Pub Date : 2022-08-09DOI: 10.24832/jpnk.v14i071.3094
Safrudin Chamidi
Tujuan utama dari penulisan artikel ini adalah untuk meningkatkan pemahaman terhadap salah satu surat yang ada dalam Al Qur’an, yaitu surat Al-Ashr. Artikel ini menyandingkan konsep dalam surat Al-Ashr dengan konsep gotong-royong yang merupakan budaya dasar dari bangsa Indonesia. Artikel ini memperlihatkan bahwa gotong-royong sebagai budaya dasar bangsa Indonesia memiliki aplikasi yang dapat berimplikasi positif atau negatif, sementara surat Al-Ashr selalu memiliki aplikasi yang berimplikasi positif. Beberapa simpulan adalah (1) bangsa Indonesia masih memiliki budaya gotong-royong sebagai budaya dasar, bahkan manfaat (efek positifnya) masih bisa dideteksi dan dirasakan namun tidak bisa dipungkiri tentang adanya distorsi khususnya pada aplikasi dari budaya dasar ini; (2) Distorsi pada konsep gotong-royong terjadi karena perubahan rentang waktu yang berlaku bagi konsep. Semakin panjang rentang waktu yang berlaku pada konsep maka semakin konsep gotong-royong mendekati konsep awalnya. Saran untuk memperbaiki keadaan lapangan tentang penerapan konsep gotong-royong (yang cenderung menunjukkan adanya distorsi terutama pada aplikasinya) diberikan kepada masyarakat dengan kembali kepada konsep awal dari gotong-royong yang cenderung untuk selalu memiliki implikasi positif.
{"title":"Hubungan Gotong-Royong dan Surat Al-Ashr","authors":"Safrudin Chamidi","doi":"10.24832/jpnk.v14i071.3094","DOIUrl":"https://doi.org/10.24832/jpnk.v14i071.3094","url":null,"abstract":"Tujuan utama dari penulisan artikel ini adalah untuk meningkatkan pemahaman terhadap salah satu surat yang ada dalam Al Qur’an, yaitu surat Al-Ashr. Artikel ini menyandingkan konsep dalam surat Al-Ashr dengan konsep gotong-royong yang merupakan budaya dasar dari bangsa Indonesia. Artikel ini memperlihatkan bahwa gotong-royong sebagai budaya dasar bangsa Indonesia memiliki aplikasi yang dapat berimplikasi positif atau negatif, sementara surat Al-Ashr selalu memiliki aplikasi yang berimplikasi positif. Beberapa simpulan adalah (1) bangsa Indonesia masih memiliki budaya gotong-royong sebagai budaya dasar, bahkan manfaat (efek positifnya) masih bisa dideteksi dan dirasakan namun tidak bisa dipungkiri tentang adanya distorsi khususnya pada aplikasi dari budaya dasar ini; (2) Distorsi pada konsep gotong-royong terjadi karena perubahan rentang waktu yang berlaku bagi konsep. Semakin panjang rentang waktu yang berlaku pada konsep maka semakin konsep gotong-royong mendekati konsep awalnya. Saran untuk memperbaiki keadaan lapangan tentang penerapan konsep gotong-royong (yang cenderung menunjukkan adanya distorsi terutama pada aplikasinya) diberikan kepada masyarakat dengan kembali kepada konsep awal dari gotong-royong yang cenderung untuk selalu memiliki implikasi positif.","PeriodicalId":32523,"journal":{"name":"Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-08-09","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"44528428","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2022-08-08DOI: 10.24832/jpnk.v14i071.3085
Ida Kintamani
Program wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun merupakan salah satu kebijakan pendidikan yang akan dituntaskan tahun 2008 menggunakan ukuran APK SMP sebesar 95,00%. Ukuran penuntasan ada lima, yaitu paripurna, utama, madya, pratama, dan belum tuntas. Untuk mengetahui sejauh mana program tersebut dapat dituntaskan, dibahas APK SMP dan disparitas APK SMP tahun 2007 dibandingkan dengan tahun 2006. Populasi yang digunakan adalah 440 kabupaten/kota. Hasilnya menunjukkan hanya 187 kabupaten/kota (42,50%) yang telah tuntas paripurna (APK SMP >95%) dan yang belum tuntas (APK <80%) sebanyak 111 kabupaten/kota (25,23%). Provinsi DI Yogyakarta telah tuntas paripurna, provinsi Sulawesi Utara telah tuntas utama, Riau dan Bali telah tuntas madya, dan DKI Jakarta, Jawa Tengah, Kepulauan Riau, Jambi telah tuntas pratama. Dilihat dari disparitas APK secara nasional 23,93% hanya menurun 0,06 % dari tahun 2006. Disparitas terbesar di Nusa Tenggara Timur (45,30%) dan terkecil di Maluku Utara (1,28%).
{"title":"Kondisi dan Disparitas APK SMP Tahun 2007 Dalam Rangka Penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun","authors":"Ida Kintamani","doi":"10.24832/jpnk.v14i071.3085","DOIUrl":"https://doi.org/10.24832/jpnk.v14i071.3085","url":null,"abstract":"Program wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun merupakan salah satu kebijakan pendidikan yang akan dituntaskan tahun 2008 menggunakan ukuran APK SMP sebesar 95,00%. Ukuran penuntasan ada lima, yaitu paripurna, utama, madya, pratama, dan belum tuntas. Untuk mengetahui sejauh mana program tersebut dapat dituntaskan, dibahas APK SMP dan disparitas APK SMP tahun 2007 dibandingkan dengan tahun 2006. Populasi yang digunakan adalah 440 kabupaten/kota. Hasilnya menunjukkan hanya 187 kabupaten/kota (42,50%) yang telah tuntas paripurna (APK SMP >95%) dan yang belum tuntas (APK <80%) sebanyak 111 kabupaten/kota (25,23%). Provinsi DI Yogyakarta telah tuntas paripurna, provinsi Sulawesi Utara telah tuntas utama, Riau dan Bali telah tuntas madya, dan DKI Jakarta, Jawa Tengah, Kepulauan Riau, Jambi telah tuntas pratama. Dilihat dari disparitas APK secara nasional 23,93% hanya menurun 0,06 % dari tahun 2006. Disparitas terbesar di Nusa Tenggara Timur (45,30%) dan terkecil di Maluku Utara (1,28%).","PeriodicalId":32523,"journal":{"name":"Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-08-08","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"47794995","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2022-08-08DOI: 10.24832/jpnk.v14i071.3086
Safari Safari
Tujuan penelitian ini adalah untuk menjawab beberapa permasalahan: (1) Setujukah diadakan Ujian Nasional (UN) SD/MI? (2) Apakah terdapat perbedaan persepsi guru mata pelajaran SMA terhadap: (a) motivasi belajar siswa terhadap materi, (b) kemampuan akademik siswa, (c) keinginan melanjutkan ke SMP/MTs, (d) akhlak siswa, (e) keobjektifan guru dalam memberi skor/nilai ujian, (f) kemampuan guru menulis soal; selama tidak ada UN. Berdasarkan analisis deskriptif dan uji Chi-Square dari 257 responden/guru mata pelajaran diperoleh hasil sebagai berikut. Pertama, sebagian besar 145 responden (56,4%) guru mata pelajaran SMA menyatakan setuju diadakannya UN SD/MI dan hanya 101 responden (39,3%) yang menyatakan tidak setuju, serta 11 responden (4,3%) responden yang tidak menjawab. Kedua, pelaksanaan ujian SD/MI selama belum adapengganti UN, sebagian besar guru mata pelajaran SMA menyatakan “sedang” pada keenam aspek: (1) motivasi belajar siswa, (2) kemampuan akademik siswa, (3) keinginan siswa SD/MI melanjutkan ke SMP/MTs, (4) akhlak siswa, (5) guru objektif dalam memberi skor/nilai ujian, (6) kemampuan guru menulis soal. Hal ini menunjukkan adanya indikasi perbedaan persepsi guru mata pelajaran terhadap pelaksanaan ujian SD/MI selama tidak ada pengganti UN adalah tidak terbukti (P>0,05).
{"title":"Persepsi Guru SMA Terhadap Ujian Nasional SD/MI","authors":"Safari Safari","doi":"10.24832/jpnk.v14i071.3086","DOIUrl":"https://doi.org/10.24832/jpnk.v14i071.3086","url":null,"abstract":"Tujuan penelitian ini adalah untuk menjawab beberapa permasalahan: (1) Setujukah diadakan Ujian Nasional (UN) SD/MI? (2) Apakah terdapat perbedaan persepsi guru mata pelajaran SMA terhadap: (a) motivasi belajar siswa terhadap materi, (b) kemampuan akademik siswa, (c) keinginan melanjutkan ke SMP/MTs, (d) akhlak siswa, (e) keobjektifan guru dalam memberi skor/nilai ujian, (f) kemampuan guru menulis soal; selama tidak ada UN. Berdasarkan analisis deskriptif dan uji Chi-Square dari 257 responden/guru mata pelajaran diperoleh hasil sebagai berikut. Pertama, sebagian besar 145 responden (56,4%) guru mata pelajaran SMA menyatakan setuju diadakannya UN SD/MI dan hanya 101 responden (39,3%) yang menyatakan tidak setuju, serta 11 responden (4,3%) responden yang tidak menjawab. Kedua, pelaksanaan ujian SD/MI selama belum adapengganti UN, sebagian besar guru mata pelajaran SMA menyatakan “sedang” pada keenam aspek: (1) motivasi belajar siswa, (2) kemampuan akademik siswa, (3) keinginan siswa SD/MI melanjutkan ke SMP/MTs, (4) akhlak siswa, (5) guru objektif dalam memberi skor/nilai ujian, (6) kemampuan guru menulis soal. Hal ini menunjukkan adanya indikasi perbedaan persepsi guru mata pelajaran terhadap pelaksanaan ujian SD/MI selama tidak ada pengganti UN adalah tidak terbukti (P>0,05).","PeriodicalId":32523,"journal":{"name":"Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-08-08","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"48908876","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2022-08-08DOI: 10.24832/jpnk.v14i071.3084
Mariati Mariati
Rancang program SKS telah diuji cobakan sejak tahun ajaran 2004/2005 pada 17 SMA di Mataram oleh Dinas Pendidikan Provinsi Nusa Tenggara Barat dan tiga SMA di DKI Jakarta pada tahun ajaran 2007/2008. Studi ini dilakukan untuk mengkaji penerapan SKS di Mataram dan Jakarta yang dilaksanakan pada tahun 2007. Sasaran studi berjumlah 64 orang yang terdiri dari staf dinas pendidikan yang menangani program SKS, kepala sekolah atau wakil kepala sekolah bidang kurikulum, guru mata pelajaran dan pakar dari perguruan tinggi yang menjadi nara sumber atau patner sekolah. Data dikumpulkan dengan menggunakan angket dan diskusi fokus secara kelompok. Teknik analisis data untuk memperoleh hasil kajian digunakan teknik analisis deskriptif. Hasil studi menunjukkan bahwa sekolah antusias melaksanakan SKS karena kemandirian peserta didik meningkat. Namun demikian, masih terdapat perbedaan dalam hal: (a) pelaksanaan SKS dan beban belajar SKS, (b) penerapan jumlah sks yang berbeda-beda, (c) program akselerasi dan pengayaan, (d) kurang tersedianya SDM di sekolah yang mampu untuk merancang kurikulum, (e) belum tersedianya buku petunjuk dari pemerintah, (f) belum terpenuhinya sarana dan prasaranan, (g) belum siapnya sistem adminstrasi sekolah, serta (h)beragamnya pemahaman stakeholder tentang SKS.
{"title":"Penerapan Satuan Kredit Semester (SKS) di Sekolah Menengah","authors":"Mariati Mariati","doi":"10.24832/jpnk.v14i071.3084","DOIUrl":"https://doi.org/10.24832/jpnk.v14i071.3084","url":null,"abstract":"Rancang program SKS telah diuji cobakan sejak tahun ajaran 2004/2005 pada 17 SMA di Mataram oleh Dinas Pendidikan Provinsi Nusa Tenggara Barat dan tiga SMA di DKI Jakarta pada tahun ajaran 2007/2008. Studi ini dilakukan untuk mengkaji penerapan SKS di Mataram dan Jakarta yang dilaksanakan pada tahun 2007. Sasaran studi berjumlah 64 orang yang terdiri dari staf dinas pendidikan yang menangani program SKS, kepala sekolah atau wakil kepala sekolah bidang kurikulum, guru mata pelajaran dan pakar dari perguruan tinggi yang menjadi nara sumber atau patner sekolah. Data dikumpulkan dengan menggunakan angket dan diskusi fokus secara kelompok. Teknik analisis data untuk memperoleh hasil kajian digunakan teknik analisis deskriptif. Hasil studi menunjukkan bahwa sekolah antusias melaksanakan SKS karena kemandirian peserta didik meningkat. Namun demikian, masih terdapat perbedaan dalam hal: (a) pelaksanaan SKS dan beban belajar SKS, (b) penerapan jumlah sks yang berbeda-beda, (c) program akselerasi dan pengayaan, (d) kurang tersedianya SDM di sekolah yang mampu untuk merancang kurikulum, (e) belum tersedianya buku petunjuk dari pemerintah, (f) belum terpenuhinya sarana dan prasaranan, (g) belum siapnya sistem adminstrasi sekolah, serta (h)beragamnya pemahaman stakeholder tentang SKS.","PeriodicalId":32523,"journal":{"name":"Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-08-08","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"43674876","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
M. Dalimunthe, R. Dewi, Wildansyah Lubis, P. Setyosari, Raudah Zaimah Dalimunthe, Muhammad Alridho Lubis
The Covid-19 pandemic that hit parts of the world impacts education. The acceleration and shift of learning to online mode are massively carried out. Changes in learning modes impact the character of students, so a comprehensive non-cognitive instrument is needed that can be used to measure the quality of student character. This study aims to identify the quality of students' character in online learning during the pandemic. Character qualities are identified by the manifestations of curiosity, initiative, resilience, adaptation, leadership, and ethics. Respondents (N=442) consisted of teachers (N=56) and students (N=386) who applied online learning in several schools from Medan, Deliserdang, Batubara, and Aceh. Collecting data using a questionnaire that explores information about students' character during online learning. The research findings reveal that there is a change in students' character that leads to a positive path in online learning, where the presence of the teacher is crucial in the manifestation of curiosity, initiative, resilience, and adaptation to construct student character. Meanwhile, the manifestations of leadership and ethics felt by students during online learning were very meaningful to the quality of their character. Identification from the point of view of teachers and students found that ethics plays an important role in shaping students' character. This study provides the latest insight regarding identifying student character which comprehensively discusses and reveals the urgency of student character qualities in online learning.
{"title":"IDENTIFICATION OF STUDENT CHARACTER QUALITY ON ONLINE LEARNING IN THE PANDEMIC","authors":"M. Dalimunthe, R. Dewi, Wildansyah Lubis, P. Setyosari, Raudah Zaimah Dalimunthe, Muhammad Alridho Lubis","doi":"10.24832/jpnk.v7i1.2625","DOIUrl":"https://doi.org/10.24832/jpnk.v7i1.2625","url":null,"abstract":"The Covid-19 pandemic that hit parts of the world impacts education. The acceleration and shift of learning to online mode are massively carried out. Changes in learning modes impact the character of students, so a comprehensive non-cognitive instrument is needed that can be used to measure the quality of student character. This study aims to identify the quality of students' character in online learning during the pandemic. Character qualities are identified by the manifestations of curiosity, initiative, resilience, adaptation, leadership, and ethics. Respondents (N=442) consisted of teachers (N=56) and students (N=386) who applied online learning in several schools from Medan, Deliserdang, Batubara, and Aceh. Collecting data using a questionnaire that explores information about students' character during online learning. The research findings reveal that there is a change in students' character that leads to a positive path in online learning, where the presence of the teacher is crucial in the manifestation of curiosity, initiative, resilience, and adaptation to construct student character. Meanwhile, the manifestations of leadership and ethics felt by students during online learning were very meaningful to the quality of their character. Identification from the point of view of teachers and students found that ethics plays an important role in shaping students' character. This study provides the latest insight regarding identifying student character which comprehensively discusses and reveals the urgency of student character qualities in online learning.","PeriodicalId":32523,"journal":{"name":"Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-06-27","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"42211848","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Akhmad Jufriadi, C. Huda, Sudi Dul Aji, Hestiningtyas Yuli Pratiwi, Hena Dian Ayu
Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan implementasi kurikulum Merdeka Belajar Kampus Merdeka yang telah dikembangkan berdasar kebijakan Merdeka Belajar Kampus Merdeka, dan efeknya terhadapketerampilan abad 21 mahasiswa. Penelitian ini menerapkan rancangan penelitian mixed method, yang melibatkan seluruh mahasiswa Program Studi Pendidikan Fisika Universitas PGRI Kanjuruhan Malang. Datakuantitatif dikumpulkan dari data pengisian angket sedangkan data kualitatif diperoleh dari hasil deep interview yang dilakukan selama pelaksanaan kegiatan pembelajaran di luar kampus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa implementasi kurikulum Merdeka Belajar Kampus Merdeka telah mampu meningkatkan keterampilan komunikasi siswa, kreativitas siswa, berpikir kritis, dan peningkatan keterampilan kolaborasi siswa. Dari tiga bentuk kegiatan pembelajaran di luar kampus yang telah diterapkan, Kuliah Kerja Nyata Tematik merupakan bentuk kegiatan pembelajaran di luar kampus palingefektif dalam meningkatkan keterampilan komunikasi dan kolaborasi. Bentuk kegiatan pembelajaran di luar kampus lainnya yaitu Asistensi Mengajar dan Kampus Mengajar efektif meningkatkan kreativitas dan berpikir kritis. Peningkatan keterampilan abad 21, dapat dilakukan dengan mengikutsertakan mahasiswa pada dua bentuk kegiatan pembelajaran di luar kampus dengan karakteristik lingkungan belajar berbeda.
{"title":"ANALISIS KETERAMPILAN ABAD 21 MELALUI IMPLEMENTASI KURIKULUM MERDEKA BELAJAR KAMPUS MERDEKA","authors":"Akhmad Jufriadi, C. Huda, Sudi Dul Aji, Hestiningtyas Yuli Pratiwi, Hena Dian Ayu","doi":"10.24832/jpnk.v7i1.2482","DOIUrl":"https://doi.org/10.24832/jpnk.v7i1.2482","url":null,"abstract":"Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan implementasi kurikulum Merdeka Belajar Kampus Merdeka yang telah dikembangkan berdasar kebijakan Merdeka Belajar Kampus Merdeka, dan efeknya terhadapketerampilan abad 21 mahasiswa. Penelitian ini menerapkan rancangan penelitian mixed method, yang melibatkan seluruh mahasiswa Program Studi Pendidikan Fisika Universitas PGRI Kanjuruhan Malang. Datakuantitatif dikumpulkan dari data pengisian angket sedangkan data kualitatif diperoleh dari hasil deep interview yang dilakukan selama pelaksanaan kegiatan pembelajaran di luar kampus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa implementasi kurikulum Merdeka Belajar Kampus Merdeka telah mampu meningkatkan keterampilan komunikasi siswa, kreativitas siswa, berpikir kritis, dan peningkatan keterampilan kolaborasi siswa. Dari tiga bentuk kegiatan pembelajaran di luar kampus yang telah diterapkan, Kuliah Kerja Nyata Tematik merupakan bentuk kegiatan pembelajaran di luar kampus palingefektif dalam meningkatkan keterampilan komunikasi dan kolaborasi. Bentuk kegiatan pembelajaran di luar kampus lainnya yaitu Asistensi Mengajar dan Kampus Mengajar efektif meningkatkan kreativitas dan berpikir kritis. Peningkatan keterampilan abad 21, dapat dilakukan dengan mengikutsertakan mahasiswa pada dua bentuk kegiatan pembelajaran di luar kampus dengan karakteristik lingkungan belajar berbeda.","PeriodicalId":32523,"journal":{"name":"Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-06-22","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"47557064","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Hieronimus Canggung Darong, Erna Mena Niman, Fatmawati Fatwamati, F. Nendi
Kegiatan pembelajaran yang baik dan bermakna juga memerlukan sebuah penilaian yang baik. Perencanaan dan proses pembelajaran harus diakhiri dengan sebuah tahapan penilaian yang berkualitas. Penelitian desain kualitatif ini bertujuan untuk mengetahui praktik, masalah, dan kendala guru dalam kegiatan penilaian otentik. Penelitian melibatkan guru bahasa Inggris yang tergabung dalam Musyawarah Guru Mata Pelajaran Sekolah Bahasa Inggris di Flores. Data diambil dengan teknik observasi, wawancara, dan studi dokumentasi. Hasil penelitian menemukan bahwa implementasi penilaian otentik untuk mata pelajaran bahasa Inggris belum berjalan dengan baik. Kesiapan guru terkait instrumen, penentuan tipe penilaian, dan prosedur penilaian menjadi masalah dalam penerapannya. Selain itu, alokasi waktu dan kemampuan siswa merupakan tantangan yang dihadapi guru dalam menjalankan proses penilaian. Oleh karena itu, guru harus menyiapkan sebuah instrumen, penentuan tipe, dan prosedur penilaian dengan baik.
{"title":"IMPLEMENTASI PENILAIAN OTENTIK OLEH GURU BAHASA INGGRIS DI FLORES","authors":"Hieronimus Canggung Darong, Erna Mena Niman, Fatmawati Fatwamati, F. Nendi","doi":"10.24832/jpnk.v7i1.2639","DOIUrl":"https://doi.org/10.24832/jpnk.v7i1.2639","url":null,"abstract":"Kegiatan pembelajaran yang baik dan bermakna juga memerlukan sebuah penilaian yang baik. Perencanaan dan proses pembelajaran harus diakhiri dengan sebuah tahapan penilaian yang berkualitas. Penelitian desain kualitatif ini bertujuan untuk mengetahui praktik, masalah, dan kendala guru dalam kegiatan penilaian otentik. Penelitian melibatkan guru bahasa Inggris yang tergabung dalam Musyawarah Guru Mata Pelajaran Sekolah Bahasa Inggris di Flores. Data diambil dengan teknik observasi, wawancara, dan studi dokumentasi. Hasil penelitian menemukan bahwa implementasi penilaian otentik untuk mata pelajaran bahasa Inggris belum berjalan dengan baik. Kesiapan guru terkait instrumen, penentuan tipe penilaian, dan prosedur penilaian menjadi masalah dalam penerapannya. Selain itu, alokasi waktu dan kemampuan siswa merupakan tantangan yang dihadapi guru dalam menjalankan proses penilaian. Oleh karena itu, guru harus menyiapkan sebuah instrumen, penentuan tipe, dan prosedur penilaian dengan baik.","PeriodicalId":32523,"journal":{"name":"Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-06-20","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"48304296","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Fransisca Nur’aini Krisna, Sri Fajar Martono, Yusuf Faisal Martak, Joko Purnama, Titus Angga Restuaji
Pemerintah Indonesia sejak tahun 2008 telah menerapkan kebijakan sertifikasi kepada dosen. Kebijakan sertifikasi dosen memiliki tujuan meningkatkan kinerja dosen sehingga tercapai tujuan peningkatan mutu pembelajaran di pendidikan tinggi. Studi ini bertujuan menganalisis dampak program sertifikasi pendidik terhadap kinerja dosen dengan membandingkan perbedaan kinerja dosen yang telah memiliki sertifikatpendidik dengan dosen yang tidak bersertifikat pendidik. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Pendekatan kuantitatif menggunakan analisis data sekunder model Difference-in-Difference (DiD), Regression Discontinuity Design (RDD), dan survey online kepada dosen. Sementara itu,pendekatan kualitatif dilakukan dengan teknik pengumpulan data berupa studi literatur dan diskusi kelompok terpumpun yang dianalisis dengan metode tematik deskriptif. Hasil analisis menunjukkan bahwa pemberian sertifikasi dosen dan tunjangan profesi berhubungan dengan peningkatan kinerja publikasi dosen meski masih belum optimal. Untuk meningkatkan dampak sertifikasi dosen, pemerintah dapat melakukan penguatan bagi dosen yang telah bersertifikat pendidik untuk memahami kinerja dosen yangditentukan. Di samping itu, pada pelaporan kinerja di dalam Laporan Kinerja Dosen (LKD) perlu ditambahkan angka pencapaian minimal untuk setiap jabatan dosen dan mencakup aspek Tri Dharma.
{"title":"PENGARUH SERTIFIKASI PENDIDIK TERHADAP PENINGKATAN PUBLIKASI ILMIAH DOSEN DI PERGURUAN TINGGI DI INDONESIA","authors":"Fransisca Nur’aini Krisna, Sri Fajar Martono, Yusuf Faisal Martak, Joko Purnama, Titus Angga Restuaji","doi":"10.24832/jpnk.v7i1.2464","DOIUrl":"https://doi.org/10.24832/jpnk.v7i1.2464","url":null,"abstract":"Pemerintah Indonesia sejak tahun 2008 telah menerapkan kebijakan sertifikasi kepada dosen. Kebijakan sertifikasi dosen memiliki tujuan meningkatkan kinerja dosen sehingga tercapai tujuan peningkatan mutu pembelajaran di pendidikan tinggi. Studi ini bertujuan menganalisis dampak program sertifikasi pendidik terhadap kinerja dosen dengan membandingkan perbedaan kinerja dosen yang telah memiliki sertifikatpendidik dengan dosen yang tidak bersertifikat pendidik. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Pendekatan kuantitatif menggunakan analisis data sekunder model Difference-in-Difference (DiD), Regression Discontinuity Design (RDD), dan survey online kepada dosen. Sementara itu,pendekatan kualitatif dilakukan dengan teknik pengumpulan data berupa studi literatur dan diskusi kelompok terpumpun yang dianalisis dengan metode tematik deskriptif. Hasil analisis menunjukkan bahwa pemberian sertifikasi dosen dan tunjangan profesi berhubungan dengan peningkatan kinerja publikasi dosen meski masih belum optimal. Untuk meningkatkan dampak sertifikasi dosen, pemerintah dapat melakukan penguatan bagi dosen yang telah bersertifikat pendidik untuk memahami kinerja dosen yangditentukan. Di samping itu, pada pelaporan kinerja di dalam Laporan Kinerja Dosen (LKD) perlu ditambahkan angka pencapaian minimal untuk setiap jabatan dosen dan mencakup aspek Tri Dharma.","PeriodicalId":32523,"journal":{"name":"Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-06-20","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"48447494","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Kekurangan biaya adalah salah satu penyebab utama rendahnya partisipasi masyarakat dalam melanjutkan studi pada tingkat pendidikan tinggi. Masyarakat Manggarai mengenal salah satu bentuk kearifan lokal dalam mengatasi persoalan pembiayaan pendidikan. Wuat Wa’i adalah satu bentuk gotong royong dalam mendapatkan pembiayaan pendidikan. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan Wuat Wa’i sebagai bentuk gotong royong masyarakat Manggarai dalam upaya mendukung pendidikan anak ke jenjang perguruan tinggi. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dengan jenis pendekatan naratif untuk menggali peristiwa dan cerita yang terjadi di tempat penelitian. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah wawancara dan studi dokumentasi. Hasil penelitian menemukan bahwa bentuk gotong royong dalam Wuat Wa’i adalah mengumpulkan dana untuk pendidikan dan memberi sumbangan moril berupa do’a dan nasihat berbasis budaya.
低成本是社会对继续高等教育参与度低的主要原因之一。Manggarai社区认识到处理教育资金问题的地方意义之一。Wuat Wa i是罗勇获得教育资助的一种形式。本研究的目的是将Wuat Wa i描述为Manggarai社会的royong土堆的形式,以支持儿童的教育达到大学的高度。本研究中使用的方法是一种定性方法,采用一种叙事方法来挖掘研究现场发生的事件和故事。本研究中的数据收集技术是访谈和文献研究。研究发现,罗永滴在乌阿特瓦伊的形式是为教育筹集资金,并捐赠do'a的道德贡献和文化建议。
{"title":"WUAT WA’I: MODEL GOTONG-ROYONG MASYARAKAT MANGGARAI DALAM PEMBIAYAAN PENDIDIKAN DI PERGURUAN TINGGI","authors":"Fransiskus Seda, Md. Niron","doi":"10.24832/jpnk.v7i1.1864","DOIUrl":"https://doi.org/10.24832/jpnk.v7i1.1864","url":null,"abstract":"Kekurangan biaya adalah salah satu penyebab utama rendahnya partisipasi masyarakat dalam melanjutkan studi pada tingkat pendidikan tinggi. Masyarakat Manggarai mengenal salah satu bentuk kearifan lokal dalam mengatasi persoalan pembiayaan pendidikan. Wuat Wa’i adalah satu bentuk gotong royong dalam mendapatkan pembiayaan pendidikan. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan Wuat Wa’i sebagai bentuk gotong royong masyarakat Manggarai dalam upaya mendukung pendidikan anak ke jenjang perguruan tinggi. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dengan jenis pendekatan naratif untuk menggali peristiwa dan cerita yang terjadi di tempat penelitian. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah wawancara dan studi dokumentasi. Hasil penelitian menemukan bahwa bentuk gotong royong dalam Wuat Wa’i adalah mengumpulkan dana untuk pendidikan dan memberi sumbangan moril berupa do’a dan nasihat berbasis budaya.","PeriodicalId":32523,"journal":{"name":"Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-06-16","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"49563318","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Digitalisasi pendidikan pada dasarnya merupakan upaya pemerintah untuk pemerataan akses pendidikan dan mengurangi masalah kesenjangan digital dalam dunia pendidikan. Artikel ini bertujuan mengidentifikasi aspek kebijakan digitalisasi pendidikan yang diterapkan pada sekolah dasar di Kecamatan Baraka dan menganalisis sejauh mana kebijakan digitalisasi membantu guru sekolah dasar untuk meningkatkan akses pendidikan serta mengejar ketertinggalan digital. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Responden penelitian ini adalah 13 guru dari 4 sekolah dasar, 1 kepala sekolah, dan 1 pengawas sekolah dasar. Data dikumpulkan melalui wawancara mendalam terhadap mereka dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat dua aspek kebijakan digitalisasi pendidikan yang dirasakan secara langsung oleh guru-guru sekolah dasar di Kecamatan Baraka. Pertama, digitalisasi komunikasi kebijakan pendidikan dan kedua, digitalisasi pembelajaran. Pada aspek pertama, para guru mengalami akselerasi akses pada kebijakan-kebijakan pendidikan. Para guru dapat lebih memahami kebijakan pendidikan nasional dan bisa mengikuti arahan langsung dari Pemerintah Pusat melalui kanal informasi yang tersedia. Namun pada aspek kedua, para guru belum menunjukkan kesiapan digital yang memadai. Mereka belum memanfaatkan berbagai perangkat lunak yang diberikan untuk memaksimalkan pembelajaran, seperti Rumah Belajar dan Canva, meskipun mereka telah mengetahui tentang fasilitas-fasilitas tersebut.
{"title":"DIGITALISASI DAN KETIMPANGAN PENDIDIKAN: STUDI KASUS TERHADAP GURU SEKOLAH DASAR DI KECAMATAN BARAKA","authors":"Anita Anita, Siti Irene Astuti","doi":"10.24832/jpnk.v7i1.2509","DOIUrl":"https://doi.org/10.24832/jpnk.v7i1.2509","url":null,"abstract":"Digitalisasi pendidikan pada dasarnya merupakan upaya pemerintah untuk pemerataan akses pendidikan dan mengurangi masalah kesenjangan digital dalam dunia pendidikan. Artikel ini bertujuan mengidentifikasi aspek kebijakan digitalisasi pendidikan yang diterapkan pada sekolah dasar di Kecamatan Baraka dan menganalisis sejauh mana kebijakan digitalisasi membantu guru sekolah dasar untuk meningkatkan akses pendidikan serta mengejar ketertinggalan digital. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Responden penelitian ini adalah 13 guru dari 4 sekolah dasar, 1 kepala sekolah, dan 1 pengawas sekolah dasar. Data dikumpulkan melalui wawancara mendalam terhadap mereka dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat dua aspek kebijakan digitalisasi pendidikan yang dirasakan secara langsung oleh guru-guru sekolah dasar di Kecamatan Baraka. Pertama, digitalisasi komunikasi kebijakan pendidikan dan kedua, digitalisasi pembelajaran. Pada aspek pertama, para guru mengalami akselerasi akses pada kebijakan-kebijakan pendidikan. Para guru dapat lebih memahami kebijakan pendidikan nasional dan bisa mengikuti arahan langsung dari Pemerintah Pusat melalui kanal informasi yang tersedia. Namun pada aspek kedua, para guru belum menunjukkan kesiapan digital yang memadai. Mereka belum memanfaatkan berbagai perangkat lunak yang diberikan untuk memaksimalkan pembelajaran, seperti Rumah Belajar dan Canva, meskipun mereka telah mengetahui tentang fasilitas-fasilitas tersebut.","PeriodicalId":32523,"journal":{"name":"Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-06-15","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"41382998","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}