Pub Date : 2021-12-31DOI: 10.29244/jitkt.v13i3.37971
L. M. I. Sani, Azhari Benyamin, Alief K Husna, D. Arafat, B. Subhan, A. Sunuddin, N. Cakasana, D. F. Lestari, Dr. Hawis Madduppa
The existence of reef fish is certainly closely related to the existence of reefs coral because the ecosystem is a habitat for reef fish. Coral reefs are ecosystems that are commonly found on small islands in the tropics including the Seribu Islands. The Seribu Islands are a group of 110 islands located off the coast of Jakarta and up to 80 kilometers north of the Java Sea. In this study, we examined the species distribution and diversity of reef fish species on two different distance location in Jakarta Bay using environmental DNA (eDNA) metabarcoding analysis from two sites which are Untung Jawa Island and Harapan Island. The 4L eDNA seawater samples were collected at a depth of 8-9 meters at each site and then analysis using specific primer (MiFish U) of 12S rRNA. Overall, the higher species richness was found on Harapan Island (52 species) followed by Untung Jawa Island (11 species). The Shannon-Wiener Index also showed Harapan Island has higher reef fish diversity based on three taxonomic level (family, genus, and species). There were only five mutual reef fish species found in the two locations, namely Atherinomorus aetholepis, Auxis thazard, Cephalopholis sexmaculata, Epinephelus chlorostigma, and Plectropomus areolatus. The results of these findings in this current study are in line with anthropogenic pressure different where Untung Jawa Island is the closer one to Jakarta Bay than the Harapan Island that located relatively far from Jakarta Bay.
{"title":"A CONTRAST PATTERN OF REEF FISH SPECIES DIVERSITY AND DISTRIBUTION USING ENVIRONMENTAL DNA (eDNA) METABARCODING IN LONGITUDINAL DISTANCE FROM JAKARTA BAY","authors":"L. M. I. Sani, Azhari Benyamin, Alief K Husna, D. Arafat, B. Subhan, A. Sunuddin, N. Cakasana, D. F. Lestari, Dr. Hawis Madduppa","doi":"10.29244/jitkt.v13i3.37971","DOIUrl":"https://doi.org/10.29244/jitkt.v13i3.37971","url":null,"abstract":"The existence of reef fish is certainly closely related to the existence of reefs coral because the ecosystem is a habitat for reef fish. Coral reefs are ecosystems that are commonly found on small islands in the tropics including the Seribu Islands. The Seribu Islands are a group of 110 islands located off the coast of Jakarta and up to 80 kilometers north of the Java Sea. In this study, we examined the species distribution and diversity of reef fish species on two different distance location in Jakarta Bay using environmental DNA (eDNA) metabarcoding analysis from two sites which are Untung Jawa Island and Harapan Island. The 4L eDNA seawater samples were collected at a depth of 8-9 meters at each site and then analysis using specific primer (MiFish U) of 12S rRNA. Overall, the higher species richness was found on Harapan Island (52 species) followed by Untung Jawa Island (11 species). The Shannon-Wiener Index also showed Harapan Island has higher reef fish diversity based on three taxonomic level (family, genus, and species). There were only five mutual reef fish species found in the two locations, namely Atherinomorus aetholepis, Auxis thazard, Cephalopholis sexmaculata, Epinephelus chlorostigma, and Plectropomus areolatus. The results of these findings in this current study are in line with anthropogenic pressure different where Untung Jawa Island is the closer one to Jakarta Bay than the Harapan Island that located relatively far from Jakarta Bay.","PeriodicalId":42469,"journal":{"name":"Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis","volume":"92 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.3,"publicationDate":"2021-12-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"74208121","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2021-12-31DOI: 10.29244/jitkt.v13i3.36198
B. Astari, T. Budiardi, I. Effendi, Y. Hadiroseyani
Pendederan ikan kerapu cantik umumnya dilakukan dengan pergantian air rutin setiap hari sehingga rentan terhadap penurunan kualitas air dan kinerja produksi. Pendederan ikan kerapu dengan sistem resirkulasi dan bioremediasi diharapkan dapat meningkatkan kinerja produksi melalui perbaikan kualitas air. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pendederan kerapu berbasis recirculating aquaculture system (RAS) dan bioremediasi untuk meningkatkan efisiensi akuabisnis. Penelitian ini dilakukan selama 40 hari menggunakan rancangan acak lengkap dengan tiga perlakuan dan empat kali ulangan. Penelitian menggunakan tiga perlakuan sistem pemeliharaan, yaitu sistem konvensional tanpa resirkulasi dan tanpa bioremediasi (SK), sistem resirkulasi tanpa bioremediasi (RAS), serta sistem resirkulasi dan bioremediasi (RB). Ikan yang digunakan pada penelitian adalah benih kerapu cantik dengan panjang awal rata-rata 3,6±0,2 cm dengan padat tebar 500 ekor/m3. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kelangsungan hidup dan laju pertumbuhan panjang mutlak terbaik didapatkan pada sistem resirkulasi dengan bioremesiasi sebesar 94,8±0,37%, dan 0,1098±0,0029 cm/hari. Usaha pendederan ikan kerapu dengan sistem resirkulasi dan bioremediasi mampu meningkatkan keuntungan 41,76% dan 8,81% lebih efisien dari sistem pergantian air rutin.
美丽的石斑鱼捕捞通常是通过每天的定期换水来进行的,因此容易降低水质和生产性能。采用再循环系统和生物修复系统的石斑鱼捕捞,希望通过改善水质来提高其生产性能。本研究旨在分析基于碳水化合物收集系统(RAS)和生物识别,以提高水务效率。本研究采用随机设计进行了40天,其中包括三种治疗方法和四次重复。研究采用了三种治疗方法,即没有循环系统和没有生物抑制(SK)的传统系统,没有生物抑制系统(RAS)的再循环系统,以及循环和生物抑制系统(RB)。所用的鱼的早期研究是美丽的石斑鱼,种子长平均3.6±0.2厘米和固体流口水500条/ m3。研究结果表明,最好的存活率和长绝对增长率得到系统的大小和bioremesiasi resirkulasi 94,8±0,37%,0.1098±0.0029 cm /天。具有再生循环系统和生物修复技术的石斑鱼捕捞将效率提高41.76%和8.81%。
{"title":"PENDEDERAN IKAN KERAPU CANTIK (Epinephelus fuscoguttatus × Epinephelus microdon) BERBASIS RAS DAN BIOREMEDIASI UNTUK EFISIENSI AKUABISNIS","authors":"B. Astari, T. Budiardi, I. Effendi, Y. Hadiroseyani","doi":"10.29244/jitkt.v13i3.36198","DOIUrl":"https://doi.org/10.29244/jitkt.v13i3.36198","url":null,"abstract":"Pendederan ikan kerapu cantik umumnya dilakukan dengan pergantian air rutin setiap hari sehingga rentan terhadap penurunan kualitas air dan kinerja produksi. Pendederan ikan kerapu dengan sistem resirkulasi dan bioremediasi diharapkan dapat meningkatkan kinerja produksi melalui perbaikan kualitas air. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pendederan kerapu berbasis recirculating aquaculture system (RAS) dan bioremediasi untuk meningkatkan efisiensi akuabisnis. Penelitian ini dilakukan selama 40 hari menggunakan rancangan acak lengkap dengan tiga perlakuan dan empat kali ulangan. Penelitian menggunakan tiga perlakuan sistem pemeliharaan, yaitu sistem konvensional tanpa resirkulasi dan tanpa bioremediasi (SK), sistem resirkulasi tanpa bioremediasi (RAS), serta sistem resirkulasi dan bioremediasi (RB). Ikan yang digunakan pada penelitian adalah benih kerapu cantik dengan panjang awal rata-rata 3,6±0,2 cm dengan padat tebar 500 ekor/m3. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kelangsungan hidup dan laju pertumbuhan panjang mutlak terbaik didapatkan pada sistem resirkulasi dengan bioremesiasi sebesar 94,8±0,37%, dan 0,1098±0,0029 cm/hari. Usaha pendederan ikan kerapu dengan sistem resirkulasi dan bioremediasi mampu meningkatkan keuntungan 41,76% dan 8,81% lebih efisien dari sistem pergantian air rutin.","PeriodicalId":42469,"journal":{"name":"Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis","volume":"59 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.3,"publicationDate":"2021-12-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"80258871","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2021-12-31DOI: 10.29244/jitkt.v13i3.38502
Aceng Hidayat, Dessy Dessy
Mangrove merupakan salah satu ekosistem pesisir yang utama, jika ekosistem mangrove rusak maka akan berdampak merugikan bagi manusia dan habitat sekitarnya. Penelitian ini membahas 3 (tiga) hal, (1) fenomena deforestasi hutan pada periode 1972–2013 di Tanakeke, (2) potensi deforestasi tutupan lahan mangrove di pulau Tanakeke, (3) kelembagaan konsep yang terjadi di Pulau Tanakeke selama periode 1972-2013. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari hasil penelitian sebelumnya (1972-2019). Metode analisis yang digunakan adalah studi literatur, pengujian indikator dari penelitian sebelumnya, depth interview, dan analisis data kuantitatif dan kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan konversi lahan ekosistem mangrove secara masif telah terjadi sejak tahun 1972-1993 yang berimplikasi pada penurunan luas mangrove yang mencapai 1.166,61 ha. Sedangkan dari tahun 1993-2013, luas tutupan hutan mangrove yang hilang akibat alih fungsi lahan mangrove menjadi tambak mencapai 32,25% dalam kurun waktu 20 tahun. Deforestasi yang terjadi di Pulau Tanakeke mengakibatkan kerusakan lingkungan. Fenomena kerusakan mangrove mendorong beberapa institusi untuk memotivasi keterlibatan langsung masyarakat pulau Tanakeke untuk membentuk kelembagaan dan kebijakan dalam menjaga kelestarian ekosistem mangrove.
{"title":"DEFORESTASI EKOSISTEM MANGROVE DI PULAU TANAKEKE, SULAWESI SELATAN, INDONESIA","authors":"Aceng Hidayat, Dessy Dessy","doi":"10.29244/jitkt.v13i3.38502","DOIUrl":"https://doi.org/10.29244/jitkt.v13i3.38502","url":null,"abstract":"Mangrove merupakan salah satu ekosistem pesisir yang utama, jika ekosistem mangrove rusak maka akan berdampak merugikan bagi manusia dan habitat sekitarnya. Penelitian ini membahas 3 (tiga) hal, (1) fenomena deforestasi hutan pada periode 1972–2013 di Tanakeke, (2) potensi deforestasi tutupan lahan mangrove di pulau Tanakeke, (3) kelembagaan konsep yang terjadi di Pulau Tanakeke selama periode 1972-2013. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari hasil penelitian sebelumnya (1972-2019). Metode analisis yang digunakan adalah studi literatur, pengujian indikator dari penelitian sebelumnya, depth interview, dan analisis data kuantitatif dan kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan konversi lahan ekosistem mangrove secara masif telah terjadi sejak tahun 1972-1993 yang berimplikasi pada penurunan luas mangrove yang mencapai 1.166,61 ha. Sedangkan dari tahun 1993-2013, luas tutupan hutan mangrove yang hilang akibat alih fungsi lahan mangrove menjadi tambak mencapai 32,25% dalam kurun waktu 20 tahun. Deforestasi yang terjadi di Pulau Tanakeke mengakibatkan kerusakan lingkungan. Fenomena kerusakan mangrove mendorong beberapa institusi untuk memotivasi keterlibatan langsung masyarakat pulau Tanakeke untuk membentuk kelembagaan dan kebijakan dalam menjaga kelestarian ekosistem mangrove.","PeriodicalId":42469,"journal":{"name":"Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis","volume":"70 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.3,"publicationDate":"2021-12-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"84598092","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2021-12-31DOI: 10.29244/jitkt.v13i3.36364
I. G. A. Istri Pradnyandari Dewi, Elok Faiqoh, Abd. Rahman As-syakur, I Wayan Eka Dharmawan
Ekosistem mangrove memiliki peran penting dalam kawasan pesisir baik secara langsung maupun tidak langsung. Kelestarian ekosistem mangrove dapat digambarkan dari kelimpahan semaian. Penelitian tentang status regenerasi alami mangrove telah dilakukan di kawasan Teluk Benoa, Bali. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis tingkat regenerasi mangrove berdasarkan kelimpahan semai, serta hubungannya dengan karakter ekologi mangrove dalam kawasan. Area penelitian dibagi menjadi tiga zona dengan total 30 titik pengambilan sampel dengan distribusi yang proporsional. Pada setiap titik dilakukan pengambilan data struktur komunitas semai, tegakan dewasa (pohon, pancang) dan parameter lingkungan. Hasil penelitian menunjukkan status regenerasi mangrove di kawasan ini termasuk dalam kategori cukup baik, berdasarkan perbandingan dari kelimpahan semaian dengan tegakan kategori pancang dan pohon. Kerapatan semai tertinggi ditemukan pada zona 2 yang didominasi oleh Rhizophora mucronata dengan rata-rata sebesar 4800 ± 5610 tegakan/ha yang berbeda signifikan dengan dua zona lainnya. Variasi kondisi struktur komunitas mangrove pada tiga zona tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kelimpahan semai. Sementara itu, dua faktor lingkungan yaitu pH dan potensial redoks memiliki korelasi yang positif dan signifikan memengaruhi jumlah sebaran semai mangrove di dalam kawasan. Hasil penelitian mengindikasikan bahwa tingkat regenerasi mangrove masih mampu bertahan dalam tekanan habitat yang cukup tinggi.
{"title":"REGENERASI ALAMI SEMAIAN MANGROVE DI KAWASAN TELUK BENOA, BALI","authors":"I. G. A. Istri Pradnyandari Dewi, Elok Faiqoh, Abd. Rahman As-syakur, I Wayan Eka Dharmawan","doi":"10.29244/jitkt.v13i3.36364","DOIUrl":"https://doi.org/10.29244/jitkt.v13i3.36364","url":null,"abstract":"Ekosistem mangrove memiliki peran penting dalam kawasan pesisir baik secara langsung maupun tidak langsung. Kelestarian ekosistem mangrove dapat digambarkan dari kelimpahan semaian. Penelitian tentang status regenerasi alami mangrove telah dilakukan di kawasan Teluk Benoa, Bali. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis tingkat regenerasi mangrove berdasarkan kelimpahan semai, serta hubungannya dengan karakter ekologi mangrove dalam kawasan. Area penelitian dibagi menjadi tiga zona dengan total 30 titik pengambilan sampel dengan distribusi yang proporsional. Pada setiap titik dilakukan pengambilan data struktur komunitas semai, tegakan dewasa (pohon, pancang) dan parameter lingkungan. Hasil penelitian menunjukkan status regenerasi mangrove di kawasan ini termasuk dalam kategori cukup baik, berdasarkan perbandingan dari kelimpahan semaian dengan tegakan kategori pancang dan pohon. Kerapatan semai tertinggi ditemukan pada zona 2 yang didominasi oleh Rhizophora mucronata dengan rata-rata sebesar 4800 ± 5610 tegakan/ha yang berbeda signifikan dengan dua zona lainnya. Variasi kondisi struktur komunitas mangrove pada tiga zona tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kelimpahan semai. Sementara itu, dua faktor lingkungan yaitu pH dan potensial redoks memiliki korelasi yang positif dan signifikan memengaruhi jumlah sebaran semai mangrove di dalam kawasan. Hasil penelitian mengindikasikan bahwa tingkat regenerasi mangrove masih mampu bertahan dalam tekanan habitat yang cukup tinggi.","PeriodicalId":42469,"journal":{"name":"Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis","volume":"13 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.3,"publicationDate":"2021-12-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"90120469","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2021-12-31DOI: 10.29244/jitkt.v13i3.35577
Ikhsan Kamil, Ernan Rustiadi, Tridoyo Kusumastanto, Eva Anggraini
Pada tahun 1990, usaha budidaya ikan kerapu dengan menggunakan karamba jaring apung (KJA) mulai dikembangkan untuk memenuhi permintaan pasar. Penelitian ini bertujuan mengkaji kesesuaian lahan dan zonasi perairan terhadap daya dukung fisik kawasan teluk lampung untuk budidaya ikan kerapu di KJA. Penilaian kesesuaian berdasarkan pada aspek fisik, kimia dan sosial ekonomi. Daya dukung fisik kawasan dianalisis dari hasil kriteria kesesuaian dan kemudian dilanjutkan dengan kesesuaian berdasarkan overlay dengan rencana zonasi. Hasil studi menunjukkan bahwa berdasarkan analisis kesesuaian yang memiliki kesesuaian tinggi seluas 67,64 ha, sedang 5.838,17 ha, rendah 3.214,89 ha dan tidak sesuai 35,95 ha. Analisis selanjutnya dengan melakukan overlay dengan rencana zonasi (RZWP3K) terjadi perubahan luasan dimana terjadi penurunan luas areal kesesuaian tinggi menjadi 1.446, 28 ha, sedang 23,71 ha dan rendah 440,05 ha, sementara untuk areal yang tidak sesuai mengalami peningkatan menjadi 7.226,62 ha. Daya dukung fisik kawasan teluk lampung adalah sebanyak 13.450 unit KJA atau dengan potensi produksi sebanyak 24.754 ton. Dengan penurunan luasan areal yang sesuai berpengaruh terhadap penurunan daya dukung fisik menjadi sebanyak 4.545 unit KJA atau potensi produksi sebanyak 8.365 ton. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa overlay dengan rencana zonasi mengurangi luasan areal yang sesuai untuk kegiatan budidaya KJA yang selanjutnya menyebabkan penurunan daya dukung fisik kawasan. Oleh karena itu perlu dilakukan evaluasi terhadap rencana zonasi dan penataan kawasan budidaya di teluk Lampung agar lebih didasarkan pada kriteria kesesuaian lahan.
{"title":"KAJIAN KESESUAIAN DAN ZONASI PERAIRAN TELUK LAMPUNG TERHADAP DAYA DUKUNG FISIK KAWASAN UNTUK BUDIDAYA IKAN KERAPU DI KARAMBA JARING APUNG","authors":"Ikhsan Kamil, Ernan Rustiadi, Tridoyo Kusumastanto, Eva Anggraini","doi":"10.29244/jitkt.v13i3.35577","DOIUrl":"https://doi.org/10.29244/jitkt.v13i3.35577","url":null,"abstract":"Pada tahun 1990, usaha budidaya ikan kerapu dengan menggunakan karamba jaring apung (KJA) mulai dikembangkan untuk memenuhi permintaan pasar. Penelitian ini bertujuan mengkaji kesesuaian lahan dan zonasi perairan terhadap daya dukung fisik kawasan teluk lampung untuk budidaya ikan kerapu di KJA. Penilaian kesesuaian berdasarkan pada aspek fisik, kimia dan sosial ekonomi. Daya dukung fisik kawasan dianalisis dari hasil kriteria kesesuaian dan kemudian dilanjutkan dengan kesesuaian berdasarkan overlay dengan rencana zonasi. Hasil studi menunjukkan bahwa berdasarkan analisis kesesuaian yang memiliki kesesuaian tinggi seluas 67,64 ha, sedang 5.838,17 ha, rendah 3.214,89 ha dan tidak sesuai 35,95 ha. Analisis selanjutnya dengan melakukan overlay dengan rencana zonasi (RZWP3K) terjadi perubahan luasan dimana terjadi penurunan luas areal kesesuaian tinggi menjadi 1.446, 28 ha, sedang 23,71 ha dan rendah 440,05 ha, sementara untuk areal yang tidak sesuai mengalami peningkatan menjadi 7.226,62 ha. Daya dukung fisik kawasan teluk lampung adalah sebanyak 13.450 unit KJA atau dengan potensi produksi sebanyak 24.754 ton. Dengan penurunan luasan areal yang sesuai berpengaruh terhadap penurunan daya dukung fisik menjadi sebanyak 4.545 unit KJA atau potensi produksi sebanyak 8.365 ton. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa overlay dengan rencana zonasi mengurangi luasan areal yang sesuai untuk kegiatan budidaya KJA yang selanjutnya menyebabkan penurunan daya dukung fisik kawasan. Oleh karena itu perlu dilakukan evaluasi terhadap rencana zonasi dan penataan kawasan budidaya di teluk Lampung agar lebih didasarkan pada kriteria kesesuaian lahan.","PeriodicalId":42469,"journal":{"name":"Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis","volume":"5 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.3,"publicationDate":"2021-12-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"89700380","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Simeulue Regency is surrounded by small islands rich in diverse fish resources, namely dogtooth tuna. The interaction (reciprocity) between groups of organisms and their environment plays an important role in ecological systems. The determination of ecological status can be used to monitor, manage, and sustain waters in tuna fishing areas. Fishing activities will affect environmental changes that will impact marine biota's sustainability, existence, and diversity. This study aimed to analyze the ecological sustainability status of tuna fishing areas in East Simeulue waters. The research was conducted in May-July 2021. The method used in this research was observing and measuring the characteristics of the aquatic environment and conducting interviews. The attributes seen include the condition of the aquatic environment, conservation of pelagic resources, fishing activities, utilization of pelagic resources, environmental carrying capacity, type of fishing gear, the volume of fishing gear, level of suitability for fishing. The sustainability status of the ecological dimension obtained a value of 79.74. The results obtained are classified as well sustainable.
{"title":"SUSTAINABLE MANAGEMENT OF DOGTOOTH TUNA FISHERIES IN ECOLOGICAL DIMENSIONS IN EAST SIMEULUE, ACEH, INDONESIA","authors":"Iing Burhanis, Edwarsyah, Radhi Fadhillah, Zulfadhli","doi":"10.29244/jitkt.v13i3.38553","DOIUrl":"https://doi.org/10.29244/jitkt.v13i3.38553","url":null,"abstract":"Simeulue Regency is surrounded by small islands rich in diverse fish resources, namely dogtooth tuna. The interaction (reciprocity) between groups of organisms and their environment plays an important role in ecological systems. The determination of ecological status can be used to monitor, manage, and sustain waters in tuna fishing areas. Fishing activities will affect environmental changes that will impact marine biota's sustainability, existence, and diversity. This study aimed to analyze the ecological sustainability status of tuna fishing areas in East Simeulue waters. The research was conducted in May-July 2021. The method used in this research was observing and measuring the characteristics of the aquatic environment and conducting interviews. The attributes seen include the condition of the aquatic environment, conservation of pelagic resources, fishing activities, utilization of pelagic resources, environmental carrying capacity, type of fishing gear, the volume of fishing gear, level of suitability for fishing. The sustainability status of the ecological dimension obtained a value of 79.74. The results obtained are classified as well sustainable. \u0000 ","PeriodicalId":42469,"journal":{"name":"Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis","volume":"96 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.3,"publicationDate":"2021-12-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"86658160","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2021-12-31DOI: 10.29244/jitkt.v13i3.35311
Z. Imran, R. Ketjulan, Yamao Masahiro
Sustainable marine spatial planning in small islands requires a more comprehensive management strategy. Unsustainable use problems and issues in both land and seascape need a strategic formulation to manage Tiworo Small Island in the future. This study aimed to formulate the strategy for sustainable marine spatial planning of the Tiworo Small Islands. The rapid Appraisal for Land Use (Raplanduse) method was used to assess the sustainability and sensitivity of the attributes used in this study. The formulation of management strategies was carried out based on the levels of influence and dependence on sensitive attributes analyzed by the prospective analysis method. The results showed that the sustainable use of small islands in the Tiworo Islands varied, ranging from good, bad to less sustainable. Sensitive attributes observed in the ecological dimension were suspended solid materials and seawater surface temperature. In the social dimension, the sensitive attributes assessed were the conflict incidence among residents and human resources. Attributes observed in the economic dimension were income level, availability of business capital, and fisheries catch production. In the legal and institutional dimensions, the sensitive attributes observed were land ownership status and area zoning. Strategic management was developed based on these sensitive attributes, including increasing community adaptation capacity, controlling land-use in watershed areas in the mainland, developing business diversification, regulating spatial utilization, and improving the quality of human resources.
{"title":"SUSTAINABLE STRATEGY ON MARINE SPATIAL PLANNING OF TIWORO ARCHIPELAGIC","authors":"Z. Imran, R. Ketjulan, Yamao Masahiro","doi":"10.29244/jitkt.v13i3.35311","DOIUrl":"https://doi.org/10.29244/jitkt.v13i3.35311","url":null,"abstract":"Sustainable marine spatial planning in small islands requires a more comprehensive management strategy. Unsustainable use problems and issues in both land and seascape need a strategic formulation to manage Tiworo Small Island in the future. This study aimed to formulate the strategy for sustainable marine spatial planning of the Tiworo Small Islands. The rapid Appraisal for Land Use (Raplanduse) method was used to assess the sustainability and sensitivity of the attributes used in this study. The formulation of management strategies was carried out based on the levels of influence and dependence on sensitive attributes analyzed by the prospective analysis method. The results showed that the sustainable use of small islands in the Tiworo Islands varied, ranging from good, bad to less sustainable. Sensitive attributes observed in the ecological dimension were suspended solid materials and seawater surface temperature. In the social dimension, the sensitive attributes assessed were the conflict incidence among residents and human resources. Attributes observed in the economic dimension were income level, availability of business capital, and fisheries catch production. In the legal and institutional dimensions, the sensitive attributes observed were land ownership status and area zoning. Strategic management was developed based on these sensitive attributes, including increasing community adaptation capacity, controlling land-use in watershed areas in the mainland, developing business diversification, regulating spatial utilization, and improving the quality of human resources.","PeriodicalId":42469,"journal":{"name":"Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis","volume":"64 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.3,"publicationDate":"2021-12-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"86187131","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2021-12-31DOI: 10.29244/jitkt.v13i3.36363
Anak Agung Eka Andiani, I Wayan Gede Astawa Karang, I Nyoman Giri Putra, I Wayan Eka Dharmawan
Mangrove merupakan ekosistem pesisir yang memiliki kemampuan sangat baik dalam menyerap dan menyimpan karbon. Struktur tegakan mangrove memberikan kontribusi signifikan terhadap estimasi simpanan karbon yang umumnya tergambarkan pada persamaan alometrik dalam skala individu. Penelitian simpanan karbon atas permukaan tanah (abovegroundada komunitas mangrove telah dilakukan di mangrove Teluk Benoa. Penelitian ini bertujuan untuk membangun model dalam mengestimasi simpanan karbon aboveground dari beberapa parameter struktur tegakan mangrove. Metode stratified purposive sampling digunakan dalam penentuan sebaran titik penelitian. Sebanyak tiga zona (1–3) diidentifikasi berdasarkan interpretasi analisis mRE-SR (modified red edge-simple ratio) dan jenis mangrove yang mendominasi. Estimasi simpanan karbon aboveground diperoleh dengan metode non-destructive menggunakan persamaan common allometric. Hasil penelitian menunjukkan struktur tegakan mangrove zona 1 cenderung berbeda signifikan dengan zona lainnya. Secara keseluruhan, rata-rata simpanan karbon aboveground sebesar 193,45±34,88 ton C/ha. Simpanan karbon aboveground tertinggi ditemukan pada zona 1 yang didominasi jenis Sonneratia alba. Analisis regresi linear dan Akaike’s Information Criterion (AIC) menunjukkan bahwa kombinasi dari tutupan kanopi, kerapatan pohon, kerapatan pancang dan diameter pohon menjadi model terbaik dalam mengestimasi simpanan karbon pada skala komunitas. Model kombinasi ini memiliki nilai koefisien regresi tertinggi dan nilai root mean squared error (RMSE) terendah dibandingkan dengan model lainnya. Hasil penelitian diharapkan dapat digunakan dalam mengestimasi simpanan karbon secara lebih efisien dan akurat dalam skala komunitas.
{"title":"HUBUNGAN ANTAR PARAMETER STRUKTUR TEGAKAN MANGROVE DALAM ESTIMASI SIMPANAN KARBON ABOVEGROUND PADA SKALA KOMUNITAS","authors":"Anak Agung Eka Andiani, I Wayan Gede Astawa Karang, I Nyoman Giri Putra, I Wayan Eka Dharmawan","doi":"10.29244/jitkt.v13i3.36363","DOIUrl":"https://doi.org/10.29244/jitkt.v13i3.36363","url":null,"abstract":"Mangrove merupakan ekosistem pesisir yang memiliki kemampuan sangat baik dalam menyerap dan menyimpan karbon. Struktur tegakan mangrove memberikan kontribusi signifikan terhadap estimasi simpanan karbon yang umumnya tergambarkan pada persamaan alometrik dalam skala individu. Penelitian simpanan karbon atas permukaan tanah (abovegroundada komunitas mangrove telah dilakukan di mangrove Teluk Benoa. Penelitian ini bertujuan untuk membangun model dalam mengestimasi simpanan karbon aboveground dari beberapa parameter struktur tegakan mangrove. Metode stratified purposive sampling digunakan dalam penentuan sebaran titik penelitian. Sebanyak tiga zona (1–3) diidentifikasi berdasarkan interpretasi analisis mRE-SR (modified red edge-simple ratio) dan jenis mangrove yang mendominasi. Estimasi simpanan karbon aboveground diperoleh dengan metode non-destructive menggunakan persamaan common allometric. Hasil penelitian menunjukkan struktur tegakan mangrove zona 1 cenderung berbeda signifikan dengan zona lainnya. Secara keseluruhan, rata-rata simpanan karbon aboveground sebesar 193,45±34,88 ton C/ha. Simpanan karbon aboveground tertinggi ditemukan pada zona 1 yang didominasi jenis Sonneratia alba. Analisis regresi linear dan Akaike’s Information Criterion (AIC) menunjukkan bahwa kombinasi dari tutupan kanopi, kerapatan pohon, kerapatan pancang dan diameter pohon menjadi model terbaik dalam mengestimasi simpanan karbon pada skala komunitas. Model kombinasi ini memiliki nilai koefisien regresi tertinggi dan nilai root mean squared error (RMSE) terendah dibandingkan dengan model lainnya. Hasil penelitian diharapkan dapat digunakan dalam mengestimasi simpanan karbon secara lebih efisien dan akurat dalam skala komunitas.","PeriodicalId":42469,"journal":{"name":"Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis","volume":"92 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.3,"publicationDate":"2021-12-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"80435429","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2021-12-31DOI: 10.29244/jitkt.v13i3.35692
Andi Risda Fitrianti Abudarda, M. Zainuddin, Safruddin
Makassar Strait plays a vital role as one of the skipjack tuna fishing grounds in Indonesia. This study aimed to detect the skipjack tuna preference of sea surface temperature (SST) and chlorophyll-a (Chl-a) in Makassar Strait and to map out the possible shifting potential fishing zone (PFZ) of skipjack tuna by simulating sea surface temperature increase. We analyzed the skipjack catch data from July to November 2020, and we added the previous data in June, July, August, October, and December 2019 in the same study area. We analyzed together with satellite imagery data set of SST and Chl-a using GAM. We used three scenarios for the SST increase model simulation, which are 0.25, 0.5, and 1℃. The results showed that skipjack tuna is relatively high in SST ranging from 28.3 to 30.4°C and Chl-a ranging from 0.18 to 0.28 mg/m3. The PFZ based on sea surface temperature simulation showed that PFZ area form in the northern part shifting to the southern part of Makassar Strait based on the increasing sea surface temperature simulation visible in September, which shifted from 0.017-5.421⁰S to 2.923-6.802⁰S and October shifted from 0.017-6.802⁰S to 5.007-6.802⁰S. Knowing the shifting of the potential fishing zone of skipjack tuna could be an important step toward fishing operation and management for skipjack tuna resource management in Makassar Strait.
{"title":"IMPACT OF INCREASING SEA SURFACE TEMPERATURE ON POTENTIAL FISHING ZONE OF SKIPJACK TUNA Katsuwonus pelamis IN MAKASSAR STRAIT","authors":"Andi Risda Fitrianti Abudarda, M. Zainuddin, Safruddin","doi":"10.29244/jitkt.v13i3.35692","DOIUrl":"https://doi.org/10.29244/jitkt.v13i3.35692","url":null,"abstract":"Makassar Strait plays a vital role as one of the skipjack tuna fishing grounds in Indonesia. This study aimed to detect the skipjack tuna preference of sea surface temperature (SST) and chlorophyll-a (Chl-a) in Makassar Strait and to map out the possible shifting potential fishing zone (PFZ) of skipjack tuna by simulating sea surface temperature increase. We analyzed the skipjack catch data from July to November 2020, and we added the previous data in June, July, August, October, and December 2019 in the same study area. We analyzed together with satellite imagery data set of SST and Chl-a using GAM. We used three scenarios for the SST increase model simulation, which are 0.25, 0.5, and 1℃. The results showed that skipjack tuna is relatively high in SST ranging from 28.3 to 30.4°C and Chl-a ranging from 0.18 to 0.28 mg/m3. The PFZ based on sea surface temperature simulation showed that PFZ area form in the northern part shifting to the southern part of Makassar Strait based on the increasing sea surface temperature simulation visible in September, which shifted from 0.017-5.421⁰S to 2.923-6.802⁰S and October shifted from 0.017-6.802⁰S to 5.007-6.802⁰S. Knowing the shifting of the potential fishing zone of skipjack tuna could be an important step toward fishing operation and management for skipjack tuna resource management in Makassar Strait.","PeriodicalId":42469,"journal":{"name":"Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis","volume":"59 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.3,"publicationDate":"2021-12-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"76086884","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2021-12-31DOI: 10.29244/jitkt.v13i3.35132
H. A. Cappenberg, Erna Widyastuti, I. E. Dharmawan
Kabupaten Merauke terletak paling selatan dari Papua yang berbatasan langsung dengan Papua Nugini, serta memiliki ekosistem mangrove yang masih baik (murni), cukup luas dan kaya akan moluska dan krustasea, yang merupakan fauna kunci dalam ekosistem mangrove. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui struktur komunitas moluska dan krustasea pada ekosistem mangrove. Penelitian dilakukan pada bulan Oktober 2019, di 13 stasiun. Pengumpulan sampel makrobentos di tiap lokasi menggunakan plot berukuran 10 x 10 m. Sampel diambil selama 20 menit oleh 2 orang yang sama di setiap plot, saat air surut. Dari penelitian ini ditemukan 11 jenis krustasea dan 6 jenis moluska. Cerithidea obtusa, Littoraria scabra dan Cassidula angulifera dari kelompok moluska memiliki penyebaran relatif luas. Kepadatan tertinggi terdapat di stasiun MRKM22 (5,67 individu/m2) dan yang terendah di stasiun MRKM33 (0,25 individu/m2). Moluska dan krustasea yang ditemukan dalam penelitian ini merupakan jenis-jenis yang umum hidup pada ekosistem mangrove. Nilai indeks keanekaragaman jenis (H’) berkisar 0,63–1,56. Nilai ini menunjukkan keanekaragaman jenis baik moluska maupun krustasea dalam kondisi rendah–sedang. Indeks kemerataan jenis (J’) berkisar 0,56–0,99 dan nilai indeks dominasi jenis (C) berkisar 0,24–0,56. Secara umum, nilai-nilai ekologis ini menunjukkan komunitas moluska dan krustasea di setiap stasiun penelitian berada dalam kondisi yang relatif stabil.
{"title":"STRUKTUR KOMUNITAS DAN KEPADATAN MOLUSKA DAN KRUSTASEA DI EKOSISTEM MANGROVE, KABUPATEN MERAUKE, PAPUA","authors":"H. A. Cappenberg, Erna Widyastuti, I. E. Dharmawan","doi":"10.29244/jitkt.v13i3.35132","DOIUrl":"https://doi.org/10.29244/jitkt.v13i3.35132","url":null,"abstract":"Kabupaten Merauke terletak paling selatan dari Papua yang berbatasan langsung dengan Papua Nugini, serta memiliki ekosistem mangrove yang masih baik (murni), cukup luas dan kaya akan moluska dan krustasea, yang merupakan fauna kunci dalam ekosistem mangrove. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui struktur komunitas moluska dan krustasea pada ekosistem mangrove. Penelitian dilakukan pada bulan Oktober 2019, di 13 stasiun. Pengumpulan sampel makrobentos di tiap lokasi menggunakan plot berukuran 10 x 10 m. Sampel diambil selama 20 menit oleh 2 orang yang sama di setiap plot, saat air surut. Dari penelitian ini ditemukan 11 jenis krustasea dan 6 jenis moluska. Cerithidea obtusa, Littoraria scabra dan Cassidula angulifera dari kelompok moluska memiliki penyebaran relatif luas. Kepadatan tertinggi terdapat di stasiun MRKM22 (5,67 individu/m2) dan yang terendah di stasiun MRKM33 (0,25 individu/m2). Moluska dan krustasea yang ditemukan dalam penelitian ini merupakan jenis-jenis yang umum hidup pada ekosistem mangrove. Nilai indeks keanekaragaman jenis (H’) berkisar 0,63–1,56. Nilai ini menunjukkan keanekaragaman jenis baik moluska maupun krustasea dalam kondisi rendah–sedang. Indeks kemerataan jenis (J’) berkisar 0,56–0,99 dan nilai indeks dominasi jenis (C) berkisar 0,24–0,56. Secara umum, nilai-nilai ekologis ini menunjukkan komunitas moluska dan krustasea di setiap stasiun penelitian berada dalam kondisi yang relatif stabil.","PeriodicalId":42469,"journal":{"name":"Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis","volume":"37 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.3,"publicationDate":"2021-12-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"86770324","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}