Abstrak Tujuan penelitian ini ialah untuk mengkaji kedudukan advokat di dalam sistem peradilan pidana di Indonesia. Penelitian ini penting dilakukan agar memperkuat posisi hukum seorang advokat dalam sistem peradilan pidana di Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif. Penelitian ini memiliki nilai kebaharuan karena membahas secara spesifik mengenai kedudukan advokat dalam sistem peradilan pidana di Indonesia. Unsur kebaharuan peneltian ini terletak pada permasalahan yang dibahas secara spesifik tentang kedudukan advokat dalam sistem peradilan pidana di Indonesia. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa seorang advokat merupakan bagian dari penegak hukum yang terdapat di dalam subsistem peradilan pidana di Indonesia. Secara yuridis, kedudukan advokat telah dimuat di dalam ketentuan Undang-undang Advokat. Akan tetapi, hal tersebut belum sepenuhnya merangkul advokat sebagai penegak hukum. Perlu adanya formulasi secara jelas mengenai ketentuan advokat secara penegak hukum, terutama mengenai lembaga manakah yang menjadi atap advokat sebagai penegak hukum. The purpose of this study is to examine the position of advocates in the criminal justice system in Indonesia. This research is important to do in order to strengthen the legal position of an advocate in the criminal justice system in Indonesia. This study uses a normative juridical research method. This research has novel value because it discusses specifically the position of advocates in the criminal justice system in Indonesia. The novelty of this research lies in the issues discussed specifically the position of advocates in the criminal justice system in Indonesia. Based on the results of the study, it is known that an advocate is part of law enforcement in the criminal justice subsystem in Indonesia. Juridically, the position of an advocate has been contained in the provisions of the Law on Advocates. However, this has not fully embraced advocates as law enforcers. There needs to be a clear formulation of the provisions of advocates in law enforcement, especially regarding which institutions are the roofs of advocates as law enforcers.
{"title":"Kedudukan Advokat Dalam Sistem Peradilan Pidana Di Indonesia","authors":"Mutiara Nora Peace Hasibuan, Mujiono Hafidh Prasetyo","doi":"10.26623/jic.v7i1.4629","DOIUrl":"https://doi.org/10.26623/jic.v7i1.4629","url":null,"abstract":"Abstrak Tujuan penelitian ini ialah untuk mengkaji kedudukan advokat di dalam sistem peradilan pidana di Indonesia. Penelitian ini penting dilakukan agar memperkuat posisi hukum seorang advokat dalam sistem peradilan pidana di Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif. Penelitian ini memiliki nilai kebaharuan karena membahas secara spesifik mengenai kedudukan advokat dalam sistem peradilan pidana di Indonesia. Unsur kebaharuan peneltian ini terletak pada permasalahan yang dibahas secara spesifik tentang kedudukan advokat dalam sistem peradilan pidana di Indonesia. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa seorang advokat merupakan bagian dari penegak hukum yang terdapat di dalam subsistem peradilan pidana di Indonesia. Secara yuridis, kedudukan advokat telah dimuat di dalam ketentuan Undang-undang Advokat. Akan tetapi, hal tersebut belum sepenuhnya merangkul advokat sebagai penegak hukum. Perlu adanya formulasi secara jelas mengenai ketentuan advokat secara penegak hukum, terutama mengenai lembaga manakah yang menjadi atap advokat sebagai penegak hukum. The purpose of this study is to examine the position of advocates in the criminal justice system in Indonesia. This research is important to do in order to strengthen the legal position of an advocate in the criminal justice system in Indonesia. This study uses a normative juridical research method. This research has novel value because it discusses specifically the position of advocates in the criminal justice system in Indonesia. The novelty of this research lies in the issues discussed specifically the position of advocates in the criminal justice system in Indonesia. Based on the results of the study, it is known that an advocate is part of law enforcement in the criminal justice subsystem in Indonesia. Juridically, the position of an advocate has been contained in the provisions of the Law on Advocates. However, this has not fully embraced advocates as law enforcers. There needs to be a clear formulation of the provisions of advocates in law enforcement, especially regarding which institutions are the roofs of advocates as law enforcers.","PeriodicalId":31921,"journal":{"name":"Jurnal Ius Constituendum","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-04-23","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"48968476","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Mas Putra Zenno Januarsyah, Dwidja Priyatno, Agung Sujati Winata, Khairul Hidayat
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dan menganalisis penerapan business judgment rule dalam perkara tindak pidana korupsi Karen Agustiawan. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan jenis yuridis normatif. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan peraturan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan kasus (case approach) dengan menggunakan data sekunder yang dianalisis secara kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan penerapan doktrin business judgment rule dalam perkara tindak pidana korupsi Karen Agustiawan terjadi pada tingkat pemeriksaan di Mahkamah Agung (judex juris). Dalam pertimbangannya, apa yang dilakukan oleh Karen Agustiawan tidak keluar dari ranah business judgment rule, ditandai dengan tidak adanya kecurangan (fraud), benturan kepentingan (conflict of interest), perbuatan melawan hukum, dan kesalahan yang disengaja. This study aims to examine and analyze the application of the business judgment rule in the corruption case of Karen Agustiawan. This research is descriptive with normative juridical type. The approach used is the approach laws and regulations (statute approach) and case approach using secondary data which was analyzed qualitatively. The results of this study show the application of the business judgment rule doctrine in the corruption case of Karen Agustiawan occurred at the examination level at the Supreme Court (judex juris). In her judgment, what Karen Agustiawan did was not outside the realm of the business judgment rule, marked by the absence of fraud, conflict of interest, unlawful acts, and intentional mistakes.
{"title":"Penerapan Doktrin Business Judgment Rule Dalam Perkara Tindak Pidana Korupsi Karen Agustiawan","authors":"Mas Putra Zenno Januarsyah, Dwidja Priyatno, Agung Sujati Winata, Khairul Hidayat","doi":"10.26623/jic.v7i1.4922","DOIUrl":"https://doi.org/10.26623/jic.v7i1.4922","url":null,"abstract":"Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dan menganalisis penerapan business judgment rule dalam perkara tindak pidana korupsi Karen Agustiawan. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan jenis yuridis normatif. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan peraturan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan kasus (case approach) dengan menggunakan data sekunder yang dianalisis secara kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan penerapan doktrin business judgment rule dalam perkara tindak pidana korupsi Karen Agustiawan terjadi pada tingkat pemeriksaan di Mahkamah Agung (judex juris). Dalam pertimbangannya, apa yang dilakukan oleh Karen Agustiawan tidak keluar dari ranah business judgment rule, ditandai dengan tidak adanya kecurangan (fraud), benturan kepentingan (conflict of interest), perbuatan melawan hukum, dan kesalahan yang disengaja. This study aims to examine and analyze the application of the business judgment rule in the corruption case of Karen Agustiawan. This research is descriptive with normative juridical type. The approach used is the approach laws and regulations (statute approach) and case approach using secondary data which was analyzed qualitatively. The results of this study show the application of the business judgment rule doctrine in the corruption case of Karen Agustiawan occurred at the examination level at the Supreme Court (judex juris). In her judgment, what Karen Agustiawan did was not outside the realm of the business judgment rule, marked by the absence of fraud, conflict of interest, unlawful acts, and intentional mistakes. ","PeriodicalId":31921,"journal":{"name":"Jurnal Ius Constituendum","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-04-22","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"41370833","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Tujuan penelitian hukum ini adalah mengkaji dinamika konsep filsafat realisme hukum sekaligus mengkaji realisme hukum ditinjau dari aspek aksiologi, ontologi, dan epistemologi. Penelitian hukum ini menggunakan pendekatan konseptual dan peraturan perundang-undangan untuk mengkaji isu hukum yang dibahas. Hasil kajian yang telah diperoleh kemudian di susun secara sistematis dengan menggunakan logika silogisme. Penelitian ini menyatakan bahwa filsafat realisme hukum menempatkan realitas sosial di atas hukum. Sehingga, hukum merupakan suatu konsekuensi dari berbagai kekuatan serta alat kontrol sosial. Selanjutnya, Pola penalaran filsafat realisme hukum menggunakan skema nondoktrinal-induktif; sebagaimana ditinjau berdasarkan aspek epistimologi. Selanjutnya, ditinjau dari sisi ontologi, filsafat realisme hukum memberikan kesempatan kepada setiap subjek hukum untuk menginterpretasi segala hal yang diwujudkan berdasarkan instrumen hukum dan ilmu-ilmu yang berhubungan dengan hukum. Aspek ontologi menilai realisme hukum adalah segala upaya untuk menafsirkan dan mewujudkan segala tindakan-tindakan para setiap subjek hukum sebagai legitimasi suatu instrumen hukum yang berlaku di masyarakat. Kemudian, apabila dikaji dalam sudut pandang aksiologi, realisme hukum dianggap sebagai teori yang bernilai sebagaimana yang memiliki utilitas terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dari hukum itu sendiri. The purpose of this legal research is to examine the dynamics of the philosophical concept of legal realism as well as to examine legal realism in terms of axiology, ontology, and epistemology aspects. This legal research uses a conceptual approach and legislation to examine the legal issues discussed. The results of the study that have been obtained are then arranged systematically using syllogistic logic. This study states that the legal realism philosophy places social reality above the law. Thus, law is a consequence of various forces and tools of social control. Furthermore, the reasoning pattern of legal realism uses a non-doctrinal-inductive scheme; as reviewed based on the aspect of epistemology. Furthermore, in terms of ontology, the philosophy of legal realism provides an opportunity for every legal subject to interpret everything that is realized based on legal instruments and the sciences related to law. Thus, the ontology aspect assesses legal realism as all efforts to interpret and realize all the actions of each legal subject as the legitimacy of a legal instrument that applies in society. Then, when studied from an axiological point of view, legal realism is considered a valuable theory as it has utility for the development of science from the law itself.
{"title":"Filsafat Realisme Hukum Dalam Perspektif Ontologi, Aksiologi, Dan Epistemologi","authors":"Christina Bagenda","doi":"10.26623/jic.v7i1.4777","DOIUrl":"https://doi.org/10.26623/jic.v7i1.4777","url":null,"abstract":"Tujuan penelitian hukum ini adalah mengkaji dinamika konsep filsafat realisme hukum sekaligus mengkaji realisme hukum ditinjau dari aspek aksiologi, ontologi, dan epistemologi. Penelitian hukum ini menggunakan pendekatan konseptual dan peraturan perundang-undangan untuk mengkaji isu hukum yang dibahas. Hasil kajian yang telah diperoleh kemudian di susun secara sistematis dengan menggunakan logika silogisme. Penelitian ini menyatakan bahwa filsafat realisme hukum menempatkan realitas sosial di atas hukum. Sehingga, hukum merupakan suatu konsekuensi dari berbagai kekuatan serta alat kontrol sosial. Selanjutnya, Pola penalaran filsafat realisme hukum menggunakan skema nondoktrinal-induktif; sebagaimana ditinjau berdasarkan aspek epistimologi. Selanjutnya, ditinjau dari sisi ontologi, filsafat realisme hukum memberikan kesempatan kepada setiap subjek hukum untuk menginterpretasi segala hal yang diwujudkan berdasarkan instrumen hukum dan ilmu-ilmu yang berhubungan dengan hukum. Aspek ontologi menilai realisme hukum adalah segala upaya untuk menafsirkan dan mewujudkan segala tindakan-tindakan para setiap subjek hukum sebagai legitimasi suatu instrumen hukum yang berlaku di masyarakat. Kemudian, apabila dikaji dalam sudut pandang aksiologi, realisme hukum dianggap sebagai teori yang bernilai sebagaimana yang memiliki utilitas terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dari hukum itu sendiri. The purpose of this legal research is to examine the dynamics of the philosophical concept of legal realism as well as to examine legal realism in terms of axiology, ontology, and epistemology aspects. This legal research uses a conceptual approach and legislation to examine the legal issues discussed. The results of the study that have been obtained are then arranged systematically using syllogistic logic. This study states that the legal realism philosophy places social reality above the law. Thus, law is a consequence of various forces and tools of social control. Furthermore, the reasoning pattern of legal realism uses a non-doctrinal-inductive scheme; as reviewed based on the aspect of epistemology. Furthermore, in terms of ontology, the philosophy of legal realism provides an opportunity for every legal subject to interpret everything that is realized based on legal instruments and the sciences related to law. Thus, the ontology aspect assesses legal realism as all efforts to interpret and realize all the actions of each legal subject as the legitimacy of a legal instrument that applies in society. Then, when studied from an axiological point of view, legal realism is considered a valuable theory as it has utility for the development of science from the law itself.","PeriodicalId":31921,"journal":{"name":"Jurnal Ius Constituendum","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-04-18","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"47750736","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Tujuan penelitian ini untuk melakukan pengaturan pemidanaan terhadap suatu Tujuan penelitian ini untuk melakukan pengaturan pemidanaan terhadap suatu tindak pidana korupsi sektor swasta yang nantinya dijadikan acuan penegak hukum dalam menjatuhkan pemidanaannya. Korupsi dapat terjadi di sektor publik dan sektor swasta. Secara internasional United Nations Convention Against Corruption (UNCAC) mengatur tindak pidana korupsi sektor swasta. Salah satu negara yang mengatur tindak pidana korupsi sektor swasta yaitu New Zealand. Di Indonesia tidak mengatur tindak pidana korupsi sektor swasta, sehingga penelitian ini penting dikaji mengenai kebijakan hukum pidana yang akan datang mengenai tindak pidana korupsi sektor swasta di Indonesia. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan perbandingan. Kebaharuan pada penelitian ini terletak pada objek kajiannya yakni untuk merumuskan kebijakan hukum pidana mendatang mengenai suap sektor swasta sebagai tindak pidana korupsi di Indonesia. Dari kajian yang dilakukan diperoleh hasil yakni: (1) tindak pidana korupsi sektor swasta belum diatur secara spesifik dalam peraturan tindak pidana korupsi di Indonesia, namun telah disiapkan dalam Rancangan Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dan (2) perlu pembaharuan Rancangan Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi terkait perluasan norma penyuapan dan unsur perbuatan, pengaturan tindak pidana korupsi sektor swasta dalam satu peraturan perundang-undangan, perluasan subjek hukum, serta persamaan pengenaan ancaman penyuapan aktif dan pasif. The purpose of this study is to regulate the punishment of a criminal act of corruption in the private sector which will later serve as law enforcement in imposing the sentence. Internationally, the United Nations Convention Against Corruption (UNCAC) regulates private sector corruption. New Zealand is the country that regulates private sector corruption. Indonesia does not regulate private sector corruption so this research important study for future criminal law policies regarding corruption criminal acts in the private sector in Indonesia. This research is normative legal research using statute and comparative approaches. The novelty of this research lies in the object of the study, namely to formulate future legal policies regarding bribery in the private sector as a criminal act of corruption in Indonesia Corruption can be occurred in the public and private sectors. The results of this study are: (1) the corruption criminal act in the private sector has not been specifically regulated in the laws and regulations of corruption in Indonesia, but it has been prepared in the Corruption Eradication law draft, and (2) it is needed to renew the Corruption Eradication law draft which is related to the expansion of the bribery norm and elements of action, the regulation of corruption criminal act in the private sector in a single law and regulation,
本研究的目的是对这项研究的目的进行拨款管理,对私营部门的腐败犯罪进行拨款管理。腐败可以发生在公共部门和私营部门。联合国国际腐败委员会(UNCAC)组织了对私营部门腐败的犯罪行为。监管私营部门腐败犯罪的国家之一是新西兰。在印度尼西亚,没有管理私人部门腐败的犯罪行为,所以这项研究对即将到来的有关印尼私营部门腐败犯罪的刑法政策非常重要。本研究是通过立法方法和比较方法进行规范法律研究。这项研究的不同之处在于,它旨在制定即将到来的刑事司法政策,将私营部门的贿赂定为腐败犯罪。这项研究的结果是:(1)私营部门腐败重罪规则中未设置特别重罪腐败在印尼,但已经根除腐败犯罪法案,(2)有必要根除犯罪法案更新相关规范扩展贿赂和腐败行为的元素,设置重罪中私营部门腐败现象的一个主体立法规定,扩大法律,以及主动和被动贿赂威胁方程。这项研究的目的是掩盖在私人区域的腐败行为的惩罚国际间,联合国禁止腐败监管私人区域。新西兰是受保护的私有区域。印度尼西亚不包括受保护的私有区域,这是对未来刑事警察犯罪行为的重要研究。这项研究是标准法律研究,使用情境和伙伴关系的方法。在研究对象中进行的这项研究的小说,namely提出了有关未来法律政策的规定,即在印度尼西亚的犯罪行为中,corruption可能被公众和私人部门起诉。这项研究的结果是:(1)《corruption犯罪法案》和《private区已不是一直把regulated》和《间谍活动and regulations of corruption in印尼,但它一直在准备《corruption Eradication法律草案,和(2)是需要去恢复《corruption Eradication稍等》法律草案,这是相关的委婉说法的规范和文本》开拍,《regulation of corruption犯罪法案》和《private in a区法律和合法regulation),分机》单曲subjects,活跃和活泼之间的威胁不变。
{"title":"Re-Formulasi Ketentuan Korupsi Sektor Swasta Komparatif Indonesia Dengan New Zealand","authors":"Hasrina Nurlaily, Rusmilawati Windari","doi":"10.26623/jic.v7i1.3224","DOIUrl":"https://doi.org/10.26623/jic.v7i1.3224","url":null,"abstract":"Tujuan penelitian ini untuk melakukan pengaturan pemidanaan terhadap suatu Tujuan penelitian ini untuk melakukan pengaturan pemidanaan terhadap suatu tindak pidana korupsi sektor swasta yang nantinya dijadikan acuan penegak hukum dalam menjatuhkan pemidanaannya. Korupsi dapat terjadi di sektor publik dan sektor swasta. Secara internasional United Nations Convention Against Corruption (UNCAC) mengatur tindak pidana korupsi sektor swasta. Salah satu negara yang mengatur tindak pidana korupsi sektor swasta yaitu New Zealand. Di Indonesia tidak mengatur tindak pidana korupsi sektor swasta, sehingga penelitian ini penting dikaji mengenai kebijakan hukum pidana yang akan datang mengenai tindak pidana korupsi sektor swasta di Indonesia. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan perbandingan. Kebaharuan pada penelitian ini terletak pada objek kajiannya yakni untuk merumuskan kebijakan hukum pidana mendatang mengenai suap sektor swasta sebagai tindak pidana korupsi di Indonesia. Dari kajian yang dilakukan diperoleh hasil yakni: (1) tindak pidana korupsi sektor swasta belum diatur secara spesifik dalam peraturan tindak pidana korupsi di Indonesia, namun telah disiapkan dalam Rancangan Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dan (2) perlu pembaharuan Rancangan Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi terkait perluasan norma penyuapan dan unsur perbuatan, pengaturan tindak pidana korupsi sektor swasta dalam satu peraturan perundang-undangan, perluasan subjek hukum, serta persamaan pengenaan ancaman penyuapan aktif dan pasif. The purpose of this study is to regulate the punishment of a criminal act of corruption in the private sector which will later serve as law enforcement in imposing the sentence. Internationally, the United Nations Convention Against Corruption (UNCAC) regulates private sector corruption. New Zealand is the country that regulates private sector corruption. Indonesia does not regulate private sector corruption so this research important study for future criminal law policies regarding corruption criminal acts in the private sector in Indonesia. This research is normative legal research using statute and comparative approaches. The novelty of this research lies in the object of the study, namely to formulate future legal policies regarding bribery in the private sector as a criminal act of corruption in Indonesia Corruption can be occurred in the public and private sectors. The results of this study are: (1) the corruption criminal act in the private sector has not been specifically regulated in the laws and regulations of corruption in Indonesia, but it has been prepared in the Corruption Eradication law draft, and (2) it is needed to renew the Corruption Eradication law draft which is related to the expansion of the bribery norm and elements of action, the regulation of corruption criminal act in the private sector in a single law and regulation,","PeriodicalId":31921,"journal":{"name":"Jurnal Ius Constituendum","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-04-18","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"42812396","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Penelitian dilakukan untuk mengetahui tinjauan hukum kepailitan koperasi saat gagal bayar pada keadaan darurat pandemi Covid-19 karena di Indonesia pada saat ini permasalahan kepailitan koperasi meningkat tajam. Tindakan tersebut dipicu dengan adanya gagal bayar dari koperasi kepada anggotanya maupun krediturnya. Dalam penelitian ini akan diteliti apakah memailitan koperasi saat gagal bayar pada keadaan darurat Covid-19 tepat untuk diterapkan. Koperasi sebagai badan usaha yang menjadi salah satu pendorong dalam sektor ekonomi yang penting dalam suatu Negara. Penelitian dilakukan dengan pendekatan normatif. Keadaan darurat Covid-19 merupakan keadaan yang baru dialami oleh negara Indonesia, hal tersebut menjadikan banyak pembaruan dalam melakukan tindakan hukum, maka dengan penelitian ini sangat berguna untuk dilakukan karena akan mengkaji aturan hukum kepailitan koperasi saat keadaan darurat Covid-19. Tindakan memailitkan koperasi pada keadaan darurat Covid-19 tidak tepat, karena koperasi merupakan lembaga yang didirikan dengan azas kekeluargaan. Peran serta pemerintah sangat dibutuhkan agar kepailitan koperasi pada masa pandemi Covid-19 bisa diminimalisir dengan cara melakukan pembinaan, pengawasan dan mediasi agar koperasi tetap ada dan bisa bertanggungjawab kepada anggota dan kreditur. The study was conducted to find out the review of cooperative bankruptcy laws when they failed to pay in the pandemic Covid-19 emergency because in Indonesia at this time the problem of cooperative bankruptcy increased sharply. This action was triggered by default from the cooperative to its members and creditors. In this study, it will be investigated whether the bankruptcy of a cooperative when it fails to pay in a Covid-19 emergency is appropriate to apply. Cooperatives as business entities are one of the drivers in an important economic sector in a country. The research was conducted with a normative approach. The Covid-19 emergency is a new state of affairs experienced by the Indonesian state, it makes many updates in taking legal action, so this research is very useful to do because it will examine the legal rules of cooperative bankruptcy during the Covid-19 emergency. The act of instituting cooperatives in a Covid-19 emergency is not appropriate, because cooperatives are institutions founded on the principle of kinship. The role of the government is very much needed so that the bankruptcy of cooperatives during the Covid-19 pandemic can be minimized by providing guidance, supervision, and mediation so that cooperatives can still exist and be accountable to members and creditors.
{"title":"Tinjauan Hukum Kepailitan Koperasi Saat Gagal Bayar Pada Masa Pandemi Covid-19","authors":"Riza Fibriani","doi":"10.26623/jic.v7i1.3575","DOIUrl":"https://doi.org/10.26623/jic.v7i1.3575","url":null,"abstract":"Penelitian dilakukan untuk mengetahui tinjauan hukum kepailitan koperasi saat gagal bayar pada keadaan darurat pandemi Covid-19 karena di Indonesia pada saat ini permasalahan kepailitan koperasi meningkat tajam. Tindakan tersebut dipicu dengan adanya gagal bayar dari koperasi kepada anggotanya maupun krediturnya. Dalam penelitian ini akan diteliti apakah memailitan koperasi saat gagal bayar pada keadaan darurat Covid-19 tepat untuk diterapkan. Koperasi sebagai badan usaha yang menjadi salah satu pendorong dalam sektor ekonomi yang penting dalam suatu Negara. Penelitian dilakukan dengan pendekatan normatif. Keadaan darurat Covid-19 merupakan keadaan yang baru dialami oleh negara Indonesia, hal tersebut menjadikan banyak pembaruan dalam melakukan tindakan hukum, maka dengan penelitian ini sangat berguna untuk dilakukan karena akan mengkaji aturan hukum kepailitan koperasi saat keadaan darurat Covid-19. Tindakan memailitkan koperasi pada keadaan darurat Covid-19 tidak tepat, karena koperasi merupakan lembaga yang didirikan dengan azas kekeluargaan. Peran serta pemerintah sangat dibutuhkan agar kepailitan koperasi pada masa pandemi Covid-19 bisa diminimalisir dengan cara melakukan pembinaan, pengawasan dan mediasi agar koperasi tetap ada dan bisa bertanggungjawab kepada anggota dan kreditur. The study was conducted to find out the review of cooperative bankruptcy laws when they failed to pay in the pandemic Covid-19 emergency because in Indonesia at this time the problem of cooperative bankruptcy increased sharply. This action was triggered by default from the cooperative to its members and creditors. In this study, it will be investigated whether the bankruptcy of a cooperative when it fails to pay in a Covid-19 emergency is appropriate to apply. Cooperatives as business entities are one of the drivers in an important economic sector in a country. The research was conducted with a normative approach. The Covid-19 emergency is a new state of affairs experienced by the Indonesian state, it makes many updates in taking legal action, so this research is very useful to do because it will examine the legal rules of cooperative bankruptcy during the Covid-19 emergency. The act of instituting cooperatives in a Covid-19 emergency is not appropriate, because cooperatives are institutions founded on the principle of kinship. The role of the government is very much needed so that the bankruptcy of cooperatives during the Covid-19 pandemic can be minimized by providing guidance, supervision, and mediation so that cooperatives can still exist and be accountable to members and creditors.","PeriodicalId":31921,"journal":{"name":"Jurnal Ius Constituendum","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-04-17","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"49407920","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Penelitian ini bertujuan untuk membahas fenomena pinjaman online yang hadir sebagai akibat dari adanya kemajuan teknologi. Akan tetapi fenomena ini tidak hanya memberikan kemudahan, melainkan juga menimbulkan permasalahan yakni berkaitan dengan dana pribadi yang diisikan saat melakukan pinjaman online yaitu rentan untuk disalah gunakan oleh pihak lain, sehingga sangat penting untuk dibahas masalah perlindungan data pribadi pada aktivitas pinjaman online dan belum ada penelitian yang sama seperti penelitian ini sebelumnya. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif, berdasarkan hasil penelitian ini disimpulkan bahwa perlindungan hukum diberikan pada peminjam atas data pribadi mereka yang diatur dalam UU ITE, peraturan pemerintah, peraturan OJK, dan peraturan menteri. Selain itu apabila terdapat pelanggaran terhadap data pribadi dapat dijathui sanksi pidana maupun sanksi administratif. Perjanjian yang dibuat oleh lembaga pinjaman online dan peminjam dapat dimintakan pembatalan pada pengadilan negeri apabila terdapat pelanggaran terhadap data pribadi yang dilakukan oleh lembaga pinjaman online. This study aims to discuss the phenomenon of Online Loans that are present as a result of technological advances. However, this phenomenon not only provides convenience but also causes problems related to personal funds that are filled in when making online loans, which are vulnerable to being misused by other parties, so it is very important to discuss the issue of personal data protection in online loan activities and there has been no similar research as this research before. This research is normative juridical research, based on the results of the study it is concluded that legal protection is given to borrowers for their personal data as regulated in the ITE Law, Government Regulations, OJK Regulations, and Ministerial Regulations. In addition, if there is a violation of personal data, criminal sanctions and administrative sanctions can be imposed. In the event that the agreement made by the online lending institution and the borrower can be requested for cancellation in the district court if there is a violation of personal data by the online lending institution.
{"title":"Perlindungan Hukum Terhadap Penyalahgunaan Data Pribadi Debitur Dalam Aktivitas Pinjaman Online","authors":"Husni Kurniawati, Y. Yunanto","doi":"10.26623/jic.v7i1.4290","DOIUrl":"https://doi.org/10.26623/jic.v7i1.4290","url":null,"abstract":"Penelitian ini bertujuan untuk membahas fenomena pinjaman online yang hadir sebagai akibat dari adanya kemajuan teknologi. Akan tetapi fenomena ini tidak hanya memberikan kemudahan, melainkan juga menimbulkan permasalahan yakni berkaitan dengan dana pribadi yang diisikan saat melakukan pinjaman online yaitu rentan untuk disalah gunakan oleh pihak lain, sehingga sangat penting untuk dibahas masalah perlindungan data pribadi pada aktivitas pinjaman online dan belum ada penelitian yang sama seperti penelitian ini sebelumnya. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif, berdasarkan hasil penelitian ini disimpulkan bahwa perlindungan hukum diberikan pada peminjam atas data pribadi mereka yang diatur dalam UU ITE, peraturan pemerintah, peraturan OJK, dan peraturan menteri. Selain itu apabila terdapat pelanggaran terhadap data pribadi dapat dijathui sanksi pidana maupun sanksi administratif. Perjanjian yang dibuat oleh lembaga pinjaman online dan peminjam dapat dimintakan pembatalan pada pengadilan negeri apabila terdapat pelanggaran terhadap data pribadi yang dilakukan oleh lembaga pinjaman online. This study aims to discuss the phenomenon of Online Loans that are present as a result of technological advances. However, this phenomenon not only provides convenience but also causes problems related to personal funds that are filled in when making online loans, which are vulnerable to being misused by other parties, so it is very important to discuss the issue of personal data protection in online loan activities and there has been no similar research as this research before. This research is normative juridical research, based on the results of the study it is concluded that legal protection is given to borrowers for their personal data as regulated in the ITE Law, Government Regulations, OJK Regulations, and Ministerial Regulations. In addition, if there is a violation of personal data, criminal sanctions and administrative sanctions can be imposed. In the event that the agreement made by the online lending institution and the borrower can be requested for cancellation in the district court if there is a violation of personal data by the online lending institution.","PeriodicalId":31921,"journal":{"name":"Jurnal Ius Constituendum","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-04-17","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"49296711","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Rani Hendriana, Dwiki Oktobrian, Muhammad Isa Abdillah
Keberadaan pidana mati dalam suatu sistem hukum pidana suatu negara seringkali diperdebatkan secara global tidak hanya tentang pembenaran keberadaan pidana tersebut tetapi juga terkait bagaimana pidana tersebut dijalankan. Terdapat berbagai permasalahan dalam pelaksanaan pidana mati saat ini seperti fenomena deret tunggu eksekusi pidana mati hingga implikasinya terhadap kondisi terpidana. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis proyeksi ke depan pelaksanaan pidana mati di Indonesia dalam RKUHP. Adanya pembaruan hukum pidana di Indonesia melalui Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) diharapkan menjadi solusi akan pandangan pro-kontra atas keberadaan sanksi pidana mati itu sendiri dan formulasinya dapat memberikan keadilan dan kepastian hukum dalam pelaksanaannya. Penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian kualitatif, dengan pendekatan social legal research. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jika RKUHP disahkan maka kedepannya keberadaan pidana mati tetap dipertahankan namun tidak lagi menjadi jenis pidana pokok. Adapun hal yang patut diperhatikan bahwa terdapat kelemahan dalam formulasinya, sehingga ke depannya masih belum menjamin kepastian hukum dalam pelaksanaan pidana mati.Kata kunci: Pelaksanaan Pidana Mati; Proyeksi; RKUHP The existence of the death penalty in the criminal law system is often debated globally, not only the justification for the existence of the crime but also how the crime is carried out. There are various problems in the implementation of the death penalty, such as the death phenomenon which has an impact on psychologically attacking the convict. Draft Criminal Code (RKUHP) in Indonesia is expected to be a solution to the pros and cons of the existence of the death penalty itself and its formulation can provide justice and legal certainty in its implementation. Therefore, this study aims to analyze future projections of the implementation of the death penalty in Indonesia in the RKUHP. The research was conducted using qualitative research methods, with a social legal research approach. The results show that if the RKUHP is ratified, in the future the existence of the death penalty will be maintained but will no longer be the main criminal sanction. As for things that should be noted that there are weaknesses in the formulation, so that in the future it still does not guarantee legal certainty in the implementation of the death penalty.
{"title":"Proyeksi Ke Depan Pelaksanaan Pidana Mati Di Indonesia Dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana","authors":"Rani Hendriana, Dwiki Oktobrian, Muhammad Isa Abdillah","doi":"10.26623/jic.v7i1.4906","DOIUrl":"https://doi.org/10.26623/jic.v7i1.4906","url":null,"abstract":"Keberadaan pidana mati dalam suatu sistem hukum pidana suatu negara seringkali diperdebatkan secara global tidak hanya tentang pembenaran keberadaan pidana tersebut tetapi juga terkait bagaimana pidana tersebut dijalankan. Terdapat berbagai permasalahan dalam pelaksanaan pidana mati saat ini seperti fenomena deret tunggu eksekusi pidana mati hingga implikasinya terhadap kondisi terpidana. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis proyeksi ke depan pelaksanaan pidana mati di Indonesia dalam RKUHP. Adanya pembaruan hukum pidana di Indonesia melalui Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) diharapkan menjadi solusi akan pandangan pro-kontra atas keberadaan sanksi pidana mati itu sendiri dan formulasinya dapat memberikan keadilan dan kepastian hukum dalam pelaksanaannya. Penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian kualitatif, dengan pendekatan social legal research. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jika RKUHP disahkan maka kedepannya keberadaan pidana mati tetap dipertahankan namun tidak lagi menjadi jenis pidana pokok. Adapun hal yang patut diperhatikan bahwa terdapat kelemahan dalam formulasinya, sehingga ke depannya masih belum menjamin kepastian hukum dalam pelaksanaan pidana mati.Kata kunci: Pelaksanaan Pidana Mati; Proyeksi; RKUHP The existence of the death penalty in the criminal law system is often debated globally, not only the justification for the existence of the crime but also how the crime is carried out. There are various problems in the implementation of the death penalty, such as the death phenomenon which has an impact on psychologically attacking the convict. Draft Criminal Code (RKUHP) in Indonesia is expected to be a solution to the pros and cons of the existence of the death penalty itself and its formulation can provide justice and legal certainty in its implementation. Therefore, this study aims to analyze future projections of the implementation of the death penalty in Indonesia in the RKUHP. The research was conducted using qualitative research methods, with a social legal research approach. The results show that if the RKUHP is ratified, in the future the existence of the death penalty will be maintained but will no longer be the main criminal sanction. As for things that should be noted that there are weaknesses in the formulation, so that in the future it still does not guarantee legal certainty in the implementation of the death penalty.","PeriodicalId":31921,"journal":{"name":"Jurnal Ius Constituendum","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-04-16","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"41436136","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Proses penegakan hukum pidana di Indonesia, kerapkali menggunakan suatu instrumen sosial melalui media massa guna melakukan social framing sebagai wujud dari pola kinerja dari institusi penegak hukum sebagai wujud pelaksanaan fungsi pemerintahan. Penggunaan instrumen sosial berupa konferensi pers dalam mempertontonkan dari hasil operasi tangkap tangan (OTT)—misalnya, oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diandaikan begitu saja sebagai bagian dari upaya melakukan keterbukaan informasi publik, tanpa adanya instrumen hukum untuk menguji adanya dugaan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) dan keterlanggaran asas praduga tak bersalah. Penelitian ini menjadi penting untuk mengkaji secara ilmiah proses social framing tersebut guna menunjukan adanya kesesatan berpikir (fallacy) dalam proses penegakan hukum. Oleh karena itu, patutlah diajukan suatu perumusan masalah “Aspek kepentingan apakah yang mendasari kegiatan konferensi pers dan operasi tangkap tangan tersebut melalui perspektif analisis wacana kritis dan trikotomi relasi?” Penelitian fokus untuk membongkar aspek ideologis (kepentingan) dari tindakan dan/atau keputusan hukum dalam menjalankan fungsi penegakan hukum. Hasil dari penelitian ini menunjukan adanya upaya melakukan social framing melalui dominasi simbolik berupa tindakan konferensi pers dan operasi tangkap tangan (OTT) sebagai reaksi atas social complaint berkaitan dengan penurunan pelemahan institusi KPK pasca amandemen. The process of enforcing criminal law in Indonesia often uses a social instrument through mass media to carry out social framing as a manifestation of the performance pattern of law enforcement institutions as a form of implementing government functions. The use of social instruments in the form of press conferences in showing the results of the red-handed operation (RHO)—for example, by the Corruption Eradication Commission (CEC) is assumed to be part of an effort to disclose public information, without any legal instruments to test for alleged violations of human rights and violations of the presumption of innocence. This research is important to examine scientifically the social framing process in order to show the existence of a fallacy in the law enforcement process. Therefore, it is appropriate to propose a formulation of the problem “What are the aspects of interest that underlie the press conference activities and the red-handed operation (RHO) from the perspective of critical discourse analysis (CDA) and relationship trichotomy?” The research focuses on dismantling the ideological aspects (interests) of legal actions and/or decisions in carrying out law enforcement functions. The results of this study indicate that there are efforts to carry out social framing through symbolic domination in the form ofpress conferences and red handed operation (RHO) as a reaction to social complaints related to the decline in the weakening of the KPK institution after the amendment
在印度尼西亚执行刑罚的过程中,通常使用社交工具通过大众媒体进行社会框架,将社会框架视为执法机构表现模式的表现,即履行政府职能的表现。使用社交工具手工逮捕行动的新闻发布会中播放(OTT)——例如,根除腐败委员会(pec)就应该作为努力的一部分做开放公共信息的情况下,仪器测试存在涉嫌侵犯人权的法律(含)和keterlanggaran无罪推定原则。这项研究对科学观察社会框架过程至关重要,以表现出执法过程中存在的不虔诚。因此,一项关于“通过分析关键话语和关系关系的分析,新闻发布会活动和抓手行动的潜在利益是什么?”重点研究旨在揭露执行执法职能的意识形态行为和/或司法决策方面。这项研究的结果表明,社会框架是通过具有象征意义的新闻行动和逮捕行动(OTT)来实现的,因为社会对等关系是在修订后朝鲜劳动党制度的衰减。印尼有十几个通过大众媒体引入社会工具的程序,将社会表现模式作为实施政府职能的一种表现模式。与社交之用仪器in The form of press)提供额外results》中显示为操作,赤手空拳的行动(RHO)——by The Corruption Eradication委员会(CEC)是哭to be an努力的一部分to disclose公共资讯网、没有任何合法的仪器来测试为名知情violations of human rights and presumption》violations of纯真。这项研究对科学、社会框架程序的展开至关重要,该流程将显示法律批准的错误行为。因此,有可能提出“从严格分析分析(CDA)和相关分析(CDA)的角度来看,在媒体会议和激烈行动(RHO)下,问题的答案是什么?”有关法律行动和/或确定活动的调查结果。这项研究的结果表明,在宪法会议和红方行动中,社会对等关系是不可逆转的,在选举后的KPK机构的薄弱环节
{"title":"Konferensi Pers Dan Operasi Tangkap Tangan Sebagai Dominasi Simbolik: Membongkar Kesesatan Berpikir Dalam Penegakan Hukum Pidana","authors":"Rocky Marbun","doi":"10.26623/jic.v7i1.4797","DOIUrl":"https://doi.org/10.26623/jic.v7i1.4797","url":null,"abstract":"Proses penegakan hukum pidana di Indonesia, kerapkali menggunakan suatu instrumen sosial melalui media massa guna melakukan social framing sebagai wujud dari pola kinerja dari institusi penegak hukum sebagai wujud pelaksanaan fungsi pemerintahan. Penggunaan instrumen sosial berupa konferensi pers dalam mempertontonkan dari hasil operasi tangkap tangan (OTT)—misalnya, oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diandaikan begitu saja sebagai bagian dari upaya melakukan keterbukaan informasi publik, tanpa adanya instrumen hukum untuk menguji adanya dugaan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) dan keterlanggaran asas praduga tak bersalah. Penelitian ini menjadi penting untuk mengkaji secara ilmiah proses social framing tersebut guna menunjukan adanya kesesatan berpikir (fallacy) dalam proses penegakan hukum. Oleh karena itu, patutlah diajukan suatu perumusan masalah “Aspek kepentingan apakah yang mendasari kegiatan konferensi pers dan operasi tangkap tangan tersebut melalui perspektif analisis wacana kritis dan trikotomi relasi?” Penelitian fokus untuk membongkar aspek ideologis (kepentingan) dari tindakan dan/atau keputusan hukum dalam menjalankan fungsi penegakan hukum. Hasil dari penelitian ini menunjukan adanya upaya melakukan social framing melalui dominasi simbolik berupa tindakan konferensi pers dan operasi tangkap tangan (OTT) sebagai reaksi atas social complaint berkaitan dengan penurunan pelemahan institusi KPK pasca amandemen. The process of enforcing criminal law in Indonesia often uses a social instrument through mass media to carry out social framing as a manifestation of the performance pattern of law enforcement institutions as a form of implementing government functions. The use of social instruments in the form of press conferences in showing the results of the red-handed operation (RHO)—for example, by the Corruption Eradication Commission (CEC) is assumed to be part of an effort to disclose public information, without any legal instruments to test for alleged violations of human rights and violations of the presumption of innocence. This research is important to examine scientifically the social framing process in order to show the existence of a fallacy in the law enforcement process. Therefore, it is appropriate to propose a formulation of the problem “What are the aspects of interest that underlie the press conference activities and the red-handed operation (RHO) from the perspective of critical discourse analysis (CDA) and relationship trichotomy?” The research focuses on dismantling the ideological aspects (interests) of legal actions and/or decisions in carrying out law enforcement functions. The results of this study indicate that there are efforts to carry out social framing through symbolic domination in the form ofpress conferences and red handed operation (RHO) as a reaction to social complaints related to the decline in the weakening of the KPK institution after the amendment ","PeriodicalId":31921,"journal":{"name":"Jurnal Ius Constituendum","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-04-15","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"46477706","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji keberadaan praktik operator binary option yang dianggap ilegal di Indonesia. Melakukan investigasi faktor yang melatarbelakangi keberadaan praktik tidak etis yang dilakukan oleh operator binary option yang menimbulkan kerugian pemegang opsi. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif. Hasil dari penelitian ini menjelaskan bahwa binary option bukan merupakan instrument investasi atau trading. Terdapat kelemahan regulasi dalam mengatur mengenai binary option. Belum ada sanksi hukum yang tegas bagi penyelenggara binary option. Yang dianggap bertindak tidak etis adalah para afiliator dan atau influencer, sehingga afiliator yang memperoleh sanksi hukum. Masih rendahnya tingkat literasi keuangan digital di Indonesia menyebabkan masyarakat sering tergoda iming-iming return tinggi. Mereka belum bisa membedakan antara investasi, trading dan binary option. Penelitian ini juga mengemukakan bahwa metode affiliate marketing digunakan untuk mengambil hati para pemegang opsi. Strategi framing dan flexing berhasil menggoda mereka dalam kondisi tingkat literasi keuangan digital di Indonesia masih rendah.Kebaruan dari penelitian ini berupa penjelasan tentang praktik operator binary option sebagai permainan zero-sum, bukan merupakan investasi maupun trading. This study aims to examine the existence of binary options operator practices considered illegal in Indonesia. Conduct an investigation of the factors behind the existence of unethical practices by binary options operators that cause losses to option holders. This study uses a normative juridical approach. The results of this study explain that binary options are not investment or trading instruments. There are regulatory weaknesses in regulating binary options. There are no strict legal sanctions for binary options operators. Those who are considered to be acting unethically are affiliates and or influencers, so affiliates will receive legal sanctions. The low level of digital financial literacy in Indonesia causes people to be tempted by the lure of high returns. They have not been able to distinguish between investing, trading, and binary options. This study also suggests that affiliate marketing methods are used to win the hearts of option holders. The framing and flexing strategies succeeded in tempting them because the level of digital financial literacy in Indonesia is still low. The novelty of this research is an explanation of the practice of binary options operators as a zero-sum game, not an investment or trading.
{"title":"Godaan Praktik Binary Option Berkedok Investasi Dan Trading","authors":"Rohmi Lestari, Z. Arifin","doi":"10.26623/jic.v7i1.4875","DOIUrl":"https://doi.org/10.26623/jic.v7i1.4875","url":null,"abstract":" Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji keberadaan praktik operator binary option yang dianggap ilegal di Indonesia. Melakukan investigasi faktor yang melatarbelakangi keberadaan praktik tidak etis yang dilakukan oleh operator binary option yang menimbulkan kerugian pemegang opsi. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif. Hasil dari penelitian ini menjelaskan bahwa binary option bukan merupakan instrument investasi atau trading. Terdapat kelemahan regulasi dalam mengatur mengenai binary option. Belum ada sanksi hukum yang tegas bagi penyelenggara binary option. Yang dianggap bertindak tidak etis adalah para afiliator dan atau influencer, sehingga afiliator yang memperoleh sanksi hukum. Masih rendahnya tingkat literasi keuangan digital di Indonesia menyebabkan masyarakat sering tergoda iming-iming return tinggi. Mereka belum bisa membedakan antara investasi, trading dan binary option. Penelitian ini juga mengemukakan bahwa metode affiliate marketing digunakan untuk mengambil hati para pemegang opsi. Strategi framing dan flexing berhasil menggoda mereka dalam kondisi tingkat literasi keuangan digital di Indonesia masih rendah.Kebaruan dari penelitian ini berupa penjelasan tentang praktik operator binary option sebagai permainan zero-sum, bukan merupakan investasi maupun trading. This study aims to examine the existence of binary options operator practices considered illegal in Indonesia. Conduct an investigation of the factors behind the existence of unethical practices by binary options operators that cause losses to option holders. This study uses a normative juridical approach. The results of this study explain that binary options are not investment or trading instruments. There are regulatory weaknesses in regulating binary options. There are no strict legal sanctions for binary options operators. Those who are considered to be acting unethically are affiliates and or influencers, so affiliates will receive legal sanctions. The low level of digital financial literacy in Indonesia causes people to be tempted by the lure of high returns. They have not been able to distinguish between investing, trading, and binary options. This study also suggests that affiliate marketing methods are used to win the hearts of option holders. The framing and flexing strategies succeeded in tempting them because the level of digital financial literacy in Indonesia is still low. The novelty of this research is an explanation of the practice of binary options operators as a zero-sum game, not an investment or trading. ","PeriodicalId":31921,"journal":{"name":"Jurnal Ius Constituendum","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-04-15","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"41746648","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis ketidaktepatan putusan pengadilan perkara PT. AJS dengan terdakwa Benny Tjoktosaputro sebagai tindak pidana korupsi. Fokus kajian diarahkan kepada fakta hukum yang dinyatakan terbukti dalam pertimbangan hukum hakim terkait unsur delik dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Riset ini merupakan penelitian hukum normatif dengan menjadikan putusan pengadilan sebagai bahan hukum primer. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbuatan terdakwa dalam perkara a quo lebih tepat dikategorikan sebagai tindak pidana pasar modal. Perampasan harta benda yang sebagian besar kepunyaan anak usaha PT. Hanson International Tbk dan harta benda terdakwa yang diperoleh sebelum keterlibatannya dalam perkara tersebut juga tidak tepat dan melanggar hak asasi manusia. Penetapan kerugian keuangan negara sebesar Rp. 12.157.000.000.000 juga tidak dapat dipertanggungjawabkan. The purpose of this study is to examine the inaccuracy of the court's verdict in the case of PT. AJS vs. defendant Benny Tjoktosaputro is a corruption case. The study's focus is on the legal facts established by the judge's legal consideration of the offense promulgated in Article 2 paragraph (1) of the Law on the Eradication of Corruption. By making court judgments as of the primary source of law, this research is doctrinal legal research. The findings revealed that the defendant's acts should have been classified as a capital market offense. Confiscation of property, most of which belongs to subsidiaries of PT. Hanson International Limited, as well as the defendant's property, acquired before his involvement in the case, is also unethical and in violation of human rights. The determination of IDR12,157,000,000,000 as state financial losses is also unreliable.
本研究旨在分析PT. AJS初审法院的判决与被告Benny Tjoktosaputro的腐败犯罪指控的不一致。本研究的重点是针对法官在《反腐败刑法》第2(1)第2条(1)中对相关因素的法律审查中提出的法律事实。这项研究是普通法的研究,将法院的裁决作为法律的主要材料。研究结果表明,被告在构成证券交易委员会的案件中的行为更像是一种风险行为。没收大部分属于PT. Hanson International Tbk企业主的财产和被告在参与案件前获得的财产也是不正当的,是侵犯人权的。对国家1215亿卢比的财政损失也不清楚。这项研究的目的是研究PT. AJS诉法官对不当行为行为的法律运用这项研究是合法的。最后的爆料显示,防守行为应该像资本市场一样分类。《汉森国际有限公司》(PT Hanson International Limited)的财产消耗,与防御机构的财产一样,在其干预案件之前获得财产,这也是对人权的侵犯。idr12.15.000.000,000美国国债损失也是不可信赖的。
{"title":"Menolak Tindak Pidana Pasar Modal Dalam Perkara PT. Asuransi Jiwasraya Sebagai Korupsi","authors":"Mahrus Ali","doi":"10.26623/jic.v7i1.4887","DOIUrl":"https://doi.org/10.26623/jic.v7i1.4887","url":null,"abstract":"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis ketidaktepatan putusan pengadilan perkara PT. AJS dengan terdakwa Benny Tjoktosaputro sebagai tindak pidana korupsi. Fokus kajian diarahkan kepada fakta hukum yang dinyatakan terbukti dalam pertimbangan hukum hakim terkait unsur delik dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Riset ini merupakan penelitian hukum normatif dengan menjadikan putusan pengadilan sebagai bahan hukum primer. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbuatan terdakwa dalam perkara a quo lebih tepat dikategorikan sebagai tindak pidana pasar modal. Perampasan harta benda yang sebagian besar kepunyaan anak usaha PT. Hanson International Tbk dan harta benda terdakwa yang diperoleh sebelum keterlibatannya dalam perkara tersebut juga tidak tepat dan melanggar hak asasi manusia. Penetapan kerugian keuangan negara sebesar Rp. 12.157.000.000.000 juga tidak dapat dipertanggungjawabkan. The purpose of this study is to examine the inaccuracy of the court's verdict in the case of PT. AJS vs. defendant Benny Tjoktosaputro is a corruption case. The study's focus is on the legal facts established by the judge's legal consideration of the offense promulgated in Article 2 paragraph (1) of the Law on the Eradication of Corruption. By making court judgments as of the primary source of law, this research is doctrinal legal research. The findings revealed that the defendant's acts should have been classified as a capital market offense. Confiscation of property, most of which belongs to subsidiaries of PT. Hanson International Limited, as well as the defendant's property, acquired before his involvement in the case, is also unethical and in violation of human rights. The determination of IDR12,157,000,000,000 as state financial losses is also unreliable. ","PeriodicalId":31921,"journal":{"name":"Jurnal Ius Constituendum","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-04-15","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"48437453","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}