada Bayi Saat Pandemi Covid-19 di Puskesmas Lubuk Buaya Kec. Koto Tangah Kota Padang","authors":"Yuninda Handayani, Riska Lidiastuti, Jemkhairil","doi":"10.56260/sciena.v1i5.73","DOIUrl":"https://doi.org/10.56260/sciena.v1i5.73","url":null,"abstract":"Latar Belakang: Penundaan pemberian Imunisasi Dasar Lengkap (IDL) pada masa pandemi COVID-19 disebabkan oleh tingginya tingkat kecemasan dan ketakutan Ibu membawa bayi karena takut anak dan dirinya terinfeksi COVID-19 saat datang berkunjung melakukan imunisasi. Tujuan: Untuk mengetahui gambaran tingkat kecemasan ibu dan status IDL pada bayi saat pandemi COVID-19 di Puskesmas Lubuk Buaya kec. Koto Tangah kota Padang. Metode: Jenis penelitian ini adalah deskriptif kategorik dengan rancangan cross sectional. Sampel dalam penelitian ini dipilih dengan teknik accidental sampling sebanyak 84 sampel. Hasil: a) Usia ibu bayi terbanyak berada pada kategori usia 20-34 tahun (73.8%). Tingkat pendidikan terbanyak yaitu SMA (34.5%), dan status pekerjaan ibu bayi tidak bekerja (86.9%). b) tingkat kecemasan ibu bayi paling banyak berada pada kategori sedang (76.2%), c) status IDL bayi paling banyak berada pada kategori lengkap (82.1%), d) tingkat kecemasan ibu bayi berdasarkan status IDL lengkap terbanyak berada pada kategori sedang (76.8%) dan status IDL tidak lengkap terbanyak pada kategori sedang (76.3%). Kesimpulan: Usia ibu bayi terbanyak berada pada kategori usia 20-34 tahun, tingkat pendidikan terbanyak berada pada tingkat pendidikan SMA dan pada umumnya ibu bayi tidak bekerja. Tingkat kecemasan ibu bayi paling banyak berada pada kategori sedang, status IDL bayi paling banyak berada pada kategori lengkap dan tingkat kecemasan ibu bayi berdasarkan status IDL lengkap dan status IDL tidak lengkap terbanyak pada kategori sedang.","PeriodicalId":30503,"journal":{"name":"Academicus International Scientific Journal","volume":"4 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-09-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"73777964","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Muhammad Fikri Ramadhan, Febianne Eldrian, Haves Ashan
Pendahuluan: Latar Belakang : Pandemi covid-19 menyebabkan pembelajaran dialihkan menjadi virtual sehingga penggunaan perangkat VDT sebagai salah satu fasilitas pembelajaran lebih intens dan bisa menyebabkan kejadian computer vision syndrome. Faktor risiko individual adalah salah satu yang bisa menyebabkan kejadian CVS. Penelitian di Amerika menunjukkan 60% pria dan 65% wanita dilaporkan mengalami kejadian CVS. Tujuan : Untuk mengetahui gambaran faktor risiko individual terhadap kejadian computer vision syndrome pada mahasiswa pendidikan dokter umum angkatan 2020 Universitas Baiturrahmah.Metode : Ruang lingkup penelitian ini adalah ilmu kesehatan mata. Penelitian dilakukan pada bulan Desember 2021 - Juli 2022. Jenis penelitian adalah deskriptif kuantitatif. Populasi terjangkau pada penelitian adalah mahasiswa fakultas kedokteran prodi pendidikan dokter angkatan 2020 di Universitas Baiturrahmah yang menggunakan komputer, laptop ataupun perangkat VDT yang lainnya sebanyak 60 sampel dengan teknik quota sampling. Analisa data univariat disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi dan pengolahan data menggunakan komputerisasi program SPSS versi IBM 25.0.Hasil : Status terbanyak adalah mengalami CVS yaitu 37 orang (61,7%), gejala CVS terbanyak adalah mata berair dan sakit kepala yaitu masing-masing 41 orang (68,3%), responden yang mengalami CVS terbanyak dengan jenis kelamin perempuan yaitu 30 orang (50,0%) dengan durasi menatap VDT > 2 jam yaitu 35 orang (58,3%) dengan durasi istirahat > 15 menit yaitu 21 orang (35,0%) dengan menggunakan kacamata yaitu 20 orang (33,3%) dengan tidak menggunakan softlens yaitu 34 orang (56,7%) dan dengan jarak antara mata dengan pusat layar < 50 cm yaitu 25 orang (41,7%).Kesimpulan : Responden yang mengalami CVS terbanyak dengan jenis kelamin perempuan dengan durasi menatap VDT > 2 jam dan durasi istirahat > 15 menit dengan menggunakan kacamata dan tidak menggunakan softlens serta dengan jarak antara mata dengan pusat layar < 50 cm.
{"title":"Gambaran Faktor Risiko Individual terhadap Kejadian Computer Vision Syndrome pada Mahasiswa Pendidikan Dokter Angkatan 2020 Universitas Baiturrahmah","authors":"Muhammad Fikri Ramadhan, Febianne Eldrian, Haves Ashan","doi":"10.56260/sciena.v1i5.65","DOIUrl":"https://doi.org/10.56260/sciena.v1i5.65","url":null,"abstract":"Pendahuluan: Latar Belakang : Pandemi covid-19 menyebabkan pembelajaran dialihkan menjadi virtual sehingga penggunaan perangkat VDT sebagai salah satu fasilitas pembelajaran lebih intens dan bisa menyebabkan kejadian computer vision syndrome. Faktor risiko individual adalah salah satu yang bisa menyebabkan kejadian CVS. Penelitian di Amerika menunjukkan 60% pria dan 65% wanita dilaporkan mengalami kejadian CVS. Tujuan : Untuk mengetahui gambaran faktor risiko individual terhadap kejadian computer vision syndrome pada mahasiswa pendidikan dokter umum angkatan 2020 Universitas Baiturrahmah.Metode : Ruang lingkup penelitian ini adalah ilmu kesehatan mata. Penelitian dilakukan pada bulan Desember 2021 - Juli 2022. Jenis penelitian adalah deskriptif kuantitatif. Populasi terjangkau pada penelitian adalah mahasiswa fakultas kedokteran prodi pendidikan dokter angkatan 2020 di Universitas Baiturrahmah yang menggunakan komputer, laptop ataupun perangkat VDT yang lainnya sebanyak 60 sampel dengan teknik quota sampling. Analisa data univariat disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi dan pengolahan data menggunakan komputerisasi program SPSS versi IBM 25.0.Hasil : Status terbanyak adalah mengalami CVS yaitu 37 orang (61,7%), gejala CVS terbanyak adalah mata berair dan sakit kepala yaitu masing-masing 41 orang (68,3%), responden yang mengalami CVS terbanyak dengan jenis kelamin perempuan yaitu 30 orang (50,0%) dengan durasi menatap VDT > 2 jam yaitu 35 orang (58,3%) dengan durasi istirahat > 15 menit yaitu 21 orang (35,0%) dengan menggunakan kacamata yaitu 20 orang (33,3%) dengan tidak menggunakan softlens yaitu 34 orang (56,7%) dan dengan jarak antara mata dengan pusat layar < 50 cm yaitu 25 orang (41,7%).Kesimpulan : Responden yang mengalami CVS terbanyak dengan jenis kelamin perempuan dengan durasi menatap VDT > 2 jam dan durasi istirahat > 15 menit dengan menggunakan kacamata dan tidak menggunakan softlens serta dengan jarak antara mata dengan pusat layar < 50 cm.","PeriodicalId":30503,"journal":{"name":"Academicus International Scientific Journal","volume":"22 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-09-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"84398683","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang timbul akibat kenaikan suhu tubuh (suhu rektal diatas 38̊ C) yang disebabkan oleh proses ekstrakranial. Beberapa faktor yang berperan menyebabkan kejang demam antara lain adalah demam, demam setelah imunisasi DPT dan morbili, efek toksin dari mikroorganisme, respon alergi atau keadaan imun yang abnormal akibat infeksi, perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit. Kejang demam sederhana adalah kejang yang berlangsung kurang dari 15 menit, kejang tonik klonik umum, sembuh spontan, tanpa kejang fokal, dan tidak berulang dalam 24 jam. Kejang demam tipe ini adalah 80% di antara seluruh kejang demam. Kejang demam kompleks adalah kejang fokal atauparsial, berlangsung lebih dari 15 menit, berulang dalam 24 jam, didapatkan abnormalitas status neurologi. Pemeriksaan laboratorium yang dapat dikerjakan atas indikasi misalnya darah perifer, elektrolit, dan gula darah. Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau menyingkirkan kemungkinan meningitis. Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat memprediksi berulangnya kejang, atau memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi pada pasien kejang demam
{"title":"Kejang Demam","authors":"Debi Anggraini, Dita Hasni","doi":"10.56260/sciena.v1i4.62","DOIUrl":"https://doi.org/10.56260/sciena.v1i4.62","url":null,"abstract":"Kejang demam adalah bangkitan kejang yang timbul akibat kenaikan suhu tubuh (suhu rektal diatas 38̊ C) yang disebabkan oleh proses ekstrakranial. Beberapa faktor yang berperan menyebabkan kejang demam antara lain adalah demam, demam setelah imunisasi DPT dan morbili, efek toksin dari mikroorganisme, respon alergi atau keadaan imun yang abnormal akibat infeksi, perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit. Kejang demam sederhana adalah kejang yang berlangsung kurang dari 15 menit, kejang tonik klonik umum, sembuh spontan, tanpa kejang fokal, dan tidak berulang dalam 24 jam. Kejang demam tipe ini adalah 80% di antara seluruh kejang demam. Kejang demam kompleks adalah kejang fokal atauparsial, berlangsung lebih dari 15 menit, berulang dalam 24 jam, didapatkan abnormalitas status neurologi. Pemeriksaan laboratorium yang dapat dikerjakan atas indikasi misalnya darah perifer, elektrolit, dan gula darah. Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau menyingkirkan kemungkinan meningitis. Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat memprediksi berulangnya kejang, atau memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi pada pasien kejang demam","PeriodicalId":30503,"journal":{"name":"Academicus International Scientific Journal","volume":"324 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-07-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"76898946","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Sepsis is a clinical condition caused by the body's immune response to infection and manifests as SIRS. Systemic inflammatory response syndrome is a state of systemic inflammatory response characterized by two or more of the following conditions. Etiology Sepsis can be caused by various microorganisms and the most etiology of sepsis is bacterial. Gram-negative bacteria cause sepsis about 60% - 70% in developing countries, but in the United States the causes of infection by Gram-positive bacteria begin to increase. This may be due to the large number of uses of invasive procedures, increased hospital acquired pneumonia (HAP) and antibiotic resistance. The body also has anti-inflammatory mechanisms including increased levels of anti-inflammatory cytokines and glucocorticoid hormones. The hormone inhibits the synthesis of cytokines by monocytes and decreases the ability of neutrophils to attach to the vascular endothelium. The inflammatory process in sepsis is not controlled leading to the occurrence of excessive discharge of inflammatory mediators over a long time and goes beyond the anti-inflammatory mechanisms of the body. This leads to various organ dysfunctions including cardiovascular, liver, pulmonary and renal dysfunctions
{"title":"Pathogenesis of Sepsis","authors":"D. Anggraini, D. Hasni, Rini Amelia","doi":"10.56260/sciena.v1i4.63","DOIUrl":"https://doi.org/10.56260/sciena.v1i4.63","url":null,"abstract":"Sepsis is a clinical condition caused by the body's immune response to infection and manifests as SIRS. Systemic inflammatory response syndrome is a state of systemic inflammatory response characterized by two or more of the following conditions. Etiology Sepsis can be caused by various microorganisms and the most etiology of sepsis is bacterial. Gram-negative bacteria cause sepsis about 60% - 70% in developing countries, but in the United States the causes of infection by Gram-positive bacteria begin to increase. This may be due to the large number of uses of invasive procedures, increased hospital acquired pneumonia (HAP) and antibiotic resistance. The body also has anti-inflammatory mechanisms including increased levels of anti-inflammatory cytokines and glucocorticoid hormones. The hormone inhibits the synthesis of cytokines by monocytes and decreases the ability of neutrophils to attach to the vascular endothelium. The inflammatory process in sepsis is not controlled leading to the occurrence of excessive discharge of inflammatory mediators over a long time and goes beyond the anti-inflammatory mechanisms of the body. This leads to various organ dysfunctions including cardiovascular, liver, pulmonary and renal dysfunctions","PeriodicalId":30503,"journal":{"name":"Academicus International Scientific Journal","volume":"12 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-07-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"78174765","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Diare didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana terjadi peningkatan jumlah buang air besar yang terjadi akibat adanya suatu infeksi. Seorang anak bisa dikatakan telah mengalami diare apabila volume buang air besarnya terukur lebih besar dari 10 ml / kg per hari. Konsistensi tinja yang encer, banyak mengandung cairan (cair) dan sering (pada umumnya buang air besar lebih dari 3 kali dalam 24 jam). Inspeksi feses merupakan pemeriksaan yang sangat membantu. Pemeriksaan feses dibedakan menjadi tes spesifik dan tes non spesifik. Pemeriksaan spesifik diantaranya tes untuk enzim pankreas seperti elastase feses. Pemeriksaan non spesifik diantaranya osmolalitas tinja dan perhitungan osmotik gap mempunyai nilai dalam membedakan diare osmotik, sekretorik dan diare factitious. Osmotik gap dapat dipergunakan untuk memperkirakan peranan elektrolit dan non elektrolit dalam terjadinya retensi air didalam lumen intestinal. Pada diare sekretorik elektrolit yang tidak diabsorpsi mempertahankan air dalam lumen, sedangkan pada diare osmotik komponen non elektrolit yang menyebabkan retensi air. Osmotik gap pada diare osmotik >125 mosmol/kg, sedangkan pada diare sekretorik < 50 mosmol/kg. Pada diare kronik dengan dugaan penyebab agen infeksius dilakukan kultur feses dan pemeriksaan mikroskopis. Infeksi oleh protozoa seperti amoeba dan giardia lamblia dapat menimbulkan diare yang kronis. Pemeriksaan tinja segar dalam 3 kali ulangan untuk menemukan telur, kista, parasit masih merupakan alat diagnostik utama dengan sensitifitas 60-90%.
{"title":"Diare Pada Anak","authors":"Debi Anggraini, Olivitari Kumala","doi":"10.56260/sciena.v1i4.60","DOIUrl":"https://doi.org/10.56260/sciena.v1i4.60","url":null,"abstract":"Diare didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana terjadi peningkatan jumlah buang air besar yang terjadi akibat adanya suatu infeksi. Seorang anak bisa dikatakan telah mengalami diare apabila volume buang air besarnya terukur lebih besar dari 10 ml / kg per hari. Konsistensi tinja yang encer, banyak mengandung cairan (cair) dan sering (pada umumnya buang air besar lebih dari 3 kali dalam 24 jam). Inspeksi feses merupakan pemeriksaan yang sangat membantu. Pemeriksaan feses dibedakan menjadi tes spesifik dan tes non spesifik. Pemeriksaan spesifik diantaranya tes untuk enzim pankreas seperti elastase feses. Pemeriksaan non spesifik diantaranya osmolalitas tinja dan perhitungan osmotik gap mempunyai nilai dalam membedakan diare osmotik, sekretorik dan diare factitious. Osmotik gap dapat dipergunakan untuk memperkirakan peranan elektrolit dan non elektrolit dalam terjadinya retensi air didalam lumen intestinal. Pada diare sekretorik elektrolit yang tidak diabsorpsi mempertahankan air dalam lumen, sedangkan pada diare osmotik komponen non elektrolit yang menyebabkan retensi air. Osmotik gap pada diare osmotik >125 mosmol/kg, sedangkan pada diare sekretorik < 50 mosmol/kg. Pada diare kronik dengan dugaan penyebab agen infeksius dilakukan kultur feses dan pemeriksaan mikroskopis. Infeksi oleh protozoa seperti amoeba dan giardia lamblia dapat menimbulkan diare yang kronis. Pemeriksaan tinja segar dalam 3 kali ulangan untuk menemukan telur, kista, parasit masih merupakan alat diagnostik utama dengan sensitifitas 60-90%.","PeriodicalId":30503,"journal":{"name":"Academicus International Scientific Journal","volume":"18 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-07-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"78631848","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Hiperurisemia disebabkan oleh dua faktor utama yaitu meningkatnya produksi asam urat dalam tubuh, hal ini disebabkan karena sintesis atau pembentukan asam urat yang berlebihan. Penyebab asam urat ada dua macam, yang menyebabkan penyakit asam urat primer dan penyakit asam urat sekunder. Kadar asam urat dalam serum merupakan hasil keseimbangan antara produksi dan sekresi. Dan ketika terjadi ketidak seimbangan dua proses tersebut maka terjadi keadaan hiperurisemia, yang menimbulkan hipersaturasi asam urat yaitu kelarutan asam urat di serum yang telah melewati ambang batasnya, sehingga merangsang timbunan urat dalam bentuk garamnya terutama monosodium urat di berbagai tempat atau jaringan. Keadaan hiperurisemia dapat menimbulkan dampak klinis timbulnya arthritis gout, nefropati gout, atau batu ginjal dan juga diperkuat oleh komorbiditas yang ditimbulkan berupa penyakit ginjal kronik, penyakit kardiovaskuler dan diabetes. Dapat terjadi akibat peningkatan metabolisme asam urat (overproduction) karena diet tinggi purin, penurunan ekskresi asam urat urin (underexcretion) karena pemecahaan asam nukleat yang berlebihan, atau gabungan keduanya.
{"title":"Aspek Klinis Hiperurisemia","authors":"Debie Anggraini","doi":"10.56260/sciena.v1i4.59","DOIUrl":"https://doi.org/10.56260/sciena.v1i4.59","url":null,"abstract":"Hiperurisemia disebabkan oleh dua faktor utama yaitu meningkatnya produksi asam urat dalam tubuh, hal ini disebabkan karena sintesis atau pembentukan asam urat yang berlebihan. Penyebab asam urat ada dua macam, yang menyebabkan penyakit asam urat primer dan penyakit asam urat sekunder. Kadar asam urat dalam serum merupakan hasil keseimbangan antara produksi dan sekresi. Dan ketika terjadi ketidak seimbangan dua proses tersebut maka terjadi keadaan hiperurisemia, yang menimbulkan hipersaturasi asam urat yaitu kelarutan asam urat di serum yang telah melewati ambang batasnya, sehingga merangsang timbunan urat dalam bentuk garamnya terutama monosodium urat di berbagai tempat atau jaringan. Keadaan hiperurisemia dapat menimbulkan dampak klinis timbulnya arthritis gout, nefropati gout, atau batu ginjal dan juga diperkuat oleh komorbiditas yang ditimbulkan berupa penyakit ginjal kronik, penyakit kardiovaskuler dan diabetes. Dapat terjadi akibat peningkatan metabolisme asam urat (overproduction) karena diet tinggi purin, penurunan ekskresi asam urat urin (underexcretion) karena pemecahaan asam nukleat yang berlebihan, atau gabungan keduanya.","PeriodicalId":30503,"journal":{"name":"Academicus International Scientific Journal","volume":"8 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-07-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"81843422","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Karsinoma Hepatoselular (KHS) yang diinduksi oleh HBV dan HCV berkembang dalam lingkungan peradangan dan regenerasi yang dihasilkan dari kerusakan hati kronis, menunjukkan bahwa patogenesis KHS dimediasi oleh kekebalan tubuh. Protein yang dikodekan HBV dan HCV mengubah ekspresi gen inang dan fenotipe seluler yang diakui sebagai ciri khas kanker. Perubahan-perubahan ini mendorong proliferasi faktor-independen, resistensi terhadap hambatan pertumbuhan, invasi dan metastasis jaringan, angiogenesis, pemrograman ulang metabolisme energi, dan resistensi terhadap apoptosis dalam menghadapi serangan kekebalan yang persisten dan selama intervensi terapi. Peradangan kronis juga meningkatkan ketidakstabilan genetik dalam sel tumor. Sel T regulator (Tregs) merupakan sel supresor yang dikenal paling baik dan telah dikenal menyupresi imunitas terhadap tumor dalam beberapa penelitian. Sel Treg memproduksi sitokin imunosupresi seperti interleukin 10 (IL-10) yang akan menyupresi sel T CD4 dan CD8 sehingga tumor dapat bertahan tetap ada. Sel Treg berperan utama dalam inhibisi sel T yang spesifik terhadap tumor dalam perkembangan KHS
{"title":"Imunopatogenesis Karsinoma Hepatoselular","authors":"D. Anggraini, Idriyan Ade Putra","doi":"10.56260/sciena.v1i4.61","DOIUrl":"https://doi.org/10.56260/sciena.v1i4.61","url":null,"abstract":"Karsinoma Hepatoselular (KHS) yang diinduksi oleh HBV dan HCV berkembang dalam lingkungan peradangan dan regenerasi yang dihasilkan dari kerusakan hati kronis, menunjukkan bahwa patogenesis KHS dimediasi oleh kekebalan tubuh. Protein yang dikodekan HBV dan HCV mengubah ekspresi gen inang dan fenotipe seluler yang diakui sebagai ciri khas kanker. Perubahan-perubahan ini mendorong proliferasi faktor-independen, resistensi terhadap hambatan pertumbuhan, invasi dan metastasis jaringan, angiogenesis, pemrograman ulang metabolisme energi, dan resistensi terhadap apoptosis dalam menghadapi serangan kekebalan yang persisten dan selama intervensi terapi. Peradangan kronis juga meningkatkan ketidakstabilan genetik dalam sel tumor. Sel T regulator (Tregs) merupakan sel supresor yang dikenal paling baik dan telah dikenal menyupresi imunitas terhadap tumor dalam beberapa penelitian. Sel Treg memproduksi sitokin imunosupresi seperti interleukin 10 (IL-10) yang akan menyupresi sel T CD4 dan CD8 sehingga tumor dapat bertahan tetap ada. Sel Treg berperan utama dalam inhibisi sel T yang spesifik terhadap tumor dalam perkembangan KHS","PeriodicalId":30503,"journal":{"name":"Academicus International Scientific Journal","volume":"8 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-07-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"84183057","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Abstract Sepsis is a clinical syndrome due to infection and manifests as systemic inflammatory response syndrome (SIRS). Sepsis is a major cause of morbidity and mortality in hospitalized patients. In septic conditions, large amounts of lactate can be produced because of increased aerobic or anaerobic lactate production combined with decreased lactate clearance. Measurement of lactate levels is useful for detecting the presence of tissue hypoxia that is still not clearly visible so that therapy can be given earlier and clinician can monitor response to therapy. Increased lactate levels are also associated with decreased patient survival. A number of tools in the laboratory can be used to measure lactate level, including clinical chemistry analyzer, point of care testing (POCT) analyzer and blood gas analyzer. Methods for the examination of lactate are enzymatic, including the use of lactate oxidase and lactate dehydrogenase enzymes. Lactate plays an important role in the diagnosis of severe sepsis, as a prognostic indicator and monitoring response to therapy. Abstrak Sepsis merupakan suatu sindrom klinis akibat infeksi dan bermanifestasi sebagai systemic inflammatory response syndrome (SIRS). Sepsis merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada pasien yang dirawat di rumah sakit. Pada kondisi sepsis, laktat dapat dihasilkan dalam jumlah yang besar oleh karena peningkatan produksi laktat secara aerob atau anaerob dan dikombinasi dengan penurunan klirens laktat. Pengukuran kadar laktat berguna untuk mendeteksi adanya hipoksia jaringan yang masih belum terlihat jelas sehingga dapat diberikan terapi lebih awal dan memantau respons terapi. Peningkatan kadar laktat juga berhubungan dengan penurunan kemampuan bertahan hidup pasien. Sejumlah alat di laboratorium dapat digunakan untuk melakukan pemeriksaan laktat di antaranya alat kimia klinik otomatis, alat point of care testing (POCT) dan alat blood gas analyzer. Metode untuk pemeriksaan laktat adalah enzimatik di antaranya menggunakan enzim laktat oksidase dan laktat dehidrogenase. Laktat berperan penting dalam diagnosis sepsis berat, sebagai indikator prognosis dan pemantauan respons terapi.
脓毒症是一种由感染引起的临床综合征,表现为全身炎症反应综合征(systemic inflammatory response syndrome, SIRS)。脓毒症是住院病人发病和死亡的主要原因。在脓毒性条件下,由于有氧或厌氧乳酸产生增加,同时乳酸清除率降低,可产生大量乳酸。乳酸水平的测量对于检测组织缺氧的存在是有用的,这种组织缺氧仍然不清楚可见,因此可以及早给予治疗,临床医生可以监测对治疗的反应。乳酸水平升高也与患者生存率降低有关。实验室中有许多工具可用于测量乳酸水平,包括临床化学分析仪、护理点测试(POCT)分析仪和血气分析仪。乳酸的检测方法是酶法,包括使用乳酸氧化酶和乳酸脱氢酶。乳酸在严重脓毒症的诊断中发挥重要作用,作为预后指标和监测对治疗的反应。【摘要】脓毒症(meupakan suatu syndrome,简称SIRS)是一种全身炎症反应综合征(SIRS)。脓毒症:脓毒症,脓毒症,脓毒症,脓毒症,脓毒症Pada kondisi sepsis, laktat dapat dihasilkan dalam jumlah yang besar oleh karena peningkatan produksi laktat secara aerob atau厌氧,dikombinasi denan penurunan klirens laktat。企鹅kadkar laktat berguna untuk mendeteksi adanya hipoksia jaringan yang masih belum terlik, jelas seingga dapat diberikan terapi lebih awal和memantau反应terapi。Peningkatan kadar lakta juga berhubungan dengan penurunan kemampuan bertahan hidup pasen。Sejumlah alat di laboratorium dapat digunakan untuk melakukan peremeriksaan laktat di antaranya alat kimia klinik otomatis,警报护理点测试(POCT)和警报血气分析仪。方法:1 .方法:1 .方法:1 .方法:1 .方法:1 .方法:1 .方法:Laktat berperan囚禁dalam诊断败血症培拉特sebagai indikator预后丹pemantauan响应terapi。
{"title":"Peran Laktat Pada Sepsis Dan Pemeriksaan Laboratoriumnya","authors":"Donaliazarti","doi":"10.56260/sciena.v1i4.53","DOIUrl":"https://doi.org/10.56260/sciena.v1i4.53","url":null,"abstract":"Abstract \u0000Sepsis is a clinical syndrome due to infection and manifests as systemic inflammatory response syndrome (SIRS). Sepsis is a major cause of morbidity and mortality in hospitalized patients. In septic conditions, large amounts of lactate can be produced because of increased aerobic or anaerobic lactate production combined with decreased lactate clearance. Measurement of lactate levels is useful for detecting the presence of tissue hypoxia that is still not clearly visible so that therapy can be given earlier and clinician can monitor response to therapy. Increased lactate levels are also associated with decreased patient survival. A number of tools in the laboratory can be used to measure lactate level, including clinical chemistry analyzer, point of care testing (POCT) analyzer and blood gas analyzer. Methods for the examination of lactate are enzymatic, including the use of lactate oxidase and lactate dehydrogenase enzymes. Lactate plays an important role in the diagnosis of severe sepsis, as a prognostic indicator and monitoring response to therapy. \u0000 \u0000Abstrak \u0000Sepsis merupakan suatu sindrom klinis akibat infeksi dan bermanifestasi sebagai systemic inflammatory response syndrome (SIRS). Sepsis merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada pasien yang dirawat di rumah sakit. Pada kondisi sepsis, laktat dapat dihasilkan dalam jumlah yang besar oleh karena peningkatan produksi laktat secara aerob atau anaerob dan dikombinasi dengan penurunan klirens laktat. Pengukuran kadar laktat berguna untuk mendeteksi adanya hipoksia jaringan yang masih belum terlihat jelas sehingga dapat diberikan terapi lebih awal dan memantau respons terapi. Peningkatan kadar laktat juga berhubungan dengan penurunan kemampuan bertahan hidup pasien. Sejumlah alat di laboratorium dapat digunakan untuk melakukan pemeriksaan laktat di antaranya alat kimia klinik otomatis, alat point of care testing (POCT) dan alat blood gas analyzer. Metode untuk pemeriksaan laktat adalah enzimatik di antaranya menggunakan enzim laktat oksidase dan laktat dehidrogenase. Laktat berperan penting dalam diagnosis sepsis berat, sebagai indikator prognosis dan pemantauan respons terapi. \u0000 \u0000 \u0000 ","PeriodicalId":30503,"journal":{"name":"Academicus International Scientific Journal","volume":"93 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-07-29","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"86708675","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}