Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dan menganalisa bagaimana perlindungan hukum terhadap merek yang terdaftar dan mengapa perlindungan terhadap merek yang terdaftar dapat berakhir. Merek bagi produsen merupakan citra sekaligus nama baik bagi perusahaan, selain itu juga merupakan bagian dari stategi bisnis. Tidak ada seorang produsen yang tidak menggunakan merek sebagai identitas atas barang yang diproduksinya atau jasa yang diberikan. Identitas yang diwujudkan dalam merek tersebut merupakan pengenal dan sekaligus pembeda antara merek suatu perusahaan tertentu dengan merek perusahaan yang lainnya. Hal ini yang menjadikan sebab menagpa sering terjadi sengketa terhadap merek. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif. Temuan dari hasil penelitian ini bahwa terdaftarnya merek dapat berakhir karena berakhirnya masa berlakunya merek, penghapusan merek karena permintaan sendiri dari pemilik merek, penghapusaan merek terdaftar atas prakarsa dari Menteri setelah mendapatkan rekomendasi dari Komisi Banding Merek, dan Penghapusan merek karena adanya gugatan dari pihak ketiga terbahwa adanya perlindungan merek dimulai dari pendaftaran merek, perlindungan merek selama masa jangka waktu terdaftarnya merek dan dapat diperpanjang dengan jangka waktu yang sama, adanya penindakan baik gugatan secara perdata, penuntutan secara pidana maupun langkah administratif berupa penolakan pendaftaran merek dan penghapusan merek.
{"title":"PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP MEREK YANG TERDAFTAR","authors":"Z. Arifin, M. Iqbal","doi":"10.26623/jic.v5i1.2217","DOIUrl":"https://doi.org/10.26623/jic.v5i1.2217","url":null,"abstract":"Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dan menganalisa bagaimana perlindungan hukum terhadap merek yang terdaftar dan mengapa perlindungan terhadap merek yang terdaftar dapat berakhir. Merek bagi produsen merupakan citra sekaligus nama baik bagi perusahaan, selain itu juga merupakan bagian dari stategi bisnis. Tidak ada seorang produsen yang tidak menggunakan merek sebagai identitas atas barang yang diproduksinya atau jasa yang diberikan. Identitas yang diwujudkan dalam merek tersebut merupakan pengenal dan sekaligus pembeda antara merek suatu perusahaan tertentu dengan merek perusahaan yang lainnya. Hal ini yang menjadikan sebab menagpa sering terjadi sengketa terhadap merek. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif. Temuan dari hasil penelitian ini bahwa terdaftarnya merek dapat berakhir karena berakhirnya masa berlakunya merek, penghapusan merek karena permintaan sendiri dari pemilik merek, penghapusaan merek terdaftar atas prakarsa dari Menteri setelah mendapatkan rekomendasi dari Komisi Banding Merek, dan Penghapusan merek karena adanya gugatan dari pihak ketiga terbahwa adanya perlindungan merek dimulai dari pendaftaran merek, perlindungan merek selama masa jangka waktu terdaftarnya merek dan dapat diperpanjang dengan jangka waktu yang sama, adanya penindakan baik gugatan secara perdata, penuntutan secara pidana maupun langkah administratif berupa penolakan pendaftaran merek dan penghapusan merek. ","PeriodicalId":31921,"journal":{"name":"Jurnal Ius Constituendum","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-04-26","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"49188233","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Tujuan dalam penulisan artikel ini adalah untuk menganalisis dasar pertimbangan hukum hakim MK dalam Putusan MK No. 47-81/PHPU.A-VII/2009 terkait dengan legitimasi sistem noken di Provinsi Papua, berserta implikasinya. Tujuan ini didasari kenyataan bahwa sistem pemilu di Indonesia dilaksanakan berdasarkan demokrasi Pancasila, dengan asas Luber-Jurdil, namun jika ada satu daerah yang melaksanakan berbeda dengan daerah lainnya, maka akan menimbulkan pro dan kontra di masyarakat, yaitu di Provinsi Papua, dengan menggunakan sistem noken, hingga berujung sengketa pemilu di Mahkamah Konstitusi. Metode yang dipergunakan adalah yuridis normatif, dengan analisis data kualitatif. Hasil analisa menunjukkan bahwa dasar pertimbangan hukum hakim konstitusi dalam Putusan MK No 47-81/PHPU.A-VII/2009 terkait dengan legitimasi sistem Noken Di Provinsi Papua merujuk pendapat Bagir Manan bahwa dalam setiap putusan, wajib mengandung unsur yuridis, sosiologis dan filosofis tidak terpenuhi, salah satunya adalah unsur yuridis, yaitu mengenai tata cara pelaksanaan pemilu dengan sistem Noken sebagai pengganti kotak suara dan pengambilan suara secara transparan dengan prosedur musyawarah dan kemudian menyerahkan segala putusan kepada kepala suku, tidak sesuai dengan sistem pemilu nasional yang tata caranya didasarkan pada Pasal 22E Ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 yaitu Pemilu dilaksanakan secara Luber-Jurdil. Unsur sosiologis dapat terlihat pada kenyataan bahwa pemerintah memberikan perlindungan dan penghormatan sebagai daerah istemewa dan memberikan legitimasi sistem noken. Secara filosofis tercermin pada saat Mahkamah Konstitusi mengesampingkan peraturan tertulis demi menegakkan keadilan bagi masyarakat hukum adat yang masih hidup di wilayah pegunungan. Adapun implikasinya bahwa putusan MK, adalah sah dan bersifat erga omnes, sehingga secara nasional, akan tetap hidup dan berkembang di tengah-tengah masyarakat adat Papua.
{"title":"Sistem Noken Di Provinsi Papua: Studi Putusan MK Nomor 47-81/PHPU.A-VII/2009","authors":"Tri Mulyani, A. H. Nuswanto, S. Sukimin","doi":"10.26623/jic.v5i1.2219","DOIUrl":"https://doi.org/10.26623/jic.v5i1.2219","url":null,"abstract":"Tujuan dalam penulisan artikel ini adalah untuk menganalisis dasar pertimbangan hukum hakim MK dalam Putusan MK No. 47-81/PHPU.A-VII/2009 terkait dengan legitimasi sistem noken di Provinsi Papua, berserta implikasinya. Tujuan ini didasari kenyataan bahwa sistem pemilu di Indonesia dilaksanakan berdasarkan demokrasi Pancasila, dengan asas Luber-Jurdil, namun jika ada satu daerah yang melaksanakan berbeda dengan daerah lainnya, maka akan menimbulkan pro dan kontra di masyarakat, yaitu di Provinsi Papua, dengan menggunakan sistem noken, hingga berujung sengketa pemilu di Mahkamah Konstitusi. Metode yang dipergunakan adalah yuridis normatif, dengan analisis data kualitatif. Hasil analisa menunjukkan bahwa dasar pertimbangan hukum hakim konstitusi dalam Putusan MK No 47-81/PHPU.A-VII/2009 terkait dengan legitimasi sistem Noken Di Provinsi Papua merujuk pendapat Bagir Manan bahwa dalam setiap putusan, wajib mengandung unsur yuridis, sosiologis dan filosofis tidak terpenuhi, salah satunya adalah unsur yuridis, yaitu mengenai tata cara pelaksanaan pemilu dengan sistem Noken sebagai pengganti kotak suara dan pengambilan suara secara transparan dengan prosedur musyawarah dan kemudian menyerahkan segala putusan kepada kepala suku, tidak sesuai dengan sistem pemilu nasional yang tata caranya didasarkan pada Pasal 22E Ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 yaitu Pemilu dilaksanakan secara Luber-Jurdil. Unsur sosiologis dapat terlihat pada kenyataan bahwa pemerintah memberikan perlindungan dan penghormatan sebagai daerah istemewa dan memberikan legitimasi sistem noken. Secara filosofis tercermin pada saat Mahkamah Konstitusi mengesampingkan peraturan tertulis demi menegakkan keadilan bagi masyarakat hukum adat yang masih hidup di wilayah pegunungan. Adapun implikasinya bahwa putusan MK, adalah sah dan bersifat erga omnes, sehingga secara nasional, akan tetap hidup dan berkembang di tengah-tengah masyarakat adat Papua.","PeriodicalId":31921,"journal":{"name":"Jurnal Ius Constituendum","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-04-26","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"48190390","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Penelitian ini bertujuan mengetahui bentuk pemerintahan demokrasi secara tepat ketika omnibus law diterapkan. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode analitis hukum. Temuan penelitian adalah bentuk pemerintahan perspektif omnibus law merupakan demokrasi gabungan Plato dan Polybius karena tujuan akhir adalah kesejahteraan masyarakat yang dikombinasikan dengan kekausaan negara secara secara utuh. Kekuasaan negara secara utuh bukan semena-mena melainkan tetap dibatasi kehdenak dari masyarakat itu sendiri. Adanya bentuk gabungan bentuk pemerintahan demokrasi akan meniadakan makna demokrasi ekonomi seperti dalam Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Demokrasi ekonomi tersebut bukanlah bentuk pemerintahan melainkan sebutan untuk mendefinisikan makna negara dari Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dampak dari temuan ini akan membatasi omnibus law yang pada awalnya bagian dari kekuasaan negara secara mutlak. Adanya penggabungan bentuk demokrasi gabungan Plato dan Polybius merupakan penegasan akan demokrasi yang dianut oleh Indonesia. Penggabungan harus segera dijadikan dasar dalam segala hal karena adanya omnibus law juga bertentangan dengan demokrasi menurut Plato yang awalnya mensejahterahkan rakyat dengan menerima masukan dari segala masyarakat untuk langgengnya negara. Tetapi negara juga tidak dapat mengetahui kapan omnibus law harus dilakukan negara, karena sifatnya yang tiba-tiba maka pelegalan bentuk pemerintahan Plato dan Polybius segera dilakukan. Penerapan omnibus law tetap harus melalui pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat agar tercipta check and balances serta partisipasi masyarakat sesuai Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
{"title":"BENTUK PEMERINTAHAN PERSPEKTIF OMNIBUS LAW","authors":"T. Michael","doi":"10.26623/jic.v5i1.2222","DOIUrl":"https://doi.org/10.26623/jic.v5i1.2222","url":null,"abstract":"Penelitian ini bertujuan mengetahui bentuk pemerintahan demokrasi secara tepat ketika omnibus law diterapkan. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode analitis hukum. Temuan penelitian adalah bentuk pemerintahan perspektif omnibus law merupakan demokrasi gabungan Plato dan Polybius karena tujuan akhir adalah kesejahteraan masyarakat yang dikombinasikan dengan kekausaan negara secara secara utuh. Kekuasaan negara secara utuh bukan semena-mena melainkan tetap dibatasi kehdenak dari masyarakat itu sendiri. Adanya bentuk gabungan bentuk pemerintahan demokrasi akan meniadakan makna demokrasi ekonomi seperti dalam Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Demokrasi ekonomi tersebut bukanlah bentuk pemerintahan melainkan sebutan untuk mendefinisikan makna negara dari Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dampak dari temuan ini akan membatasi omnibus law yang pada awalnya bagian dari kekuasaan negara secara mutlak. Adanya penggabungan bentuk demokrasi gabungan Plato dan Polybius merupakan penegasan akan demokrasi yang dianut oleh Indonesia. Penggabungan harus segera dijadikan dasar dalam segala hal karena adanya omnibus law juga bertentangan dengan demokrasi menurut Plato yang awalnya mensejahterahkan rakyat dengan menerima masukan dari segala masyarakat untuk langgengnya negara. Tetapi negara juga tidak dapat mengetahui kapan omnibus law harus dilakukan negara, karena sifatnya yang tiba-tiba maka pelegalan bentuk pemerintahan Plato dan Polybius segera dilakukan. Penerapan omnibus law tetap harus melalui pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat agar tercipta check and balances serta partisipasi masyarakat sesuai Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. ","PeriodicalId":31921,"journal":{"name":"Jurnal Ius Constituendum","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-04-26","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"42997398","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
This article describes and examines whether the tort victim can profit from the proceeds of the tortfeasor’s liability insurance. This article aims to reflect on which approach, either in common or civil law, provides more access for the tort victim to profits from the proceeds of insolvent tortfeasor’s liability insurance policy. The method used in this research is comparative research. The result of this research showed that the status of insurance proceeds becomes debatable because the tort victim (as the claimant) will have no better rights than any other unsecured creditors during insolvency proceedings. This is regardless of the fact that the tortfeasor already got a fund, albeit indirectly through the insurer, to compensate the tort victim’s losses. In relation to this issue, the United Kingdom has adopted the Third Parties (Rights against Insurers) Act 2010 which gives right for tort victim to directly claim for compensation against tortfeasor’s liability insurer in the event of tortfeasor’s insolvency. Meanwhile, the Indonesian legal system provides no clear legal protection to the tort victim. Thus, in the event of insolvency, the tort victim cannot obtain compensation from the insurer, but only from tortfeasor’s bankruptcy estate as part of creditors’ debts. Furthermore, as an unsecured creditor, the tort victim will obtain the debtor’s bankruptcy estate after all secured creditors have received their payment.
{"title":"TORT VICTIM’S ABILITY TO PROFIT FROM THE PROCEEDS OF INSOLVENT TORTFEASOR’S LIABILITY INSURANCE","authors":"Yasser Mandela, I. K. D. P. Yoga","doi":"10.26623/jic.v5i1.2216","DOIUrl":"https://doi.org/10.26623/jic.v5i1.2216","url":null,"abstract":"This article describes and examines whether the tort victim can profit from the proceeds of the tortfeasor’s liability insurance. This article aims to reflect on which approach, either in common or civil law, provides more access for the tort victim to profits from the proceeds of insolvent tortfeasor’s liability insurance policy. The method used in this research is comparative research. The result of this research showed that the status of insurance proceeds becomes debatable because the tort victim (as the claimant) will have no better rights than any other unsecured creditors during insolvency proceedings. This is regardless of the fact that the tortfeasor already got a fund, albeit indirectly through the insurer, to compensate the tort victim’s losses. In relation to this issue, the United Kingdom has adopted the Third Parties (Rights against Insurers) Act 2010 which gives right for tort victim to directly claim for compensation against tortfeasor’s liability insurer in the event of tortfeasor’s insolvency. Meanwhile, the Indonesian legal system provides no clear legal protection to the tort victim. Thus, in the event of insolvency, the tort victim cannot obtain compensation from the insurer, but only from tortfeasor’s bankruptcy estate as part of creditors’ debts. Furthermore, as an unsecured creditor, the tort victim will obtain the debtor’s bankruptcy estate after all secured creditors have received their payment.","PeriodicalId":31921,"journal":{"name":"Jurnal Ius Constituendum","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-04-26","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"46242626","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah, penerapan era desentralisasi pun menjadikan daerah-daerah memiliki otonomi yang seluas-luasnya untuk mengatur urusan rumah tangganya sendiri sesuai dengan kebutuhan dan potensi daerah masing-masing. Untuk mewujudkan pembangunan desa yang berkualitas dalam upaya meningkatkan kualitas hidup manusia, serta penanggulangan kemiskinan dapat dilakukan dengan pemberdayaan salah satu unit ekonomi yang ada di Nagari, yaitu Badan Usaha Milik Nagari (BUMNag, atau didaerah lain disebut BUMDes). Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan dan memahami pertama, Bagaimana mekanisme pendirian Badan Usaha Milik Nagari (BUMNag) di Nagari Cupak, kecamatan Gunung Talang Kabupaten Solok kedua, Bagaimakah peranan Badan Usaha Milik Nagari (BUMNag) dalam peningkatan kesejahteran masyarakat Nagari Cupak Kecamatan Gunug Talang Kabupaten Solok.Penelitian ini memakai metode penelitian yuridis empiris untuk melihat bagaimana mekanisme pendirian BUMnag di Nagari Cupak kecamatan Gunung Talang Kabupaten Solok. Berdasarkan hasil penelitian ini ditemukan Pertama, mekanisme pendirian Badan Usaha Milik Nagari (BUMNag) yang bernama Badan Usaha Milik Nagari Usali di Nagari Cupak Kecamatan Gunung Talang Kabupaten Solok dibentuk melalui musyawarah Nagari dengan dihadiri tokoh-tokoh masyarakat. BUMNag Usali Cupak telah berperan dalam pemberdayaan masyarakat dan peningkatan kualitas perokonomian di Nagari Cupak melalui unit usaha pertama Konveksi, keduA Agen BNI/PPOB BNI dan yang ketiga adalah Tabungan Bajapuik atau simpan pinjam. Kegiatan yang ini yang telah memberikan dampak terhadap peningkatan ekonomi masyarakat.
{"title":"PERANAN PENDIRIAN BADAN USAHA MILIK NAGARI BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG DESA DALAM UPAYA PENINGKATAN EKONOMI MASYARAKAT DI NAGARI CUPAK KECAMATAN GUNUNG TALANG KABUPATEN SOLOK.","authors":"Yulia Risa, E. Fauzi, Jelisye Putri Cenery","doi":"10.26623/jic.v4i2.1657","DOIUrl":"https://doi.org/10.26623/jic.v4i2.1657","url":null,"abstract":"Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah, penerapan era desentralisasi pun menjadikan daerah-daerah memiliki otonomi yang seluas-luasnya untuk mengatur urusan rumah tangganya sendiri sesuai dengan kebutuhan dan potensi daerah masing-masing. Untuk mewujudkan pembangunan desa yang berkualitas dalam upaya meningkatkan kualitas hidup manusia, serta penanggulangan kemiskinan dapat dilakukan dengan pemberdayaan salah satu unit ekonomi yang ada di Nagari, yaitu Badan Usaha Milik Nagari (BUMNag, atau didaerah lain disebut BUMDes). Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan dan memahami pertama, Bagaimana mekanisme pendirian Badan Usaha Milik Nagari (BUMNag) di Nagari Cupak, kecamatan Gunung Talang Kabupaten Solok kedua, Bagaimakah peranan Badan Usaha Milik Nagari (BUMNag) dalam peningkatan kesejahteran masyarakat Nagari Cupak Kecamatan Gunug Talang Kabupaten Solok.Penelitian ini memakai metode penelitian yuridis empiris untuk melihat bagaimana mekanisme pendirian BUMnag di Nagari Cupak kecamatan Gunung Talang Kabupaten Solok. Berdasarkan hasil penelitian ini ditemukan Pertama, mekanisme pendirian Badan Usaha Milik Nagari (BUMNag) yang bernama Badan Usaha Milik Nagari Usali di Nagari Cupak Kecamatan Gunung Talang Kabupaten Solok dibentuk melalui musyawarah Nagari dengan dihadiri tokoh-tokoh masyarakat. BUMNag Usali Cupak telah berperan dalam pemberdayaan masyarakat dan peningkatan kualitas perokonomian di Nagari Cupak melalui unit usaha pertama Konveksi, keduA Agen BNI/PPOB BNI dan yang ketiga adalah Tabungan Bajapuik atau simpan pinjam. Kegiatan yang ini yang telah memberikan dampak terhadap peningkatan ekonomi masyarakat.","PeriodicalId":31921,"journal":{"name":"Jurnal Ius Constituendum","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-10-15","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"43694854","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Prinsip dari sebuah negara demokrasi adalah dengan menjunjung tinggi Konstitusi dan ideologi dalam sebuah negara. Kebebasan dalam hak sosial dan politik menjadi sebuah jaminan yang sangat diperlukan untuk dapat mencapai sebuah negara yang menjunjung tinggi demokrasi sehingga aspirasi yang ada dapat tersalurkan dengan baik. Permasalahan yang muncul yaitu Bagaimana Prinsip Dan Jaminan Hak Warga Negara Menurut UUD 1945 dan Bagaimana Dinamika Sosial Politik Dalam Sistem Demokrasi di Indonesia. Metode penelitian yang digunakan berupa penelitian hukum yuridis normatif yang merupakan penelitian kepustakaan, yaitu penelitian terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang terdiri dari peraturan perundang-undangan dan literatur-literatur terkait untuk memecahkan persoalan hukum atau permasalahan yang akan dibahas. Kemerdekaan menyampaikan pendapat dimuka umum harus dilaksanakan dengan bertanggung jawab, sejalan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Oleh karena itu negara wajib dapat mengelola dan mengendalikan dominasi iklim kapitalis agar tetap berjalan pada koridor yang tidak merugikan warga. Negara juga harus membuka dan memberdayakan ruang publik secara optimal sebagai instrumen warga dalam menyalurkan aspirasinya, serta menutup keran tumbuh suburnya praktek politik uang baik di kalangan elit politik maupun di kalangan masyarakat, karena dengan membiarkan politik uang berlangsung, maka tidak hanya berimpilkasi melahirkan politisi yang korup dan mengekang hati nurani masyarakat dalam memberikan partisipasi politiknya, namun juga berakibat tercederainya suatu pemilu yang demokratis.
{"title":"KEBEBASAN HAK SOSIAL-POLITIK DAN PARTISIPASI WARGA NEGARA DALAM SISTEM DEMOKRASI DI INDONESIA","authors":"Muten Nuna, R. Moonti","doi":"10.26623/jic.v4i2.1652","DOIUrl":"https://doi.org/10.26623/jic.v4i2.1652","url":null,"abstract":"Prinsip dari sebuah negara demokrasi adalah dengan menjunjung tinggi Konstitusi dan ideologi dalam sebuah negara. Kebebasan dalam hak sosial dan politik menjadi sebuah jaminan yang sangat diperlukan untuk dapat mencapai sebuah negara yang menjunjung tinggi demokrasi sehingga aspirasi yang ada dapat tersalurkan dengan baik. Permasalahan yang muncul yaitu Bagaimana Prinsip Dan Jaminan Hak Warga Negara Menurut UUD 1945 dan Bagaimana Dinamika Sosial Politik Dalam Sistem Demokrasi di Indonesia. Metode penelitian yang digunakan berupa penelitian hukum yuridis normatif yang merupakan penelitian kepustakaan, yaitu penelitian terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang terdiri dari peraturan perundang-undangan dan literatur-literatur terkait untuk memecahkan persoalan hukum atau permasalahan yang akan dibahas. Kemerdekaan menyampaikan pendapat dimuka umum harus dilaksanakan dengan bertanggung jawab, sejalan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Oleh karena itu negara wajib dapat mengelola dan mengendalikan dominasi iklim kapitalis agar tetap berjalan pada koridor yang tidak merugikan warga. Negara juga harus membuka dan memberdayakan ruang publik secara optimal sebagai instrumen warga dalam menyalurkan aspirasinya, serta menutup keran tumbuh suburnya praktek politik uang baik di kalangan elit politik maupun di kalangan masyarakat, karena dengan membiarkan politik uang berlangsung, maka tidak hanya berimpilkasi melahirkan politisi yang korup dan mengekang hati nurani masyarakat dalam memberikan partisipasi politiknya, namun juga berakibat tercederainya suatu pemilu yang demokratis. ","PeriodicalId":31921,"journal":{"name":"Jurnal Ius Constituendum","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-10-15","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"48927734","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Indonesia merupakan negara hukum berdasarkan Pancasila sebagai landasan idiil dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai landasan konstitusional yang bertujuan untuk mewujudkan tata kehidupan bangsa yang sejahtera, aman, tertib, dan berkeadilan hukum. Eksistensi Negara Indonesia sebagai negara hukum (Rechtstaat), diantaranya memuat tentang supremasi aturan-aturan hukum (supremacy of the law), pengakuan yang sama dihadapan hukum bagi masyarakat, adanya jaminan perlindungan hak-hak asasi manusia, serta adanya nilai-nilai dasar demokrasi dan sistem pemerintahan yang baik. Hak memperoleh informasi diatur dalam Pasal 14 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia. Perumusan masalahan dalam penelitian ini adalah 1) bagaimana perumusan pidana dan pemidanaan dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik, 2) bagaimana tindak pidana keterbukaan informasi publik dalam kajian perbandingan sistem pemidanaan tindak pidana keterbukaan informasi publik di negara Thailand dan Jepang? Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif. Adanya Undang-Undang No 14 Tahun 2008 yang mulai berlaku pada 1 Mei 2010 diharapkan agar semua badan publik memberikan dan membuka akses informasi publik. Hasil dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa perumusan pidana sesuai dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 pidana yang dikenakan adalah pidana penjara sebagai pidana pokoknya dengan maksimal khusus satu tahun atau ada alternatif lainnya yaitu pidana denda atau hakim berhak menjatuhi kedua pidana tersebut secara bersamaan. Tindak pidana infomasi publik di Jepang dapat dikenakan pidana penjara juga disertai dengan kerja paksa atau dengan adanya alternatif pidana denda sebagai pengganti pidana pokok berupa pidana penjara dan kerja paksa. Sedangkan tindak pidana keterbukaan informasi publik di Thailand dapat dikenakan sanksi pidana yang dijatuhkan berorientasi pada sistem pidana maksimal khusus 1 (satu) tahun penjara atau berupa sanksi denda dan bisa juga dengan alternatif sanksi pidana yakni dijatuhi sanksi keduanya baik berupa penjara dan denda.
{"title":"TINDAK PIDANA KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK DI INDONESIA SEBUAH KAJIAN PERBANDINGAN SISTEM PEMIDANAAN DI NEGARA ASING THAILAND DAN JEPANG","authors":"Sitta Saraya","doi":"10.26623/jic.v4i2.1653","DOIUrl":"https://doi.org/10.26623/jic.v4i2.1653","url":null,"abstract":"Indonesia merupakan negara hukum berdasarkan Pancasila sebagai landasan idiil dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai landasan konstitusional yang bertujuan untuk mewujudkan tata kehidupan bangsa yang sejahtera, aman, tertib, dan berkeadilan hukum. Eksistensi Negara Indonesia sebagai negara hukum (Rechtstaat), diantaranya memuat tentang supremasi aturan-aturan hukum (supremacy of the law), pengakuan yang sama dihadapan hukum bagi masyarakat, adanya jaminan perlindungan hak-hak asasi manusia, serta adanya nilai-nilai dasar demokrasi dan sistem pemerintahan yang baik. Hak memperoleh informasi diatur dalam Pasal 14 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia. Perumusan masalahan dalam penelitian ini adalah 1) bagaimana perumusan pidana dan pemidanaan dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik, 2) bagaimana tindak pidana keterbukaan informasi publik dalam kajian perbandingan sistem pemidanaan tindak pidana keterbukaan informasi publik di negara Thailand dan Jepang? Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif. Adanya Undang-Undang No 14 Tahun 2008 yang mulai berlaku pada 1 Mei 2010 diharapkan agar semua badan publik memberikan dan membuka akses informasi publik. Hasil dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa perumusan pidana sesuai dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 pidana yang dikenakan adalah pidana penjara sebagai pidana pokoknya dengan maksimal khusus satu tahun atau ada alternatif lainnya yaitu pidana denda atau hakim berhak menjatuhi kedua pidana tersebut secara bersamaan. Tindak pidana infomasi publik di Jepang dapat dikenakan pidana penjara juga disertai dengan kerja paksa atau dengan adanya alternatif pidana denda sebagai pengganti pidana pokok berupa pidana penjara dan kerja paksa. Sedangkan tindak pidana keterbukaan informasi publik di Thailand dapat dikenakan sanksi pidana yang dijatuhkan berorientasi pada sistem pidana maksimal khusus 1 (satu) tahun penjara atau berupa sanksi denda dan bisa juga dengan alternatif sanksi pidana yakni dijatuhi sanksi keduanya baik berupa penjara dan denda.","PeriodicalId":31921,"journal":{"name":"Jurnal Ius Constituendum","volume":"1 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-10-15","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"41408674","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pembentukan hukum dan pembaruan terhadap bahan-bahan hukum, harus ditujukan untuk mewujudkan keseimbangan sosial (social equilibrium), yakni kehidupan yang tertib, adil dan sejahtera. Corak komunikasi atau dialog dan dialektika yang berlangsung dalam proses pembentukan perundang-undangan akan berpengaruh pada karakter hukum, semakin transparan dan partisipatif akan menjadikan hukum semakin responsif. Metode penelitian ini menggunakan yuridis normatif. Politik hukum perundang-undangan seharusnya mencakup tiga hal: (i) menjamin keadilan dalam masyarakat (guarantee justice in society); (ii) menciptakan ketentraman hidup (creat alive placidity) dengan memelihara kepastian hukum; dan (iii) mewujudkan kegunaan (realize use) dengan menangani kepentingan-kepentingan yang nyata dalam kehidupan bersama secara kongkrit. Penerapan prinsip keadilan, didasarkan pada “ daya laku hukum” dan “ kesamaan di hadapan hukum”. Prinsip kepastian hukum, ditempuh melalui: (i) penormaan yang jelas dan tegas mengenai keharusan dan larangan; (ii) transparansi hukum yang menghindarkan masyarakat dari kebingungan normatif; dan (iii) kesinambungan tertib hukum yang memberi acuan bagi perilaku di masa mendatang. Adapun prinsip kemanfaatan didasarkan pada kemampuan hukum sebagai instrumen sosial untuk mengintegrasikan agregasi kepentingan sosial agar tidak saling berbenturan, dan sebaliknya terjadi keteraturan.
{"title":"POLITIK HUKUM LEGISLASI SEBAGAI SOCIO-EQUILIBRIUM DI INDONESIA","authors":"A. Hidayat, Z. Arifin","doi":"10.26623/jic.v4i2.1654","DOIUrl":"https://doi.org/10.26623/jic.v4i2.1654","url":null,"abstract":"Pembentukan hukum dan pembaruan terhadap bahan-bahan hukum, harus ditujukan untuk mewujudkan keseimbangan sosial (social equilibrium), yakni kehidupan yang tertib, adil dan sejahtera. Corak komunikasi atau dialog dan dialektika yang berlangsung dalam proses pembentukan perundang-undangan akan berpengaruh pada karakter hukum, semakin transparan dan partisipatif akan menjadikan hukum semakin responsif. Metode penelitian ini menggunakan yuridis normatif. Politik hukum perundang-undangan seharusnya mencakup tiga hal: (i) menjamin keadilan dalam masyarakat (guarantee justice in society); (ii) menciptakan ketentraman hidup (creat alive placidity) dengan memelihara kepastian hukum; dan (iii) mewujudkan kegunaan (realize use) dengan menangani kepentingan-kepentingan yang nyata dalam kehidupan bersama secara kongkrit. Penerapan prinsip keadilan, didasarkan pada “ daya laku hukum” dan “ kesamaan di hadapan hukum”. Prinsip kepastian hukum, ditempuh melalui: (i) penormaan yang jelas dan tegas mengenai keharusan dan larangan; (ii) transparansi hukum yang menghindarkan masyarakat dari kebingungan normatif; dan (iii) kesinambungan tertib hukum yang memberi acuan bagi perilaku di masa mendatang. Adapun prinsip kemanfaatan didasarkan pada kemampuan hukum sebagai instrumen sosial untuk mengintegrasikan agregasi kepentingan sosial agar tidak saling berbenturan, dan sebaliknya terjadi keteraturan.","PeriodicalId":31921,"journal":{"name":"Jurnal Ius Constituendum","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-10-15","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"43516434","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Bank, baik bank sentral maupun bank umum merupakan inti dari sistem keuangan setiap negara. Bank merupakan lembaga keuangan yang menjadi tempat bagi perusahaan, badan-badan pemerintah dan swasta maupun perorangan menyimpan dana-dananya. Melalui kegiatan perkreditan dan berbagai jasa yang diberikan, bank melayani kebutuhan pembiayaan dan mekanisme sistem pembayaran bagi semua sektor perekonomian. Metode penelitian yang digunakan yaitu yuridis empiris. Penelitian ini membahas tentang bagaimana pertanggung jawaban bank terhadap nasabah yang dirugikan. Dimana Bank berfungsi sebagai perantara pihak-pihak yang mempunyai kelebihan dana dengan pihak-pihak yang kekurangan dan memerlukan dana, serta melayani kebutuhan pembiayaan serta melancarkan mekanisme sistem pembayaran bagi semua sektor perekonomian masyarakat. Kondisi yang demikian, maka bank adalah lembaga yang mengandalkan kepercayaan masyarakat terhadap bank, pemerintah harus berusaha melindungi masyarakat sebagai nasabah dari tindakan lembaga ataupun oknum pegawai bank yang tidak bertanggung jawab dan merusak sendi kepercayaan masyarakat.
{"title":"PERTANGGUNGJAWABAN BANK TERHADAP HAK NASABAH YANG DIRUGIKAN DALAM PEMBOBOLAN REKENING NASABAH (STUDI DI PT. BANK RAKYAT INDONESIA TBK, KANTOR CABANG MEDAN GATOT SUBROTO)","authors":"Andil Bukit","doi":"10.26623/jic.v4i2.1656","DOIUrl":"https://doi.org/10.26623/jic.v4i2.1656","url":null,"abstract":"Bank, baik bank sentral maupun bank umum merupakan inti dari sistem keuangan setiap negara. Bank merupakan lembaga keuangan yang menjadi tempat bagi perusahaan, badan-badan pemerintah dan swasta maupun perorangan menyimpan dana-dananya. Melalui kegiatan perkreditan dan berbagai jasa yang diberikan, bank melayani kebutuhan pembiayaan dan mekanisme sistem pembayaran bagi semua sektor perekonomian. Metode penelitian yang digunakan yaitu yuridis empiris. Penelitian ini membahas tentang bagaimana pertanggung jawaban bank terhadap nasabah yang dirugikan. Dimana Bank berfungsi sebagai perantara pihak-pihak yang mempunyai kelebihan dana dengan pihak-pihak yang kekurangan dan memerlukan dana, serta melayani kebutuhan pembiayaan serta melancarkan mekanisme sistem pembayaran bagi semua sektor perekonomian masyarakat. Kondisi yang demikian, maka bank adalah lembaga yang mengandalkan kepercayaan masyarakat terhadap bank, pemerintah harus berusaha melindungi masyarakat sebagai nasabah dari tindakan lembaga ataupun oknum pegawai bank yang tidak bertanggung jawab dan merusak sendi kepercayaan masyarakat.","PeriodicalId":31921,"journal":{"name":"Jurnal Ius Constituendum","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-09-15","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"42021671","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Soegianto Soegianto, S DiahSulistiyaniR, M. Junaidi
Penjelamaan negara hukum telah memberikan porso bagi pemerintah untuk menjalankan hukum berdasarkan pada prinsip keadilan dan kepastian. Hal ini tentunya akan menghindarkan pada proses main hakim sendiri yang sangat tidak konsisten terhadap prinsip melaksanakan negara hukum. Salah stau bukti itu semua adalah dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia dimana ketentuan pokok diatur jelas dalam akta jaminan fidusia.Luaran kajian yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah hasil jurnal yang akan doterbitkan setidak-tidaknya pada jurnal berissn online. Hasil kajian nantinya digunakan metode yuridis normatif sehingga akan memaksimalkan data secunder dalam menopang kajian penelitian yang akan dilakukan secara komperhensif. Analisis yang dilakukan dengan analisis kualitatif.Terdapat kelemahan yang telah disebutkan sebelumnya yaitu , pelaksanaan eksekusi yang dilakukan kreditur melalui jasa debt collector kadangkala menimbulkan masalah baru antara kreditur dengan debitur. Hal ini dikarenakan cara debt collector dalam mengeksekusi barang jaminan fidusia dengan cara kekerasan, intimidasi bahkan dengan cara merampas barang jaminan fidusia dijalan, hal inilah yang menimbulkan perlawanan dari pihak debitur. Meskipun dalam praktiknya sudah diatur dalam Peraturan Kepala Kepolisian Negara Indonesia Nomor 8 tahun 2011 tentang Pengamanan Eksekusi Jaminan Fidusia. Namun masih menjadi catatan penting bahwa maslaah pokok cara debt collector dalam mengeksekusi barang jaminan fidusia dengan cara kekerasan, intimidasi bahkan dengan cara merampas barang jaminan fidusia dijalan, masih menjadi bagian momok tersendiri yang tidak dapat dipisahkan dalam praktik eksekusi jaminan fidusia.
{"title":"EKSEKUSI JAMINAN FIDUSIA DALAM KAJIAN UNDANG- UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA","authors":"Soegianto Soegianto, S DiahSulistiyaniR, M. Junaidi","doi":"10.26623/jic.v4i2.1658","DOIUrl":"https://doi.org/10.26623/jic.v4i2.1658","url":null,"abstract":"Penjelamaan negara hukum telah memberikan porso bagi pemerintah untuk menjalankan hukum berdasarkan pada prinsip keadilan dan kepastian. Hal ini tentunya akan menghindarkan pada proses main hakim sendiri yang sangat tidak konsisten terhadap prinsip melaksanakan negara hukum. Salah stau bukti itu semua adalah dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia dimana ketentuan pokok diatur jelas dalam akta jaminan fidusia.Luaran kajian yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah hasil jurnal yang akan doterbitkan setidak-tidaknya pada jurnal berissn online. Hasil kajian nantinya digunakan metode yuridis normatif sehingga akan memaksimalkan data secunder dalam menopang kajian penelitian yang akan dilakukan secara komperhensif. Analisis yang dilakukan dengan analisis kualitatif.Terdapat kelemahan yang telah disebutkan sebelumnya yaitu , pelaksanaan eksekusi yang dilakukan kreditur melalui jasa debt collector kadangkala menimbulkan masalah baru antara kreditur dengan debitur. Hal ini dikarenakan cara debt collector dalam mengeksekusi barang jaminan fidusia dengan cara kekerasan, intimidasi bahkan dengan cara merampas barang jaminan fidusia dijalan, hal inilah yang menimbulkan perlawanan dari pihak debitur. Meskipun dalam praktiknya sudah diatur dalam Peraturan Kepala Kepolisian Negara Indonesia Nomor 8 tahun 2011 tentang Pengamanan Eksekusi Jaminan Fidusia. Namun masih menjadi catatan penting bahwa maslaah pokok cara debt collector dalam mengeksekusi barang jaminan fidusia dengan cara kekerasan, intimidasi bahkan dengan cara merampas barang jaminan fidusia dijalan, masih menjadi bagian momok tersendiri yang tidak dapat dipisahkan dalam praktik eksekusi jaminan fidusia. ","PeriodicalId":31921,"journal":{"name":"Jurnal Ius Constituendum","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-09-15","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"49374468","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}