Pub Date : 2019-07-01DOI: 10.24821/sense.v2i2.5077
Yuzakki Gilang Fajar Bagaskara
ABSTRAKProgram feature “Jurnal Museum” adalah sebuah karya program televisi yang membahas tentang sejarah baik perjuangan para pahlawan, kejadian di masa lalu, ilmu pengetahuan, kesenian, dan kebudayaan melalui museum–museum yang tersebar di seluruh daerah Indonesia. Pengalaman pribadi di masa anak – anak menjadi inspirasi perwujudan karya ini, selain itu alasan lainnya adalah ingin memperkenalkan kembali sejarah di Indonesia melalui museum – museum yang tersebar di seluruh Indonesia kepada anak-anak generasi sekarang.Pada episode ini akan membahas tentang Museum Sandi yang berada di Daerah Istimewa Yogyakarta. Adapun alasan dipilihnya Museum Sandi yaitu karena terletak di pusat kota akan tetapi masih banyak yang belum mengetahuinya, selain itu sejarah tentang persandian di Indonesia juga masih belum banyak dikenal oleh masyarakat.aProgram “Jurnal Museum” memiliki tiga segment yang saling berhubungan membentuk alur perjalanan tokoh anak dan ayah. Pengemasan program feature “Jurnal Museum” ini menggunakan pendekatan naratif yang digambarkan melalui perjalanan tokoh anak dan ayah mengunjungi museum-museum di Indonesia. Pemilihan museum dalam setiap episodenya akan ditentukan oleh tokoh anak melalui pertanyaannya tentang hal-hal yang ada disekitarnya seperti sekolah, maupun kegiatan lainnya. Penjelasan tentang sejarah dan koleksi museum akan dibantu dengan media animasi. Animasi dipilih supaya lebih menarik dan informasi yang disampaikan mudah diterima oleh penontonnya yaitu anak-anak.Kata Kunci: Program Feature, Naratif, Sejarah, Museum
{"title":"MEMPERKENALKAN SEJARAH INDONESIA MELALUI PENYUTRADARAAN PROGRAM FEATURE “JURNAL MUSEUM” DENGAN PENDEKATAN NARATIF EPISODE: MUSEUM SANDI YOGYAKARTA","authors":"Yuzakki Gilang Fajar Bagaskara","doi":"10.24821/sense.v2i2.5077","DOIUrl":"https://doi.org/10.24821/sense.v2i2.5077","url":null,"abstract":"ABSTRAKProgram feature “Jurnal Museum” adalah sebuah karya program televisi yang membahas tentang sejarah baik perjuangan para pahlawan, kejadian di masa lalu, ilmu pengetahuan, kesenian, dan kebudayaan melalui museum–museum yang tersebar di seluruh daerah Indonesia. Pengalaman pribadi di masa anak – anak menjadi inspirasi perwujudan karya ini, selain itu alasan lainnya adalah ingin memperkenalkan kembali sejarah di Indonesia melalui museum – museum yang tersebar di seluruh Indonesia kepada anak-anak generasi sekarang.Pada episode ini akan membahas tentang Museum Sandi yang berada di Daerah Istimewa Yogyakarta. Adapun alasan dipilihnya Museum Sandi yaitu karena terletak di pusat kota akan tetapi masih banyak yang belum mengetahuinya, selain itu sejarah tentang persandian di Indonesia juga masih belum banyak dikenal oleh masyarakat.aProgram “Jurnal Museum” memiliki tiga segment yang saling berhubungan membentuk alur perjalanan tokoh anak dan ayah. Pengemasan program feature “Jurnal Museum” ini menggunakan pendekatan naratif yang digambarkan melalui perjalanan tokoh anak dan ayah mengunjungi museum-museum di Indonesia. Pemilihan museum dalam setiap episodenya akan ditentukan oleh tokoh anak melalui pertanyaannya tentang hal-hal yang ada disekitarnya seperti sekolah, maupun kegiatan lainnya. Penjelasan tentang sejarah dan koleksi museum akan dibantu dengan media animasi. Animasi dipilih supaya lebih menarik dan informasi yang disampaikan mudah diterima oleh penontonnya yaitu anak-anak.Kata Kunci: Program Feature, Naratif, Sejarah, Museum","PeriodicalId":326029,"journal":{"name":"Sense: Journal of Film and Television Studies","volume":"66 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-07-01","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"121298115","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2019-01-17DOI: 10.24821/sense.v2i1.5070
A. Kasih
ABSTRACTFilm as manifestation of concrete ideas in its development can not be separated from the adaptation phenomenon of ecranisation. The ecranisation that most widely carried out so far is from a novel form. Adaptation from others media both as research and creation is still rare. Therefore, the ecranisation from a blog form that generaly known as online diary can be considered an odd phenomenon. This research describes about the adaptation process of blog “Kambing Jantan” from posts collection in book “Kambing Jantan – Sebuah Catatan Harian Pelajar Bodoh” to film “Kambing Jantan – Sebuah Film Pelajar Bodoh”.In the process of adaptation found narrative and cinematic changes caused by the differences of media characteristics. The signification of changes in this case is dominate by reduction form. On the next level, the changes can be appears in a continuous implications pattern both in narrative and cinematic area. The changes also can have an impact on story orientation. Keywords : ecranisation, blog, film, narrative, cinematic ABSTRAKFilm sebagai manifestasi gagasan yang kongkrit pada perkembangannya tidak lepas dari fenomena alih wahana ekranisasi. Ekranisasi yang banyak dilakukan sejauh ini adalah pengangkatan dari bentuk novel. Pengangkatan bentuk media lain baik sebagai kajian maupun penciptaan masih terbilang jarang. Oleh sebab itu, ekranisasi dari bentuk blog yang secara umum dikenal sebagai buku harian merupakan fenomena tidak biasa. Penelitian ini membahas proses pengangkatan blog “Kambing Jantan” dari buku kumpulan postingan “Kambing Jantan – Sebuah Catatan Harian Pelajar Bodoh” menjadi film “Kambing Jantan – Sebuah Film Pelajar Bodoh”.Pada proses pengangkatan tersebut ditemukan perubahan naratif dan sinematik yang disebabkan oleh perbedaan karakteristik media. Perubahan dalam hal ini terjadi secara signifikan dengan didominasi oleh bentuk pengurangan. Pada tahap lebih lanjut, perubahan tersebut kemudian membentuk pola implikasi berkesinambungan dalam wilayah naratif dan sinematik. Perubahan yang terjadi dalam proses ekranisasi juga berimplikasi terhadap perubahan orientasi cerita. Kata kunci : ekranisasi, blog, film, naratif, sinematik
【摘要】电影作为具体观念的表现形式,在其发展过程中离不开改编现象。到目前为止,最广泛进行的精化是一种新颖的形式。从其他媒体改编的研究和创作仍然很少见。因此,从通常被称为在线日记的博客形式中进行改写可以被认为是一种奇怪的现象。本研究描述了“Kambing Jantan”博客从《Kambing Jantan - Sebuah Catatan Harian Pelajar Bodoh》一书的贴子集到电影《Kambing Jantan - Sebuah film Pelajar Bodoh》的改编过程。在改编过程中发现了叙事和电影的变化所造成的媒介特征的差异。在这种情况下,变化的意义是由还原形式主导的。在下一个层面上,这些变化可以出现在叙事和电影领域的连续暗示模式中。这些变化也会对故事方向产生影响。关键词:策划,博客,电影,叙事,电影摘要:电影宣言,文学,文学,文学,文学,文学,文学,文学,文学,文学,文学,文学,文学,文学,文学,文学等。Ekranisasi yang banyak dilakukan sejauh ini adalah pengangkatan dari bentuk小说。Pengangkatan bentuk媒体lain baik sebagai kajian maupun penciptaan masih terbilang jarang。Oleh sebab itu, ekranisasi dari bentuk博客yang secara umum dikenal sebagai buku harian merupakan现象与偏见。Penelitian ini成员提议pengangkatan博客“Kambing Jantan”dari buku kumpulan张贴“Kambing Jantan - Sebuah Catatan Harian Pelajar Bodoh”menjadi电影“Kambing Jantan - Sebuah film Pelajar Bodoh”。帕达提出了“彭甘加丹”,但“彭甘加丹”是一种叙事方式,是一种电影形式,是一种媒体形式。Perubahan dalam hal ini terjadi secara signfikan dengan didominasi oleh bentuk pengurangan。帕达·塔哈·利比赫·兰杰特,秘鲁巴汉·特尔斯特,但柬埔寨人都是这样的,因为他们都是印度人,他们都是印度人。Perubahan yang terjadi dalam proproses ekranisasi juga berimplikasi terhadap Perubahan orientasi cerita。Kata kunci: ekranisasi,博客,电影,叙事,电影
{"title":"IMPLIKASI PERUBAHAN NARATIF DAN SINEMATIK DARI EKRANISASI BLOG “KAMBING JANTAN”","authors":"A. Kasih","doi":"10.24821/sense.v2i1.5070","DOIUrl":"https://doi.org/10.24821/sense.v2i1.5070","url":null,"abstract":"ABSTRACTFilm as manifestation of concrete ideas in its development can not be separated from the adaptation phenomenon of ecranisation. The ecranisation that most widely carried out so far is from a novel form. Adaptation from others media both as research and creation is still rare. Therefore, the ecranisation from a blog form that generaly known as online diary can be considered an odd phenomenon. This research describes about the adaptation process of blog “Kambing Jantan” from posts collection in book “Kambing Jantan – Sebuah Catatan Harian Pelajar Bodoh” to film “Kambing Jantan – Sebuah Film Pelajar Bodoh”.In the process of adaptation found narrative and cinematic changes caused by the differences of media characteristics. The signification of changes in this case is dominate by reduction form. On the next level, the changes can be appears in a continuous implications pattern both in narrative and cinematic area. The changes also can have an impact on story orientation. Keywords : ecranisation, blog, film, narrative, cinematic ABSTRAKFilm sebagai manifestasi gagasan yang kongkrit pada perkembangannya tidak lepas dari fenomena alih wahana ekranisasi. Ekranisasi yang banyak dilakukan sejauh ini adalah pengangkatan dari bentuk novel. Pengangkatan bentuk media lain baik sebagai kajian maupun penciptaan masih terbilang jarang. Oleh sebab itu, ekranisasi dari bentuk blog yang secara umum dikenal sebagai buku harian merupakan fenomena tidak biasa. Penelitian ini membahas proses pengangkatan blog “Kambing Jantan” dari buku kumpulan postingan “Kambing Jantan – Sebuah Catatan Harian Pelajar Bodoh” menjadi film “Kambing Jantan – Sebuah Film Pelajar Bodoh”.Pada proses pengangkatan tersebut ditemukan perubahan naratif dan sinematik yang disebabkan oleh perbedaan karakteristik media. Perubahan dalam hal ini terjadi secara signifikan dengan didominasi oleh bentuk pengurangan. Pada tahap lebih lanjut, perubahan tersebut kemudian membentuk pola implikasi berkesinambungan dalam wilayah naratif dan sinematik. Perubahan yang terjadi dalam proses ekranisasi juga berimplikasi terhadap perubahan orientasi cerita. Kata kunci : ekranisasi, blog, film, naratif, sinematik","PeriodicalId":326029,"journal":{"name":"Sense: Journal of Film and Television Studies","volume":"64 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-01-17","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"121016783","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2019-01-15DOI: 10.24821/sense.v2i1.5074
Nurudin Sidiq Mustofa
ABSTRACTThe term patriarchy is used to refer to "male power" specifically the power in which male domination of women occurs which is realized in various ways. Men are considered to have more power than women so that people view women as weak and helpless. However, with the participation of women who echoed the spirit of movement in countering the injustice of patriarchal culture, this social change was taken by the media to be socialized through propagation media that focused visual auditivity, for example in films. The paper thesis was intended to look for signs of resistance (resistance) to patriarchal culture in the components of the filmThis research is a qualitative research with qualitative descriptive method, namely by conducting research on signs of resistance against patriarchal culture on the components of Kartini's film. The analysis unit to be used is the scene. The results of the research data are processed by qualitative analysis which is encoded by the three-level theory of social code proposed by John Fiske so that conclusions can be drawn.Based on the results of the study it can be concluded that some film components show signs of resistance to culture such as wardrobe, movement, sound, music, editing, arrangement, and cinematography. These signs after coding are done using the Three levels of the Social Code showing women's representation of the culture of the Patriarchy.Keywords: Resistance, Women, Patriarchal Culture, Signs, Film Components ABSTRAKIstilah patriarki digunakan untuk menyebut “kekuasan laki-laki” khususnya kekuasan yang didalamnya berlangsung dominasi laki-laki atas perempuan yang direalisasikan melalui berbagai cara. Laki-laki dianggap memiliki kekuatan lebih dibanding perempuan sehingga masyarakat memandang perempuan sebagai seorang yang lemah dan tidak berdaya. Namun seiring dengan banyaknya perempuan yang mendengungkan semangat pergerakan dalam melawan ketidakadilan budaya patriarki, gejala sosial ini ditangkap oleh media untuk disosialisasikan kedalam proyeksi media yang bersifat auditif visual, contohnya pada film. Skripsi karya tulis berjudul “Resistensi Perempuan Jawa Terhadap Patriarki (Analisis Makna Tanda Pada Film Kartini)” ini bertujuan untuk mencari tanda-tanda resistensi (perlawanan) terhadap budaya patriarki didalam komponen-komponen film.Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan metode deskriptif kualitatif, yaitu dengan melakukan pencarian tanda-tanda resistensi (perlawanan) terhadap budaya patriarki pada komponen-komponen film Kartini. Unit analisis yang akan digunakan adalah scene. Data hasil penelitian diolah dengan analisis kualitiatif yang dikodekan dengan teori three level of social codes yang dikemukakan oleh John Fiske sehingga bisa ditarik beberapa kesimpulan.Berdasarkan hasil kajian dapat disimpulkan bahwa beberapa komponen- komponen film menunjukan tanda-tanda resistensi (perlawanan) terhadap budaya patriarki seperti wardrobe, pergerakan, sound, musik, editing, setting,
【摘要】父权制一词用来泛指“男性权力”,特指男性对女性的统治以各种方式实现的权力。男人被认为比女人更有权力,所以人们认为女人是软弱无助的。然而,随着女性响应运动精神的参与,反对男权文化的不公正,这种社会变化被媒体利用,通过以视觉听觉为重点的传播媒体,例如电影,进行社会化。本论文的目的是在电影的组成部分中寻找抵抗(抵抗)父权文化的迹象。本研究是一种定性研究,采用定性描述的方法,即通过对Kartini电影组成部分中抵抗父权文化的迹象进行研究。要使用的分析单元是场景。对研究数据的结果进行定性分析,并用John Fiske提出的社会符码三层次理论进行编码,从而得出结论。根据研究结果,可以得出结论,一些电影组成部分表现出对文化的抵制,如服装、动作、声音、音乐、剪辑、编曲和电影摄影。编码后的这些符号是用社会代码的三个层次来完成的,显示了女性对父权制文化的代表。[关键词]反抗,女性,父权文化,符号,电影成分][关键词]istilah patriarki digunakan untuk menyebut " kekuasan laki-laki " khususnya kekuasan yang didalamnya berlangsung dominasi laki-laki atas perempuan yang direalisasikan melalui berbagai cara.]Laki-laki dianggap memiliki kekuatan lebih dibanding perempuan sehinga masyarakat memandang perempuan sebagai seorang yang lemah dan tidak berdayaNamun seiring dengan banyaknya perempuan yang mendengungkan semangat pergerakan dalam melawan ketidakadilan budaya patriarki, gejala social ini ditangkap oleh media untuk disosialkan kedalam proyeksi media yang bersif视听,conhnya pada电影。Skripsi karya tulis berjudul“Resistensi Perempuan Jawa Terhadap Patriarki(分析Makna Tanda Pada Film Kartini)”ini bertujuan untuk menari Tanda - Tanda Resistensi (perlawanan) Terhadap budaya Patriarki didalam komponen-komponen电影。Penelitian ini merupakan Penelitian kualitatif dengan方法deskriptif kuitatif, yitu dengan melakukan pencarian tanda-tanda resistensi (perlawanan) terhadap budaya patriki pada komponen-komponen film Kartini。单位分析杨阿坎迪古纳坎阿达拉的场景。数据有penelitian diolah dengan分析,素质分析,三个层次的社会规范,yang dikodekan dengan, John Fiske sehinga bdiarik beberaka kespulan。Berdasarkan hasil kajian dapat dispulkan bahwa beberapa komponen- komponen电影menunjukan tanda-tanda resistensi (perlawanan) terhadap budaya patriarki seperti服装,pergerakan,声音,音乐,编辑,设置,丹电影。Tanda-tanda tersebut setelah dilakukan pengkodean menggunakan三个层次的社会规范menunjukan代表perlawanan perempuan爪哇terhadap budaya Patriarki。Kata Kunci: Resistensi, Perempuan, Budaya Patriarki, Tanda, Komponen Film
{"title":"ANALISIS MAKNA TANDA PADA FILM KARTINI : RESISTENSI PEREMPUAN JAWA TERHADAP BUDAYA PATRIARKI","authors":"Nurudin Sidiq Mustofa","doi":"10.24821/sense.v2i1.5074","DOIUrl":"https://doi.org/10.24821/sense.v2i1.5074","url":null,"abstract":"ABSTRACTThe term patriarchy is used to refer to \"male power\" specifically the power in which male domination of women occurs which is realized in various ways. Men are considered to have more power than women so that people view women as weak and helpless. However, with the participation of women who echoed the spirit of movement in countering the injustice of patriarchal culture, this social change was taken by the media to be socialized through propagation media that focused visual auditivity, for example in films. The paper thesis was intended to look for signs of resistance (resistance) to patriarchal culture in the components of the filmThis research is a qualitative research with qualitative descriptive method, namely by conducting research on signs of resistance against patriarchal culture on the components of Kartini's film. The analysis unit to be used is the scene. The results of the research data are processed by qualitative analysis which is encoded by the three-level theory of social code proposed by John Fiske so that conclusions can be drawn.Based on the results of the study it can be concluded that some film components show signs of resistance to culture such as wardrobe, movement, sound, music, editing, arrangement, and cinematography. These signs after coding are done using the Three levels of the Social Code showing women's representation of the culture of the Patriarchy.Keywords: Resistance, Women, Patriarchal Culture, Signs, Film Components ABSTRAKIstilah patriarki digunakan untuk menyebut “kekuasan laki-laki” khususnya kekuasan yang didalamnya berlangsung dominasi laki-laki atas perempuan yang direalisasikan melalui berbagai cara. Laki-laki dianggap memiliki kekuatan lebih dibanding perempuan sehingga masyarakat memandang perempuan sebagai seorang yang lemah dan tidak berdaya. Namun seiring dengan banyaknya perempuan yang mendengungkan semangat pergerakan dalam melawan ketidakadilan budaya patriarki, gejala sosial ini ditangkap oleh media untuk disosialisasikan kedalam proyeksi media yang bersifat auditif visual, contohnya pada film. Skripsi karya tulis berjudul “Resistensi Perempuan Jawa Terhadap Patriarki (Analisis Makna Tanda Pada Film Kartini)” ini bertujuan untuk mencari tanda-tanda resistensi (perlawanan) terhadap budaya patriarki didalam komponen-komponen film.Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan metode deskriptif kualitatif, yaitu dengan melakukan pencarian tanda-tanda resistensi (perlawanan) terhadap budaya patriarki pada komponen-komponen film Kartini. Unit analisis yang akan digunakan adalah scene. Data hasil penelitian diolah dengan analisis kualitiatif yang dikodekan dengan teori three level of social codes yang dikemukakan oleh John Fiske sehingga bisa ditarik beberapa kesimpulan.Berdasarkan hasil kajian dapat disimpulkan bahwa beberapa komponen- komponen film menunjukan tanda-tanda resistensi (perlawanan) terhadap budaya patriarki seperti wardrobe, pergerakan, sound, musik, editing, setting,","PeriodicalId":326029,"journal":{"name":"Sense: Journal of Film and Television Studies","volume":"28 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-01-15","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"125751247","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2019-01-15DOI: 10.24821/sense.v2i1.5072
N. Anjani
ABSTRAKKarya tugas akhir penyutradaraan film dokumenter “Linggih Aksara” membahas tentang fenomena ilmu Liak di Bali yang memiliki stigma negatif. Berbagai isu yang beredar di masyarakat menjadikan ilmu liak memiliki definisi yang simpang siur dan banyak sudut pandang yang berbeda. Masyarakat menganggap ilmu liak sebagai ilmu hitam untuk mencelakai orang lain, dapat berubah wujud menjadi sosok menyeramkan, mencari tumbal untuk kenaikan tingkat, dan hal lain yang sifatnya memojokkan. Hal tersebut tentu kurang tepat mengingat ilmu liak merupakan ilmu warisan nenek moyang Bali yang seharusnya dapat dilestarikan. Melihat kenyataan tersebut, ilmu liak perlu di klarifikasi agar masyarakat tidak selalu memojokkan ilmu liak dalam segala kondisi tanpa bukti yang jelas. Proses klarifikasi stigma negatif dilakukan melalui menampilkan beberapa narasumber dengan sudut pandang yang berbeda. Hal tersebut menjadikan dipilihnya dokumenter expository sebagai kemasan dari film ini dengan menampilkan dari sudut pandang sejarah, lontar, ilmu modern, hingga agama secara tematis. Selain itu, gaya expository juga dapat merangkai sebuah fakta dengan runut, melalui subjektifitas sutradara, sehingga penonton menjadi percaya. Karena kekuatan dari gaya expository adalah pada susunan narasi yang mampu mempersuasi. Film ini diharap mampu membuka pikiran penonton tentang ilmu liak sehingga pandangan yang buruk tentang ilmu liak dapat perlahan-lahan berubah dan ilmu liak dapat di eksplorasi dan implementasikan dalam kehidupan sehari hari. Kata kunci : Film dokumenter, klarifikasi, ilmu liak, expository
{"title":"KLARIFIKASI ILMU LIAK MELALUI PENYUTRADARAAN DOKUMENTER “LINGGIH AKSARA” DENGAN GAYA EXPOSITORY","authors":"N. Anjani","doi":"10.24821/sense.v2i1.5072","DOIUrl":"https://doi.org/10.24821/sense.v2i1.5072","url":null,"abstract":"ABSTRAKKarya tugas akhir penyutradaraan film dokumenter “Linggih Aksara” membahas tentang fenomena ilmu Liak di Bali yang memiliki stigma negatif. Berbagai isu yang beredar di masyarakat menjadikan ilmu liak memiliki definisi yang simpang siur dan banyak sudut pandang yang berbeda. Masyarakat menganggap ilmu liak sebagai ilmu hitam untuk mencelakai orang lain, dapat berubah wujud menjadi sosok menyeramkan, mencari tumbal untuk kenaikan tingkat, dan hal lain yang sifatnya memojokkan. Hal tersebut tentu kurang tepat mengingat ilmu liak merupakan ilmu warisan nenek moyang Bali yang seharusnya dapat dilestarikan. Melihat kenyataan tersebut, ilmu liak perlu di klarifikasi agar masyarakat tidak selalu memojokkan ilmu liak dalam segala kondisi tanpa bukti yang jelas. Proses klarifikasi stigma negatif dilakukan melalui menampilkan beberapa narasumber dengan sudut pandang yang berbeda. Hal tersebut menjadikan dipilihnya dokumenter expository sebagai kemasan dari film ini dengan menampilkan dari sudut pandang sejarah, lontar, ilmu modern, hingga agama secara tematis. Selain itu, gaya expository juga dapat merangkai sebuah fakta dengan runut, melalui subjektifitas sutradara, sehingga penonton menjadi percaya. Karena kekuatan dari gaya expository adalah pada susunan narasi yang mampu mempersuasi. Film ini diharap mampu membuka pikiran penonton tentang ilmu liak sehingga pandangan yang buruk tentang ilmu liak dapat perlahan-lahan berubah dan ilmu liak dapat di eksplorasi dan implementasikan dalam kehidupan sehari hari. Kata kunci : Film dokumenter, klarifikasi, ilmu liak, expository","PeriodicalId":326029,"journal":{"name":"Sense: Journal of Film and Television Studies","volume":"38 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-01-15","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"129149115","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2019-01-11DOI: 10.24821/sense.v2i1.5073
Adina Iffah Izdihar
ABSTRACTThe accountability of the artwork thesis Visualization of the Main Figures with Grayscale Application in the Directing of "Danila" Fiction Film aims to create audio-visual works with a cinematographic approach, point of view, and the application of grayscale as a symbol of the main character's emotional representation. The film "Danila" tells the life of a teenager who has psychological trauma that in this film, caused by a deep sense of loss over the death of her mother which was further aggravated by a change in the attitude of his father by becoming a workaholic who is rarely at home. Feelings of sadness, loss, and loneliness that are increasingly accumulating change Danila's character and way of dealing with life.Cinematographic techniques with handheld camera movement, the use of camera angle POV that dominate, and the application of grayscale in Danila's visual point of view are intended to support the storyline, character subjectivity as teenagers who have psychological trauma, and as emotional representations when Danila experiences various kinds of daily life problems day. Keywords: Directing, Film, Grayscale. ABSTRAKPertanggungjawaban skripsi penciptaan seni Visualisasi Sudut Pandang Tokoh Utama dengan Penerapan Grayscale pada Penyutradaraan Film Fiksi “Danila” bertujuan untuk menciptakan karya audio visual dengan pendekatan sinematografi, sudut pandang, dan penerapan grayscale sebagai simbol representasi emosi tokoh utama. Film “Danila” menceritakan kehidupan remaja yang memiliki trauma psikologis yang pada film ini, disebabkan karena rasa kehilangan mendalam atas kematian sang ibu yang kemudian diperparah dengan perubahan sikap sang ayah dengan menjadi seorang workaholic yang jarang berada di rumah. Rasa sedih, kehilangan, dan kesepian yang kian menumpuk merubah karakter dan cara Danila dalam menghadapi kehidupan.Teknik sinematografi dengan pergerakan kamera handheld, penggunaan POV camera angle yang mendominasi, dan penerapan grayscale dalam visual sudut pandang Danila ditujukan untuk mendukung jalan cerita, subjektifitas tokoh sebagai remaja yang memiliki trauma psikologis, dan sebagai representasi emosi saat Danila mengalami berbagai macam problematika kehidupan sehari-hari. Kata kunci: Penyutradaraan, Film, Grayscale
【摘要】艺术论文《《达尼拉》虚构电影导演中主要人物的视觉化与灰度应用》的责任,旨在以电影的手法、视角,运用灰度作为主要人物情感表征的符号,进行视听作品的创作。电影《达尼拉》讲述了一个有心理创伤的青少年的生活,在这部电影中,她的母亲去世给她带来了深深的失落感,而父亲的态度改变使这种情绪进一步恶化,他成为了一个很少在家的工作狂。悲伤、失落和孤独的感觉不断累积,改变了丹妮拉的性格和处理生活的方式。手持摄影机运动的摄影手法,以镜头角度为主导的POV手法,以及对达尼拉视觉视角的灰度运用,都是为了支撑故事情节,作为有心理创伤的青少年的人物主体性,作为达尼拉每天经历各种日常生活问题时的情感表现。关键词:导演,电影,灰度。[摘要]pertanggungjawaban skripsi penciptaan seni Visualisasi Sudut Pandang Tokoh Utama dengan Penerapan灰度paada penyutradaran电影斐济“丹尼拉”bertujuan untuk menciptakan karya视听dengan penyutradaran电影,Sudut Pandang, danpenerapan灰度sebagai符号代表emoosi Tokoh Utama。电影《达尼拉》由创伤心理学家杨帕达执导,由杨帕达主演,杨帕达主演,杨帕达主演,杨克玛达主演,杨克玛达主演,杨克玛达主演,杨克玛达主演,杨克玛达主演。Rasa sedih, kehilangan, dan kesepian yang kian menumpuk merubah karakter dan cara Danila dalam menghadapi kehidupan。Teknik电影摄影师dengan pergerakan手持摄像机,penggunaan POV摄像机角度杨门多米纳斯,dan penerapan灰度dalam视觉sudut pandang Danila ditujukan untuk mendukung jalan cerita, subject subject titiitas tokoh sebagai remaja yang memiliki创伤心理学,dan sebagai代表emosi saat Danila mengalami berbagai macam problematika kehidupan sehari-hari。Kata kunci: Penyutradaraan,胶片,灰度
{"title":"VISUALISASI SUDUT PANDANG TOKOH UTAMA DENGAN PENERAPAN GRAYSCALE PADA PENYUTRADARAAN FILM FIKSI “DANILA”","authors":"Adina Iffah Izdihar","doi":"10.24821/sense.v2i1.5073","DOIUrl":"https://doi.org/10.24821/sense.v2i1.5073","url":null,"abstract":"ABSTRACTThe accountability of the artwork thesis Visualization of the Main Figures with Grayscale Application in the Directing of \"Danila\" Fiction Film aims to create audio-visual works with a cinematographic approach, point of view, and the application of grayscale as a symbol of the main character's emotional representation. The film \"Danila\" tells the life of a teenager who has psychological trauma that in this film, caused by a deep sense of loss over the death of her mother which was further aggravated by a change in the attitude of his father by becoming a workaholic who is rarely at home. Feelings of sadness, loss, and loneliness that are increasingly accumulating change Danila's character and way of dealing with life.Cinematographic techniques with handheld camera movement, the use of camera angle POV that dominate, and the application of grayscale in Danila's visual point of view are intended to support the storyline, character subjectivity as teenagers who have psychological trauma, and as emotional representations when Danila experiences various kinds of daily life problems day. Keywords: Directing, Film, Grayscale. ABSTRAKPertanggungjawaban skripsi penciptaan seni Visualisasi Sudut Pandang Tokoh Utama dengan Penerapan Grayscale pada Penyutradaraan Film Fiksi “Danila” bertujuan untuk menciptakan karya audio visual dengan pendekatan sinematografi, sudut pandang, dan penerapan grayscale sebagai simbol representasi emosi tokoh utama. Film “Danila” menceritakan kehidupan remaja yang memiliki trauma psikologis yang pada film ini, disebabkan karena rasa kehilangan mendalam atas kematian sang ibu yang kemudian diperparah dengan perubahan sikap sang ayah dengan menjadi seorang workaholic yang jarang berada di rumah. Rasa sedih, kehilangan, dan kesepian yang kian menumpuk merubah karakter dan cara Danila dalam menghadapi kehidupan.Teknik sinematografi dengan pergerakan kamera handheld, penggunaan POV camera angle yang mendominasi, dan penerapan grayscale dalam visual sudut pandang Danila ditujukan untuk mendukung jalan cerita, subjektifitas tokoh sebagai remaja yang memiliki trauma psikologis, dan sebagai representasi emosi saat Danila mengalami berbagai macam problematika kehidupan sehari-hari. Kata kunci: Penyutradaraan, Film, Grayscale","PeriodicalId":326029,"journal":{"name":"Sense: Journal of Film and Television Studies","volume":"33 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-01-11","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"127325654","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2019-01-04DOI: 10.24821/sense.v2i1.5069
Kawakibi Muttaqien
ABSTRACTDocumentary is one among many ways to tell a fact and information from surroundings. One of it are endemic animals called Javan Gibbon.This thesis documentary tells about Javan Gibbon who lives in three different habitat which are wild life, rehabilitation center and zoo. Different environment influences the daily activiy of each Javan Gibbon. For Javan Gibbon, jungle is their natural habitat. Rehabilitaion center is a place for them to be rehabilitate before being release to wild life. While zoo is a place for preservation and education for people.This thesis, Observing the Life of Javan Gibbon in Directing Documentary “Habitat” with Narrative Form of Comparison, contains the comparison of Javan Gibbon on three different habitats. The comparison is delivered with sequences of footages between each habitat through activities of Javan Gibbon. The activity consists of the process of getting food, socialize between each Gibbon, interacting with humans and during rainy seasons. keywords: documentary, javan gibbons habitat, comparison, directing ABSTRAKFilm dokumenter merupakan satu dari sekian banyak cara untuk menyampaikan sebuah fakta dan informasi dari apa yang terjadi di sekitar kita. Salah satunya adalah satwa endemik yaitu owa Jawa.Karya tugas akhir film dokumenter ini menceritakan tentang owa Jawa yang hidup di tiga habitat yaitu alam liar, penangkaran rehabilitasi dan kebun binatang. Lingkungan yang berbeda mempengaruhi pola kehidupan sehari-hari dari masing- masing owa Jawa. Bagi owa Jawa, hutan merupakan habitat alaminya. Penangkaran merupakan tempat rehabilitasi sebelum dikembalikan ke alam liar. Sedangkan kebun binatang merupakan tempat pelestarian dan sarana edukasi bagi masyarakat.Perbandingan owa Jawa ini dikemas dalam karya tugas akhir yang berjudul Mengamati Kehidupan Owa Jawa dalam Penyutradaraan Film Dokumenter “Habitat” dengan Bentuk Penuturan Perbandingan. Perbandingan ini disampaikan dengan menyajikan runtutan gambar antara habitat satu dengan habitat lainnya melalui kegiatan owa Jawa. Kegiatan tersebut meliputi proses mendapatkan makanan, bersosialisasi dengan sesama owa Jawa, berinteraksi dengan manusia, dan menghadapi kondisi cuaca seperti hujan. kata kunci: film dokumenter, habitat owa jawa, perbandingan, penyutradaraan
摘要纪录片是从周围环境中讲述事实和信息的多种方式之一。其中一种是当地特有的动物爪哇长臂猿。这部论文纪录片讲述了爪哇长臂猿生活在野生动物、康复中心和动物园三种不同的栖息地。不同的环境影响着每只爪哇长臂猿的日常活动。对爪哇长臂猿来说,丛林是它们的自然栖息地。康复中心是它们在被放归野生动物之前进行康复的地方。而动物园是一个保护和教育人们的地方。本文以比较叙事形式观察爪哇长臂猿在导演纪录片《栖息地》中的生活,对三种不同栖息地的爪哇长臂猿进行比较。通过爪哇长臂猿的活动,将每个栖息地的影像序列进行比较。这种活动包括获取食物的过程,每只长臂猿之间的社交,与人类的互动以及在雨季。[关键词]纪录片,爪哇长臂猿栖息地,比较,导演[摘要]电影纪录片作家merupakan satu dari sekian banyak cara untuk menyampaikan sebuah fakta daninformasi dari apa yang terjadi di sekitar kita。哇,哇,哇,哇。卡里亚·图加斯·阿齐尔电影纪录片导演尼·梅特利亚·坦坦瓦·贾瓦扬·希达普·迪·蒂加栖息地亚图·阿勒姆·阿列尔,penangkaran rehabilitasi dan kebun binatang。Lingkungan yang berbeda mempengaruhi pola kehidupan sehari-hari dari masing- masing owa java。巴吉奥瓦爪哇,胡坦merupakan栖息地alaminya。Penangkaran merupakan tempat rehabilitasi sebelum dikembalikan像一个骗子。Sedangkan kebun binatang merupakan临时巴勒斯坦人dan sarana edukasi bagi masyarakat。“栖息地”电影纪录片编写者dengan Bentuk Penuturan Perbandingan。Perbandingan ini disampaikan dengan menyajikan runtutan gambar antara生境satu dengan生境lainnya melalui kegiatan owa爪哇。Kegiatan tersebut meliputi propromendapatkan makanan, bersosialisasi dengan sesama owa java, berinteraksi dengan manusia, dan menghadapi kondisi cuaca seperti hujan。卡塔昆慈:电影纪录中心,爱荷华,帕尔班丁安,潘尤达拉罕
{"title":"MENGAMATI KEHIDUPAN OWA JAWA DALAM PENYUTRADARAAN FILM DOKUMENTER “HABITAT” DENGAN BENTUK PENUTURAN PERBANDINGAN","authors":"Kawakibi Muttaqien","doi":"10.24821/sense.v2i1.5069","DOIUrl":"https://doi.org/10.24821/sense.v2i1.5069","url":null,"abstract":"ABSTRACTDocumentary is one among many ways to tell a fact and information from surroundings. One of it are endemic animals called Javan Gibbon.This thesis documentary tells about Javan Gibbon who lives in three different habitat which are wild life, rehabilitation center and zoo. Different environment influences the daily activiy of each Javan Gibbon. For Javan Gibbon, jungle is their natural habitat. Rehabilitaion center is a place for them to be rehabilitate before being release to wild life. While zoo is a place for preservation and education for people.This thesis, Observing the Life of Javan Gibbon in Directing Documentary “Habitat” with Narrative Form of Comparison, contains the comparison of Javan Gibbon on three different habitats. The comparison is delivered with sequences of footages between each habitat through activities of Javan Gibbon. The activity consists of the process of getting food, socialize between each Gibbon, interacting with humans and during rainy seasons. keywords: documentary, javan gibbons habitat, comparison, directing ABSTRAKFilm dokumenter merupakan satu dari sekian banyak cara untuk menyampaikan sebuah fakta dan informasi dari apa yang terjadi di sekitar kita. Salah satunya adalah satwa endemik yaitu owa Jawa.Karya tugas akhir film dokumenter ini menceritakan tentang owa Jawa yang hidup di tiga habitat yaitu alam liar, penangkaran rehabilitasi dan kebun binatang. Lingkungan yang berbeda mempengaruhi pola kehidupan sehari-hari dari masing- masing owa Jawa. Bagi owa Jawa, hutan merupakan habitat alaminya. Penangkaran merupakan tempat rehabilitasi sebelum dikembalikan ke alam liar. Sedangkan kebun binatang merupakan tempat pelestarian dan sarana edukasi bagi masyarakat.Perbandingan owa Jawa ini dikemas dalam karya tugas akhir yang berjudul Mengamati Kehidupan Owa Jawa dalam Penyutradaraan Film Dokumenter “Habitat” dengan Bentuk Penuturan Perbandingan. Perbandingan ini disampaikan dengan menyajikan runtutan gambar antara habitat satu dengan habitat lainnya melalui kegiatan owa Jawa. Kegiatan tersebut meliputi proses mendapatkan makanan, bersosialisasi dengan sesama owa Jawa, berinteraksi dengan manusia, dan menghadapi kondisi cuaca seperti hujan. kata kunci: film dokumenter, habitat owa jawa, perbandingan, penyutradaraan","PeriodicalId":326029,"journal":{"name":"Sense: Journal of Film and Television Studies","volume":"45 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-01-04","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"131507771","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh fenomena karya-karya sastra yang diadaptasi ke dalam bentuk film. Sehingga menarik untuk diteliti lebih dalam perubahan ekranisasi yang terjadi di dalam novel ke film dan bagaimana sebuah teori adaptasi digunakan dalam mentransformasikan teks novel menjadi sebuah visual film, tanpa kehilangan esensi novel sebagai hipogramnya. Penelitian ini berfokus pada perbandingan unsur naratif menurut Seymour Chatman, yaitu aksi tokoh, peristiwa, karakter dan lokasi antara novel dan film “Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persentase perubahan unsur naratif pada film dan novel TKVDW, juga untuk mengetahui penerapan teori adaptasi yang digunakan dalam film TKVDW.Metode penelitian ini menggunakan metode analisis isi dengan pendekatan deskriptif. Sumber data penelitian ini adalah novel TKVDW cetakan ke 16 karya Buya Hamka dan film TKVDW karya sutradara Sunil Soraya yang dirilis 19 Desember 2012. Penelitian ini akan menggunakan reliabilitas dengan jenis reproduksibilitas. Hasil penelitian ini adalah perbandingan persentase keseluruhan unsur naratif pada akikat ekranisasi dengan jenis perubahan persentase paling dominan adalah penciutan yaitu sebesar 46%, persentase terbesar kedua terletak pada kategori sama yaitu sebesar 19,75%, persentase ketiga terletak pada kategori bertambah yaitu sebesar 17,25% dan persentase paling rendah adalah kategori perubahan variasi yaitu sebesar 17%. Ditelaah lagi aspek persamaan dan perbedaan pada novel dan film TKVDW, persentase persamaannya sebesar 19,75% dan ketidaksamaannya sebesar 80,25%, sehingga pada kasus ini sutradara film TKVDW menggunakan penerapam model pendekatan Loose Adaptation.
这项研究以改编成电影的文学现象为背景。因此,在小说转化成电影的过程中,更有趣的是,在不失去小说的精髓的情况下,改编理论是如何被用来将小说文本转化为视觉电影的。这项研究的重点是将叙事元素比较,根据西摩·查塔曼(Seymour Chatman)的说法,小说和电影《范德威克沉没》(Van Der Wijck)之间的角色、事件、人物和地点。本研究的目的是确定TKVDW电影和小说中叙述元素变化的百分比,以及TKVDW电影中使用的适应性理论的应用。本研究采用描述性方法进行内容分析。本研究的数据来源是布亚·汉卡的《TKVDW》小说和苏尼尔·索拉雅的《TKVDW》,2012年12月19日出版。本研究将使用可再生性。研究结果这是一个比较百分比整体的叙事元素akikat ekranisasi和大小的百分比变化最主要的类型是坍缩即46%,第二大位于同一类别的百分比即19,75%大小,在于第三个类别的百分比增加17,25%大小和比例最低的是类别变化变化即高达17%。再研究了小说和TKVDW电影中相似和差异的方面,方程的百分比为1975%,不平等为80.25%,因此TKVDW电影导演使用了适应性传输模型。
{"title":"PENERAPAN MODEL PENDEKATAN ADAPTASI NOVEL OLEH LOUIS GIANNETTI MELALUI PERBANDINGAN NARATIF PADA FILM DAN NOVEL TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK","authors":"Inggrid Ialfonda Pertiwi, Endang Mulyaningsih, Lilik Kustanto","doi":"10.24821/sense.v1i2.3488","DOIUrl":"https://doi.org/10.24821/sense.v1i2.3488","url":null,"abstract":"Penelitian ini dilatarbelakangi oleh fenomena karya-karya sastra yang diadaptasi ke dalam bentuk film. Sehingga menarik untuk diteliti lebih dalam perubahan ekranisasi yang terjadi di dalam novel ke film dan bagaimana sebuah teori adaptasi digunakan dalam mentransformasikan teks novel menjadi sebuah visual film, tanpa kehilangan esensi novel sebagai hipogramnya. Penelitian ini berfokus pada perbandingan unsur naratif menurut Seymour Chatman, yaitu aksi tokoh, peristiwa, karakter dan lokasi antara novel dan film “Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persentase perubahan unsur naratif pada film dan novel TKVDW, juga untuk mengetahui penerapan teori adaptasi yang digunakan dalam film TKVDW.Metode penelitian ini menggunakan metode analisis isi dengan pendekatan deskriptif. Sumber data penelitian ini adalah novel TKVDW cetakan ke 16 karya Buya Hamka dan film TKVDW karya sutradara Sunil Soraya yang dirilis 19 Desember 2012. Penelitian ini akan menggunakan reliabilitas dengan jenis reproduksibilitas. Hasil penelitian ini adalah perbandingan persentase keseluruhan unsur naratif pada akikat ekranisasi dengan jenis perubahan persentase paling dominan adalah penciutan yaitu sebesar 46%, persentase terbesar kedua terletak pada kategori sama yaitu sebesar 19,75%, persentase ketiga terletak pada kategori bertambah yaitu sebesar 17,25% dan persentase paling rendah adalah kategori perubahan variasi yaitu sebesar 17%. Ditelaah lagi aspek persamaan dan perbedaan pada novel dan film TKVDW, persentase persamaannya sebesar 19,75% dan ketidaksamaannya sebesar 80,25%, sehingga pada kasus ini sutradara film TKVDW menggunakan penerapam model pendekatan Loose Adaptation.","PeriodicalId":326029,"journal":{"name":"Sense: Journal of Film and Television Studies","volume":"17 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-07-09","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"128611699","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2018-07-06DOI: 10.24821/sense.v1i2.3491
Arbani Abdurohman Annas, Arif Eko Suprihono, Gregorius Arya Dhipayana
Skripsi karya seni berjudul Penerapan Penceritaan Terbatas pada Penyutradaraan Film Fiksi “Sasanalaya” menggunakan teknik tersebut untuk menciptakan efek kejutan dan membuat penonton menduga-duga adegan dalam film. Objek penciptaan karya seni ini adalah film fiksi berjudul "Sasanalaya" yang menceritakan tentang Giman dan Ummi yang sedang mencoba meyakinkan Ririn untuk membicarakan tentang wasiat Bapak yang ingin mewakafkan tanahnya.Penerapan penceritaan terbatas dilakukan dengan menyembunyikan informasi bahwa tanah yang sedang diurus akan diwakafkan. Informasi yang diberikan kepada penonton akan disembunyikan dan dipaparkan sedikit demi sedikit. Sehingga penonton akan menduga-duga adegan setelahnya. Konsep penciptaan karya ini ditekankan pada penerapan penceritaan terbatas di mana kamera tidak pernah lepas dari tokoh utama. Penonton akan mengikuti alur cerita melalui tokoh bernama Giman. Dengan begitu informasi yang didapatkan oleh penonton akan terbatas pada informasi yang juga diketahui oleh Giman. Dengan menyembunyikan informasi tersebut penonton akan dibuat penasaran dan memberikan efek kejutan ketika informasi tersebut diberikan.
{"title":"PENERAPAN PENCERITAAN TERBATAS PADA PENYUTRADARAAN FILM FIKSI “SASANALAYA”","authors":"Arbani Abdurohman Annas, Arif Eko Suprihono, Gregorius Arya Dhipayana","doi":"10.24821/sense.v1i2.3491","DOIUrl":"https://doi.org/10.24821/sense.v1i2.3491","url":null,"abstract":"Skripsi karya seni berjudul Penerapan Penceritaan Terbatas pada Penyutradaraan Film Fiksi “Sasanalaya” menggunakan teknik tersebut untuk menciptakan efek kejutan dan membuat penonton menduga-duga adegan dalam film. Objek penciptaan karya seni ini adalah film fiksi berjudul \"Sasanalaya\" yang menceritakan tentang Giman dan Ummi yang sedang mencoba meyakinkan Ririn untuk membicarakan tentang wasiat Bapak yang ingin mewakafkan tanahnya.Penerapan penceritaan terbatas dilakukan dengan menyembunyikan informasi bahwa tanah yang sedang diurus akan diwakafkan. Informasi yang diberikan kepada penonton akan disembunyikan dan dipaparkan sedikit demi sedikit. Sehingga penonton akan menduga-duga adegan setelahnya. Konsep penciptaan karya ini ditekankan pada penerapan penceritaan terbatas di mana kamera tidak pernah lepas dari tokoh utama. Penonton akan mengikuti alur cerita melalui tokoh bernama Giman. Dengan begitu informasi yang didapatkan oleh penonton akan terbatas pada informasi yang juga diketahui oleh Giman. Dengan menyembunyikan informasi tersebut penonton akan dibuat penasaran dan memberikan efek kejutan ketika informasi tersebut diberikan.","PeriodicalId":326029,"journal":{"name":"Sense: Journal of Film and Television Studies","volume":"221 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-07-06","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"123287849","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2018-07-06DOI: 10.24821/sense.v1i2.3492
Tri Adi Prasetyo, Dyah Arum Retnowati, Latief Rakhman Hakim
Karya tugas akhir penciptaan seni yang berjudul Membangun Visual Storytelling Dengan Komposisi Dinamik Pada Sinematografi Film Fiksi “Asmaradana” merupakan sebuah karya film pendek yang mengangkat kisah sepasang suami istri yang baru saja menikah. Konflik utama yang terjadi adalah tokoh Jaya selalu mengorbankan perasaan dan fisiknya demi bukti cinta kepada tokoh Ratih, tetapi justru Ratih mengalami atau menderita sebuah kelainan seksual.Secara umum film dapat dibagi atas dua unsur pembentuk yakni, unsur naratif dan unsur sinematik. Di dalam unsur sinematik terbagi menjadi beberapa bagian yaitu sinematografi, mise-en-scene, editing, dan suara. Sinematografi dapat dikatakan sebagai menulis dengan cahaya ke dalam sebuah gerakan gambar, sehingga sangat bergantung serta berhubungan erat pada bidang fotografi.Konsep estetik pada penciptaan karya seni film fiksi “Asmaradana” menggunakan komposisi dinamik sebagai media untuk membangun sebuah visual storytelling pada film fiksi. Visual Storytelling adalah penyampaian cerita secara naratif melalui urutan kejadian-kejadian tertentu dengan menggunakan image- image visual atau grafik, baik bergerak maupun diam. Penggunaan komposisi dinamik pada sinematografi film fiksi “Asmaradana” bertujuan untuk menyampaikan ketidakharmonisan antar karakter tokoh cerita, melalui dominasi ukuran dan posisi objek utama pada penataan elemen-elemen visual komposisi gambar di dalam bidang sinematografi.
{"title":"MEMBANGUN VISUAL STORYTELLING DENGAN KOMPOSISI DINAMIK PADA SINEMATOGRAFI FILM FIKSI “ASMARADANA”","authors":"Tri Adi Prasetyo, Dyah Arum Retnowati, Latief Rakhman Hakim","doi":"10.24821/sense.v1i2.3492","DOIUrl":"https://doi.org/10.24821/sense.v1i2.3492","url":null,"abstract":"Karya tugas akhir penciptaan seni yang berjudul Membangun Visual Storytelling Dengan Komposisi Dinamik Pada Sinematografi Film Fiksi “Asmaradana” merupakan sebuah karya film pendek yang mengangkat kisah sepasang suami istri yang baru saja menikah. Konflik utama yang terjadi adalah tokoh Jaya selalu mengorbankan perasaan dan fisiknya demi bukti cinta kepada tokoh Ratih, tetapi justru Ratih mengalami atau menderita sebuah kelainan seksual.Secara umum film dapat dibagi atas dua unsur pembentuk yakni, unsur naratif dan unsur sinematik. Di dalam unsur sinematik terbagi menjadi beberapa bagian yaitu sinematografi, mise-en-scene, editing, dan suara. Sinematografi dapat dikatakan sebagai menulis dengan cahaya ke dalam sebuah gerakan gambar, sehingga sangat bergantung serta berhubungan erat pada bidang fotografi.Konsep estetik pada penciptaan karya seni film fiksi “Asmaradana” menggunakan komposisi dinamik sebagai media untuk membangun sebuah visual storytelling pada film fiksi. Visual Storytelling adalah penyampaian cerita secara naratif melalui urutan kejadian-kejadian tertentu dengan menggunakan image- image visual atau grafik, baik bergerak maupun diam. Penggunaan komposisi dinamik pada sinematografi film fiksi “Asmaradana” bertujuan untuk menyampaikan ketidakharmonisan antar karakter tokoh cerita, melalui dominasi ukuran dan posisi objek utama pada penataan elemen-elemen visual komposisi gambar di dalam bidang sinematografi.","PeriodicalId":326029,"journal":{"name":"Sense: Journal of Film and Television Studies","volume":"15 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-07-06","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"127972215","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2018-07-06DOI: 10.24821/sense.v1i2.3486
Inmas Jakfar Abdillah, Siti Maemunah, Raden Roro Ari Prasetyowati
Sinetron “Cinta dan Rahasia” memiliki kelogisan fungsi karakter antagonis. Tindakan yang dilakukan terhadap protagonis tidak hanya dominan bentuk tindakan negatif namun tindakan positif juga dilakukan. Peran antagonis saat menghambat protagonis tidak dilihat dari kedudukan moral atau sifatnya, namun hubungan kedua karakter menimbulkan konflik. Skripsi karya tulis berjudul Analisis Karakter Antagonis Utama Pada Sinetron “Cinta dan Rahasia Season 1” di NET. Versi Vladimir Propp ini, tujuan penelitiannya adalah menemukan fungsi karakter antagonis utama terhadap karakter protagonis versi Vladimir Propp, dan mengetahui tindakan karakter antagonis utama melakukan tindakan positif serta negatif terhadap karakter protagonis.Metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif dan didukung dengan metode kuantitatif merupakan metode yang digunakan. Menentukan karakter antagonis utama yang akan dibedah dengan mendeskripsikan fungsi karakter antagonis dengan menggunakan teori Vladimir Propp, kemudian dilakukan analisis. Untuk mengetahui tindakan karakter antagonis terhadap protagonis yang masih bersifat positif atau negatif, menggunakan metode kuantitatif untuk menguji teknik mengumpulan data yang disajikan dengan menggunakan tabel. Pengecekan validitas dari data kuantitatif dengan dilakukan memahami permasalahan, proses terahkir adalah membuat kesimpulan.Berdasarkan hasil kajian dapat disimpulkan bahwa ditemukan 13 fungsi karakter antagonis terhadap protagonis yaitu Kekerasan (δ), Pengintaian (E), Pengiriman (Ϛ), Tipu daya (η), Keterlibatan (Θ), Kejahatan/ Kekuranagan (A), Mediasi (B), Tindakan balasan (C), Perjuangan (H), Kemenangan (I), Pengejaran (Pr), Pemaparan (Ex), Hukuman (U). Tindakan tersebut mempunyai alasan dan tujuan yang mendorong untuk berbuat. Pembuatan tokoh antagonis utama pada Gita dibuat sesuai logika dalam keadaan yang terjadi dalam cerita “Cinta dan Rahasia season 1”. Bukti kelogisan karakter antagonis utama dapat ditemukan bahwa tindakan yang dilakukan mengandung nilai negatif dan juga positif. Tindakan negatif lebih banyak dilakukan namun tindakan positif juga hampir sama banyaknya. Tindakan negatif sebesar 58% dan tindakan positif sebesar 37%. Tindakan positif sangat signifikan menunjukan bahwa karakter antagonis tidak selamanya hanya menunjukan sisi negatifnya, namun seperti halnya karakter manusia yang memiliki sisi positif juga perlu ditunjukan.
{"title":"ANALISIS KARAKTER ANTAGONIS UTAMA PADA SINETRON “CINTA DAN RAHASIA SEASON 1” DI NET.TV VERSI VLADIMIR PROPP","authors":"Inmas Jakfar Abdillah, Siti Maemunah, Raden Roro Ari Prasetyowati","doi":"10.24821/sense.v1i2.3486","DOIUrl":"https://doi.org/10.24821/sense.v1i2.3486","url":null,"abstract":"Sinetron “Cinta dan Rahasia” memiliki kelogisan fungsi karakter antagonis. Tindakan yang dilakukan terhadap protagonis tidak hanya dominan bentuk tindakan negatif namun tindakan positif juga dilakukan. Peran antagonis saat menghambat protagonis tidak dilihat dari kedudukan moral atau sifatnya, namun hubungan kedua karakter menimbulkan konflik. Skripsi karya tulis berjudul Analisis Karakter Antagonis Utama Pada Sinetron “Cinta dan Rahasia Season 1” di NET. Versi Vladimir Propp ini, tujuan penelitiannya adalah menemukan fungsi karakter antagonis utama terhadap karakter protagonis versi Vladimir Propp, dan mengetahui tindakan karakter antagonis utama melakukan tindakan positif serta negatif terhadap karakter protagonis.Metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif dan didukung dengan metode kuantitatif merupakan metode yang digunakan. Menentukan karakter antagonis utama yang akan dibedah dengan mendeskripsikan fungsi karakter antagonis dengan menggunakan teori Vladimir Propp, kemudian dilakukan analisis. Untuk mengetahui tindakan karakter antagonis terhadap protagonis yang masih bersifat positif atau negatif, menggunakan metode kuantitatif untuk menguji teknik mengumpulan data yang disajikan dengan menggunakan tabel. Pengecekan validitas dari data kuantitatif dengan dilakukan memahami permasalahan, proses terahkir adalah membuat kesimpulan.Berdasarkan hasil kajian dapat disimpulkan bahwa ditemukan 13 fungsi karakter antagonis terhadap protagonis yaitu Kekerasan (δ), Pengintaian (E), Pengiriman (Ϛ), Tipu daya (η), Keterlibatan (Θ), Kejahatan/ Kekuranagan (A), Mediasi (B), Tindakan balasan (C), Perjuangan (H), Kemenangan (I), Pengejaran (Pr), Pemaparan (Ex), Hukuman (U). Tindakan tersebut mempunyai alasan dan tujuan yang mendorong untuk berbuat. Pembuatan tokoh antagonis utama pada Gita dibuat sesuai logika dalam keadaan yang terjadi dalam cerita “Cinta dan Rahasia season 1”. Bukti kelogisan karakter antagonis utama dapat ditemukan bahwa tindakan yang dilakukan mengandung nilai negatif dan juga positif. Tindakan negatif lebih banyak dilakukan namun tindakan positif juga hampir sama banyaknya. Tindakan negatif sebesar 58% dan tindakan positif sebesar 37%. Tindakan positif sangat signifikan menunjukan bahwa karakter antagonis tidak selamanya hanya menunjukan sisi negatifnya, namun seperti halnya karakter manusia yang memiliki sisi positif juga perlu ditunjukan.","PeriodicalId":326029,"journal":{"name":"Sense: Journal of Film and Television Studies","volume":"168 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-07-06","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"132355009","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}