Saat ini guru dituntut memiliki kemampuan mengintegrasikan TIK dalam pembelajaran untuk menjawab tantangan pembelajaran di abad 21. Salah satu upaya untuk meningkatkan kompetensi TIK guru adalah dengan menerapkan pembelajaran literasi digital di perguruan tinggi yang mencetak lulusan calon guru. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaruh pembelajaran literasi digital pada kompetensi TIK mahasiswa calon guru. Penelitian menggunakan pendekatan kuantitatif berupa survei kepada mahasiswa Program Studi Kependidikan sebagai calon guru dan selanjutnya dilakukan wawancara untuk proses triangulasi data. Subjek penelitian adalah mahasiswa calon guru di Universitas Negeri Semarang. Hasil survey menunjukan kedua kelompok responden memiliki kompetensi TIK yang baik. Namun setelah diteliti lebih dalam dari data triangulasi hasil wawancara komptensi TIK, calon guru yang telah memperoleh pembelajaran literasi digital lebih unggul pada aspek pemahaman TIK dalam pendidikan, organisasi, dan administrasi, dan pembejajaran guru profesional. Pengaruh pembelajaran digital terhadap kompetensi TIK calon guru pada ketiga aspek tersebut menjadi rekomendasi diterapkannya pembelajaran literasi digital pada perguruan tinggi yang mencetak calon guru. Currently, teachers are required to have the ability to integrate ICT in learning to answer the challenges of learning in the 21st century. One of the efforts to improve teachers’ ICT competencies is to implement digital literacy learning in universities that produce prospective teacher graduates. This study aims to determine how the effect of digital literacy learning on the ICT competence of pre-service teacher students. The research uses a quantitative approach which is carried out in the form of a survey to students of the Education Study Program as pre-service teachers and then interviews are carried out for the data triangulation process. The research subjects were pre-service teacher students at Universitas Negeri Semarang. The survey questionnaire was developed based on the indicators of teacher ICT competence according to UNESCO which consists of 6 aspects. The survey results show that both groups of respondents have good ICT competencies. However, after a more in-depth investigation of the triangulation data from the ICT competency interviews, preservice teachers who have obtained digital literacy learning are superior in aspects of understanding ICT in education, organization and administration, and teaching professionalteachers. The influence of digital learning on the ICT competence of pre-service teachers in these three aspects becomes a recommendation for the implementation of digital literacy learning in universities that create pre-service teachers.
{"title":"PENGARUH PEMBELAJARAN LITERASI DIGITAL PADA KOMPETENSI TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI (TIK) CALON GURU","authors":"Prasetyo Listiaji, S. Subhan","doi":"10.24832/jpnk.v6i1.1948","DOIUrl":"https://doi.org/10.24832/jpnk.v6i1.1948","url":null,"abstract":"Saat ini guru dituntut memiliki kemampuan mengintegrasikan TIK dalam pembelajaran untuk menjawab tantangan pembelajaran di abad 21.\u0000 Salah satu upaya untuk meningkatkan kompetensi TIK guru adalah dengan menerapkan pembelajaran literasi digital di perguruan tinggi \u0000 yang mencetak lulusan calon guru. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaruh pembelajaran literasi digital \u0000 pada kompetensi TIK mahasiswa calon guru. Penelitian menggunakan pendekatan kuantitatif berupa survei kepada mahasiswa Program \u0000 Studi Kependidikan sebagai calon guru dan selanjutnya dilakukan wawancara untuk proses triangulasi data. \u0000 Subjek penelitian adalah mahasiswa calon guru di Universitas Negeri Semarang. Hasil survey menunjukan kedua \u0000 kelompok responden memiliki kompetensi TIK yang baik. Namun setelah diteliti lebih dalam dari data triangulasi hasil wawancara komptensi TIK, calon guru yang telah memperoleh pembelajaran literasi digital lebih unggul pada aspek pemahaman TIK dalam pendidikan, organisasi, dan administrasi, dan pembejajaran guru profesional. Pengaruh pembelajaran digital terhadap kompetensi TIK calon guru pada ketiga aspek tersebut menjadi rekomendasi diterapkannya pembelajaran literasi digital pada perguruan tinggi yang mencetak calon guru. \u0000Currently, teachers are required to have the ability to integrate ICT in learning to answer the challenges of learning in the 21st century. One of the efforts to improve teachers’ ICT competencies is to implement digital literacy learning in universities that produce prospective teacher graduates. This study aims to determine how the effect of digital literacy learning on the ICT competence of pre-service teacher students. The research uses a quantitative approach which is carried out in the form of a survey to students of the Education Study Program as pre-service teachers and then interviews are carried out for the data triangulation process. The research subjects were pre-service teacher students at Universitas Negeri Semarang. The survey questionnaire was developed based on the indicators of teacher ICT competence according to UNESCO which consists of 6 aspects. The survey results show that both groups of respondents have good ICT competencies. However, after a more in-depth investigation of the triangulation data from the ICT competency interviews, preservice teachers who have obtained digital literacy learning are superior in aspects of understanding ICT in education, organization and administration, and teaching professionalteachers. The influence of digital learning on the ICT competence of pre-service teachers in these three aspects becomes a recommendation for the implementation of digital literacy learning in universities that create pre-service teachers.","PeriodicalId":32523,"journal":{"name":"Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-06-28","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"48558930","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pemerintah Indonesia sedang fokus pada peningkatan mutu dan efektivitas Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) sebagaimana diamanatkan dalam Inpres No. 9 tahun 2016. Salah satu wujud upayanya adalah dengan mentransformasikan SMK menjadi Badan Layanan Umum Daerah (BLUD). Penelitian ini bertujuan untuk merancang strategi peningkatan efektivitas SMK-BLUD berbasis penerapan tata kelola sekolah (SG) dan manajemen mutu terpadu (TQM). Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan menggunakan Analytic Hierarchy Process (AHP). Data diperoleh melalui Forum Group Disscusion (FGD) dengan pakar ahli. Hasil analisis AHP, strategi yang dapat ditempuh oleh SMK-BLUD agar efektivitas pengelolaan sekolah dapat dilaksanakan dengan maksimal yaitu dengan meningkatkan penerapan school governance di sekolah melalui peningkatan kriteria kepemimpinan yang kuat dan tegas pada Sumber Daya Manusia (Man) yang ada di SMK-BLUD. Sementara berdasarkan hasil analisis subelemen pada setiap elemen melalui ISM, dinilai perlu pembenahan dan peningkatan pada setiap subelemen atau variabel yang berada pada bottom level terlebih dahulu. Kemudian menggabungkan variabel yang berada pada bottom level dengan model optimasi yang telah dianalisis menggunakan AHP sehingga mampu meningkatkan kinerja variabel atau subelemen yang berada pada bottom level dalam memberikan dampaknya pada variabel yang berada diatasnya dari masing-masing elemen.
{"title":"STRATEGI PRIORITAS PENINGKATAN EFEKTIVITAS PENGELOLAAN SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN BADAN LAYANAN UMUM DAERAH","authors":"A. Khurniawan","doi":"10.24832/jpnk.v6i1.1745","DOIUrl":"https://doi.org/10.24832/jpnk.v6i1.1745","url":null,"abstract":"Pemerintah Indonesia sedang fokus pada peningkatan mutu dan efektivitas Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) sebagaimana diamanatkan dalam Inpres No. 9 tahun 2016. Salah satu wujud upayanya adalah dengan mentransformasikan SMK menjadi Badan Layanan Umum Daerah (BLUD). Penelitian ini bertujuan untuk merancang strategi peningkatan efektivitas SMK-BLUD berbasis penerapan tata kelola sekolah (SG) dan manajemen mutu terpadu (TQM). Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan menggunakan Analytic Hierarchy Process (AHP). Data diperoleh melalui Forum Group Disscusion (FGD) dengan pakar ahli. Hasil analisis AHP, strategi yang dapat ditempuh oleh SMK-BLUD agar efektivitas pengelolaan sekolah dapat dilaksanakan dengan maksimal yaitu dengan meningkatkan penerapan school governance di sekolah melalui peningkatan kriteria kepemimpinan yang kuat dan tegas pada Sumber Daya Manusia (Man) yang ada di SMK-BLUD. Sementara berdasarkan hasil analisis subelemen pada setiap elemen melalui ISM, dinilai perlu pembenahan dan peningkatan pada setiap subelemen atau variabel yang berada pada bottom level terlebih dahulu. Kemudian menggabungkan variabel yang berada pada bottom level dengan model optimasi yang telah dianalisis menggunakan AHP sehingga mampu meningkatkan kinerja variabel atau subelemen yang berada pada bottom level dalam memberikan dampaknya pada variabel yang berada diatasnya dari masing-masing elemen.","PeriodicalId":32523,"journal":{"name":"Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-06-26","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"42138260","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Artikel ini bertujuan menganalisis divergensi aktor-individual dalam pengelolaan bank soal digital menghadapi kebutuhan pemanfaatan big data pada masyarakat era 5.0. Kompleksitas divergensi tata kelola organisasi dilihat dari pendekatan berpikir sistem dimulai dari identifikasi permasalahan, pembuatan model konseptual, serta usulan yang berbasis tindakan secara menyeluruh dari setiap pemangku kepentingan. Ragam metode berpikir sistem yang digunakan berupa Soft Systems Methodology untuk menjawab pertanyaan penelitian yang menganalisis secara keseluruhan pemikiran, perkataan, dan tindakan pemilikmasalah. Hasil dari pendekatan sistem menunjukkan, transformasi digital di dalam pengelolaan bank soal mengalami hambatan ketercapaian pemanfaatan big data karena adanya divergensi institusional berupa hibridasi tata kelola administrasi publik yang disebabkan oleh mekanisme power, attraction, dan mimesis. Solusi yang dapat dilakukan dalam mendorong percepatan transformasi digital pertama terletak pada aspek power di level makro perlu adanya tata ulang aturan kelembagaan tranformasi digital yang terarahdan spesifik. Kedua pada aspek attraction perlu adanya penguasaan kompetensi bahasa pemrograman, data base enginering, dan data mining di setiap pegawai yang terlibat. Ketiga, pada aspek mimesis, organisasi dapat merujuk pada praktik terbaik keberhasilan organisasi lain. Kesimpulan penelitian menunjukkan terdapat dua belas aktivitas divergensi aktor individual yang menyebabkan hibridasi administrasi publik dan empat di antaranya mendukung perwujudan tranformasi digital. This article aims to analyze the divergence of individual actors in managing digital item banks in facing the needs of using big data in the 5.0 eras. The complexity of divergence in organizational governance captured from the systems thinking approach starting from the problems of making, conceptual models, and based on the overall actions of each stakeholder. Various systems thinking methods are used in the form of Soft Systems Methodology to answer research questions that analyse the overall thoughts, words, andactions of the problem owner. The results of the systems approach show that digital transformation in bank management is experiencing obstacles to achieving the use of big data due to institutional divergences in the form of hybridization in public administration governance caused by power, attractiveness and mimesis. The solution that can be done in encouraging the acceleration of the first digital transformation lies in the aspect of power at the macro level, there is a need for a directed and specific restructuring of the digitaltransformation institutional rules. Second, in the aspect of attraction, it is necessary to master the competence of programming languages, database techniques, and data mining for every employee involved. Third, in the mimetic aspect, organizations can refer to the best practices of other organizations’ success. The conclusion of the study shows that ther
{"title":"DIGITAL TRANSFORMATION DIVERGENCE OF MANAGEMENT ITEM BANK FACING THE ERA OF SOCIETY 5.0","authors":"Nur Muhammaditya, S. Hardjosoekarto","doi":"10.24832/jpnk.v6i1.1893","DOIUrl":"https://doi.org/10.24832/jpnk.v6i1.1893","url":null,"abstract":"Artikel ini bertujuan menganalisis divergensi aktor-individual dalam pengelolaan bank soal digital menghadapi kebutuhan pemanfaatan big data pada masyarakat era 5.0. Kompleksitas divergensi tata kelola organisasi dilihat dari pendekatan berpikir sistem dimulai dari identifikasi permasalahan, pembuatan model konseptual, serta usulan yang berbasis tindakan secara menyeluruh dari setiap pemangku kepentingan. Ragam metode berpikir sistem yang digunakan berupa Soft Systems Methodology untuk menjawab pertanyaan penelitian yang menganalisis secara keseluruhan pemikiran, perkataan, dan tindakan pemilikmasalah. Hasil dari pendekatan sistem menunjukkan, transformasi digital di dalam pengelolaan bank soal mengalami hambatan ketercapaian pemanfaatan big data karena adanya divergensi institusional berupa hibridasi tata kelola administrasi publik yang disebabkan oleh mekanisme power, attraction, dan mimesis. Solusi yang dapat dilakukan dalam mendorong percepatan transformasi digital pertama terletak pada aspek power di level makro perlu adanya tata ulang aturan kelembagaan tranformasi digital yang terarahdan spesifik. Kedua pada aspek attraction perlu adanya penguasaan kompetensi bahasa pemrograman, data base enginering, dan data mining di setiap pegawai yang terlibat. Ketiga, pada aspek mimesis, organisasi dapat merujuk pada praktik terbaik keberhasilan organisasi lain. Kesimpulan penelitian menunjukkan terdapat dua belas aktivitas divergensi aktor individual yang menyebabkan hibridasi administrasi publik dan empat di antaranya mendukung perwujudan tranformasi digital. \u0000This article aims to analyze the divergence of individual actors in managing digital item banks in facing the needs of using big data in the 5.0 eras. The complexity of divergence in organizational governance captured from the systems thinking approach starting from the problems of making, conceptual models, and based on the overall actions of each stakeholder. Various systems thinking methods are used in the form of Soft Systems Methodology to answer research questions that analyse the overall thoughts, words, andactions of the problem owner. The results of the systems approach show that digital transformation in bank management is experiencing obstacles to achieving the use of big data due to institutional divergences in the form of hybridization in public administration governance caused by power, attractiveness and mimesis. The solution that can be done in encouraging the acceleration of the first digital transformation lies in the aspect of power at the macro level, there is a need for a directed and specific restructuring of the digitaltransformation institutional rules. Second, in the aspect of attraction, it is necessary to master the competence of programming languages, database techniques, and data mining for every employee involved. Third, in the mimetic aspect, organizations can refer to the best practices of other organizations’ success. The conclusion of the study shows that ther","PeriodicalId":32523,"journal":{"name":"Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-06-26","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"47185161","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Literasi statistika merupakan kemampuan penting untuk menghadapi revolusi industri 4.0. Penelitian ini mengumpulkan informasi sejauh mana kemampuan literasi statistika didukung oleh kurikulum matematika untuk Sekolah Dasar di Indonesia. Studi dokumentasi dilakukan pada beberapa naskah kurikulum, yakni Kurikulum Berbasis Kompetensi 2004, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan 2006, Kurikulum 2013, serta revisi Kurikulum 2013 (2016, 2018, dan 2020). Sebagai pembanding, dianalisis pula Cambridge Primary Mathematics Curriculum dan kurikulum 1975. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perhitungan statistik deskriptif dan pembuatan diagram dijumpai pada semua kurikulum matematika SD tahun 2004 hingga 2020. Pada kurikulum 2013 dan sesudahnya, dijumpai pula kompetensi terkait pengumpulan data dan interpretasi data. Adapun kompetensi terkait peluang hanya dijumpai pada kurikulum 2013, Cambridge, dan kurikulum 1975. Masih diperlukan pengembangan kurikulum pada kompetensi proses pemecahan masalah statistika serta pendalaman terkait penggunaan statistik deskriptif dan diagram secara tepat. Statistical literacy is an essential competence to face the 4.0 industrial revolution. This study aims to collect information on how statistical literacy skills accounted in the Indonesian primary school mathematics curriculum. We study several curriculum documents' that had been used in Indonesia, namely the 2004 Competency-Based Curriculum, the 2006 Education Unit Level Curriculum, the 2013 Curriculum, and the revised 2013 Curriculum (2016, 2018, and 2020). We also analyzed the Cambridge Primary Mathematics Curriculum and the 1975 Indonesian curriculum. We find that calculation of descriptive statistics and chart making appeared on all Indonesian primary school mathematics curricula. The 2013 curriculum and its successor also contains some competencies related to data collection and interpretation. Probability-related competence is found only on the 2013 curriculum, the 1975 curriculum, and the Cambridge Curriculum. Further curriculum development should be focused on the statistical problem-solving competence and appropriate use of descriptive statistics and charts.
{"title":"STATISTICAL LITERACY IN PRIMARY SCHOOL MATHEMATICS CURRICULA: HISTORICAL REVIEW AND DEVELOPMENT","authors":"E. Setiawan","doi":"10.24832/jpnk.v6i1.1915","DOIUrl":"https://doi.org/10.24832/jpnk.v6i1.1915","url":null,"abstract":"Literasi statistika merupakan kemampuan penting untuk menghadapi revolusi industri 4.0. Penelitian ini mengumpulkan informasi sejauh mana kemampuan literasi statistika didukung oleh kurikulum matematika untuk Sekolah Dasar di Indonesia. Studi dokumentasi dilakukan pada beberapa naskah kurikulum, yakni Kurikulum Berbasis Kompetensi 2004, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan 2006, Kurikulum 2013, serta revisi Kurikulum 2013 (2016, 2018, dan 2020). Sebagai pembanding, dianalisis pula Cambridge Primary Mathematics Curriculum dan kurikulum 1975. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perhitungan statistik deskriptif dan pembuatan diagram dijumpai pada semua kurikulum matematika SD tahun 2004 hingga 2020. Pada kurikulum 2013 dan sesudahnya, dijumpai pula kompetensi terkait pengumpulan data dan interpretasi data. Adapun kompetensi terkait peluang hanya dijumpai pada kurikulum 2013, Cambridge, dan kurikulum 1975. Masih diperlukan pengembangan kurikulum pada kompetensi proses pemecahan masalah statistika serta pendalaman terkait penggunaan statistik deskriptif dan diagram secara tepat. \u0000Statistical literacy is an essential competence to face the 4.0 industrial revolution. This study aims to collect information on how statistical literacy skills accounted in the Indonesian primary school mathematics curriculum. We study several curriculum documents' that had been used in Indonesia, namely the 2004 Competency-Based Curriculum, the 2006 Education Unit Level Curriculum, the 2013 Curriculum, and the revised 2013 Curriculum (2016, 2018, and 2020). We also analyzed the Cambridge Primary Mathematics Curriculum and the 1975 Indonesian curriculum. We find that calculation of descriptive statistics and chart making appeared on all Indonesian primary school mathematics curricula. The 2013 curriculum and its successor also contains some competencies related to data collection and interpretation. Probability-related competence is found only on the 2013 curriculum, the 1975 curriculum, and the Cambridge Curriculum. Further curriculum development should be focused on the statistical problem-solving competence and appropriate use of descriptive statistics and charts.","PeriodicalId":32523,"journal":{"name":"Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan","volume":"1 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-06-26","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"41577856","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Tujuan artikel ini adalah mengetahui hakikat dari merdeka belajar berdasarkan pemikiran merdeka belajar Soekarno, Hatta, Sjahrir dan Dewantara dan mengetahui persamaan serta perbedaannya. Metode yang digunakan pada artikel ini adalah metode sejarah yang terdiri dari pemilihan topik, heuristik, kiritik sumber, interpretasi dan historiografi. Hakikat Merdeka belajar, berdasarkan pemikiran pendidikan para pendiri bangsa Indonesia, adalah mengakui hak-hak manusia secara kodrati untuk memperoleh pembelajaran dan pengelaman secara bebas yang bertujuan menciptakan manusia yang berkarakter, manusia baru dan masyarakat baru. Persamaan pemikiran merdeka belajar dari Soekarno, Hatta, Sjahrir dan Dewantara adalah mendidik manusia dengan jiwa yang merdeka supaya menjadi manusia yang berkarakter, bersumber dari kebudayaan dan kandungan dari bangsanya sendiri, dan mempunyai objek pendidikan yaitu manusia. Sementara perbedaan dari pemikiran tokoh-tokoh terletak pada peruntukan merdeka belajar. Soekarno memandang merdeka belajar untuk menciptakan pembelajaran yang nyaman dan menyenangkan. Mohammad Hatta berpendapat bahwa merdeka belajar berperan dalam mengembangkan kemampuan peserta didik. Sjahrir menyatakan merdeka belajar untuk membangun stabilitas politik dan bukan menetapkan tujuan-tujuan pendidikan yang pragmatis. Ki Hadjar Dewantara berpandangan merdeka belajar sebagai pendidikan sesuai kodrat alam. Merdeka belajar mengakui kodrat manusia dan membebaskan manusia memperoleh pembelajaran dan pengalaman. Merdeka belajar diperuntukan sebagai pelaksanaan pembelajaran, pengembangan peserta didik, menciptakan stabilitas, dan pengakuan terhadap kodrat manusia. This article is to find out the philosophy of freedom to learn based on founders' thoughts both similarities and differences. I use historical method consisting of topic selection, heuristics, criticisms of sources, interpretation, and historiography. Freedom to learn, based on the educational ideas of the founding fathers of Indonesia, is recognizing human rights to gain free learning and experience to create human characters, new humans, and a new society. The similarity of freedom to learn is to educate humans with an independent spirit to become human beings with character, originating from the culture and content of their nation, and having an educational object (humans). Soekarno saw freedom to learn to create comfortable and enjoyable learning. Mohammad Hatta argues that freedom to learn plays a role in developing students' abilities. Sjahrir stated that he could learn to build political stability and not set pragmatic educational goals. Ki Hadjar Dewantara has the view that freedom to learn is education by nature. Freedom to learn recognizes human nature and frees humans to learn and experience. Freedom to learn is showed as the implementation of learning, the development of students, creating stability, and recognition of human nature.
{"title":"PHILOSOPHY OF FREEDOM TO LEARN IN THE PERSPECTIVE OF INDONESIA","authors":"D. Pangestu, Wahyu Bagja Sulfemi, Yusfitriadi","doi":"10.24832/jpnk.v6i1.1823","DOIUrl":"https://doi.org/10.24832/jpnk.v6i1.1823","url":null,"abstract":"Tujuan artikel ini adalah mengetahui hakikat dari merdeka belajar berdasarkan pemikiran merdeka belajar Soekarno, Hatta, Sjahrir dan Dewantara dan mengetahui persamaan serta perbedaannya. Metode yang digunakan pada artikel ini adalah metode sejarah yang terdiri dari pemilihan topik, heuristik, kiritik sumber, interpretasi dan historiografi. Hakikat Merdeka belajar, berdasarkan pemikiran pendidikan para pendiri bangsa Indonesia, adalah mengakui hak-hak manusia secara kodrati untuk memperoleh pembelajaran dan pengelaman secara bebas yang bertujuan menciptakan manusia yang berkarakter, manusia baru dan masyarakat baru. Persamaan pemikiran merdeka belajar dari Soekarno, Hatta, Sjahrir dan Dewantara adalah mendidik manusia dengan jiwa yang merdeka supaya menjadi manusia yang berkarakter, bersumber dari kebudayaan dan kandungan dari bangsanya sendiri, dan mempunyai objek pendidikan yaitu manusia. Sementara perbedaan dari pemikiran tokoh-tokoh terletak pada peruntukan merdeka belajar. Soekarno memandang merdeka belajar untuk menciptakan pembelajaran yang nyaman dan menyenangkan. Mohammad Hatta berpendapat bahwa merdeka belajar berperan dalam mengembangkan kemampuan peserta didik. Sjahrir menyatakan merdeka belajar untuk membangun stabilitas politik dan bukan menetapkan tujuan-tujuan pendidikan yang pragmatis. Ki Hadjar Dewantara berpandangan merdeka belajar sebagai pendidikan sesuai kodrat alam. Merdeka belajar mengakui kodrat manusia dan membebaskan manusia memperoleh pembelajaran dan pengalaman. Merdeka belajar diperuntukan sebagai pelaksanaan pembelajaran, pengembangan peserta didik, menciptakan stabilitas, dan pengakuan terhadap kodrat manusia. \u0000This article is to find out the philosophy of freedom to learn based on founders' thoughts both similarities and differences. I use historical method consisting of topic selection, heuristics, criticisms of sources, interpretation, and historiography. Freedom to learn, based on the educational ideas of the founding fathers of Indonesia, is recognizing human rights to gain free learning and experience to create human characters, new humans, and a new society. The similarity of freedom to learn is to educate humans with an independent spirit to become human beings with character, originating from the culture and content of their nation, and having an educational object (humans). Soekarno saw freedom to learn to create comfortable and enjoyable learning. Mohammad Hatta argues that freedom to learn plays a role in developing students' abilities. Sjahrir stated that he could learn to build political stability and not set pragmatic educational goals. Ki Hadjar Dewantara has the view that freedom to learn is education by nature. Freedom to learn recognizes human nature and frees humans to learn and experience. Freedom to learn is showed as the implementation of learning, the development of students, creating stability, and recognition of human nature. ","PeriodicalId":32523,"journal":{"name":"Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-06-26","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"45004998","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pendidikan bermutu berperan penting untuk evolusi ekonomi dan pembangunan sosial suatu negara. Penelitian ini bertujuan untuk menggali upaya peningkatan mutu pendidikan di sekolah menengah pertama dan permasalahan yang dihadapi. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan strategi multi kasus. Lokasi penelitian yaitu tiga sekolah menengah pertama di Kabupaten Tana Toraja, Sulawesi, Indonesia yang terletak di daerah pinggiran, semi kota dan kota. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam semi terstruktur kepada kepala sekolah dan guru. Trianggulasi teknik dengan observasi tidak terstruktur dan member checks dilakukan untuk keabsahan data. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketiga sekolah berupaya meningkatkan mutu pendidikannya. Target mutu yang ingin ditingkatkan atau dicapai berbeda antarsekolah. Namun demikian, mereka menghadapi permasalahan dalam mencapai mutu yang ditargetkan. Permasalahan tersebut meliputi jumlah guru yang belum memadai dan komitmen kerja mereka yang rendah, sekolah pinggiran dan semi kota masih terkendala pada sarana dan prasarana yang belum memadai, dan pendanaan pendidikan yang belum mencukupi di tiap sekolah. Education plays an important role for the economic evolution and social development of a nation. This study aims to explore efforts to improve the quality of education in junior high schools and the problems they faced. This study applied a qualitative approach with a multi-case strategy. The research took place in three junior high schools in Tana Toraja Regency, Sulawesi, Indonesia. They were in different areas which are suburb, semi-city and city. Data collection was carried out by semi-structured in-depth interviews with school principals and teachers. Technical triangulation, which is unstructured observation and member checks, was used to validate the collected data. The results showed that the three schools were trying to improve the quality of their education. The quality targets to be improved or achieved were different between schools. However, they face problems in achieving the targeted quality. These problems include the inadequate number of teachers and their low work commitment, suburban and semi-urban schools that have inadequate facilities and infrastructure, and insufficient educational tests in schools.
{"title":"UPAYA PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN DI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA DAN PERMASALAHANNYA","authors":"D. Puspita, D. Andriani","doi":"10.24832/jpnk.v6i1.1734","DOIUrl":"https://doi.org/10.24832/jpnk.v6i1.1734","url":null,"abstract":"Pendidikan bermutu berperan penting untuk evolusi ekonomi dan pembangunan sosial suatu negara. Penelitian ini bertujuan untuk menggali upaya peningkatan mutu pendidikan di sekolah menengah pertama dan permasalahan yang dihadapi. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan strategi multi kasus. Lokasi penelitian yaitu tiga sekolah menengah pertama di Kabupaten Tana Toraja, Sulawesi, Indonesia yang terletak di daerah pinggiran, semi kota dan kota. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam semi terstruktur kepada kepala sekolah dan guru. Trianggulasi teknik dengan observasi tidak terstruktur dan member checks dilakukan untuk keabsahan data. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketiga sekolah berupaya meningkatkan mutu pendidikannya. Target mutu yang ingin ditingkatkan atau dicapai berbeda antarsekolah. Namun demikian, mereka menghadapi permasalahan dalam mencapai mutu yang ditargetkan. Permasalahan tersebut meliputi jumlah guru yang belum memadai dan komitmen kerja mereka yang rendah, sekolah pinggiran dan semi kota masih terkendala pada sarana dan prasarana yang belum memadai, dan pendanaan pendidikan yang belum mencukupi di tiap sekolah. \u0000Education plays an important role for the economic evolution and social development of a nation. This study aims to explore efforts to improve the quality of education in junior high schools and the problems they faced. This study applied a qualitative approach with a multi-case strategy. The research took place in three junior high schools in Tana Toraja Regency, Sulawesi, Indonesia. They were in different areas which are suburb, semi-city and city. Data collection was carried out by semi-structured in-depth interviews with school principals and teachers. Technical triangulation, which is unstructured observation and member checks, was used to validate the collected data. The results showed that the three schools were trying to improve the quality of their education. The quality targets to be improved or achieved were different between schools. However, they face problems in achieving the targeted quality. These problems include the inadequate number of teachers and their low work commitment, suburban and semi-urban schools that have inadequate facilities and infrastructure, and insufficient educational tests in schools. \u0000 ","PeriodicalId":32523,"journal":{"name":"Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-06-24","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"48762252","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pemahaman kepala sekolah, guru, dan komite sekolah terhadap implementasi standar pengelolaan pendidikan pada satuan pendidikan dasar dan menengah, khususnya di Sekolah Dasar Negeri. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif. Data diperoleh dari Sekolah Dasar Negeri yang terakreditasi A dan B pada daerah perkotaan di delapan kabupaten/kota di Jawa Barat, dengan teknik sampling menggunakan purposive sampling. Data primer dalam penelitian ini adalah pengetahuan kepala sekolah, guru, dan komite sekolah terhadap standarpengelolaan pendidikan, sedangkan data skunder adalah dokumen instrumen implementasi standar pengelolaan pendidikan. Analisis data menggunakan statistik deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan, pertama pemahaman kepala sekolah dan guru terhadap regulasi standar pengelolaan pendidikan tergolong cukup paham, sementara komite sekolah memiliki pemahaman terhadap regulasi standar pengelolaan pendidikan tergolong kurang. Kedua, berdasarkan hasil analisis data, kepala sekolah dan guru menganggap implementasi tata kelola sekolah tergolong cukup sesuai dengan standar pengelolaan pendidikan, sementara menurut komite sekolah implementasi tata kelola sekolah tergolong kurang. Dengan demikian, faktor utama implementasi tata kelola sekolah adalah pemahaman individu wargasekolah yang harus tepat terhadap standar pengelolaan pendidikan, hal apa saja yang termasuk dalam standar pengelolaan pendidikan, bagaimana perannya dalam implementasi, dan bagaimana dampaknya apabila tata kelola sekolah tidak berjalan sesuai dengan standar pengelolaan pendidikan. This study aims to determine the level of understanding of school principals, teachers, and committees as if in the implementation of education management standards by primary and secondary education units, especially in public elementary schools. This research uses a descriptive quantitative method. The data were obtained from accredited A and B elementary schools in urban areas in eight districts/cities in West Java, with the sampling technique using purposive sampling. The primary data in this study were the knowledge of school principals, teachers, and school committees of education management standards, while secondary data were documents of the implementation of education management standards. Data analysis using descriptive statistics. The results showed, firstly that the understanding of school principals and teachers of education management standard regulations was quite understanding, while the school committee had a lack of understanding of the education management standard regulations, secondly based on the results of data analysis that, principals and teachers considered the implementation of school governance. the category was sufficient according to the education management standard, while according to the school committee, the implementation of school governance was in the poor category. Thus, the main factor in the implement
{"title":"TINGKAT PEMAHAMAN KEPALA SEKOLAH, GURU, DAN KOMITE SEKOLAH TERHADAP IMPLEMENTASI STANDAR PENGELOLAAN PENDIDIKAN DI SEKOLAH DASAR","authors":"Arsyad Djamaluddin Palettei, Wahyu Bagja Sulfemi, Yusfitriadi","doi":"10.24832/jpnk.v6i1.1592","DOIUrl":"https://doi.org/10.24832/jpnk.v6i1.1592","url":null,"abstract":"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pemahaman kepala sekolah, guru, dan komite sekolah terhadap implementasi standar pengelolaan pendidikan pada satuan pendidikan dasar dan menengah, khususnya di Sekolah Dasar Negeri. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif. Data diperoleh dari Sekolah Dasar Negeri yang terakreditasi A dan B pada daerah perkotaan di delapan kabupaten/kota di Jawa Barat, dengan teknik sampling menggunakan purposive sampling. Data primer dalam penelitian ini adalah pengetahuan kepala sekolah, guru, dan komite sekolah terhadap standarpengelolaan pendidikan, sedangkan data skunder adalah dokumen instrumen implementasi standar pengelolaan pendidikan. Analisis data menggunakan statistik deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan, pertama pemahaman kepala sekolah dan guru terhadap regulasi standar pengelolaan pendidikan tergolong cukup paham, sementara komite sekolah memiliki pemahaman terhadap regulasi standar pengelolaan pendidikan tergolong kurang. Kedua, berdasarkan hasil analisis data, kepala sekolah dan guru menganggap implementasi tata kelola sekolah tergolong cukup sesuai dengan standar pengelolaan pendidikan, sementara menurut komite sekolah implementasi tata kelola sekolah tergolong kurang. Dengan demikian, faktor utama implementasi tata kelola sekolah adalah pemahaman individu wargasekolah yang harus tepat terhadap standar pengelolaan pendidikan, hal apa saja yang termasuk dalam standar pengelolaan pendidikan, bagaimana perannya dalam implementasi, dan bagaimana dampaknya apabila tata kelola sekolah tidak berjalan sesuai dengan standar pengelolaan pendidikan. \u0000This study aims to determine the level of understanding of school principals, teachers, and committees as if in the implementation of education management standards by primary and secondary education units, especially in public elementary schools. This research uses a descriptive quantitative method. The data were obtained from accredited A and B elementary schools in urban areas in eight districts/cities in West Java, with the sampling technique using purposive sampling. The primary data in this study were the knowledge of school principals, teachers, and school committees of education management standards, while secondary data were documents of the implementation of education management standards. Data analysis using descriptive statistics. The results showed, firstly that the understanding of school principals and teachers of education management standard regulations was quite understanding, while the school committee had a lack of understanding of the education management standard regulations, secondly based on the results of data analysis that, principals and teachers considered the implementation of school governance. the category was sufficient according to the education management standard, while according to the school committee, the implementation of school governance was in the poor category. Thus, the main factor in the implement","PeriodicalId":32523,"journal":{"name":"Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-06-24","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"48806066","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pendidikan berkeunggulan tidak hanya lahir dari sekolah umum tetapi juga dapat lahir dari pesantren yang memiliki konsep pendidikan berkeunggulan seperti di Pondok Pesantren Darussalam Puncak, yaitu IICP (International Islamic Class Program). Tujuan penelitian ini, pertama, mendeskripsikan strategi pemimpin dalam promosi pendidikan berkeunggulan di Pondok Pesantren Darusalam Puncak Pamekasan. Kedua, mendeskripsikan implementasi perencanaan pemasaran pendidikan berkeunggulan. Ketiga, mendeskripsikan pemenuhan kebutuhan logistik untuk pendidikan berkeunggulan. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis studi kasus. Metode pengumpulan data dilakukan melaluiwawancara, observasi, dan dokumentasi. Analisis data menggunakan model interaktif. Keabsahan data dilakukan dengan uji kredibilitas, transferabilitas, dependabilitas dan konfirmabilitas. Hasil penelitian menunjukkan, pertama, strategi promosi pendidikan berkeunggulan dilakukan dengan sosialisasi pada wali santri. Promosi juga dilakukan melalui media sosial, website resmi pondok pesantren, brosur, dan presentasi kepada berbagai lembaga. Kedua, implementasi perencanaan pemasaran pendidikan berkeunggulan dilakukan melalui analisis SWOT serta melibatkan tokoh-tokoh berpengaruh dan berpengalaman di bidangnya. Ketiga, pemenuhan logistik serta sarana dan prasarana menjadi prioritas utama untuk pendidikan berkeunggulan di Darussalam Puncak. Kesimpulan, strategi pemimpin dalam pemasaran pendidikan berkeunggulan di lingkungan pesantren Darrusalam Puncak Pamekasan dilakukan dengan konsep bauran pemasaran terdiri dari 7P, yaitu: product, price, place, promotion, people, physical evidence, dan process dengan mengedepankan pada promosi, harga, hasil. Excellence education is not only born from public schools but can also be born from pesantren (Islamic boarding school) with excellent education concept such as at the Darussalam Puncak Islamic Boarding School, namely IICP (International Islamic Class Program). This study aims, first, to describe the strategy of the leader in the promotion of excellent education at Pondok Pesantren Darusalam Puncak Pamekasan. Second, to describe the implementation of excellent education marketing planning. Third, describing the fulfilment of logistical needs for excellent education. This research used a qualitative approach with a type of case study. The data collection method was done through interviews, observation, and documentation. Data were analysed by using an interactive model and the data validity was carried out by testing the credibility, transferability, dependability and confirmability. The results showed, first, the strategy of promotion is carried out by socializing the IICP to students’ parent. In addition, it is also carried out through social media, the pesantren official website, brochures, and presentations to various institutions. Second, the implementation of marketing planning is analysed through SWOT and involved influentialand experience
{"title":"THE STRATEGY OF PESANTREN LEADER IN MANAGING THE MARKETING OF EXECELLENT EDUCATION","authors":"A. Nurhadi, Atiqullah","doi":"10.24832/jpnk.v5i2.1710","DOIUrl":"https://doi.org/10.24832/jpnk.v5i2.1710","url":null,"abstract":"Pendidikan berkeunggulan tidak hanya lahir dari sekolah umum tetapi juga dapat lahir dari pesantren yang memiliki konsep pendidikan berkeunggulan seperti di Pondok Pesantren Darussalam Puncak, yaitu IICP (International Islamic Class Program). Tujuan penelitian ini, pertama, mendeskripsikan strategi pemimpin dalam promosi pendidikan berkeunggulan di Pondok Pesantren Darusalam Puncak Pamekasan. Kedua, mendeskripsikan implementasi perencanaan pemasaran pendidikan berkeunggulan. Ketiga, mendeskripsikan pemenuhan kebutuhan logistik untuk pendidikan berkeunggulan. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis studi kasus. Metode pengumpulan data dilakukan melaluiwawancara, observasi, dan dokumentasi. Analisis data menggunakan model interaktif. Keabsahan data dilakukan dengan uji kredibilitas, transferabilitas, dependabilitas dan konfirmabilitas. Hasil penelitian menunjukkan, pertama, strategi promosi pendidikan berkeunggulan dilakukan dengan sosialisasi pada wali santri. Promosi juga dilakukan melalui media sosial, website resmi pondok pesantren, brosur, dan presentasi kepada berbagai lembaga. Kedua, implementasi perencanaan pemasaran pendidikan berkeunggulan dilakukan melalui analisis SWOT serta melibatkan tokoh-tokoh berpengaruh dan berpengalaman di bidangnya. Ketiga, pemenuhan logistik serta sarana dan prasarana menjadi prioritas utama untuk pendidikan berkeunggulan di Darussalam Puncak. Kesimpulan, strategi pemimpin dalam pemasaran pendidikan berkeunggulan di lingkungan pesantren Darrusalam Puncak Pamekasan dilakukan dengan konsep bauran pemasaran terdiri dari 7P, yaitu: product, price, place, promotion, people, physical evidence, dan process dengan mengedepankan pada promosi, harga, hasil. \u0000Excellence education is not only born from public schools but can also be born from pesantren (Islamic boarding school) with excellent education concept such as at the Darussalam Puncak Islamic Boarding School, namely IICP (International Islamic Class Program). This study aims, first, to describe the strategy of the leader in the promotion of excellent education at Pondok Pesantren Darusalam Puncak Pamekasan. Second, to describe the implementation of excellent education marketing planning. Third, describing the fulfilment of logistical needs for excellent education. This research used a qualitative approach with a type of case study. The data collection method was done through interviews, observation, and documentation. Data were analysed by using an interactive model and the data validity was carried out by testing the credibility, transferability, dependability and confirmability. The results showed, first, the strategy of promotion is carried out by socializing the IICP to students’ parent. In addition, it is also carried out through social media, the pesantren official website, brochures, and presentations to various institutions. Second, the implementation of marketing planning is analysed through SWOT and involved influentialand experience","PeriodicalId":32523,"journal":{"name":"Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-12-27","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"45426124","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Penelitian ini merupakan penelitian desktiptif kualitatif dengan tujuan untuk menilai konteks, input, proses dan produk pada kurikulum 2013. Penelitian ini juga menganalisis hambatan, kekurangan dan kelebihan dari kurikulum 2013. Pelaksanaan penelitian dilakukan dibeberapa SMA di Kota Mataram Nusa Tenggara Barat yang sedang melaksanakan pembelajaran menggunakan kurikulum 2013. Subjek penelitian yang digunakan yaitu peserta didik, guru, wakil kepala sekolah bidang kurikulum serta kepala sekolah. Metode pengumpulan informasi menggunakan observasi, wawancara dan analisis dokumen. Tahap penelitian meliputi tiga proses yaitu tahap prasurvei, tahap analisis hasil pengamatan, dan penulisan artikel. Hasil pengamatan yang telah didapatkan selanjutnya dianalisis secara deskriptif kualitatif. Hasil analisis menemukan bahwa penerapan kurikulum 2013 selain menghadirkan manfaat juga masih ada beberapa kendala atau kekurangan yang dirasakan dalam penerapannya sampai sejauh ini. Kendala yang muncul terdapat pada aspek kebijakan sekolah, sarana dan prasarana, proses pembelajaran, serta administrasi. Kesimpulan, keterlaksanaan K-2013 pada tingkat SMA di Kota Mataram berjalan dengan baik tetapi perlu ada beberapa penyesuaian dalam penyempurnaan. Penyesuaian yang dapat dilakukan lebih kepada fasilitas penunjang dan proses pelaksanaan K-2013. This qualitative descriptive research aims to determine the implementation of Curriculum 2013 (K-2013) by assessing its context, input, process, and products. Assessment of context based on analysis of the objectives, benefits, and goals of K-2013. The input assessment is obtained from observations of school readiness, conditions of infrastructure, etcetera. The Process assessment is obtained from analysis of implementation in the field. The product assessment is obtained from the analysis of the output produced by K-2013. This study also analysed the obstacles, weaknesses and strengths of the Curriculum 2013. The research subjects were students, educators, vice principals in charged for the curriculum, and school principals. Methods of collecting information using observation, interviews, and document analysis. The research stage includes three processes, namely, the pre-survey, analysing the results of the observations, and writing the articles. The results of the observations are then analysed descriptively qualitatively. The results of the analysis found that besides providing benefits, the implementation of K-2013 had also someobstacles or shortcomings in its implementation. The obstacles are in the aspects of school policy, facilities and infrastructure, the learning process, and administration. In conclusion, the implementation of K-2013 at the SMA level in the City of Mataram has been going well. However, it needs some adjustments to be made in its refinement, such as adjustments to the facilities support and the implementation process of K-2013.
{"title":"EVALUASI KETERLAKSANAAN KURIKULUM 2013 PADA SEKOLAH MENENGAH ATAS DI KOTA MATARAM","authors":"Rahmatullah, Jumadi","doi":"10.24832/jpnk.v5i2.1697","DOIUrl":"https://doi.org/10.24832/jpnk.v5i2.1697","url":null,"abstract":"Penelitian ini merupakan penelitian desktiptif kualitatif dengan tujuan untuk menilai konteks, input, proses dan produk pada kurikulum 2013. Penelitian ini juga menganalisis hambatan, kekurangan dan kelebihan dari kurikulum 2013. Pelaksanaan penelitian dilakukan dibeberapa SMA di Kota Mataram Nusa Tenggara Barat yang sedang melaksanakan pembelajaran menggunakan kurikulum 2013. Subjek penelitian yang digunakan yaitu peserta didik, guru, wakil kepala sekolah bidang kurikulum serta kepala sekolah. Metode pengumpulan informasi menggunakan observasi, wawancara dan analisis dokumen. Tahap penelitian meliputi tiga proses yaitu tahap prasurvei, tahap analisis hasil pengamatan, dan penulisan artikel. Hasil pengamatan yang telah didapatkan selanjutnya dianalisis secara deskriptif kualitatif. Hasil analisis menemukan bahwa penerapan kurikulum 2013 selain menghadirkan manfaat juga masih ada beberapa kendala atau kekurangan yang dirasakan dalam penerapannya sampai sejauh ini. Kendala yang muncul terdapat pada aspek kebijakan sekolah, sarana dan prasarana, proses pembelajaran, serta administrasi. Kesimpulan, keterlaksanaan K-2013 pada tingkat SMA di Kota Mataram berjalan dengan baik tetapi perlu ada beberapa penyesuaian dalam penyempurnaan. Penyesuaian yang dapat dilakukan lebih kepada fasilitas penunjang dan proses pelaksanaan K-2013. \u0000This qualitative descriptive research aims to determine the implementation of Curriculum 2013 (K-2013) by assessing its context, input, process, and products. Assessment of context based on analysis of the objectives, benefits, and goals of K-2013. The input assessment is obtained from observations of school readiness, conditions of infrastructure, etcetera. The Process assessment is obtained from analysis of implementation in the field. The product assessment is obtained from the analysis of the output produced by K-2013. This study also analysed the obstacles, weaknesses and strengths of the Curriculum 2013. The research subjects were students, educators, vice principals in charged for the curriculum, and school principals. Methods of collecting information using observation, interviews, and document analysis. The research stage includes three processes, namely, the pre-survey, analysing the results of the observations, and writing the articles. The results of the observations are then analysed descriptively qualitatively. The results of the analysis found that besides providing benefits, the implementation of K-2013 had also someobstacles or shortcomings in its implementation. The obstacles are in the aspects of school policy, facilities and infrastructure, the learning process, and administration. In conclusion, the implementation of K-2013 at the SMA level in the City of Mataram has been going well. However, it needs some adjustments to be made in its refinement, such as adjustments to the facilities support and the implementation process of K-2013.","PeriodicalId":32523,"journal":{"name":"Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-12-27","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"45757444","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Eleonora Esther Debora Sopacua, Maria Melita Rahardjo
Penelitian ini bertujuan untuk menggali persepsi guru-guru senior terhadap pembelajaran tematik dalam pendidikan anak usia dini. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer persepsi guru-guru senior mengenai pembelajaran tematik. Instrumen yang digunakan untuk pengambilan data adalah pedoman wawancara, dokumen RPPH, dan catatan observasi. Data yang terkumpul dianalisis dengan menggunakan analisis fenomenologi interpretatif. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa, pertama, guru-guru senior mempunyai persepsi bahwa pembelajaran tematik bukan hal yang baru didalam PAUD dan tematik adalah ciri khas dari pembelajaran di PAUD. Kedua, guru-guru senior mempersepsi bahwa pembelajaran tematik yang sekarang lebih banyak menggunakan benda nyata. Guru-guru senior mencampuradukkan konsep pembelajaran tematik dengan pendekatan saintifik. Ketiga, para guru mempersepsikan bahwa student-centered merupakan ciri khas pembelajaran tematik yang sekarang. Namun, pada prakteknya mereka belum sepenuhnya dapat menerapkannya dalam pembelajaran. Dengan demikian, pembelajaran tematik dipersepsi guru sebagai pendekatan pembelajaran yang sudah lama mereka ketahui tetapi pada prakteknya mereka belum mempersepsikan dan mempraktekan pembelajaran tematik sebagaimana mestinya. This research aimed to obtain senior teachers’ perception about thematic learning in early childhood education. The method used in this research was descriptive qualitative with phenomenology research paradigm. The data used in this research was the primary data of teachers’ perception about thematic learning. Instrument used to collect the data were guided interview, lesson plans, and observation notes. Data analysis was performed by using interpretative phenomenology analysis. The results showed that, first, the senior teachers perceived that thematic learning was not a new issue in early childhood education. Further, they perceived thematic learning was one of the characteristics of the early childhood education. Second, they perceived the current thematic learning in terms of real objects presence. They mixed the concept of thematic learning with scientific approach. Third, they perceived that student-centered is one of the characteristics of current thematic learning. Nonetheless, they remained unable to accordingly apply it in learning. In summary, thematic learning have been perceived by teachers as a learning approach, however, they have not perceived and practiced it in learning properly.
{"title":"PERSEPSI GURU SENIOR TERHADAP PEMBELAJARAN TEMATIK PADA PENDIDIKAN ANAK USIA DINI DI SALATIGA","authors":"Eleonora Esther Debora Sopacua, Maria Melita Rahardjo","doi":"10.24832/jpnk.v5i2.1647","DOIUrl":"https://doi.org/10.24832/jpnk.v5i2.1647","url":null,"abstract":"Penelitian ini bertujuan untuk menggali persepsi guru-guru senior terhadap pembelajaran tematik dalam pendidikan anak usia dini. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer persepsi guru-guru senior mengenai pembelajaran tematik. Instrumen yang digunakan untuk pengambilan data adalah pedoman wawancara, dokumen RPPH, dan catatan observasi. Data yang terkumpul dianalisis dengan menggunakan analisis fenomenologi interpretatif. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa, pertama, guru-guru senior mempunyai persepsi bahwa pembelajaran tematik bukan hal yang baru didalam PAUD dan tematik adalah ciri khas dari pembelajaran di PAUD. Kedua, guru-guru senior mempersepsi bahwa pembelajaran tematik yang sekarang lebih banyak menggunakan benda nyata. Guru-guru senior mencampuradukkan konsep pembelajaran tematik dengan pendekatan saintifik. Ketiga, para guru mempersepsikan bahwa student-centered merupakan ciri khas pembelajaran tematik yang sekarang. Namun, pada prakteknya mereka belum sepenuhnya dapat menerapkannya dalam pembelajaran. Dengan demikian, pembelajaran tematik dipersepsi guru sebagai pendekatan pembelajaran yang sudah lama mereka ketahui tetapi pada prakteknya mereka belum mempersepsikan dan mempraktekan pembelajaran tematik sebagaimana mestinya. \u0000This research aimed to obtain senior teachers’ perception about thematic learning in early childhood education. The method used in this research was descriptive qualitative with phenomenology research paradigm. The data used in this research was the primary data of teachers’ perception about thematic learning. Instrument used to collect the data were guided interview, lesson plans, and observation notes. Data analysis was performed by using interpretative phenomenology analysis. The results showed that, first, the senior teachers perceived that thematic learning was not a new issue in early childhood education. Further, they perceived thematic learning was one of the characteristics of the early childhood education. Second, they perceived the current thematic learning in terms of real objects presence. They mixed the concept of thematic learning with scientific approach. Third, they perceived that student-centered is one of the characteristics of current thematic learning. Nonetheless, they remained unable to accordingly apply it in learning. In summary, thematic learning have been perceived by teachers as a learning approach, however, they have not perceived and practiced it in learning properly.","PeriodicalId":32523,"journal":{"name":"Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan","volume":"1 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-12-27","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"41344700","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}